1 Pengantar Ekologi Laut Ekologi adalah ilmu tentang bagaimana organisme berinteraksi dengan organisme lain (faktor biotik) dan komponen-komponen abiotik lain (misal: sinar matahari, tanah, air dan udara) di dalam lingkungan sekitarnya. Istilah ekologi berasal dari bahasa Yunani ‘oikos’ (rumah) dan ‘logos’ (ilmu atau aturan penatakelolaan: governing rules). Aturan yang dimaksud disini adalah pola hubungan dan interkoneksi antara organisme dan lingkungan tempat hidupnya. Lingkungan yang dimaksudkan disini adalah seluruh faktor dan kondisi eksternal, biotik maupun abiotik, yang dapat mempengaruhi organisme. Penilaian resiko ekologis (ecological risk assessments) digunakan untuk mengidentifikasi komponen-komponen ekologis yang paling beresiko terkena dampak dari bahan pencemar atau kontaminan pada suatu lokalitas, serta untuk mengkuantifikasi besaran resiko dari bahanbahan pencemar tersebut. Untuk dapat melaksanakan penilaian dampak ekologis, maka hubungan antara seluruh organisme atau antara organisme dengan lingkungan fisiknya mutlak dimengerti. Selain karakteristik fisiologis dari individu-individu organisme, faktor-faktor yang terkait dengan kebiasaan makan (food habits), pola tingkah laku (behavioral patterns) dan kebutuhan terhadap jenis habitat, juga harus dimengerti dengan baik. Faktor-faktor ini mempunyai dampak penting dalam hal pemaparan individu organisme pada bahan pencemar dan resiko yang berasosiasi dengan pemaparan tersebut. Resiko pada levellevel atas pada komponen-komponen ekologis, baik pada tataran komunitas maupun pada tataran ekosistem, akan sangat dipengaruhi oleh dampak bahan pencemar pada individu-individu organisme dalam komponen-komponen tersebut selain memberi dampak spesifik pada lingkungan sekitarnya. Pengantar Ekologi Laut 1 Sebagai pelengkap terhadap pemahaman tentang potensi dampak dari bahan pencemar pada individu-individu spesies, maka seorang penilai resiko ekologis (ecological risk assessor) harus mengenal hubungan-hubungan ekologis yang terdapat pada lokasi atau ekoregion tertentu. Hal ini karena setiap spesies pada suatu lokasi tertentu dalam beberapa hal memiliki ketergantungan baik pada spesies lainnya maupun pada komponen-komponen abiotik dari suatu lingkungan, demikian juga dengan dampak tak langsung dari suatu bahan pencemar. Walaupun suatu bahan pencemar tidak secara langsung bersifat toksik pada suatu spesies, namun dengan dampaknya pada komponen makanan spesies tersebut, maka ekologi dari lokasi tersebut dapat saja menerima resiko. Demikian juga dengan dampak bahan pencemar terhadap proses-proses seperti dekomposisi atau ketersediaan nutrien dapat secara drastis merubah hubungan komponen-komponen ekologis yang terdapat pada lokalitas tersebut. 1.1. Level Organisasi Dalam Ekologi Fokus dalam penilaian resiko ekologis umumnya ditekankan dalam 4 (empat) tingkatan/level organisasi yang terkait erat dengan kompleksitas komponen penyusun suatu lingkungan. Tingkatan organisasi disusun mulai dari yang paling sederhana hingga yang paling kompleks, yaitu: individu organisme, populasi organisme, komunitas dan ekosistem. Setiap tingkatan dalam organisasi ekologis memiliki karakteristik dalam mengukur dampak yang dialami, mulai dari fungsi, struktur dan perubahan-perubahan yang terkait dengannya. Oleh karena itu, pendugaan resiko ekologis ditujukan untuk mengestimasi resiko yang dapat ditimbulkan oleh tekanan-tekanan eksternal (misalnya: bahan pencemar kimia) terhadap karakteristik ekologis seperti tersebut di atas. 1.1.1. Spesies Spesies organisme yang berbeda memiliki kebutuhan spesifik/unik terhadap kondisi-kondisi suhu, salinitas, makanan dan tekstur sedimen. Secara kolektif, sekelompok individu dari suatu organisme yang memiliki 2 Pengantar Ekologi Laut potensi inter-breeding dalam kondisi alamiah dikenal sebagai spesies, yang secara umum memiliki pola reproduksi berbeda dengan spesies lainnya. Walaupun dikenal bahwa dalam satu spesies yang sama, dapat saja memiliki perbedaan dalam hal fisik/keragaan dan tingkah laku. Jenis organisme yang berbeda dapat memiliki perbedaan menyeluruh dalam hal karakteristik ekologisnya dan skala dampak yang dapat disebabkan oleh suatu jenis bahan pencemar Misalnya: potensi dampak pemaparan PCBs dalam sedimen terhadap predator tingkat tinggi sangat dipengaruhi oleh tingkah laku makan dari individu-individu spesies. Demikian juga dengan beberapa jenis invertebrata yang menimbun diri (misal: kerang darah) dalam sedimen akan memiliki modus pemaparan dan resiko yang berbeda. 