BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Keuangan Dalam menjalankan kegiatan operasional maupun mengembangkan usaha, setiap perusahaan membutuhkan dana. Untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut perusahaan perlu mencari komposisi pendanaan yang baik dengan biaya modal seminimal mungkin. Dalam menggunakan dana yang telah didapat, perusahaan perlu mengambil keputusan yang tepat untuk berinvestasi. Penilaian yang tepat terhadap setiap investasi perlu dilakukan oleh seorang manajer keuangan, sehingga penerimaan yang didapat perusahaan bisa maksimal. Setiap penerimaan yang diterima oleh perusahaan perlu dilaporkan kepada para investor melalui laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Dari laporan tersebut bisa didapatkan informasi mengenai kinerja perusahaan. Keputusan dalam menetapkan kebijakan dividen juga perlu di perhatikan oleh manajer keuangan, dengan dividen yang besar bisa menarik banyak investor untuk berinvestasi pada saham perusahaan. Peningkatan permintaan atas saham akan mengakibatkan harga saham meningkat yang mencerminkan nilai perusahaan yag baik. 2.1.1 Pengertian Manajemen Keuangan Manajemen merupakan penerapan fungsi-fungsi manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang ada guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Setiap perusahaan membutuhkan dana untuk menjalankan kegiatan dari perusahaan dan mengembangkan perusahaan. Kebutuhan dana yang ada dalam perusahaan terdiri dari modal kerja dan pembelian aktiva tetap. Perusahaan harus mencari sumber dana yang paling optimal. Manajemen keuangan sangat berkaitan dengan pengambilan keputusan. Menurut Fuad (2003:92) manajemen sebagai berikut : “Manajemen merupakan suatu proses yang melibatkan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian yang dilakukan untuk mencapai sasaran perusahaan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.” Sementara Sundjaja dan Barlian (2003:34) mengatakan bahwa: “Keuangan merupakan ilmu dan seni dalam mengelola uang yang mempengaruhi kehidupan setiap orang dan setiap organisasi. Keuangan berhubungan dengan proses, lembaga, pasar, dan instrumen yang terlibat dalam transfer uang diantara individu maupun bisnis dan pemerintah.” Menurut Sutrisno (2009:3) pengertian manajemen keuangan sebagai berikut: “Manajemen keuangan adalah sebagai semua aktivitas perusahaan dengan usaha-usaha mendapatkan dana perusahaan dengan biaya yang murah serta usaha untuk menggunakan dan mengalokasikan dana tersebut secara efisien”. Sedangkan menurut Sartono (2001:6) manajemen keuangan sebagai berikut : “Manajemen keuangan dapat diartikan sebagai manajemen dana baik yang berkaitan dengan pengalokasian dana dalam berbagai bentuk investasi secara efektif maupun usaha pengumpulan dana untuk pembiayaan investasi atau pembelanjaan secara efisien.” Sementara Horne dalam Kasmir (2010:22) mendefinisikan: “Manajemen keuangan adalah segala aktivitas yang berhubungan dengan perolehan, pendanaan, dan pengelolaan aktiva dengan beberapa tujuan menyeluruh.” Dapat disimpulkan bahwa manajemen keuangan merupakan salah satu fungsi perusahaan yang meliputi pencarian dana dengan biaya modal paling rendah dan pemilihan investasi yang tepat hingga penetapan kebijakan dividen demi tercapainya tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. 2.1.2 Fungsi Manajemen Keuangan Fungsi manajemen keuangan tidak dapat dipisahkan dari fungsi-fungsi perusahaan yang lainnya seperti pemasaran, produksi, maupun sumber daya manusia. Setiap fungsi akan saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga setiap keputusan yang diambil oleh salah satu fungsi akan memiliki dampak terhadap fungsi yang lain. Fungsi manajemen keuangan menurut Sutrisno (2009:5) terdiri dari tiga keputusan utama, yaitu : 1. Keputusan Investasi Keputusan investasi adalah masalah bagaimana manajer keuangan harus mengalokasikan dana ke dalam bentuk-bentuk investasi yang akan dapat mendatangkan keuntungan dimasa yang akan datang. Bentuk, macam dan komposisi dari investasi tersebut dipengaruhi dan menunjang tingkat keuntungan dimasa depan. Keuntungan dimasa depan diharapkan dari investasi tersebut tidak dapat diperkirakan secara pasti. Oleh karena itu investasi akan mengandung resiko atau ketidakpastian. Resiko dan hasil yang diharapkan dari investasi itu akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan, kebijakan, maupun nilai perusahaan. 2. Keputusan Pendanaan Keputusan pendanaan ini sering disebut sebagai kebijakan struktur modal. Pada keputusan ini manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan dan menganalisis kombinasi dari sumber-sumber dana yang ekonomis bagi perusahaan guna membelanjai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan usahanya. 3. Keputusan Dividen Dividen merupakan bagian keuntungan perusahaan yang dibayarkan oleh perusahaan kepada para pemegang saham. Oleh karena itu dividen ini merupakan bagian dari penghasilan yang diharapkan oleh pemegang saham. 2.1.3 Tujuan Manajemen Keuangan Manajemen keuangan yang efisien membutuhkan tujuan dan sasaran yang digunakan sebagai standar dalam memberikan penilaian keefisienan keputusan keuangan. Untuk dapat mengambil keputusan-keputusan keuangan yang benar, manajer keuangan perlu menentukan tujuan yang harus dicapai. Keputusan yang benar adalah keputusan yang akan membantu mencapai tujuan tersebut. Secara normatif, tujuan keputusan keuangan adalah untuk memaksimalisasi nilai perusahaan karena dapat meningkatkan kemakmuran para pemilik perusahaan (pemegang saham). Menurut Kasmir (2010:13) tujuan manajemen keuangan dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu : 1. Profit risk approach (pendekatan resiko laba) Dalam hal ini manajer keuangan tidak hanya sekadar mengejar maksimalisasi profit, akan tetapi juga harus mempertimbangkan resiko yang bakal dihadapi. 2. Liquidity and profitability (likuiditas dan profitabilitas) Merupakan kegiatan yang berhubungan dengan bagaimana seorang manajer keuangan mengelola likuiditas dan profitabilitas perusahaan. Dalam hal likuiditas, manajer keuangan harus sanggup untuk menyediakan dana (uang kas) untuk membayar kewajiban yang sudah jatuh tempo secara tepat waktu. Kemudian manajer keuangan juga dituntut untuk mampu me-manage keuangan perusahaan, sehingga mampu meningkatkan laba perusahaan dari waktu ke waktu. 