Distribusi Kejadian Diare pada Balita di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2012 (Analisis Data Sekunder Survei Midterm MTBS-M) Anggraini Sari Astuti1, Sudarto Ronoatmodjo2 1 Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi kejadian diare pada balita berdasarkan faktor anak, faktor ibu, dan faktor lingkungan. Penelitian ini dilakukan menggunakan data sekunder survei midterm MTBS-M di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2012 menggunakan disain studi crosssectional. Hasil menunjukkan bahwa distribusi kejadian diare pada balita sebulan terakhir di Kabupaten Timor Tengah Selatan adalah 11,1%. Berdasarkan analisis diketahui bahwa terdapat perbedaan distribusi kejadian diare pada balita berdasarkan umur balita, jenis kelamin balita, riwayat pemberian kolostrum pada balita < 6 bulan, riwayat pemberian ASI eksklusif pada balita ≥ 6 bulan, dan pekerjaan ibu dengan nilai p < 0,05. Hasil penelitian ini membuktikan distribusi balita < 6 bulan yang tidak diberi kolostrum memiliki kecenderungan 2,174 kali lebih berisiko terhadap kejadian diare dibandingkan dengan balita yang mendapat kolostrum (nilai p=0,022). Demikian juga distribusi balita yang tidak diberi ASI Eksklusif pada balita ≥ 6 bulan memiliki kecenderungan 1,348 kali lebih berisiko terhadap kejadian diare dibandingkan dengan balita yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif (nilai p<0,001). Kata kunci: Balita; Diare; Survei Midterm MTBS-M Abstract This research aims to identify distribution of diarrhea among children under five differences in children factor, mother factor, and environment factor. This research is a cross-sectional study from Midterm Survey of C-IMCI in Central South Timor District, East Nusa Tenggara Province 2012. The result shows that prevalence of diarrhea among children under five in Central South Timor District is 11,1%. Based on analysis, the result show that there are differences in the distribution of diarrhea among children’s age, children’s sex, history of colostrums intake, history of exclusive breastfeeding, and mother’s occupation (p-value<0,05). This research shows that distribution of children who did not get colostrums has probability to diarrhea 2,174 times more than children got colostrums (p-value=0,022). The result also shows that distribution of children whom did not get exclusive breastfeeding has probability to diarrhea 1,348 times more than children got exclusive breastfeeding (pvalue<0,001). Keywords : Children Under Five, Diarrhea, Midterm Survey of C-IMCI Distribusi Kejadian..., Anggraini Sari Astuti, FKM UI, 2013 Pendahuluan Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama negara berkembang. Setiap tahunnya, 1,6 juta penduduk dunia meninggal karena diare. Setiap hari, 2.195 anak meninggal karena diare dan angka ini lebih besar daripada kematian anak yang disebabkan karena AIDS, malaria, dan campak (CDC,2013). Menurut data Badan Kesehatan Dunia pada tahun 2010, 11% dari kematian anak di bawah 5 tahun disebabkan oleh penyakit diare (WHO,2013). Diare merupakan penyakit kedua terbanyak penyebab kematian pada anak setelah pneumonia. Sekitar 1 dari 5 balita di bawah 5 tahun meninggal karena dehidrasi, sistem imun yang menurun dan malnutrisi diakibatkan diare. Padahal diare merupakan penyakit yang mudah dicegah dan diobati. Di Indonesia penyakit diare merupakan penyakit penyebab kematian utama bayi dan balita di Indonesia (Riskesdas, 2007). Berbeda dengan orang dewasa faktor risiko diare pada balita tidak hanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan, tetapi juga faktor ibu/pengasuh balita karena masih belum dapat menjaga dirinya sendiri. Kebanyakan negara berkembang ibu merupakan pengasuh langsung balita sehingga faktor ibu berpengaruh kuat terhadap kesehatan balita (Rohmawati,2010). Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi yang termasuk dalam kategori provinsi termiskin yang ada di Indonesia (TROPMED, 2010). Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) merupakan kabupaten dengan populasi terbanyak dibandingkan kabupaten lainnya di Provinsi NTT. Kabupaten Timor Tengah Selatan sendiri mempunyai prevalensi diare sebesar 12,43% lebih tinggi daripada prevalensi nasional (9,00%) dan prevalensi provinsi NTT (11,4%) (Riskesdas, 2007). ChildFund, salah satu organisasi internasional non-pemerintahan (NGO) yang ada di Indonesia, melalui pendanaan yang bersumber dari dari UNICEF (United Nation Children’s Fund) dan CIDA (Canadian International Development Agencies) melakukan survei midterm MTBS-M sebagai evaluasi paruh waktu implementasi program REACH (Reaching for Equity Access in Child Health) di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur tahun 2012. Diharapkan penelitian ini dapat memperkaya studi lain terkait pencegahan diare serta usulan intervensi berdasarkan distribusi kejadian diare pada balita di Kabupaten Timor Tengah Selatan yang dapat dilakukan baik melalui program yang sudah berjalan maupun program yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang. Distribusi Kejadian..., Anggraini Sari Astuti, FKM UI, 2013 Tinjauan Teoritis Anak di bawah usia 5 tahun lebih rentan terkena penyakit diare dibandingkan anak di atas lima tahun dan orang dewasa (World Bank, 2011). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada balita. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare antara lain (Mosley dan Chen, 1984): 1. Faktor sosial ekonomi 2. Faktor pengetahuan, sikap, dan perilaku 3. Faktor kesehatan lingkungan dan sanitasi 4. Karakteristik ibu dan faktor anak Faktor penyebab langsung kesakitan dan kematian bayi dan balita di antaranya faktor ibu meliputi umur, paritas, tingkat sosial ekonomi, dan jarak kelahiran; kontaminasi lingkungan seperti air, tanah, dan insektisida; nutrisi seperti asupan gizi kalori, protein, vitamin, dan mineral; kecelakaan (trauma); dan kontrol penyakit individu (pencegahan terhadap penyakit) dapat terjadi karena kekebalan aktif dari imunitas bayi dan balita ataupun pasif yang berasal dari ibunya. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan penyakit tergantung pada interaksi antara host, agent, dan environment. Dalam triad epidemiologi, penyakit akan timbul jika terjadi gangguan dari keseimbangan antara faktor agen, pejamu, dan lingkungan. Faktor agen berasal dari sifat pembawaan agen tersebut yang mempunyai kemampuan untuk menyebabkan penyakit pada manusia. Faktor pejamu berhubungan dengan manusia yaitu mencakup faktor biologi (umur, jenis kelamin, suku bangsa, kekebalan, dan lain-lain) atau tingkah laku. Lingkungan mencakup semua aspek di luar agen dan penjamu. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan analisis lanjut data sekunder dari data survei midterm MTBS-M di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2012. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional kuantitatif. Desain studi yang digunakan adalah desain studi potong lintang (cross-sectional). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh balita dalam survei midterm MTBS-M di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2012. Sampel penelitian ini adalah seluruh balita usia 0-59 bulan yang mengalami diare dalam sebulan terakhir. Variabel dependen yang diteliti dalam penelitian ini yaitu kejadian diare Distribusi Kejadian..., Anggraini Sari Astuti, FKM UI, 2013 yang dialami balita usia 0-59 bulan dalam sebulan terakhir. Variabel independen yang diteliti terdiri dari faktor anak (yang meliputi umur balita, jenis kelamin balita, riwayat pemberian ASI, status imunisasi campak), faktor ibu (yang meliputi umur ibu, pendidikan ibu, dan pekerjaan ibu), dan faktor lingkungan (yang meliputi jenis lantai, jenis WC/Kakus, Sumber Air Minum, Jumlah anggota rumah tangga). Analisis data dilakukan menggunakan bantuan perangkat lunak Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 17.0 lisensi Universitas Indonesia dan EpiInfo 2000 sebagai pembanding hasil analisis. Analisis yang akan dilakukan meliputi analisis univariat dan analisis bivariat. Penelitian lanjutan ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2013 Hasil Penelitian Tabel 1. Distribusi Kejadian Diare Sebulan Terakhir pada Balita di Kabupaten Timor Tengah Selatan tahun 2012 Kejadian Diare dalam 1 bulan terakhir Ya Frekuensi Presentase (N) (%) 850 11,1 Tidak 6814 88,9 Total 7664 100,0 Dari total 7664 balita, terdapat balita yang mengalami diare pada sebulan terakhir berjumlah 850 balita (11,1%) dan 6.814 balita (88,9%) tidak mengalami diare dalam sebulan terakhir. Sebagian besar balita yang ada dalam survei berada pada kelompok umur 24-59 bulan ( 67,6%), berjenis kelamin laki-laki (51,3%), Pada balita berumur <6 bulan, terdapat 80,7% balita yang mendapatkan kolostrum di 0-3 hari pertamanya setelah kelahiran. Sementara untuk riwayat ASI eksklusif pada balita ≥ 6 bulan terdapat 63,5% balita yang mendapatkan ASI eksklusif serta 75,6% balita dalam survei sudah mendapatkan imunisasi campak. Berdasarkan faktor ibu, balita dalam survei sebagian besar memiliki ibu pada kelompok