1.1.2. Populasi Sekelompok individu dari spesies yang sama yang mendiami suatu area dalam suatu interval waktu tertentu, dikenal sebagai suatu populasi. Suatu populasi tidak harus mencakup seluruh individu anggota dari suatu spesies tertentu, dan suatu spesies dapat menyusun populasi yang berbeda-beda (multiple populations). Misalnya: spesies ikan tongkol (Auxis thazard, Lac.) dapat mendiami area-area yang berbeda di lautan. Kerumunan ikan (schooling) ini menyebar dengan sedikit atau tanpa pertukaran individu diantara populasi-populasi mereka. Oleh karena itu, ukuran dan cakupan populasi seringkali digambarkan dengan kepadatan atau densitas (jumlah individu per unit area). Sedangkan struktur populasi adalah jumlah relatif individu dalam suatu kelas umur tertentu yang biasanya ditentukan dengan kriteria stadia dalam siklus hidup suatu organisme, misalnya: telur, larva, juwana dan dewasa. Struktur juga dapat ditelaah melalui kategori deskriptif lainnya (misal: betina atau jantan). Ukuran, cakupan dan struktur dari suatu populasi sangat dipengaruhi oleh laju kelahiran dan kematian (mortality and birth rates), perubahan dalam kondisi lingkungan, kompetisi dengan spesies lain, serta pergerakan individu-individu, baik memasuki ataupun keluar dari area Pengantar Ekologi Laut 3 tertentu. Kesemuanya, dapat dipengaruhi oleh kondisi terpapar terhadap bahan pencemar atau tekanan-tekanan lingkungan lainnya. Ukuran populasi merupakan jumlah individu dari suatu spesies. Ukuran maksimum populasi dapat dicapai dalam suatu area dan kurun waktu tertentu, terkait erat dengan terbatasnya jumlah bahan makanan, tempat berlindung, ruang dan sumberdaya lainnya. Ukuran maksimum populasi yang dapat ditopang dalam suatu area tertentu disebut daya dukung (carrying capacity). Daya dukung dapat berubah atau bervariasi secara musiman, bulanan atau bahkan harian tergantung pada perubahan dalam kondisi lingkungan (Odum, 1971). 1.1.3. Komunitas Beberapa populasi dari spesies berbeda yang menghuni area yang sama dan mewakili beragam interaksi dan saling ketergantungan, disebut komunitas. Interaksi antara populasi-populasi dan elemen-elemen abiotik dari suatu lingkungan menjadi penentu dalam distribusi geografis dan struktur komunitas (misal: jumlah, jenis, keanekaragaman spesies yang hadir). Walaupun spesies dalam komunitas, sampai tahap tertentu, dapat digantikan oleh spesies lainnya dalam suatu area dan waktu tertentu, peran yang dimainkan dalam komunitas relatif tidak berubah, dimana spesies-spesies tersebut memodifikasi aspek-aspek fisik dari suatu area, suplai bahan makanan ke organisme lainnya, mati dan mengalami atau melakukan proses dekomposisi. Komunitas dapat berubah dalam suatu periode yang panjang dalam suatu proses yang dikenal sebagai suksesi ekologis. Selama proses suksesi beberapa spesies dapat tergantikan oleh spesies-spesies lain sejalan berlalunya waktu dimana kondisi baru di lingkungan berkembang. Misalnya, saat hamparan terumbu karang mati secara bertahap digantikan oleh hamparan makro algae yang sekaligus menjadi tempat berkumpulnya bulu babi. 4 Pengantar Ekologi Laut 1.1.4. Ekosistem Komunitas bersama-sama dengan elemen-elemen abiotik pada suatu area tertentu berfungsi sebagai unit yang disebut ekosistem (Gambar 1). Ekosistem umumnya merupakan level organisasi ekologis tertinggi yang sangat menarik minat para ahli ekologi dan assessor resiko lingkungan. Patut dicatat, aktifitas pendugaan resiko ekologis dari suatu bahan pencemar pada tingkat ekosistem memiliki tingkat kesulitan tertinggi, baik dalam hal evaluasi maupun biaya pelaksanaannya. Oleh karena itu, upaya yang paling sering dilakukan adalah menggunakan populasi dan komunitas sebagai basis evaluasinya. Ahli ekologi umumnya mengklasifikasikan ekosistem dalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu: ekosistem perairan (aquatic) dan ekosistem daratan (terresterial). Ekosistem perairan meliputi air tawar (danau, sungai, kolam, rawa) dan ekosistem laut (estuarin, zona pasang surut, terumbu karang, samudera, lereng laut dan palung). Pemahaman terhadap komponen-komponen biotik dan abiotik dari suatu ekosistem serta proses-proses yang terjadi dalam suatu ekosistem merupakan dasar dalam penentuan jenis pemaparan yang dapat berlangsung pada suatu area yang tercemar. Pengantar Ekologi Laut 5 Level Ekosistem : • Sistem Biomas • Sistem Produktifitas • Aliran Enerji • Aliran dan siklus nutrien • Stabilitas/Resilience II • • • • • Level Individu : Pertumbuhan Reproduksi Mortalitas Tingkah laku Pergerakan PP • • • • • • Level Populasi : Kompetisi inter spesies Struktur Umur Struktur populasi Pertumbuhan populasi Siklus populasi Sebaran spasial CC Level Komunitas: • • • • • • Kompetisi antar spesies Keanekaragaman Struktur spasial Zonasi Invasi/kepunahan Mutualisme Gambar-1. Konsep Diagramatik Kompleksitas Pola dan Aktifitas Pada Berbagai Level Ekologis (Sherman, 1994). 6 Pengantar Ekologi Laut Jenis ekosistem bervariasi sesuai kondisi iklim, topografi, geologi, kimiawi serta faktor-faktor abiotik lainnya. Ekosistem juga memiliki variasi dalam ukuran dan cakupannya. Perbatasan antara suatu ekosistem dengan lainnya seringkali tidak jelas, sedang ekosistem yang bergabung umumnya ditandai dengan jenis-jenis hewan dan tumbuhan yang mereka miliki secara bersama-sama. Area-area transisi antara ekosistem daratan dan perairan umumnya berupa estuarin yang di daerah tropis umumnya dicirikan oleh rawa gambut dan hutan bakau. 