Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Keuangan
Dalam menjalankan kegiatan operasional maupun mengembangkan usaha,
setiap perusahaan membutuhkan dana. Untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut
perusahaan perlu mencari komposisi pendanaan yang baik dengan biaya modal
seminimal mungkin.
Dalam menggunakan dana yang telah didapat, perusahaan perlu
mengambil keputusan yang tepat untuk berinvestasi. Penilaian yang tepat terhadap
setiap investasi perlu dilakukan oleh seorang manajer keuangan, sehingga
penerimaan yang didapat perusahaan bisa maksimal.
Setiap penerimaan yang diterima oleh perusahaan perlu dilaporkan kepada
para investor melalui laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Dari
laporan tersebut bisa didapatkan informasi mengenai kinerja perusahaan.
Keputusan dalam menetapkan kebijakan dividen juga perlu di perhatikan oleh
manajer keuangan, dengan dividen yang besar bisa menarik banyak investor untuk
berinvestasi pada saham perusahaan. Peningkatan permintaan atas saham akan
mengakibatkan harga saham meningkat yang mencerminkan nilai perusahaan yag
baik.
2.1.1
Pengertian Manajemen Keuangan
Manajemen merupakan penerapan fungsi-fungsi manajemen yang meliputi
perencanaan,
pengorganisasian,
pengarahan
dan
pengendalian
dengan
menggunakan faktor-faktor produksi yang ada guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Setiap perusahaan membutuhkan dana untuk menjalankan kegiatan
dari perusahaan dan mengembangkan perusahaan. Kebutuhan dana yang ada
dalam perusahaan terdiri dari modal kerja dan pembelian aktiva tetap. Perusahaan
harus mencari sumber dana yang paling optimal. Manajemen keuangan sangat
berkaitan dengan pengambilan keputusan.
Menurut Fuad (2003:92) manajemen sebagai berikut :
“Manajemen
merupakan
suatu
proses
yang
melibatkan
kegiatan
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian yang
dilakukan untuk mencapai sasaran perusahaan melalui pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.”
Sementara Sundjaja dan Barlian (2003:34) mengatakan bahwa:
“Keuangan merupakan ilmu dan seni dalam mengelola uang yang
mempengaruhi kehidupan setiap orang dan setiap organisasi. Keuangan
berhubungan dengan proses, lembaga, pasar, dan instrumen yang terlibat
dalam transfer uang diantara individu maupun bisnis dan pemerintah.”
Menurut Sutrisno (2009:3) pengertian manajemen keuangan sebagai
berikut:
“Manajemen keuangan adalah sebagai semua aktivitas perusahaan dengan
usaha-usaha mendapatkan dana perusahaan dengan biaya yang murah serta
usaha untuk menggunakan dan mengalokasikan dana tersebut secara
efisien”.
Sedangkan menurut Sartono (2001:6) manajemen keuangan sebagai
berikut :
“Manajemen keuangan dapat diartikan sebagai manajemen dana baik yang
berkaitan dengan pengalokasian dana dalam berbagai bentuk investasi
secara efektif maupun usaha pengumpulan dana untuk pembiayaan
investasi atau pembelanjaan secara efisien.”
Sementara Horne dalam Kasmir (2010:22) mendefinisikan:
“Manajemen keuangan adalah segala aktivitas yang berhubungan dengan
perolehan, pendanaan, dan pengelolaan aktiva dengan beberapa tujuan
menyeluruh.”
Dapat disimpulkan bahwa manajemen keuangan merupakan salah satu
fungsi perusahaan yang meliputi pencarian dana dengan biaya modal paling
rendah dan pemilihan investasi yang tepat hingga penetapan kebijakan dividen
demi tercapainya tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
2.1.2
Fungsi Manajemen Keuangan
Fungsi manajemen keuangan tidak dapat dipisahkan dari fungsi-fungsi
perusahaan yang lainnya seperti pemasaran, produksi, maupun sumber daya
manusia. Setiap fungsi akan saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga setiap
keputusan yang diambil oleh salah satu fungsi akan memiliki dampak terhadap
fungsi yang lain.
Fungsi manajemen keuangan menurut Sutrisno (2009:5) terdiri dari tiga
keputusan utama, yaitu :
1. Keputusan Investasi
Keputusan investasi adalah masalah bagaimana manajer keuangan harus
mengalokasikan dana ke dalam bentuk-bentuk investasi yang akan dapat
mendatangkan keuntungan dimasa yang akan datang. Bentuk, macam dan
komposisi dari investasi tersebut dipengaruhi dan menunjang tingkat
keuntungan dimasa depan. Keuntungan dimasa depan diharapkan dari investasi
tersebut tidak dapat diperkirakan secara pasti. Oleh karena itu investasi akan
mengandung resiko atau ketidakpastian. Resiko dan hasil yang diharapkan dari
investasi itu akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan, kebijakan, maupun
nilai perusahaan.
2. Keputusan Pendanaan
Keputusan pendanaan ini sering disebut sebagai kebijakan struktur modal. Pada
keputusan ini manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan dan
menganalisis kombinasi dari sumber-sumber dana yang ekonomis bagi
perusahaan guna membelanjai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan
usahanya.
3. Keputusan Dividen
Dividen merupakan bagian keuntungan perusahaan yang dibayarkan oleh
perusahaan kepada para pemegang saham. Oleh karena itu dividen ini
merupakan bagian dari penghasilan yang diharapkan oleh pemegang saham.
2.1.3
Tujuan Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan yang efisien membutuhkan tujuan dan sasaran yang
digunakan sebagai standar dalam memberikan penilaian keefisienan keputusan
keuangan. Untuk dapat mengambil keputusan-keputusan keuangan yang benar,
manajer keuangan perlu menentukan tujuan yang harus dicapai. Keputusan yang
benar adalah keputusan yang akan membantu mencapai tujuan tersebut. Secara
normatif, tujuan keputusan keuangan adalah untuk memaksimalisasi nilai
perusahaan karena dapat meningkatkan kemakmuran para pemilik perusahaan
(pemegang saham).
Menurut Kasmir (2010:13) tujuan manajemen keuangan dilakukan
melalui dua pendekatan, yaitu :
1. Profit risk approach (pendekatan resiko laba)
Dalam hal ini manajer keuangan tidak hanya sekadar mengejar maksimalisasi
profit, akan tetapi juga harus mempertimbangkan resiko yang bakal dihadapi.
2. Liquidity and profitability (likuiditas dan profitabilitas)
Merupakan kegiatan yang berhubungan dengan bagaimana seorang manajer
keuangan mengelola likuiditas dan profitabilitas perusahaan. Dalam hal
likuiditas, manajer keuangan harus sanggup untuk menyediakan dana (uang
kas) untuk membayar kewajiban yang sudah jatuh tempo secara tepat waktu.
Kemudian manajer keuangan juga dituntut untuk mampu me-manage
keuangan perusahaan, sehingga mampu meningkatkan laba perusahaan dari
waktu ke waktu.
2.2 Laporan Keuangan
2.2.1
Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan produk atau hasil akhir dari suatu proses
akuntansi. Akuntansi mampu memberikan informasi tentang kondisi keuangan
dan hasil operasi perusahaan seperti tercermin pada laporan keuangan perusahaan
yang bersangkutan. Oleh karena itu, laporan keuangan dapat dipakai sebagai alat
untuk berkomunikasi antara berbagai pihak yang mempunyai kepentingan dengan
perusahaan.