umur 20-34 tahun (55,6%), memiliki pendidikan rendah sebesar 90,6%, berstatus tidak bekerja atau ibu rumah tangga (90,1%), dan memiliki 1 balita saja sebesar 59,1%. Berdasarkan faktor lingkungan, balita dalam survei ini sebagian besar berasal dari rumah yang berjenis lantai alami (80,4%), memiliki jamban keluarga yang kurang baik (89,1%), Distribusi Kejadian..., Anggraini Sari Astuti, FKM UI, 2013 memperoleh sumber air minum tidak terlindung (85,8%), dan jumlah anggota rumah tangganya lebih dari 4 orang dalam satu rumah yaitu sebesar 83,8%. Tabel 2. Analisis Univariat Distribusi Balita berdasarkan Faktor Anak, Faktor Ibu, dan Faktor Lingkungan di Kabupaten Timor Tengah Selatan tahun 2012 Variabel Umur Balita 0-59 Bulan 6-23 Bulan 24-59 Bulan Jenis Kelamin Balita Laki-Laki Perempuan Riwayat Pemberian Kolostrum (Balita < 6 Bulan) Tidak Ya Riwayat ASI Eksklusif (Balita ≥ 6 Bulan) <6 Bulan / Tidak Diberi ASI ≥ 6 Bulan Status Imunisasi Campak (Balita ≥ 1 tahun) Tidak/Belum Ya Umur Ibu < 20 tahun 20-34 tahun > 35 tahun Pendidikan Ibu Rendah Tinggi Pekerjaan Ibu Bekerja Tidak Bekerja / Ibu Rumah Tangga Jumlah Balita Jumlah Balita = 1 Jumlah Balita > 1 Jenis Lantai Lantai Alami Lantai Buatan Jamban Keluarga Kurang Baik Baik Sumber Air Minum Terlindung Tidak Terlindung Jumlah Anggota Rumah Tangga ART < 4 orang ART ≥ 4 orang Frekuensi (N) Presentase (%) 675 2261 4728 8,8 32,4 67,6 3932 3732 51,3 48,7 130 545 19,3 80,7 2550 4439 36,5 63,5 1525 4727 24,4 75,6 149 4265 3250 1,9 55,6 42,4 6942 722 90,6 9,4 761 6903 9,9 90,1 4526 3138 59,1 40,9 6111 1553 80,4 19,6 6830 834 89,1 10,9 6579 1085 85,8 14,2 1245 6419 16,2 83,8 Distribusi Kejadian..., Anggraini Sari Astuti, FKM UI, 2013 Tabel 3. Analisis Bivariat Kejadian Diare pada Balita berdasarkan Faktor Anak, Faktor Ibu, dan Faktor Lingkungan di Kabupaten Timor Tengah Selatan tahun 2012 Variabel Kejadian Diare Umur Balita 6 – 23 Bulan 0 – 5 Bulan 6 – 23 Bulan 24- 59 Bulan Jenis Kelamin Balita Laki-Laki Perempuan Riwayat Pemberian Kolostrum (<6bulan) Tidak Ya Riwayat ASI Eksklusif (Balita ≥ 6 Bulan) Tidak Ya Status Imunisasi Campak Tidak/Belum Ya Umur Ibu < 20 tahun 20-34 tahun > 35 tahun Pendidikan Ibu Rendah Tinggi Pekerjaan Ibu Bekerja Tidak Bekerja Jumlah Anak 1 Balita > 1 Balita Jenis Lantai Alami Buatan Jamban Keluarga Kurang Baik Baik PR (95% CI) P-Value Ya Tidak 352(15,6%) 41 (6,1%) 352 (15,6%) 457 (9,7%) 634 (93,9%) 1909 (84,4%) 634 (93,9%) 4271 (90,3%) 2,563 (1,877-3,501) 0,000** 1,611 (1,415-1,834) 0,000** 469 (11,9%) 381 (10,2%) 3463 (88,1%) 3351 (89,8%) 1,168 (1,028-1,327) 0,018* 2,174 (1,173-4,027) 0,022* 1,348 (1,183-1,535) 0,000** 0,869 (0,734-1,030) 0,114 14 (10,8%) 27 (5,0%) 353 (13,8%) 456 (10,3%) 116 (89,2%) 510 (95,0%) 2197 (86,2%) 3983 (89,7%) 154 (10,1%) 549 (11,6%) 1371 (89,9%) 4178 (88,4%) 23 (15,4%) 484 (11,3%) 343 (10,6%) 126 (84,6%) 3781 (88,7%) 2907 (89,4%) 1,463 (0,991-2,158) 1,075 (0,944-1,225) Reff 0,081 0,292 774 (11,1%) 76 (11,3%) 6168 (88,9%) 646 (88,7%) 1,059 (0,848-1,324) 0,656 117 (15,4%) 733 (10,6%) 644 (84,6%) 6170 (89,4%) 1,448 (1,209-1,734) 0,000** 519 (11,5%) 331 (10,5%) 4007 (88,5%) 2807 (89,5%) 1,087 (0,954-1,238) 0,221 686 (11,2%) 164 (10,6%) 5425 (88,8%) 1389 (89,4%) 1,063 (0,905-1,249) 0,484 756 (11,1%) 94 (11,3%) 6074 (88,9%) 740 (88,7%) 0,982 (0,802-1,202) 0,907 Distribusi Kejadian..., Anggraini Sari Astuti, FKM UI, 2013 Variabel Kejadian Diare Sumber Air Minum Tidak Terlindung Terlindung Jumlah Anggota Rumah Tangga < 4 orang ≥ 4 orang PR (95% CI) P-Value Ya Tidak 723 (11,0%) 127 (11,7%) 5856 (89,0%) 958 (88,3%) 0,939 (0,786-1,121) 0,520 154 (12,4%) 696 (10,8%) 1091 (87,6%) 5723 (89,2%) 1,141 (0,969-1,344) 0,128 Prevalensi diare pada balita kelompok umur 6-23 bulan (95% CI:2,038–3,989) memiliki kecenderungan 2,563 kali mengalami kejadian diare dibandingkan dengan balita kelompok umur 0-5 bulan dan kelompok umur 6-23 bulan (95% CI: 1,4151,834) memiliki kecenderungan 1,611 kali mengalami kejadian diare dibandingkan dengan balita kelompok umur 24-59 bulan. Prevalensi diare pada balita berjenis kelamin laki-laki 1,168 kali (95% CI:1,028-1,327) dibandingkan dengan balita berjenis kelamin perempuan. Prevalensi diare pada balita umur < 6 bulan yang diberi kolostrum 2,174 kali (95% CI:1,173 – 4,027) dibandingkan dengan balita umur < 6 bulan yang tidak diberi kolostrum. Prevalensi diare pada balita umur ≥ 6 bulan yang diberikan ASI Eksklusif 1,348 kali (95% CI:1,183-1,535) kali dibandingkan dengan balita umur ≥ 6 bulan yang tidak diberi ASI Eksklusif .Prevalensi diare