BAB 1

advertisement
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu transfer panas atau ilmu perpindahan kalor (head transfer) ialah ilmu
untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu
di antara benda atau material. Dari termodinamika telah kita ketahui bahwa energi
yang pindah itu dinamakan kalor atau panas (head). Ilmu perpindahan kalor tidak
hanya mencoba menjelaskan bagaimana energi kalor itu berpindah dari satu benda
ke benda yang lain, tetapi juga dapat meramalkan laju perpindahan yang terjadi
pada kondisi-kondisi tertentu. Kenyatannya bahwa disini yang terjadi sasaran
analisis adalah masalah laju perpindahan, inilah yang membedakan ilmu
perpindahan kalor dari ilmu termodinamika.
Termodinamika membahas sistem dalam keseimbangan dan ilmu ini dapat
digunakan untuk meramalkan energi yang diperlukan untuk mengubah sistem dari
suatu keadaan seimbang ke keadaan seimbang lain, tetapi tidak dapat meramalkan
kecepatan perpindahan itu. Hal ini disebabkan karena pada waktu proses
perpindahan itu langsung, sistem tidak berada dalam keadaan seimbang. Ilmu
perpindahan kalor melengkapi hukum pertama dan kedua termodinamika yaitu
dengan memberikan beberapa kaidah percobaan yang dapat dimanfaatkan untuk
menentukan perpindahan energi. Sebagaimana juga dalam ilmu termodinamika,
kaidah-kaidah percobaan yang digunakan dalam masalah perpindahan kalor cukup
sederhana dan dapat dengan mudah dikembangkan sehingga mencakup berbagai
ragam situasi praktis.
Sebagai contoh dari ragam masalah yang dapat dipecahkan dengan
termodinamika dan perpindahan kalor adalah peristiwa pendinginan yang
berlangsung pada suatu batang baja panas yang dicelupkan ke dalam air. Dengan
termodinamika kita dapat meramalkan suhu keseimbangan akhir dari sistem
batangan baja dan air itu. Namun, termodinamika tidak akan dapat menunjukkan
kepada kita berapa lama waktu diperlukan untuk mencapai keseimbangan itu, atau
berapa suhu batangan itu pada suatu saat sebelum tercapainya keseimbangan.
2
Sebaliknya ilmu perpindahan kalor dapat membantu kita untuk meramalkan suhu
batangan ataupun air itu sebagai fungsi waktu. Pada makalah ini penulis ingin
menyampaikan tentang transfer panas satu dimensi pada keadaan tunak. Di dalam
analisis transfer panas kita akan menghubungkan tentang penerapan hukum
Faurier tentang konduksi termal untuk menghitung aliran termal dalam sistem
sederhana satu dimensi. Untuk menganalisisnya kita menggunakan persamaan
dasar dari volume kontrol diferensial dengan metode hukum pertama
termodinamika:
Q WS
dt

dt

W

P

  e   v . n  dA   e dV
c
.
s
dt

t c.v.