Menurut Kasmir (2010:66) laporan keuangan adalah :
“Laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini
atau dalam suatu periode tertentu”.
Selanjutnya menurut Watson dan Head (2004:2) sebagai berikut :
“Financial statement can provide useful historical information on
profitability, solvency, efficiency and risk of individual companies.”
Artinya laporan keuangan menyediakan informasi historis berupa profitabilitas,
kemampuan membayar hutang, efisiensi dan resiko perusahaan.
Sementara menurut Harahap (2004:105) :
“Laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha
suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu.”
Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan
merupakan laporan yang menyediakan informasi mengenai kondisi perusahaan
pada periode tertentu. Informasi yang tersedia perlu dianalisis lebih lanjut, analisis
laporan keuangan melibatkan penggunaan laporan keuangan, terutama neraca dan
laba rugi karena laporan keuangan menyajikan informasi mengenai perusahaan.
2.2.2
Jenis-Jenis Laporan Keuangan
Laporan keuangan sangat berguna bagi pihak yang memiliki kepentingan
dalam perusahaan. Dalam laporan keuangan tersaji informasi yang bisa digunakan
sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan lebih lanjut. Meskipun ada
beberapa laporan keuangan yang harus dianalisis terlebih dahulu menggunakan
rasio-rasio keuangan.
Setiap pemakai membutuhkan informasi yang berbeda, dengan demikian
pemakai bisa mencari informasi mana yang paling dibutuhkan untuk dianalisis
lebih lanjut. Sehingga laporan keuangan perlu diklasifikasikan kedalam beberapa
jenis laporan keuangan.
Menurut Gitman (2006:46) jenis-jenis laporan keuangan adalah :
“The four key financial statements required by the SEC for reporting to
shareholders are (1) the income statement, (2) the balance sheet, (3) the
statement of stockholders’ equity, and (4) the statement of cash flow.”
Artinya bahwa empat laporan keuangan kunci yang dibutuhkan oleh SEC untuk
pelaporan kepada pemegang saham adalah (1) laporan laba rugi, (2) neraca, (3)
laporan ekuitas pemegang saham, dan (4) laporan arus kas.
Sementara menurut Kasmir (2010:67) laporan keuangan terdiri dari :
1. Neraca, merupakan laporan yang menunjukkan jumlah aktiva (harta),
kewajiban (utang), dan modal perusahaan (ekuitas) perusahaan pada saat
tertentu.
2. Laporan laba rugi, menunjukkan kondisi usaha suatu perusahaan dalam suatu
periode tertentu.
3. Laporan perubahan modal, merupakan laporan yang menggambarkan jumlah
modal yang dimiliki perusahaan saat ini.
4. Laporan catatan atas laporan keuangan, keuangan merupakan laporan yang
dibuat berkaitan dengan laporan keuangan yang disajikan.
5. Laporan arus kas, merupakan laporan yang menunjukkan arus kas masuk dan
arus kas keluar di perusahaan.
Laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan suatu perusahaan
sehingga memudahkan dalam menilai kinerja manajemen perusahaan. Penilaian
kinerja ini yang dijadikan patokan atau ukuran apakah manajemen mampu atau
berhasil dalam menjalankan kebijakan yang telah dilaksanakan dan sebagai
gambaran kinerja manajemen di masa lalu yang dijadikan pedoman untuk
meningkatkan kinerja di masa depan.
2.2.3
Tujuan dan Sifat Laporan Keuangan
Setiap laporan keuangan yang dibuat memiliki tujuan tertentu, terutama
bagi investor dan manajemen perusahaan. Secara umum laporan keuangan
bertujuan untuk memberikan informasi keuangan suatu perusahaan pada periode
tertentu, dan informasi tersebut dapat digunakan oleh pihak dalam maupun luar
perusahaan yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan.
Kasmir (2010:87) menyebutkan beberapa tujuan pembuatan atau
penyusunan laporan keuangan, diantaranya :
1. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta) yang dimiliki
perusahaan pada saat ini.
2. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan modal yang
dimiliki perusahaan pada saat ini.
3. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang diperoleh
pada suatu periode tertentu
4. Memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang dikeluarkan
perusahaan dalam suatu periode tertentu
5. Memberikan informasi tentang perubahan yang terjadi terhadap aktiva, pasiva,
dan modal perusahaan.
6. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan dalam suatu
periode.
7. Memberikan informasi tentang catatan atas laporan keuangan.
8. Informasi keuangan lainnya.
Dengan memperoleh laporan keuangan perusahaan, maka akan diketahui
kondisi secara menyeluruh. Laporan keuangan tidak cukup hanya sekedar dibaca,
tetapi harus dipahami dan dimengerti dengan cara menganalisis laporan keuangan
tersebut, misalnya melalui rasio keuangan untuk mengetahui posisi keuangan
perusahaan saat ini.
Disamping memiliki tujuan, laporan keuangan memiliki sifat tertentu.
Pencatatan yang dilakukan dalam menyusun laporan keuangan harus mengikuti
kaidah yang berlaku. Menurut Kasmir (2010:88) dalam praktiknya sifat laporan
keuangan adalah :
1. Bersifat historis, artinya laporan keuangan dibuat dan disusun dari data masa
lalu atau masa yang sudah lewat dari masa sekarang.
2. Menyeluruh, maksudnya laporan keuangan dibuat selengkap mungkin.
Artinya laporan keuangan disusun sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Pembuatan atau penyusunan yang hanya sebagian (tidak lengkap),
tidak akan memberikan informasi yang lengkap tentang keuangan suatu
perusahaan.
2.2.4
Analisis Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang penting
bagi para pemakai laporan keuangan dalam rangka pengambilan keputusan
ekonomi. Pada sisi lain, ternyata laporan keuangan bukanlah segala-galanya
karena laporan keuangan memiliki keterbatasan.
Laporan keuangan akan menjadi lebih bermanfaat untuk pengambilan
keputusan ekonomi, apabila dengan informasi laporan keuangan tersebut dapat
diprediksi apa yang akan terjadi dimasa mendatang. Dengan mengolah lebih lanjut
laporan keuangan melalui proses pembandingan, evaluasi dan analisis trend akan
diperoleh tentang apa yang mungkin akan terjadi dimasa yang akan datang.
Disinilah arti pentingnya suatu analisis terhadap laporan keuangan.
Menurut Harahap (2004:190), bahwa :
“Analisis laporan keuangan adalah menguraikan pos-pos laporan keuangan
menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang
bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan yang
lain baik antara data kuantitatif maupun data non kuantitatif dengan tujuan
untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting
dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat.”
Dari kutipan diatas maka analisis laporan keuangan merupakan penjabaran
dari informasi yang terdapat dalam laporan keuangan untuk melihat kinerja
perusahaan serta membantu dalam proses pengambilan keputusan yang tepat.