2.2 Laporan Keuangan 2.2.1 Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan produk atau hasil akhir dari suatu proses akuntansi. Akuntansi mampu memberikan informasi tentang kondisi keuangan dan hasil operasi perusahaan seperti tercermin pada laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, laporan keuangan dapat dipakai sebagai alat untuk berkomunikasi antara berbagai pihak yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Menurut Kasmir (2010:66) laporan keuangan adalah : “Laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu”. Selanjutnya menurut Watson dan Head (2004:2) sebagai berikut : “Financial statement can provide useful historical information on profitability, solvency, efficiency and risk of individual companies.” Artinya laporan keuangan menyediakan informasi historis berupa profitabilitas, kemampuan membayar hutang, efisiensi dan resiko perusahaan. Sementara menurut Harahap (2004:105) : “Laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu.” Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan laporan yang menyediakan informasi mengenai kondisi perusahaan pada periode tertentu. Informasi yang tersedia perlu dianalisis lebih lanjut, analisis laporan keuangan melibatkan penggunaan laporan keuangan, terutama neraca dan laba rugi karena laporan keuangan menyajikan informasi mengenai perusahaan. 2.2.2 Jenis-Jenis Laporan Keuangan Laporan keuangan sangat berguna bagi pihak yang memiliki kepentingan dalam perusahaan. Dalam laporan keuangan tersaji informasi yang bisa digunakan sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan lebih lanjut. Meskipun ada beberapa laporan keuangan yang harus dianalisis terlebih dahulu menggunakan rasio-rasio keuangan. Setiap pemakai membutuhkan informasi yang berbeda, dengan demikian pemakai bisa mencari informasi mana yang paling dibutuhkan untuk dianalisis lebih lanjut. Sehingga laporan keuangan perlu diklasifikasikan kedalam beberapa jenis laporan keuangan. Menurut Gitman (2006:46) jenis-jenis laporan keuangan adalah : “The four key financial statements required by the SEC for reporting to shareholders are (1) the income statement, (2) the balance sheet, (3) the statement of stockholders’ equity, and (4) the statement of cash flow.” Artinya bahwa empat laporan keuangan kunci yang dibutuhkan oleh SEC untuk pelaporan kepada pemegang saham adalah (1) laporan laba rugi, (2) neraca, (3) laporan ekuitas pemegang saham, dan (4) laporan arus kas. Sementara menurut Kasmir (2010:67) laporan keuangan terdiri dari : 1. Neraca, merupakan laporan yang menunjukkan jumlah aktiva (harta), kewajiban (utang), dan modal perusahaan (ekuitas) perusahaan pada saat tertentu. 2. Laporan laba rugi, menunjukkan kondisi usaha suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu. 3. Laporan perubahan modal, merupakan laporan yang menggambarkan jumlah modal yang dimiliki perusahaan saat ini. 4. Laporan catatan atas laporan keuangan, keuangan merupakan laporan yang dibuat berkaitan dengan laporan keuangan yang disajikan. 5. Laporan arus kas, merupakan laporan yang menunjukkan arus kas masuk dan arus kas keluar di perusahaan. Laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan suatu perusahaan sehingga memudahkan dalam menilai kinerja manajemen perusahaan. Penilaian kinerja ini yang dijadikan patokan atau ukuran apakah manajemen mampu atau berhasil dalam menjalankan kebijakan yang telah dilaksanakan dan sebagai gambaran kinerja manajemen di masa lalu yang dijadikan pedoman untuk meningkatkan kinerja di masa depan. 2.2.3 Tujuan dan Sifat Laporan Keuangan Setiap laporan keuangan yang dibuat memiliki tujuan tertentu, terutama bagi investor dan manajemen perusahaan. Secara umum laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi keuangan suatu perusahaan pada periode tertentu, dan informasi tersebut dapat digunakan oleh pihak dalam maupun luar perusahaan yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan. Kasmir (2010:87) menyebutkan beberapa tujuan pembuatan atau penyusunan laporan keuangan, diantaranya : 1. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta) yang dimiliki perusahaan pada saat ini. 2. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan modal yang dimiliki perusahaan pada saat ini. 3. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang diperoleh pada suatu periode tertentu 4. Memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu 5. Memberikan informasi tentang perubahan yang terjadi terhadap aktiva, pasiva, dan modal perusahaan. 6. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan dalam suatu periode. 7. Memberikan informasi tentang catatan atas laporan keuangan. 8. Informasi keuangan lainnya. Dengan memperoleh laporan keuangan perusahaan, maka akan diketahui kondisi secara menyeluruh. Laporan keuangan tidak cukup hanya sekedar dibaca, tetapi harus dipahami dan dimengerti dengan cara menganalisis laporan keuangan tersebut, misalnya melalui rasio keuangan untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan saat ini. Disamping memiliki tujuan, laporan keuangan memiliki sifat tertentu. Pencatatan yang dilakukan dalam menyusun laporan keuangan harus mengikuti kaidah yang berlaku. Menurut Kasmir (2010:88) dalam praktiknya sifat laporan keuangan adalah : 1. Bersifat historis, artinya laporan keuangan dibuat dan disusun dari data masa lalu atau masa yang sudah lewat dari masa sekarang. 2. Menyeluruh, maksudnya laporan keuangan dibuat selengkap mungkin. Artinya laporan keuangan disusun sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pembuatan atau penyusunan yang hanya sebagian (tidak lengkap), tidak akan memberikan informasi yang lengkap tentang keuangan suatu perusahaan. 2.2.4 Analisis Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang penting bagi para pemakai laporan keuangan dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi. Pada sisi lain, ternyata laporan keuangan bukanlah segala-galanya karena laporan keuangan memiliki keterbatasan. Laporan keuangan akan menjadi lebih bermanfaat untuk pengambilan keputusan ekonomi, apabila dengan informasi laporan keuangan tersebut dapat diprediksi apa yang akan terjadi dimasa mendatang. Dengan mengolah lebih lanjut laporan keuangan melalui proses pembandingan, evaluasi dan analisis trend akan diperoleh tentang apa yang mungkin akan terjadi dimasa yang akan datang. Disinilah arti pentingnya suatu analisis terhadap laporan keuangan. Menurut Harahap (2004:190), bahwa : “Analisis laporan keuangan adalah menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat.” Dari kutipan diatas maka analisis laporan keuangan merupakan penjabaran dari informasi yang terdapat dalam laporan keuangan untuk melihat kinerja perusahaan serta membantu dalam proses pengambilan keputusan yang tepat. 