Pengantar Ekologi Laut

advertisement
1
Pengantar Ekologi Laut
Ekologi adalah ilmu tentang bagaimana organisme berinteraksi
dengan organisme lain (faktor biotik) dan komponen-komponen abiotik
lain (misal: sinar matahari, tanah, air dan udara) di dalam lingkungan
sekitarnya. Istilah ekologi berasal dari bahasa Yunani ‘oikos’ (rumah) dan
‘logos’ (ilmu atau aturan penatakelolaan: governing rules). Aturan yang
dimaksud disini adalah pola hubungan dan interkoneksi antara organisme
dan lingkungan tempat hidupnya. Lingkungan yang dimaksudkan disini
adalah seluruh faktor dan kondisi eksternal, biotik maupun abiotik, yang
dapat mempengaruhi organisme.
Penilaian resiko ekologis (ecological risk assessments) digunakan
untuk mengidentifikasi komponen-komponen ekologis yang paling
beresiko terkena dampak dari bahan pencemar atau kontaminan pada
suatu lokalitas, serta untuk mengkuantifikasi besaran resiko dari bahanbahan pencemar tersebut. Untuk dapat melaksanakan penilaian dampak
ekologis, maka hubungan antara seluruh organisme atau antara
organisme dengan lingkungan fisiknya mutlak dimengerti. Selain
karakteristik fisiologis dari individu-individu organisme, faktor-faktor
yang terkait dengan kebiasaan makan (food habits), pola tingkah laku
(behavioral patterns) dan kebutuhan terhadap jenis habitat, juga harus
dimengerti dengan baik. Faktor-faktor ini mempunyai dampak penting
dalam hal pemaparan individu organisme pada bahan pencemar dan
resiko yang berasosiasi dengan pemaparan tersebut. Resiko pada levellevel atas pada komponen-komponen ekologis, baik pada tataran
komunitas maupun pada tataran ekosistem, akan sangat dipengaruhi oleh
dampak bahan pencemar pada individu-individu organisme dalam
komponen-komponen tersebut selain memberi dampak spesifik pada
lingkungan sekitarnya.
Pengantar Ekologi Laut
1
Sebagai pelengkap terhadap pemahaman tentang potensi dampak
dari bahan pencemar pada individu-individu spesies, maka seorang
penilai resiko ekologis (ecological risk assessor) harus mengenal
hubungan-hubungan ekologis yang terdapat pada lokasi atau ekoregion
tertentu. Hal ini karena setiap spesies pada suatu lokasi tertentu dalam
beberapa hal memiliki ketergantungan baik pada spesies lainnya maupun
pada komponen-komponen abiotik dari suatu lingkungan, demikian juga
dengan dampak tak langsung dari suatu bahan pencemar. Walaupun suatu
bahan pencemar tidak secara langsung bersifat toksik pada suatu spesies,
namun dengan dampaknya pada komponen makanan spesies tersebut,
maka ekologi dari lokasi tersebut dapat saja menerima resiko. Demikian
juga dengan dampak bahan pencemar terhadap proses-proses seperti
dekomposisi atau ketersediaan nutrien dapat secara drastis merubah
hubungan komponen-komponen ekologis yang terdapat pada lokalitas
tersebut.
1.1. Level Organisasi Dalam Ekologi
Fokus dalam penilaian resiko ekologis umumnya ditekankan dalam 4
(empat) tingkatan/level organisasi yang terkait erat dengan kompleksitas
komponen penyusun suatu lingkungan. Tingkatan organisasi disusun
mulai dari yang paling sederhana hingga yang paling kompleks, yaitu:
individu organisme, populasi organisme, komunitas dan ekosistem. Setiap
tingkatan dalam organisasi ekologis memiliki karakteristik dalam
mengukur dampak yang dialami, mulai dari fungsi, struktur dan
perubahan-perubahan yang terkait dengannya. Oleh karena itu,
pendugaan resiko ekologis ditujukan untuk mengestimasi resiko yang
dapat ditimbulkan oleh tekanan-tekanan eksternal (misalnya: bahan
pencemar kimia) terhadap karakteristik ekologis seperti tersebut di atas.
1.1.1. Spesies
Spesies organisme yang berbeda memiliki kebutuhan spesifik/unik
terhadap kondisi-kondisi suhu, salinitas, makanan dan tekstur sedimen.
Secara kolektif, sekelompok individu dari suatu organisme yang memiliki
2
Pengantar Ekologi Laut
potensi inter-breeding dalam kondisi alamiah dikenal sebagai spesies,
yang secara umum memiliki pola reproduksi berbeda dengan spesies
lainnya. Walaupun dikenal bahwa dalam satu spesies yang sama, dapat
saja memiliki perbedaan dalam hal fisik/keragaan dan tingkah laku. Jenis
organisme yang berbeda dapat memiliki perbedaan menyeluruh dalam
hal karakteristik ekologisnya dan skala dampak yang dapat disebabkan
oleh suatu jenis bahan pencemar Misalnya: potensi dampak pemaparan
PCBs dalam sedimen terhadap predator tingkat tinggi sangat dipengaruhi
oleh tingkah laku makan dari individu-individu spesies. Demikian juga
dengan beberapa jenis invertebrata yang menimbun diri (misal: kerang
darah) dalam sedimen akan memiliki modus pemaparan dan resiko yang
berbeda.
1.1.2.
Populasi
Sekelompok individu dari spesies yang sama yang mendiami suatu
area dalam suatu interval waktu tertentu, dikenal sebagai suatu populasi.
Suatu populasi tidak harus mencakup seluruh individu anggota dari suatu
spesies tertentu, dan suatu spesies dapat menyusun populasi yang
berbeda-beda (multiple populations). Misalnya: spesies ikan tongkol
(Auxis thazard, Lac.) dapat mendiami area-area yang berbeda di lautan.
Kerumunan ikan (schooling) ini menyebar dengan sedikit atau tanpa
pertukaran individu diantara populasi-populasi mereka. Oleh karena itu,
ukuran dan cakupan populasi seringkali digambarkan dengan kepadatan
atau densitas (jumlah individu per unit area).
Sedangkan struktur
populasi adalah jumlah relatif individu dalam suatu kelas umur tertentu
yang biasanya ditentukan dengan kriteria stadia dalam siklus hidup suatu
organisme, misalnya: telur, larva, juwana dan dewasa. Struktur juga dapat
ditelaah melalui kategori deskriptif lainnya (misal: betina atau jantan).