1.2. Habitat dan Relung (Niche) Pemahaman terhadap habitat spesies merupakan hal utama dalam menentukan penyebaran spasial spesies dalam suatu ekosistem. Habitat adalah tempat atau jenis tempat dimana organisme umumnya terdapat. Habitat menyediakan faktor-faktor yang diperlukan untuk kelangsungan hidup individu organisme dan populasinya, misalnya: perlindungan dari pemangsa (predator) dan iklim yang ekstrim, lokasi sarang untuk melahirkan dan peneluran, lokasi untuk mencari makanan, bahkan lokasi untuk melakukan hibernasi. Dari perspektif resiko ekologis, habitat yang penting boleh jadi adalah habitat yang terkontaminasi oleh bahan kimia, sehingga luasan dan cakupannya menjadi terbatas atau suatu habitat yang penggunaannya bergantung pada musim (misal: kawasan perairan Antarctic yang menjadi tempat berkumpulnya mamalia paus pada awal musim semi disaat udang kecil/kreel sebagai bahan makanannya terdapat dalam keadaan berlimpah). Di darat, habitat bagi tumbuhan seringkali ditentukan menurut topografi dan jenis tanah. Sedang distribusi hewan di darat sebagian besar ditentukan struktur keragaman dan persebaran vegetasi yang dibutuhkan oleh seluruh aspek untuk kelangsungan hidup dari suatu spesies. Fragmentasi habitat dapat menyebabkan reduksi dalam jumlah jenis habitat dalam suatu area tertentu, yang pada level lebih kecil tidak akan mampu menopang keberlanjutan hidup suatu populasi. Tingkat fragmentasi habitat juga mempengaruhi pergerakan hewan di alam. Pengantar Ekologi Laut 7 Konsep relung (niche) dalam ekologi sangat membantu dalam menjelaskan bagaimana spesies dapat berada secara bersamaan (co-exist) dalam suatu komunitas biotik. Niche ekologis merupakan perpaduan tertentu antara faktor-faktor biotik dan abiotik yang dibutuhkan oleh spesies untuk hidup dalam suatu area atau lokasi. Niche kerap diartikan sebagai peran/profesi yang dimainkan oleh organisme dalam suatu ekosistem. Faktor abiotik (suhu, pH, sedimen, salinitas) dan faktor biotik (termasuk bahan makanan organisme) seluruhnya berpadu membentuk jenis habitat dimana kedua faktor tersebut saling berasosiasi untuk memenuhi segenap kebutuhan bagi spesies organisme untuk hidup dan berkembang biak. Sehingga oleh para ahli ekologi istilah niche banyak digunakan untuk menggambarkan sebuah habitat dimana seluruh kebutuhan makanan, kebutuhan untuk bereproduksi serta kebutuhan terhadap faktor-faktor kimia-fisika yang mempengaruhi kelangsungan hidup spesies, terpenuhi. 1.3. Aliran Enerji dan Nutrien Dalam Ekosistem Pemahaman terhadap pergerakan enerji dan bahan-bahan makanan pada suatu ekosistem sangat penting dalam suatu pendugaan resiko ekologis. Hal ini terutama karena pemahaman ini membentuk landasan bagi pemahaman tentang bagaimana ekosistem menyeimbangkan diri, bagaimana bahan pencemar bergerak dalam ekosistem, dan bagaimana ekosistem terkena dampak berbagai hasil aktifitas manusia atau bahanbahan pencemar. Dalam konteks aliran enerji di dalam suatu ekosistem (Gambar 2), organisme dapat merupakan produser atau konsumer. Sebagai produser, organisme mengkonversi enerji dari lingkungan menjadi enerji kimia yang disimpan dalam ikatan karbon (C), misalnya: glukosa. Kebanyakan produser adalah tumbuhan yang memiliki klorofil (termasuk algae dan cyanobacteria, yang mengkonversi CO2 dan air (H2O) menjadi glukosa atau gula lainnya, menggunakan enerji sinar matahari, melalui proses yang dikenal sebagai fotosintesis. Sebaliknya, Konsumer melalui proses 8 Pengantar Ekologi Laut metabolisme yang dikenal sebagai proses respirasi memperoleh enerji dari pemutusan ikatan-ikatan karbon (C) yang kemudian dikombinasikan dengan oksigen (O2). Proses penggabungan ini yang menghasilkan enerji, yang akan digunakan oleh organisme untuk aktifitas tubuhnya atau dilepaskan kembali dalam bentuk panas (excess heat). Enerji dalam ekosistem mengalir dalam bentuk ikatan kimia karbon-karbon (C – C) yang bergerak diantara level trofik. Seluruh enerji berawal dari sinar matahari, lalu dilepaskan atau hilang dalam bentuk panas. Enerji tidak didaur ulang. Pengantar Ekologi Laut 9 Enerji Panas Produser Matahari Energi Nutrien Anorganik Enerji Panas Konsumer Dekomposer Nutrien Enerji Panas Gambar-2. Transfer Enerji dan Nutrien dalam Ekosistem. 10 Pengantar Ekologi Laut Adapun aliran nutrien anorganik (tidak memiliki rantai C – C) dalam ekosistem berawal dari pool nutrien anorganik yang kemudi masuk ke dalam organisme produser baik melalui sedimen dan air di sekitar organisme. Nutrien anorganik ini kemudian diteruskan dari satu organisme ke organisme lain yang mengkonsumsinya dalam jejaring rantai makanan (food web). Pada akhirnya seluruh organisme akan mati dan menjadi detritus, sebagai sumber bahan makanan bagi dekomposer. Pada tahap ini, enerji terakhir diekstraksi (dan hilang sebagai panas) dan nutrien anorganik akan dilepas ke dalam sedimen atau air untuk digunakan kembali. Nutrien anorganik didaur ulang. 1.4. Level Trofik dan Jejaring Makanan Sejarah hidup komponen biotik dan pola aliran enerji dan bahan ke dalam suatu ekosistem berfungsi sebagai sumber informasi yang penting dalam menganalisis kemungkinan dan cakupan pemaparan (exposure) suatu bahan pencemar pada suatu ekosistem. Hal yang senantiasa dijadikan dasar dalam mengevaluasi pergerakan bahan-bahan pencemar potensial ke dalam suatu ekosistem adalah informasi atau pemahaman tentang level trofik dan jejaring makanan pada ekosistem tersebut, dan evaluasi dampak umumnya dilakukan pada beberapa level trofik (Gambar 3). Istilah level dalam trofik digunakan untuk menggambarkan posisi organisme dalam suatu rantai makanan. Organisme berklorofil lainnya diposisikan pada bagian dasar dari rantai makanan (food chain) dan dikenal sebagai produser. Organisme yang memakan organisme lainnya disebut konsumer. Umumnya dikenal 