pada balita yang memiliki ibu bekerja 1,448 kali (95% CI:1,209 -1,734) dibandingkan dengan balita yang memiliki ibu tidak bekerja. Tidak ada perbedaan distribusi antar faktor lingkungan yang bermakna secara statistik. Pembahasan Distribusi kejadian diare berdasarkan hasil penelitian ini hampir sama dengan laporan riset kesehatan dasar tahun 2010 dan survei demografi kesehatan Indonesia tahun 2007, di mana ibu yang berada di pedesaan lebih banyak berpendidikan rendah, tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. Apabila dilihat dari episode diare dalam 12 bulan terakhir sebesar 3,8 kali yang berarti dalam setahun balita dapat mengalami kejadian diare berulang sampai dengan 3-4 kali (Riskesdas,2007), maka hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi kejadian diare yang besar dalam sebulan terakhir. Perbedaan hasil studi atau peningkatan pada bulan-bulan tertentu yang terjadi tentu saja dapat disebabkan karena berbagai faktor, di antaranya pengaruh musim, higiene dan sanitasi lingkungan, faktor perilaku kesadaran orang tua dan pengetahuan Distribusi Kejadian..., Anggraini Sari Astuti, FKM UI, 2013 masyarakat untuk melakukan PHBS dan pemberian ASI, dan faktor-faktor lainnya. Pada SDKI tahun 2007, prevalensi diare beragam menurut musim. Survei midterm ini dilakukan pada bulan Maret tahun 2012 di mana diperkirakan terjadi musim peralihan dari penghujan ke musim kemarau. Provinsi Nusa Tenggara sering mengalami musim kemarau yang lama sepanjang tahun, akses terhadap air bersih menjadi sulit dan hampir sebagian besar penduduk masih menggunakan open defecation yang dapat meningkatkan kejadian diare (World Bank,2011). Berdasarkan faktor balita, penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara diare dengan faktor umur balita (Wulandari,2009). Kelompok umur yang mempunyai risiko paling tinggi terhadap diare adalah balita umur 6-11 bulan dengan nilai p<0,05 (Rohmawati,2010). Frekuensi diare terlihat secara dramatis meningkat sesudah anak usia 8 bulan dan kemungkinan berhubungan dengan ketidakcukupan pemberian makanan, selain juga keterpaparan anak yang makin tinggi terhadap hal yang tidak bersih bersumber dari aktivitas anak. Kejadian diare pada anak yang berusia di bawah enam bulan adalah jarang (Brotowasisto,1974). Kejadian diare meningkat setelah anak berusia di atas enam bulan dan mencapai puncaknya saat anak berusia antara 1-2 tahun, setelah melewati usia 2 tahun kejadian diare mulai menurun (Brotowasisto, 1974). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Rohmawati tahun 2010 yang menunjukkan tidak ada hubungan antara kejadian diare dengan jenis kelamin balita. Namun hasil penelitian ini didukung dengan hasil survei lain yang menunjukkan prevalensi balita laki-laki dan perempuan yang mengalami diare hampir sama yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan (Riskesdas, 2007). Sementara survei lain menyebutkan prevalensi diare sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki (14,8%) dibandingkan anak perempuan sebesar 12,5% (SDKI, 2007). Berdasarkan hasil survei morbiditas diare tahun 2010 memperlihatkan bahwa 249 orang penderita diare umur < 2 tahun, 196 orang (78,72%) mendapatkan ASI sebelum diare, sedangkan sebanyak 53 orang (21,82%) tidak mendapatkan ASI (Kemenkes, 2011). Penelitian sebelumnya pada 135 balita di Posyandu wilayah Puskesmas Kuranji, kota Padang menggunakan disain studi cross-sectional menunjukkan adanya hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare akut (Rahmadhani, Lubis, & Edison, 2013). ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik karena terdapat kandungan zat-zat antibodi yang memberikan perlindungan terhadap diare dan infeksi lainnya (Widoyono,2008). Distribusi Kejadian..., Anggraini Sari Astuti, FKM UI, 2013 Berdasarkan faktor ibu, penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan distribusi kejadian diare pada balita pada kelompok umur ibu. Hasil ini sejalah dengan penelitian sebelumnya bahwa tidak ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian diare pada balita (nilai p=0,106) (Rohmawati,2010). Namun hasil ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan balita yang mempunyai ibu sangat muda atau remaja lebih berisiko untuk mengalami diare dibandingkan ibu yang berumur di atas 20 tahun (Rohmawati,2010). Kejadian diare pada balita dengan tingkat pendidikan ibu tinggi dan rendah tidak berbeda dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan survei yang sudah dilakukan sebelumnya yakni ada hubungan antara kejadian diare dengan tingkat pendidikan ibu, semakin tinggi pendidikan ibu maka semakin rendah prevalensi diare (SDKI, 2007). Hasil lain juga menunjukkan pendidikan ibu tidak berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita (Ariningrum,2009). Berbeda dengan penelitian lain di Banten, Jawa Barat membuktikan terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian diare pada balita (Rohmawati, 2010). Pertumbuhan dan perkembangan juga tergantung pada proses sosial yang dilakukan keluarga terutama ibu terhadap anak yang dikenal dengan pengasuhan (Berek,2009). Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan distribusi balita yang memiliki ibu yang bekerja dengan balita yang memiliki ibu tidak bekerja. Ibu bekerja juga cenderung kurang perhatian terhadap asupan gizi dan kesehatan anak. Ibu bekerja juga mempengaruhi kesehatan anak, di mana perhatian ibu terbagi antara pekerjaan dengan mengurus anak. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain yang membuktikan ibu yang bekerja di luar rumah mempunyai pola asuh yang tidak baik pada anak yang menyebabkan kesehatan anak terganggu (Gumala,2002). Pola asuh anak merupakan interaksi orang tua dengan anaknya, berupa tindakan penyediaan waktu, perhatian dan dukungan orang tua guna memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial sehingga berhubungan dengan kejadian diare (Berek,2009). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Rohmawati tahun 2010 yang menyebutkan tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan kejadian diare pada balita. Asupan gizi yang mempengaruhi kesehatan anak pada balita juga berhubungan dengan bekerja dan tidak bekerjanya ibu. Berdasarkan faktor lingkungan, menurut Nafsiah Mboi, Menteri Kesehatan RI, dalam kegiatan (East Asia Ministerial Conference on Sanitation and Hygiene) EASAN III tahun 2012, konsekuensi air bersih dan sanitasi buruk rentan menimpa Distribusi Kejadian..., Anggraini Sari Astuti, FKM UI, 2013 anak-anak. Risiko ini menempatkan mereka lebih besar terkena penyakit diare, polio, pneumonia, penyakit kulit dan penyakit kesehatan lainnya. Beliau melanjutkan, lebih dari 450 juta kasus diare terjadi setap tahun. Angka kematian akibat penyakit terkait air dan sanitasi meningkat hampir 150.000 per tahun ( Kompas,2013). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan distribusi kejadian diare pada balita dengan jenis lantai rumah. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan tidak ada hubungan antara jenis lantai alami dan bukan alami dengan kejadian diare pada balita (nilai p=0,365) (Rohmawati,2010). Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian lainnya yang menunjukkan ada pengaruh antara jenis lantai dengan kejadian diare (Yulisa, 2008). Penelitian lain menyebutkan balita yang memiliki kondisi lantai rumah tidak sehat berisiko 3,75 kali lebih tinggi terjadinya diare dibandingkan balita yang memiliki kondisi lantai rumah sehat (Wulandari, 2009). Berdasarkan data SUSENAS tahun 2011, di provinsi Nusa Tenggaa Timur, jenis lantai terluas yang ditempati 65,81% berlantai bukan tanah (keramik/teraso, marmer, ubin/tegel, plester semen, kayu/papan dan bambu), dan sisanya berlantai tanah. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian ini, survei MTBS-M tahun 2012 menunjukkan bahwa sebagian besar balita masih berada di jenis lantai alami. Hasil penelitian ini menunjukkan masih banyak balita yang memiliki rumah dengan jamban keluarga kurang baik yakni sebesar 89,1%. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya bahwa Kabupaten Timor Tengah Selatan berdasarkan survei hanya 8-15% rumah tangga yang memakai jamban dengan septic tank (IDI, 2007). Survei sebelumnya juga menunjukkan sepertiga (33%) rumah tangga di NTB dan 38% di NTT tidak mempunyai fasilitas jamban atau bisa dikatakan masih menggunakan sungai, semak-semak, atau dibuang di kantong plastik (IDI, 2007). Di Indonesia, meskipun terdapat 68,9% rumah tangga memiliki jamban leher angsa namun menurut Joint Monitoring Program WHO/UNICEF, akses sanitasi disebut “baik” yaitu bila rumah tangga menggunakan sarana pembuangan kotoran sendiri dengan jenis jamban leher angsa hanya 43,0% (Kemenkes,2011). Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya perbedaan distribusi kejadian diare pada balita yang memiliki jamban keluarga kurang baik dan baik. Hasil ini tidak sejalan dengan survei sebelumnya yang menyatakan prevalensi diare lebih rendah pada anak yang tinggal di rumah dengan fasilitas kakus sendiri (SDKI, 2007). Penelitian lain juga membuktikan terdapat hubungan kuat sarana pembuangan tinja dengan kejadian diare pada balita (Rohmawati,2010). Hal ini disebabkan karena sulitnya mendapatkan Distribusi Kejadian..., Anggraini Sari Astuti, FKM UI, 2013 air di Kabupaten Timor Tengah Selatan, sehingga ada ataupun tidak adanya jamban tidak berpengaruh terhadap kejadian diare karena sama-sama mengalami kekeringan. Akses rumah tangga terhadap sumber air minum terlindung sesuai kriteria MDGs (Milllenium Development Goals) adalah 45,1%. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar balita menggunakan sumber air minum tidak terlindung yakni sebesar 85,8% masih jauh dari target MDGs. Hasil ini berbeda dengan survei sosial ekonomi nasional tahun 2011 menunjukkan sebagian besar rumah tangga di Provinsi Nusa Tenggara Timur menggunakan mata air terlindung dan sumur terlindung sebagai sumber air minum yaitu sebesar 25,64 persen untuk mata air terlindung dan 23,31 persen untuk sumur terlindung. Sementara untuk penggunaan air ledeng baik ledeng meteran dan ledeng eceran menunjukkan angka relatif tinggi yaitu sebesar 22,89 persen dan 2,60 persen, sebaliknya rumah tangga yang menggunakan air dalam kemasan sebagai sumber air minum masih sedikit, yaitu sebesar 1,40 persen (Susenas, 2007). Survei lain menemukan hampir separuh jumlah rumah tangga di NTB (36%) dan NTT (40%) menggunakan air minum dari PAM (Perusahaan Air Minum). Sumber lain adalah sumur terlindung (sumur berbibir semen) (36% di NTB dan 20% di NTT) serta mata-air terlindung (berbatas semen) (5% di NTB dan 14% di NTT). Sumur tak terlindung dipakai sebagai sumber air minum oleh sekitar 10% rumah tangga di kedua provinsi. Rumah tangga di Lombok Tengah, Sumbawa, Bima, Ende, Kabupaten Kupang, Belu, TTS dan Alor melaporkan banyaknya penggunaan sumur tak terlindung sebagai sumber air minum. Penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang pernah di lakukan di Nusa Tenggara Timur sebelumnya dapat membuktikan bahwa keluarga yang menggunakan sarana air yang buruk mempunyai risiko 1,2 kali untuk terjadinya diare dibanding dengan keluarga yang menggunakan sarana air bersih (Suroto, 2001). Penelitian lain menyebutkan terdapat hubungan antara kejadian diare dengan sumber air minum (OR=1,83, nilai p=0,001) (Rohmawati,2010). Tidak ada hubungan antara perilaku pengelolaan air minum dan makanan dengan kejadian diare dalam penelitian ini terjadi karena di daerah tersebut masih sulit mencari air bersih. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan distribusi kejadian diare pada balita berdasarkan jumlah anggota rumah tangga. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rohmawati tahun 2010 menyebutkan tidak ada hubungan antara kepadatan rumah dengan kejadian diare sebulan terakhir (nilai p=0,795) (Rohmawati,2010). Distribusi Kejadian..., Anggraini Sari Astuti, FKM UI, 2013 Penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian lain yang menyebutkan anak dalam jumlah keluarga yang besar akan lebih mungkin untuk mengalami infeksi seperti mencret, batuk, dan sakit kulit (Sampoerna, 1987). Kesimpulan Prevalensi diare pada balita di Kabupaten Timor Tengah Selatan sebulan terakhir sebesar 11,1%. Proporsi kejadian diare pada balita berdasarkan faktor balita terbanyak pada balita berumur 6-23 bulan (15,6%), berjenis kelamin laki-laki (11,9%), tidak mendapat kolostrum (10,8%), tidak diberi ASI eksklusif (13,8%), tidak mendapatkan imunisasi campak (10,1%); berdasarkan faktor ibu kejadian diare pada balita terbanyak pada balita yang memiliki ibu berusia <20 tahun (15,4%), ibu berpendidikan tinggi (11,3%), ibu bekerja (15,4%), ibu yang memiliki 1 balita (11,5%); sementara berdasarkan faktor lingkungan proporsi kejadian diare pada balita terbanyak pada ibu yang memiliki jenis lantai alami (11,2%), jamban keluarga baik (11,3%), sumber air minum terlindung (11,0%), dan jumlah anggota rumah tangga < 4orang (12,4%). Dari penelitian ini juga didapatkan bahwa balita kelompok umur 6-23 bulan memiliki kecenderungan 2,563 (95% CI:2,038–3,989) kali mengalami kejadian diare dibandingkan balita kelompok umur 0-5 bulan dan 1,611(95% CI: 1,415-1,834) kali mengalami kejadian diare dibandingkan dengan balita kelompok umur 24-59 bulan (p-value<0,001). Balita berjenis kelamin laki-laki memiliki kecenderungan 1,168 (95% CI:1,028-1,327) kali mengalami kejadian diare dibandingkan balita berjenis kelamin perempuan (p-value=0,018). Prevalensi diare pada balita umur < 6 bulan yang diberi kolostrum 2,174 kali (95% CI:1,173 – 4,027) dibandingkan