Ukuran, cakupan dan struktur dari suatu populasi sangat dipengaruhi
oleh laju kelahiran dan kematian (mortality and birth rates), perubahan
dalam kondisi lingkungan, kompetisi dengan spesies lain, serta
pergerakan individu-individu, baik memasuki ataupun keluar dari area
Pengantar Ekologi Laut
3
tertentu. Kesemuanya, dapat dipengaruhi oleh kondisi terpapar terhadap
bahan pencemar atau tekanan-tekanan lingkungan lainnya.
Ukuran populasi merupakan jumlah individu dari suatu spesies.
Ukuran maksimum populasi dapat dicapai dalam suatu area dan kurun
waktu tertentu, terkait erat dengan terbatasnya jumlah bahan makanan,
tempat berlindung, ruang dan sumberdaya lainnya. Ukuran maksimum
populasi yang dapat ditopang dalam suatu area tertentu disebut daya
dukung (carrying capacity). Daya dukung dapat berubah atau bervariasi
secara musiman, bulanan atau bahkan harian tergantung pada perubahan
dalam kondisi lingkungan (Odum, 1971).
1.1.3.
Komunitas
Beberapa populasi dari spesies berbeda yang menghuni area yang
sama dan mewakili beragam interaksi dan saling ketergantungan, disebut
komunitas. Interaksi antara populasi-populasi dan elemen-elemen abiotik
dari suatu lingkungan menjadi penentu dalam distribusi geografis dan
struktur komunitas (misal: jumlah, jenis, keanekaragaman spesies yang
hadir). Walaupun spesies dalam komunitas, sampai tahap tertentu, dapat
digantikan oleh spesies lainnya dalam suatu area dan waktu tertentu,
peran yang dimainkan dalam komunitas relatif tidak berubah, dimana
spesies-spesies tersebut memodifikasi aspek-aspek fisik dari suatu area,
suplai bahan makanan ke organisme lainnya, mati dan mengalami atau
melakukan proses dekomposisi.
Komunitas dapat berubah dalam suatu periode yang panjang dalam
suatu proses yang dikenal sebagai suksesi ekologis. Selama proses suksesi
beberapa spesies dapat tergantikan oleh spesies-spesies lain sejalan
berlalunya waktu dimana kondisi baru di lingkungan berkembang.
Misalnya, saat hamparan terumbu karang mati secara bertahap
digantikan oleh hamparan makro algae yang sekaligus menjadi tempat
berkumpulnya bulu babi.
4
Pengantar Ekologi Laut
1.1.4.
Ekosistem
Komunitas bersama-sama dengan elemen-elemen abiotik pada suatu
area tertentu berfungsi sebagai unit yang disebut ekosistem (Gambar 1).
Ekosistem umumnya merupakan level organisasi ekologis tertinggi yang
sangat menarik minat para ahli ekologi dan assessor resiko lingkungan.
Patut dicatat, aktifitas pendugaan resiko ekologis dari suatu bahan
pencemar pada tingkat ekosistem memiliki tingkat kesulitan tertinggi,
baik dalam hal evaluasi maupun biaya pelaksanaannya. Oleh karena itu,
upaya yang paling sering dilakukan adalah menggunakan populasi dan
komunitas sebagai basis evaluasinya.
Ahli ekologi umumnya mengklasifikasikan ekosistem dalam 2 (dua)
kelompok besar, yaitu: ekosistem perairan (aquatic) dan ekosistem
daratan (terresterial). Ekosistem perairan meliputi air tawar (danau,
sungai, kolam, rawa) dan ekosistem laut (estuarin, zona pasang surut,
terumbu karang, samudera, lereng laut dan palung).
Pemahaman terhadap komponen-komponen biotik dan abiotik dari
suatu ekosistem serta proses-proses yang terjadi dalam suatu ekosistem
merupakan dasar dalam penentuan jenis pemaparan yang dapat
berlangsung pada suatu area yang tercemar.
Pengantar Ekologi Laut
5
Level Ekosistem :
• Sistem Biomas
• Sistem Produktifitas
• Aliran Enerji
• Aliran dan siklus nutrien
• Stabilitas/Resilience
II
•
•
•
•
•
Level Individu :
Pertumbuhan
Reproduksi
Mortalitas
Tingkah laku
Pergerakan
PP
•
•
•
•
•
•
Level Populasi :
Kompetisi inter spesies
Struktur Umur
Struktur populasi
Pertumbuhan populasi
Siklus populasi
Sebaran spasial
CC
Level Komunitas:
•
•
•
•
•
•
Kompetisi antar spesies
Keanekaragaman
Struktur spasial
Zonasi
Invasi/kepunahan
Mutualisme
Gambar-1. Konsep Diagramatik Kompleksitas Pola dan Aktifitas Pada Berbagai Level Ekologis (Sherman, 1994).
6
Pengantar Ekologi Laut
Jenis ekosistem bervariasi sesuai kondisi iklim, topografi, geologi,
kimiawi serta faktor-faktor abiotik lainnya. Ekosistem juga memiliki
variasi dalam ukuran dan cakupannya. Perbatasan antara suatu
ekosistem dengan lainnya seringkali tidak jelas, sedang ekosistem yang
bergabung umumnya ditandai dengan jenis-jenis hewan dan tumbuhan
yang mereka miliki secara bersama-sama. Area-area transisi antara
ekosistem daratan dan perairan umumnya berupa estuarin yang di
daerah tropis umumnya dicirikan oleh rawa gambut dan hutan bakau.
1.2. Habitat dan Relung (Niche)
Pemahaman terhadap habitat spesies merupakan hal utama dalam
menentukan penyebaran spasial spesies dalam suatu ekosistem. Habitat
adalah tempat atau jenis tempat dimana organisme umumnya terdapat.