2.3 Rasio Keuangan
Perhitungan rasio keuangan dilakukan sebagai pembanding atas kinerja
yang telah dilakukan perusahaan. Dengan menghitung dan membandingkan rasio
keuangan dapat menghindari masalah yang akan timbul. Sehingga perusahaan
bisa menganalisis serta melakukan tindakan yang tepat atas informasi yang telah
didapat.
2.3.1
Pengertian Rasio Keuangan
Laporan keuangan menunjukkan aktivitas yang sudah dilakukan
perusahaan dalam periode tertentu. Aktivitas yang sudah dilakukan tercermin dari
angka-angka yang tercantum dalam laporan keuangan. Angka-angka tersebut
tidak cukup hanya dibaca saja, namun harus dimengerti dengan cara melakukan
analisis terhadap data dalam laporan keuangan tersebut. Caranya dengan
membandingkan angka-angka dalam laporan keuangan, sehingga kita bisa menilai
kinerja manajemen perusahaan. Perbandingan seperti ini dikenal dengan analisis
rasio keuangan. Menurut Kasmir (2010:93) rasio keuangan adalah sebagai
berikut:
“Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang
ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka dengan
angka lainnya”.
Sementara menurut Horne dalam Kasmir (2010:93):
“Rasio keuangan merupakan indeks yang menghubungkan dua angka
akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka dengan angka
lainnya”.
Menurut Ross, Westerfield dan Jordan (2009:79) :
“Rasio keuangan merupakan hubungan yang dihitung dari informasi
keuangan sebuah perusahaan dan digunakan untuk tujuan perbandingan”.
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa rasio
keuangan menunjukkan angka yang merupakan perbandingan beberapa laporan
keuangan yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam menganalisis kinerja
sebuah perusahaan.
2.3.2
Jenis Rasio Keuangan
Dalam menganalisis rasio keuangan diperlukan rasio-rasio keuangan yang
mencerminkan aspek-aspek tertentu. Rasio-rasio keuangan mungkin dihitung
berdasarkan atas angka-angka yang ada dalam neraca ataupun dalam laporan laba
rugi. Jenis rasio keuangan menurut Husnan (2004:69) dapat diklasifikasikan
menjadi :
1. Rasio leverage, yang mengukur seberapa jauh perusahaan menggunakan
hutang.
2. Rasio likuiditas, yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi
kewajiban keuangan jangka pendek.
3. Rasio profitabilitas atau efisiensi, yang mengukur efisiensi penggunaan aktiva
perusahaan atau mungkin sekelompok aktiva perusahaan.
4. Rasio nilai pasar, yang menggunakan angka yang diperoleh dari laporan
keuangan dan pasar modal.
Menurut Rahardjo (2005:21) rasio keuangan perusahaan diklasifikasikan
menjadi lima kelompok berikut :
1. Rasio likuiditas (liquidity ratios), yang menunjukkan kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban jangka pendek.
2. Rasio solvabilitas (leverage atau solvency ratios), yang menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya baik jangka
pendek maupun jangka panjang.
3. Rasio aktivitas (activity ratios), yang menunjukkan tingkat efektivitas
penggunaan aktiva atau kekayaan perusahaan.
4. Rasio profitabilitas (profitability ratios), yang menunjukkan tingkat imbalan
atau perolehan (keuntungan) dibanding penjualan atau aktiva.
5. Rasio investasi (investment ratios), yang menunjukkan rasio investasi dalam
surat berharga atau efek, khususnya saham dan obligasi.
Dari beberapa kutipan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa rasio
keuangan terdiri dari beberapa jenis, yaitu : raso likuiditas, rasio leverage, rasio
profitabilitas, rasio aktivitas dan rasio penilaian.
2.3.3
Analisis Rasio Keuangan
Laporan keuangan merupakan sumber informasi dalam mengambil
keputusan baik untuk pihak internal maupun pihak eksternal. Bagi pihak internal
laporan keuangan berisi informasi mengenai posisi keuangan di periode yang lalu.
Dengan begitu perusahaan bisa membuat perencanaan keuangan untuk periode
yang akan datang.
Sedangkan bagi pihak eksternal, seperti pemegang saham, laporan
keuangan berisi informasi mengenai keadaan perusahaan yang bisa dijadikan
sebagai pertimbangan untuk keputusan bisnis yang akan dilakukan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa laporan keuangan merupakan
dasar informasi bagi pihak internal maupun pihak eksternal dalam mengevaluasi
hasil usaha perusahaan, serta dijadikan sebagai pertimbangan prospek perusahaan
kedepan serta menjadi alat ukur untuk mengevaluasi kinerja perusahaan.
Harahap (2004:297) menjelaskan rasio keuangan sebagai berikut :
“Angka yang diperoleh dari hasil perbandingan satu pos laporan keuangan
dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan
signifikan (berarti)”.
Analisa rasio keuangan dapat menggambarkan mengenai keadaan baik
buruknya posisi keuangan suatu perusahaan yang bisa dijadikan acuan oleh para
pihak yang berkepentingan. Menurut Munawir (2004:37) mengenai analisa rasio
sebagai berikut :
“Analisa rasio, adalah suatu metode analisa untuk mengetahui hubungan
dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan rugi laba secara individu
atau kombinasi dari kedua laporan tersebut”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa analisis rasio keuangan merupakan
analisis yang menggambarkan hubungan antara data keuangan yang dapat
digunakan sebagai perkiraan di masa yang akan datang dan sebagai bahan
evaluasi atas kinerja keuangan perusahaan.
2.4 Ukuran Perusahaan
Pengelompokan perusahaan atas dasar skala operasi (besar atau kecil)
dapat dipakai oleh investor sebagai salah satu variabel dalam menentukan
keputusan investasi. Tolok ukur yang menunjukkan besar kecilnya suatu
perusahaan, antara lain total penjualan, rata-rata tingkat penjualan dan total aktiva
(Ferry dan Jones, 1979 dalam Panjaitan, 2004). Perusahaan besar umumnya
memiliki total aktiva yang besar pula sehingga dapat menarik investor untuk
menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut.
Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar
kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai
pasar saham, dan lain-lain. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam
kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium-size)
dan perusahaan kecil (small firm). Menurut Daniati dan Suhairi (2006)
penentuan ukuran perusahaan ini didasarkan kepada total asset perusahaan.
Ukuran (size) perusahaan bisa diukur dengan menggunakan total aktiva,
penjualan, atau modal dari perusahaan tersebut. Salah satu tolok ukur yang
menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah ukuran aktiva dari perusahaan
tersebut. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan, dimana dalam tahap ini
arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik
dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa
perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding
perusahaan dengan total asset yang kecil (Indriani, 2005 dalam Daniati dan
Suhairi, 2006).
Aktiva merupakan tolok ukur besaran atau skala suatu perusahaan.
Biasanya perusahaan besar mempunyai aktiva yang besar pula nilainya. Secara
teoritis perusahaan yang lebih besar mempunyai kepastian (certainty) yang lebih
besar daripada perusahaan kecil sehingga akan mengurangi tingkat ketidakpastian
mengenai prospek perusahaan ke depan. Hal tersebut dapat membantu investor
memprediksi risiko yang mungkin terjadi jika ia berinvestasi pada perusahaan itu
(Yolana dan Martani, 2005).