Dalam hal ini kita akan mencari solusi persamaan umum dari transer panas
dalam satu dimensi. Aplikasi persamaan umum dari panas satu dimensi dalam
keadaan tunak ada dua macam yaitu :
a. Transfer panas satu dimensi dalam keadaan tunak tanpa pembangkit kalor
pada silinder panjang berongga dan bola berongga.
b. Transfer panas satu dimensi dalam keadaan tunak dengan sumber kalor
pada dinding datar dan silinder.
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, dapat di identifikasi masalah
sebagai berikut :
1. Adanya solusi sederhana dari persamaan transfer panas satu dimensi pada
keadaan tunak.
2. Adanya aplikasi dari persamaan transfer panas satu dimensi pada keadaan
tunak
3. Adanya persamaan dasar suatu volume kontrol diferensial dengan metode
hukum pertama termodinamika untuk membuat persamaan diferensial
umum transfer panas satu dimensi
4. Adanya persamaan hukum Faurier tentang konduksi termal untuk
menghitung aliran termal dalam sistem sederhana satu dimensi pada
keadaan tunak.
3
C. Pembatasan Masalah
Dalam makalah ini penulis membatasi permasalahan pada :
1. Solusi sederhana dari persamaan umum transfer panas satu dimensi pada
keadaan tunak.
2. Aplikasi dari persamaan umum transfer panas satu dimensi dalam keadaan
tunak tanpa pembangkit kalor pada silinder panjang berongga dan bola
berongga.
3. Aplikasi dari persamaan umum transfer panas satu dimensi dalam keadaan
tunak dengan sumber kalor pada silinder dan dinding datar.
D. Perumusan Masalah
1. Bagaimana solusi persamaan umum dari transfer panas satu dimensi pada
keadaan tunak ?
2. Bagaimana aplikasi dari persamaan transfer panas satu dimensi dalam
keadaan tunak tanpa pembangkit kalor pada silinder panjang berongga dan
bola berongga?
3. Bagaimana aplikasi dari persamaan transfer panas satu dimensi dalam
keadaan tunak dengan sumber kalor pada silinder dan dinding datar ?
E. Tujuan Masalah
Makalah ini bertujuan antara lain :
1. Untuk mengetahui bagaimana solusi dari persamaan transfer panas satu
dimensi pada keadaan tunak.
2. Untuk mengetahui bagaimana aplikasi dari persamaan tranfer panas satu
dimensi dalam keadaan tunak tanpa pembangkit kalor pada silinder
panjang berongga.
3. Untuk mengetahui bagaimana aplikasi dari persamaan transfer panas satu
dimensi dalam keadaan tunak dengan sumber kalor pada silinder dan
dinding datar.
4
F. Manfaat Makalah
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain :
1
Bagi penulis dan pembaca akan menambah wawasan pengetahuan tentang
dasar transfer panas satu dimensi pada keadaan tunak dengan menerapkan
diferensial volume kontrol dengan metode hukum termodinamika.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konduksi
Konduksi yakni perpindahan energi kalor dengan cara tumbukan antar partikel
tanpa disertai perpidahan partikel, contoh konduksi pada : tembaga, udara,dan
lain-lain.
Didalam
benda-benda
tersebut
dapat
menghantarkan
energi.
Perpindahan energi timbul karena atom-atom pada temperatur yang lebih tinggi
bergetar dengan lebih hebat, sehingga atom-atom tersebut dapat memindahkan
energi kepada atom-atom yang lebih lemah yang berada didekatnya. Didalam
logam-logam, elektron bebas juga membuat kontribusi kepada proses hantaran
kalor. Didalam sebuah cairan atau gas molekul-molekul mudah berpindah dan
energi juga dihantar oleh tumbukan-tumbukan molekul.
B. Sistem dan Volume Kontrol
Sebuah sistem didefinisikan sebagai sekumpulan zat yang identitasnya tetap.
Gambar 1 Volume control untuk analisis
aliran lewat sebuah nosel
Pada kasus nosel (mulut pipa) yang ditunjukkan pada gambar 1 ,fluida yang
menempati nosel berubah dari saat ke saat. Jadi pada saat-saat yang berbeda,
sistem yang menempati nosel akan berbeda-beda pula.
Sebuah
metode
analisis
nosel
yang
lebih
mudah
adalah
dengan
memperhatikan daerah yang dibatasi garis titik-titik. Daerah semacam itu adalah
6
satu volume kontrol. Volume kontrol adalah suatu daerah dalam ruang yang
dilewati aliran fluida.
Dalam mengembangkan hukum-hukum fisika dasar dalam bentuk yang
berlaku pada sebuah volume kontrol (di mana sistemnya berubah dari saat ke
saat), maka analisis aliran fluida akan jauh lebih sederhana. Pendekatan volume
kontrol menghindari kesulitan untuk mengidentifikasi sistem.tersebut. Volume
kontrol yang dipilih dapat finit atau infinit, pada kenyataannya persamaanpersamaan diferensial aliran fluida akan kita peroleh dengan cara menerapkan
hukum-hukum dasar dengan menggunakan volume-volume kontrol yang infinit.
C. Dimensi dan Satuan
Dalam bagian ini akan kita iktisarkan sistem satuan yang digunakan dalam
seminar ini. Kita harus hati-hati agar tidak mengacaukan makna istilah satuan dan
dimensi. Dimensi adalah variabel fisis yang digunakan untuk menyatakan sifat
atau tingkah laku sistem tertentu. Misalnya panjang sebuah batang adalah dimensi
batang itu. Demikian pula suhu suatu gas dapat dianggap sebagai suatu dimensi
termodinamika gas itu. Kalau kita mengatakan batang itu panjangnya sekian meter
atau gas itu suhunya sekian derajat celcius, maka di sini kita mengatakan pula
satuan yang kita gunakan untuk mengukur dimensi itu. Dalam mengembangkan
perpindahan kalor, kita menggunakan dimensi dan satuan sebagai berikut :
Tabel 1 Satuan mekanik SI
Besaran
Panjang
Dimensi
Satuan
Nama lain
Simbol
L
Meter
-
m
Waktu
T
Secon
-
s
Massa
M
Kilogram
-
kg
Kecepatan
L/T
m/s
-
-
Percepatan
L/T2
m/s2
-
-
Frekuensi
1/T
1/s
Hertz
Hz
Gaya
ML/T2
Kg.m/s2
Newton
N
Tekanan
M/T2L
Kg/(s2.m)=N/m2
Pascal
Pa
Energi
ML2/T2
Kg.m2/s2=N.m
Joule
J
Daya
ML2T3
Kg.m2/s3=j/s
Watt
W
7
Tabel 2 besaran mekanik
Besaran
Dimensi
Satuan
Nama lain
Simbol
L
Foot
-
ft
Panjang
Waktu
T
Secon
-
s
Massa
M
Pound mass
-
lbm
Kecepatan
L/T
ft/s
-
lbf
Percepatan
L/T2
ft/s2
-
-
Frekuensi
1/T
1/s
Hertz
-
F
Pound gaya
-
hz
F/T2
lbf/ft2
-
psf
Gaya
Tekanan
Energi
LF
ft.lbf
-
-
Daya
LF/T
ft.lbf/s
-
-
Semua besaran fisis yang digunakan dalam ilmu perpindahan kalor dapat kita
nyatakan dalam dimensi-dimensi fundamental di atas. Satuan yang digunakan
untuk dimensi tertentu dipilih dari rumusan yang agak sembarang yang biasanya
berhubungan dengan suatu hukum atau fenomena fisis.
Berikut ini tabel-tabel yang digunakan dalam menentukan satuan SI.
a.
Panjang
f.
1 in = 0,0254 m
1 Btu/h.ft2 = 3,15372 W/m2
1 ft = 0,3048 m
1 Btu/h.ft = 0,96128 W/m2
1 mi = 1,60934 km
b.
g.
1
ft2
= 0,092903
h.
m2
1 mi2 = 2,58999 km2
N/m2
i.
1 ft3 = 0,0283168 m3
= 1 Pa
1 lb/in2 = 6894,76 Pa
e.
1 gal = 231 in3 = 0,003785 m3
j.
Energi
1 energi =
Volume
1 in3 = 1,63871 X 10-5 m3
1 atm = 1,01325 X 105 Pa
d.
Koefisian perpidahan kalor
1 Btu/h.ft2.oF = 5,6782 W/m2.oC
Tekanan
1
Konduktifitas termal
1 Btu/h.ft.oF = 1,7307 W/m.oC
Luas
1 in2 = 645,16mm2
c.
Fluks kalor
Massa
1 lbm = 0,45359297 kg
10-7 j
k.
Densitas
1 Btu = 1055,04 j
1 lbm/in3 = 2,76799 X 104 kg/m3
1 ft.lb = 1,35582 j
1 lbm/ft3 = 16,0185 kg/m3
Daya
l.
Gaya
1 hp = 745,7 W
1 dyne = 10-5 N
1 Btu/h = 0,293W
1lb = 4,44822 N
Btu = British thermal unit
8
D. Hukum Pertama Termodinamika
Hukum pertama termodinamikadapat dinyatakan sebagai berikut:
”Jika sebuah sistem menjalani suatu siklus, maka panas total yang ditambahkan
pada sistem tersebut dari sekitarnya akan sebanding dengan kerja yang dilakukan
oleh sistem tersebut pada sekitarnya”.
Pernyataan hukum pertama yang diberikan di atas dapat dituliskan dalam
bentuk persamaan sebagai :
 Q  J  W ...............................................1.1
1
Dimana simbol

