BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Wanita Dewasa Usia dewasa merupakan periode awal untuk penyesuaian diri terhadap pola kehidupan yang baru. Seorang wanita mendapatkan peran baru sebagai seorang istri maupun ibu pada periode ini (Hutcheon, 2013). Wanita dewasa yang telah mengalami proses kehamilan dan melahirkan cenderung mengalami perubahan postur tulang belakang menjadi hiperlordosis. Perubahan ini tidak dapat kembali seperti semula dalam waktu yang cukup lama sehingga tubuh melakukan proses adaptasi dengan perubahan tersebut (Sigelman dan Rider, 2012). 2.1.1 Usia dewasa Usia adalah satuan yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk hidup maupun mati (Hardiwinoto, 2011). Hardiwinoto (2011), mengatakan jenis perhitungan usia adalah: 1. Usia kronologis Usia kronologis adalah perhitungan usia seseorang mulai dari kelahiran sampai dengan waktu penghitungan usia. 2. Usia mental Usia mental adalah perhitungan usia yang didapatkan dari taraf kemampuan mental seseorang. Seorang anak dengan usia kronologis empat tahun tetapi belum bisa merangkak dan berbicara dengan kalimat 6 7 lengkap menunjukkan kemampuan usia mental yang setara dengan anak berusia satu tahun. 3. Usia biologis Usia biologis adalah perhitungan usia berdasarkan kematangan biologis yang dimiliki oleh seseorang. Kategori Umur (Hardiwinoto, 2011) adalah : 1. Masa balita : 0 - 5 tahun 2. Masa kanak-kanak : 5 - 11 tahun 3. Masa remaja awal : 12 - 1 6 tahun 4. Masa remaja akhir : 17 - 25 tahun 5. Masa dewasa awal : 26- 35 tahun 6. Masa dewasa akhir : 36- 45 tahun 7. Masa lansia awal : 46- 55 tahun 2.1.2 Anatomi dan fisiologi wanita dewasa Wanita memiliki tubuh yang kompleks. Wanita mengalami proses perkembangan anatomi, fisiologi dan reproduksi mulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Organ-organ tubuh wanita tumbuh dan berkembang sebagai wanita sempurna bersamaan dengan masa perkembangan (Kasdu, 2008). Pertumbuhan dan perkembangan anatomi tubuh wanita hampir sama dengan pria. Organ tubuh wanita berbeda dengan pria terutama yang berhubungan dengan fungsi reproduksi seperti organ genital, sistem endokrin dan tulang rangka. Fisik wanita mengalami perubahan tahap demi tahap yang membuatnya berbeda dengan pria. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh sistem endokrin wanita (Kasdu, 2008). 8 Sistem reproduksi wanita sangat istimewa dan terbentuk sejak wanita masih di dalam janin sampai dewasa. Fungsi reproduksi menjadi sempurna apabila wanita dapat hamil dan melahirkan generasi yang sehat dan sempurna. Awal kesempurnaan ditandai dengan datangnya menstruasi yang menunjukkan semua organ anatomi, fisik dan reproduksi saling bekerjasama untuk menyempurnakan fungsi reproduksi wanita. Proses ini berlangsung terus sampai berakhirnya masa produktif wanita (haid berhenti permanen / menapause) (Kasdu, 2008). Kehidupan reproduksi dan tubuh wanita dipengaruhi oleh hormon. Tiga hormon penting yang dimiliki wanita adalah estrogen, progesteron dan prolaktin. Estrogen berfungsi untuk perkembangan sifat seksual wanita. Progesteron berfungsi untuk persiapan kehamilan. Prolaktin merupakan hormon untuk persiapan menyusui. Wanita juga memiliki hormon androgen yang berperan seperti sifat seksual pria (Kasdu, 2008). Wanita dewasa yang telah mengalami proses kehamilan dan melahirkan cenderung mengalami perubahan postur tulang belakang menjadi hiperlordosis. Perubahan postur selama hamil tidak dapat kembali seperti semula dalam waktu yang lama sehingga tubuh melakukan proses adaptasi dengan perubahan tersebut. Perubahan sikap tubuh pada wanita dewasa juga diakibatkan oleh menurunnya kemampuan respon dari otot-otot postur. Penurunan ini mengakibatkan penurunan keseimbangan dan fleksibilitas (Sigelman dan Rider, 2012). 2.1.3 Perubahan anatomi dan fisiologis pada wanita dewasa Manuaba (2001), menjelaskan perubahan fisiologis yang terjadi pada wanita setelah melahirkan terjadi pada : 9 2.1.3.1 Perubahan sistem reproduksi 1. Uterus a. Involusi Involusi adalah proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan. b. Kontraksi Kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intra uterin yang sangat besar. c. After pains (rasa sakit) Disebabkan karena kontraksi rahim, biasanya terjadi 2-4 hari pasca persalinan. d. Tempat plasenta Bekas implantasi uri akan mengecil karena kontraksi dan menonjol ke cavum uteri. e. Lochia Lochia adalah cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan vagina dalam masa nifas. 2. Servik Servik membuka seperti corong berwarna merah kehitaman setelah melahirkan. Konsistennya lunak kadang-kadang terdapat luka-luka kecil. 10 3. Vagina dan perineum Estrogen pasca persalinan yang menurun berperan dalam panampisan mukosa vagina dan hilangnya rugae, dimana vagina yang teregang dan akan kembali secara bertahap keukuran sebelum hamil selama 6 sampai 8 penurunan jumlah pelumas vagina dan penipisan mukosa. 4. Topangan dan otot panggul Struktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami cedera pada saat persalinan. Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan dan setelah bayi lahir akan merapat dan akan pulih kembali. 2.1.3.2 Perubahan sistem endokrin Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin. Hormon-hormon yang berperan pada proses tersebut, antara lain: 1. Hormon plasenta Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang diproduksi oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat pasca persalinan. Penurunan hormon plasenta (human placental lactogen) menyebabkan kadar gula darah menurun pada masa nifas. 2. Hormon pituitary Hormon pituitary antara lain: hormon prolaktin, FSH (follichel stimulating hormone) dan LH (Luteinizing hormone). Hormon prolaktin 11 darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. Hormon prolaktin berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi. 3. Hormon oksitosin Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang, bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. 