Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research

advertisement
ARTIKEL
PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN
Purbaya Yudhi Sadewa
Senior Economist Danareksa Research Institute
Kinerja dunia perbankan dalam menyalurkan dana ke masyarakat dirasakan masih
kurang optimal. Pasar modal dapat melengkapi peranan sistem perbankan sebagai
alternatif sumber pembiayaan sehingga ikut mendorong terciptanya pertumbuhan
ekonomi yang lebih tinggi. Sampai April 2004, jumlah dana pihak ketiga di perbankan
nasional mencapai sekitar Rp 840 triliun. Dari jumlah ini yang disalurkan dalam
bentuk pinjaman hanya mencapai Rp 454 triliun. Menurut data dari Bank Indonesia
(BI), rasio kredit terhadap deposito (lending to deposit ratio/LDR) hanya mencapai
43,7 persen sampai dengan akhir tahun 2003. Angka ini lebih rendah jika
dibandingkan dengan keadaan di negara-negara tetangga kita.
Di Thailand misalnya, LDR mencapai 52,3 persen pada tahun 2003. Lebih jauh lagi,
penyaluran dana yang ada di sistem perbankan ke kegiatan investasi perusahaan
belum terjadi secara optimal. Walaupun telah terjadi pertumbuhan kredit yang cukup
signifikan pada tahun 2004, pertumbuhan ini terutama terjadi pada kredit konsumsi.
Akibatnya, sampai dengan bulan April 2004 pangsa dari kredit konsumsi meningkat
sampai 33,7 persen dari total kredit rupiah yang disalurkan oleh perbankan.
Sedangkan pangsa untuk kredit investasi hanya mencapai 17,9 persen. Sementara
itu, usaha BI untuk memberi stimulus moneter dengan menurunkan suku bunga
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) belum memberikan dampak yang terlalu signifikan
terhadap kegiatan berinvestasi. Hal ini mungkin berhubungan dengan fakta bahwa
suku bunga pinjaman tidak turun setajam suku bunga SBI, sehingga insentif
kalangan bisnis untuk melakukan kegiatan investasi tidak mengalami kenaikan yang
signifikan. Akibatnya, ada cukup banyak dana masyarakat yang tidak digunakan
secara optimal untuk menunjang pertumbuhan ekonomi.
Pasar modal membantu adakah cara lain agar dana masyarakat dapat dimanfaatkan
dengan lebih optimal? Salah satu solusi alternatif untuk mengoptimalkan penyaluran
dana masyarakat adalah dengan menciptakan pasar modal yang likuid. Pasar modal
(pasar saham dan obligasi) dapat berlaku sebagai sumber pembiayaan alternatif
selain bank. Tersedianya sumber pembiayaan alternatif, bukan saja akan membantu
memuluskan pendanaan perusahaan, tetapi juga mendisiplinkan tingkah laku
perbankan dalam memberikan pinjaman. Misalnya, dunia perbankan akan lebih
serius dalam menghitung suku bunga pinjaman sehingga suku bunga pinjaman yang
diberikan akan lebih merefleksikan risiko kredit dengan lebih akurat. Hal ini
disebabkan calon peminjam akan lari ke pasar modal bila suku bunga yang
ditawarkan bank terlalu tinggi. Karena pasar modal lebih responsif terhadap
perubahan kebijakan suku bunga, kompetisi antara bank dan pasar modal akan
dapat membuat suku bunga pinjaman perbankan dapat turun/naik lebih cepat
sesuai dengan kebijakan otoritas moneter. Untuk dapat berperan dengan optimal
dalam menunjang pertumbuhan ekonomi, pasar modal haruslah likuid.