menyatakan suatu integral siklus atau integral dari
kuantitas yang dihitung terhadap sebuah siklus. Simbol Q dan W masingmasing menyatakan transfer panas diferensial dan kerja yang dilakukan. Operator
difernsial  digunakan karena transfer panas dan kerja adalah fungsi-fungsi
lintasan (path function) dan perhitungan interal-integral jenis ini membutuhkan
pengetahuan tentang lintasan itu. Operator diferensial yang lebih dikenal d
digunakan sebuah fungsi “titik”.
Kuantitas J adalah kuantitas yang sering disebut sebagai “ekuivalen mekanis dari
panas” yang secara numerik sama dengan 778,17 ft lb/Btu dalam satuan teknik.
Angka tersebut didapat dari :
1 joule =
1
ft lb
1,35582
= 0,73756103 ft lb
1 Btu = 1055,042 joule
1 joule = 1055,042 /Btu X 0,73756103 ft lb
= 778,156357 ft lb/Btu
Sehingga dalam satuan SI, J = 1 newton meter/joule
Perhatikan sebuah siklus termodinamika umum pada gambar 2 dibawah
ini. Siklus a terjadi diantara titik 1 dan 2 melewati lintasan-lintasan yang
diperlihatkan. Dengan menggunakan persamaan (1.1) kita dapat menulis untuk
siklus a
9
2
1
2
1
1a
2a
1a
2a
 Q   Q   W   W ...............................................1.2a 
Gambar 2 Siklus termodinamika reversible
dan ireversibel
Sebuah siklus baru antara titik 1 dan 2 dipostulatkan sebagai berikut :
lintasan antara titik 1 dan 2 adalah identik dengan lintasan yang diperhatikan
sebelumnya, namun demikian siklus diselesaikan oleh lintasan b antara titik 2 dan
titik 1 adalah semua lintasan-lintasan selain a antara titik-titik ini. Persamaan (1.1)
dapat dituliskan :
2
1
2
1
1a
2b
1a
2b
 Q   Q   W   W ...............................................1.2b
Dengan mengurangkan persamaan (1.2b) dari persamaan (1.2a) kita mendapatkan
1
1
1
1
2a
2b
2a
2b
 Q   Q   W   W
yang dapat dituliskan sebagai
1
1
2a
2b
 Q  W    Q  W  ..........................................1.3
karena setiap ruas dari persamaan (1.3) menyatakan integran yang dihitung antara
kedua titik yang sama ini tetapi di sepanjang lintasan-lintasan yang berbeda maka
kuantitasnya Q  W sama dengan fungsi-fungsi titik atau suatu properti.
10
Properti ini ditulis dE, yaitu energi total sistem. Kita dapat menuliskan suatu
persamaan lain untuk hukum pertama termodinamika :
Q  W  dE ................................................1.4
Q
positif bila panas ditambahkan pada sistem tersebut.
W
akan positif bila kerja dilakukan oleh sistem.
Untuk suatu sistem yang mengalami proses yang terjadi dalam selang waktu dt
persamaan (1.4) dapat ditulis sebagai:
Q
dt

W
dt

dE
................................................1.5
dt
E. Konduksi Keadaan Tunak
Pada sebagian besar peralatan transfer panas, energi mengalir dari satu
fluida ke fluida lainnya melewati dinding padat. Keadaan tunak berarti kondisi,
temperatur, densitas, dan semacamnya di semua titik dalam daerah kondusi tidak
bergantung pada waktu.
Sekarang perhatikan sebuah pesawat udara yang terbang melewati
udara dengan laju konstan , seperti pada gambar 3
y
P
y'
vo
x'
z'
x
z
Gambar 3 Aliran tunak didasarkan pada
sistem koordinat yang bergerak
11
Bila diamati dari sistem koordinat x’,y’,z’ yang bergerak dengan
kecepatan konstan. Kondisi alirannya tidak tergantung pada waktu di setiap titik
di dalam medan alirannya tersebut, sehingga alirannya adalah aliran tunak bila
dipandang dari sistem koordinat yang bergerak.
F. Kekekalan Energi Dengan Pendekatan Volume Kontrol
Sebuah volume kontrol umum yang dipasang dalam ruang inersia yang
ditempatkan didalam sebuah medan aliran fluida. Seperti yang ditunjukkan
gambar 4. sistem yang diperhatikan adalah yang ditunjukkan oleh garis putusputus, menempati volume kontrol pada saat t dan posisinya juga ditunjukkan
setelah suatu periode waktu t yang dibutuhkan
Gambar 4
Hubungan antara sebuah sistem dan sebuah volume
kontrol dalam suatu medan aliran fluida.
Pada gambar ini daerah I ditempati oleh sistem pada saat t, daerah II
ditempati oleh sistem pada saat t + t , dan daerah III adalah daerah yang sama
untuk sistem tersebut pada saat t dan pada saat t + t .
Pada saat t + t energi total dari sistem tersebut dapat dinyatakan
sebagai :
E t  t  EII
t  t
 EIII
t  t
12
dan pada saat t
E t  EI t  EIII
t
dengan mengurangkan persaamaan kedua dari yang pertama dan membagi dengan
selang waktu yang digunakan t kita mendapatkan
E t  t  E t
t