4 (empat) jenis konsumer berdasarkan apa yang dimakannya. Organisme yang memakan tumbuhan disebut herbivora (konsumer primer). Organisme yang memakan hewan disebut karnivora. Level trofik bagi karnivora ditentukan oleh level trofik hewan yang dimakannya. Hewan yang memakan konsumer primer disebut konsumer sekunder, demikian seterusnya yang memakan konsumer sekunder disebut konsumer tertier. Omnivora (seperti Manusia) yang memakan hewan dan tumbuhan. Pengantar Ekologi Laut 11 Arah Bioakumulasi Gambar-3. Gambar Level Trofik dalam Sistem Perairan sebagai Pola Bioakumulasi Bahan Pencemar Pencemar. Banyak hewan yang tidak membedakan antara herbivora dan karnivora sebagai bahan makanannya. Oleh karena itu, untuk kepentingan visualisasi dan pelacakan hubungan makan dan memakan diantara beragam organisme, maka para ahli ekologi menggunakan rantai makanan dan jejaring makanan. 12 Pengantar Ekologi Laut Rantai makanan menggambarkan transfer bahan dan enerji dari satu organisme ke organisme lainnya seperti satu individu memakan individu lainnya atau mati dan terdekomposisi. Rantai makanan umumnya disusun berdasarkan level trofik yang diketahui. Namun di alam, rantai makanan di dalam suatu ekosistem lebih kompleks daripada yang sering digambarkan dalam bentuk diagram alir (flow chart) rantai makanan yang sederhana. Jejaring makanan dianggap lebih mewakili pola hubungan makanmemakan (feeding group) dalam suatu ekosistem (Gambar 4). Kelompok spesies yang memiliki modus makan yang sama disebut ‘guilds’ (misal: kelompok jenis-jenis ikan pemakan ikan). Mereka umumnya berada pada level trofik yang sama. Identifikasi jejaring makanan dan guilds sangat penting dalam merencanakan suatu analisis pendugaan resiko ekologis, sebab bisa jadi terdapat sejumlah spesies yang dapat digunakan dalam mengevaluasi pergerakan dan dampak yang timbulkan oleh suatu bahan pencemar pada level trofik tertentu. Seleksi terhadap spesies yang akan dievaluasi dalam pendugaan resiko ekologis akan sangat bergantung pada ketersediaan informasi, seberapa besar tingkat keterwakilan guilds atau level trofik pada spesies, sensitifitas terhadap bahan pencemar serta tingkat kesulitan sampling di lapangan. Aspek penting dari proses transfer enerji dan bahan organik dari satu level trofik ke level berikutnya adalah seberapa besar enerji yang hilang pada setiap proses transfer. Kehilangan enerji umumnya disebabkan oleh ketidakmampuan konsumer untuk dapat secara penuh mengasimilasi bahan makanan yang dimakannya, serta ekses enerji yang dikeluarkan dalam bentuk panas dalam proses perombakan kimiawi dari bahan makanan setelah proses ingesti. Sebagai konsekuensinya, hanya sekitar 10% enerji terasimilasi dari satu level trofik ke level trofik di atasnya. Hal ini direpresentasikan dengan jumlah biomassa yang semakin mengecil pada level trofik berikutnya. Hal ini menjadi penjelasan mengapa jumlah pemangsa/predator lebih kecil dari jumlah mangsa/prey dalam suatu Pengantar Ekologi Laut 13 sistem ekologis (lihat piramida biomassa pada Gambar 5). Dari perspektif pendugaan resiko ekologis, hal ini berarti bahwa konsumer akan lebih sering terpapar pada konsentrasi tinggi dari suatu bahan pencemar yang terakumulasi dalam jaringan tubuhnya, dibandingkan dengan organisme yang berada pada level trofik lebih rendah. 14 Pengantar Ekologi Laut Top Predator Konsumer Tertier Konsumer Sekunder Konsumer Primer Produser Primer Gambar-4. Jejaring Makanan dalam Sistem Perairan. 15 Pengantar Ekologi Laut Konsumer Tertier Konsumer Sekunder Konsumer Primer Produser Primer Gambar-5.. Piramida Biomassa Menurut Level Trofik. 1.5. Siklus Biogeokimia Siklus nutrien anorganik tidak hanya melalui organisme, mereka juga memasuki atmosfir, lautan, tanah bahkan bebatuan karang dan cadas. Karena siklus bahan kimia nutrien melalui sistem biologis dan geologis, maka siklus keseluruhannya dikenal dengan nama siklus biogeokimia. Siklus biogeokimia sangat penting bagi keberlanjutan fungs fungsi ekosistem. Nutrien dibutuhkan untuk pertumbuhan normal tetumbuhan dan hewan yang terus dipergunakan hingga mereka bergerak dan berpindah melalui beberapa level trofik dan lingkungan fisik. Disaat bahan pencemar di lingkungan mengintervensi asupan nutrien pada tumbuhan dan kesehatan tumbuhan secara keseluruhan, maka siklus nutrien dalam ekosistem niscaya terganggu. Beberapa contoh dari siklus biogeokimia meliputi siklus hidrologi, siklus karbon (C) dan siklus nitrogen (N).. Pada siklus hidrologi (air), 16 Pengantar Ekologi Laut berawal dari radiasi matahari yang menyebabkan terjadinya penguapan air (evaporasi) dari lautan, sumber-sumber air tawar/permukaan dan tanah yang diikuti dengan formasi awan. Presipitasi air di atas lautan mewakili sebagian kecil dari siklus hidrologi. Sirkulasi atmosfir kemudian menghilangkan awan di atas daratan yang menyebabkan kompleksitas sintasan dalam siklus air. CO2 dalam Atmosfir Biodegradasi Proses kimiawi dan pelarutan Karbon anorganik terlarut (umumnya HCO3-) Fotosintesis Karbon organik terikat (CH2O) dan Karbon asing Produksi karbon asing/ xenobiotics dari industri minyak Presipitasi bahan kimia dan inkorporasi mineral karbon ke dalam dinding sel mikroba Dissolusi dengan CO2 terlarut Proses Biogeokimia Hidrokarbon organik terikat (CxH2x) dan kerogen Karbon anorganik tidak larut (CaCO3 dan CaCO3.MgCO3) Gambar-6. Siklus Karbon (C). Gambar-6 di atas adalah bentuk simplifikasi dari siklus karbon. Pendaur-ulangan karbon diantara elemen-elemen biotik dan abiotik dari suatu ekosistem yang terhubung dengan aliran enerji pada proses Pengantar Ekologi Laut 17 fotosintesis dan respirasi. Karbon adalah kerangka dasar pembentuk karbohidrat, lemak, protein, DNA, RNA dan senyawa organik lainnya yang dibutuhkan dalam seluruh bentuk kehidupan. Tumbuhan darat sebagian besar memperoleh C dari gas CO2 yang mereka absorpsi dari atmosfir, melalui pori-pori pada daunnya. Sedang fitoplankton dan tumbuhan air memperoleh C dari CO2 yang terlarut dalam air. Tetumbuhan melakukan fotosintesis dengan menggabungkan C dalam CO2 hingga menjadi kompleks senyawa organik seperti glukosa. Respirasi seluler pada hewan, bakteri, jamur dan organisme lainnya mengkonversi C dari kompleks senyawa organik kembali menjadi CO2 untuk digunakan kembali oleh tetumbuhan. Begitu seterusnya hingga terjadi kesinambungan pendaurulangan unsur C di alam semesta. Aspek lain dari siklus C melibatkan unsur karbon yang untuk kurun waktu lama terikat dalam bahan bakar fosil, atau sebagai CaCO3 di dalam sedimen dan sebagai CO2 dalam air yang terdapat di perut bumi. Pembakaran bahan bakar mengandung C, kayu dan ledakan gunung berapi adalah penyumbang utama CO2 dalam atmosfir. Adapun siklus nitrogen melibatkan konversi gas-gas nitrogen (N) di dalam atmosfir melalui proses yang diketahui sebagai nitrifikasi, serta konversi dari senyawa nitrogen yang digunakan di dalam tanah kembali menjadi gas-gas nitrogen dan dilepas kembali ke atmosfir melalui proses denitrifikasi (Gambar 7). Nitrogen penting untuk perkembangan tumbuhan dan merupakan elemen kunci dalam pembentukan asam amino, komponen dasar penyusun protein. Mikroorganisme tanah dan beberapa jenis alga biru-hijau adalah kelompok organisme dengan kemampuan untuk mengikat atau mengubah nitrogen dari atmosfir menjadi bentuk yang siap untuk digunakan oleh tetumbuhan. Genus Rhizobium mampu menginfeksi akar tumbuhan kacang-kacangan yang kemudian bersimbiosis dalam akar untuk mengikat nitrogen. 18 Pengantar Ekologi Laut N2 dalam Atmosfir Fiksasi Nitrogen oleh Mikroba Sintesis Nitrat kimiawi dan atmosferik Denitrifikasi Nitrogen dalam bahan Organik (NH3 dlm protein) Denitrifikasi Fiksasi Nitrogen secara kimiawi Peluruhan Mikroba N2O NO3NH3 Nitrobacter NO2Gambar-7. Siklus Nitrogen (N). 19 Pengantar Ekologi Laut Nitrosomonas 1.6. Spesies Kunci/Indikator (keystone species) Pengukuran derajat kesehatan ekosistem seringkali menggunakan keberadaan, ketidak-hadiran atau kelimpahan dari spesies indikator pada jenis-jenis habitat tertentu. Spesies indikator adalah spesies yang memiliki kisaran (range) penyebaran dan toleransi terhadap faktor-faktor ekologis yang kecil atau sempit, sehingga kehadiran atau ketidak-hadiran spesies ini merupakan indikator yang baik bagi kondisi lingkungan. Kehadiran spesies ini menunjukkan bahwa seluruh komponen dasar ekosistem yang menunjang kehidupan spesies berada dalam kondisi yang baik dan berkecukupan. Beberapa spesies diketahui memiliki peranan besar yang tidak proporsional terhadap struktur komunitas dalam suatu ekosistem. Spesies seperti ini dikenal sebagai spesies kunci. Penghilangan, penambahan atau perubahan dalam spesies kunci lokal dapat menimbulkan dampak signifikan dalam proses-proses berfungsinya sebuah ekosistem, hubungan predator-mangsa dan stabilitas ekosistem jangka panjang. Peranan spesies kunci tidak secara jelas difahami, sampai dimana ketidak-hadiran spesies kunci terjadi. Contoh klasik spesies kunci adalah berang laut (Enhydra lutris) yang memangsa babi laut dalam jumlah yang besar. Saat populasi berang laut berkurang akibat perangkap nelayan, populasi bulu babi meningkat secara dramatis yang pada gilirannya menghabiskan alga dan lamun yang secara langsung menurunkan populasi ikan laut yang menggantungkan hidupnya pada alga dan lamun tersebut. 1.7. Tekanan Lingkungan Penyebab stress dalam lingkungan (ecological stressors) adalah setiap aksi atau bahan yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam suatu sistem ekologis. Tekanan atau stressor lingkungan dapat menjadi signifikan secara ekologis pada saat sifat-sifat dan fungsi dari populasi, komunitas atau ekosistem berubah. Misalnya, stressor dapat mempengaruhi ukuran populasi melalui penurunan sukses dalam perkawinan organisme, berkurangnya produksi telur, menurunnya 20 Pengantar Ekologi Laut tingkat kelangsungan hidup anakan (offspring), atau dengan jalan menurunkan tingkat kelangsungan hidup individu dewasa yang matang gonad. Stressor dapat memberikan dampak pada ukuran populasi melalui perubahan daya tahan terhadap serangan penyakit dan parasit atau dengan cara mengacaukan jalur pergerakan organisme memasuki atau meninggalkan suatu area akibat keberadaan bahan pencemar. Stressor dalam lingkungan dapat berupa tekanan-tekanan akibat faktor kimiawi, fisis ataupun biologis. 