bab ii tinjauan pustaka - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Dasar Pemanas Induksi
2.1.1. Definisi Pemanas Induksi
Pemanasan induksi (Induction Heating) adalah solusi rancangan teknologi
termal yang efisien, efektif dan hemat energi berdasarkan kumparan induksi yang
menghasilkan medan elektromagnetik dari arus Eddy (arus pusar) yang arahnya
melingkar melingkupi medan magnet yang menembus objek. (Khusnul K. 2015)
Pemanasan secara induksi (induction heating) memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan dengan sistem pemanasan yang lain yaitu penggunaan
arus induksi yang timbul pada benda kerja mengakibatkan komponennya relatif
tidak terjadi peningkatan temperatur sehingga tidak membutuhkan komponen
yang mahal. Selain itu, tidak memerlukan bahan bakar kimia, sehingga dapat
dikatakan sangat ramah lingkungan dan metode ini juga sangat efisien karena
panas yang sebenarnya dihasilkan di dalam benda kerja itu sendiri.(Alberth. 2009)
2.1.2. Prinsip Kerja Pemanas Induksi
Ada tiga faktor dasar dari pemanas induksi yaitu induksi elektromagnetik,
efek kulit dan transfer panas. Pada dasarnya, cara kerja pemanas induksi hampir
sama dengan transformator. Konsep dasar pemanas induksi terdiri dari gulungan
pemanas induktif dan arus yang menggambarkan induksi elektromagnetik serta
efek kulit.
Tujuan yang paling penting dari pemanas induksi adalah untuk
memaksimalkan pembangkitan energi panas pada gulungan sekunder. Caranya,
lubang kecil pada gulungan pemanas induktif dibuat kecil dan gulungan sekunder
dibuat dari bahan dengan hambatan listrik yang kecil dengan permeabilitas yang
tinggi. Bahan selain logam mengurangi efisiensi energi karena bahan tersebut
memiliki hambatan listrik besar dan permeabilitas yang rendah. Pemanas dengan
induksi adalah kombinasi antara elektromagnetik, perpindahan panas, dan
fenomena metalurgi. (Slamet Pambudi, 2012)
Universitas Sumatera Utara
Pada pemanas induksi, arus listrik bolak-balik dari power unit mengalir
melalui koil yang terbuat dari tembaga. Arus ini akan menimbulkan medan
elektromagnet yang besarnya berubah-ubah. Medan ini akan membangkitkan arus
listrik pada material logam yang ada di dalamnya. Arus listrik yang timbul (arus
Eddy) menimbulkan panas yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk
memanaskan dan mencairkan logam tersebut. (Wahyu. 2013)
Induction heater memanfaatkan rugi-rugi yang terjadi pada kumparan
penginduksi. Rugi-rugi yang dimanfaatkan untuk memanaskan objek antara lain
rugi arus Eddy dan rugi histerisis
2.1.2.1. Rugi Arus Eddy
Arus eddy memiliki peranan yang paling dominan dalam proses
pemanasan induksi. Panas yang dihasilkan pada material sangat bergantung
kepada besarnya arus eddy yang diinduksikan oleh lilitan penginduksi. Adapun
fenomena arus eddy pada permukaan bahan dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Arus Eddy pada Permukaan Bahan
(Habibi, 2007)
Pada gambar diatas, ketika lilitan dialiri oleh arus bolak-balik, maka akan
timbul medan magnet di sekitar kawat penghantar. Medan magnet tersebut
besarnya berubah-ubah sesuai dengan arus yang mengalir pada lilitan tersebut.
Jika terdapat bahan konduktif disekitar medan magnet yang berubah-ubah, maka
pada bahan konduktif tersebut akan mengalir arus yang disebut arus eddy.
Universitas Sumatera Utara
Jadi arus eddy adalah arus pusar yang diinduksi ke bahan konduktif yang
terjadi akibat diletakkan disekitar medan magnetik yang dibangkitkan oleh kawat
penghantar yang dialiri arus bolak balik.