Dari beberapa kutipan diatas, ukuran perusahaan merupakan ukuran yang
dilihat dari besarnya total asset yang dimiliki oleh perusahaan. Menurut Indriani,
2005 dalam Rachmawati dan Hanung (2007) dapat dihitung dengan rumus :
Ukuran perusahaan = Aktiva lancar + Aktiva tetap
Total aktiva yang besar menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek yang
baik dalam jangka waktu yang relatif lama dan lebih stabil dalam menghasilkan
laba dibandingkan perusahaan dengan total asset yang kecil.
2.5 Rasio Likuiditas
Rasio
likuiditas
menggambarkan
kemampuan
perusahaan
dalam
menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini dapat dihitung melalui
sumber informasi tentang modal kerja yaitu pos-pos aktiva lancar atau aktiva
likuid. Menurut Brigham dan Houston (2011:62) :
“Aktiva likuid (liquid assets) adalah aktiva yang diperdagangkan dalam
suatu pasar yang aktif sehingga akhirnya dapat dengan cepat diubah
menjadi kas dengan menggunakan harga pasar yang berlaku, dan „posisi
likuiditas‟ sebuah perusahaan akan berhubungan dengan pertanyaan ini:
Apakah perusahaan akan dapat melunasi utang-utangnya pada saat jatuh
tempo dalam waktu satu atau beberapa tahun kemudian?”
Salah satu rasio yang sering digunakan dalam menghitung tingkat
likuiditas yaitu rasio lancar (current ratio). Rasio lancar mengukur kemampuan
perusahaan memenuhi utang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva
lancarnya. Aktiva lancar umumnya meliputi kas, sekuritas, piutang usaha, dan
persediaan. Sedangkan kewajiban lancar terdiri atas utang usaha, wesel tagih
jangka pendek, utang jatuh tempo yang kurang dari satu tahun, akrual pajak, dan
beban-beban akrual lainnya (terutama gaji). Brigham dan Houston (2011:62),
menyatakan current ratio dengan rumus :
Current Ratio=
x 100%
Rasio lancar merupakan ukuran paling umum digunakan untuk
mengetahui kesanggupan memenuhi kewajiban jangka pendek karena rasio ini
menunjukkan seberapa jauh tuntutan dari kreditur jangka pendek dipenuhi oleh
aktiva yang diperkirakan akan menjadi uang tunai dalam periode yang sama
dengan jatuh tempo utang. Jika sebuah perusahaan mengalami kesulitan
keuangan, perusahaan akan mulai membayar tagihan-tagihannya (utang usaha)
secara lebih lambat, meminjam dari bank dan seterusnya. Jika kewajiban lancar
meningkat lebih cepat dari aktiva lancar, rasio lancar akan turun, dan hal ini
pertanda ada masalah. Namun sebaliknya, angka rasio lancar yang tinggi juga
tidak bagus, karena menunjukkan banyaknya dana menganggur yang pada
akhirnya mengurangi kemampuan laba perusahaan. Menurut Syamsudin
(2000:44) mengenai current ratio sebagai berikut :
“Tidak ada suatu ketentuan mutlak tentang berapa tingkat current ratio
yang dianggap baik atau yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan
karena biasanya tingkat current ratio ini juga sangat tergantung pada jenis
usaha dari masing-masing perusahaan perusahaan”.
Untuk mengetahui apakah rasio lancar perusahaan baik, hasil perhitungan rasio
lancar harus dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya atau dengan industri
sejenis. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menganalisis rasio
lancar menurut Simamora (2005 : 525) antara lain :
“(1) praktik yang berlaku dalam industri, (2) lamanya siklus operasi dalam
perusahaan, dan (3) bauran aktiva lancar perusahaan.”
Current ratio yang tinggi belum tentu menunjukkan bahwa kemampuan
perusahaan
untuk
membayar
kewajiban
lancarnya
juga
tinggi.
Dalam
menganalisis current ratio perlu diperhatikan apakah yang menyebabkan rasio
lancar tersebut tinggi. Jika yang menyebabkan curent ratio tersebut tinggi adalah
piutang atau persediaan, maka untuk memenuhi kewajiban lancarnya perusahaan
harus terlebih dahulu melakukan penagihan atas piutang atau menjual persediaan
agar diperoleh kas untuk membayar kewajiban lancar tersebut. Kreditor harus
menanggung risiko bahwa kemungkinan perusahaan tidak dapat membayar
kewajiban lancarnya karena perusahaan tidak mampu menagih piutangnya atau
tidak dapat menjual persediaannya.
2.6 Rasio Leverage
Rasio leverage atau rasio utang yang biasa dikenal dengan rasio
solvabilitas, menurut para pakar sebagai berikut :
Menurut Sawir (2000:13) mengatakan :
“Rasio leverage mengukur tingkat solvabilitas suatu perusahaan. Rasio ini
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban
finansialnya seandainya perusahaan pada saat itu dilikuidasi. Dengan
demikian solvabilitas berarti kemampuan perusahaan untuk membayar
utang-utangnya, baik jangka pendek maupun jangka panjang”.
Menurut Brigham dan Houston (2011:140) rasio leverage merupakan :
“Rasio yang mengukur sejauh mana perusahaan menggunakan pendanaan
melalui utang (financial leverage)”.
Munawir (2004:32) menerangkan bahwa :
“Solvabilitas, adalah
memenuhi
kewajiban
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
keuangannya
apabila
perusahaan
tersebut
dilikuidasi, baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka
panjang”.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa rasio leverage
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek
maupun jangka panjangnya dan seberapa besar kebutuhan dana perusahaan
dibelanjai dengan utang. Rasio yang digunakan untuk mengukur rasio leverage
adalah Debt to Equity Ratio (DER). DER menggambarkan perbandingan utang
dengan ekuitas dalam pendanaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri
perusahaan tersebut untuk memenuhi kewajibannya. Sutrisno (2009:218)
menjelaskan semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri semakin sedikit
dibanding dengan hutangnya. Menurut Husnan (2004:70) skala pengukurannya
adalah :
Debt to Equity Ratio =
x 100%
2.7 Rasio Profitabilitas
Profitabilitas adalah hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan
yang dilakukan perusahaan. Rasio-rasio lain dapat memberikan petunjuk-petunjuk
yang digunakan untuk menilai keefektifan dari operasi sebuah perusahaan, tetapi
rasio profitabilitas akan menunjukkan kombinasi dari efek likuiditas, manajemen
aktiva, dan utang pada hasil-hasil operasi. Rasio ini akan memberikan jawaban
akhir tentang efektivitas manajemen perusahaan.
Rasio profitabilitas (profitability ratio) menurut Horne dan Wachowicz
(2005 : 222) adalah :
“Rasio yang menghubungkan laba dari penjualan dan investasi.”
Dari rasio profitabilitas dapat diketahui bagaimana tingkat profitabilitas
perusahaan. Setiap perusahaan menginginkan tingkat profitabilitas yang tinggi.
Untuk dapat melangsungkan hidupnya, perusahaan harus berada dalam keadaan
yang menguntungkan (profitable). Apabila perusahaan berada dalam kondisi yang
tidak menguntungkan, maka akan sulit bagi perusahaan untuk memperoleh
pinjaman dari kreditor maupun investasi dari pihak luar.
