6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Wanita Dewasa Usia

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Wanita Dewasa
Usia dewasa merupakan periode awal untuk penyesuaian diri terhadap
pola kehidupan yang baru. Seorang wanita mendapatkan peran baru sebagai
seorang istri maupun ibu pada periode ini (Hutcheon, 2013).
Wanita dewasa yang telah mengalami proses kehamilan dan melahirkan
cenderung mengalami perubahan postur tulang belakang menjadi hiperlordosis.
Perubahan ini tidak dapat kembali seperti semula dalam waktu yang cukup lama
sehingga tubuh melakukan proses adaptasi dengan perubahan tersebut (Sigelman
dan Rider, 2012).
2.1.1 Usia dewasa
Usia adalah satuan yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau
makhluk hidup maupun mati (Hardiwinoto, 2011).
Hardiwinoto (2011), mengatakan jenis perhitungan usia adalah:
1. Usia kronologis
Usia kronologis adalah perhitungan usia seseorang mulai dari
kelahiran sampai dengan waktu penghitungan usia.
2. Usia mental
Usia mental adalah perhitungan usia yang didapatkan dari taraf
kemampuan mental seseorang. Seorang anak dengan usia kronologis
empat tahun tetapi belum bisa merangkak dan berbicara dengan kalimat
6
7
lengkap menunjukkan kemampuan usia mental yang setara dengan anak
berusia satu tahun.
3. Usia biologis
Usia biologis adalah perhitungan usia berdasarkan kematangan
biologis yang dimiliki oleh seseorang.
Kategori Umur (Hardiwinoto, 2011) adalah :
1.
Masa balita
: 0 - 5 tahun
2.
Masa kanak-kanak
: 5 - 11 tahun
3.
Masa remaja awal
: 12 - 1 6 tahun
4.
Masa remaja akhir
: 17 - 25 tahun
5.
Masa dewasa awal
: 26- 35 tahun
6.
Masa dewasa akhir
: 36- 45 tahun
7.
Masa lansia awal
: 46- 55 tahun
2.1.2 Anatomi dan fisiologi wanita dewasa
Wanita memiliki tubuh yang kompleks. Wanita mengalami proses
perkembangan anatomi, fisiologi dan reproduksi mulai dari masa kanak-kanak,
remaja dan dewasa. Organ-organ tubuh wanita tumbuh dan berkembang sebagai
wanita sempurna bersamaan dengan masa perkembangan (Kasdu, 2008).
Pertumbuhan dan perkembangan anatomi tubuh wanita hampir sama dengan
pria. Organ tubuh wanita berbeda dengan pria terutama yang berhubungan dengan
fungsi reproduksi seperti organ genital, sistem endokrin dan tulang rangka. Fisik
wanita mengalami perubahan tahap demi tahap yang membuatnya berbeda dengan
pria. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh sistem endokrin wanita (Kasdu, 2008).
8
Sistem reproduksi wanita sangat istimewa dan terbentuk sejak wanita masih
di dalam janin sampai dewasa. Fungsi reproduksi menjadi sempurna apabila
wanita dapat hamil dan melahirkan generasi yang sehat dan sempurna. Awal
kesempurnaan ditandai dengan datangnya menstruasi yang menunjukkan semua
organ anatomi, fisik dan reproduksi saling bekerjasama untuk menyempurnakan
fungsi reproduksi wanita. Proses ini berlangsung terus sampai berakhirnya masa
produktif wanita (haid berhenti permanen / menapause) (Kasdu, 2008).
Kehidupan reproduksi dan tubuh wanita dipengaruhi oleh hormon. Tiga
hormon penting yang dimiliki wanita adalah estrogen, progesteron dan prolaktin.
Estrogen berfungsi untuk perkembangan sifat seksual wanita. Progesteron
berfungsi untuk persiapan kehamilan. Prolaktin merupakan hormon untuk
persiapan menyusui. Wanita juga memiliki hormon androgen yang berperan
seperti sifat seksual pria (Kasdu, 2008).
Wanita dewasa yang telah mengalami proses kehamilan dan melahirkan
cenderung mengalami perubahan postur tulang belakang menjadi hiperlordosis.
Perubahan postur selama hamil tidak dapat kembali seperti semula dalam waktu
yang lama sehingga tubuh melakukan proses adaptasi dengan perubahan tersebut.
Perubahan sikap tubuh pada wanita dewasa juga diakibatkan oleh menurunnya
kemampuan respon dari otot-otot postur. Penurunan ini mengakibatkan penurunan
keseimbangan dan fleksibilitas (Sigelman dan Rider, 2012).
2.1.3
Perubahan anatomi dan fisiologis pada wanita dewasa
Manuaba (2001), menjelaskan perubahan fisiologis yang terjadi pada
wanita setelah melahirkan terjadi pada :
9
2.1.3.1 Perubahan sistem reproduksi
1.
Uterus
a. Involusi
Involusi adalah proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum
hamil setelah melahirkan.
b. Kontraksi
Kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intra
uterin yang sangat besar.
c. After pains (rasa sakit)
Disebabkan karena kontraksi rahim, biasanya terjadi 2-4 hari
pasca persalinan.
d. Tempat plasenta
Bekas implantasi uri akan mengecil karena kontraksi dan
menonjol ke cavum uteri.
e. Lochia
Lochia adalah cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan
vagina dalam masa nifas.
2. Servik
Servik membuka seperti corong berwarna merah kehitaman setelah
melahirkan. Konsistennya lunak kadang-kadang terdapat luka-luka kecil.
10
3. Vagina dan perineum
Estrogen pasca persalinan yang menurun berperan dalam
panampisan mukosa vagina dan hilangnya rugae, dimana vagina yang
teregang dan akan kembali secara bertahap keukuran sebelum hamil
selama 6 sampai 8 penurunan jumlah pelumas vagina dan penipisan
mukosa.
4. Topangan dan otot panggul
Struktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami cedera pada
saat persalinan. Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada
waktu persalinan dan setelah bayi lahir akan merapat dan akan pulih
kembali.
2.1.3.2 Perubahan sistem endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem
endokrin.
Hormon-hormon yang berperan pada proses tersebut, antara lain:
1. Hormon plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang
diproduksi oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat pasca
persalinan. Penurunan hormon plasenta (human placental lactogen)
menyebabkan kadar gula darah menurun pada masa nifas.
2. Hormon pituitary
Hormon pituitary antara lain: hormon prolaktin, FSH (follichel
stimulating hormone) dan LH (Luteinizing hormone). Hormon prolaktin
11
darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun
dalam waktu 2 minggu. Hormon prolaktin berperan dalam pembesaran
payudara untuk merangsang produksi susu. FSH dan LH meningkat pada
fase konsentrasi folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga
ovulasi terjadi.
3. Hormon oksitosin
Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang,
bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga
persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan
mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan.