2.3 Rasio Keuangan Perhitungan rasio keuangan dilakukan sebagai pembanding atas kinerja yang telah dilakukan perusahaan. Dengan menghitung dan membandingkan rasio keuangan dapat menghindari masalah yang akan timbul. Sehingga perusahaan bisa menganalisis serta melakukan tindakan yang tepat atas informasi yang telah didapat. 2.3.1 Pengertian Rasio Keuangan Laporan keuangan menunjukkan aktivitas yang sudah dilakukan perusahaan dalam periode tertentu. Aktivitas yang sudah dilakukan tercermin dari angka-angka yang tercantum dalam laporan keuangan. Angka-angka tersebut tidak cukup hanya dibaca saja, namun harus dimengerti dengan cara melakukan analisis terhadap data dalam laporan keuangan tersebut. Caranya dengan membandingkan angka-angka dalam laporan keuangan, sehingga kita bisa menilai kinerja manajemen perusahaan. Perbandingan seperti ini dikenal dengan analisis rasio keuangan. Menurut Kasmir (2010:93) rasio keuangan adalah sebagai berikut: “Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka dengan angka lainnya”. Sementara menurut Horne dalam Kasmir (2010:93): “Rasio keuangan merupakan indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka dengan angka lainnya”. Menurut Ross, Westerfield dan Jordan (2009:79) : “Rasio keuangan merupakan hubungan yang dihitung dari informasi keuangan sebuah perusahaan dan digunakan untuk tujuan perbandingan”. Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa rasio keuangan menunjukkan angka yang merupakan perbandingan beberapa laporan keuangan yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam menganalisis kinerja sebuah perusahaan. 2.3.2 Jenis Rasio Keuangan Dalam menganalisis rasio keuangan diperlukan rasio-rasio keuangan yang mencerminkan aspek-aspek tertentu. Rasio-rasio keuangan mungkin dihitung berdasarkan atas angka-angka yang ada dalam neraca ataupun dalam laporan laba rugi. Jenis rasio keuangan menurut Husnan (2004:69) dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Rasio leverage, yang mengukur seberapa jauh perusahaan menggunakan hutang. 2. Rasio likuiditas, yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek. 3. Rasio profitabilitas atau efisiensi, yang mengukur efisiensi penggunaan aktiva perusahaan atau mungkin sekelompok aktiva perusahaan. 4. Rasio nilai pasar, yang menggunakan angka yang diperoleh dari laporan keuangan dan pasar modal. Menurut Rahardjo (2005:21) rasio keuangan perusahaan diklasifikasikan menjadi lima kelompok berikut : 1. Rasio likuiditas (liquidity ratios), yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek. 2. Rasio solvabilitas (leverage atau solvency ratios), yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya baik jangka pendek maupun jangka panjang. 3. Rasio aktivitas (activity ratios), yang menunjukkan tingkat efektivitas penggunaan aktiva atau kekayaan perusahaan. 4. Rasio profitabilitas (profitability ratios), yang menunjukkan tingkat imbalan atau perolehan (keuntungan) dibanding penjualan atau aktiva. 5. Rasio investasi (investment ratios), yang menunjukkan rasio investasi dalam surat berharga atau efek, khususnya saham dan obligasi. Dari beberapa kutipan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa rasio keuangan terdiri dari beberapa jenis, yaitu : raso likuiditas, rasio leverage, rasio profitabilitas, rasio aktivitas dan rasio penilaian. 2.3.3 Analisis Rasio Keuangan Laporan keuangan merupakan sumber informasi dalam mengambil keputusan baik untuk pihak internal maupun pihak eksternal. Bagi pihak internal laporan keuangan berisi informasi mengenai posisi keuangan di periode yang lalu. Dengan begitu perusahaan bisa membuat perencanaan keuangan untuk periode yang akan datang. Sedangkan bagi pihak eksternal, seperti pemegang saham, laporan keuangan berisi informasi mengenai keadaan perusahaan yang bisa dijadikan sebagai pertimbangan untuk keputusan bisnis yang akan dilakukan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa laporan keuangan merupakan dasar informasi bagi pihak internal maupun pihak eksternal dalam mengevaluasi hasil usaha perusahaan, serta dijadikan sebagai pertimbangan prospek perusahaan kedepan serta menjadi alat ukur untuk mengevaluasi kinerja perusahaan. Harahap (2004:297) menjelaskan rasio keuangan sebagai berikut : “Angka yang diperoleh dari hasil perbandingan satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan (berarti)”. Analisa rasio keuangan dapat menggambarkan mengenai keadaan baik buruknya posisi keuangan suatu perusahaan yang bisa dijadikan acuan oleh para pihak yang berkepentingan. Menurut Munawir (2004:37) mengenai analisa rasio sebagai berikut : “Analisa rasio, adalah suatu metode analisa untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan rugi laba secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa analisis rasio keuangan merupakan analisis yang menggambarkan hubungan antara data keuangan yang dapat digunakan sebagai perkiraan di masa yang akan datang dan sebagai bahan evaluasi atas kinerja keuangan perusahaan. 2.4 Ukuran Perusahaan Pengelompokan perusahaan atas dasar skala operasi (besar atau kecil) dapat dipakai oleh investor sebagai salah satu variabel dalam menentukan keputusan investasi. Tolok ukur yang menunjukkan besar kecilnya suatu perusahaan, antara lain total penjualan, rata-rata tingkat penjualan dan total aktiva (Ferry dan Jones, 1979 dalam Panjaitan, 2004). Perusahaan besar umumnya memiliki total aktiva yang besar pula sehingga dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium-size) dan perusahaan kecil (small firm). Menurut Daniati dan Suhairi (2006) penentuan ukuran perusahaan ini didasarkan kepada total asset perusahaan. Ukuran (size) perusahaan bisa diukur dengan menggunakan total aktiva, penjualan, atau modal dari perusahaan tersebut. Salah satu tolok ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah ukuran aktiva dari perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan, dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total asset yang kecil (Indriani, 2005 dalam Daniati dan Suhairi, 2006). Aktiva merupakan tolok ukur besaran atau skala suatu perusahaan. Biasanya perusahaan besar mempunyai aktiva yang besar pula nilainya. Secara teoritis perusahaan yang lebih besar mempunyai kepastian (certainty) yang lebih besar daripada perusahaan kecil sehingga akan mengurangi tingkat ketidakpastian mengenai prospek perusahaan ke depan. Hal tersebut dapat membantu investor memprediksi risiko yang mungkin terjadi jika ia berinvestasi pada perusahaan itu (Yolana dan Martani, 2005). Dari beberapa kutipan diatas, ukuran perusahaan merupakan ukuran yang dilihat dari besarnya total asset yang dimiliki oleh perusahaan. Menurut Indriani, 2005 dalam Rachmawati dan Hanung (2007) dapat dihitung dengan rumus : Ukuran perusahaan = Aktiva lancar + Aktiva tetap Total aktiva yang besar menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama dan lebih stabil dalam menghasilkan laba dibandingkan perusahaan dengan total asset yang kecil. 