Ada
banyak
ukuran
profitabilitas,
masing-masing
pengembalian
perusahaan dihubungkan terhadap penjualan, aktiva, modal atau nilai saham.
Ditinjau dari sudut pandang investor, salah satu indikator penting untuk menilai
prospek perusahaan di masa mendatang adalah dengan melihat sejauh mana
pertumbuhan profitabilitas perusahaan. Indikator ini sangat penting diperhatikan
untuk mengetahui sejauh mana investasi yang dilakukan investor memberikan
return yang sesuai dengan tingkat yang diisyaratkan pemegang saham.
Salah satu bentk rasio profitabilitas perusahaan adalah Return On Asset
(ROA) yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
memperoleh keuntungan dengan memanfaat aktiva yang dmiliki. Menurut Hanafi
(2004:42):
“Return On Asset adalah kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih
berdasarkan tingkat asset tertentu.”
Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur profitabilitas
perusahaan adalah ROA, yang digunakan untuk mengukur keseluruhan
keefektifan manajemen dalam mengasilkan laba dengan aktiva yang tersedia.
Semakin tinggi return yang dihasilkan maka semakin baik. Menurut Horne dan
Wachowicz (2005 : 222), mengukur besarnya ROA digunakan rumus sebagai
berikut :
ROA =
Semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa perusahaan semakin efektif
dalam memanfaatkan aktiva untuk mengasilkan laba bersih setelah pajak. Dengan
demikian, semakin tinggi ROA maka kinerja perusahaan semakin efektif. Hal ini
selanjutnya akan meningkatkan daya tarik perusahaan kepada investor.
Peningkatan daya tarik perusahaan menjadikan perusahaan tersebut makin
diminati oleh investor, karena tingkat pengembalian akan semakin besar. Hal ini
akan meningkatkan harga saham perusahaan di pasar modal, dengan
meningkatnya harga saham mencerminkan nilai perusahaan yang meningkat.
2.8 Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui
efektifitas perusahaan dalam mengelola bisnisnya. Rasio aktivitas (activity ratio)
menurut Horne dan Wachowicz (2005:212) adalah :
”Rasio yang mengukur seberapa efektif perusahaan mengelola aktivanya”.
Rasio-rasio ini dirancang untuk mengetahui apakah jumlah total dari tiap-tiap
jenis aktiva seperti yang dilaporkan dalam neraca terlihat wajar, terlalu tinggi,
atau terlalu rendah jika dibandingkan dengan tingkat penjualan saat ini dan
proyeksinya. Jika sebuah perusahaan memiliki terlalu banyak aktiva, maka biaya
modalnya akan menjadi terlalu tinggi, sehingga keuntungannya akan tertekan. Di
lain pihak, jika aktiva terlalu rendah, penjualan yang menguntungkan akan hilang.
Aktivitas yang rendah pada tingkat penjualan tertentu akan mengakibatkan
semakin besarnya dana kelebihan yang tertanam pada aktiva tersebut. Kelebihan
dana tersebut lebih baik ditanamkan pada aktiva lain yang lebih produktif. Rasio
aktivitas terdiri dari inventory turnover, receivable turnover, fixed asset turnover,
dan total asset turnover.
Total Asset Turnover (TATO) menggambarkan efektivitas penggunaan
seluruh harta perusahaan dalam rangka menghasilkan penjualan atau berapa
rupiah penjualan bersih yang dapat dihasilkan dari setiap rupiah yang
diinvestasikan dalam bentuk harta perusahaan. Semakin tinggi rasio ini semakin
baik. Penelitian ini menggunakan rasio TATO dalam mengukur aktivitas
perusahaan, menurut Martono dan Harjito (2007:58) skala pengukurannya
adalah :
TATO =
2.9 Nilai Perusahaan
Perseroan (corporate) dikenal dengan pemisahan antara pemilik dengan
pengelolanya, dalam hal ini pemegang saham dan pihak manajemen perusahaan.
Aktivitas manajemen perusahaan berhubungan dengan analisa keuangan,
perencanaan, keputusan investasi, dan keputusan pembiayaan investasi yang
diambil
untuk
mencapai
tujuan
pemegang
saham.
Pemegang
saham
mengharapkan pengembalian atas uang yang diinvestasikannya. Karena itu
manajemen bekerja sebagai wakil dari pemegang saham, artinya mereka berusaha
untuk meningkatkan nilai dari para pemegang saham. Sehingga tujuan utama
manajemen adalah memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Hal itu tentu saja
dapat dilakukan dengan meningkatkan nilai perusahaan, dalam hal ini harga
saham perusahaan.
Teori keagenan (agency theory) memunculkan argumentasi tentang adanya
konflik antara pemegang saham dan manajer. Konflik tersebut muncul akibat
adanya perbedaan kepentingan diantara kedua belah pihak. Pihak manajemen
perusahaan yang tidak memiliki kepentingan penuh atas saham, lebih
menginginkan untuk memaksimalkan kekayaan sendiri dalam hal peningkatan
kekayaan pribadi, waktu senggang yang banyak, atau penghasilan tambahan. Hal
itu karena mereka tidak memiliki kepentingan atau keuntungan secara langsung
akan saham perusahaan. Namun di pihak lain, para pemegang saham ingin
mendapatkan keuntungan yang maksimal dari saham mereka. Di sinilah konflik
kepentingan terjadi. Sehingga kepemilikan saham oleh manajerial dianggap
penting untuk memotivasi pihak manajemen meningkatkan nilai perusahaan.
Nilai perusahaan mencerminkan kemampuan manajemen pendanaan
dalam menentukan target struktur modal (aktivitas pendanaan), kemampuan
manajemen investasi dalam mengefektifkan penggunaan aktiva (aktivitas
investasi) dan kemampuan manajemen operasional dalam mengefisiensikan
proses produksi dan distribusi perusahaan (aktivitas operasi).
Menurut Sartono (2001:487), nilai perusahaan sebagai berikut :
“Nilai jual sebuah perusahaan sebagai suatu bisnis yang sedang
beroperasi. Adanya kelebihan jual diatas nilai likuidasi adalah nilai dari
organisasi manajemen yang menjalankan perusahaan itu.”
Nilai jual tersebut tercermin dari harga saham perusahaan. Semakin tinggi harga
saham berarti kemakmuran pemegang saham semakin meningkat. Harga pasar
saham juga menunjukkan nilai perusahaan. Tindakan-tindakan manajerial akan
mempengaruhi harga pasar saham perusahaan. Selain itu, harga saham juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal seperti batasan hukum, tingkat umum
aktivitas ekonomi, undang-undang pajak, tingkat suku bunga, dan kondisi bursa
saham. Pada dasarnya harga saham dihitung dari nilai sekarang dividen yang akan
diterima oleh pemegang saham. Jadi semakin tinggi harga saham berarti semakin
tinggi tingkat pengembalian kepada investor dan semakin tinggi juga nilai
perusahaan yang terkait dengan tujuan perusahaan untuk memaksimalkan
kemakmuran pemegang saham.
Brigham dan Houston (2011:16) menyatakan bahwa nilai suatu
perusahaan dalam bentuk perseroan terbatas akan dapat dimaksimalkan karena
tiga alasan berikut ini:
1. Kewajiban terbatas mengurangi resiko yang ditanggung oleh para investor,
dan jika semua hal yang lainnya konstan, semakin rendah resiko perusahaan,
maka semakin tinggi nilainya.