dengan balita umur < 6 bulan yang tidak diberi kolostrum (p-value=0,022). Prevalensi diare pada balita umur ≥ 6 bulan yang diberikan ASI Eksklusif 1,348 kali (95% CI:1,183-1,535) kali dibandingkan dengan balita umur ≥ 6 bulan yang tidak diberi ASI Eksklusif (pvalue<0,001) . Distribusi kejadian diare menurut faktor ibu diperoleh kesimpulan bahwa Prevalensi diare pada balita yang memiliki ibu bekerja 1,448 kali (95% CI:1,209 -1,734)dibandingkan dengan balita yang memiliki ibu tidak bekerja (pvalue<0,001). Sementara untuk distribusi kejadian diare pada balita berdasarkan faktor lingkungan diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik. Distribusi Kejadian..., Anggraini Sari Astuti, FKM UI, 2013 Saran Berdasarkan hasil penelitian ini terdapat rekomendasi peneliti yang dapat menjadi saran bagi pihak-pihak terkait dengan upaya pencegahan diare pada balita khususnya pemerintah dan dinas kesehatan terkait serta peneliti lain antara lain: 1. Peningkatan upaya promosi kesehatan terhadap pencegahan diare pada balita secara integratif dengan juga memperhatikan faktor ibu seperti perilaku ibu dalam memberikan kolostrum dan ASI eksklusif terutama terhadap ibu yang bekerja dengan menyediakan ruangan untuk ibu menyusui di tempat bekerja 2. Menumbuhkan sikap tanggap risiko diare pada balita terhadap ibu maupun anggota keluarga lainnya karena masih ada balita yang diasuh bukan oleh ibu, agar baik ibu maupun anggota keluarga lain tidak menganggap sepele kejadian diare pada balita 3. Penyakit diare merupakan penyakit berbasis lingkungan, lingkungan tetap berkontribusi besar dalam peningkatan maupun penurunan kejadian diare. Faktor lingkungan yang perlu diperhatikan tidak hanya terkait sarana dan fasilitas penunjangnya saja, namun juga dilihat dari segi pemeliharaan dan penggunaannya oleh keluarga 4. Penelitian lebih lanjut sebaiknya memuat informasi mendalam terkait pengetahuan dan perilaku ibu dalam penggunaan dan pemeliharaan lantai, jamban dan sumber air minum serta perilaku ibu cuci tangan menggunakan sabun (CTPS) juga dibutuhkan terkait diare pada balita untuk melihat lebih dalam kontribusi faktor lingkungan dan faktor ibu dalam upaya pencegahan kejadian diare pada balita Kepustakaan Adisasmito, W. (2007). Faktor Risiko Diare pada Bayi dan Balita di Indonesia: Systematic Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat Indonesia. Makara Kesehatan Vol.11 no.1, hal. 1-10. Agtini, M. D., Soeharno, R., & Lesmana, M. (2005). The Burden of Diarrhoea, Shigellosis, and Cholera in North Jakarta, Indonesia: Finding from 24 monts Surveillance. BMC Infectious Disease , hal 65-69. Anonim. (2012). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. Jakarta. Anonim (2002). Permenkes No.90/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Anonim. (2011). Profil Kabupaten Timor Tengah Selatan tahun 2011. Badan Pusat Statistik Distribusi Kejadian..., Anggraini Sari Astuti, FKM UI, 2013 Ariningrum, R dkk. (2009). Determinan Penyakit Diare pada Anak Balita di Provinsi Nanggro Aceh Darussalam, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, dan Papua, Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol.12 No.2 April 2009 144-153 Kompas. (2013). “Menkes: Jangan Bicara Persen, Ini Manusia”. Artikel elektronik <http://health.kompas.com/read/2012/09/10/14294244/Menkes.Jangan.Bicara. Persen.Ini.Manusia.> Ariawan, I. (2010). Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan Asmadi, K. H. (2011). Teknologi Pengolahan Air Minum. Yogyakarta: Gosyen. Azwar, A. (2000). Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan Cetakan Kelima. Jakarta: Mutiara Sumber Widya. Bappenas. (2010). Indonesia Climate Change Sectoral Road Map (ICCSR). Bappenas, UNICEF, & SMERU. (2010). Child Poverty and Disparities in Indonesia: Challenges for Inclusive Growth. hlmn 9-15. Badan Pusat Statistik dan Macro International. (2007). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007, Calverton, Maryland, USA: BPS dan Macro International Badan Pusat Statistik. (2012). Sensus Penduduk tahun 2010. Badan Pusat Statistik <http://sp2010.bps.go.id/index.php/site?id=53&wilayah=Nusa-TenggaraTimur> Berek, T.D.K. (2009). Hubungan Pola Asuh Ibu dan Kejadian Diare dengan Pertumbuhan Bayi yang mengalami Hambatan Pertumbuhan dalam Rahim sampai Umur Empat Bulan. Media Gizi Pangan Vol. VII, Edisi 1, Januari-Juni hal.21-28 CDC Atlanta (2013). Diarrhea: Common Illness, Global Killer (Asia Version). Center for Disease Control US, Atlanta Dick, George. (1995). Imunisasi dalam Praktik Alih Bahasa: Petrus Andrianto. Jakarta: Hipokrates Gumala, Y. (2002). Perbedaan Tingkat Konsumsi Energi Protein dan Status Gizi Balita Menurut Peran Ibu di Kabupaten Gianyar. (TESIS) Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah mada . Ikatan Dokter Indonesia Provinsi NTB dan NTT. (2007). Survei Rumah Tangga tentang Perilaku Kesehatan Ibu dan Anak serta Pola Pencarian Pengobatan di Tingkat Masyarakat. GTZ, Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia. Kemenkes. (2011). Situasi Diare di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Triwulan 2 tahun 2011 , hlmn.1-5. Kementerian Kesehatan RI. (2007). Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 (Riskesdas). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. (2010). Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 (Riskesdas). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Mosley and Chen. (1984). Child Survival, Strategic for Research. Pd Review vol.10 Melo. (2008). Incidence of Diarrhea in Children Living in Urban Slums in Salvador, Brazil. The Brazilian Journal of Infectious Disease , 89-93. Murti, Bhisma. (1997). Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Distribusi Kejadian..., Anggraini Sari Astuti, FKM UI, 2013 Notoadmotmodjo, S. (2007). Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta (427) 243-254 PRESS UI. (2011). Preliminary Report: Health for the Poorest Quintile Under Five Mortality and Coverage of Child Survival Intervention in 4 Districts of Indonesia. Depok: Faculty of Public Health University of Indonesia Rohmawati, N. (2010). Factors Associated with Diarrhea Among Under-Five Years Old Children in Banten Province Indonesia: A Secondary Analysis of Indonesia National Socio-Economic Survey 2007 and Basic Health Research 2007. (THESIS) of Master Public Health Chulalongkorn University . Rahmadhani, E. P., Lubis, G., & Edison. (2012). Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Angka Kejadian Diare Akut pada Bayi Usia 0-1 Tahun di Puskesmas Kuranji Kota Padang. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Andalas , 62-65. Sampoerna, D; Azrul Azwar. (1987). Faktor-Faktor Implikasi dari Perkawinan dan Kehamilan Wanita Muda Usia ditinjau dari Sudut Kesehatan dalam Perkawinan dan Kehamilan pada Wanita Muda Usia. Jakarta: Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Sarjana, I. M. (2010). Governance for Food Security: The Case of Indonesia in Decentralization Era. Netherland: (TESIS) Maastricht University. Sinthamurniwaty. (2006). Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diare Akut pada Balita (Studi kasus di Kabupaten Semarang). (TESIS) , 20-21. Soetjiningsih. (1997). ASI: Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan (Seri Gizi Klinik). Jakarta: EGC. Suroto. (2001). Pengaruh Perilaku Ibu terhadap Kejadian Diare pada Balita di Propinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Nusa Tenggara Timur tahun 1998 (analisis data sekunder). (TESIS) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia TROPMED, S. (2010). Nutrition Security and Food Security in Seven Districts in NTT Province, Indonesia: Status, Causes and Recommendations for Response. Jakarta and Rome: FAO, UNICEF, WFP. UNICEF Indonesia. (2012). Issue Briefs: Water, Sanitation & Hygiene. United Nation Children’s Fund October 2012 UNICEF/WHO. (2009). Issue Diarrhoea: Why Children are Still Dying and What Can be Done. United Nation Children’s Fund and World Health Organization Widoyono. (2008). Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga Medical Series. World Bank. (2011). Economic Assessment of Sanitation Intervention in Indonesia: A Six Country Study Conducted in Cambodia, China, Indonesia, Lao PDR, the Phillipines and Vietnam under the Economic of Sanitation Initiative (ESI). Water and Sanitation Program World Bank World Health Organization. (2013). Ending Preventable Child Deaths from Pneumonia and Diarrhoea by 2025: The Integrated Global Action Plan for Pneumonia and Diarrhoea (GAPPD) Executive Summary. Water and Sanitation Program World Bank Wulandari, A. S. (2009). Hubungan Kasus Diare dengan Faktor Sosial Ekonomi dan Perilaku. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Yulisa. (2008). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Anak Balita (Studi pada Masyarakat Etnis Dayak Kelurahan Kasongan Baru Kecamatan Kentingan Hilir Kabupaten Kentingan Kalimantan Tengah. SKRIPSI Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro . Distribusi Kejadian..., Anggraini Sari Astuti, FKM UI, 2013