EIII
 EII
t  t
t  t
 EIII t  EIII t  EI
t
t
dengan menyusun kembali dan mengambil limitnya pada saat t  0 didapat
lim
t  0
E t  t  E t
t
 lim
t  0
EIII
t  t
 EIII
 lim
t
t
EII
t  t
 EI
t
t  0
t
..............................(1.6)
Penghitungan limit dari ruas kiri akan menghasilkan
lim
E t  t  E t

t
t  0
dE
dt
yang sama dengan ruas kanan pernyataan hukum pertama persamaan (1.5).
pada ruas kanan persamaan (1.6) limit pertama menjadi
lim
EIII
t  t
 EIII
t
t  0
t
dEIII
dt

yaitu laju perubahan dari energi total sistem, karena volume yang ditempati oleh
sistem tersebut pada saat t  0 adalah volume kontrol yang sedang ditinjau.
Limit kedua di kanan persamaan (1.6)
lim
t  0
EII
t  t
 EI
t
t
menyatakan laju energi neto yang meninggalkan melewati permukaan kontrol di
dalam selang waktu t .
Dengan memberikan arti fisis kepada tiap suku didalam persamaan
(1.6), kita dapat menyusun kembali hukum pertama termodinamika menjadi suatu
bentuk yang tepat untuk sebuah volume kontrol yang dinyatakan oleh persamaan
kata-kata berikut ini:
13
laju penambahan panas  laju kerja yang dilakukan  laju energi keluar dari 
ke volume kontrol
  oleh volume kontrol
  volume kotrol yang

dari sekitarnya
 pada sekitarnya
 dusebabkan aliran fluida 
laju energi kedalam
 laju akumulasi 
 volume kontrol yang   energi kedalam ................................................(1.7)
disebabkan aliran fluida  volume kontrol 
Persamaan (1.7) akan diterapkan pada volume kontrol umum yang
ditunjukkan pada gambar 5
Gambar 5 Aliran fluida melewati volume kontrol
Laju pertambahan panas dan kerja yang dilakukan oleh volume kontrol
dinyatakan sebagai
Q
dt
dan
W
dt
luasan yang kecil dA pada permukaan kontrol. Laju energi yang meninggalkan
volume kontrol lewat dA dapat dinyatakan rumus sebagai berikut :
laju fluks energi : e v dA cos 
Hasil kali
v dA cos  

adalah laju fluks massa dari volume
kontrol melewati dA. Kuantitas e adalah energi spesifik atau energi per satuan
massa (joule/kg). Energi spesifik mencakup energi potensial gy (m/s2)
sehubungan dengan posisi koninum fluida di dalam medan gravitasi; energi
2
kinetik fluida v 2 sehubungan dengan kecepatannya.
Kuantitasnya dA cos  menyatakan luas dA yang diproyeksikan
normal terhadap vektor kecepatan v. Theta   adalah sudut antara v dan vektor
14
normal yang berarah keluar n sekarang laju fluks energi dapat ditulis sebagai
berikut :
e v dA cos 
 = e dA v . n cos 
= e  v . n dA
Integral kuantitas ini meliputi permukaan kontrol

c. s
e v . n dA
Persamaan diatas menyatakan fluks energi neto dari volume kontrol.
Tanda hasil kali skalar v . n, berlaku untuk fluks massa dan masuk melewati
permukaan kontrol seperti yang dibahas sebelumnya. Jadi kedua suku pertama di
ruas kanan persamaan (1.7) dapat di hitung sebagai
energi ke keluar
laju energi ke dalam
laju
dari volume kontrol   dari volume kontrol = fluks energi neto
Laju akumulasi energi ke dalam volume kontrol dapat dinyatakan sebagai :

e dA
t c.v
Persamaan (1.7) sekarang dapat ditulis sebagai
Q
dt

W
dt
  e v . n  dA 
c.s

e dV
t c.v
.........................1.8
Bentuk akhir untuk persamaan hukum pertama dapat kita peroleh
setelah mempertimbangkan lebih lanjut tentang suku laju kerja atau daya W dt .
Ada tiga jenis yang tercakup didalam suku laju kerja.
1
Ws (kerja poros) adalah kerja yang dilakukan oleh volume kontrol pada
sekitarnya
yang dapat
menyebabkan suatu
poros berputar atau
menyelesaikan pengangkatan suatu beban melalui suatu jarak.
2
W (kerja aliran) adalah kerja yang dilakukan sekitarnya untuk mengatasi
tegangan normal pada permukaan kontrol di mana terdapat aliran fluida.
3
W (kerja geser) adalah kerja yang dilakukan pada sekitarnya untuk
mengatasi tegangan-tegangan geser pada permukaan kontrol.
Dengan memeriksa volume kontrol untuk aliran dan laju kerja geser, kita
mendapatkan efek yang lain pada bagian elemen permukaan kontrol dA. Seperti
pada gambar 6
15
s
Gambar 6 Aliran dan kerja geser untuk
sebuah volume kontrol umum.
Vektor S adalah intensitas gaya (tegangan) yang mempunyai komponen
 ii dan  ij masing-masing di dalam arah normal dan tangensial terhadap
permukaan. Dinyatakan dalam S gaya pada dA adalah S dA dan laju kerja yang
dilakukan oleh fluida yang mengalir melalui dA adalah S dA . v.
Laju neto kerja yang dilakukan oleh volume kontrol terhadap sekitarnya
sehubungan dengan hadirnya S adalah
  v . S dA
c. s .
Dimana tanda negatif muncul dari kenyataan bahwa gaya persatuan luas pada
sekitarnya adalah –S.
Pernyataan hukum pertama persamaan (1.8) sekarang dapat ditulis sebagai
Q
dt