Adapun rugi eddy (eddy current) yaitu kerugian yang disebabkan oleh
aliran sirkulasi arus yang menginduksi bahan konduktor. Ini disebabkan oleh
aliran fluks magnetik disekitar konduktor tersebut. Eddy current dapat
menyebabkan kerugian daya karena sejumlah energi listrik akan diubah menjadi
panas. Persamaannya dirumuskan sebagai berikut: (Sudaryatno. 2010)
Pe = Ke ƒ2 Bmaks2
(2.1a)
Keterangan
Ke
= konstanta Eddy
Bmaks
= induksi magnet maksimum (Tesla)
f
= frekuensi (Hz)
Berdasarkan persamaan diatas, untuk menghitung besarnya rugi daya eddy
diperlukan data-data seperti nilai induksi magnet maksimum (Bmaks), frekuensi
(f) dan konstanta eddy (Ke) yang bergantung pada material konduktor yang
digunakan. Untuk menentukan konstanta eddy ini akan diperoleh melalui
penurunan persamaan (2.1a) diatas yaitu:
Pe = Ke ƒ2 Bmaks2
Ke =
Ke =
Ke =
{(
/
) ( / )}
( / )
( /
) /
Ke = I (Volume)/ E
(2.1b)
Adapun beberapa faktor diluar kecacatan, dapat mengakibatkan respon
arus eddy. Beberapa faktor utamanya yaitu konduktivitas bahan berbanding lurus
dengan aliran arus eddy pada permukaan bahan, permeabilitas bahan
mempengaruhi seberapa mudah sebuah bahan dapat dimagnetisasi, dimana
permeabilitas bahan berbanding lurus dengan arus eddy yang dihasilkan.
Frekuensi berbanding lurus dengan arus eddy yang dihasilkan, geometri dimana
Universitas Sumatera Utara
meliputi ketebalan bahan dan kedalaman penetrasi yaitu ketebalan bahan yang
lebih kecil daripada kedalaman penetrasi efektif menghasilkan respon arus eddy
yang besar dan kedekatan / Lift-off dimana semakin dekat sebuah kumparan pada
permukaan, maka efek pada kumparan tersebut akan semakin baik.
2.1.2.2. Rugi Histerisis
Rugi-rugi histerisis juga memiliki peranan penting dalam pemanasan
induksi. Namun hal ini hanya berlaku pada material yang bersifat ferromagnetik
seperti besi. Untuk material diamagnetik seperti aluminium, pemanasan lebih
didominasi oleh arus eddy.
Rugi-rugi histerisis adalah kerugian yang disebabkan oleh gesekan
molekul yang melawan aliran gaya magnet di dalam konduktor. Gesekan molekul
ini akan menimbulkan panas. Panas yang timbul ini menunjukkan kerugian
energi, karena sebagian kecil energi listrik tidak dipindahkan, tetapi diubah bentuk
menjadi energi panas. Energi ini digunakan untuk mengatasi suatu hambatan dari
pergesaran intensitas fluks yang terjadi. Penggunaan energi ini akan menyebabkan
panas yang juga dimanfaatkan untuk memanaskan konduktor. Berikut gambar 2.2
memperlihatkan lingkar histerisis.
Gambar 2.2 Lingkar Histerisis
(Semiatin.1986)
Dari gambar diatas, apabila medan ( H ) diturunkan maka medan ( B )
tidak ikut menurun secara sebanding, ini akibat “gesekan“ tersebut diatas
mengakibakan medan magnet B cenderung bertahan.
Universitas Sumatera Utara
Rugi histerisis pada inti besi, dinyatakan sebagai: (Sudaryatno. 2010)
Ph = Kh f Bmaks2
(watt)
(2.2a)
Dimana,
Kh
= konstanta Histerisis
Bmaks
= induksi magnet maksimum (Tesla)
f
= frekuensi (Hz)
Berdasarkan persamaan diatas, untuk menghitung besarnya rugi daya
histerisis diperlukan data-data seperti nilai induksi magnet maksimum (Bmaks),
frekuensi (f), dan konstanta histerisis (Kh) yang bergantung pada material
konduktor. Untuk menentukan konstanta histerisis ini juga akan diperoleh melalui
penurunan persamaan (2.2a) diatas yaitu:
Ph = Kh ƒ Bmaks2
Kh =
Kh =
Kh =
.