Pada umumnya investor enggan melakukan komitmen investasi berjangka panjang,
dan lebih merasa aman dengan investasi berjangka lebih pendek. Pasar modal yang
likuid dapat mengurangi keengganan melakukan investasi dalam proyek berjangka
panjang karena investor dapat menjual saham/obligasi yang dimilikinya (karena
kebutuhan dana yang mendesak, misalnya) dengan mudah. Di samping itu, pasar
modal (saham dan obligasi) yang likuid memberi kemudahan kepada investor untuk
melakukan investasi pada instrumen-instrumen dengan risiko dan imbal hasil
(return) yang lebih bervariasi. Dengan kata lain, investor dapat melakukan
diversifikasi/alokasi aset dengan lebih baik. Sementara itu, dunia usaha dapat
memperoleh akses yang permanen ke dana jangka panjang dengan melalui penerbitan
saham ataupun obligasi. Dengan demikian, suatu bursa saham yang likuid akan
dapat membantu dunia usaha untuk pembiayaan proyek berjangka panjang yang
memberikan return lebih tinggi. Kegiatan investasi ini pada akhirnya akan berdampak
positif bagi pertumbuhan ekonomi.
Perkembangan. Bursa saham kita telah mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Dari sisi kapitalisasi pasar, misalnya, kapitalisasi pasar kita pernah mencapai sampai
40,4 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun 1996. Namun, krisis
ekonomi yang melanda kita telah memberikan dampak negatif terhadap pasar modal.
Berbagai
perkembangan
yang
kurang
menguntungkan
telah
menghalangi
perkembangan bursa saham pascakrisis. Masalah stabilitas politik, masalah ketidak
pastian hukum, masalah otonomi daerah, masalah belum tuntasnya restrukturisasi
utang perusahaan-perusahaan di Indonesia, dan masalah dunia perbankan telah
memperburuk iklim investasi di Indonesia. Hal itu juga turut mengurangi daya tarik
berinvestasi di pasar saham. Tetapi dalam tiga tahun terakhir ini, terlihat
perkembangan yang cukup positif, di mana kapitalisasi pasar mengalami kenaikan
yang konsisten. Keadaan makro-ekonomi yang stabil yang terlihat dari laju inflasi
yang lebih terkendali, nilai rupiah yang relatif stabil, dan suku bunga yang relatif
rendah telah menimbulkan harapan membaiknya kinerja perusahaan. Akibatnya,
insentif para investor terhadap saham-saham yang tercatat di bursa kita meningkat
sehingga kapitalisasi dan likuiditas dari bursa saham kita terdorong naik. Tahun
2001 kapitalisasi pasar hanya mencapai 14,2 persen dari PDB, tapi angka ini naik
menjadi 22,1 persen dari PDB pada akhir tahun 2003 (Tabel 1). Sementara itu,
tingkat likuiditas (ekonomi sering menggunakan rasio nilai transaksi terhadap PDB
sebagai ukuran likuiditas) menunjukkan sedikit perbaikan. Pada tahun 2001
likuiditas pasar mencapai sekitar 5,8 persen dari PDB. Sedangkan pada tahun 2003,
likuiditas pasar naik menjadi 6,0 persen dari PDB. Kecenderungan perbaikan
likuiditas ini tampaknya akan berlangsung terus. Ini terlihat dari kenaikan likuiditas
yang signifikan dan konsisten sejak Maret 2003 (Grafik 1).