WS
dt
di mana
  v . S dA   e v . n  dA 
c.s
c.s

e dV
t c.v
.........................1.8
WS
adalah laju kerja poros.
dt
Dengan menuliskan komponen-komponen tegangan normal S sebagai
 iin
kita dapatkan untuk laju neto kerja yang dilakukan dalam mengatasi
tegangan normal.

c. s .

v . S dA
normal
=  v .  iin dA =   ii v . n dA
c. s .
c. s .
16
Bagian yang tersisa dari kerja yang harus di hitung adalah bagian yang
diperlukan untuk mengatasi tegangan geser. Bagian laju kerja yang dibutuhkan
ini, ditransformasikan menjadi suatu bentuk yang tak tersedia untuk melakukan
kerja mekanis.
Laju kerja sekarang menjadi :
W Ws W W



dt
dt
dt
dt
Ws
W

   ii v  n  dA 
c. s
dt
dt
Dengan mensubtitusikan ke dalam persamaan (1.8) kita mendapatkan
Q
dt

WS
dt
   ii v . n  .dA 
c.s
W

  e v . n  dA   e dV
c
.
s
dt
t c.v
Seperti dengan kerja geser yang dilakukan untuk mengatasi bagian
kekentalan dari tegangan normal tak dapat melakukan kerja mekanis. Adalah laju
kerja yang dihasilkan di dalam mengatas efek kekentalan di permukaan kontrol.
Subskrip  digunkan untuk membedakan hal ini.
Bagian yang tersisa dari suku tegangan normal yang berhubungan dengan
tekanan dapat ditulis dalam bentuk yang agak berbeda.  ii adalah negatif dari
tekanan termodinamika. P suku kerja geser dan kerja aliran maka dapat ditulis
sebagai berikut :

c. s .
 ii v  n  dA 
W
W
  P v  n  dA 
c. s
dt
dt
Dengan mengkombinasikan persamaan ini dengan persamaan yang ditulis
sebelum ini maka menjadi :
W 
Q Ws 


   Pv . n dA 
  e v . n  dA   e dV

c
.
s
.
c
.
s
.
dt
dt
dt 
t c.v.

Q Ws W



  e v . n  dA   Pv . n  dA   e dV
c. s .
c. s
dt
dt
dt
t c.v.

Q Ws W
P



  e    v . n  dA   e dV
c. s .
dt
dt
dt

t c.v.

.............1.9
17
Persamaan (1.9) merupakan persamaan volume kontrol untuk hukum
pertama termodinamika.
G. Persamaan Laju Hantaran
Jika dua sistem yang dihubungkan oleh sebuah mistar logam pada
Gambar 7 tanpa adanya efek-efek yang terkopel maka setiap perpindahan energi
di antara sistem-sistem tersebut haruslah sebagai kalor.
TA

Q
Q = f1 (TA, TB , TA, batang)
TB
Gambar 7 Dua sistem yang dihubungkan oleh
sebuah mistar logam
Perpindahan energi sebagai kalor oleh hantaran di antara dua sistem.

Secara alternatif, maka kita dapat menyatakan Q sebagai sebuah fungsi dari
temperatur-temperatur, perbedaan temperatur, dan batang.

Q = f2 (TA – TB , TA, batang)
Sebuah persyaratan pada f2 harus sama dengan nol. Bila TA = TB maka
untuk TA - TB. yang kecil ekspansi deret Taylor dari f2 disekitar TA - TB = 0.
Untuk mengekspansikan f(x) di dalam sebuah deret Taylor disekitar a.
df
f (a + ∆x) = f (a) +
dx
d2 f
x  a x 
dx 2
x 2
 ................
x  a 2!
Jadi



f 2
TA  TB   ..............................................2.0
Q




T

T
B  TA TB  0
 A
Turunan didalam persamaan (2.0) dihitung bila TA - TB = 0, yakni ada
kesetimbangan diantara A dan B. Maka sifat tersebut haruslah merupakan sebuah
sifat batang, yakni dapat diukur secara eksperimental dan ditabelkan sebagai
18

sebuah fungsi dari keadaan kesetimbangan. Karena Q  0 jika TA > TB, sifat ini
haruslah positif.

Jika luas penampang batang adalah seragam, maka Q harus sebanding
dengan luas ini. Akan tetapi semakin panjang batang tersebut maka semakin
berkurang aliran energi untuk sebuah TA - TB yang diberikan. Maka koefisien dari
(TA - TB) di dalam persamaan (2.0) adalah sebanding luas penampang A dan
berbanding terbalik kepada panjang L.
 F2 
kA

...............................................2.1


L
  TA  TB  T A TB  0
Dimana A adalah luas batang , L panjangnya dan k adalah sifat bahan batang,
maka

Q
kA
TA  TB   ......
L
......................................2.2
jika batang tersebut disusutkan dan pada waktu bersamaan membawa T A sangat
dekat kepada TB, maka limit sewaktu L  0 maka
TA  TB
T  TA
dT
 B