4. Hormon estrogen dan progesteron
Volume darah normal meningkat selama kehamilan. Hormon
estrogen yang tinggi memperbesar hormon anti diuretik yang dapat
meningkatkan volume darah. Hormon progesteron mempengaruhi otot
halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah.
Hal ini mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar
panggul, perineum dan vulva serta vagina
2.1.3.3 Perubahan sistem urinarius
1. Komponen urin
Penurunan kadar steroid fungi ginjal akan kembali normal
dalam waktu satu bulan pasca persalinan.
Komponen urin meliputi :
a. Laktosuria positif pada ibu menyusui merupakan normal.
12
b. BUN (Blood Urea Nitrogen) akibat otolisis uterus yang
berinvolusi.
c. Proteineria ringan (+1) akibat kelebihan protein dalam sel otot.
2. Diuresis pasca persalinan
Disebabkan penurunan estrogen, hilangnya peningkatan tekanan
vena pada tungkai bawah dan hilangnya tingkatan volume darah.
3. Uretra dan kandung kemih
Trauma dapat terjadi pada uretra dan kandung kemih pada saat
melahirkan sehingga keinginan untuk berkemih menurun akibat
pemberian obat anestesi, penurunan reflek berkemih akibat episiotomi.
2.1.3.4 Perubahan sistem pencernaan
1.
Nafsu makan
Ibu akan merasa lapar segera setelah melahirkan sehingga boleh
mengkonsumsi makanan ringan dan setelah pulih dari efek analgesik,
anestesi dan keletihan biasanya ibu sangat lapar.
2.
Motilitas
Penurunan otot tonus dan motalitas otot traktus pencernaan
menetap setelah bayi lahir akibat kelebihan analgesia dan anestesia.
3.
Defekasi
Buang besar akan tertunda 2-3 hari pasca persalinan akibat tonus
otot menurun.
13
4.
Payudara
Hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama hamil
akan menurun dengan cepat setelah melahirkan. Waktu yang
dibutuhkan hormon untuk kembali ke keadaan sebelum hamil
ditentukan apakah ibu menyusui atau tidak.
2.1.3.5 Perubahan kardiovaskuler
1.
Volume darah
Perubahan volume darah ada beberapa faktor misalnya :
kehilangan darah selama melahirkan, mobilisasi dan edema fisiologis.
2.
Curah jantung
Denyut jantung akan meningkat lebih tinggi 30-60 menit karena
darah yang biasanya melewati sirkulasi uteroplasenta tiba-tiba kembali
ke sirkulasi umum.
2.1.3.6 Perubahan neurologis
Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan adaptasi
neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebabkan trauma yang dialami ibu
saat bersalin dan melahirkan.
2.1.3.7 Perubahan muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal terjadi pada saat umur kehamilan
semakin bertambah. Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu yang terjadi selama
hamil berlangsung secara terbalik pada masa pasca persalinan. Adaptasi ini
mencakup hal–hal yang membantu relaksasi dan hipermorbilitas sendi,
14
peningkatan berat badan, bergesernya pusat akibat pembesaran rahim, relaksasi
dan mobilitas.
Sistem muskuloskeletal saat pasca persalinan akan berangsur-angsur pulih
kembali. Ambulasi dini dilakukan segera setelah melahirkan untuk mencegah
komplikasi dan mempercepat involusi uteri. Stabilisasi sendi lengkap pada
minggu ke 6 sampai ke 8 setelah melahirkan akan tetapi semua sendi lain kembali
keadaan normal sebelum hamil, kaki ibu tidak mengalami perubahan setelah
melahirkan.
2.1.3.8 Perubahan integument
Kloasma yang muncul pada masa hamil akan menghilang pada akhir
kehamilan. Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang
seluruhnya setelah bayi lahir.
2.1.3.9 Perubahan ligamen
Ligamen-ligamen, diafragma pelvis dan fasia yang meregang sewaktu
kehamilan dan melahirkan berangsur-angsur menciut kembali setelah melahirkan.
Perubahan ligamen yang dapat terjadi pasca melahirkan antara lain: ligamentum
rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi.
Ligamen, fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor.
2.1.3.10 Perubahan sistem metabolisme
Zat toksin ginjal mengekskresi hasil akhir dari metabolisme protein yang
mengandung nitrogen terutama urea, asam urat dan kreatinin. Pasca melahirkan
ibu merasa sulit buang air kecil karena kadar hormon estrogen menurun,
hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya
15
peningkatan volume darah akibat kehamilan, hal ini merupakan mekanisme tubuh
untuk mengatasi kelebihan cairan.
2.2 Keseimbangan
2.2.1 Pengertian
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi
pada bidang tumpu terutama saat posisi tegak untuk mempertahankan posisi
seimbang dalam keadaan statik maupun dinamik dengan menggunakan aktivitas
otot minimal. Keseimbangan mempengaruhi setiap gerakan segmen tubuh yang
melewati base of support (bidang tumpu) dan merupakan kemampuan untuk
menyeimbangkan body of mass (massa tubuh) terhadap base of support (Cook dan
Woollacott, 2007).
Keseimbangan dibagi menjadi dua bagian (Ackland et al., 2009), yaitu :
1. Keseimbangan statik
Kemampuan seimbang secara aktif dengan center of gravity (COG)
yang tepat tanpa ada gerakan maupun bantuan.
2. Keseimbangan dinamis
Kemampuan seimbang secara aktif dengan center of gravity (COG)
yang tepat dengan gerakan (horizontal, vertikal dan diagonal) tanpa
ada bantuan.
2.2.2 Fisiologi Keseimbangan
Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan
postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan
sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Pusat
16
keseimbangan terletak di dekat telinga, sensasi kinestetik dan mata yang berfungsi
untuk menjaga keseimbangan. Tujuan tubuh mempertahankan keseimbangan
adalah menyangga tubuh melawan gravitasi dari faktor eksternal untuk
mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu, serta
menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak (Ackland et al.,
2009).
Gambar 2.1 Komponen keseimbangan
Sumber : Ganong (2013)
Keseimbangan memerlukan tiga sistem koordinasi (Kisner dan Colby,
2012 ), yaitu:
1. Nervous system menyediakan proses sensori untuk persepsi tubuh
melalui visual, vestibular dan somatosensoris.
2. Musculoskletal system meliputi postural alignment, fleksibilitas otot
seperti range of motion, integritas sendi, dan muscle performance.
17
3. Contextual effects terbagi atas dua sistem yaitu sistem lingkungan
terbuka atau tertutup, efek gravitasi, tekanan pada tubuh dan berbagai
gerakan.
Elemen-elemen di atas sangat penting untuk menjaga keseimbangan
terutama saat berdiri. Sistem saraf pusat melalui informasi dari ketiga sistem
tersebut berfungsi untuk menjaga pusat massa tubuh dalam keadaan stabil dengan
batas bidang tumpu tidak berubah kecuali tubuh membentuk batas bidang tumpu
lainnya (misalnya melangkah) (Kisner dan Colby, 2012 ).