4. Hormon estrogen dan progesteron Volume darah normal meningkat selama kehamilan. Hormon estrogen yang tinggi memperbesar hormon anti diuretik yang dapat meningkatkan volume darah. Hormon progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva serta vagina 2.1.3.3 Perubahan sistem urinarius 1. Komponen urin Penurunan kadar steroid fungi ginjal akan kembali normal dalam waktu satu bulan pasca persalinan. Komponen urin meliputi : a. Laktosuria positif pada ibu menyusui merupakan normal. 12 b. BUN (Blood Urea Nitrogen) akibat otolisis uterus yang berinvolusi. c. Proteineria ringan (+1) akibat kelebihan protein dalam sel otot. 2. Diuresis pasca persalinan Disebabkan penurunan estrogen, hilangnya peningkatan tekanan vena pada tungkai bawah dan hilangnya tingkatan volume darah. 3. Uretra dan kandung kemih Trauma dapat terjadi pada uretra dan kandung kemih pada saat melahirkan sehingga keinginan untuk berkemih menurun akibat pemberian obat anestesi, penurunan reflek berkemih akibat episiotomi. 2.1.3.4 Perubahan sistem pencernaan 1. Nafsu makan Ibu akan merasa lapar segera setelah melahirkan sehingga boleh mengkonsumsi makanan ringan dan setelah pulih dari efek analgesik, anestesi dan keletihan biasanya ibu sangat lapar. 2. Motilitas Penurunan otot tonus dan motalitas otot traktus pencernaan menetap setelah bayi lahir akibat kelebihan analgesia dan anestesia. 3. Defekasi Buang besar akan tertunda 2-3 hari pasca persalinan akibat tonus otot menurun. 13 4. Payudara Hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama hamil akan menurun dengan cepat setelah melahirkan. Waktu yang dibutuhkan hormon untuk kembali ke keadaan sebelum hamil ditentukan apakah ibu menyusui atau tidak. 2.1.3.5 Perubahan kardiovaskuler 1. Volume darah Perubahan volume darah ada beberapa faktor misalnya : kehilangan darah selama melahirkan, mobilisasi dan edema fisiologis. 2. Curah jantung Denyut jantung akan meningkat lebih tinggi 30-60 menit karena darah yang biasanya melewati sirkulasi uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum. 2.1.3.6 Perubahan neurologis Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan adaptasi neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebabkan trauma yang dialami ibu saat bersalin dan melahirkan. 2.1.3.7 Perubahan muskuloskeletal Perubahan sistem muskuloskeletal terjadi pada saat umur kehamilan semakin bertambah. Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu yang terjadi selama hamil berlangsung secara terbalik pada masa pasca persalinan. Adaptasi ini mencakup hal–hal yang membantu relaksasi dan hipermorbilitas sendi, 14 peningkatan berat badan, bergesernya pusat akibat pembesaran rahim, relaksasi dan mobilitas. Sistem muskuloskeletal saat pasca persalinan akan berangsur-angsur pulih kembali. Ambulasi dini dilakukan segera setelah melahirkan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat involusi uteri. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu ke 6 sampai ke 8 setelah melahirkan akan tetapi semua sendi lain kembali keadaan normal sebelum hamil, kaki ibu tidak mengalami perubahan setelah melahirkan. 2.1.3.8 Perubahan integument Kloasma yang muncul pada masa hamil akan menghilang pada akhir kehamilan. Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. 2.1.3.9 Perubahan ligamen Ligamen-ligamen, diafragma pelvis dan fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan melahirkan berangsur-angsur menciut kembali setelah melahirkan. Perubahan ligamen yang dapat terjadi pasca melahirkan antara lain: ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi. Ligamen, fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor. 2.1.3.10 Perubahan sistem metabolisme Zat toksin ginjal mengekskresi hasil akhir dari metabolisme protein yang mengandung nitrogen terutama urea, asam urat dan kreatinin. Pasca melahirkan ibu merasa sulit buang air kecil karena kadar hormon estrogen menurun, hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya 15 peningkatan volume darah akibat kehamilan, hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. 2.2 Keseimbangan 2.2.1 Pengertian Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi pada bidang tumpu terutama saat posisi tegak untuk mempertahankan posisi seimbang dalam keadaan statik maupun dinamik dengan menggunakan aktivitas otot minimal. Keseimbangan mempengaruhi setiap gerakan segmen tubuh yang melewati base of support (bidang tumpu) dan merupakan kemampuan untuk menyeimbangkan body of mass (massa tubuh) terhadap base of support (Cook dan Woollacott, 2007). Keseimbangan dibagi menjadi dua bagian (Ackland et al., 2009), yaitu : 1. Keseimbangan statik Kemampuan seimbang secara aktif dengan center of gravity (COG) yang tepat tanpa ada gerakan maupun bantuan. 2. Keseimbangan dinamis Kemampuan seimbang secara aktif dengan center of gravity (COG) yang tepat dengan gerakan (horizontal, vertikal dan diagonal) tanpa ada bantuan. 2.2.2 Fisiologi Keseimbangan Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Pusat 16 keseimbangan terletak di dekat telinga, sensasi kinestetik dan mata yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan. Tujuan tubuh mempertahankan keseimbangan adalah menyangga tubuh melawan gravitasi dari faktor eksternal untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak (Ackland et al., 2009). Gambar 2.1 Komponen keseimbangan Sumber : Ganong (2013) Keseimbangan memerlukan tiga sistem koordinasi (Kisner dan Colby, 2012 ), yaitu: 1. Nervous system menyediakan proses sensori untuk persepsi tubuh melalui visual, vestibular dan somatosensoris. 2. Musculoskletal system meliputi postural alignment, fleksibilitas otot seperti range of motion, integritas sendi, dan muscle performance. 