Habitat menyediakan faktor-faktor yang diperlukan untuk kelangsungan
hidup individu organisme dan populasinya, misalnya: perlindungan dari
pemangsa (predator) dan iklim yang ekstrim, lokasi sarang untuk
melahirkan dan peneluran, lokasi untuk mencari makanan, bahkan lokasi
untuk melakukan hibernasi. Dari perspektif resiko ekologis, habitat yang
penting boleh jadi adalah habitat yang terkontaminasi oleh bahan kimia,
sehingga luasan dan cakupannya menjadi terbatas atau suatu habitat
yang penggunaannya bergantung pada musim (misal: kawasan perairan
Antarctic yang menjadi tempat berkumpulnya mamalia paus pada awal
musim semi disaat udang kecil/kreel sebagai bahan makanannya terdapat
dalam keadaan berlimpah). Di darat, habitat bagi tumbuhan seringkali
ditentukan menurut topografi dan jenis tanah. Sedang distribusi hewan di
darat sebagian besar ditentukan struktur keragaman dan persebaran
vegetasi yang dibutuhkan oleh seluruh aspek untuk kelangsungan hidup
dari suatu spesies. Fragmentasi habitat dapat menyebabkan reduksi
dalam jumlah jenis habitat dalam suatu area tertentu, yang pada level
lebih kecil tidak akan mampu menopang keberlanjutan hidup suatu
populasi. Tingkat fragmentasi habitat juga mempengaruhi pergerakan
hewan di alam.
Pengantar Ekologi Laut
7
Konsep relung (niche) dalam ekologi sangat membantu dalam
menjelaskan bagaimana spesies dapat berada secara bersamaan (co-exist)
dalam suatu komunitas biotik. Niche ekologis merupakan perpaduan
tertentu antara faktor-faktor biotik dan abiotik yang dibutuhkan oleh
spesies untuk hidup dalam suatu area atau lokasi. Niche kerap diartikan
sebagai peran/profesi yang dimainkan oleh organisme dalam suatu
ekosistem. Faktor abiotik (suhu, pH, sedimen, salinitas) dan faktor biotik
(termasuk bahan makanan organisme) seluruhnya berpadu membentuk
jenis habitat dimana kedua faktor tersebut saling berasosiasi untuk
memenuhi segenap kebutuhan bagi spesies organisme untuk hidup dan
berkembang biak. Sehingga oleh para ahli ekologi istilah niche banyak
digunakan untuk menggambarkan sebuah habitat dimana seluruh
kebutuhan makanan, kebutuhan untuk bereproduksi serta kebutuhan
terhadap faktor-faktor kimia-fisika yang mempengaruhi kelangsungan
hidup spesies, terpenuhi.
1.3. Aliran Enerji dan Nutrien Dalam Ekosistem
Pemahaman terhadap pergerakan enerji dan bahan-bahan makanan
pada suatu ekosistem sangat penting dalam suatu pendugaan resiko
ekologis. Hal ini terutama karena pemahaman ini membentuk landasan
bagi pemahaman tentang bagaimana ekosistem menyeimbangkan diri,
bagaimana bahan pencemar bergerak dalam ekosistem, dan bagaimana
ekosistem terkena dampak berbagai hasil aktifitas manusia atau bahanbahan pencemar.
Dalam konteks aliran enerji di dalam suatu ekosistem (Gambar 2),
organisme dapat merupakan produser atau konsumer. Sebagai produser,
organisme mengkonversi enerji dari lingkungan menjadi enerji kimia
yang disimpan dalam ikatan karbon (C), misalnya: glukosa. Kebanyakan
produser adalah tumbuhan yang memiliki klorofil (termasuk algae dan
cyanobacteria, yang mengkonversi CO2 dan air (H2O) menjadi glukosa
atau gula lainnya, menggunakan enerji sinar matahari, melalui proses
yang dikenal sebagai fotosintesis. Sebaliknya, Konsumer melalui proses
8
Pengantar Ekologi Laut
metabolisme yang dikenal sebagai proses respirasi memperoleh enerji
dari pemutusan ikatan-ikatan karbon (C) yang kemudian dikombinasikan
dengan oksigen (O2). Proses penggabungan ini yang menghasilkan enerji,
yang akan digunakan oleh organisme untuk aktifitas tubuhnya atau
dilepaskan kembali dalam bentuk panas (excess heat). Enerji dalam
ekosistem mengalir dalam bentuk ikatan kimia karbon-karbon (C – C)
yang bergerak diantara level trofik. Seluruh enerji berawal dari sinar
matahari, lalu dilepaskan atau hilang dalam bentuk panas. Enerji tidak
didaur ulang.
Pengantar Ekologi Laut
9
Enerji Panas
Produser
Matahari
Energi
Nutrien Anorganik
Enerji Panas
Konsumer
Dekomposer
Nutrien
Enerji Panas
Gambar-2. Transfer Enerji dan Nutrien dalam Ekosistem.
10
Pengantar Ekologi Laut
Adapun aliran nutrien anorganik (tidak memiliki rantai C – C) dalam
ekosistem berawal dari pool nutrien anorganik yang kemudi masuk ke
dalam organisme produser baik melalui sedimen dan air di sekitar
organisme. Nutrien anorganik ini kemudian diteruskan dari satu
organisme ke organisme lain yang mengkonsumsinya dalam jejaring
rantai makanan (food web). Pada akhirnya seluruh organisme akan mati
dan menjadi detritus, sebagai sumber bahan makanan bagi dekomposer.
Pada tahap ini, enerji terakhir diekstraksi (dan hilang sebagai panas) dan
nutrien anorganik akan dilepas ke dalam sedimen atau air untuk
digunakan kembali. Nutrien anorganik didaur ulang.
1.4. Level Trofik dan Jejaring Makanan
Sejarah hidup komponen biotik dan pola aliran enerji dan bahan ke
dalam suatu ekosistem berfungsi sebagai sumber informasi yang penting
dalam menganalisis kemungkinan dan cakupan pemaparan (exposure)
suatu bahan pencemar pada suatu ekosistem. Hal yang senantiasa
dijadikan dasar dalam mengevaluasi pergerakan bahan-bahan pencemar
potensial ke dalam suatu ekosistem adalah informasi atau pemahaman
tentang level trofik dan jejaring makanan pada ekosistem tersebut, dan
evaluasi dampak umumnya dilakukan pada beberapa level trofik (Gambar
3). Istilah level dalam trofik digunakan untuk menggambarkan posisi
organisme dalam suatu rantai makanan. Organisme berklorofil lainnya
diposisikan pada bagian dasar dari rantai makanan (food chain) dan
dikenal sebagai produser. Organisme yang memakan organisme lainnya
disebut konsumer.