Membaiknya likuiditas turut memudahkan program privatisasi yang dilakukan
pemerintah akhir-akhir ini, seperti privatisasi Bank Mandiri dan Bank BRI. Hal ini
menunjukkan
peran penting
lain
dari bursa saham, yaitu
sebagai
sumber
pembiayaan alternatif bagi pemerintah. Dalam hal ini bursa saham membantu
pemerintah dalam menjual aset-asetnya guna menutup defisit anggaran belanja
pemerintah juga untuk menciptakan iklim usaha yang lebih kompetitif). Dilihat dari
sisi dana yang berhasil disalurkan lewat pasar saham ke dunia usaha (baik melalui
primary offering maupun melalui secondary offering) terlihat perkembangan yang
cukup positif. Pada tahun 2001 jumlah dana segar yang berhasil dikumpulkan
melalui pasar modal mencapai Rp 5,4 triliun dan pada tahun 2003 meningkat
menjadi Rp 14,1 triliun. Hal lain yang patut diperhatikan adalah tampaknya kini
investor di bursa saham dapat bereaksi lebih rasional terhadap peristiwa-peristiwa
yang mengejutkan. Misalnya, pasar tidak memberikan reaksi yang terlalu berlebihan
ketika terjadi ledakan bom Marriott pada bulan Agustus 2003 karena mereka
menyadari bahwa dampak ledakan tersebut terhadap fundamental perekonomian
tidak terlalu besar. Kapitalisasi dan likuiditas bursa saham yang terus meningkat
setelah peristiwa itu menunjukkan reaksi pasar saham lebih rasional. Sementara itu,
pasar obligasi juga memperlihatkan perkembangan yang positif dalam tiga tahun
terakhir ini. Pada tahun 2001 total kapitalisasi dari pasar obligasi mencapai 5,6
persen dari PDB, tetapi pada tahun 2003 meningkat menjadi 20,9 persen dari PDB.
Dan tingkat likuiditas pun telah mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari 3,9
persen dari PDB pada tahun 2001, menjadi 15,7 persen dari PDB pada tahun 2003.
Walaupun pasar obligasi didominasi oleh obligasi pemerintah, dana yang disalurkan
pasar obligasi kepada dunia usaha di Indonesia tidaklah kecil. Untuk tahun 2003
saja, misalnya, obligasi baru yang diterbitkan oleh korporasi Indonesia mencapai
sekitar Rp 24,8 triliun. Data di atas menunjukkan dana yang telah disalurkan melalui
pasar modal ke dunia usaha jumlahnya cukup signifikan. Tentunya jumlah dana
yang cukup besar ini telah turut memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam
mendukung terciptanya pemulihan ekonomi.
Catatan
Walaupun sudah mengalami peningkatan, likuiditas bursa saham kita baru mencapai
6,0 persen dari PDB pada tahun 2003. Angka ini masih di bawah bursa saham
beberapa negara tetangga kita. Likuiditas di bursa saham Thailand misalnya, pada
tahun 2003 mencapai 78,6 persen dari PDB-nya, dan di Malaysia mencapai 46,6
persen dari PDB-nya. Hal ini menandakan pasar modal di negara-negara itu telah
berperan lebih baik dalam fungsinya sebagai sumber alternatif pembiayaan bagi
dunia usaha di negara mereka (ekonom membuktikan indikator yang menunjukkan
daya dukung pasar modal terhadap pertumbuhan ekonomi adalah tingkat likuiditas,
sementara volatilitas atau indikator lain tak besar pengaruhnya).
Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah yang mendukung terciptanya bursa
saham yang lebih likuid dan lebih menarik bagi investor. Pemerintah harus
mendorong terciptanya praktik bisnis yang transparan. Misalnya, meningkatkan
transparansi dari produk-produk yang dihasilkan perusahaan sekuritas maupun
lembaga asuransi. Di samping itu, pemerintah harus juga meningkatkan integritas
dari pasar modal. Misalnya, dengan mendorong terciptanya tata kelola perusahaan
(good
corporate
governance)
yang
baik,
memperkuat
fungsi
pengawasan,
mengembangkan infrastruktur yang dapat membantu terciptanya pasar modal yang
likuid (termasuk di antaranya meningkatkan kualitas lembaga pemeringkat),
menghilangkan peraturan yang tidak jelas, dan menegakkan pelaksanaan peraturan.
Agar pasar modal dapat berperan lebih signifikan sebagai sumber alternatif
pembiayaan bagi dunia usaha, perlu dipikirkan usaha-usaha untuk membuat pasar
modal kita menjadi lebih likuid dan lebih menarik bagi investor
Download