L
L
dx
Jadi persamaan (2.2) menjadi

Q  kA .
......................................2.3
dT
dx




Q
persamaan laju untuk fluk kalor q 
 Qq.A
A

q  k
dT
dx
......................................2.4
Persamaan di atas merupakan hukum Faurier. Hukum Faurier merupakan

persamaan laju dasar perpindahan kalor hantaran. Dimana q ialah laju
perpindahan kalor dan T
x
merupakan gradien suhu ke arah perpindahan kalor.
Konstanta positif (k) disebut konduktifitas atau kehantaran termal benda itu
19
dengan satuan watt per meter per derajat kelvin (W/m . K), sedangkan tanda
minus diselipkan agar memenuhi hukum kedua termodinamika, yaitu bahwa kalor
mengalir ke tempat yang lebih rendah dalam skala suhu, sebagaimna ditunjukkan
dalam koordinat pada gambar ini :
T
Profil suhu
qx
x
Gambar 8 Bagan yang menunjukkan arah aliran kalor
Untuk benda padat hantaran disebabkan oleh gerakan elektron bebas di
dalam benda padat dan aksi getaran molekul di dalam benda padat. Karena
penghantar listrik mempuyai persediaan elektron bebas yang banyak, maka
penghantar listrik adalah penghantar kalor yang baik. Untuk gas hantaran
disebabkan oleh gerakan translasi molekul. Gerakan ini yakni k, bertambah oleh
pertambahan tempertur.
H. Solusi Sederhana Persamaan Diferensial Transfer Panas
Alat dasar yang akan digunakan dalam mengembangkan persamaan
diferensial transfer panas adalah tentang persamaan volume kontrol untuk hukum
pertama termodinamika.

Q Ws W
P



  e    v . n  dA   e dV
c. s ..
dt
dt
dt

t c.v.

.............1.9
laju panas total yang ditambahkan ke volume kontrol akan meliputi semua efek
konduksi, total pelepasan energi termal di dalam volume kontrol akibat efek-efek
volumetrik seperti reaksi kimia atau pemanasan induksi dan disipasi energi listrik
atau nuklir. Efek-efek pembangkit energi termal yang mempunyai satuan W/m3
atau B tu/jam f.t3. Jadi suku yang pertama dapat dinyatakan sebagai :
20
y
y
x
z
x
Gambar 9 laju panas yang masuk
z
melewati volume kontrol diferensial
Q  T
 k
dt  x
 T
 k
 z
x  x
z  z
 T
T 
T 
x  y z  k
y  y  k
 x z
x 

y

y



T 
k
...............................................2.5
z x y  q x y z
z 
k
Suku laju kerja atau daya poros akan dianggap sebagai nol untuk
tujuan saat ini.suku ini berpengaruh apabila kerja yang dilakukan di dalam volume
kontrol cukup besar yang untuk kasus diferensial tidak ada. Suku daya dengan
demikian dihitung sebagai
Ws
 0 .........................................................2.6
dt
Laju kerja viskos terjadi pada permukaan kontrol diperoleh dengan
cara mengintegralkan hasil kali titik (dot product) dari tegangan viskos dan
kecepatan pada permukaan kontrol. Kita akan menyatakan laju kerja viskos
sebagai  x y z dimana  adalah laju kerja viskos per satuan volume. Suku
ketiga dalam persamaan (2.0) dengan demikian dituliskan sebagai :
W
dt
  x y z .................................2.7 
21
Integral permukaannya meliputi semua transfer energi yang terjadi di seluruh
permukaan kontrol tersebut akibat aliran fluida. Semua suku yang berhubungan
dengan integral permukaan telah didefinisikan sebelum ini. Integral permukaan
tersebut adalah

 v2

P
P





e


v
.
n
dA


v
 gy  u  

x
c.s.   

 2

x  x
 v2
P 
 vx 
 gy  u   x  y z
 
 2

 v2
P
  v y 
 gy  u  

 2

y  y
 v2
P 
 v y 
 gy  u   y  x z
 
 2

 v2
P
  vz 
 gy  u  

 2

z  z
 v2
P 
 vz 
 gy  u   z  x y ....2.8
 
 2
Suku akumulasi energi, menghubungkan perubahan energi total di dalam volume
kontrol sebagai fungsi waktu, adalah


  v2

  x y z ........................................2.9
e

dV


gy

u
t c.v.
t  2

Persamaan (2.5) sampai (2.9) sekarang dapat digabungkan seperti yang telah
ditunjukkan oleh persamaan hukum pertama, persamaan (1.9). dengan melakukan
penggabungan ini dan kemudian membagi dengan volume elemen. Kita
mendapatkan :
 T 
k

 x 
 T 
 k

 x 
x
x  x


vx


q 
X
 T
k 
y
 
 v 2
P 
  gy  u  
 
 2



 T
 k 
 y
y
y  y

T 
 y k 

   z 
 T 
 k

 z 
z
z  z
 v 2
P 
  gy  u  


v
x  x
x 
 
 2
x
x






 v 2
P 

 v y 
 2  gy  u   






 v 2
P 



v
 gy  u  

y  y
y 
 
 2
y

 v 2
P 


v
 gy  u  
 z 
 

 2
 
 v 2
P 



v
 gy  u  
z  z
z 
 
 2
z


  v2
   gy  u 
t  2

z


x


z





22
Dengan menghitung limitnya jika x ,  y, dan z mendekati nol,
persamaan ini menjadi :
   T  T    T  
k
   k
  q A
k 
x  x y  y  z  z 
=
   v2
P     v 2
P 

   v y   gy  u  

v

gy

u

 x
x   2
  y   2
 
+

   v2
P     v 2

      gy  u  …………….(3.0)

v

gy

u

 z
z   2
  t   2

Persamaan diatas dapat dijabarkan :
  T    T    T  
k
 k
q
  k
x  x  y  y   z   z 
=
 2  
 
