1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Peningkatan ancaman pemanasan global dan perubahan iklim telah menjadi perhatian
banyak kalangan dalam beberapa dekade terakhir. Hal tersebut telah memfokuskan perhatian
khususnya di bidang ekonomi mengenai hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan
degradasi lingkungan. Intergovernmental Panel on Climate Change melaporkan bahwa ratarata suhu bumi diperkirakan akan naik antara 1.1 dan 6.4 oC dalam 100 tahun mendatang
(IPCC, 2007). Menurut para ilmuwan lingkungan, terjadinya pemanasan global disebabkan
oleh adanya emisi gas rumah kaca. Sebesar 72 persen dari total emisi yang dipancarkan oleh
gas rumah kaca merupakan karbondioksida (CO2), sehingga karbondioksida (CO2)
merupakan penyebab utama terjadinya pemanasan global. Emisi karbondoksida telah
mengalami peningkatan dalam 50 tahun terakhir dan terus mengalami peningkatan setiap
tahunnya (Sanglimsuwan, 2011).
The World Resources Institute (WRI), UNEP (United Nations Environtment
Programme), UNDP (United Nations Development Programme) dan Bank Dunia telah
melaporkan tentang pentingnya lingkungan dan kaitannya dengan kesehatan manusia (Bank
Dunia, 1998). Menurut Triyono (2010), ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
degradasi lingkungan, antara lain pertambahan penduduk, kebijakan pemerintah, dampak
industrialisasi, reboisasi dan reklamasi yang gagal, meningkatnya penduduk miskin dan
pengangguran, lemahnya penegakan hukum, kesadaran masyarakat yang rendah, dan
pencemaran lingkungan. Grafik 1.1 menunjukkan total peningkatan emisi karbondioksida
(CO2) secara global dari tahun 1970-2008.
1
Gambar 1.1. Grafik Total Emisi Karbondioksida dan GDP perkapita Global
1980-2008
35000
8000
30000
7000
25000
6000
5000
20000
4000
15000
3000
10000
2000
5000
1000
0
0
Emisi karbondioksida (juta metrik ton)
GDP per kapita (konstan US$ 2005)
Sumber: data CO2 diolah dari Boden, T.A., G. Marland, and R.J. Andres (2010). Global, Regional, and
National Fossil-Fuel CO2 Emissions, Carbon Dioxide Information Analysis Center, Oak Ridge
National Laboratory, U.S. Data GDP perkapita diolah dari UNCTAD, 2008.
Keadaan ekonomi dan lingkungan di Asia Timur mengalami perubahan yang cukup
besar. Kawasan Asia timur telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat selama lebih
dari satu dekade terakhir melalui kebijakan dan ekonomi yang berorientasi ekport (Ueta &
Mori, 2007). Aktivitas ekonomi internasional –perdagangan internasional dan penanaman
modal asing- telah menjadi karakteristik umum yang dimiliki emerging economies Asia
Timur (Kawai & Urata, 2002). Di sisi lain, lebih dari 1.500 juta jiwa atau sekitar 40 persen
penduduk Asia tinggal di Asia Timur dengan tingkat kepadatan penduduk 230 km2 atau lima
kali rata-rata dunia. Namun pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk yang tinggi
menciptakan konsekuensi lingkungan yang serius pula. Grafik 1.2 menunjukkan tingkat
pertumbuhan PDB perkapita Asia Timur tahun 1985-2009.
2
Gambar 1.2. Grafik Tingkat Pertumbuhan PDB per kapita negara-negara di
Asia Timur 1985-2009
PDB per kapita (konstan 2000 US)
180000
160000
140000
120000
100000
Singapura
Hongkong
Makau
Korea Selatan
Indonesia
80000
Jepang
60000
China
40000
Vietnam
20000
0
Thailand
Philipina
Malaysia
Sumber: diolah dari World Development Indicator, 2013
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa tren tingkat pertumbuhan ekonomi yang
digambarkan dengan PDB per kapita dari sebelas negara di kawasan Asia Timur semakin
meningkat mulai tahun 1985 hingga tahun 2009. Negara Singapura merupakan negara
dengan tingkat PDB per kapita tertinggi, kemudian diikuti oleh negara Hongkong,
Makau, Korea Selatan, Indonesia, Jepang, China, Vietnam, Thailand, Philipina, dan
terendah adalah negara Malaysia.