2.5 Rasio Likuiditas Rasio likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini dapat dihitung melalui sumber informasi tentang modal kerja yaitu pos-pos aktiva lancar atau aktiva likuid. Menurut Brigham dan Houston (2011:62) : “Aktiva likuid (liquid assets) adalah aktiva yang diperdagangkan dalam suatu pasar yang aktif sehingga akhirnya dapat dengan cepat diubah menjadi kas dengan menggunakan harga pasar yang berlaku, dan „posisi likuiditas‟ sebuah perusahaan akan berhubungan dengan pertanyaan ini: Apakah perusahaan akan dapat melunasi utang-utangnya pada saat jatuh tempo dalam waktu satu atau beberapa tahun kemudian?” Salah satu rasio yang sering digunakan dalam menghitung tingkat likuiditas yaitu rasio lancar (current ratio). Rasio lancar mengukur kemampuan perusahaan memenuhi utang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya. Aktiva lancar umumnya meliputi kas, sekuritas, piutang usaha, dan persediaan. Sedangkan kewajiban lancar terdiri atas utang usaha, wesel tagih jangka pendek, utang jatuh tempo yang kurang dari satu tahun, akrual pajak, dan beban-beban akrual lainnya (terutama gaji). Brigham dan Houston (2011:62), menyatakan current ratio dengan rumus : Current Ratio= x 100% Rasio lancar merupakan ukuran paling umum digunakan untuk mengetahui kesanggupan memenuhi kewajiban jangka pendek karena rasio ini menunjukkan seberapa jauh tuntutan dari kreditur jangka pendek dipenuhi oleh aktiva yang diperkirakan akan menjadi uang tunai dalam periode yang sama dengan jatuh tempo utang. Jika sebuah perusahaan mengalami kesulitan keuangan, perusahaan akan mulai membayar tagihan-tagihannya (utang usaha) secara lebih lambat, meminjam dari bank dan seterusnya. Jika kewajiban lancar meningkat lebih cepat dari aktiva lancar, rasio lancar akan turun, dan hal ini pertanda ada masalah. Namun sebaliknya, angka rasio lancar yang tinggi juga tidak bagus, karena menunjukkan banyaknya dana menganggur yang pada akhirnya mengurangi kemampuan laba perusahaan. Menurut Syamsudin (2000:44) mengenai current ratio sebagai berikut : “Tidak ada suatu ketentuan mutlak tentang berapa tingkat current ratio yang dianggap baik atau yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan karena biasanya tingkat current ratio ini juga sangat tergantung pada jenis usaha dari masing-masing perusahaan perusahaan”. Untuk mengetahui apakah rasio lancar perusahaan baik, hasil perhitungan rasio lancar harus dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya atau dengan industri sejenis. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menganalisis rasio lancar menurut Simamora (2005 : 525) antara lain : “(1) praktik yang berlaku dalam industri, (2) lamanya siklus operasi dalam perusahaan, dan (3) bauran aktiva lancar perusahaan.” Current ratio yang tinggi belum tentu menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban lancarnya juga tinggi. Dalam menganalisis current ratio perlu diperhatikan apakah yang menyebabkan rasio lancar tersebut tinggi. Jika yang menyebabkan curent ratio tersebut tinggi adalah piutang atau persediaan, maka untuk memenuhi kewajiban lancarnya perusahaan harus terlebih dahulu melakukan penagihan atas piutang atau menjual persediaan agar diperoleh kas untuk membayar kewajiban lancar tersebut. Kreditor harus menanggung risiko bahwa kemungkinan perusahaan tidak dapat membayar kewajiban lancarnya karena perusahaan tidak mampu menagih piutangnya atau tidak dapat menjual persediaannya. 2.6 Rasio Leverage Rasio leverage atau rasio utang yang biasa dikenal dengan rasio solvabilitas, menurut para pakar sebagai berikut : Menurut Sawir (2000:13) mengatakan : “Rasio leverage mengukur tingkat solvabilitas suatu perusahaan. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya seandainya perusahaan pada saat itu dilikuidasi. Dengan demikian solvabilitas berarti kemampuan perusahaan untuk membayar utang-utangnya, baik jangka pendek maupun jangka panjang”. Menurut Brigham dan Houston (2011:140) rasio leverage merupakan : “Rasio yang mengukur sejauh mana perusahaan menggunakan pendanaan melalui utang (financial leverage)”. Munawir (2004:32) menerangkan bahwa : “Solvabilitas, adalah memenuhi kewajiban menunjukkan kemampuan perusahaan untuk keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang”. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa rasio leverage menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek maupun jangka panjangnya dan seberapa besar kebutuhan dana perusahaan dibelanjai dengan utang. Rasio yang digunakan untuk mengukur rasio leverage adalah Debt to Equity Ratio (DER). DER menggambarkan perbandingan utang dengan ekuitas dalam pendanaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi kewajibannya. Sutrisno (2009:218) menjelaskan semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri semakin sedikit dibanding dengan hutangnya. Menurut Husnan (2004:70) skala pengukurannya adalah : Debt to Equity Ratio = x 100% 2.7 Rasio Profitabilitas Profitabilitas adalah hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan yang dilakukan perusahaan. Rasio-rasio lain dapat memberikan petunjuk-petunjuk yang digunakan untuk menilai keefektifan dari operasi sebuah perusahaan, tetapi rasio profitabilitas akan menunjukkan kombinasi dari efek likuiditas, manajemen aktiva, dan utang pada hasil-hasil operasi. Rasio ini akan memberikan jawaban akhir tentang efektivitas manajemen perusahaan. Rasio profitabilitas (profitability ratio) menurut Horne dan Wachowicz (2005 : 222) adalah : “Rasio yang menghubungkan laba dari penjualan dan investasi.” Dari rasio profitabilitas dapat diketahui bagaimana tingkat profitabilitas perusahaan. Setiap perusahaan menginginkan tingkat profitabilitas yang tinggi. Untuk dapat melangsungkan hidupnya, perusahaan harus berada dalam keadaan yang menguntungkan (profitable). Apabila perusahaan berada dalam kondisi yang tidak menguntungkan, maka akan sulit bagi perusahaan untuk memperoleh pinjaman dari kreditor maupun investasi dari pihak luar. Ada banyak ukuran profitabilitas, masing-masing pengembalian perusahaan dihubungkan terhadap penjualan, aktiva, modal atau nilai saham. Ditinjau dari sudut pandang investor, salah satu indikator penting untuk menilai prospek perusahaan di masa mendatang adalah dengan melihat sejauh mana pertumbuhan profitabilitas perusahaan. Indikator ini sangat penting diperhatikan untuk mengetahui sejauh mana investasi yang dilakukan investor memberikan return yang sesuai dengan tingkat yang diisyaratkan pemegang saham. Salah satu bentk rasio profitabilitas perusahaan adalah Return On Asset (ROA) yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan dengan memanfaat aktiva yang dmiliki. Menurut Hanafi (2004:42): “Return On Asset adalah kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat asset tertentu.” Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur profitabilitas perusahaan adalah ROA, yang digunakan untuk mengukur keseluruhan keefektifan manajemen dalam mengasilkan laba dengan aktiva yang tersedia. Semakin tinggi return yang dihasilkan maka semakin baik. Menurut Horne dan Wachowicz (2005 : 222), mengukur besarnya ROA digunakan rumus sebagai berikut : ROA = Semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa perusahaan semakin efektif dalam memanfaatkan aktiva untuk mengasilkan laba bersih setelah pajak. Dengan demikian, semakin tinggi ROA maka kinerja perusahaan semakin efektif. Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik perusahaan kepada investor. Peningkatan daya tarik perusahaan menjadikan perusahaan tersebut makin diminati oleh investor, karena tingkat pengembalian akan semakin besar. Hal ini akan meningkatkan harga saham perusahaan di pasar modal, dengan meningkatnya harga saham mencerminkan nilai perusahaan yang meningkat. 2.8 Rasio Aktivitas Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui efektifitas perusahaan dalam mengelola bisnisnya. Rasio aktivitas (activity ratio) menurut Horne dan Wachowicz (2005:212) adalah : ”Rasio yang mengukur seberapa efektif perusahaan mengelola aktivanya”. Rasio-rasio ini dirancang untuk mengetahui apakah jumlah total dari tiap-tiap jenis aktiva seperti yang dilaporkan dalam neraca terlihat wajar, terlalu tinggi, atau terlalu rendah jika dibandingkan dengan tingkat penjualan saat ini dan proyeksinya. Jika sebuah perusahaan memiliki terlalu banyak aktiva, maka biaya modalnya akan menjadi terlalu tinggi, sehingga keuntungannya akan tertekan. Di lain pihak, jika aktiva terlalu rendah, penjualan yang menguntungkan akan hilang. Aktivitas yang rendah pada tingkat penjualan tertentu akan mengakibatkan semakin besarnya dana kelebihan yang tertanam pada aktiva tersebut. Kelebihan dana tersebut lebih baik ditanamkan pada aktiva lain yang lebih produktif. Rasio aktivitas terdiri dari inventory turnover, receivable turnover, fixed asset turnover, dan total asset turnover. Total Asset Turnover (TATO) menggambarkan efektivitas penggunaan seluruh harta perusahaan dalam rangka menghasilkan penjualan atau berapa rupiah penjualan bersih yang dapat dihasilkan dari setiap rupiah yang diinvestasikan dalam bentuk harta perusahaan. Semakin tinggi rasio ini semakin baik. Penelitian ini menggunakan rasio TATO dalam mengukur aktivitas perusahaan, menurut Martono dan Harjito (2007:58) skala pengukurannya adalah : TATO = 2.9 Nilai Perusahaan Perseroan (corporate) dikenal dengan pemisahan antara pemilik dengan pengelolanya, dalam hal ini pemegang saham dan pihak manajemen perusahaan. Aktivitas manajemen perusahaan berhubungan dengan analisa keuangan, perencanaan, keputusan investasi, dan keputusan pembiayaan investasi yang diambil untuk mencapai tujuan pemegang saham. Pemegang saham mengharapkan pengembalian atas uang yang diinvestasikannya. Karena itu manajemen bekerja sebagai wakil dari pemegang saham, artinya mereka berusaha untuk meningkatkan nilai dari para pemegang saham. Sehingga tujuan utama manajemen adalah memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Hal itu tentu saja dapat dilakukan dengan meningkatkan nilai perusahaan, dalam hal ini harga saham perusahaan. Teori keagenan (agency theory) memunculkan argumentasi tentang adanya konflik antara pemegang saham dan manajer. Konflik tersebut muncul akibat adanya perbedaan kepentingan diantara kedua belah pihak. Pihak manajemen perusahaan yang tidak memiliki kepentingan penuh atas saham, lebih menginginkan untuk memaksimalkan kekayaan sendiri dalam hal peningkatan kekayaan pribadi, waktu senggang yang banyak, atau penghasilan tambahan. Hal itu karena mereka tidak memiliki kepentingan atau keuntungan secara langsung akan saham perusahaan. Namun di pihak lain, para pemegang saham ingin mendapatkan keuntungan yang maksimal dari saham mereka. Di sinilah konflik kepentingan terjadi. Sehingga kepemilikan saham oleh manajerial dianggap penting untuk memotivasi pihak manajemen meningkatkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan mencerminkan kemampuan manajemen pendanaan dalam menentukan target struktur modal (aktivitas pendanaan), kemampuan manajemen investasi dalam mengefektifkan penggunaan aktiva (aktivitas investasi) dan kemampuan manajemen operasional dalam mengefisiensikan proses produksi dan distribusi perusahaan (aktivitas operasi). Menurut Sartono (2001:487), nilai perusahaan sebagai berikut : “Nilai jual sebuah perusahaan sebagai suatu bisnis yang sedang beroperasi. Adanya kelebihan jual diatas nilai likuidasi adalah nilai dari organisasi manajemen yang menjalankan perusahaan itu.” Nilai jual tersebut tercermin dari harga saham perusahaan. Semakin tinggi harga saham berarti kemakmuran pemegang saham semakin meningkat. Harga pasar saham juga menunjukkan nilai perusahaan. Tindakan-tindakan manajerial akan mempengaruhi harga pasar saham perusahaan. Selain itu, harga saham juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal seperti batasan hukum, tingkat umum aktivitas ekonomi, undang-undang pajak, tingkat suku bunga, dan kondisi bursa saham. Pada dasarnya harga saham dihitung dari nilai sekarang dividen yang akan diterima oleh pemegang saham. Jadi semakin tinggi harga saham berarti semakin tinggi tingkat pengembalian kepada investor dan semakin tinggi juga nilai perusahaan yang terkait dengan tujuan perusahaan untuk memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Brigham dan Houston (2011:16) menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan dalam bentuk perseroan terbatas akan dapat dimaksimalkan karena tiga alasan berikut ini: 1. Kewajiban terbatas mengurangi resiko yang ditanggung oleh para investor, dan jika semua hal yang lainnya konstan, semakin rendah resiko perusahaan, maka semakin tinggi nilainya. 