Umumnya dikenal 4 (empat) jenis konsumer
berdasarkan apa yang dimakannya. Organisme yang memakan tumbuhan
disebut herbivora (konsumer primer). Organisme yang memakan
hewan disebut karnivora. Level trofik bagi karnivora ditentukan oleh
level trofik hewan yang dimakannya. Hewan yang memakan konsumer
primer disebut konsumer sekunder, demikian seterusnya yang
memakan konsumer sekunder disebut konsumer tertier. Omnivora
(seperti Manusia) yang memakan hewan dan tumbuhan.
Pengantar Ekologi Laut
11
Arah Bioakumulasi
Gambar-3.
Gambar
Level Trofik dalam Sistem Perairan sebagai Pola
Bioakumulasi Bahan Pencemar
Pencemar.
Banyak hewan yang tidak membedakan antara herbivora dan
karnivora sebagai bahan makanannya. Oleh karena
itu,
untuk
kepentingan visualisasi dan pelacakan hubungan makan dan memakan
diantara beragam organisme, maka para ahli ekologi menggunakan rantai
makanan dan jejaring makanan.
12
Pengantar Ekologi Laut
Rantai makanan menggambarkan transfer bahan dan enerji dari satu
organisme ke organisme lainnya seperti satu individu memakan individu
lainnya atau mati dan terdekomposisi. Rantai makanan umumnya disusun
berdasarkan level trofik yang diketahui. Namun di alam, rantai makanan
di dalam suatu ekosistem lebih kompleks daripada yang sering
digambarkan dalam bentuk diagram alir (flow chart) rantai makanan
yang sederhana.
Jejaring makanan dianggap lebih mewakili pola hubungan makanmemakan (feeding group) dalam suatu ekosistem (Gambar 4). Kelompok
spesies yang memiliki modus makan yang sama disebut ‘guilds’ (misal:
kelompok jenis-jenis ikan pemakan ikan).
Mereka umumnya berada
pada level trofik yang sama. Identifikasi jejaring makanan dan guilds
sangat penting dalam merencanakan suatu analisis pendugaan resiko
ekologis, sebab bisa jadi terdapat sejumlah spesies yang dapat digunakan
dalam mengevaluasi pergerakan dan dampak yang timbulkan oleh suatu
bahan pencemar pada level trofik tertentu. Seleksi terhadap spesies yang
akan dievaluasi dalam pendugaan resiko ekologis akan sangat bergantung
pada ketersediaan informasi, seberapa besar tingkat keterwakilan guilds
atau level trofik pada spesies, sensitifitas terhadap bahan pencemar serta
tingkat kesulitan sampling di lapangan.
Aspek penting dari proses transfer enerji dan bahan organik dari
satu level trofik ke level berikutnya adalah seberapa besar enerji yang
hilang pada setiap proses transfer. Kehilangan enerji umumnya
disebabkan oleh ketidakmampuan konsumer untuk dapat secara penuh
mengasimilasi bahan makanan yang dimakannya, serta ekses enerji yang
dikeluarkan dalam bentuk panas dalam proses perombakan kimiawi dari
bahan makanan setelah proses ingesti.
Sebagai konsekuensinya, hanya sekitar 10% enerji terasimilasi dari
satu level trofik ke level trofik di atasnya. Hal ini direpresentasikan
dengan jumlah biomassa yang semakin mengecil pada level trofik
berikutnya.
Hal
ini
menjadi
penjelasan
mengapa
jumlah
pemangsa/predator lebih kecil dari jumlah mangsa/prey dalam suatu
Pengantar Ekologi Laut
13
sistem ekologis (lihat piramida biomassa pada Gambar 5). Dari perspektif
pendugaan resiko ekologis, hal ini berarti bahwa konsumer akan lebih
sering terpapar pada konsentrasi tinggi dari suatu bahan pencemar yang
terakumulasi dalam jaringan tubuhnya, dibandingkan dengan organisme
yang berada pada level trofik lebih rendah.
14
Pengantar Ekologi Laut
Top Predator
Konsumer Tertier
Konsumer Sekunder
Konsumer Primer
Produser Primer
Gambar-4. Jejaring Makanan dalam Sistem Perairan.
15
Pengantar Ekologi Laut
Konsumer
Tertier
Konsumer
Sekunder
Konsumer Primer
Produser Primer
Gambar-5.. Piramida Biomassa Menurut Level Trofik.
1.5. Siklus Biogeokimia
Siklus nutrien anorganik tidak hanya melalui organisme, mereka juga
memasuki atmosfir, lautan, tanah bahkan bebatuan karang dan cadas.
Karena siklus bahan kimia nutrien melalui sistem biologis dan geologis,
maka siklus keseluruhannya dikenal dengan nama siklus biogeokimia.
Siklus biogeokimia sangat penting bagi keberlanjutan fungs
fungsi ekosistem.
Nutrien dibutuhkan untuk pertumbuhan normal tetumbuhan dan hewan
yang terus dipergunakan hingga mereka bergerak dan berpindah melalui
beberapa level trofik dan lingkungan fisik. Disaat bahan pencemar di
lingkungan mengintervensi asupan nutrien pada tumbuhan dan
kesehatan tumbuhan secara keseluruhan, maka siklus nutrien dalam
ekosistem niscaya terganggu.
Beberapa contoh dari siklus biogeokimia meliputi siklus hidrologi,
siklus karbon (C) dan siklus nitrogen (N).. Pada siklus hidrologi (air),
16
Pengantar Ekologi Laut
berawal dari radiasi matahari yang menyebabkan terjadinya penguapan
air (evaporasi) dari lautan, sumber-sumber air tawar/permukaan dan
tanah yang diikuti dengan formasi awan. Presipitasi air di atas lautan
mewakili sebagian kecil dari siklus hidrologi. Sirkulasi atmosfir kemudian
menghilangkan awan di atas daratan yang menyebabkan kompleksitas
sintasan dalam siklus air.
CO2 dalam
Atmosfir
Biodegradasi
Proses kimiawi dan
pelarutan
Karbon anorganik terlarut
(umumnya HCO3-)
Fotosintesis
Karbon organik terikat
(CH2O) dan Karbon asing
Produksi karbon
asing/ xenobiotics
dari industri
minyak
Presipitasi bahan kimia
dan inkorporasi mineral
karbon ke dalam
dinding sel mikroba
Dissolusi
dengan CO2
terlarut
Proses Biogeokimia
Hidrokarbon organik terikat
(CxH2x) dan kerogen
Karbon anorganik tidak larut
(CaCO3 dan CaCO3.MgCO3)
Gambar-6. Siklus Karbon (C).