17 3. Contextual effects terbagi atas dua sistem yaitu sistem lingkungan terbuka atau tertutup, efek gravitasi, tekanan pada tubuh dan berbagai gerakan. Elemen-elemen di atas sangat penting untuk menjaga keseimbangan terutama saat berdiri. Sistem saraf pusat melalui informasi dari ketiga sistem tersebut berfungsi untuk menjaga pusat massa tubuh dalam keadaan stabil dengan batas bidang tumpu tidak berubah kecuali tubuh membentuk batas bidang tumpu lainnya (misalnya melangkah) (Kisner dan Colby, 2012 ). Pengontrol keseimbangan tubuh manusia terdiri dari 5 komponen (Danion dan Latash, 2010), yaitu: 1. Sistem informasi sensoris a. Visual Input visual merupakan hal penting dalam mengontrol keseimbangan dengan menyediakan informasi tentang lingkungan tempat kita berada dan untuk memprediksi gangguan yang akan datang. Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita berada (Scott, 2008). Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari objek sesuai jarak pandang. Informasi visual tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh. Impulse afferent untuk 18 visual jika ditiadakan menampakkan ayunan (misalnya tubuh saat (sway) mata yang tertutup) berlebihan akan untuk mempertahankan stabilitas tubuh (Scott, 2008). b. Sistem vestibular Reseptor sensoris vestibular berada di dalam telinga dan berfungsi sebagai pemberi informasi gerakan dan posisi kepala ke susunan saraf pusat, untuk memberi respon sikap dan memberi keputusan tentang perbedaan gambaran visual dan gerak yang sebenarnya. Masukan (input) proprioseptor pada sendi, tendon, otot dari kulit di telapak kaki merupakan hal penting untuk mengatur keseimbangan saat berdiri statik maupun dinamik (Scott, 2008). Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis, utrikulus dan sakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut melalui refleks vestibulooccula untuk mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat objek yang bergerak. Reseptor meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di batang otak. Stimulus menuju ke nukleus vestibular, cerebellum, formatio reticularis, thalamus dan cortex cerebri (Joel et al,. 2005). Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada leher dan otot- 19 otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural (Joel et al., 2005). c. Somatosensoris Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptiv dan persepsi-kognitif. Informasi proprioseptiv disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptiv menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan talamus (Charles et al., 2005). Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Ujung-ujung saraf pada alat indera beradaptasi lambat di sinovia dan ligamentum. Impuls dari alat indra dan dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain serta otot diproses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang (Charles et al., 2005). 2. Respon otot-otot postural yang sinergis Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi hanya akan dimungkinkan jika respon dari otot-otot postural bersinergi sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan alignment tubuh (Dewey dan Tupper, 2004). 20 Kerja otot yang sinergi menunjukkan adanya respon yang tepat (kecepatan dan kekuatan) suatu otot terhadap otot yang lainnya dalam melakukan suatu fungsi dari gerak tertentu. Respon otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol postur. Kelompok otot ekstremitas atas maupun bawah berfungsi mempertahankan postur saat berdiri tegak serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan (Dewey dan Tupper, 2004). 3. Kekuatan otot (muscle strength) Kekuatan otot diperlukan dalam melakukan aktivitas. Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari adanya peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik. Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot menahan beban beban eksternal (eksternal force) maupun beban internal (internal force) (Griffin, 2014). Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf mengaktivasi otot untuk melakukan kontraksi. Semakin banyak serabut otot yang teraktivasi, maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut (Griffin, 2014). 4. Adaptive systems Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan keluaran motorik (output) ketika terjadi perubahan tempat sesuai dengan karakteristik lingkungan (Cook dan Woollacott, 2007). 21 5. Lingkup gerak sendi (joint range of motion) Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan mengarahkan gerakan terutama saat gerakan memerlukan keseimbangan yang tinggi (Knudson, 2007). 2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan Faktor – faktor yang mempengaruhi keseimbangan (Cook dan Woollacott, 2007), adalah: 2.2.3.1 Base of support (bidang tumpu) Base of support merupakan bagian tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan. Tubuh dalam keadaan seimbang ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu. Stabilitas tubuh dapat dirubah bila terjadi perubahan pada bidang tumpu. Bidang tumpu yang luas mengakibatkan perubahan pusat gravitasi untuk menjaga keseimbangan sehingga tubuh semakin stabil (Knudson, 2007). Stabilisasi yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu semakin tinggi stabilitas, misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi maka stabilitas tubuh makin tinggi (Winter, 2009). Gambar 2.2 Base of Support Sumber: Anonim (2014) 22 Prinsip keseimbangan saat bergerak pada posisi berdiri statis maupun dinamis hampir sama. Bidang tumpu pada keseimbangan dinamis selalu berubah sesuai gerakan. Luas bidang tumpu sesuai dengan tumpuan kaki dan perubahan bidang tumpu akan lebih cepat saat bergerak (Winter, 2009). 