(
/
)( / )
( / )
( /
)
/
Kh = I. A2
(2.2b)
Jadi untuk mempermudah menghitung konstanta histerisis pada suatu
konduktor dapat menggunakan persamaan (2.2b) diatas.
2.1.3 Elektromagnetisme
Adanya hubungan antara magnetisme dan elektromagnetisme menjelaskan
bahwa arus listrik yang mengalir di dalam konduktor menimbulkan medan magnet
di sekitar konduktor tersebut. Kuat medan magnet tergantung pada besar arus
yang mengalir pada konduktor tersebut. Dimana arus yang mengalir berbanding
lurus dengan kuat medan magnet. Untuk menentukan hubungan antara arus yang
mengalir di dalam konduktor dengan arah medan magnet, digunakan kaidah
tangan kanan (right-hand rule). Kaidah tangan kanan dapat diperagakan seolaholah telapak tangan kanan memegang konduktor berarus dengan ibu jari yang
Universitas Sumatera Utara
ditegakkan menunjukkan arah arus. Maka arah keempat jari yang menggenggam
konduktor itu menunjukkan arah medan magnet.
2.1.4 Kerapatan fluks magnet
Kerapatan fluks magnet (magnetic flux density) adalah fluks magnet per
satuan luas pada bidang yang tegak lurus dengan fluks magnet tersebut. Kerapatan
fluks magnet sering disebut juga dengan induksi magnet (magnetic induction).
Kerapatan fluks magnet dapat dinyatakan dengan:
B=
Φ
(2.3)
Keterangan
B = kerapatan fluks magnet dalam Weber/m2 (Wb/ m2) atau Tesla (T)
Φ = fluks magnet dalam Weber (Wb)
A = luas penampang dalam meter persegi (m2)
2.1.5 Permeabilitas
Permeabilitas adalah kemampuan suatu bahan (misalnya logam) untuk
melakukan fluks magnet yang lebih baik di udara atau hampa udara. Sifat fisik ini
adalah penting ketika merancang sistem pemanas.
Permeabilitas magnetik relatif memiliki efek pada semua fenomena
induksi dasar. Permitivitas relatif tidak banyak digunakan pada pemanasan
induksi, tetapi memainkan peran utama dalam aplikasi pemanasan dielektrik.
Nilai konstan μo = 4 x 10-7 H/m [atau Wb / (A.m)] disebut permeabilitas ruang
bebas, dan konstanta o = 8,854 x 10-12 F/m disebut permitivitas ruang bebas.
Hasil permeabilitas magnet relatif dan permeabilitas ruang bebas disebut
permeabilitas μ dan sesuai dengan rasio kepadatan fluks magnetik (B) untuk
intensitas medan magnet (H) dirumuskan sebagai berikut :
= µr. µo
(2.4)
Keterangan :
B = Kepadatan fluks magnetik
H = Intensitas medan magnetik
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan untuk menghitung permeabititas (µ), nilai permeabilitas relatif
(µr) harus dikalikan dengan permeabilitas udara (µo), sebagaimana rumus di bawah
µ = µr. µo
(2.5)
Keterangan :
µr= permeabilitas relatif
µo= permeabilitas udara
Jadi permeabilitas (μ) adalah kemampuan suatu benda untuk dilewati garis
gaya magnet. Permeabilitas dinyatakan dengan simbol µ (mu). Benda yang mudah
dilewati garis gaya magnet disebut memiliki permeabilitas tinggi. Permeabilitas
udara dan ruang hampa dianggap sama dengan satu. Untuk benda-benda yang
lain, besarnya permeabilitas ditentukan dengan perbandingan terhadap udara atau
ruang hampa, didapatkan permeabilitas relatif (relative permeability).