Gambar-6 di atas adalah bentuk simplifikasi dari siklus karbon.
Pendaur-ulangan karbon diantara elemen-elemen biotik dan abiotik dari
suatu ekosistem yang terhubung dengan aliran enerji pada proses
Pengantar Ekologi Laut
17
fotosintesis dan respirasi. Karbon adalah kerangka dasar pembentuk
karbohidrat, lemak, protein, DNA, RNA dan senyawa organik lainnya yang
dibutuhkan dalam seluruh bentuk kehidupan. Tumbuhan darat sebagian
besar memperoleh C dari gas CO2 yang mereka absorpsi dari atmosfir,
melalui pori-pori pada daunnya. Sedang fitoplankton dan tumbuhan air
memperoleh C dari CO2 yang terlarut dalam air. Tetumbuhan melakukan
fotosintesis dengan menggabungkan C dalam CO2 hingga menjadi
kompleks senyawa organik seperti glukosa. Respirasi seluler pada hewan,
bakteri, jamur dan organisme lainnya mengkonversi C dari kompleks
senyawa organik kembali menjadi CO2 untuk digunakan kembali oleh
tetumbuhan. Begitu seterusnya hingga terjadi kesinambungan pendaurulangan unsur C di alam semesta. Aspek lain dari siklus C melibatkan
unsur karbon yang untuk kurun waktu lama terikat dalam bahan bakar
fosil, atau sebagai CaCO3 di dalam sedimen dan sebagai CO2 dalam air
yang terdapat di perut bumi. Pembakaran bahan bakar mengandung C,
kayu dan ledakan gunung berapi adalah penyumbang utama CO2 dalam
atmosfir.
Adapun siklus nitrogen melibatkan konversi gas-gas nitrogen (N) di
dalam atmosfir melalui proses yang diketahui sebagai nitrifikasi, serta
konversi dari senyawa nitrogen yang digunakan di dalam tanah kembali
menjadi gas-gas nitrogen dan dilepas kembali ke atmosfir melalui proses
denitrifikasi (Gambar 7). Nitrogen penting untuk perkembangan
tumbuhan dan merupakan elemen kunci dalam pembentukan asam
amino, komponen dasar penyusun protein. Mikroorganisme tanah dan
beberapa jenis alga biru-hijau adalah kelompok organisme dengan
kemampuan untuk mengikat atau mengubah nitrogen dari atmosfir
menjadi bentuk yang siap untuk digunakan oleh tetumbuhan. Genus
Rhizobium mampu menginfeksi akar tumbuhan kacang-kacangan yang
kemudian bersimbiosis dalam akar untuk mengikat nitrogen.
18
Pengantar Ekologi Laut
N2 dalam Atmosfir
Fiksasi Nitrogen oleh
Mikroba
Sintesis Nitrat kimiawi
dan atmosferik
Denitrifikasi
Nitrogen dalam bahan
Organik (NH3 dlm protein)
Denitrifikasi
Fiksasi Nitrogen
secara kimiawi
Peluruhan
Mikroba
N2O
NO3NH3
Nitrobacter
NO2Gambar-7. Siklus Nitrogen (N).
19
Pengantar Ekologi Laut
Nitrosomonas
1.6. Spesies Kunci/Indikator (keystone species)
Pengukuran derajat kesehatan ekosistem seringkali menggunakan
keberadaan, ketidak-hadiran atau kelimpahan dari spesies indikator pada
jenis-jenis habitat tertentu. Spesies indikator adalah spesies yang
memiliki kisaran (range) penyebaran dan toleransi terhadap faktor-faktor
ekologis yang kecil atau sempit, sehingga kehadiran atau ketidak-hadiran
spesies ini merupakan indikator yang baik bagi kondisi lingkungan.
Kehadiran spesies ini menunjukkan bahwa seluruh komponen dasar
ekosistem yang menunjang kehidupan spesies berada dalam kondisi yang
baik dan berkecukupan.
Beberapa spesies diketahui memiliki peranan besar yang tidak
proporsional terhadap struktur komunitas dalam suatu ekosistem.
Spesies seperti ini dikenal sebagai spesies kunci.
Penghilangan,
penambahan atau perubahan dalam spesies kunci lokal dapat
menimbulkan dampak signifikan dalam proses-proses berfungsinya
sebuah ekosistem, hubungan predator-mangsa dan stabilitas ekosistem
jangka panjang. Peranan spesies kunci tidak secara jelas difahami, sampai
dimana ketidak-hadiran spesies kunci terjadi. Contoh klasik spesies kunci
adalah berang laut (Enhydra lutris) yang memangsa babi laut dalam
jumlah yang besar. Saat populasi berang laut berkurang akibat perangkap
nelayan, populasi bulu babi meningkat secara dramatis yang pada
gilirannya menghabiskan alga dan lamun yang secara langsung
menurunkan populasi ikan laut yang menggantungkan hidupnya pada
alga dan lamun tersebut.
1.7. Tekanan Lingkungan
Penyebab stress dalam lingkungan (ecological stressors) adalah setiap
aksi atau bahan yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam suatu
sistem ekologis. Tekanan atau stressor lingkungan dapat menjadi
signifikan secara ekologis pada saat sifat-sifat dan fungsi dari populasi,
komunitas
atau
ekosistem
berubah.
Misalnya,
stressor
dapat
mempengaruhi ukuran populasi melalui penurunan sukses dalam
perkawinan organisme, berkurangnya produksi telur, menurunnya
20
Pengantar Ekologi Laut
tingkat kelangsungan hidup anakan (offspring), atau dengan jalan
menurunkan tingkat kelangsungan hidup individu dewasa yang matang
gonad. Stressor dapat memberikan dampak pada ukuran populasi melalui
perubahan daya tahan terhadap serangan penyakit dan parasit atau
dengan cara mengacaukan jalur pergerakan organisme memasuki atau
meninggalkan suatu area akibat keberadaan bahan pencemar. Stressor
dalam lingkungan dapat berupa tekanan-tekanan akibat faktor kimiawi,
fisis ataupun biologis.
1.7.1. Tekanan Fisik
Tekanan fisik adalah aksi yang secara langsung dapat menghilangkan
atau
merubah
habitat.