2. Nilai perusahaan akan tergantung pada peluang pertumbuhannya, yang
selanjutnya akan bergantung pada kemampuan perusahaan untuk menarik
modal. Karena perseroan terbatas dapat menarik modal secara lebih mudah
daripada bisnis-bisnis yang tidak terinkorporasi, maka mereka dapat dengan
lebih baik mengambil keuntungan dari peluang-peluang pertumbuhan.
3. Nilai dari suatu aset juga tergantung pada likuiditasnya, yang artinya
kemudahan untuk menjual aset dan mengubahnya menjadi uang tunai pada
suatu ”nilai pasar yang wajar”. Karena investasi pada saham dari perseroan
terbatas adalah jauh lebih likuid daripada investasi yang serupa di suatu
kepemilikan perseorangan atau persekutuan, maka hal ini juga meningkatkan
nilai dari suatu perseroaan terbatas.
Dari penjelasan diatas dapat dilihat nilai perusahaan dalam bentuk
perseroan terbatas dimaksimalkan karena alasan resiko yang ditanggung oleh
investor, peluang pertumbuhan yang dilihat dari kemampuan perusahaan untuk
menarik modal dan tergantung pada likuiditas yang menunjukkan kemudahan
menjual asset dan mengubahnya menjadi uang tunai.
2.10
Pasar Modal
Pasar modal adalah pasar dari berbagai instrumen keuangan jangka
panjang (sekuritas) yang dapat diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang
(obligasi) maupun modal sendiri (saham) yang diterbitkan pemerintah atau
perusahaan swasta. Pada dasarnya fungsi pasar modal sebagai wahana
demokratisasi pemilikan saham yang ditunjukkan dengan semakin banyaknya
institusi dan individu yang memiliki saham perusahaan yang telah go public
(Husnan, 2004).
Menurut Gitman (2006:25) pasar modal adalah :
“The capital market is a market an able suppliers and demanders of long
term fund to make transaction. Included are securities issues and business
and government. The back bone of capital market is formed by the various
securities exchange that provides a forum for bond and stock transaction.”
Artinya pasar modal adalah pasar yang menjadi pemasok dan yang membutuhkan
dana jangka panjang untuk melakukan transaksi. Termasuk adalah efek, isu dan
bisnis dan pemerintah. Tulang belakang pasar modal dibentuk oleh pertukaran
sekuritas yang menyediakan berbagai forum untuk transaksi obligasi dan saham.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, pasar modal mempunyai
peranan penting dalam mobilisasi dana untuk menunjang pembangunan nasional.
Akses dana dari pasar modal telah mengundang banyak perusahaan nasional
maupun patungan untuk menyerap dana masyarakat tersebut dengan tujuan yang
beragam. Namun, sasaran utamanya adalah meningkatkan produktivitas kerja
melalui ekspansi usaha dan atau mengadakan pembenahan struktur modal untuk
meningkatkan daya saing perusahaan.
Instrumen-instrumen
pasar
modal
Indonesia
yang memungkinkan
mobilisasi dana masih relatif terbatas jika dibandingkan dengan bursa-bursa dunia
yang sudah mapan. Kendati demikian, dalam usia yang relatif muda, pasar modal
Indonesia telah menjadi wahana penting diluar perbankan untuk menyediakan
dana yang diperlukan dunia usaha melalui penjualan saham dan obligasi serta
derivatifnya.
2.11
Saham
2.11.1 Pengertian Saham
Bagian dari efek yang paling banyak diperdagangkan pada pasar modal
adalah saham. Saham merupakan bentuk kepemilikan terhadap suatu perusahaan.
Menurut Sundjaja dan Barlian (2003:436) :
“Saham dapat didefinisikan sebagai tanda pernyertaan atau pemilik
seseorang atau badan dalam suatu perusahaan.”
Selain itu juga dikemukakan bahwa wujud saham adalah selembar kertas yang
merupakan bahwa kepemilikan kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang
menerbitkan kertas tersebut. Bagi emiten dana yang diterima dari hasil penjualan
sahamnya berniat menjual kembali sahamnya pada investor lain.
2.11.2 Jenis-Jenis saham
Saham terdiri dari beberapa jenis dan dapat dibedakan melalui cara
pengalihan dan manfaat yang diperoleh para pemegang saham, seperti yang
dikemukakan oleh Ahmad (2003:27) :
1. Menurut cara pengalihan
a. Saham atas tunjuk (brearer stock)
Diatas sertifikat saham ini tidak ditulis nama pemilik sahamnya sehingga
kepemilikan atas tunjuk ini dapat dengan mudah dialihkan atau dipindah
tangankan kepada orang lain karena sifatnya yang mirip dengan uang.
b. Saham atas nama (registered stock)
Di atas sertifikat ditulis namanya. Cara pengalihannya harus memenuhi
suatu prosedur tertentu yaitu dengan dokumen pengalihan dan kemudian
nama pemiliknya dicatat dalam buku perusahaan yang khusus memuat
daftar nama pemegang saham. Jika sertifikat saham ini hilang, pemilik
dapat memintakan penggantian karena namanya sudah ada dalam buku
perusahaan.
2. Menurut hak tagihan (klaim)
Dilihat dari segi manfaatnya, pada dasarnya saham dapat digolongkan
menjadi :
a. Saham biasa (common stock)
Surat berharga yang paling banyak dan luas perdagangannya. Pemegang
surat berharga ini mempunyai hak suara dalam Rapat umum Pemegang
Saham (RUPS). Saham biasa menempatkan pemiliknya paling akhir
terhadap pembagian deviden dan hak atas keuangan perusahaan setelah
dilikuidasi dibandingkan dengan saham preferen.
b. Saham preferen kumulatif
Dalam prakteknya, terdapat beberapa jenis saham preferen, yaitu :
1) Saham preferen kumulatif (cumulative preferen stock)
Saham preferen jenis ini memberikan hak kepada pemiliknya atas
pembagian deviden yang sifatnya kumulatif dalam suatu persentase
atau jumlah tertentu dividen yang dibayarkan tidak mencukupi atau
tidak dibayar sama sekali, maka hal ini dipertimbangkan pada tahuntahun berikutnya. Pembayaran dividen kepada pemegang saham
preferen selalu didahulukan dari pemegang saham biasa.
2) Saham preferen non kumulatif (non cumulative preferen stock)
Pemilik saham jenis ini mendapat prioritas dalam pembagian dividen
sampai pada suatu persentasi atau pada jumlah tertentu, tetapi tidak
bersifat kumulatif. Dengan demikian apabila pada suatu tahun tertentu
dividen yang dibayarkan lebih besar daripada jumlah yang ditentukan
atau tidak dibayar sama sekali, maka hal itu tidak diperhitungkan pada
tahun berikutnya.
3) Saham preferen yang berpartisipasi (participacing prefered stock)
Pemilik saham jenis ini selain memperoleh dividen ekstra, setelah
dividen dibayarkan penuh kepada seluruh pemegang saham preferen,
mereka juga memperoleh dividen ekstra bersama-sama dengan
pemegang saham biasa.