3
Gambar 1.3. Grafik Tingkat Emisi Karbondioksida per kapita negara-negara di
Asia Timur Tahun 1985-2009
70.00
60.00
Singapura
metriks ton per kapita
Hongkong
50.00
40.00
30.00
Makau
Korea Selatan
Indonesia
Jepang
China
20.00
10.00
Vietnam
Thailand
Philipina
0.00
Malaysia
Sumber: diolah dari World Development Indicator, 2013
Dari Grafik 1.3 diatas juga dapat diketahui bahwa tingkat emisi karbondioksida (CO2)
pada sebelas negara di kawasan Asia Timur juga mengalami tren yang meningkat selama
periode 1985-2009 yang berarti bahwa tingkat degradasi lingkungan di kawasan Asia Timur
juga semakin meningkat. Negara dengan tingkat emisi karbondioksida (CO2) tertinggi di
kawasan Asia Timur adalah negara Singapura, kemudian Hongkong, Makau, Korea Selatan,
Indonesia, Jepang, China, Vietnam, Thailand, Philipina, dan Malaysia.
Jika dibandingkan, grafik 1.2 dan 1.3 menunjukkan tren tingkat pertumbuhan
ekonomi beberapa negara di kawasan Asia Timur yang semakin meningkat, tetapi di sisi lain
tren tingkat emisi karbondioksida (CO2) juga mengalami peningkatan yang menunjukkan
bahwa degradasi lingkungan mengalami peningkatan, dengan kata lain semakin tinggi tingkat
pertumbuhan ekonomi maka akan semakin tinggi pula tingkat emisi karbondioksida (CO2)
negara tersebut. Adanya fenomena tersebut memunculkan beberapa studi yang mempelajari
4
hubungan antara tingkat pertumbuhan ekonomi dan degradasi lingkungan, yang dikenal
sebagai hipotesis Environmental Kuznets Curve (EKC).
Seperti yang dijelaskan dalam hipotesis EKC, pada tahap take-off pembangunan dan
kemajuan industrialisasi dapat meningkatkan kerusakan lingkungan karena penggunaan
sumber daya alam yang lebih besar, emisi polutan yang berlebih, pengoperasian teknologi
yang kurang efisien dan relatif kotor, dan mengabaikan lingkungan sebagai konsekuensi dari
pertumbuhan (Shafik & Bandyopadhyaya, 1992). Pada proses pembangunan dan kemajuan
industrialisasi yang ditandai dengan pemanfaatan sumber daya –segala sesuatu yang
digunakan dalam proses produksi barang maupun jasa- sebagai input, baik yang dapat
diperbarui maupun tidak dapat diperbarui akan memunculkan dampak positif maupun negatif
(Reksohadiprojo, 2000). Dampak positif dari pemanfaatan sumber daya tersebut adalah
peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, sedangkan dampak negatifnya adalah
timbulnya pencemaran yang harus ditangani dari penggunaan sumber daya yang tak
terkendali akibat proses produksi dan konsumsi tersebut.
Hipotesis Environmental Kuznets Curve ini pertama kali dikembangkan di awal tahun
1990-an oleh Grossman dan Krueger yang menunjukkan bukti empiris bahwa pertumbuhan
ekonomi akan memberikan dampak pada degradasi kualitas lingkungan pada tahap awal
pembangunan sampai batas tertentu tercapai, meskipun setelah mencapai batas tersebut
kondisi akan lebih mengarah pada perbaikan lingkungan.
Setelah studi yang dilakukan oleh Grossman dan Krueger (1991), banyak studi-studi
lain bermunculan untuk membuktikan keberadaan hipotesis EKC untuk berbagai macam
indikator degradasi lingkungan, sehingga menghasilkan hasil penelitian yang bervariasi pula.