Ditinjau dari permeabilitas relatifnya, benda-benda dikelompokkan dalam
tiga kelompok, yaitu benda ferromagnetik memiliki permeabilitas jauh lebih besar
dari satu. Hal ini menyebabkan bila benda-benda tersebut terletak di dalam
medan magnet maka garis-garis gaya magnet cenderung lewat pada benda
tersebut. Dengan demikian benda-benda ferromagnetik mudah ditarik oleh magnet
dan mudah dibuat magnet buatan. Yang tergolong benda ini antara lain besi, baja,
nikel, kobalt, logam paduan seperti alniko dan permalloy.
Selanjutnya benda paramagnetik memiliki permeabilitas sedikit lebih
besar dari satu. Benda-benda yang tergolong pada jenis ini tidak begitu kuat
ditarik magnet dan bila terletak di dalam medan magnet, fluks yang mengalir di
dalamnya sama dengan fluks magnet yang mengalir di dalam udara biasa. Yang
tergolong benda ini antara lain aluminium, khrom, mangan dan platinum.
Dan yang terakhir, benda diamagnetik memiliki permeabilitas kurang dari
satu. Benda-benda yang tergolong jenis ini sukar ditarik magnet dan bila terletak
di dalam medan magnet cenderung dihindari oleh garis-garis gaya magnet. Yang
tergolong benda ini antara lain bismuth, antimoni, tembaga, seng, merkuri, emas
dan perak. (Slamet Pambudi, 2012)
Universitas Sumatera Utara
2.2.
Kumparan Induksi
Lilitan penginduksi digunakan untuk menginduksi objek atau benda kerja
yang ingin dipanaskan. Lilitan penginduksi ini harus mempunyai jumlah liiltan
yang cukup agar medan magnetik yang dihasilkan dapat menginduksi benda kerja
dengan baik. Selain itu, jumlah lilitan ini perlu diperhitungkan guna mengetahui
kapasitas arus yang mampu dilewatkan. Biasanya untuk menentukannya dapat
menggunakan tabel tertentu walaupun hal ini bukan menjadi patokan mutlak.
Untuk lebih jelas dapat dilihat tabel 2.1.
Tabel 2.1 Jumlah Lilitan terhadap Kemampuan Hantar Arus
No
Jumlah lilitan Kabel
Kemampuan Membawa
Penampang (N)
Arus (Ampere)
1
1
12
2
2
15
3
3
18
4
3
26
5
5
34
6
6
40
7
8
9
10
11
10
16
25
35
50
61
82
108
135
168
(Katalog Igus Chainflex, 2009)
Pada alat pemanas induksi selain berfungsi untuk menginduksi benda
kerja, kumparan juga digunakan sebagai induktor pada rangkaian resonan. Oleh
karenanya, jumlah lilitan diusahakan memiliki nilai induktansi yang sesuai dengan
frekuensi resonansi yang diinginkan. (AND9166/D. 2014)
Garis tengah atau tebal kawat tembaga juga menentukan kemampuan
kawat dilalui arus listrik. Bila listrik yang mengalir didalam kawat melebihi
kemampuan dari kawat maka akan mengakibatkan kawat menjadi panas dan jika
arus yang melaluinya jauh lebih besar dari kemampuan kawat, kawat akan
terbakar dan putus. Biasanya yang telah banyak dilakukan dalam menentukan
Universitas Sumatera Utara
diameter kabel untuk perencanaan sebuah instalasi tenaga adalah dengan
menggunakan tabel yang dikeluarkan oleh pabrikan pembuat kabel tersebut.
Dalam merencana sebuah instalasi tenaga listrik, maka langkah awal
adalah mengetahui berapa tegangan listrik serta daya yang dibutuhkan adalah
dengan menentukan diameter kabel yang akan digunakan. Dibawah ini adalah
rumus dalam menentukan diameter kabel :
q=
.
.
(2.6)
.
Keterangan
q = Penampang kawat (mm2)
ev = Rugi tegangan (Volt)
L = Panjang kawat (m)
E = Tegangan (Volt)
N = Daya (Watt)
y = Daya hantar jenis, Cu = 56
Untuk pemakaian yang profesional di pasar dapat dijumpai kawat tembaga
dengan standar AWG (American Wire Gauge). Standar ini tergantung dari
diameter kawat, resistansi dan sebagainya. Misalnya kawat tembaga AWG32
berdiameter kira-kira 0,3 mm, AWG22 berdiameter 0,7 mm ataupun AWG20
yang berdiameter kira-kira 0,8 mm. Biasanya yang digunakan adalah kawat
tembaga tunggal dan memiliki isolasi.