2.2.3.2 Center of gravity (pusat gravitasi) Pusat gravitasi adalah titik utama pada tubuh yang akan mendistribusikan massa tubuh secara merata. Tubuh dalam keadaan seimbang jika ditopang oleh titik ini (Brethaupt, 2000). Pusat gravitasi pada tubuh manusia dapat didefinisikan sebagai berikut (Knudson, 2007) : 1. Titik utama tubuh yang mendistribusikan massa tubuh saat bergerak bebas ke segala arah. 2. Titik utama yang berada pada salah satu bidang saat menumpu. 3. Pusat dari tiga bidang yaitu bidang sagital, frontal dan transversal. Gambar 2.3 Center of Gravity Sumber : Gagliardi (2013) 23 Pusat gravitasi pada manusia berpindah sesuai dengan arah gerakan. Pusat gravitasi manusia ketika berdiri tegak adalah di atas pinggang, diantara depan dan belakang vertebra sacrum ke dua. Derajat stabilisasi tubuh dipengaruhi oleh empat faktor yaitu ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan bidang tumpu, ukuran bidang tumpu, lokasi gravitasi dengan bidang tumpu dan berat badan (Brethaupt, 2000). Pusat gravitasi pada tubuh sangat penting diperhatikan untuk meningkatkan stabilitas. Stabilisasi ini pun dapat diperkuat dengan adanya otot stabilitator utama (core stability) dan juga otot tungkai yang merupakan komponen penting untuk mempertahankan tubuh agar tetap seimbang pada saat berdiri (Higgins, 2011). Otot-otot bekerja sama membentuk kelompok otot untuk membentuk suatu gerakan. Kelompok otot untuk keseimbangan (Vella, 2008) adalah : 1. Otot-otot abdominal Otot-otot abdominal merupakan salah satu komponen penting yang membentuk keseimbangan. Otot-otot abdominal terdiri dari otot rectus abdominis, transfersus abdominis, oblique abdominis eksternal dan oblique abdominis internal (Slatter, 2003). Gambar 2.4 Anatomi Otot-otot Abdominal Sumber : Marieb ( 2011) 24 2. Otot-otot trunk Terdiri dari otot multifidus, erector spine, lattisimus dorsi, illiocostalis lumborum dan trapezius (Bogduk, 2005). Gambar 2.5 Anatomi Otot-otot Trunk Sumber : Marieb (2011) 3. Otot pelvic floor Otot lapisan dalam tersebut muscle of the perineum sangat berperan dalam mempertahankan fungsi vagina sewaktu berkontraksi saat aktivitas seksual. Otot ini terdiri dari otot ischio cavernosus, bulbocavernous, deep perineal muscle (urogenital diaphragm) dan sphincter ani eksternal (Carriere dan Feldt, 2011). Gambar 2.6 Otot-otot Pelvic Floor Sumber : Marieb (2011) 25 Otot lapisan luar disebut levator ani, otot dasar panggul dapat menjadi lemah (Marieb, 2011). 2.2.3.3 Graund reaction force ( GRF ) Gravitasi atau daya tarik bumi merupakan daya untuk mempertahankan tubuh tetap kontak dengan tanah. Gaya reaksi yang diberikan oleh tanah secara khusus disebut dengan GRF. Gaya reaksi tanah merupakan kekuatan eksternal penting yang bekerja pada tubuh manusia saat bergerak. Gaya ini penting sebagai penggerak untuk memulai dan mengontrol gerakan (Delisa, 1998). 2.7 Ground Reaction Force Sumber : Jay’s (2009) Kekuatan reaksi dari bidang tumpu yang sama besarnya dan berlawanan arah dengan kekuatan tekanan tubuh pada permukaan tumpuan melalui kaki pada saat berdiri. Perubahan yang terjadi pada GRF mengakibatkan otot-otot ekstensor mengalami kontraksi dan rileksasi (Feagin dan Steadman, 2008). 2.2.3.4 Line of gravity ( garis gravitasi ) Line of gravity merupakan garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat 26 gravitasi dengan bidang tumpu menentukan derajat stabilisasi tubuh (Lester dan Pierre, 2007). Gambar 2.8 Line of Gravity Sumber: Anonim (2008) 2.3 Fleksibilitas 2.3.1 Pengertian Fleksibilitas dapat diartikan sebagai suatu kelenturan. Fleksibilitas adalah jangkauan gerak terjauh yang mampu dilakukan suatu sendi atau sekumpulan sendi yang menunjukkan kemampuan otot dan tendon untuk memperpanjang diri dalam sendi tersebut (Aacland et al., 2009). Chandler dan Brown (2008), menjelaskan bahwa fleksibilitas atau kelenturan merupakan kemampuan untuk menggerakkan otot beserta persendian pada seluruh daerah pergerakan tanpa adanya pembatasan. Fleksibilitas merupakan salah satu komponen dalam kebugaran fisik. 27 Fleksibilitas yang baik akan mengurangi tenaga yang berlebihan saat melakukan gerakan. Fleksibilitas membantu menciptakan gerakan yang luwes dan tidak kaku sehingga memberikan kontribusi penting dalam suatu aktivitas, pekerjaan, dan olahraga (Aacland et al., 2009). Fleksibilitas bukan merupakan sesuatu hal yang secara otomatis bisa diperoleh. Penurunan fleksibilitas mengakibatkan penurunan fungsi normal dari suatu bagian tubuh tertentu. Fleksibilitas yang baik bisa mencegah terjadinya cedera dan gangguan pada persendian (Harrell, 2006). Menurut Kovacs (2009), ada tiga macam fleksibilitas, yaitu: 1) Fleksibilitas dinamis Fleksibilitas dinamis atau fleksibilitas kinetik merupakan kemampuan otot untuk melakukan gerak dinamis dalam membawa anggota gerak untuk bergerak hingga mencapai luas gerak sendi yang penuh. 2) Fleksibilitas statis-aktif. Fleksibilitas statis-aktif atau fleksibilitas aktif merupakan kemampuan untuk memulai dan mempertahankan posisi hanya menggunakan ketegangan dari grup otot agonis dan sinergis pada saat otot antagonis diulur. 3) Fleksibilitas statis-pasif Fleksibilitas statis-pasif atau fleksibilitas pasif merupakan kemampuan untuk memulai suatu gerakan dan mempertahankan 28 posisi dengan menggunakan berat badan, bantuan anggota gerak atau bantuan lain dari luar. Faktor-faktor yang mempengaruhi fleksibilitas (Reilly dan Williams, 2003), adalah: 1) Struktur sendi dan jaringan tubuh yang bersangkutan Terdiri dari tulang dan otot yang melewati sendi, ligamen, kapsul sendi dan diskus. 2) Keadaan psikis Seseorang yang tidak memiliki motivasi atau mengalami kelainan mental akan sulit untuk mendapatkan fleksibilitas yang sebenarnya ia miliki. 3) Usia Fleksibilitas akan mengalami penurunan pada proses degenerasi. 