 

v   v x  v 2  +  v y  v 2    vz  v 2  
t
2 x
2 y
2 z
2




gy    vx  gy   + v y  gy    vz  gy   
t
x
y
z




u    vx  u   + v y  u    vz  u   
t
x
y
z




 P  vx  P + v y  P  vz  P ………………………(3.1)
t
x
y
z
Dengan memanfaatkan persamaan kontinuitas dimana
D  


  vx  v y  vz
Dt t x
y
z
Maka persamaan (3.1) menjadi
  T    T    T  
k
 k
k
q

x  x  y  y  z  z 
P Dv 2
Du
Dgy 


= Pv
…………………….(3.2)
2 Dt
Dt
Dt
Untuk aliran inkompresibel suatu fluida dengan konstanta  , suku kedua
di ruas kanan persamaan (3.2) menjadi
23
 Dv 2
2 Dt
  v  P  v   g  v    2 v ……………………….(3.3)
Demikian juga untuk aliran inkompresibel, suku pertama di ruas kanan
persamaan (1.23) menjadi
v  P v  v  P ………………………(3.4)
Dengan mensubstitusikan persamaan (3.2) dan (3.4) ke dalam persamaan
(3.1) dan menuliskan suku konduksi sebagai   kT kita mendapatkan

  kT  q    
Du
Dgy 

 v  g  v    2 v …………(3.5)
Dt
Dt
Persamaan (4.10) selanjutnya akan tereduksi menjadi

  kT  q     Cv
DT
 v    2 v ……………………….(3.6)
Dt
Fungsi  dapat digunakan dengan mengunakaan bagian viskos dari suku
tegangan geser dan tegangan normal. Untuk kasus aliran inkompresibel fungsi ini
ditulis sebagai :
  v  2 v   …………………………………….(3.7)
Di mana fungsi disipasi  diberikan oleh
 v 2  v y 2  v 2 
   z  
  2  x   
 x   y   z  

2
 v vy 2   v y v  2   v
v x  
z
x
z
   
   




 
z  
 y x    z y    x
Dengan mensubtitusikan  dalam persamaan (3.6), persamaan energi menjadi

  kT  q    Cv
Berdasarkan persamaan (3.8a), 
DT
……………………(3.8a)
Dt
dipandang sebagai suatu fungsi yang
terdiri dari viskositas fluida dan laju-laju regangan geser, dan definit-positif :
Disipasi viskos selalu menaikkan energi internal namun mengakibatkan turunnya
energi potensial atau tekanan stagnasi. Fungsi disipasi dapat diabaikan dalam
semua kasus yang akan kita bahas,efeknya menjadi signifikan dalam lapisanlapisan batar supersonik.
24
Persamaan (3.8a) jika dijelaskan dengan kata-kata dapat dituliskan sebagai
berikut :
Energi yang dihantarkan dimuka kiri + energi yang dibangkitkan dalam unsur
= perubahan energi dalam + energi yang dihantarkan ke luar unsur melalui muka
kanan.
Kuantitas energi itu ialah sebagai berikut:

Energi dimuka kiri = q  kA
dT
dx

Energi yang dibangkitkan di dalam unsur = q A dx
Perubahan energi dalam = CA
DT
Dt
Energi yang keluar dari muka kanan  qx  dx  kA
T
x
x  dx
 T   T  
  A k
 k
dx 
 x x  x  
Sehingga jika digabungkan dapat ditulis sebagai berikut :

q 1 DT
T 
k  Dt
2
...........................................3.8b 
Di mana :
.T 
T T T


x y z
 2T 
 2T  2T  2T


x 2 y 2 z 2
Besarannya α =
k
disebut difusivitas termal bahan. Makin besar nilai α,
C
makin cepat kalor membaur dalam bahan itu. Hal ini jelas kelihatan bilamana kita
periksa besaran yang membentuk α. Nilai α yang besar dapat disebabkan oleh
salah satu dari dua hal berikut. Pertama, nilai konduktivitas termal yang tinggi
menunjukkan laju perpindahan energi yang. Kedua, dari nilai kapasitas kalor
termal ρC yang rendah berarti bahwa energi yang berpindah melalui bahan itu
yang diserap dan digunakan untuk menaikkan suhu jumlahnya lebih sedikit, jadi
25
energi yang masih dapat dipindahkan lebih banyak. Satuan difusivitas termal α
adalah meter persegi per detik.
Persamaan (3.8b) merupakan persamaan umum dari transfer panas dalam
keadaan tunak. Disini penulis hanya membahas tentang transfer panas satu
dimensi dalam keadaan tunak, sehingga persamaan (3.8b) jika diubah menjadi
persamaan transfer panas satu dimensi, maka persamaan tersebut akan menjadi :
  T  
DT
k
  q  Cv
x  x 
Dt
...........................................3.9
Dimana, q = energi yang dibangkitkan persatuan volume, (W/m3)
C = kalor spesifik bahan (J/kg.oC)
ρ = kerapatan (densitas) (kg/m3)
Persamaan (3.9) dapat digunakan untuk medium konduksi tidak
mengandung sumber panas dan digunakan medium konduksi yang mengandung
sumber panas dalam satu dimensi.
I. Jika medium konduksi tidak mengandung sumber panas, maka persamaan
(3.9) tereduksi menjadi persamaan medan Fourier.
T
  T 
  k
 ……………………………….(4.0)
t
x  x 
Yang kadang-kadang disebut sebagai hukum kedua Fourier tentang konduksi
panas.
Untuk kasus distibusi temperatur harus memenuhi persamaan Laplace yang
telah direduksi.
  T 
k
  0 ……………………………………(4.1)
t  x 
II.
Jika suatu sistem di mana sumber panas ada tetapi tidak ada perubahan
waktu (tunak) persamaan (4.15) akan tereduksi menjadi persamaan poisson.

