Infeksi HBV kronis sering muncul pada anak yang terinfeksi HIV-1 di Afrika Barat Oleh: François Rouet, dkk, 2 Januari 2008 Abstrak Latar belakang: Tujuan penelitian yang dilakukan di Pantai Gading, adalah untuk mengkaji prevalensi dan evolusi hepatitis virus pada anak yang koinfeksi HIV. Metode: Tanda virus hepatitis B (HBV) dan virus hepatitis C (HCV) dinilai secara retrospektif dan membujur di antara 280 yang terinfeksi HIV yang terdaftar pada kohort penelitian Agence Nationale de Recherches sur le SIDA et les Hépatites Virales B et C 1244/1278. Di antara kohort ini, 173 (61,8%) menerima terapi antiretroviral (ART), termasuk 3TC pada 122 anak. Deteksi antigen permukaan HBV (HBsAg) dilakukan pada contoh yang diambil saat terlibat dalam penelitian dan enam bulan kemudian. Apabila kedua hasil tes adalah positif, antigen e hepatitis B (HBeAg)/antibodi hepatitis e B (HBeAb) dan tingkat DNA HBV diukur saat terlibat dalam penelitian dan selama masa pemantauan. Tes HCV generasi keempat dipakai untuk melakukan skrining HCV saat terlibat. Hasil: Dalam kohort anak ini, tidak ada pasien yang terinfeksi dengan HCV, tetapi prevalensi HBsAg saat terlibat adalah 12,1% (34 dari 280; confidence interval [CI]95%; 8,6-16,6). Di antara anak yang koinfeksi HBV–HIV, tingkat HbeAg-positif dan hepatitis B kronis tercatat pada awal (82,4% [28 dari 34]; CI 95%, 65,5-93,2%) dan setelah masa pemantauan rata-rata 18 bulan (78,3%; CI 5%, 45,5%-92,7%). Tidak ada berbedaan yang bermakna antara anak yang diobati dengan ART (dengan atau tanpa 3TC) dan yang tidak diobati. Anak ini menunjukkan tingkat DNA HBV yang tinggi (biasanya >8,0 log) dan populasi virus HBV termasuk jenis HBeAg-positif yang hampir semuanya tipe liar. Hal ini memberi kesan bahwa sebagian besar mengalami hepatitis B kronis fase imunotoleran. Kesimpulan: Di Afrika sub-Sahara, anak dengan hepatitis B kronis dan yang diobati dengan ART yang mengandung 3TC berisiko mengembangkan resistansi terhadap 3TC. Penelitian selanjutnya diperlukan untuk memandu penatalaksanaan anak koinfeksi HBV–HIV-1. Koinfeksi HBV dan HIV di negara berpenghasilan rendah: Kebutuhan yang tidak terpenuhi Kutipan dari komentar oleh Massimo Puoti, dkk pada jurnal terbitan yang sama “... prevalensi koinfeksi HBV di seluruh dunia diperkirakan adalah 5%-10% dari Odha ... Di negara yang sekarang tersedia ART, kegagalan hati sudah menjadi penyebab kematian utama pada Odha. Tiga jenis antiretroviral (ARV) 3TC, tenofovir, dan emtrisitabin – mempunyai kegiatan “ganda” dan mampu menekan replikasi HIV dan HBV... sebagian besar pedoman yang berlaku saat ini memberi kesan bahwa kombinasi tenofovir dengan 3TC atau emtrisitabin adalah pilihan yang lebih disukai untuk pasien koinfeksi HIV-HBV... Dapat diperkirakan bahwa lebih dari tiga juta orang dari Afrika sub-Sahara koinfeksi HIV-HBV... peristiwa dan penyebaran resistansi terhadap 3TC serta mutasi HBV yang keluar dari vaksin adalah masalah yang utama, terkait dengan kesehatan masyarakat ... skrining untuk HBsAg pada Odha, pemantauan tingkat enzim hati pada orang koinfeksi HIV-HBV, ketersediaan tenofovir untuk pengobatan mereka yang enzim hatinya meningkat serta strategi ART tanpa 3TC untuk pembawa yang tidak aktif diindikasikan sebagai masalah kunci pada penatalaksanaan pasien koinfeksi HBV-HIV di negara terbatas sumber daya. Tetapi, potensi kerja sama internasional yang efektif di bidang ini akan ditingkatkan apabila para ahli dan sumber daya dari negara maju yang digabungkan dengan pemahaman tentang prioritas unik serta rangkaian epidemiologi negara terbatas sumber daya. Oleh karena itu, kami memerlukan data tentang epidemiologi, riwayat alami dan tanggapan terhadap, koinfeksi HBV-HIV di rangkaian terbatas sumber daya, terutama dari Afrika sub-Sahara dan Asia.” Abstract: Frequent Occurrence of Chronic Hepatitis B Virus Infection among West African HIV Type-1–Infected Children Sumber: Clinical Infectious Diseases 2008;46:000–000 Dokumen ini diunduh dari situs web Yayasan Spiritia http://spiritia.or.id/