Pengontrol keseimbangan tubuh manusia terdiri dari 5 komponen (Danion
dan Latash, 2010), yaitu:
1. Sistem informasi sensoris
a. Visual
Input visual merupakan hal penting dalam mengontrol
keseimbangan dengan menyediakan informasi tentang lingkungan
tempat kita berada dan untuk memprediksi gangguan yang akan
datang. Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris untuk
mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat
kita berada (Scott, 2008).
Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal
dari objek sesuai jarak pandang. Informasi visual tubuh dapat
menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada
lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis
untuk mempertahankan keseimbangan tubuh. Impulse afferent untuk
18
visual
jika
ditiadakan
menampakkan
ayunan
(misalnya
tubuh
saat
(sway)
mata
yang
tertutup)
berlebihan
akan
untuk
mempertahankan stabilitas tubuh (Scott, 2008).
b. Sistem vestibular
Reseptor sensoris vestibular berada di dalam telinga dan
berfungsi sebagai pemberi informasi gerakan dan posisi kepala ke
susunan saraf pusat, untuk memberi respon sikap dan memberi
keputusan tentang perbedaan gambaran visual dan gerak yang
sebenarnya. Masukan (input) proprioseptor pada sendi, tendon, otot
dari kulit di telapak kaki merupakan hal penting untuk mengatur
keseimbangan saat berdiri statik maupun dinamik (Scott, 2008).
Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis,
utrikulus dan sakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini disebut dengan
sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi
kepala dan percepatan perubahan sudut melalui refleks vestibulooccula untuk mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat objek
yang bergerak. Reseptor meneruskan pesan melalui saraf kranialis
VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di batang otak. Stimulus
menuju ke nukleus vestibular, cerebellum, formatio reticularis,
thalamus dan cortex cerebri (Joel et al,. 2005).
Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor
neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang
menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada leher dan otot-
19
otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat
cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh
dengan mengontrol otot-otot postural (Joel et al., 2005).
c. Somatosensoris
Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptiv dan
persepsi-kognitif. Informasi proprioseptiv disalurkan ke otak melalui
kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input)
proprioseptiv menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke
korteks serebri melalui lemniskus medialis dan talamus (Charles et al.,
2005).
Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang
sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam
dan sekitar sendi. Ujung-ujung saraf pada alat indera beradaptasi
lambat di sinovia dan ligamentum. Impuls dari alat indra dan dari
reseptor raba di kulit dan jaringan lain serta otot diproses di korteks
menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang (Charles et al.,
2005).
2. Respon otot-otot postural yang sinergis
Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi hanya akan
dimungkinkan jika respon dari otot-otot postural bersinergi sebagai
reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan alignment
tubuh (Dewey dan Tupper, 2004).
20
Kerja otot yang sinergi menunjukkan adanya respon yang tepat
(kecepatan dan kekuatan) suatu otot terhadap otot yang lainnya dalam
melakukan suatu fungsi dari gerak tertentu. Respon otot postural yang
sinergis mengarah pada waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot
yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol
postur. Kelompok otot ekstremitas atas maupun bawah berfungsi
mempertahankan postur saat berdiri tegak serta mengatur keseimbangan
tubuh dalam berbagai gerakan (Dewey dan Tupper, 2004).
3. Kekuatan otot (muscle strength)
Kekuatan otot diperlukan dalam melakukan aktivitas. Semua
gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari adanya peningkatan
tegangan otot sebagai respon motorik. Kekuatan otot dapat digambarkan
sebagai kemampuan otot menahan beban beban eksternal (eksternal
force) maupun beban internal (internal force) (Griffin, 2014).
Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem neuromuskuler
yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf mengaktivasi otot untuk
melakukan kontraksi. Semakin banyak serabut otot yang teraktivasi,
maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut (Griffin,
2014).
4. Adaptive systems
Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan
keluaran motorik (output) ketika terjadi perubahan tempat sesuai dengan
karakteristik lingkungan (Cook dan Woollacott, 2007).
21
5. Lingkup gerak sendi (joint range of motion)
Kemampuan
sendi
untuk
membantu
gerak
tubuh
dan
mengarahkan gerakan terutama saat gerakan memerlukan keseimbangan
yang tinggi (Knudson, 2007).
2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan
Faktor – faktor yang mempengaruhi keseimbangan (Cook dan Woollacott,
2007), adalah:
2.2.3.1 Base of support (bidang tumpu)
Base of support merupakan bagian tubuh yang berhubungan dengan
permukaan tumpuan. Tubuh dalam keadaan seimbang ketika garis gravitasi tepat
berada di bidang tumpu. Stabilitas tubuh dapat dirubah bila terjadi perubahan pada
bidang tumpu. Bidang tumpu yang luas mengakibatkan perubahan pusat gravitasi
untuk menjaga keseimbangan sehingga tubuh semakin stabil (Knudson, 2007).
Stabilisasi yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin
besar bidang tumpu semakin tinggi stabilitas, misalnya berdiri dengan kedua kaki
akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu
dengan pusat gravitasi maka stabilitas tubuh makin tinggi (Winter, 2009).
Gambar 2.2 Base of Support
Sumber: Anonim (2014)
22
Prinsip keseimbangan saat bergerak pada posisi berdiri statis maupun
dinamis hampir sama. Bidang tumpu pada keseimbangan dinamis selalu berubah
sesuai gerakan. Luas bidang tumpu sesuai dengan tumpuan kaki dan perubahan
bidang tumpu akan lebih cepat saat bergerak (Winter, 2009).
2.2.3.2 Center of gravity (pusat gravitasi)
Pusat gravitasi adalah titik utama pada tubuh yang akan mendistribusikan
massa tubuh secara merata. Tubuh dalam keadaan seimbang jika ditopang oleh
titik ini (Brethaupt, 2000).
Pusat gravitasi pada tubuh manusia dapat didefinisikan sebagai berikut
(Knudson, 2007) :
1. Titik utama tubuh yang mendistribusikan massa tubuh saat bergerak
bebas ke segala arah.
2. Titik utama yang berada pada salah satu bidang saat menumpu.
3. Pusat dari tiga bidang yaitu bidang sagital, frontal dan transversal.
Gambar 2.3 Center of Gravity
Sumber : Gagliardi (2013)
23
Pusat gravitasi pada manusia berpindah sesuai dengan arah gerakan. Pusat
gravitasi manusia ketika berdiri tegak adalah di atas pinggang, diantara depan dan
belakang vertebra sacrum ke dua. Derajat stabilisasi tubuh dipengaruhi oleh
empat faktor yaitu ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan bidang tumpu,
ukuran bidang tumpu, lokasi gravitasi dengan bidang tumpu dan berat badan
(Brethaupt, 2000).
Pusat
gravitasi
pada
tubuh
sangat
penting
diperhatikan
untuk
meningkatkan stabilitas. Stabilisasi ini pun dapat diperkuat dengan adanya otot
stabilitator utama (core stability) dan juga otot tungkai yang merupakan
komponen penting untuk mempertahankan tubuh agar tetap seimbang pada saat
berdiri (Higgins, 2011).
