Pengukuhan Prof. Nunung: Kontrol Berlebih terhadap New Media

advertisement
Pengukuhan Prof. Nunung: Kontrol Berlebih terhadap New
Media Picu Pelanggaran HAM
Selasa, 02 November 2010 WIB, Oleh: Ika
Ketergantungan kehidupan manusia modern terhadap teknologi komunikasi dan informasi dari
waktu ke waktu kian meningkat. Masyarakat semakin lekat dan nyaris tidak dapat dipisahkan dari
aktivitas sosial yang berbasis pada penerapan infrastruktur telekomunikasi. Tren penggunaan
komputer, internet, dan mobile phone kian menggejala dan menginsepsi kehidupan privat dan
publik. Penggunaan hasil teknologi komunikasi dan informasi berbasis new media telah mengubah
peradaban komunikasi. Hal serupa terjadi dan terpotret pula di Indonesia. “Kehadiran new media
memang menghadirkan sejumlah kemudahan dan menjanjikan hal-hal bersifat positif. Secara positif,
penggunaan new media bermanfaat dalam pemuliaan kehidupan manusia , donasi kesejahteraan,
solidaritas, antikesewenangan, dan anti kekerasan, terekspos dan terespon secara cepat. Harkat dan
martabat manusia kembali terangkat melalui superioritas fungsional new media,” kata Prof.
Nunung Prajarto, M.A., Ph.D. di Balai Senat UGM, Selasa (2/11), saat dikukuhkan sebagai guru
besar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM.
Dalam pidato ilmiah berjudul “New Media, HAM, dan Ilmu Komunikasi: Aras dan Arus
Perhatian”, dikatakan Nunung bahwa meskipun new media menjanjikan hal positif, berbagai
gugatan muncul terhadap kemampuannya dalam peningkatan kehidupan masyarakat. New media
dipandang kurang produktif dalam proses demokratisasi karena cenderung elitis dan tidak disertai
kemudahan bagi publik untuk mengaksesnya. Selain itu, kontrol negara terhadap dinamika
pertumbuhan konten new media masih cukup tinggi, seperti yang terjadi di China dan Malaysia.
Menurut pandangan Nunung, kontrol secara berlebihan terhadap denyut dinamik new media justru
berpotensi memicu munculnya pelanggaran hak asasi manusia oleh aparatur negara itu sendiri.
Kekacauan masalah kontrol new media lebih disebabkan oleh tumpang tindih mandat dan intervensi
wewenang stakeholder. “Langkah yang sesuai terhadap new media memang perlu dilakukan
dengan berbasis pada undang-undang dan sejumlah peraturan. Dalam hal ini, kewaspadaan
preventif dikembalikan kepada kedewasaan penyelenggara serta pengguna new media, sementara
tindakan hukum harus tegas diterapkan jika terjadi pelanggaran dan bukan berangkat dari praduga
atau tekanan kelompok tertentu,” urai pria kelahiran Yogyakarta, 21 Desember 1964 ini.
Lebih lanjut dikatakan Nunung, keberadaan new media terhadap suatu peristiwa sulit untuk benar-
benar menjadi storyteller yang netral. Bias media sangat mungkin menjadikan new media menjadi
pemicu pelanggaran hak asasi saat menyalurkan informasi yang membabi buta, menjadi pereduksi
pelanggaran jika secara arif menjalankan karakter interaktifnya, dan bahkan menjadi pengabai
dengan konsekuensi munculnya pembiaran pelanggaran. Menyadari karakter new media yang
berbeda dengan kepasifan publik media konvensional, menjadikan ruang pelanggaran di new media
menjadi lebih luas. Objektivitas sebagai dasar pertukaran informasi menjadi bahan yang riskan dan
berujung pada pelanggaran hak-hak asasi.
Ditambahkan oleh Ketua Program Studi S-2 Komunikasi Fisipol UGM ini, euforia orang yang
melibatkan diri dalam komunitas virtual dapat mengarahkan terjadinya pelanggaran hak asasi jika
propaganda, brainwashing, dan penciptaan fanatisme dangkal lebih mewarnai komunitas tertentu.
Menyikapi kondisi tersebut, suami Ratna Winingrum ini berpendapat bahwa negara dalam hal ini
perlu menyediakan akses new media secara adil dan jeli dalam mengelaborasi kemampuan new
media untuk perbaikan serta peningkatan kualitas kehidupan masyarakat Indonesia. Selayaknya
kemudian, new media dapat memaksimalkan kehadirannya di Indonesia untuk memperbaiki
penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia, kehidupan demokrasi, serta kesejahteraan umat
manusia. “Keseluruhan hal tersebut sepatutnya menjadi perhatian kita bersama apabila
kehadiran dinamis new media di Indonesia tidak ingin tertaburi tinta hitam pelanggaran hak-hak
asasi manusia dalam menyampaikan pendapat dan berekspresi,” katanya. (Humas UGM/Ika)
Berita Terkait
●
●
●
●
●
Langgar Etika Kedokteran Picu Dokter Melanggar Disiplin dan Hukum
Nunung Raih The Henk Timmerman Award 2007
Pengingkaran Kontrak Psikologis Picu Perilaku Kerja Kontraproduktif
Pharmadays 2017 Bahas Pelanggaran Iklan Obat di Indonesia
Fisipol UGM Gelar Seminar Internasional Dinamika Media dan Politik
Download