Contoh:
pengerukan
pelabuhan/terusan,
penimbunan pantai (reklamasi). Ekosistem bersifat dinamis dan sampai
tahap tertentu memiliki daya pulih diri (resilience) dari gangguangangguan alami yang merupakan bagian dari berfungsinya suatu
ekosistem secara normal. Akan tetapi, apabila tekanan fisis sangat besar,
maka waktu yang dibutuhkan oleh suatu ekosistem untuk pulih kembali
banyak ditentukan oleh jenis ekosistem yang terkena gangguan. Pada
ekosistem perairan, erosi yang ditimbulkan oleh pembangunan jalan atau
oleh aktifitas pertanian dapat menimbulkan siltasi (penumpukan
sedimen) dalam sistem perairan yang menerima run-off. Siltasi dapat
menyebabkan perubahan pada fitur-fitur habitat seperti kedalaman air,
pemunculan akar pepohonan, atau kehilangan area merumput (grazing)
di bagian dasar perairan bagi larva-larva dari jenis ikan tertentu. Badan
perairan yang menerima run-off dengan kadar lempung yang tinggi akan
meningkatkan kekeruhan air dalam waktu yang cukup lama, khususnya
pada musim hujan, yang akan mengurangi intensitas cahaya dan
mengganggu aktifitas fotosintesis tumbuhan air serta mengurangi
kemampuan ikan untuk mencari makan karena penglihatan terhalang
oleh partikel-partikel sedimen di dalam air.
Aktifitas seperti pembangunan jalan, penebangan hutan/logging,
pembangunan kanal/terusan atau pengembangan kawasan pertanian/
perkebunan dapat mengakibatkan habitat yang tadinya utuh menjadi
Pengantar Ekologi Laut
21
terpotong-potong atau terputus-putus. Hal ini menyebabkan fragmentasi
habitat yang dapat menyebabkan keberlangsungan hidup spesies-spesies
tertentu terganggu akibat menyempitnya luasan habitat. Hal ini lebih jauh
dapat mengakibatkan punahnya spesies tertentu yang pada gilirannya
akan tergantikan oleh spesies lain, yang bisa jadi, baik secara ekonomis
maupun ekonomis tidak penting. Dalam beberapa kejadian, kerusakan
habitat akibat tekanan fisis dapat menimbulkan konsekuensi atau resiko
ekologis yang jauh lebih berat dibandingkan dengan kehadiran bahan
pencemar secara terus menerus.
1.7.2. Tekanan Biologis
Tekanan biologis adalah seluruh jenis makhluk hidup, termasuk
mikroorganisme, baik yang secara sengaja ataupun kebetulan memasuki
suatu area/ekosistem yang bukan habitat alaminya, yang menimbulkan
dampak buruk pada organisme yang telah ada sebelumnya (existing
species). Tekanan biologis berupa organisme yang terintroduksi tersebut
dapat beradaptasi dengan cepat, bereproduksi, berkembang dan
menyebar yang pada gilirannya bersaing dengan organisme asli dalam hal
ruang,
makanan,
perkembangbiakan
tempat
yang
bersarang,
sangat
cepat
dsbnya.
dari
Pertumbuhan
hewan-hewan
dan
yang
diintroduksi, dengan absennya predator, dapat menyebabkan hilangnya
habitat bagi hewan asli yang menghuni suatu ekosistem, bahkan
terkadang sampai pada tataran merubah elemen-elemen fisik dari habitat
tersebut.
1.7.3. Tekanan Kimiawi
Tekanan kimiawi meliputi limbah berbahaya, bahan-bahan kimia
industri, pestisida dan pupuk. Dampak dari tekanan kimiawi dapat
dikategorikan menurut lokasi atau sasaran keberadaannya, seperti:
organisme (kematian, perubahan tingkah laku, terganggunya proses
fisiologis), populasi (perubahan tingkat kelahiran atau kematian,
kepunahan lokal, peningkatan penyebaran), komunitas dan bahkan
22
Pengantar Ekologi Laut
hingga ekosistem (perubahan dalam struktur dan fungsi komponen
komunitas, kerusakan habitat).
Dampak pemaparan bahan pencemar kimia pada individu organisme
bervariasi mulai dari kematian yang cepat, efek sub-lethal hingga efek
tidak terobservasi. Dampak atau efek dikatakan signifikan secara ekologis
manakala stressor kimiawi mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup,
produktifitas atau fungsi dari sejumlah individu dalam populasi hingga
ukuran populasi menurun, struktur populasi berubah dan fungsi populasi
menjadi tidak seimbang atau terganggu. Demikian juga dengan gangguan
pada beberapa proses spesifik ekologis seperti fotosintensis, dekomposisi
hingga pada siklus nutrien.
Struktur populasi dapat berubah jika stressor memberikan dampak
differensial pada beberapa sub-kelompok dalam populasi (contoh:
dampak pada betina lebih berat dibanding pada jantan, individu muda
lebih berat terkena dampak dibanding individu dewasa atau penurunan
tingkat kelulusan hidup larva).
Adapun dampak pada tingkatan komunitas atau ekosistem terjadi
sebagai akibat dari ketidak-mampuan populasi untuk saling berinteraksi.
Dampak seperti ini dapat direfleksikan sebagai perubahan dalam
keragaman spesies, jumlah level dalam sistem trofik, atau dapat dalam
bentuk penurunan dalam beberapa fungsi seperti produksi biomas atau
gangguan dalam siklus biogeokimia.
1.8. Bagian dan Sistem Lautan
Sebagai pelengkap dari pengantar ekologi ini, pengenalan terhadap
bagian-bagian dari sistem laut yang besar diberikan.
Pengenalan
terhadap wilayah estuarin, pesisir dan laut, serta daerah ekosistem laut
besar (LME), dijelaskan secara singkat berkiut ini.
1.8.1. Estuarin (Estuary)
Estuarin adalah suatu badan perairan semi tertutup, dimana air asin
dari lautan terbuka bercampur dengan air tawar yang mengalir dari
Pengantar Ekologi Laut
23
daratan. Batas estuarin melebar hingga batas dasar aliran sungai di
wilayah pesisir, sedang ke arah daratan hingga batas intrusi air laut dan
garis pantai. Interaksi dinamis antara badan-badan air ini menghasilkan
suatu sistem yang kompleks yang mampu menahan elemen-elemen, baik
dari sistem air tawar maupun air asin.
Estuarin secara umum digambarkan menurut ciri-ciri fisik dan
salinitasnya. Seluruh proses ekologis, seperti: siklus bahan organik, siklus
enerji dan nutrient, kompetisi antar spesies, predasi dan rekruitmen,
memberi dampak pada pola dan struktur ekosistem di wilayah estuarin.