Otot-otot bekerja sama membentuk kelompok otot untuk membentuk suatu
gerakan. Kelompok otot untuk keseimbangan (Vella, 2008) adalah :
1. Otot-otot abdominal
Otot-otot abdominal merupakan salah satu komponen penting
yang membentuk keseimbangan. Otot-otot abdominal terdiri dari otot
rectus abdominis, transfersus abdominis, oblique abdominis eksternal
dan oblique abdominis internal (Slatter, 2003).
Gambar 2.4 Anatomi Otot-otot Abdominal
Sumber : Marieb ( 2011)
24
2. Otot-otot trunk
Terdiri dari otot multifidus, erector spine, lattisimus dorsi,
illiocostalis lumborum dan trapezius (Bogduk, 2005).
Gambar 2.5 Anatomi Otot-otot Trunk
Sumber : Marieb (2011)
3. Otot pelvic floor
Otot lapisan dalam tersebut muscle of the perineum sangat
berperan dalam mempertahankan fungsi vagina sewaktu berkontraksi
saat aktivitas seksual. Otot ini terdiri dari otot ischio cavernosus,
bulbocavernous, deep perineal muscle (urogenital diaphragm) dan
sphincter ani eksternal (Carriere dan Feldt, 2011).
Gambar 2.6 Otot-otot Pelvic Floor
Sumber : Marieb (2011)
25
Otot lapisan luar disebut levator ani, otot dasar panggul
dapat menjadi lemah (Marieb, 2011).
2.2.3.3 Graund reaction force ( GRF )
Gravitasi atau daya tarik bumi merupakan daya untuk mempertahankan
tubuh tetap kontak dengan tanah. Gaya reaksi yang diberikan oleh tanah secara
khusus disebut dengan GRF. Gaya reaksi tanah merupakan kekuatan eksternal
penting yang bekerja pada tubuh manusia saat bergerak. Gaya ini penting sebagai
penggerak untuk memulai dan mengontrol gerakan (Delisa, 1998).
2.7 Ground Reaction Force
Sumber : Jay’s (2009)
Kekuatan reaksi dari bidang tumpu yang sama besarnya dan berlawanan
arah dengan kekuatan tekanan tubuh pada permukaan tumpuan melalui kaki pada
saat berdiri. Perubahan yang terjadi pada GRF mengakibatkan otot-otot ekstensor
mengalami kontraksi dan rileksasi (Feagin dan Steadman, 2008).
2.2.3.4 Line of gravity ( garis gravitasi )
Line of gravity merupakan garis imajiner yang berada vertikal melalui
pusat gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat
26
gravitasi dengan bidang tumpu menentukan derajat stabilisasi tubuh (Lester dan
Pierre, 2007).
Gambar 2.8 Line of Gravity
Sumber: Anonim (2008)
2.3 Fleksibilitas
2.3.1 Pengertian
Fleksibilitas dapat diartikan sebagai suatu kelenturan. Fleksibilitas adalah
jangkauan gerak terjauh yang mampu dilakukan suatu sendi atau sekumpulan
sendi yang menunjukkan kemampuan otot dan tendon untuk memperpanjang diri
dalam sendi tersebut (Aacland et al., 2009). Chandler dan Brown (2008),
menjelaskan bahwa fleksibilitas atau kelenturan merupakan kemampuan untuk
menggerakkan otot beserta persendian pada seluruh daerah pergerakan tanpa
adanya pembatasan. Fleksibilitas merupakan salah satu komponen dalam
kebugaran fisik.
27
Fleksibilitas yang baik akan mengurangi tenaga yang berlebihan saat
melakukan gerakan. Fleksibilitas membantu menciptakan gerakan yang luwes dan
tidak kaku sehingga memberikan kontribusi penting dalam suatu aktivitas,
pekerjaan, dan olahraga (Aacland et al., 2009).
Fleksibilitas bukan merupakan sesuatu hal yang secara otomatis bisa
diperoleh. Penurunan fleksibilitas mengakibatkan penurunan fungsi normal dari
suatu bagian tubuh tertentu. Fleksibilitas yang baik bisa mencegah terjadinya
cedera dan gangguan pada persendian (Harrell, 2006).
Menurut Kovacs (2009), ada tiga macam fleksibilitas, yaitu:
1) Fleksibilitas dinamis
Fleksibilitas dinamis atau fleksibilitas kinetik merupakan
kemampuan otot untuk melakukan gerak dinamis dalam membawa
anggota gerak untuk bergerak hingga mencapai luas gerak sendi yang
penuh.
2) Fleksibilitas statis-aktif.
Fleksibilitas statis-aktif atau fleksibilitas aktif merupakan
kemampuan untuk memulai dan mempertahankan posisi hanya
menggunakan ketegangan dari grup otot agonis dan sinergis pada saat
otot antagonis diulur.
3) Fleksibilitas statis-pasif
Fleksibilitas statis-pasif atau fleksibilitas pasif merupakan
kemampuan untuk memulai suatu gerakan dan mempertahankan
28
posisi dengan menggunakan berat badan, bantuan anggota gerak atau
bantuan lain dari luar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fleksibilitas (Reilly dan Williams,
2003), adalah:
1) Struktur sendi dan jaringan tubuh yang bersangkutan
Terdiri dari tulang dan otot yang melewati sendi, ligamen,
kapsul sendi dan diskus.
2) Keadaan psikis
Seseorang yang tidak memiliki motivasi atau mengalami
kelainan mental akan sulit untuk mendapatkan fleksibilitas yang
sebenarnya ia miliki.
3) Usia
Fleksibilitas
akan
mengalami
penurunan
pada
proses
degenerasi.
4) Jenis kelamin
Fleksibilitas wanita lebih baik dibandingkan pria. Masalah
fleksibilitas pada wanita terjadi akibat dari gaya hidup, daur hidup
sebagai seorang wanita maupun akibat pertambahan usia.
5) Aktivitas olahraga
Individu yang rutin berolahraga memiliki fleksibilitas lebih baik
dibandingkan dengan individu yang tidak pernah melakukan olahraga.
Partisipasi yang teratur dalam olahraga tertentu akan menghasilkan
fleksibilitas yang spesifik.
29
Fleksibilitas menyangkut semua persendian termasuk sendi pada tulang
belakang. Fleksibilitas pada tulang belakang lebih dikenal dengan sebutan
fleksibilitas trunk atau fleksibilitas punggung. Fleksibilitas trunk yang dimaksud
adalah fleksibilitas pada persendian tulang belakang atau vertebra segmen lumbal,
yaitu kemampuan untuk menggerakkan ke depan seluas-luasnya dengan gerakan
anteflexi (Charles dan Brown, 2008).
