BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kanker ovarium merupakan kanker keenam yang paling umum terdiagnosis diantara wanita di seluruh dunia. Kanker ovarium juga menempati urutan kedua pada kanker yang menyerang organ reproduksi wanita, diikuti oleh kanker korpus uteri dan menyebabkan banyak kematian per tahun dibandingkan dengan kanker organ reproduksi wanita lain (Permuth-Wey et al., 2008). Sedangkan di Indonesia, kanker ovarium menduduki urutan ketiga terbanyak dari keganasan pada wanita setelah kanker serviks dan payudara (Aziz, 2002). Mortalitas kanker ovarium sangat tinggi. Hal ini dikarenakan tidak spesifiknya keluhan pada stadium awal dan karena tes skrining yang kurang efektif, sehingga kanker ovarium seringkali terdeteksi pada stadium lanjut setelah kanker menyebar di luar ovarium (National Cancer Institute, 2014). 1 60 % dari semua neoplasma ovarium dan 85% dari semua neoplasma ovarium ganas merupakan tumor yang berasal dari epitel. Tumor epitel jarang menyerang remaja. Prevalensinya meningkat seiring dengan pertambahan usia dan puncaknya pada dekade enam dan tujuh. Subtipe tumor epitel meliputi serosum, musinosum, endometrioid, sel jernih dan tumor Brenner (Aziz, 2002). Kanker ovarium merupakan keganasan yang sangat umum, dimana prognosisnya dapat bervariasi. Oleh karena itu, sangat penting sekali untuk memiliki tes yang dapat dipercaya yang dapat menentukan prognosis yang pada akhirnya dapat membantu menentukan terapi yang benar dan optimal (Leonardi et al., 1992). Telah menunjukan banyak adanya studi hubungan yang antara sel dilakukan tumor untuk dan sel stromal. Menurut artikel Bhowmick et al. (2004), telah lama diakui bahwa karsinoma menyebabkan perubahan pada stroma melalui ekspresi faktor pertumbuhan yang membuat peningkatan angiogenesis, berubahnya extracellular matrix peningkatan proliferasi fibroblast (ECM), dan peningkatan ekspresi kecepatan pemanggilan sel 2 inflamasi. Dikarenakan perubahan lingkungan di sekitar stroma dan interaksi langsung maupun tak langsung dengan sel kanker, sel-sel stroma mengalami perubahan fenotip dan fungsi asal (Li et al., 2007). Untuk melihat aktivitas proliferasi fibroblast digunakan antibodi anti Ki-67 dan protein PCNA inti dikarenakan sel yang Ki-67 menurut dan PCNA banyak merupakan studi sering digunakan secara luas dalam dunia histopatologi sebagai penanda proliferasi sel (Kordek et al., 1996). Thomas et al. (1995) melakukan penelitian menggunakan PCNA pada tumor ovarium. Molina et al. (2013) melakukan tumor penelitian ameloblast. penelitian tentang menggunakan Sivridis et proliferasi PCNA al. dan Ki-67 (2005) fibroblast pada melakukan pada kanker kolorektal dan Orimo (2001) pada tumor endometrial. Dari semua penelitian, penelitian tentang belum ada penelitian proliferasi yang fibroblast melakukan pada tumor ovarium epitelial. 3 I.2 Perumusan Masalah Bagaimana perbedaan ekspresi Ki-67 dan PCNA pada stroma tumor ovarium epitelial ganas dan jinak? I.3 Keaslian penelitian Choudhury et al. (2011) melakukan penelitian sitohistologi ekspresi Ki-67 pada tumor ovarium. Ekspresi ki-67 ditemukan lebih tinggi pada tumor dengan stadium lanjut. Sivridis hubungan yang fibrobast kanker menyebutkan, memiliki al. (2005) signifikan yang yang et tinggi tinggi antara dengan juga. adenokarsinoma derajat invasi menyebutkan fraksi fraksi Shimoto paru pleura, terdapat pertumbuhan pertumbuhan et al. dengan sel (1980) desmoplasia pembuluh darah dan insidensi metastasis pada nodus limfa yang lebih besar dibandingkan pada adenokarsinoma tanpa atau sedikit desmoplasia. 4 I.4 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan ekspresi Ki-67 dan PCNA pada stroma tumor ovarium epitelial ganas dan jinak I.5 Manfaat Diketahuinya perbedaan ekspresi Ki-67 dan PCNA pada stroma tumor ovarium epitelial ganas dan jinak dapat digunakan sebagai wacana ilmu dalam pengembangan dasar diagnosis Selain dan itu, kontribusi terapi hasil terhadap terbaru pada penelitian penelitian keganasan ini lain dapat ovarium. memberikan sehingga dapat memberikan inspirasi bagi para peneliti selanjutnya. 5