2. Nilai perusahaan akan tergantung pada peluang pertumbuhannya, yang selanjutnya akan bergantung pada kemampuan perusahaan untuk menarik modal. Karena perseroan terbatas dapat menarik modal secara lebih mudah daripada bisnis-bisnis yang tidak terinkorporasi, maka mereka dapat dengan lebih baik mengambil keuntungan dari peluang-peluang pertumbuhan. 3. Nilai dari suatu aset juga tergantung pada likuiditasnya, yang artinya kemudahan untuk menjual aset dan mengubahnya menjadi uang tunai pada suatu ”nilai pasar yang wajar”. Karena investasi pada saham dari perseroan terbatas adalah jauh lebih likuid daripada investasi yang serupa di suatu kepemilikan perseorangan atau persekutuan, maka hal ini juga meningkatkan nilai dari suatu perseroaan terbatas. Dari penjelasan diatas dapat dilihat nilai perusahaan dalam bentuk perseroan terbatas dimaksimalkan karena alasan resiko yang ditanggung oleh investor, peluang pertumbuhan yang dilihat dari kemampuan perusahaan untuk menarik modal dan tergantung pada likuiditas yang menunjukkan kemudahan menjual asset dan mengubahnya menjadi uang tunai. 2.10 Pasar Modal Pasar modal adalah pasar dari berbagai instrumen keuangan jangka panjang (sekuritas) yang dapat diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang (obligasi) maupun modal sendiri (saham) yang diterbitkan pemerintah atau perusahaan swasta. Pada dasarnya fungsi pasar modal sebagai wahana demokratisasi pemilikan saham yang ditunjukkan dengan semakin banyaknya institusi dan individu yang memiliki saham perusahaan yang telah go public (Husnan, 2004). Menurut Gitman (2006:25) pasar modal adalah : “The capital market is a market an able suppliers and demanders of long term fund to make transaction. Included are securities issues and business and government. The back bone of capital market is formed by the various securities exchange that provides a forum for bond and stock transaction.” Artinya pasar modal adalah pasar yang menjadi pemasok dan yang membutuhkan dana jangka panjang untuk melakukan transaksi. Termasuk adalah efek, isu dan bisnis dan pemerintah. Tulang belakang pasar modal dibentuk oleh pertukaran sekuritas yang menyediakan berbagai forum untuk transaksi obligasi dan saham. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, pasar modal mempunyai peranan penting dalam mobilisasi dana untuk menunjang pembangunan nasional. Akses dana dari pasar modal telah mengundang banyak perusahaan nasional maupun patungan untuk menyerap dana masyarakat tersebut dengan tujuan yang beragam. Namun, sasaran utamanya adalah meningkatkan produktivitas kerja melalui ekspansi usaha dan atau mengadakan pembenahan struktur modal untuk meningkatkan daya saing perusahaan. Instrumen-instrumen pasar modal Indonesia yang memungkinkan mobilisasi dana masih relatif terbatas jika dibandingkan dengan bursa-bursa dunia yang sudah mapan. Kendati demikian, dalam usia yang relatif muda, pasar modal Indonesia telah menjadi wahana penting diluar perbankan untuk menyediakan dana yang diperlukan dunia usaha melalui penjualan saham dan obligasi serta derivatifnya. 2.11 Saham 2.11.1 Pengertian Saham Bagian dari efek yang paling banyak diperdagangkan pada pasar modal adalah saham. Saham merupakan bentuk kepemilikan terhadap suatu perusahaan. Menurut Sundjaja dan Barlian (2003:436) : “Saham dapat didefinisikan sebagai tanda pernyertaan atau pemilik seseorang atau badan dalam suatu perusahaan.” Selain itu juga dikemukakan bahwa wujud saham adalah selembar kertas yang merupakan bahwa kepemilikan kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan kertas tersebut. Bagi emiten dana yang diterima dari hasil penjualan sahamnya berniat menjual kembali sahamnya pada investor lain. 2.11.2 Jenis-Jenis saham Saham terdiri dari beberapa jenis dan dapat dibedakan melalui cara pengalihan dan manfaat yang diperoleh para pemegang saham, seperti yang dikemukakan oleh Ahmad (2003:27) : 1. Menurut cara pengalihan a. Saham atas tunjuk (brearer stock) Diatas sertifikat saham ini tidak ditulis nama pemilik sahamnya sehingga kepemilikan atas tunjuk ini dapat dengan mudah dialihkan atau dipindah tangankan kepada orang lain karena sifatnya yang mirip dengan uang. b. Saham atas nama (registered stock) Di atas sertifikat ditulis namanya. Cara pengalihannya harus memenuhi suatu prosedur tertentu yaitu dengan dokumen pengalihan dan kemudian nama pemiliknya dicatat dalam buku perusahaan yang khusus memuat daftar nama pemegang saham. Jika sertifikat saham ini hilang, pemilik dapat memintakan penggantian karena namanya sudah ada dalam buku perusahaan. 2. Menurut hak tagihan (klaim) Dilihat dari segi manfaatnya, pada dasarnya saham dapat digolongkan menjadi : a. Saham biasa (common stock) Surat berharga yang paling banyak dan luas perdagangannya. Pemegang surat berharga ini mempunyai hak suara dalam Rapat umum Pemegang Saham (RUPS). Saham biasa menempatkan pemiliknya paling akhir terhadap pembagian deviden dan hak atas keuangan perusahaan setelah dilikuidasi dibandingkan dengan saham preferen. b. Saham preferen kumulatif Dalam prakteknya, terdapat beberapa jenis saham preferen, yaitu : 1) Saham preferen kumulatif (cumulative preferen stock) Saham preferen jenis ini memberikan hak kepada pemiliknya atas pembagian deviden yang sifatnya kumulatif dalam suatu persentase atau jumlah tertentu dividen yang dibayarkan tidak mencukupi atau tidak dibayar sama sekali, maka hal ini dipertimbangkan pada tahuntahun berikutnya. Pembayaran dividen kepada pemegang saham preferen selalu didahulukan dari pemegang saham biasa. 2) Saham preferen non kumulatif (non cumulative preferen stock) Pemilik saham jenis ini mendapat prioritas dalam pembagian dividen sampai pada suatu persentasi atau pada jumlah tertentu, tetapi tidak bersifat kumulatif. Dengan demikian apabila pada suatu tahun tertentu dividen yang dibayarkan lebih besar daripada jumlah yang ditentukan atau tidak dibayar sama sekali, maka hal itu tidak diperhitungkan pada tahun berikutnya. 3) Saham preferen yang berpartisipasi (participacing prefered stock) Pemilik saham jenis ini selain memperoleh dividen ekstra, setelah dividen dibayarkan penuh kepada seluruh pemegang saham preferen, mereka juga memperoleh dividen ekstra bersama-sama dengan pemegang saham biasa. 