Fleksibilitas wanita cenderung lebih baik dibandingkan pria tetapi wanita
lebih banyak mengalami gangguan fleksibilitas (Karen et al., 2004). Wanita
mengalami puncak fleksibilitas pada usia 12 tahun dan menurun pada usia 25
tahun. Latihan khusus perlu dilakukan untuk meningkatkan fleksibilitas agar
seseorang mampu menunjukkan performa yang optimal (Reilly dan William,
2003).
2.3.2 Anatomi lumbal
Tulang vertebra terdiri dari 33 tulang, yaitu 7 ruas tulang cervical, 12
ruas tulang thoracal, 5 ruas tulang lumbal, 5 ruas tulang sacral, dan sisanya
coxygeal. Columna vertebralis berfungsi untuk menopang tubuh dalam posisi
tegak (Ross, 2006).
30
Gambar 2.9 Anatomi Lumbal
Sumber : Walker (2011)
Tulang vertebra lumbal terdiri dari beberapa bagian, yaitu corpus,
proccesus transversus, proccesus spinosus, lamina dan pedicle. Corpus vertebrae
merupakan struktur yang terbesar mengingat fungsinya sebagai penyangga berat
badan. Proccesus transversus terletak pada kedua sisi corpus vertebrae sebagai
tempat melekatnya otot-otot punggung. Proccesus spinosus terletak pada sisi
posterior vertebra yang bila diraba terasa seperti tonjolan. Proccesus spinosus
berfungsi sebagai tempat melekatnya otot-otot punggung. Lamina dan pedicle
secara bersama membentuk arcus tulang vertebra yang berfungsi untuk
melindungi foramen spinalis (Ross, 2006).
Clark (2005), menjelaskan bahwa pada vertebra segmen lumbal terdapat
banyak jaringan lunak non kontraktil maupun jaringan kontraktil. Jaringan non
kontraktil yang berada di sekitar tulang adalah ligamen, kapsul sendi, discus, dan
lapisan sinovial. Ligamen merupakan jaringan non kontraktil yang berfungsi
untuk memberikan stabilitas vertebra. Ligamen yang melewati tulang vertebra
adalah ligamen longitudinal anterior, ligamen longitudinal posterior, ligamen
flavum, ligamen interspinosus, dan ligamen supraspinosus. Ligamen khusus yang
31
berada di vertebra segmen lumbal, yaitu ligamen iliolumbar dan thoracolumbar
fascia.
Kapsul sendi merupakan jaringan pembungkus sendi facet yang
berfungsi untuk melindungi lapisan atau membran sinovial dan membatasi
gerakan pada sendi agar tidak berlebihan. Kapsul sendi menahan 40% berat tubuh
pada gerakan fleksi penuh lumbal (Ross, 2006).
Discus merupakan suatu bantalan tulang yang berfungsi untuk meredam
tekanan pada vertebra. Kapsul ini tersusun atas annulus fibrosus dan nucleus
pulposus. Annulus fibrosus merupakan bagian luar dari discus yang terdiri atas 10
hingga 20 lapisan serat kolagen sedangkan nucleus pulposus merupakan bagian
dalam dari discus yang berupa gel. Nucleus pulposus merupakan suatu substansi
proteoglikan yang mengandung jaringan fibril kolagen tipe II yang tersusun acak
(Ross, 2006).
Jaringan kontraktil yang berada di sekitar lumbal adalah otot dan tendon.
Otot yang berada pada sekitar lumbal adalah m. erector spine, m. multifidus, m.
quadratus lumborum dan m. abdominalis. M. erector spine merupakan kumpulan
otot yang terdiri dari m. illiocostalis, m. longisimus, m. spinalis, m. interspinalis,
dan m. intertransversalis. M. multifidus merupakan otot yang berada di bagian
dalam dan terletak di segmen lumbal dan cervical. Otot ini mempunyai origo di
proccesus transversus dan insertio di proccesus spinosus. M. quadratus
lumborum merupakan otot yang berperan sebagai dinding perut bagian belakang.
Otot ini membentang mulai dari crista illiaca hingga tulang costa. Otot lain yang
berada di sekitar lumbal adalah otot dinding perut. Otot ini terdiri atas m. rectus
32
abdominis, m. oblique externus dan m. internus abdominis, dan m. transversus
abdominis (Olubummo, 2010).
Sendi facet terletak pada bidang sagital yang memungkinkan gerak fleksi
dan ekstensi ke arah anterior dan posterior. Kedua facet saling mendekat pada
posisi hiperekstensi lumbal sehingga gerakan lateral fleksi dan rotasi terhambat.
Kedua facet saling menjauh pada posisi sedikit fleksi sehingga memungkinkan
gerakan ke lateral dan rotasi. Pergerakan pada setiap segmen vertebra dikontrol
secara aktif oleh otot dan secara pasif oleh ligamen (Ross, 2006).
Gerak kompleks pada lumbal akan melibatkan berbagai komponen
gerakan. Gerakan membungkuk tubuh tanpa fleksi lutut akan menimbulkan
gerakan fleksi lumbal, rotasi pelvic dan sendi coxae. Gerak kompeks pada lumbal
sering disebut lumbar-pelvic rhythm (Ross, 2006).
Lingkup gerak sendi (LGS) lumbal terbesar terjadi pada segmen L5-S1.
Fleksi 45 pada lumbal mengakibatkan meningkatnya tegangan pada ligamen dan
menurunnya tegangan pada otot ekstensor trunk. Jika gerakan dilanjutkan akan
terjadi rotasi pada pelvic diikuti rileksasi pada otot gluteus dan hamstring.
Gerakan ekstensi mempunyai rentang sebesar 30 dan dibatasi oleh ligamen
longitudinal anterior. Gerakan fleksi lateral segmen lumbal mempunyai LGS
sebesar 20 hingga 30 . Gerakan terbesar pada L3-L4 dan gerakan minimal pada
L5-S1. Gerakan rotasi pada lumbal adalah 10 (Olubummo, 2010).
33
2.3.3
Tipe Serabut Otot
Otot manusia dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu (Punkt,
2012) :
a) Serabut otot cepat (fast-twitch fibers)
b) Serabut otot lambat (slow-twicth fibers)
Otot-otot yang berada dalam tubuh manusia tersusun atas ke dua jenis
serabut otot tersebut walaupun beberapa otot dominan disusun oleh satu jenis
serabut otot. Persentase jenis serabut sangat dipengaruhi oleh genetik, kadar
hormon dalam darah, dan aktivitas latihan seseorang (Punkt, 2012).
2.3.3.1 Tipe serabut otot
1.
Tipe I / tipe lambat / Slow - twitch fibers / Tipe I fibers / Slow-Oxidati
ve
Ciri-ciri serabut otot tipe lambat adalah:
a) Memiliki kandungan mioglobin yang banyak
b) Dikelilingi oleh pembuluh darah yang banyak dan memiliki enzim
oxidative
c) Mitokondria yang banyak
d) Memiliki serabut kontraktil yang lebih lambat dari tipe II
e) Memiliki kemampuan menghasilkan tenaga yang lebih rendah
f) Memiliki efisiensi yang lebih tinggi
34
2.