2.3.
Efek Kulit dan Kedalaman Penetrasi Panas
Efek kulit adalah hal penting dalam aplikasi listrik yang menggunakan
tegangan bolak-balik (AC). Karena efek ini, sekitar 86% daya akan terkonsentrasi
di lapisan permukaan konduktor. Lapisan ini disebut reference depth. Tingkat
efek kulit tergantung pada frekuensi dan sifat material (resistivitas listrik (ρ) dan
permeabilitas magnetik relatif (μr)) pada konduktor. Akan muncul efek kulit
ketika diberikan frekuensi yang semakin tinggi atau ketika jari-jari benda kerja
relatif besar. Distribusi dari densitas arus sepanjang ketebalan benda kerja (radius)
secara kasar dapat dihitung dengan persamaan
I = I0 e-y/s
(2.7)
Universitas Sumatera Utara
Keterangan :
I = densitas arus pada jarak y dari permukaan (A/m2).
Io = densitas arus pada permukaan benda kerja (A/m2).
y = jarak dari permukaan menuju inti (m)
Adapun kedalaman penetrasi dalam meter dirumuskan sebagai berikut ini :
=
.
.
(2.8)
Keterangan :
= resistivitas listrik dari logam (ohm.m).
μr = permeabilitas magnetik relatif.
f = frekuensi (Hz)
= kedalaman penetrasi (m)
Jika arus searah melewati sebuah konduktor, maka arus akan terdistribusi
secara merata pada seluruh permukaan konduktor tersebut. Tetapi jika arus bolakbalik dialirkan melalui konduktor yang sama, arus tidak tersebar secara merata.
Kerapatan arus paling besar selalu berada dipermukaan konduktor dan kerapatan
arus ini akan semakin berkurang ketika mendekati pusat konduktor. Hal ini yang
disebut (skin effect) efek kulit. (Slamet Pambudi. 2012)
Kedalaman pemanasan bisa diatur dengan memvariasikan frekuensi
inverter. Kecepatan pemanasan akan semakin tinggi dengan mengkonsentrasikan
arus pada bagian permukaan material. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar 2.3.
Gambar 2.3 Pengaruh Frekuensi pada Pemanasan Induksi
(Habibi, 2007)
Pada gambar diatas, besarnya frekuensi yang diterapkan pada konduktor
berbanding lurus dengan arus yang mengalir pada permukaan konduktor. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
karena arus Eddy mengalir di permukaan konduktor sehingga menyebabkan
energi panas hanya terpusat pada permukaan material sehingga permukaan
material lebih cepat panas dari pada pusatnya. (AND9166/D. 2014)
Adapun besarnya frekuensi perputaran pada sebuah kumparan yang terdiri
dari lilitan di suatu medan magnetik untuk membangkitkan tegangan dapat
dirumuskan menggunakan persamaan ggl induksi magnetik dibawah ini:
∈ = N.A.B.ω
f=
(2.9)
∈
(2.10)
. . .
Keterangan :
∈= Ggl induksi (V)
N = jumlah lilitan kumpran
A = luas bidang kumparan (m2)
B = induksi magnetik (T)
2 f = kecepatan sudut (rad/s)
2.4.
Resistivitas dan Konduktivitas Listrik pada Material
Kemampuan material untuk dengan mudah menghantarkan arus listrik
ditentukan oleh konduktivitas listrik. Kebalikan dari konduktivitas adalah
resistivitas listrik. Satuan untuk resistivitas dan konduktivitas adalah ohm meter
dan mho/m. Resistivitas listrik suatu logam tertentu bervariasi dengan suhu,
komposisi kimia, struktur mikro logam, dan ukuran butir. Untuk sebagian besar
logam, resistivitas akan naik dengan kenaikan suhu. Resistivitas dari logam murni
dapat direpresentasikan sebagai fungsi linier dari suhu (kecuali ada perubahan
dalam kisi-kisi logam)
ρT = ρ0 [1 + α (T – T0 )]
(2.11)
keterangan :
ρ = resistivitas listrik pada suhu ruang T0
ρ (T) = resistivitas listrik pada suhu T
α = koefisien suhu dari resistivitas listrik.