2.11.3 Harga Saham
Harga saham merupakan nilai pasar dari selembar saham sebuah
perusahaan (emiten) pada waktu tertentu. Dengan meningkatnya harga saham
suatu perusahaan, maka akan menimbulkan istilah harga buku, yang seringkali
lebih tinggi daripada nilai nominalnya, harga buku inilah yang kemudian disebut
dengan kurs harga saham, hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Horne dan Wachowichz (2005:534), bahwa
“The market value per share is the current price at which the stock is
traded”.
Artinya bahwa nilai pasar itu merupakan nilai sesungguhnya digunakan dalam
transaksi perdagangan saham.
Harga saham adalah harga yang dibentuk oleh penjual dan pembeli ketika
mereka memperdagangkan saham. Analisis saham bertujuan untuk menaksir nilai
intrinsik suatu saham dan kemudian membandingkan dengan harga saham saat ini
(current market price) saham tersebut. Menurut Karvof (2004:79) pedoman yang
dapat digunakan dalam menentukan harga saham sebagai berikut :
1. Apabila nilai intrinsik < harga saham saat ini, maka saham dinilai undervalued
(harganya terlalu rendah), dan karena saham tersebut harus dibeli atau ditahan
jika saham tersebut telah dimiliki.
2. Apabila nilai intrinsik > harga saham saat ini, maka saham dinilai overvalued
(harganya terlalu mahal), dan karenanya saham tersebut harus dijual.
3. Apabila nilai intrinsik = harga saham saat ini, maka harga saham tersebut
wajar dalam kondisi keseimbangan.
2.11.3.1 Jenis-Jenis Harga Saham
Harga dari suatu saham digambarkan dengan nilai pasar (value market).
Dimana nilai pasar yaitu harga saham biasa yang terjadi di pasar modal atas dasar
permintaan dan penawaran, seperti yang dinyatakan oleh Horne dan
Wachowichz (2005:534). Keputusan investor memilih suatu saham sebagai objek
investasinya membutuhkan data historis terhadap pergerakan saham yang beredar
di bursa baik secara individual, kelompok, maupun gabungan. Bentuk informasi
historis yang dipandang secara tepat untuk menggambarkan pergerakan harga
saham dimasa lalu adalah suatu indeks harga saham yang memberikan deskripsi
harga-harga saham pada suatu saat tertentu maupun dalam periode tertentu pula.
Indeks harga saham yang terjadi di pasar modal akan menggambarkan
perubahan-perubahan atau pergerakan harga saham yang terjadi. Tentu saja
penyajian indeks harga saham berdasarkan satuan angka yang telah disepakati di
pasar modal. Menurut Sunariyah (2004:127), harga saham dapat dibedakan
menjadi tiga, yaitu:
1. Harga nominal
Harga nominal ini merupakan nilai yang ditetapkan oleh emiten untuk menilai
setiap lembar saham yang dikeluarkannya. Besarnya harga nominalnya
biasanya tergantung keinginan emiten.
2. Harga perdana
Harga perdana merupakan harga sebelum harga saham dicatat di bursa (harga
yang ditawarkan kepada para investornya). Besarnya harga perdana tergantung
pada persetujuan antara emisi dan penjamin emisi.
3. Harga pasar
Harga pasar merupakan harga jual antara investor yang satu dengan investor
yang lain setelah saham dicatat dibursa. Transaksi ini melibatkan emiten dan
penjamin emisi. Harga pasar memiliki ketergantungan pada kekuatan dan
permintaan dan penawaran di pasar sekunder.
2.11.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham
Harga saham akan terbentuk dari adanya transaksi yang terjadi dipasar
modal yang ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham yang bersangkutan
dengan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang dapat memepengaruhi
pergerakan harga saham menurut Brigham dan Weston (2004:24) adalah sebagai
berikut :
1. Proyeksi laba per saham
2. Waktu diperolehnya laba
3. Tingkat risiko dari proyeksi laba
4. Proporsi utang perusahaan terhadap ekuitas (DER)
5. Kebijakan pembagian dividen (DPR)
Keuntungan atau kerugian saham tersebut sangat dipengaruhi oleh
kemampuan investor menganalisis keadaan harga saham yang merupakan
penilaian sesaat yang dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk diantaranya
kondisi (performance) dari perusahaan, kendala-kendala eksternal, kekuatan
penawaran dan permintaan saham di pasar, serta kemampuan investor dalam
menganalisis investasi saham.
Menurut Damoddaran (2002:23) mengenai harga saham adalah :
“Stock price determinded demand or trade between buyers and sellers and
price estabilished flow demand.”
Artinya bahwa harga saham ditentukan oleh permintaan atau perdagangan harian
antara penjual dan pembeli. Arus permintaan ditentukan oleh harga, jika
permintaan lebih besar dari penawaran maka permintaan harga akan turun.
Harga saham yang dimaksud adalah harga pasar saham yang diperhatikan
oleh investor. Harga pasar saham mencerminkan nilai suatu perusahaan dan
sebaliknya. Setiap perusahaan yang menerbitkan saham akan memperhatikan
harga pasar sahamnya. Apabila nilainya terlalu rendah, sering diartikan bahwa
kinerja perusahaan tersebut kurang baik. Namun apabila harga saham terlalu
tinggi akan mengakibatkan kurangnya minat investor untuk membeli saham.
Dalam transaksi saham di bursa efek dikenal beberapa benuk harga, seperti
harga pembukaan (pre opening) dan harga penutupan (closing price). Harga pasar
merupakan harga yang pembentukannya berasal dari pertemuan harga jual dan
harga beli. Proses ini akan terus terjadi hingga berakhirnya jam perdagangan.
Dengan demikian akan terjadi banyak harga yang disepakati oleh investor untuk
saham yang sama.
Menurut Jogiyanto (2000:8) :
“Harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang
ditentukan oleh para pelaku pasar dan ditentukan oleh permintaan dan
penawaran saham yang bersangkutan dipasar modal”.
Dapat disimpulkan bahwa harga saham terbentuk dari transaksi yang
terjadi di pasar modal yang ditentukan oleh permintaan dan penawaran yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Jika permintaan lebih besar dari penawaran
maka harga akan naik, tetapi jika penawaran lebih besar dari permintaan maka
harga akan turun.
2.12
Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Rasio Likuiditas, Leverage,
Profitabilitas, Aktivitas terhadap Nilai Perusahaan
2.12.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan
Ukuran (size) perusahaan bisa diukur dengan menggunakan total aktiva,
penjualan, atau modal dari perusahaan tersebut. Salah satu tolok ukur yang
menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah ukuran aktiva dari perusahaan
tersebut. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini
arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik
dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa
perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding
perusahaan dengan total asset yang kecil (Indriani, 2005 dalam Daniati dan
Suhairi, 2006).
Ukuran perusahaan dinyatakan berhubungan positif dan signifikan
terhadap nilai perusahaan oleh Rachmawati dan Hanung (2007). Namun ukuran
perusahaan mempunyai nilai negatif dan signifikan oleh Siallagan dan Mas’ud
(2006).