Tipe II / tipe cepat / Fast - twicth fibers / Tipe IIx / Fast-glycolytic
fibers
Ciri-ciri serabut otot tipe II / cepat adalah:
a) Memiliki kandungan enzim glikolitik yang banyak
b) Jumlah mitokondria sedikit
c) Kemampuan kontraksi lebih besar dari tipe I
d) Kecepatan kontraksi lebih tinggi karena ATPase beraktivitas
tinggi.
3.
Tipe intermediate / intermediate fibers / TipeIia / Fast-oxidative
glycolytic fibers
Ciri-ciri serabut otot tipe intermediate adalah:
a) Memiliki karakteristik biokimia dan kontraktil diantara kedua
kelompok otot sebelumnya
b) Memiliki karakteristik campuran kedua jenis otot lainnya
c) Memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi.
2.3.3.2 Karakteristik Biokimia dan Kontraktil Otot Rangka
Karakteristik biokimia dan kontraktil membedakan karakteristik serabut
otot rangka manusia. Dua karakteristik biokimia yang penting dalam fungsi otot
(Abernethy et al., 2013) adalah :
1.Kapasitas oksidatif
Kapasitas oksidatif ditentukan oleh jumlah mitokondria, jumlah mioglobin
dalam sel otot dan jumlah kapiler di sekitarnya. Mitokondria yang banyak akan
memberikan kemampuan memproduksi ATP yang tinggi secara aerobik.
35
Pembuluh kapiler yang cukup akan memastikan pasokan oksigen selama
kontraksi dan mioglobin berperan sebagai pembawa oksigen dari membran otot
ke mitokondria.
2. Tipe isoform ATPase
Isoform ATPase memiliki jenis aktivitas tinggi dan rendah. Otot dengan
isoform ATPase beraktivitas memiliki kemampuan untuk memecah ATP dengan
cepat.
2.3.3.3 Karakteristik kontraktil otot rangka yang penting ada 3 macam (Plowman
dan Smith, 2007), yaitu:
1.
Produksi kekuatan maksimal
Kekuatan
maksimal
otot
diperoleh
dengan
cara
membandingkan gaya yang dihasilkan persatuan luas penampang otot.
2.
Kecepatan kontraksi serabut otot
Kecepatan kontraksi adalah kecepatan pemendekan serabut
otot yang ditentukan oleh jenis isoform ATPase yang dikandung oleh
serabut otot.
3.
Efisiensi serabut otot
Efisiensi menunjukkan tingkat pemakaian energi otot pada saat
melakukan suatu kerja tertentu.
36
2.3.4
Prinsip Latihan Fisik
Prinsip yang harus diterapkan dalam suatu latihan (Freeman, 2011),
adalah:
a) Prinsip individual
Reaksi terhadap suatu rangsangan latihan terjadi dengan cara yang
berbeda. Perbedaan latihan dibuat berdasarkan kemampuan, kebutuhan,
dan potensi.
b) Prinsip overload (beban berlebih)
Beban latihan adalah suatu stimulus yang digunakan untuk
menimbulkan respon dari tubuh seseorang. Beban latihan berlebihan (lebih
berat dari beban normal) mengakibatkan tubuh mengalami kelelahan dan
membutuhkan masa pemulihan.
c) Prinsip beban bersifat progresif
Stimulus yang diberikan secara optimal akan meningkatkan
kebugaran dan kemampuan individu akan melalui proses adaptasi. Beban
latihan harus senantiasa ditingkatkan seiring dengan peningkatan
kemampuan dan kebugaran seseorang.
d) Prinsip bervariasi
Variasi bentuk latihan dalam suatu program sangat diperlukan.
Variasi latihan berhubungan dengan tingkat kejenuhan. Kejenuhan
mengakibatkan konsentrasi latihan dan hasil yang dicapai tidak optimal.
37
e) Prinsip reversibilitas
Prinsip
reversibilitas
menjelaskan
bahwa
kebugaran
dan
kemampuan seseorang bersifat reversible. Kebugaran akan menurun
apabila program latihan dihentikan.
f) Prinsip periodisasi
Pemberian latihan harus bertahap. Latihan dilanjutkan apabila
sudah mencapai tujuan tertentu dan dikembangkan untuk mencapai tujuan
yang lebih lanjut.
g) Prinsip sistematik
Prinsip ini menjelaskan perlunya suatu desain program yang
disusun secara sistematik dan efisien. Mulai dari program jangka penjang
hingga unit latihan yang dibutuhkan oleh setiap individu. Prinsip ini
membutuhkan ketelitian dan kehati-hatian.
h) Prinsip spesifikasi
Prinsip ini mempunyai arti bahwa latihan harus disusun dan
mempunyai bentuk secara khusus untuk mendapatkan efek yang
diinginkan. Metode latihan yang diterapkan harus sesuai dengan
kebutuhan latihan.
2.4 Mc.Kenzie Exercise
2.4.1 Pengertian
Metode Mc.Kenzie exercise adalah sistem klasifikasi dan pengobatan
untuk menguatkan otot-otot ekstensor punggung bawah. Sebuah akronim untuk
metode Mc.Kenzie adalah diagnosis mekanik dan terapi (MTD). Metode
38
Mc.Kenzie dikembangkan pada tahun 1981 oleh Robin Mc.Kenzie, ahli terapi
fisik dari Selandia Baru (Kenzie dan Kubey, 2014).
Metode Mc.Kenzie dapat digunakan untuk pencegahan, pengobatan dan
evalusi. Langkah pencegahan dilakukan dengan berolahraga secara teratur dan
perawatan diri. Pilihan latihan didasarkan pada arah gerakan (fleksi, ekstensi dan
pergeseran lateral tulang belakang). Latihan pada lumbal diulang beberapa kali
untuk mengaktivasi kontraksi otot-otot trunk sehingga otot-otot tersebut menjadi
kuat dan dapat meningkatkan keseimbangan trunk (Kenzie dan Kubey, 2014).
2.4.2 Mekanisme
Perubahan anatomi dan fisiologi tulang belakang dapat disebabkan oleh
perubahan posisi discus, nucleus pulposus, dan annulus. Deformasi mekanik
jaringan lunak disekitar tulang belakang yang mengalami pemendekan adaptif
disebabkan oleh stres postural. Gerakan fleksi ke depan pada tulang belakang
menyebabkan diskus bermigrasi lebih posterior sehingga menimbulkan nyeri.
Latihan gerak dan instruksi postural akan mengembalikan atau mempertahankan
lordosis lumbal (Kenzie dan Kubey, 2014).
2.4.3 Tujuan Latihan
Latihan ini digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot ekstensor trunk,
mengulur otot-otot yang kaku, menurunkan tekanan mekanik pada lumbal,
meningkatkan stabilitas sendi, memperbaiki postur dan meningkatkan mobilitas
sendi (Kenzie dan Kubey, 2014).