Ekosistem beserta prosesnya di wilayah estuarin bersifat multi dimensi,
dan secara umum dapat dibagi menjadi proses-proses fisik (geomorfologi,
hidrologi, sedimentologi dan proses fisika-kimia perairan), biogeokimia
(pergerakan keluar dan masuk elemen dan senyawa kimia, baik antara
fasa air tawar dan air asin, maupun antar komponen fisik dan organisme)
dan ekologis (distribusi, pertumbuhan, fekunditas, rekrutmen, invasi dan
mortalitas) (Nybakken, 1987; Ryan et al., 2003.)
Estuarin memiliki kisaran habitat yang sangat beragam dan
ekosistemnya sangat bervariasi tergantung ruang dan waktu. Habitat
estuarin meliputi mangrove, rawa gambut, padang lamun dan alga,
hamparan lumpur di daerah pasang, pantai berpasir, badan air estuarin
serta daerah tanpa vegetasi bersedimen halus.
Aliran air tawar ke dalam
estuarin mempengaruhi sifat-sifat
sedimen, menyebabkan banjir yang mencuci akumulasi sedimen,
mengangkut nutrien dan bahan-bahan organik (dan bahan pencemar) ke
dalam estuarin, menyebabkan terjadinya gradasi salinitas hingga
meningkatnya keragaman habitat dan spesies, membuka mulut estuarin
hingga memungkinkan terjadinya pertukaran larva dan migrasi ikan dan
spesies-spesies diadromus lainnya, serta mencuci sedimen yang melekat
pada tetumbuhan (mangrove).
Estuarin menerima sedimen dari 3
sumber utama: laut, aliran air sungai dan dari estuarin itu sendiri. Partikel
terlarut berperan penting dalam proses-proses di dalam estuarin, seperti:
24
Pengantar Ekologi Laut
siklus nutrien, distribusi dan stabilitas habitat, serta distribusi dan
komposisi fauna (Cooper et al., 1999; Nedwell et al., 1999).
Pengantar Ekologi Laut
25
Gambar-7.. Morfologi dan Proses dalam Estuarin (Barton, 2003).
26
Pengantar Ekologi Laut
Di wilayah estuarin, siklus nitrogen terutama dijumpai dalam bentuk
amonifikasi (mineralisasi dan denitrifikasi) dan nitrifikasi, dan keduanya
terjadi secara terus menerus yang lajunya bergantung pada faktor-faktor
abiotik (suhu, salinitas, pH dan DO) dan faktor mikrobiologis. Bakteri
mencapai kelimpahan tinggi di estuarin karena tingkat produksi primer
yang tinggi dan besarnya jumlah bahan organik yang terakumulasi dalam
sistem estuarin. Puncak kelimpahan bakteri terjadi pada sedimen dasar,
dengan hitungan tertinggi pada hamparan lumpur dan sedimen di sekitar
mangrove yang kandungan konsentrasi bahan organiknya tinggi
(Kennish, 2002).
Estuarin merupakan daerah yang menarik minat sebagai area
pemukiman
dan pembangunan yang terkait dengan pengembangan
infrastruktur. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas air dan sedimen,
rusaknya habitat jelas akan turut mempengaruhi keanekaragaman dan
kekayaan ekosistem penting di wilayah estuarin.
Wilayah estuarin
diketahui memainkan peran kunci dalam suplai dan penghilangan logam
berat melalui proses-proses biogeokimia dan sedimentologi yang terjadi
(Caerio et al., 2005: Monbet, 2006), seperti: aksi kimiawi, penyerapan
partikel, asupan biologis dan immobilisasi. Sedang bahan organik
pencemar dihilangkan melalui proses-proses penguapan, degradasi dan
fotolisis (Allanson and Winter, 1999).
1.8.2.
Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir yang ditemukan di sepanjang batas landas kontinen,
adalah wilayah dengan produktifitas sangat tinggi dengan tingkat
aksesibilitas yang sangat tinggi pula. Ekosistem pesisir menyediakan
pilihan yang sangat beragam terhadap barang (komoditas) dan jasa,
menjadi lokasi pelabuhan niaga, penghasil ikan, kerang-kerangan,
krustase dan rumput laut, sumber penghasil bahan-bahan kimia untuk
farmasi, kosmetik, bahan kebutuhan rumah tangga, bahan-bahan untuk
konstruksi, dsbnya (Tabel 1).
Wilayah pesisir mencakup berbagai jenis habitat dan menjadi tempat
berkerumunnya keanekaragaman genetik dan spesies, menyimpan dan
Pengantar Ekologi Laut
27
mengedarkan nutrien, menyaring bahan pencemar dari daratan dan
melindungi pantai dari erosi dan badai. Selain itu, wilayah pesisir menjadi
daya tarik bagi manusia untuk menghuninya atau menggunakannya
sebagai area rekreasi dan pariwisata. Wilayah pesisir juga berperan
penting dalam meregulasi siklus hidrologi dan iklim, menjadi lokasi
sumber karbon dan oksigen yang penting bagi organisme.
Karena kompleksitasnya, tidak ada satu definisi yang dapat
menggambarkan suatu wilayah pesisir secara tepat dan menyeluruh.
Hinrichsen (1998) misalnya, mendefinisikan wilayah pesisir sebagai
‘bagian dari daratan yang paling dipengaruhi karena kedekatan jaraknya
dari lautan, dan bagian dari lautan yang menerima pengaruh karena
kedekatan jaraknya dari daratan. Sedang oleh Burke et al. (2001) wilayah
pesisir didefinisikan mencakup area pasang surut, berada tepat di atas
atau pada paparan benua (continental shelf) hingga kedalaman 200 meter,
yang senantiasa mendapat aliran air laut dan merupakan daerah setelah
daratan ke arah laut. Oleh karena wilayah pesisir dunia dibedakan
berdasarkan sifat-sifat fisiknya (bukan sifat-sifat biologisnya), maka
wilayah pesisir mencakup sederet jenis habitat, seperti: hutan bakau,
rawa gambut, terumbu karang, padang lamun, pulau-pulau pelindung,
estuarin serta berbagai macam habitat lainnya (Burke et al., 2001).
Tabel-1. Klasifikasi Lingkungan Pesisir.