4) Jenis kelamin Fleksibilitas wanita lebih baik dibandingkan pria. Masalah fleksibilitas pada wanita terjadi akibat dari gaya hidup, daur hidup sebagai seorang wanita maupun akibat pertambahan usia. 5) Aktivitas olahraga Individu yang rutin berolahraga memiliki fleksibilitas lebih baik dibandingkan dengan individu yang tidak pernah melakukan olahraga. Partisipasi yang teratur dalam olahraga tertentu akan menghasilkan fleksibilitas yang spesifik. 29 Fleksibilitas menyangkut semua persendian termasuk sendi pada tulang belakang. Fleksibilitas pada tulang belakang lebih dikenal dengan sebutan fleksibilitas trunk atau fleksibilitas punggung. Fleksibilitas trunk yang dimaksud adalah fleksibilitas pada persendian tulang belakang atau vertebra segmen lumbal, yaitu kemampuan untuk menggerakkan ke depan seluas-luasnya dengan gerakan anteflexi (Charles dan Brown, 2008). Fleksibilitas wanita cenderung lebih baik dibandingkan pria tetapi wanita lebih banyak mengalami gangguan fleksibilitas (Karen et al., 2004). Wanita mengalami puncak fleksibilitas pada usia 12 tahun dan menurun pada usia 25 tahun. Latihan khusus perlu dilakukan untuk meningkatkan fleksibilitas agar seseorang mampu menunjukkan performa yang optimal (Reilly dan William, 2003). 2.3.2 Anatomi lumbal Tulang vertebra terdiri dari 33 tulang, yaitu 7 ruas tulang cervical, 12 ruas tulang thoracal, 5 ruas tulang lumbal, 5 ruas tulang sacral, dan sisanya coxygeal. Columna vertebralis berfungsi untuk menopang tubuh dalam posisi tegak (Ross, 2006). 30 Gambar 2.9 Anatomi Lumbal Sumber : Walker (2011) Tulang vertebra lumbal terdiri dari beberapa bagian, yaitu corpus, proccesus transversus, proccesus spinosus, lamina dan pedicle. Corpus vertebrae merupakan struktur yang terbesar mengingat fungsinya sebagai penyangga berat badan. Proccesus transversus terletak pada kedua sisi corpus vertebrae sebagai tempat melekatnya otot-otot punggung. Proccesus spinosus terletak pada sisi posterior vertebra yang bila diraba terasa seperti tonjolan. Proccesus spinosus berfungsi sebagai tempat melekatnya otot-otot punggung. Lamina dan pedicle secara bersama membentuk arcus tulang vertebra yang berfungsi untuk melindungi foramen spinalis (Ross, 2006). Clark (2005), menjelaskan bahwa pada vertebra segmen lumbal terdapat banyak jaringan lunak non kontraktil maupun jaringan kontraktil. Jaringan non kontraktil yang berada di sekitar tulang adalah ligamen, kapsul sendi, discus, dan lapisan sinovial. Ligamen merupakan jaringan non kontraktil yang berfungsi untuk memberikan stabilitas vertebra. Ligamen yang melewati tulang vertebra adalah ligamen longitudinal anterior, ligamen longitudinal posterior, ligamen flavum, ligamen interspinosus, dan ligamen supraspinosus. Ligamen khusus yang 31 berada di vertebra segmen lumbal, yaitu ligamen iliolumbar dan thoracolumbar fascia. Kapsul sendi merupakan jaringan pembungkus sendi facet yang berfungsi untuk melindungi lapisan atau membran sinovial dan membatasi gerakan pada sendi agar tidak berlebihan. Kapsul sendi menahan 40% berat tubuh pada gerakan fleksi penuh lumbal (Ross, 2006). Discus merupakan suatu bantalan tulang yang berfungsi untuk meredam tekanan pada vertebra. Kapsul ini tersusun atas annulus fibrosus dan nucleus pulposus. Annulus fibrosus merupakan bagian luar dari discus yang terdiri atas 10 hingga 20 lapisan serat kolagen sedangkan nucleus pulposus merupakan bagian dalam dari discus yang berupa gel. Nucleus pulposus merupakan suatu substansi proteoglikan yang mengandung jaringan fibril kolagen tipe II yang tersusun acak (Ross, 2006). Jaringan kontraktil yang berada di sekitar lumbal adalah otot dan tendon. Otot yang berada pada sekitar lumbal adalah m. erector spine, m. multifidus, m. quadratus lumborum dan m. abdominalis. M. erector spine merupakan kumpulan otot yang terdiri dari m. illiocostalis, m. longisimus, m. spinalis, m. interspinalis, dan m. intertransversalis. M. multifidus merupakan otot yang berada di bagian dalam dan terletak di segmen lumbal dan cervical. Otot ini mempunyai origo di proccesus transversus dan insertio di proccesus spinosus. M. quadratus lumborum merupakan otot yang berperan sebagai dinding perut bagian belakang. Otot ini membentang mulai dari crista illiaca hingga tulang costa. Otot lain yang berada di sekitar lumbal adalah otot dinding perut. Otot ini terdiri atas m. rectus 32 abdominis, m. oblique externus dan m. internus abdominis, dan m. transversus abdominis (Olubummo, 2010). Sendi facet terletak pada bidang sagital yang memungkinkan gerak fleksi dan ekstensi ke arah anterior dan posterior. Kedua facet saling mendekat pada posisi hiperekstensi lumbal sehingga gerakan lateral fleksi dan rotasi terhambat. Kedua facet saling menjauh pada posisi sedikit fleksi sehingga memungkinkan gerakan ke lateral dan rotasi. Pergerakan pada setiap segmen vertebra dikontrol secara aktif oleh otot dan secara pasif oleh ligamen (Ross, 2006). Gerak kompleks pada lumbal akan melibatkan berbagai komponen gerakan. Gerakan membungkuk tubuh tanpa fleksi lutut akan menimbulkan gerakan fleksi lumbal, rotasi pelvic dan sendi coxae. Gerak kompeks pada lumbal sering disebut lumbar-pelvic rhythm (Ross, 2006). Lingkup gerak sendi (LGS) lumbal terbesar terjadi pada segmen L5-S1. Fleksi 45 pada lumbal mengakibatkan meningkatnya tegangan pada ligamen dan menurunnya tegangan pada otot ekstensor trunk. Jika gerakan dilanjutkan akan terjadi rotasi pada pelvic diikuti rileksasi pada otot gluteus dan hamstring. Gerakan ekstensi mempunyai rentang sebesar 30 dan dibatasi oleh ligamen longitudinal anterior. Gerakan fleksi lateral segmen lumbal mempunyai LGS sebesar 20 hingga 30 . Gerakan terbesar pada L3-L4 dan gerakan minimal pada L5-S1. Gerakan rotasi pada lumbal adalah 10 (Olubummo, 2010). 