Adanya hasil yang bervariasi ini cukup membingungkan pengambil kebijakan dalam
menemukan hubungan U-terbalik untuk emisi karbondioksida, dimana karbondioksida sering
disebut sebagai penyebab utama pemanasan global. Hal ini menjadi alasan mengapa validitas
5
empiris mengenai EKC masih menjadi pertanyaan sehingga sangat menarik jika dilakukan
penelitian terkait hal tersebut. Salah satu hal yang paling diperdebatkan adalah mengenai
model matematis yang tepat untuk evolusi EKC. Beberapa studi telah menguji bentuk-bentuk
altenatif fungsi polinomial untuk melihat apakah kurva berbentuk U-terbalik atau kurva
berbentuk N-shape yang lebih baik dalam menggambarkan evolusi beberapa indikator
pencemaran lingkungan sebagai akibat pertumbuhan ekonomi (Grossman dan Krueger, 1995;
Dinda, et al., 2000). Sebaliknya, beberapa literatur menunjukkan bahwa jenis hubungan
tersebut mungkin tidak sesuai untuk model emisi karbondioksida dan lebih fokus kepada
spesifikasi yang lebih fleksibel dibandingkan dengan bentuk standar fungsi polinomial
(Beltratti, 1997; Azomahou et al., 2006; Galeotti, et al., 2006).
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan pada poin sebelumnya, penelitian ini
fokus kepada hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan emisi karbondioksida di
kawasan Asia Timur dengan membandingkan spesifikasi model kuadrat dan spesifikasi
model kubik. Variabel emisi karbondioksida (CO2) digunakan dalam penelitian ini sebagai
indikator kerusakan lingkungan, variabel PDB per kapita digunakan sebagai indikator
pertumbuhan ekonomi, selain itu dalam penelitian ini juga digunakan variabel tingkat
perdagangan internasional (trade), Penanaman Modal Asing atau Foreign Direct Investment
(FDI), tingkat kepadatan penduduk (population density), dan tingkat kepadatan penduduk
daerah perkotaan (urban density) sebagai variabel penjelas1.
Berdasarkan hipotesis dan literatur mengenai Environmental Kuznets Curve (EKC),
hubungan empiris antara degradasi lingkungan dan pendapatan per kapita dapat
digambarkan sebagai berikut:
1
untuk menghindari masalah omitted variabel
6
Dimana Eit menunjukkan tingkat degradasi lingkungan, Xit menunjukkan tingkat
pendapatan per kapita. Disamping itu, untuk faktor variabel control yang tidak teramati
diwakili dengan time specific effect (τ) dan country specific effect (𝜌) dimana i menunjukkan
jumlah cross section, dan t menunjukkan jumlah time series.
Penambahan variabel penjelas (Sit) selain untuk menghindari adanya omitted variable2
juga digunakan untuk mengetahui apa yang terjadi pada EKC setelah variabel penjelas - yang
mungkin dapat menangkap karakteristik antar negara- ditambahkan. Selain itu, penambahan
variabel penjelas ini juga untuk mengidentifikasi apakah variabel-variabel penjelas tersebut
mempengaruhi tingkat degradasi lingkungan. Secara singkat, hubungan tersebut dapat
digambarkan dengan:
1.3
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, pertanyaan penelitian
yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah:
1.
Apakah hipotesis Environtmental Kuznet Curve (EKC) terbukti di kawasan Asia Timur?
2.
Berapakah nilai PDB perkapita yang merupakan titik balik peningkatan emisi
karbondioksida (CO2) kawasan Asia Timur?
3.
Apakah variabel kepadatan penduduk, kepadatan penduduk daerah perkotaan, tingkat
perdagangan internasional, dan tingkat investasi asing yang digunakan dalam penelitian
berpengaruh signifikan terhadap peningkatan emisi karbondioksida (CO2) di kawasan
Asia Timur?
2
adanya omitted variabel mungkin dapat membawa perubahan pada intercept time series atau cross-section.
7
1.4
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis keberadaan EKC di Asia Timur.
2. Untuk mengetahui nilai PDB perkapita yang merupakan titik balik peningkatan emisi
karbondioksida (CO2) di kawasan di Asia Timur.
3. Untuk mengetahui pengaruh kepadatan penduduk, kepadatan penduduk daerah
perkotaan, tingkat perdagangan internasional, dan tingkat penanaman modal asing
dalam mempengaruhi peningkatan emisi karbondioksida (CO2) di kawasan Asia
Timur.
1.5
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Memberikan gambaran yang jelas mengenai situasi perekonomian dan lingkungan
kawasan Asia Timur sehingga dapat menjadi referensi bagi pengambil kebijakan
dalam rangka perumusan kebijakan pengurangan emisi karbondioksida.
2. Memberikan referensi bagi penelitian selanjutnya yang akan menguji hubungan antara
pertumbuhan ekonomi dan emisi karbondioksida.
8
Download