1.7.1. Tekanan Fisik Tekanan fisik adalah aksi yang secara langsung dapat menghilangkan atau merubah habitat. Contoh: pengerukan pelabuhan/terusan, penimbunan pantai (reklamasi). Ekosistem bersifat dinamis dan sampai tahap tertentu memiliki daya pulih diri (resilience) dari gangguangangguan alami yang merupakan bagian dari berfungsinya suatu ekosistem secara normal. Akan tetapi, apabila tekanan fisis sangat besar, maka waktu yang dibutuhkan oleh suatu ekosistem untuk pulih kembali banyak ditentukan oleh jenis ekosistem yang terkena gangguan. Pada ekosistem perairan, erosi yang ditimbulkan oleh pembangunan jalan atau oleh aktifitas pertanian dapat menimbulkan siltasi (penumpukan sedimen) dalam sistem perairan yang menerima run-off. Siltasi dapat menyebabkan perubahan pada fitur-fitur habitat seperti kedalaman air, pemunculan akar pepohonan, atau kehilangan area merumput (grazing) di bagian dasar perairan bagi larva-larva dari jenis ikan tertentu. Badan perairan yang menerima run-off dengan kadar lempung yang tinggi akan meningkatkan kekeruhan air dalam waktu yang cukup lama, khususnya pada musim hujan, yang akan mengurangi intensitas cahaya dan mengganggu aktifitas fotosintesis tumbuhan air serta mengurangi kemampuan ikan untuk mencari makan karena penglihatan terhalang oleh partikel-partikel sedimen di dalam air. Aktifitas seperti pembangunan jalan, penebangan hutan/logging, pembangunan kanal/terusan atau pengembangan kawasan pertanian/ perkebunan dapat mengakibatkan habitat yang tadinya utuh menjadi Pengantar Ekologi Laut 21 terpotong-potong atau terputus-putus. Hal ini menyebabkan fragmentasi habitat yang dapat menyebabkan keberlangsungan hidup spesies-spesies tertentu terganggu akibat menyempitnya luasan habitat. Hal ini lebih jauh dapat mengakibatkan punahnya spesies tertentu yang pada gilirannya akan tergantikan oleh spesies lain, yang bisa jadi, baik secara ekonomis maupun ekonomis tidak penting. Dalam beberapa kejadian, kerusakan habitat akibat tekanan fisis dapat menimbulkan konsekuensi atau resiko ekologis yang jauh lebih berat dibandingkan dengan kehadiran bahan pencemar secara terus menerus. 1.7.2. Tekanan Biologis Tekanan biologis adalah seluruh jenis makhluk hidup, termasuk mikroorganisme, baik yang secara sengaja ataupun kebetulan memasuki suatu area/ekosistem yang bukan habitat alaminya, yang menimbulkan dampak buruk pada organisme yang telah ada sebelumnya (existing species). Tekanan biologis berupa organisme yang terintroduksi tersebut dapat beradaptasi dengan cepat, bereproduksi, berkembang dan menyebar yang pada gilirannya bersaing dengan organisme asli dalam hal ruang, makanan, perkembangbiakan tempat yang bersarang, sangat cepat dsbnya. dari Pertumbuhan hewan-hewan dan yang diintroduksi, dengan absennya predator, dapat menyebabkan hilangnya habitat bagi hewan asli yang menghuni suatu ekosistem, bahkan terkadang sampai pada tataran merubah elemen-elemen fisik dari habitat tersebut. 1.7.3. Tekanan Kimiawi Tekanan kimiawi meliputi limbah berbahaya, bahan-bahan kimia industri, pestisida dan pupuk. Dampak dari tekanan kimiawi dapat dikategorikan menurut lokasi atau sasaran keberadaannya, seperti: organisme (kematian, perubahan tingkah laku, terganggunya proses fisiologis), populasi (perubahan tingkat kelahiran atau kematian, kepunahan lokal, peningkatan penyebaran), komunitas dan bahkan 22 Pengantar Ekologi Laut hingga ekosistem (perubahan dalam struktur dan fungsi komponen komunitas, kerusakan habitat). Dampak pemaparan bahan pencemar kimia pada individu organisme bervariasi mulai dari kematian yang cepat, efek sub-lethal hingga efek tidak terobservasi. Dampak atau efek dikatakan signifikan secara ekologis manakala stressor kimiawi mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup, produktifitas atau fungsi dari sejumlah individu dalam populasi hingga ukuran populasi menurun, struktur populasi berubah dan fungsi populasi menjadi tidak seimbang atau terganggu. Demikian juga dengan gangguan pada beberapa proses spesifik ekologis seperti fotosintensis, dekomposisi hingga pada siklus nutrien. Struktur populasi dapat berubah jika stressor memberikan dampak differensial pada beberapa sub-kelompok dalam populasi (contoh: dampak pada betina lebih berat dibanding pada jantan, individu muda lebih berat terkena dampak dibanding individu dewasa atau penurunan tingkat kelulusan hidup larva). Adapun dampak pada tingkatan komunitas atau ekosistem terjadi sebagai akibat dari ketidak-mampuan populasi untuk saling berinteraksi. Dampak seperti ini dapat direfleksikan sebagai perubahan dalam keragaman spesies, jumlah level dalam sistem trofik, atau dapat dalam bentuk penurunan dalam beberapa fungsi seperti produksi biomas atau gangguan dalam siklus biogeokimia. 