33 2.3.3 Tipe Serabut Otot Otot manusia dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu (Punkt, 2012) : a) Serabut otot cepat (fast-twitch fibers) b) Serabut otot lambat (slow-twicth fibers) Otot-otot yang berada dalam tubuh manusia tersusun atas ke dua jenis serabut otot tersebut walaupun beberapa otot dominan disusun oleh satu jenis serabut otot. Persentase jenis serabut sangat dipengaruhi oleh genetik, kadar hormon dalam darah, dan aktivitas latihan seseorang (Punkt, 2012). 2.3.3.1 Tipe serabut otot 1. Tipe I / tipe lambat / Slow - twitch fibers / Tipe I fibers / Slow-Oxidati ve Ciri-ciri serabut otot tipe lambat adalah: a) Memiliki kandungan mioglobin yang banyak b) Dikelilingi oleh pembuluh darah yang banyak dan memiliki enzim oxidative c) Mitokondria yang banyak d) Memiliki serabut kontraktil yang lebih lambat dari tipe II e) Memiliki kemampuan menghasilkan tenaga yang lebih rendah f) Memiliki efisiensi yang lebih tinggi 34 2. Tipe II / tipe cepat / Fast - twicth fibers / Tipe IIx / Fast-glycolytic fibers Ciri-ciri serabut otot tipe II / cepat adalah: a) Memiliki kandungan enzim glikolitik yang banyak b) Jumlah mitokondria sedikit c) Kemampuan kontraksi lebih besar dari tipe I d) Kecepatan kontraksi lebih tinggi karena ATPase beraktivitas tinggi. 3. Tipe intermediate / intermediate fibers / TipeIia / Fast-oxidative glycolytic fibers Ciri-ciri serabut otot tipe intermediate adalah: a) Memiliki karakteristik biokimia dan kontraktil diantara kedua kelompok otot sebelumnya b) Memiliki karakteristik campuran kedua jenis otot lainnya c) Memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi. 2.3.3.2 Karakteristik Biokimia dan Kontraktil Otot Rangka Karakteristik biokimia dan kontraktil membedakan karakteristik serabut otot rangka manusia. Dua karakteristik biokimia yang penting dalam fungsi otot (Abernethy et al., 2013) adalah : 1.Kapasitas oksidatif Kapasitas oksidatif ditentukan oleh jumlah mitokondria, jumlah mioglobin dalam sel otot dan jumlah kapiler di sekitarnya. Mitokondria yang banyak akan memberikan kemampuan memproduksi ATP yang tinggi secara aerobik. 35 Pembuluh kapiler yang cukup akan memastikan pasokan oksigen selama kontraksi dan mioglobin berperan sebagai pembawa oksigen dari membran otot ke mitokondria. 2. Tipe isoform ATPase Isoform ATPase memiliki jenis aktivitas tinggi dan rendah. Otot dengan isoform ATPase beraktivitas memiliki kemampuan untuk memecah ATP dengan cepat. 2.3.3.3 Karakteristik kontraktil otot rangka yang penting ada 3 macam (Plowman dan Smith, 2007), yaitu: 1. Produksi kekuatan maksimal Kekuatan maksimal otot diperoleh dengan cara membandingkan gaya yang dihasilkan persatuan luas penampang otot. 2. Kecepatan kontraksi serabut otot Kecepatan kontraksi adalah kecepatan pemendekan serabut otot yang ditentukan oleh jenis isoform ATPase yang dikandung oleh serabut otot. 3. Efisiensi serabut otot Efisiensi menunjukkan tingkat pemakaian energi otot pada saat melakukan suatu kerja tertentu. 36 2.3.4 Prinsip Latihan Fisik Prinsip yang harus diterapkan dalam suatu latihan (Freeman, 2011), adalah: a) Prinsip individual Reaksi terhadap suatu rangsangan latihan terjadi dengan cara yang berbeda. Perbedaan latihan dibuat berdasarkan kemampuan, kebutuhan, dan potensi. b) Prinsip overload (beban berlebih) Beban latihan adalah suatu stimulus yang digunakan untuk menimbulkan respon dari tubuh seseorang. Beban latihan berlebihan (lebih berat dari beban normal) mengakibatkan tubuh mengalami kelelahan dan membutuhkan masa pemulihan. c) Prinsip beban bersifat progresif Stimulus yang diberikan secara optimal akan meningkatkan kebugaran dan kemampuan individu akan melalui proses adaptasi. Beban latihan harus senantiasa ditingkatkan seiring dengan peningkatan kemampuan dan kebugaran seseorang. d) Prinsip bervariasi Variasi bentuk latihan dalam suatu program sangat diperlukan. Variasi latihan berhubungan dengan tingkat kejenuhan. Kejenuhan mengakibatkan konsentrasi latihan dan hasil yang dicapai tidak optimal. 37 e) Prinsip reversibilitas Prinsip reversibilitas menjelaskan bahwa kebugaran dan kemampuan seseorang bersifat reversible. Kebugaran akan menurun apabila program latihan dihentikan. f) Prinsip periodisasi Pemberian latihan harus bertahap. Latihan dilanjutkan apabila sudah mencapai tujuan tertentu dan dikembangkan untuk mencapai tujuan yang lebih lanjut. g) Prinsip sistematik Prinsip ini menjelaskan perlunya suatu desain program yang disusun secara sistematik dan efisien. Mulai dari program jangka penjang hingga unit latihan yang dibutuhkan oleh setiap individu. Prinsip ini membutuhkan ketelitian dan kehati-hatian. h) Prinsip spesifikasi Prinsip ini mempunyai arti bahwa latihan harus disusun dan mempunyai bentuk secara khusus untuk mendapatkan efek yang diinginkan. Metode latihan yang diterapkan harus sesuai dengan kebutuhan latihan. 2.4 Mc.Kenzie Exercise 2.4.1 Pengertian Metode Mc.Kenzie exercise adalah sistem klasifikasi dan pengobatan untuk menguatkan otot-otot ekstensor punggung bawah. Sebuah akronim untuk metode Mc.Kenzie adalah diagnosis mekanik dan terapi (MTD). Metode 38 Mc.Kenzie dikembangkan pada tahun 1981 oleh Robin Mc.Kenzie, ahli terapi fisik dari Selandia Baru (Kenzie dan Kubey, 2014). Metode Mc.Kenzie dapat digunakan untuk pencegahan, pengobatan dan evalusi. Langkah pencegahan dilakukan dengan berolahraga secara teratur dan perawatan diri. Pilihan latihan didasarkan pada arah gerakan (fleksi, ekstensi dan pergeseran lateral tulang belakang). Latihan pada lumbal diulang beberapa kali untuk mengaktivasi kontraksi otot-otot trunk sehingga otot-otot tersebut menjadi kuat dan dapat meningkatkan keseimbangan trunk (Kenzie dan Kubey, 2014). 2.4.2 Mekanisme Perubahan anatomi dan fisiologi tulang belakang dapat disebabkan oleh perubahan posisi discus, nucleus pulposus, dan annulus. Deformasi mekanik jaringan lunak disekitar tulang belakang yang mengalami pemendekan adaptif disebabkan oleh stres postural. Gerakan fleksi ke depan pada tulang belakang menyebabkan diskus bermigrasi lebih posterior sehingga menimbulkan nyeri. Latihan gerak dan instruksi postural akan mengembalikan atau mempertahankan lordosis lumbal (Kenzie dan Kubey, 2014). 