Hubungan resistivitas listrik (ohm-m) dengan resistivitas listrik R (ohm) dapat
dinyatakan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
R=ρ
(2.12)
Keterangan :
l = panjang konduktor yang dialiri arus.
A = luas penampang konduktor di mana arus mengalir melaluinya.
Sedangkan dalam pembuatan induktor biasanya tidak diperlukan kawat
tembaga yang sangat panjang hanya puluhan sentimeter saja, sehingga efek
resistansi bahan kawat tembaga dapat diabaikan.
2.5.
IGBT (Insulated Gate Bipolar Transistor)
2.5.1. Definisi
IGBT atau Transistor dwikutub gerbang-terisolasi adalah piranti
semikonduktor yang merupakan gabungan antara Transistor dan MOSFET. Biasa
berfungsi sebagai komponen saklar untuk sebuah aplikasi daya.
Arsitektur dasar dari IGBT hampir sama dengan MOSFET kecuali adanya
penambahan layer P+ pada colector diatas layer drain N+ dari MOSFET.
Peralatan ini memiliki impedansi input yang tinggi dari MOSFET, tetapi
karakteristik konduksi seperti BJT. Jika gate adalah positif dengan respect ke
emitter, sebuah N-chanel diinduksikan pada daerah P. Ini di forward-biaskan pada
base emitter junction dari P-N-P transistor, menjadikan on dan menyebabkan
modulasi konduktivitas pada daerah N-, memberikan reduksi signitifikan pada
drop over konduksi pada MOSFET itu.
IGBT terdiri dari tipe N dan tipe P, memiliki tiga kaki yang dinamakan G
(gate), C (collector) dan E (emitor). Berikut diperlihatkan gambar penampang
umum IGBT dan simbolnya.
(a)
(b)
Gambar 2.4 (a) Simbol IGBT dan (b) Penampang Umum IGBT
Universitas Sumatera Utara
2.5.2. Karakteristik IGBT
Berdasarkan kinerjanya, IGBT memiliki beberapa karakteristik yang
membedakannya dengan jenis mosfet lain. Karakteristik yang dimilikinya ini
menjadikannya memiliki beberapa keunggulan antara lain memiliki impedansi
input yang sangat tinggi sehingga tidak membebani rangkaian pengendalinya
(atau sering disebut rangkaian driver). Output IGBT memiliki tahanan (Roff) yang
sangat besar pada saat tidak menghantar, sehingga arus bocor sangat kecil. Pada
saat menghantar, tahanan pensaklaran (Ron) sangat kecil, mengakibatkan
tegangan jatuh (voltage drop) lebih kecil daripada transistor pada umumnya
sehingga menjadikannya lebih efisien karena kerugian panas hampir tidak ada.
Memiliki kecepatan pensaklaran/frekuensi kerja yang lebih tinggi dibanding
transistor lainnya.
2.5.3. Prinsip kerja IGBT sebagai Saklar
Prinsip kerja IGBT sebagai saklar dalam rangkaian daya dapat dijelaskan
pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 Rangkaian Inverter Sederhana
(Helly Andri, 2012)
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa pada saklar S1 dan S2 di A, beban
akan mendapatkan tegangan positif dan sebaliknya pada S1 dan S2 di B, beban
akan mendapatkan tegangan positif dari arah yang berlainan. Dengan demikian,
pemindahan saklar S1 dan S2 secara bergantian akan menghasilkan tegangan
bolak-balik, dengan amplitudo yang ditentukan oleh besarnya sumber sedangkan
frekuensi ditentukan oleh perpindahan saklar. Bentuk gelombang tegangan
keluaran dari perpindahan saklar ini adalah sinusoidal. Namun pada prakteknya
bentuk gelombang keluarannya banyak mengandung harmonisasi sehingga
Universitas Sumatera Utara
dilakukan teknik pensaklaran dengan sinyal PWM dari sumber DC tetap. Pada
PWM, amplitudo tegangan keluaran dapat dikendalikan dengan memodulasi
bentuk gelombang. Mengurangi filter untuk menurunkan harmonik dan kendali
amplitudo tegangan merupakan dua keuntungan yang berbeda dari PWM. Kendali
saklar-saklar untuk keluaran sinusoidal PWM membutuhkan sinyal referensi,
dalam hal ini sinyal sinusoidal dan sinyal carrier yaitu gelombang segitiga yang
mengendalikan frekuensi switching.