39
2.5 William Flexion Exercises
2.5.1
Pengertian
William flexion exercise adalah seperangkat atau sistem latihan fisik untuk
meningkatkan fleksi lumbal, menghindari ekstensi lumbal, dan memperkuat perut
dan glutealis dalam upaya menguatkan otot-otot punggung bawah. Metode ini
pertama kali dikembangkan oleh Dr. Paul William pada tahun 1937 Wiliiam
flexion exercise sudah sejak lama merupakan standar pengobatan non operasi pada
kondisi nyeri punggung bawah (Knudson, 2007).
2.5.2
Prosedur dan Mekanisme
Latihan dilakukan di lantai pada posisi supine. Gerakan utama yang sering
dilakukan adalah merangkul tungkai bawah dan menarik kedua lutut ke dada dan
menahannya beberapa detik, rileks sebentar dan mengulanginya kembali. Gerakan
ini untuk membuka foramen intervertebra, mengulur struktur ligamen dan
distraction apophyseal joint. Latihan fleksi trunk ini dapat meningkatkan stabilitas
lumbal karena secara aktif melatih m. abdominal, m. gluteus maksimus dan m.
hamstring. Latihan fleksi akan meningkatkan tekanan intra abdominal yang
mendorong columna vertebralis ke arah belakang sehingga mengurangi
hiperlordosis lumbal dan mengurangi tekanan pada discus intervertebralis
(Knudson, 2007).
2.5.3
Tujuan
Tujuan dari latihan fleksi ini adalah untuk mengurangi tekanan oleh beban
tubuh pada sendi faset (articular weight bearing stress), meregangkan otot dan
40
fascia di daerah dorsolumbal, serta koreksi postur tubuh yang salah (Erhman et
al., 2013).
Latihan fleksi dapat membantu mengurangi nyeri dengan cara mengurangi
gaya kompresi pada sendi faset dan meregangkan otot-otot fleksor hip dan
ektensor lumbal. Metode latihan fleksi dapat digunakan untuk meningkatkan atau
memulihkan mobilitas lumbal (Wyss dan Patel, 2012).
2.6 Pilates Exercise
2.6.1 Pengertian
Pilates exercise adalah suatu bentuk latihan yang diciptakan oleh Joseph
Pilates, 1926 selama Perang Dunia I. Konsep dasar pilates adalah kontrologi,
yaitu koordinasi yang utuh antara tubuh, pikiran, dan jiwa. Pelaksanaan pilates
mencakup berbagai elemen tubuh pada tingkat saraf dan otot, menyatukan pikiran
dan
tubuh
serta
menggunakan
kontrologi
sehingga
seseorang
dapat
mengendalikan otot (Herdman dan Wood, 2007).
Pilates merupakan suatu latihan “berpikir” sederhana yang akan
membantu pikiran dan tubuh menjadi selaras. Keselarasan ini menghasikan tubuh
yang sehat, kencang, dan aktif serta mampu menciptakan pikiran yang rileks dan
tenang. Pilates exercise disebut berpikir karena pada pilates exercise tidak hanya
memanfaatkan otot-otot besar, tetapi juga memanfaatkan otot yang lebih kecil
sehingga otot yang berukuran kecil akan semakin kuat dan otot besar menjadi
langsing dan kencang (Herdman dan Wood, 2007).
41
2.6.2 Tujuan latihan
Pilates exercise lebih memfokuskan pada otot-otot ekstensor punggung
dan otot-otot perut. Pilates exercise sangat bermanfaat untuk meningkatkan
fleksibilitas punggung dan kekuatan otot perut tanpa adanya cedera pada
persendian. Pilates exercise juga dapat digunakan untuk memperbaiki postur dan
keseimbangan tubuh (Segal et al., 2004).
2.6.3 Prinsip latihan
Delapan prinsip pilates exersice (Herdman dan Wood, 2007), yaitu:
1) Konsentrasi
Gerakan pilates ecercise harus mengikuti petunjuk dengan seksama
dan tidak boleh tergoda untuk mengambil jalan pintas. Arahkan seluruh
perhatian pada gerakan yang lakukan karena setiap gerakan yang dipikir
sederhana sebenarnya bisa lebih rumit.
2) Pemusatan
Pemusatan pilates exercise tidak ada hubungannya dengan
pemusatan spiritual. Salah satu tujuan pilates exercise adalah untuk
memperkuat pusat otot yang lebih dalam. Pusat tubuh seseorang adalah
serangkaian otot yang membentang di antara bagian dasar tulang rusuk
hingga tulang panggul. Seseorang yang mempertahankan kelenturannya
menghasilkan pinggang yang langsing, perut tetap datar, postur
membaik, dan mampu mencegah sakit punggung dan kemungkinan
cedera. Pusat ini merupakan stabilitas inti dari tubuh.
42
3) Pengendalian
Pilates exercise merupakan suatu latihan yang berurutan. Setiap
praktisi harus konsentrasi pada tubuh sehingga membantu mengendalikan
setiap gerakan yang akan dilakukan mulai dari gerakan ringan hingga
berat.
Pilates exercise dilakukan melawan gravitasi sehingga tubuh
secara perlahan akan semakin kuat. Semakin lambat gerakan yang
dilakukan dengan pengendalian yang benar, maka tubuh akan semakin
kuat dan koordinasi semakin bagus.
4) Pernapasan
Pernapasan yang baik mampu memenuhi kebutuhan oksigen
seluruh tubuh untuk proses metabolisme. Koordinasi yang baik antara
pernapasan dan gerakan perlu dilakukan sehingga kebutuhan energi dapat
terpenuhi.
5) Gerakan yang Mengalir
Pilates exercise dilakukan dengan mengalir dan seimbang untuk
mendapatkan manfaat yang maksimal. Setiap gerakan otot harus
berhubungan dengan kerja otot lain dan gerakan yang dilakukan sinkron
dengan gerakan lain.
6) Ketepatan.
Gerakan yang dilakukan harus tepat dan disesuaikan dengan tujuan
gerakan. Ketepatan yang dimaksud adalah tepat pada gerakan dan tempat
yang bergerak.
43
7) Individualisasi
Individualisasi dalam pilates exercise adalah setiap gerakan dalam
latihan ini mempunyai tujuan yang berbeda sehingga perlu melakukan
gerakan yang tepat saat latihan untuk mendapat hasil yang sesuai dengan
tujuan.
8) Rutinitas
Pilates exercise perlu dilakukan secara teratur. Pilates exercise
akan lebih baik jika menjadi suatu kebiasaan, bahkan dalam kegiatan
sehari-hari bisa dilakukan dengan kombinasi gerakan pilates.
Penerapan prinsip dalam melakukan pilates exercise penting dilakukan
sehingga manfaat yang diperoleh menjadi optimal (Herdman dan Wood, 2007).