Dalam penelitian Susetyo (2006) menjelaskan ukuran perusahaan
merupakan cerminan besar kecilnya perusahaan yang nampak dalam nilai total
aktiva perusahaan pada neraca akhir tahun, yang diukur dengan total aktiva pada
perusahaan akan membuat nilai perusahaan ini naik.
Dalam penelitian Soliha dan Taswan (2002) menjelaskan bahwa ukuran
perusahaan akan berpengaruh pada nilai perusahaan. Size yang besar
memudahkan perusahaan dalam masalah pendanaan. Perusahaan pada umumnya
memiliki fleksibilitas dan aksebilitas yang tinggi dalam masalah pendanaan.
Kemudahan ini dapat ditangkap sebagai informasi yang baik. Size yang besar dan
tumbuh bisa merefleksikan tingkat profit dimasa yang akan datang. Ukuran
perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
2.12.2 Pengaruh Rasio Likuiditas terhadap Nilai Perusahaan
Rasio
likuiditas
menggambarkan
kemampuan
perusahaan
dalam
menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini dapat dihitung melalui
sumber informasi tentang modal kerja yaitu pos-pos aktiva lancar atau aktiva
likuid. Likuiditas perusahaan ditentukan oleh besarnya asset lancar yang dimiliki
oleh perusahaan. Asset merupakan sumber yang menunjukkan kemampuan suatu
perusahaan untuk masa yang akan datang. Semakin baik tingkat likuiditas
perusahaan, maka kewajiban jangka pendek perusahaan dapat terpenuhi dengan
baik. Dengan likuiditas yang tinggi maka investor akan tertarik dan akan membuat
harga saham naik (Nurjanti dan Hendrarini :2011).
Dalam penelitian Admin (2007) menjelaskan likuiditas perusahaan yang
seringkali diukur menggunakan rasio lancar (current ratio) menunjukkan
kemampuan perusahaan mendanai operasional perusahaan dan melunasi
kewajiban jangka pendeknya. Dari sudut pandang pemberi pinjaman terdapat
anggapan bahwa semakin tinggi nilai rasio lancar, maka semakin baik posisi
pemberi pinjaman.
Dalam penelitian Ulupui (2007) menjelaskan bahwa rasio likuiditas yang
diukur oleh current ratio memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
return saham satu periode ke depan. Hal ini mengindikasikan bahwa pemodal
akan memperoleh return yang lebih tinggi jika kemampuan perusahaan memenuhi
kewajiban jangka pendeknya semakin tinggi.
Analisis likuiditas merupakan salah satu faktor yang menentukan lancar
atau tidaknya suatu perusahaan untuk memenuhi kewajibannya, perusahaan harus
mempunyai alat-alat untuk membayar (berupa aktiva lancar) yang jumlahnya
harus lebih besar dari seluruh kewajibannya (utang lancar). Semakin besar jumlah
aktiva lancar dibandingkan dengan seluruh kewajibannya yang harus segera
dipenuhi berarti semakin besar pula tingkat likuiditas perusahaan.
2.12.3 Pengaruh Rasio Leverage terhadap Nilai Perusahaan
Rasio leverage menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendek maupun jangka panjangnya. Harga saham suatu
perusahaan tidak akan terlepas dari kinerja keuangan perusahaan. Jika kinerja
perusahaan mengalami peningkatan maka harga saham akan merefleksikan
dengan peningkatan harga saham, begitu juga sebaliknya. Hubungan antara
variabel-variabel tersebut dengan harga saham menurut Setyawan (2006,
dokterbisnis.net) bahwa :
“Rasio
leverage
dapat
memberikan
gambaran
mengenai
kinerja
perusahaan. Kinerja perusahaan yang optimal adalah kombinasi dari utang
dan ekuitas yang memaksimumkan harga saham perusahaan”.
Beberapa penelitian mengatakan bahwa leverage memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan (Suranta dan Pranata,2003).
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Halim (2005) pada 2001 dan 2002
menghasilkan bahwa leverage memiliki hubungan yang negatif dan signifikan
terhadap nilai perusahaan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat leverage dapat memaksimumkan
harga saham dengan mengkombinasikan utang dan ekuitas yang dapat dilihat dari
kinerja perusahaan yang optimal.
2.12.4 Pengaruh Rasio Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam
hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Salah satu
yang menjadi penilaian investor mengenai kinerja perusahaan yaitu kemampuan
menghasilkan laba atau profitabilitas.
Salah satu indikator yang digunakan dalam mengukur profitabilitas
perusahaan adalah ROA yang digunakan untuk mengukur keefektifan manajemen
dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang tersedia. Semakin tinggi return yang
dhasilkan semakin baik. ROA merupakan rasio antara laba sebelum pajak
terhadap total asset. ROA mencerminkan kemampuan perusahaan dalam
memperoleh laba bersih sebelum pajak dari total asset yang digunakan untuk
operasional perusahaan.
Semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa perusahaan semakin efektif
dalam memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak dan
meningkatkan daya tarik perusahaan. Peningkatan daya tarik perusahaan
menjadikan perusahaan tersebut makin diminati oleh investor, karena tingkat
pengembalian akan semakin besar. Hal ini akan meningkatkan harga saham
perusahaan di pasar modal, dengan meningkatnya harga saham mencerminkan
nilai perusahaan yang meningkat.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Santika dan Kusuma (2002)
pengaruh profitabilitas sebagai indikator kinerja perusahaan berpengaruh positif
terhadap perusahaan. Karena dengan meningkatnya kinerja perusahaan akan
meningkatkan ROA dan ROE yang merupakan contoh proksi dari rasio
profitabilitas. Namun penelitian yang dilakukan oleh Suranta dan Pranata
(2003), menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif dan tidak signifikan
terhadap nilai perusahaan.
2.12.5 Pengaruh Rasio Aktivitas terhadap Nilai Perusahaan
Rasio aktivitas menunjukkan bagaimana sumber daya telah digunakan
secara optimal. Efektivitas pemanfaatan aktiva oleh manajemen dapat dianalisis
dalam hubungannya dengan tingkat laba, yang dirumuskan dengan berbagai cara
tentang bagaimana aktiva dipakai untuk mengusahakan dan memperoleh laba.
Rasio aktivitas juga menunjukkan kemampuan dana yang tertanam dalam
keseluruhan aktiva berputar dalam suatu periode tertentu. Perputaran modal kerja
yang rendah menunjukkan adanya kelebihan modal kerja yang mungkin
disebabkan rendahnya turnover persediaan, piutang atau adanya saldo kas yang
terlalu besar. Hal ini mengakibatkan penurunan penjualan sehingga laba tidak
maksimal. Menurut Sidarta (2008, swa.co.id) bahwa :
“Kemampuan perusahaan untuk mengelola aktiva secara tepat akan
memaksilmalkan laba dan pada akhirnya berpengaruh pada penentuan
harga saham”.
Dengan demikian bahwa penggunaan sumber daya secara optimal dan
efektivitasnya pemanfaatan aktiva oleh manajemen dalam hubungannya dengan
tingkat laba dan pengelolaan aktiva secara tepat akan berpengaruh pada penentuan
harga saham.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ihsan (2009) pengaruh Total
AssetsTurnover (TATO) sebagai indikator rasio aktivitas tidak berpengaruh
terhadap harga saham.
Download