2.6.
PWM (Pulse Width Modulation)
Pulse-Width Modulation (PWM) adalah sebuah cara memanipulasi lebar
sinyal yang dinyatakan dengan pulsa dalam satu periode untuk mendapatkan
tegangan rata-rata yang berbeda. PWM merupakan salah satu cara untuk
mengendalikan rangkaian analog menggunakan sinyal digital. Sinyal PWM terdiri
atas deretan pulsa yang berulang dengan frekuensi tertentu. Perbandingan antara
lebar pulsa ‘ON’ dengan periode disebut dengan duty cycle. Duty cycle biasanya
diekspresikan dalam persen, dengan 100% berarti sinyal PWM selalu dalam
kondisi ‘ON’. Berikut gambar 2.6 adalah langkah-langkah pembangkitan sinyal
PWM pada mikrokontroler.
Gambar 2.6. Skema Pembangkit Sinyal PWM (Kurnia, N. 2015)
Universitas Sumatera Utara
Dari skema diatas, tahap pertama adalah menggunakan fitur timer, terlebih
dahulu timer harus dihubungkan dengan clock pada mikrokontroler. Besar clock
akan menentukan frekuensi sinyal PWM yang dihasilkan. Langkah selanjutnya
adalah menghubungkan output timer dengan pin I/O yang sesuai. Berikutnya
adalah mengatur counter pada timer agar berhitung ke arah membesar. Dengan
konfigurasi demikian, counter akan berhitung mulai dari 0 hingga nilai
maksimum kemudian kembali ke 0 dan seterusnya. Langkah selanjutnya adalah
mengatur waktu on timer (periode) untuk memperoleh frekuensi PWM yang
diinginkan. Waktu on timer ini menentukan nilai maksimum counter sehingga
secara otomatis juga mempengaruhi frekuensi sinyal PWM yang dihasilkan.
Setelah itu, atur nilai register output compare untuk memperoleh duty
cycle yang diinginkan. Untuk konfigurasi timer “clear on compare match”, sinyal
PWM yang dihasilkan akan bernilai high hingga counter mencapai nilai register
output compare. Saat hal ini terjadi, sinyal PWM yang dihasilkan akan bernilai
low hingga counter mencapai nilai maksimum. Kemudian counter akan kembali
ke 0 dan sinyal PWM kembali ke nilai high. Untuk konfigurasi timer “set on
compare match”, sinyal PWM yang dihasilkan berkebalikan dengan konfigurasi
sebelumnya. Adapun dalam penelitian ini sinyal PWM dibangkitkan oleh
mikrokontroler Atmega8535 sehingga dapat memanfaatkan langkah-langkah pada
skema 2.6 diatas. (Kurnia, N. 2015)
2.6.1. Perhitungan Duty Cycle PWM
Dengan cara mengatur lebar pulsa “on” dan “off” dalam satu perioda
gelombang melalui pemberian besar sinyal referensi output dari suatu PWM akan
didapat duty cycle yang diinginkan.
Adapun duty cycle dari PWM dapat dinyatakan sebagai berikut:
Duty cycle =
x 100%
(2.13)
Keterangan
Ton = Periode pada saat ON
Toff = Periode pada saat OFF
Dengan menggunakan persamaan (2.13) maka duty cycle dapat divariasikan
sesuai rancangan alat yang diinginkan. (Satriansyah, Adam. 2011).
Universitas Sumatera Utara
Download