2.6.4
Mekanisme latihan
Peningkatan
kekuatan
otot
diperoleh
dari
kontraksi
konsentrik
(memendek) dan eksentrik (memendek). Peregangan otot adalah bagian penting
untuk memperoleh keseimbangan otot. Otot yang memanjang dan bekerja pada
saat sama diperlukan untuk menstabilkan otot-otot dalam dan pusat tubuh (Petty,
2011).
Lawrence (2014), metode pilates exercise memiliki tiga efek utama untuk
keseimbangan dan fleksibilitas yaitu :
1. Pilates exercise mempengaruhi postur panggul untuk menghasilkan
perubahan postural pada tulang belakang lumbal.
44
2. Pilates exercise bekerja langsung pada struktur muskuloskeletal dari
tulang belakang (tulang belakang lumbal khususnya) dengan memperkuat,
meregangkan dan memperpanjang tulang.
3. Pilates
exercise mempengaruhi
integritas
struktural
atau
rongga
abdomino-panggul sebagai suatu kesatuan.
Postur panggul sangat menentukan postur tulang belakang dan tulang
duduk pada dasar sakrum. Setiap perubahan dalam postur sagital panggul akan
mengubah tingkat dasar sakrum. Tingkat dasar sakrum mempengaruhi kurva
tulang belakang lumbal. Dasar sakrum tidak merata untuk setiap derajat, tulang
belakang harus memiliki kurva di dalamnya untuk mengkompensasi. Kurva ini
diperlukan untuk menciptakan basis tingkat untuk kepala untuk duduk di atas.
Mekanisme meluruskan ini untuk membuat tingkat dasar untuk kepala diperlukan
untuk menempatkan mata dan reseptor labirin dari telinga bagian dalam pada
tingkat pesawat, ini menjadi penting untuk proprioseptiv dan keseimbangan statis
dan dinamis tubuh. Pilates meningkatkan keseimbangan dengan peregangan dan
penguatan otot-otot punggung bawah sehingga pilates exercise bertujuan untuk
membuat panggul netral, sehingga lordosis lumbal menjadi normal (Ungaro,
2011).
45
2.7 Alat Ukur
2.7.1 Functional reach test
2.7.1.1 Pengertian
Functional reach test
adalah
jarak maksimum yang dapat dicapai
seseorang ketika berdiri tanpa adanya perubahan letak based of support.
Functional reach test digunakan untuk mengukur keseimbangan statis. Metode
pengukuran ini dapat dilakukan di klinik terapi fisik atau di rumah dengan
pengawasan karena dapat menyebabkan kehilangan keseimbangan saat melakukan
pengukuran (Fruth, 2013).
2.7.1.2 Teknik pelaksanaan
Pelaksanaan functional reach test sangat mudah. Sebelum pelaksanaan
pemeriksa menandai garis di lantai. Subjek diinstruksikan untuk berdiri di
samping dinding, tetapi tidak menyentuh dinding. Posisi bahu yang lebih dekat ke
dinding fleksi 90 sedangkan posisi tungkai kanan dan kiri sejajar dengan bahu,
pandangan lurus ke depan. Tempatkan garis horizontal berupa kayu atau mid-line
di dinding dengan aman dan tepat. Satu orang pendamping mengamati pergerakan
tangan dan 1 (satu) orang pendamping bertugas mencatat posisi awal di kepala
metacarpal ke-3 pada garis horizontal tersebut. Minta subjek untuk meraih /
mencapai ke depan sejauh mungkin tanpa mengambil langkah dan tangan pasien.
Lokasi metacarpal ke-3 ditandai dan dicatat dengan satuan centimeter (cm).
Seorang pendamping berdiri di samping subjek untuk memastikan tidak terjadi
kehilangan keseimbangan dan pendamping yang lain mengamati tumit untuk
memastikan bahwa tumit tidak terangkat (Fruth, 2013).
46
Gambar 2.10 Functional Reach Test
Sumber : Hasman et al., (2014)
Tabel 2.1 Nilai Normal Functional Reach Test
Usia ( tahun )
Pria (cm)
Wanita (cm)
20 – 40
40,64 ± 2,54
35,56 ± 5,08
41 – 69
35,56 ± 5,08
33,02 ± 5,08
70 - 87
33,02 ± 2,54
25,4 ± 7,62
Sumber : Fruth (2013)
2.7.2
Sit and reach test
2.7.2.1 Pengertian
Metode sit and reach test
merupakan alat ukur untuk mengukur
extensibilitas dari otot ekstensor trunk dan hamstring. Sit and reach test adalah
standar pemeriksaan untuk memeriksa fleksibilitas dan otot ekstensor trunk dan
hamstring (Heyward et al., 2014).
2.7.2.2 Metode pelaksanaan
Quinn (2014), menyatakan sit and reach test merupakan metode
pengukuran untuk mengukur fleksibilitas dari otot ekstensor trunk dan hamstring
dengan meggunakan media berupa kotak terbuat dari papan atau metal yang
47
tingginya 30 cm. Diatas kotak tersebut diletakan mistar ukur yang panjangnya 26
cm keluar dari kotak dan -26 cm sampai ke ujung dari kotak tersebut.
Gambar 2.11 Sit and Reach Test Box Scale
Sumber : Quinn (2014)
Heyward et al., 2014, menyatakan metode pengukuran sit and reach test
terbagi menjadi beberapa klasifikasi normal berdasarkan kriteria usia.
Tabel 2.2
Nilai Normal Sit and Reach Test pada Wanita
UMUR
15-19
20-29
30-39
40-49
50-59
60-69
Sangat Baik
 43
 41
 41
 39
 38
 35
Lebih Baik
38-42
37-40
38-40
34-37
33-38
31-34
Baik
34-37
33-38
32-35
30-33
30-32
27-30
Kurang
29-33
28-32
27-31
25-29
25-29
23-26
Buruk
 28
 27
 26
 24
 24
 22
Sumber : Heyward et al., (2014)
2.7.2.3 Teknik pengukuran
Teknik pengukuran sit and reach test sangat mudah dan efisien. Pemeriksa
meminta subjek duduk dengan kaki lurus (straight leg) tanpa alas kaki (sepatu dan
sandal). Subjek menaruh telapak tangannya di atas telapak tangan yang satunya
48
sehingga ujung-ujung jari tangan terlihat seperti bertingkat. Perlahan tangan
subjek maju ke arah depan sejauh mungkin sambil mempertahankan posisi lutut
dalam posisi lurus dan menyentuh permukaan alat ukur. Pemeriksa perlu
memastikan gerakan subjek tidak tersendat-sendat ( Heyward et al., 2014).
Pemeriksa sebaiknya menyarankan untuk membuang nafas saat gerakan
membungkuk ke depan dan menurunkan kepala sejajar dengan lengan untuk
mendapatkan gerakan yang baik. Lakukan tiga kali pengulangan dan pemeriksa
mengambil satu dari hasil yang terbaik setelah pemeriksaan berlangsung
(Heyward et al., 2014).
Gambar 2.12 Sit and Reach Test menggunakan Box Scale
Sumber : Chernacka (2010)
Download