No
Kelas Lingkungan
Jenis Lingkungan/Habitat
1
Daratan Pantai
Bukit pasir, tebing, pantai berbatu dan/atau
berpasir, kawasan industri dan pertanian.
2
Daerah Pasang Surut
(Intertidal)
Estuarin, Delta, Laguna, mangrove, hamparan
lumpur, rawa gambut, pelabuhan/marina,
kawasan akuakultur.
3
Bentik
Terumbu karang, padang lamun dan alga,
tumbuhan laut, sedimen halus di atas paparan
benua, struktur buatan.
4
Pelagis
Perairan di atas paparan benua, zona neuston,
kawasan budidaya laut, blooming plankton.
Sumber : Burke et al. (2001).
28
Pengantar Ekologi Laut
1.8.3.
Perairan Laut
UNCLOS (the United Nations Convention on the Law of the Sea)
menjadi dasar penetapan kondisi dan batasan-batasan dalam penggunaan
dan eksploitasi wilayah laut dunia. Menurut UNCLOS, perbatasan
yurisdiksi negara-negara anggota, dimana laut territorial ditetapkan
berada dalam zona 12 mil laut dari batas surut terendah di garis pantai
sebagai dasar penetapannya (Tabel 2). Sedang zona ekonomi eksklusif
(ZEE) meluas hingga 200 mil dari garis pantai.
Habitat dan atribut-atribut di sepanjang garis pantai dunia sangat
bervarisi, mulai dari paparan datar (coastal plain) di Argentina, gugusan
mangrove dan terumbu karang di Sulawesi hingga pantai bercadas di
Norwegia. Atribut-atribut deskriptif pantai ini menyediakan informasi
dasar dan merupakan titik acuan dalam penilaian kondisi ekosistem
(komoditas dan jasa yang disediakannya). Atribut-atribut tersebut juga
merupakan faktor utama yang menentukan kerentanan dan daya pulih
suatu area tertentu dari ancaman dan tekanan tertentu. Cakupan dan
kehilangan jenis-jenis habitat alami berfungsi sebagai proksimasi
indikator kondisi layanan dan nilai ekosistem, yang tanpanya akan sulit
untuk dikuantifikasi.
Tabel-2. Contoh Statistik Wilayah Laut.
Paparan
Benua
Laut
Territorial
Potensi
Wilayah
Maritim
Populasi
100 km dari
laut (%)
Garis
Pantai
(Km)
(‘000 km)
(12 mil
laut)
(‘000 km)
1.634.701
24.287.1
18.816.8
-
39.0
Indonesia
95.181
1.847.7
3.025.7
6.121
95.3
Jepang
29.020
304.2
373.8
3.648
96.3
Wilayah
Cakupan
Dunia
Sumber : Burke et al., 2001.
1.8.4. Ekosistem Laut Besar
Ekosistem laut, mulai dari wilayah dekat pantai hingga ke arah
lautan sekitar batas masa daratan, mengalami peningkatan konsentrasi
Pengantar Ekologi Laut
29
bahan-bahan toksik, peningkatan kerusakan habitat, peningkatan
konsentrasi nutrien yang menimbulkan alga bloom, peningkatan
kehadiran penyakit-penyakit baru, deposisi bahan pencemar dari udara,
dan kehilangan sumberdaya hayati laut yang terus berlanjut akibat
pencemaran dan ekploitasi lebih. Sehingga keberlanjutan ekosistem
pesisir dan laut sebagai penopang suatu sistem ekonomi yang sehat
nampaknya mulai menghilang.
Kenyataan tersebut mendorong tumbuhnya kesadaran bahwa
ekosistem pesisir dan lautan dunia telah terkena dampak buruk dari
berbagai sumber yang merusak, dan perlu untuk mempercepat upayaupaya penilaian, pemantauan dan mitigasi terhadap stressor lingkungan
dalam perspektif ekosistem. Hal ini terlihat pada deklarasi lautan UNCED
yang secara eksplisit merekomendasikan agar negara-negara di dunia: (1)
mencegah, mengurangi dan mengendalikan kerusakan lingkungan laut
melalui pemeliharaan dan peningkatan kapasitas produksinya untuk
mendukung kehidupan, (2) membangun dan meningkatkan potensi
sumberdaya hayati laut agar dapat memenuhi kebutuhan nutrisi
manusia, dan tujuan-tujuan sosial, ekonomi dan pembangunan, dan (3)
meningkatkan pengelolaan terpadu dan pembangunan berkelanjutan
lingkungan pesisir dan laut. UNCED juga menyadari pentingnya
pengembangan kapasitas, pentingnya hubungan antara pemantauan
kondisi kesehatan ekosistem pesisir dengan tujuan-tujuan pengembangan
dan keberlanjutan sumberdaya lautan.
Suatu kerangka ekologis yang dapat digunakan untuk mencapai
tujuan-tujuan UNCED adalah konsep ekosistem laut besar (LME: large
marine ecosystem). LME adalah area yang mengalami banyak tekanan,
baik yang berasal dari perkembangan tingkat eksploitasi ikan dan
sumberdaya dapat diperbaharui lainnya, rusaknya wilayah pesisir,
hilangnya habitat, run-off, pembuangan limbah kota serta deposisi
pencemaran udara. LME adalah wilayah laut yang mencakup wilayah
pesisir, muara sungai dan estuarin di atas dan batas ke arah laut dari
paparan benua dan batas ke arah laut dari sistem arus pantai. LME
30
Pengantar Ekologi Laut
memiliki cakupan area yang relatif besar, ≥ 200.000 km2,
dengan
karakteristik rezim kedalaman, hidrografi, dan produktivitas tersendiri,
serta populasi-populasi yang memiliki saling ketergantungan pada level
trofik (Sherman and Alexander,1986; Sherman, 1994). LME merupakan
pusat-pusat upaya dunia dalam hal : (1) mengurangi pencemaran di
wilayah pesisir, (2) memperbaiki habitat-habitat yang rusak (terumbu
karang, mangrove dan padang lamun) dan (3) meningkatkan jumlah stok
sumberdaya ikan (U.S. Submission, 2009). LME menyumbangkan 12.6
Trilliun Dollar AS pada ekonomi dunia (U.S. Submission, 2009).
Pengantar Ekologi Laut
31
Gambar-8. Sebaran Ekosistem Laut Besar (LME) (NOAA, 2007).
32
Pengantar Ekologi Laut
Download