2.4.3 Tujuan Latihan Latihan ini digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot ekstensor trunk, mengulur otot-otot yang kaku, menurunkan tekanan mekanik pada lumbal, meningkatkan stabilitas sendi, memperbaiki postur dan meningkatkan mobilitas sendi (Kenzie dan Kubey, 2014). 39 2.5 William Flexion Exercises 2.5.1 Pengertian William flexion exercise adalah seperangkat atau sistem latihan fisik untuk meningkatkan fleksi lumbal, menghindari ekstensi lumbal, dan memperkuat perut dan glutealis dalam upaya menguatkan otot-otot punggung bawah. Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Dr. Paul William pada tahun 1937 Wiliiam flexion exercise sudah sejak lama merupakan standar pengobatan non operasi pada kondisi nyeri punggung bawah (Knudson, 2007). 2.5.2 Prosedur dan Mekanisme Latihan dilakukan di lantai pada posisi supine. Gerakan utama yang sering dilakukan adalah merangkul tungkai bawah dan menarik kedua lutut ke dada dan menahannya beberapa detik, rileks sebentar dan mengulanginya kembali. Gerakan ini untuk membuka foramen intervertebra, mengulur struktur ligamen dan distraction apophyseal joint. Latihan fleksi trunk ini dapat meningkatkan stabilitas lumbal karena secara aktif melatih m. abdominal, m. gluteus maksimus dan m. hamstring. Latihan fleksi akan meningkatkan tekanan intra abdominal yang mendorong columna vertebralis ke arah belakang sehingga mengurangi hiperlordosis lumbal dan mengurangi tekanan pada discus intervertebralis (Knudson, 2007). 2.5.3 Tujuan Tujuan dari latihan fleksi ini adalah untuk mengurangi tekanan oleh beban tubuh pada sendi faset (articular weight bearing stress), meregangkan otot dan 40 fascia di daerah dorsolumbal, serta koreksi postur tubuh yang salah (Erhman et al., 2013). Latihan fleksi dapat membantu mengurangi nyeri dengan cara mengurangi gaya kompresi pada sendi faset dan meregangkan otot-otot fleksor hip dan ektensor lumbal. Metode latihan fleksi dapat digunakan untuk meningkatkan atau memulihkan mobilitas lumbal (Wyss dan Patel, 2012). 2.6 Pilates Exercise 2.6.1 Pengertian Pilates exercise adalah suatu bentuk latihan yang diciptakan oleh Joseph Pilates, 1926 selama Perang Dunia I. Konsep dasar pilates adalah kontrologi, yaitu koordinasi yang utuh antara tubuh, pikiran, dan jiwa. Pelaksanaan pilates mencakup berbagai elemen tubuh pada tingkat saraf dan otot, menyatukan pikiran dan tubuh serta menggunakan kontrologi sehingga seseorang dapat mengendalikan otot (Herdman dan Wood, 2007). Pilates merupakan suatu latihan “berpikir” sederhana yang akan membantu pikiran dan tubuh menjadi selaras. Keselarasan ini menghasikan tubuh yang sehat, kencang, dan aktif serta mampu menciptakan pikiran yang rileks dan tenang. Pilates exercise disebut berpikir karena pada pilates exercise tidak hanya memanfaatkan otot-otot besar, tetapi juga memanfaatkan otot yang lebih kecil sehingga otot yang berukuran kecil akan semakin kuat dan otot besar menjadi langsing dan kencang (Herdman dan Wood, 2007). 41 2.6.2 Tujuan latihan Pilates exercise lebih memfokuskan pada otot-otot ekstensor punggung dan otot-otot perut. Pilates exercise sangat bermanfaat untuk meningkatkan fleksibilitas punggung dan kekuatan otot perut tanpa adanya cedera pada persendian. Pilates exercise juga dapat digunakan untuk memperbaiki postur dan keseimbangan tubuh (Segal et al., 2004). 2.6.3 Prinsip latihan Delapan prinsip pilates exersice (Herdman dan Wood, 2007), yaitu: 1) Konsentrasi Gerakan pilates ecercise harus mengikuti petunjuk dengan seksama dan tidak boleh tergoda untuk mengambil jalan pintas. Arahkan seluruh perhatian pada gerakan yang lakukan karena setiap gerakan yang dipikir sederhana sebenarnya bisa lebih rumit. 2) Pemusatan Pemusatan pilates exercise tidak ada hubungannya dengan pemusatan spiritual. Salah satu tujuan pilates exercise adalah untuk memperkuat pusat otot yang lebih dalam. Pusat tubuh seseorang adalah serangkaian otot yang membentang di antara bagian dasar tulang rusuk hingga tulang panggul. Seseorang yang mempertahankan kelenturannya menghasilkan pinggang yang langsing, perut tetap datar, postur membaik, dan mampu mencegah sakit punggung dan kemungkinan cedera. Pusat ini merupakan stabilitas inti dari tubuh. 42 3) Pengendalian Pilates exercise merupakan suatu latihan yang berurutan. Setiap praktisi harus konsentrasi pada tubuh sehingga membantu mengendalikan setiap gerakan yang akan dilakukan mulai dari gerakan ringan hingga berat. Pilates exercise dilakukan melawan gravitasi sehingga tubuh secara perlahan akan semakin kuat. Semakin lambat gerakan yang dilakukan dengan pengendalian yang benar, maka tubuh akan semakin kuat dan koordinasi semakin bagus. 4) Pernapasan Pernapasan yang baik mampu memenuhi kebutuhan oksigen seluruh tubuh untuk proses metabolisme. Koordinasi yang baik antara pernapasan dan gerakan perlu dilakukan sehingga kebutuhan energi dapat terpenuhi. 5) Gerakan yang Mengalir Pilates exercise dilakukan dengan mengalir dan seimbang untuk mendapatkan manfaat yang maksimal. Setiap gerakan otot harus berhubungan dengan kerja otot lain dan gerakan yang dilakukan sinkron dengan gerakan lain. 6) Ketepatan. Gerakan yang dilakukan harus tepat dan disesuaikan dengan tujuan gerakan. Ketepatan yang dimaksud adalah tepat pada gerakan dan tempat yang bergerak. 43 7) Individualisasi Individualisasi dalam pilates exercise adalah setiap gerakan dalam latihan ini mempunyai tujuan yang berbeda sehingga perlu melakukan gerakan yang tepat saat latihan untuk mendapat hasil yang sesuai dengan tujuan. 