1.8. Bagian dan Sistem Lautan Sebagai pelengkap dari pengantar ekologi ini, pengenalan terhadap bagian-bagian dari sistem laut yang besar diberikan. Pengenalan terhadap wilayah estuarin, pesisir dan laut, serta daerah ekosistem laut besar (LME), dijelaskan secara singkat berkiut ini. 1.8.1. Estuarin (Estuary) Estuarin adalah suatu badan perairan semi tertutup, dimana air asin dari lautan terbuka bercampur dengan air tawar yang mengalir dari Pengantar Ekologi Laut 23 daratan. Batas estuarin melebar hingga batas dasar aliran sungai di wilayah pesisir, sedang ke arah daratan hingga batas intrusi air laut dan garis pantai. Interaksi dinamis antara badan-badan air ini menghasilkan suatu sistem yang kompleks yang mampu menahan elemen-elemen, baik dari sistem air tawar maupun air asin. Estuarin secara umum digambarkan menurut ciri-ciri fisik dan salinitasnya. Seluruh proses ekologis, seperti: siklus bahan organik, siklus enerji dan nutrient, kompetisi antar spesies, predasi dan rekruitmen, memberi dampak pada pola dan struktur ekosistem di wilayah estuarin. Ekosistem beserta prosesnya di wilayah estuarin bersifat multi dimensi, dan secara umum dapat dibagi menjadi proses-proses fisik (geomorfologi, hidrologi, sedimentologi dan proses fisika-kimia perairan), biogeokimia (pergerakan keluar dan masuk elemen dan senyawa kimia, baik antara fasa air tawar dan air asin, maupun antar komponen fisik dan organisme) dan ekologis (distribusi, pertumbuhan, fekunditas, rekrutmen, invasi dan mortalitas) (Nybakken, 1987; Ryan et al., 2003.) Estuarin memiliki kisaran habitat yang sangat beragam dan ekosistemnya sangat bervariasi tergantung ruang dan waktu. Habitat estuarin meliputi mangrove, rawa gambut, padang lamun dan alga, hamparan lumpur di daerah pasang, pantai berpasir, badan air estuarin serta daerah tanpa vegetasi bersedimen halus. Aliran air tawar ke dalam estuarin mempengaruhi sifat-sifat sedimen, menyebabkan banjir yang mencuci akumulasi sedimen, mengangkut nutrien dan bahan-bahan organik (dan bahan pencemar) ke dalam estuarin, menyebabkan terjadinya gradasi salinitas hingga meningkatnya keragaman habitat dan spesies, membuka mulut estuarin hingga memungkinkan terjadinya pertukaran larva dan migrasi ikan dan spesies-spesies diadromus lainnya, serta mencuci sedimen yang melekat pada tetumbuhan (mangrove). Estuarin menerima sedimen dari 3 sumber utama: laut, aliran air sungai dan dari estuarin itu sendiri. Partikel terlarut berperan penting dalam proses-proses di dalam estuarin, seperti: 24 Pengantar Ekologi Laut siklus nutrien, distribusi dan stabilitas habitat, serta distribusi dan komposisi fauna (Cooper et al., 1999; Nedwell et al., 1999). Pengantar Ekologi Laut 25 Gambar-7.. Morfologi dan Proses dalam Estuarin (Barton, 2003). 26 Pengantar Ekologi Laut Di wilayah estuarin, siklus nitrogen terutama dijumpai dalam bentuk amonifikasi (mineralisasi dan denitrifikasi) dan nitrifikasi, dan keduanya terjadi secara terus menerus yang lajunya bergantung pada faktor-faktor abiotik (suhu, salinitas, pH dan DO) dan faktor mikrobiologis. Bakteri mencapai kelimpahan tinggi di estuarin karena tingkat produksi primer yang tinggi dan besarnya jumlah bahan organik yang terakumulasi dalam sistem estuarin. Puncak kelimpahan bakteri terjadi pada sedimen dasar, dengan hitungan tertinggi pada hamparan lumpur dan sedimen di sekitar mangrove yang kandungan konsentrasi bahan organiknya tinggi (Kennish, 2002). Estuarin merupakan daerah yang menarik minat sebagai area pemukiman dan pembangunan yang terkait dengan pengembangan infrastruktur. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas air dan sedimen, rusaknya habitat jelas akan turut mempengaruhi keanekaragaman dan kekayaan ekosistem penting di wilayah estuarin. Wilayah estuarin diketahui memainkan peran kunci dalam suplai dan penghilangan logam berat melalui proses-proses biogeokimia dan sedimentologi yang terjadi (Caerio et al., 2005: Monbet, 2006), seperti: aksi kimiawi, penyerapan partikel, asupan biologis dan immobilisasi. Sedang bahan organik pencemar dihilangkan melalui proses-proses penguapan, degradasi dan fotolisis (Allanson and Winter, 1999). 1.8.2. Wilayah Pesisir Wilayah pesisir yang ditemukan di sepanjang batas landas kontinen, adalah wilayah dengan produktifitas sangat tinggi dengan tingkat aksesibilitas yang sangat tinggi pula. Ekosistem pesisir menyediakan pilihan yang sangat beragam terhadap barang (komoditas) dan jasa, menjadi lokasi pelabuhan niaga, penghasil ikan, kerang-kerangan, krustase dan rumput laut, sumber penghasil bahan-bahan kimia untuk farmasi, kosmetik, bahan kebutuhan rumah tangga, bahan-bahan untuk konstruksi, dsbnya (Tabel 1). Wilayah pesisir mencakup berbagai jenis habitat dan menjadi tempat berkerumunnya keanekaragaman genetik dan spesies, menyimpan dan Pengantar Ekologi Laut 27 mengedarkan nutrien, menyaring bahan pencemar dari daratan dan melindungi pantai dari erosi dan badai. Selain itu, wilayah pesisir menjadi daya tarik bagi manusia untuk menghuninya atau menggunakannya sebagai area rekreasi dan pariwisata. Wilayah pesisir juga berperan penting dalam meregulasi siklus hidrologi dan iklim, menjadi lokasi sumber karbon dan oksigen yang penting bagi organisme. Karena kompleksitasnya, tidak ada satu definisi yang dapat menggambarkan suatu wilayah pesisir secara tepat dan menyeluruh. Hinrichsen (1998) misalnya, mendefinisikan wilayah pesisir sebagai ‘bagian dari daratan yang paling dipengaruhi karena kedekatan jaraknya dari lautan, dan bagian dari lautan yang menerima pengaruh karena kedekatan jaraknya dari daratan. Sedang oleh Burke et al. (2001) wilayah pesisir didefinisikan mencakup area pasang surut, berada tepat di atas atau pada paparan benua (continental shelf) hingga kedalaman 200 meter, yang senantiasa mendapat aliran air laut dan merupakan daerah setelah daratan ke arah laut. Oleh karena wilayah pesisir dunia dibedakan berdasarkan sifat-sifat fisiknya (bukan sifat-sifat biologisnya), maka wilayah pesisir mencakup sederet jenis habitat, seperti: hutan bakau, rawa gambut, terumbu karang, padang lamun, pulau-pulau pelindung, estuarin serta berbagai macam habitat lainnya (Burke et al., 2001). Tabel-1. Klasifikasi Lingkungan Pesisir. No Kelas Lingkungan Jenis Lingkungan/Habitat 1 Daratan Pantai Bukit pasir, tebing, pantai berbatu dan/atau berpasir, kawasan industri dan pertanian. 