2.11.3 Harga Saham Harga saham merupakan nilai pasar dari selembar saham sebuah perusahaan (emiten) pada waktu tertentu. Dengan meningkatnya harga saham suatu perusahaan, maka akan menimbulkan istilah harga buku, yang seringkali lebih tinggi daripada nilai nominalnya, harga buku inilah yang kemudian disebut dengan kurs harga saham, hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Horne dan Wachowichz (2005:534), bahwa “The market value per share is the current price at which the stock is traded”. Artinya bahwa nilai pasar itu merupakan nilai sesungguhnya digunakan dalam transaksi perdagangan saham. Harga saham adalah harga yang dibentuk oleh penjual dan pembeli ketika mereka memperdagangkan saham. Analisis saham bertujuan untuk menaksir nilai intrinsik suatu saham dan kemudian membandingkan dengan harga saham saat ini (current market price) saham tersebut. Menurut Karvof (2004:79) pedoman yang dapat digunakan dalam menentukan harga saham sebagai berikut : 1. Apabila nilai intrinsik < harga saham saat ini, maka saham dinilai undervalued (harganya terlalu rendah), dan karena saham tersebut harus dibeli atau ditahan jika saham tersebut telah dimiliki. 2. Apabila nilai intrinsik > harga saham saat ini, maka saham dinilai overvalued (harganya terlalu mahal), dan karenanya saham tersebut harus dijual. 3. Apabila nilai intrinsik = harga saham saat ini, maka harga saham tersebut wajar dalam kondisi keseimbangan. 2.11.3.1 Jenis-Jenis Harga Saham Harga dari suatu saham digambarkan dengan nilai pasar (value market). Dimana nilai pasar yaitu harga saham biasa yang terjadi di pasar modal atas dasar permintaan dan penawaran, seperti yang dinyatakan oleh Horne dan Wachowichz (2005:534). Keputusan investor memilih suatu saham sebagai objek investasinya membutuhkan data historis terhadap pergerakan saham yang beredar di bursa baik secara individual, kelompok, maupun gabungan. Bentuk informasi historis yang dipandang secara tepat untuk menggambarkan pergerakan harga saham dimasa lalu adalah suatu indeks harga saham yang memberikan deskripsi harga-harga saham pada suatu saat tertentu maupun dalam periode tertentu pula. Indeks harga saham yang terjadi di pasar modal akan menggambarkan perubahan-perubahan atau pergerakan harga saham yang terjadi. Tentu saja penyajian indeks harga saham berdasarkan satuan angka yang telah disepakati di pasar modal. Menurut Sunariyah (2004:127), harga saham dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1. Harga nominal Harga nominal ini merupakan nilai yang ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkannya. Besarnya harga nominalnya biasanya tergantung keinginan emiten. 2. Harga perdana Harga perdana merupakan harga sebelum harga saham dicatat di bursa (harga yang ditawarkan kepada para investornya). Besarnya harga perdana tergantung pada persetujuan antara emisi dan penjamin emisi. 3. Harga pasar Harga pasar merupakan harga jual antara investor yang satu dengan investor yang lain setelah saham dicatat dibursa. Transaksi ini melibatkan emiten dan penjamin emisi. Harga pasar memiliki ketergantungan pada kekuatan dan permintaan dan penawaran di pasar sekunder. 2.11.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham Harga saham akan terbentuk dari adanya transaksi yang terjadi dipasar modal yang ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham yang bersangkutan dengan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang dapat memepengaruhi pergerakan harga saham menurut Brigham dan Weston (2004:24) adalah sebagai berikut : 1. Proyeksi laba per saham 2. Waktu diperolehnya laba 3. Tingkat risiko dari proyeksi laba 4. Proporsi utang perusahaan terhadap ekuitas (DER) 5. Kebijakan pembagian dividen (DPR) Keuntungan atau kerugian saham tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan investor menganalisis keadaan harga saham yang merupakan penilaian sesaat yang dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk diantaranya kondisi (performance) dari perusahaan, kendala-kendala eksternal, kekuatan penawaran dan permintaan saham di pasar, serta kemampuan investor dalam menganalisis investasi saham. Menurut Damoddaran (2002:23) mengenai harga saham adalah : “Stock price determinded demand or trade between buyers and sellers and price estabilished flow demand.” Artinya bahwa harga saham ditentukan oleh permintaan atau perdagangan harian antara penjual dan pembeli. Arus permintaan ditentukan oleh harga, jika permintaan lebih besar dari penawaran maka permintaan harga akan turun. Harga saham yang dimaksud adalah harga pasar saham yang diperhatikan oleh investor. Harga pasar saham mencerminkan nilai suatu perusahaan dan sebaliknya. Setiap perusahaan yang menerbitkan saham akan memperhatikan harga pasar sahamnya. Apabila nilainya terlalu rendah, sering diartikan bahwa kinerja perusahaan tersebut kurang baik. Namun apabila harga saham terlalu tinggi akan mengakibatkan kurangnya minat investor untuk membeli saham. Dalam transaksi saham di bursa efek dikenal beberapa benuk harga, seperti harga pembukaan (pre opening) dan harga penutupan (closing price). Harga pasar merupakan harga yang pembentukannya berasal dari pertemuan harga jual dan harga beli. Proses ini akan terus terjadi hingga berakhirnya jam perdagangan. Dengan demikian akan terjadi banyak harga yang disepakati oleh investor untuk saham yang sama. Menurut Jogiyanto (2000:8) : “Harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh para pelaku pasar dan ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham yang bersangkutan dipasar modal”. Dapat disimpulkan bahwa harga saham terbentuk dari transaksi yang terjadi di pasar modal yang ditentukan oleh permintaan dan penawaran yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Jika permintaan lebih besar dari penawaran maka harga akan naik, tetapi jika penawaran lebih besar dari permintaan maka harga akan turun. 2.12 Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Rasio Likuiditas, Leverage, Profitabilitas, Aktivitas terhadap Nilai Perusahaan 2.12.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan Ukuran (size) perusahaan bisa diukur dengan menggunakan total aktiva, penjualan, atau modal dari perusahaan tersebut. Salah satu tolok ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah ukuran aktiva dari perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total asset yang kecil (Indriani, 2005 dalam Daniati dan Suhairi, 2006). Ukuran perusahaan dinyatakan berhubungan positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan oleh Rachmawati dan Hanung (2007). Namun ukuran perusahaan mempunyai nilai negatif dan signifikan oleh Siallagan dan Mas’ud (2006). Dalam penelitian Susetyo (2006) menjelaskan ukuran perusahaan merupakan cerminan besar kecilnya perusahaan yang nampak dalam nilai total aktiva perusahaan pada neraca akhir tahun, yang diukur dengan total aktiva pada perusahaan akan membuat nilai perusahaan ini naik. Dalam penelitian Soliha dan Taswan (2002) menjelaskan bahwa ukuran perusahaan akan berpengaruh pada nilai perusahaan. Size yang besar memudahkan perusahaan dalam masalah pendanaan. Perusahaan pada umumnya memiliki fleksibilitas dan aksebilitas yang tinggi dalam masalah pendanaan. Kemudahan ini dapat ditangkap sebagai informasi yang baik. Size yang besar dan tumbuh bisa merefleksikan tingkat profit dimasa yang akan datang. Ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. 2.12.2 Pengaruh Rasio Likuiditas terhadap Nilai Perusahaan Rasio likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini dapat dihitung melalui sumber informasi tentang modal kerja yaitu pos-pos aktiva lancar atau aktiva likuid. Likuiditas perusahaan ditentukan oleh besarnya asset lancar yang dimiliki oleh perusahaan. Asset merupakan sumber yang menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk masa yang akan datang. Semakin baik tingkat likuiditas perusahaan, maka kewajiban jangka pendek perusahaan dapat terpenuhi dengan baik. Dengan likuiditas yang tinggi maka investor akan tertarik dan akan membuat harga saham naik (Nurjanti dan Hendrarini :2011). Dalam penelitian Admin (2007) menjelaskan likuiditas perusahaan yang seringkali diukur menggunakan rasio lancar (current ratio) menunjukkan kemampuan perusahaan mendanai operasional perusahaan dan melunasi kewajiban jangka pendeknya. Dari sudut pandang pemberi pinjaman terdapat anggapan bahwa semakin tinggi nilai rasio lancar, maka semakin baik posisi pemberi pinjaman. Dalam penelitian Ulupui (2007) menjelaskan bahwa rasio likuiditas yang diukur oleh current ratio memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return saham satu periode ke depan. Hal ini mengindikasikan bahwa pemodal akan memperoleh return yang lebih tinggi jika kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya semakin tinggi. Analisis likuiditas merupakan salah satu faktor yang menentukan lancar atau tidaknya suatu perusahaan untuk memenuhi kewajibannya, perusahaan harus mempunyai alat-alat untuk membayar (berupa aktiva lancar) yang jumlahnya harus lebih besar dari seluruh kewajibannya (utang lancar). Semakin besar jumlah aktiva lancar dibandingkan dengan seluruh kewajibannya yang harus segera dipenuhi berarti semakin besar pula tingkat likuiditas perusahaan. 2.12.3 Pengaruh Rasio Leverage terhadap Nilai Perusahaan Rasio leverage menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek maupun jangka panjangnya. Harga saham suatu perusahaan tidak akan terlepas dari kinerja keuangan perusahaan. Jika kinerja perusahaan mengalami peningkatan maka harga saham akan merefleksikan dengan peningkatan harga saham, begitu juga sebaliknya. Hubungan antara variabel-variabel tersebut dengan harga saham menurut Setyawan (2006, dokterbisnis.net) bahwa : “Rasio leverage dapat memberikan gambaran mengenai kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan yang optimal adalah kombinasi dari utang dan ekuitas yang memaksimumkan harga saham perusahaan”. Beberapa penelitian mengatakan bahwa leverage memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan (Suranta dan Pranata,2003). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Halim (2005) pada 2001 dan 2002 menghasilkan bahwa leverage memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat leverage dapat memaksimumkan harga saham dengan mengkombinasikan utang dan ekuitas yang dapat dilihat dari kinerja perusahaan yang optimal. 2.12.4 Pengaruh Rasio Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Salah satu yang menjadi penilaian investor mengenai kinerja perusahaan yaitu kemampuan menghasilkan laba atau profitabilitas. Salah satu indikator yang digunakan dalam mengukur profitabilitas perusahaan adalah ROA yang digunakan untuk mengukur keefektifan manajemen dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang tersedia. Semakin tinggi return yang dhasilkan semakin baik. ROA merupakan rasio antara laba sebelum pajak terhadap total asset. ROA mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba bersih sebelum pajak dari total asset yang digunakan untuk operasional perusahaan. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa perusahaan semakin efektif dalam memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak dan meningkatkan daya tarik perusahaan. Peningkatan daya tarik perusahaan menjadikan perusahaan tersebut makin diminati oleh investor, karena tingkat pengembalian akan semakin besar. Hal ini akan meningkatkan harga saham perusahaan di pasar modal, dengan meningkatnya harga saham mencerminkan nilai perusahaan yang meningkat. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Santika dan Kusuma (2002) pengaruh profitabilitas sebagai indikator kinerja perusahaan berpengaruh positif terhadap perusahaan. Karena dengan meningkatnya kinerja perusahaan akan meningkatkan ROA dan ROE yang merupakan contoh proksi dari rasio profitabilitas. Namun penelitian yang dilakukan oleh Suranta dan Pranata (2003), menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. 2.12.5 Pengaruh Rasio Aktivitas terhadap Nilai Perusahaan Rasio aktivitas menunjukkan bagaimana sumber daya telah digunakan secara optimal. Efektivitas pemanfaatan aktiva oleh manajemen dapat dianalisis dalam hubungannya dengan tingkat laba, yang dirumuskan dengan berbagai cara tentang bagaimana aktiva dipakai untuk mengusahakan dan memperoleh laba. Rasio aktivitas juga menunjukkan kemampuan dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva berputar dalam suatu periode tertentu. Perputaran modal kerja yang rendah menunjukkan adanya kelebihan modal kerja yang mungkin disebabkan rendahnya turnover persediaan, piutang atau adanya saldo kas yang terlalu besar. Hal ini mengakibatkan penurunan penjualan sehingga laba tidak maksimal. Menurut Sidarta (2008, swa.co.id) bahwa : “Kemampuan perusahaan untuk mengelola aktiva secara tepat akan memaksilmalkan laba dan pada akhirnya berpengaruh pada penentuan harga saham”. Dengan demikian bahwa penggunaan sumber daya secara optimal dan efektivitasnya pemanfaatan aktiva oleh manajemen dalam hubungannya dengan tingkat laba dan pengelolaan aktiva secara tepat akan berpengaruh pada penentuan harga saham. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ihsan (2009) pengaruh Total AssetsTurnover (TATO) sebagai indikator rasio aktivitas tidak berpengaruh terhadap harga saham.