8) Rutinitas Pilates exercise perlu dilakukan secara teratur. Pilates exercise akan lebih baik jika menjadi suatu kebiasaan, bahkan dalam kegiatan sehari-hari bisa dilakukan dengan kombinasi gerakan pilates. Penerapan prinsip dalam melakukan pilates exercise penting dilakukan sehingga manfaat yang diperoleh menjadi optimal (Herdman dan Wood, 2007). 2.6.4 Mekanisme latihan Peningkatan kekuatan otot diperoleh dari kontraksi konsentrik (memendek) dan eksentrik (memendek). Peregangan otot adalah bagian penting untuk memperoleh keseimbangan otot. Otot yang memanjang dan bekerja pada saat sama diperlukan untuk menstabilkan otot-otot dalam dan pusat tubuh (Petty, 2011). Lawrence (2014), metode pilates exercise memiliki tiga efek utama untuk keseimbangan dan fleksibilitas yaitu : 1. Pilates exercise mempengaruhi postur panggul untuk menghasilkan perubahan postural pada tulang belakang lumbal. 44 2. Pilates exercise bekerja langsung pada struktur muskuloskeletal dari tulang belakang (tulang belakang lumbal khususnya) dengan memperkuat, meregangkan dan memperpanjang tulang. 3. Pilates exercise mempengaruhi integritas struktural atau rongga abdomino-panggul sebagai suatu kesatuan. Postur panggul sangat menentukan postur tulang belakang dan tulang duduk pada dasar sakrum. Setiap perubahan dalam postur sagital panggul akan mengubah tingkat dasar sakrum. Tingkat dasar sakrum mempengaruhi kurva tulang belakang lumbal. Dasar sakrum tidak merata untuk setiap derajat, tulang belakang harus memiliki kurva di dalamnya untuk mengkompensasi. Kurva ini diperlukan untuk menciptakan basis tingkat untuk kepala untuk duduk di atas. Mekanisme meluruskan ini untuk membuat tingkat dasar untuk kepala diperlukan untuk menempatkan mata dan reseptor labirin dari telinga bagian dalam pada tingkat pesawat, ini menjadi penting untuk proprioseptiv dan keseimbangan statis dan dinamis tubuh. Pilates meningkatkan keseimbangan dengan peregangan dan penguatan otot-otot punggung bawah sehingga pilates exercise bertujuan untuk membuat panggul netral, sehingga lordosis lumbal menjadi normal (Ungaro, 2011). 45 2.7 Alat Ukur 2.7.1 Functional reach test 2.7.1.1 Pengertian Functional reach test adalah jarak maksimum yang dapat dicapai seseorang ketika berdiri tanpa adanya perubahan letak based of support. Functional reach test digunakan untuk mengukur keseimbangan statis. Metode pengukuran ini dapat dilakukan di klinik terapi fisik atau di rumah dengan pengawasan karena dapat menyebabkan kehilangan keseimbangan saat melakukan pengukuran (Fruth, 2013). 2.7.1.2 Teknik pelaksanaan Pelaksanaan functional reach test sangat mudah. Sebelum pelaksanaan pemeriksa menandai garis di lantai. Subjek diinstruksikan untuk berdiri di samping dinding, tetapi tidak menyentuh dinding. Posisi bahu yang lebih dekat ke dinding fleksi 90 sedangkan posisi tungkai kanan dan kiri sejajar dengan bahu, pandangan lurus ke depan. Tempatkan garis horizontal berupa kayu atau mid-line di dinding dengan aman dan tepat. Satu orang pendamping mengamati pergerakan tangan dan 1 (satu) orang pendamping bertugas mencatat posisi awal di kepala metacarpal ke-3 pada garis horizontal tersebut. Minta subjek untuk meraih / mencapai ke depan sejauh mungkin tanpa mengambil langkah dan tangan pasien. Lokasi metacarpal ke-3 ditandai dan dicatat dengan satuan centimeter (cm). Seorang pendamping berdiri di samping subjek untuk memastikan tidak terjadi kehilangan keseimbangan dan pendamping yang lain mengamati tumit untuk memastikan bahwa tumit tidak terangkat (Fruth, 2013). 46 Gambar 2.10 Functional Reach Test Sumber : Hasman et al., (2014) Tabel 2.1 Nilai Normal Functional Reach Test Usia ( tahun ) Pria (cm) Wanita (cm) 20 – 40 40,64 ± 2,54 35,56 ± 5,08 41 – 69 35,56 ± 5,08 33,02 ± 5,08 70 - 87 33,02 ± 2,54 25,4 ± 7,62 Sumber : Fruth (2013) 2.7.2 Sit and reach test 2.7.2.1 Pengertian Metode sit and reach test merupakan alat ukur untuk mengukur extensibilitas dari otot ekstensor trunk dan hamstring. Sit and reach test adalah standar pemeriksaan untuk memeriksa fleksibilitas dan otot ekstensor trunk dan hamstring (Heyward et al., 2014). 2.7.2.2 Metode pelaksanaan Quinn (2014), menyatakan sit and reach test merupakan metode pengukuran untuk mengukur fleksibilitas dari otot ekstensor trunk dan hamstring dengan meggunakan media berupa kotak terbuat dari papan atau metal yang 47 tingginya 30 cm. Diatas kotak tersebut diletakan mistar ukur yang panjangnya 26 cm keluar dari kotak dan -26 cm sampai ke ujung dari kotak tersebut. Gambar 2.11 Sit and Reach Test Box Scale Sumber : Quinn (2014) Heyward et al., 2014, menyatakan metode pengukuran sit and reach test terbagi menjadi beberapa klasifikasi normal berdasarkan kriteria usia. Tabel 2.2 Nilai Normal Sit and Reach Test pada Wanita UMUR 15-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 Sangat Baik 43 41 41 39 38 35 Lebih Baik 38-42 37-40 38-40 34-37 33-38 31-34 Baik 34-37 33-38 32-35 30-33 30-32 27-30 Kurang 29-33 28-32 27-31 25-29 25-29 23-26 Buruk 28 27 26 24 24 22 Sumber : Heyward et al., (2014) 2.7.2.3 Teknik pengukuran Teknik pengukuran sit and reach test sangat mudah dan efisien. Pemeriksa meminta subjek duduk dengan kaki lurus (straight leg) tanpa alas kaki (sepatu dan sandal). Subjek menaruh telapak tangannya di atas telapak tangan yang satunya 48 sehingga ujung-ujung jari tangan terlihat seperti bertingkat. Perlahan tangan subjek maju ke arah depan sejauh mungkin sambil mempertahankan posisi lutut dalam posisi lurus dan menyentuh permukaan alat ukur. Pemeriksa perlu memastikan gerakan subjek tidak tersendat-sendat ( Heyward et al., 2014). Pemeriksa sebaiknya menyarankan untuk membuang nafas saat gerakan membungkuk ke depan dan menurunkan kepala sejajar dengan lengan untuk mendapatkan gerakan yang baik. Lakukan tiga kali pengulangan dan pemeriksa mengambil satu dari hasil yang terbaik setelah pemeriksaan berlangsung (Heyward et al., 2014). Gambar 2.12 Sit and Reach Test menggunakan Box Scale Sumber : Chernacka (2010)