2 Daerah Pasang Surut (Intertidal) Estuarin, Delta, Laguna, mangrove, hamparan lumpur, rawa gambut, pelabuhan/marina, kawasan akuakultur. 3 Bentik Terumbu karang, padang lamun dan alga, tumbuhan laut, sedimen halus di atas paparan benua, struktur buatan. 4 Pelagis Perairan di atas paparan benua, zona neuston, kawasan budidaya laut, blooming plankton. Sumber : Burke et al. (2001). 28 Pengantar Ekologi Laut 1.8.3. Perairan Laut UNCLOS (the United Nations Convention on the Law of the Sea) menjadi dasar penetapan kondisi dan batasan-batasan dalam penggunaan dan eksploitasi wilayah laut dunia. Menurut UNCLOS, perbatasan yurisdiksi negara-negara anggota, dimana laut territorial ditetapkan berada dalam zona 12 mil laut dari batas surut terendah di garis pantai sebagai dasar penetapannya (Tabel 2). Sedang zona ekonomi eksklusif (ZEE) meluas hingga 200 mil dari garis pantai. Habitat dan atribut-atribut di sepanjang garis pantai dunia sangat bervarisi, mulai dari paparan datar (coastal plain) di Argentina, gugusan mangrove dan terumbu karang di Sulawesi hingga pantai bercadas di Norwegia. Atribut-atribut deskriptif pantai ini menyediakan informasi dasar dan merupakan titik acuan dalam penilaian kondisi ekosistem (komoditas dan jasa yang disediakannya). Atribut-atribut tersebut juga merupakan faktor utama yang menentukan kerentanan dan daya pulih suatu area tertentu dari ancaman dan tekanan tertentu. Cakupan dan kehilangan jenis-jenis habitat alami berfungsi sebagai proksimasi indikator kondisi layanan dan nilai ekosistem, yang tanpanya akan sulit untuk dikuantifikasi. Tabel-2. Contoh Statistik Wilayah Laut. Paparan Benua Laut Territorial Potensi Wilayah Maritim Populasi 100 km dari laut (%) Garis Pantai (Km) (‘000 km) (12 mil laut) (‘000 km) 1.634.701 24.287.1 18.816.8 - 39.0 Indonesia 95.181 1.847.7 3.025.7 6.121 95.3 Jepang 29.020 304.2 373.8 3.648 96.3 Wilayah Cakupan Dunia Sumber : Burke et al., 2001. 1.8.4. Ekosistem Laut Besar Ekosistem laut, mulai dari wilayah dekat pantai hingga ke arah lautan sekitar batas masa daratan, mengalami peningkatan konsentrasi Pengantar Ekologi Laut 29 bahan-bahan toksik, peningkatan kerusakan habitat, peningkatan konsentrasi nutrien yang menimbulkan alga bloom, peningkatan kehadiran penyakit-penyakit baru, deposisi bahan pencemar dari udara, dan kehilangan sumberdaya hayati laut yang terus berlanjut akibat pencemaran dan ekploitasi lebih. Sehingga keberlanjutan ekosistem pesisir dan laut sebagai penopang suatu sistem ekonomi yang sehat nampaknya mulai menghilang. Kenyataan tersebut mendorong tumbuhnya kesadaran bahwa ekosistem pesisir dan lautan dunia telah terkena dampak buruk dari berbagai sumber yang merusak, dan perlu untuk mempercepat upayaupaya penilaian, pemantauan dan mitigasi terhadap stressor lingkungan dalam perspektif ekosistem. Hal ini terlihat pada deklarasi lautan UNCED yang secara eksplisit merekomendasikan agar negara-negara di dunia: (1) mencegah, mengurangi dan mengendalikan kerusakan lingkungan laut melalui pemeliharaan dan peningkatan kapasitas produksinya untuk mendukung kehidupan, (2) membangun dan meningkatkan potensi sumberdaya hayati laut agar dapat memenuhi kebutuhan nutrisi manusia, dan tujuan-tujuan sosial, ekonomi dan pembangunan, dan (3) meningkatkan pengelolaan terpadu dan pembangunan berkelanjutan lingkungan pesisir dan laut. UNCED juga menyadari pentingnya pengembangan kapasitas, pentingnya hubungan antara pemantauan kondisi kesehatan ekosistem pesisir dengan tujuan-tujuan pengembangan dan keberlanjutan sumberdaya lautan. Suatu kerangka ekologis yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan UNCED adalah konsep ekosistem laut besar (LME: large marine ecosystem). LME adalah area yang mengalami banyak tekanan, baik yang berasal dari perkembangan tingkat eksploitasi ikan dan sumberdaya dapat diperbaharui lainnya, rusaknya wilayah pesisir, hilangnya habitat, run-off, pembuangan limbah kota serta deposisi pencemaran udara. LME adalah wilayah laut yang mencakup wilayah pesisir, muara sungai dan estuarin di atas dan batas ke arah laut dari paparan benua dan batas ke arah laut dari sistem arus pantai. LME 30 Pengantar Ekologi Laut memiliki cakupan area yang relatif besar, ≥ 200.000 km2, dengan karakteristik rezim kedalaman, hidrografi, dan produktivitas tersendiri, serta populasi-populasi yang memiliki saling ketergantungan pada level trofik (Sherman and Alexander,1986; Sherman, 1994). LME merupakan pusat-pusat upaya dunia dalam hal : (1) mengurangi pencemaran di wilayah pesisir, (2) memperbaiki habitat-habitat yang rusak (terumbu karang, mangrove dan padang lamun) dan (3) meningkatkan jumlah stok sumberdaya ikan (U.S. Submission, 2009). LME menyumbangkan 12.6 Trilliun Dollar AS pada ekonomi dunia (U.S. Submission, 2009). Pengantar Ekologi Laut 31 Gambar-8. Sebaran Ekosistem Laut Besar (LME) (NOAA, 2007). 32 Pengantar Ekologi Laut