  T  q
k
   0 ………………………………(4.2)
t  x  k
26
I. Aplikasi Persamaan Transfer Panas Satu Dimensi
Pada Keadaan Tunak
1. Transfer panas satu dimensi dalam keadaan tunak tanpa pembangkit kalor.
a. Silinder panjang berongga.
r1
q
T1
To
Gambar 10 Konduksi panas radial dengan temperatur
permukaan yang uniform.
Hukum pertama termodinamika yang diterapkan akan tereduksi ke
bentuk SQ
dt
 0 , yang menujukkan bahwa laju transfer panas kedalam
volume kontrol adalah sama dengan laju keluarnya dengan kata lain
Q = q = konstan
Karena aliran panas akan memiliki arah yang radial, variabel
bebasnya adalah r, sehingga bentuk persamaannya adalah laju Fourier
qr   kA
dT
……………………………….(2.4)
dr
Dengan menulis A = 2 rL , persamaan tersebut menjadi
qr   k (2rL )
dT
dr
Di mana qr adalah konstanta yang dapat dipisahakan dan
dipecahkan sebagai berikut :
r0
T
0
dr
  2kL  dT
r
r1
T1
qr 
q r ln
r0
  2kLT0  T1 
r1
27
qr 
2kL
T0  T1  ………………………(4.3)
r
In 0
r1
Contoh soal :
Sebuah pipa baja yang mempunyai diameter dalam 1,88 cm dan
tebal dinding 0,391 cm (k = 42,90 W/m) masing-masing mengalami
temperatur dalam dan temperatur luar, berturut-turut 367 K dan 344 K
(lihat gambar 11). Cari laju aliran panas per feet panjang pipa dan hitung
juga fluks panasnya berdasarkan luas permukaan dalam dan luas
permukaan luar.
Penyelesaiannya :
r1
r0
T1
T0
Gambar 11 Konduksi panas dalam arah radial
dengan temperatur permukaan yang uniform.
Dengan menggunakan persamaan (4.3) kita tinggal memasukkan
nilai-nilai numeri yang diberikan., kita mendapatkan :
qr 
=
2kL
T0  T1 
r0
In
r1
2 42,90W / m . K 367  344K

ln  2,66
1,88 

= 17,860 W/m atau 18,600 Btu/hr.ft
Jadi laju aliran panas pipa baja adalah 17,860 W/m atau 18,600
Btu/hr.ft
28
Luas permukaan dalam dan permukaan luar per satuan panjang pipa
adalah :
A0 = п (1,88)(10-2)(1) = 0,059 m2/m atau 0,194 ft2/ft
A1 = п (2,662)(10-2)(1) = 0,084 m2/m atau 0,275 ft2/ft
Sehingga kita dapatkan :
qr 17,860

 302,7 kW / m 2 atau 95.500 Btu/hr.ft2
A0
0,059
qr 17,860

 212,6 kW / m 2 atau 67.400 Btu/hr.ft2
A1
0,084
Jadi luas permukaan dalam pipa baja adalah 302,7 kW/m2 atau
95.500 Btu/hr.ft2
Dan luas permukaan luar pipa baja adalah212,6 kW/m2 atau 67.400
Btu/hr.ft2
b. Bola berongga
r0
T0
r1
T1
Gambar 12 Konduksi panas radial pada
bola berongga
Seperti pada silinder panjang berongga, bola berongga juga
menggunakan persamaan Laju Fourier yamg dimodifikasi.
qr   kA
dT
………………………(4.4)
dr
Dimana A = Luas bola = 4 r 2 , yang memberikan
qr   4kr 2
ro
dT
dr
dT
dr
= -4 kr2
2
dr
r
ri
qr 
29
qr 
4k Ti  To 
1 1

ri ro
qr 
4  k r 1r0
Ti  To  ………………….(4.5)
r0  r1 
Contoh soal :
Satu bola copper dengan massa 4700 gr dan radius 5 cm diselubungi
lapisan isolasi dengan tebal 5 cm (di jari-jari luar 10 cm). termal
konduktivitas dari isolasi itu k = 0,002 kal/s.cmoC dan permukaan luar
dipertahankan pada temperatur20oC. panas jenis copper 0,093.
a. Bila copper bersuhu 100oC. berapa arus panas yang melalui
isolasi?
b. Kira-kira berapa lama waktunya untuk mendinginkan coppe dari
100oC-99oC?
Penyelesaian :
20oC
r0
100oC
r
10
a. Dengan menggunakan persamaan (4.5) kita dapat memasukkan nilainilainya.
qr 
4  k r 1r0
Ti  To 
r0  r1 
qr 
4 .3,14.0,002.5.10
20 100
5  101 
= 20,05 kal/s
b. Panas yang dibutuhkan untuk mendinginkan copper 1oC
Q  m.c.t  4700.0,093.1  437 kal
30
Waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan panas Q adalah
t
Q
437

 21,8 s
q r 20,05
2. Transfer panas satu dimensi dalam keadaan tunak dengan sumber kalor.
a. Dinding datar
Perhatikan suatu dinding datar dengan sumber kalor yang terbagi
rata seperti pada gambar 12.
Tebal dinding diarah X ialah 2L, sedang dimensi di kedua arah lain
dianggap cukup besar sehingga aliran kalor dapat di andalkan satu

dimensi. Kalor yang dibangkitkan persatuan volume adalah q , dan kita
andaikan pula bahwa konduksi termal tidak berubah dengan suhu.
Sehingga keadaan ini dapat terjadi jika arus listrik dialirkan melalui bahan
penghantar.

q = Kalor yang dibangkitkan persatuan volume
x=0 T0
T1
T1
Gambar 13 Dinding datar pada konduksi
satu dimensi dengan pembangkit
kalor
-L- -L-
Persamaan diferensial yang mengatur aliran kalor ialah

d 2T q
  0 …………………………..(4.6)
dx 2 k
Sebagai kondisi batas kita tentukan suhu kedua muka dinding, yaitu
T=T1 pada x =  L
31
Dari persamaan (4.18) dapat diselesaikan

q 2
T= 
x  C1 x  C2
2k
Oleh karena suhu pada masing-masing sisi dinding mesti sama, maka C1
mestinya nol, suhu pada bidang tengah adalah T0, sehingga persamaan
T0 = C2
Jadi distribusi suhu
T – T0 = 
q 2
x …………………………..(4.7a)
2k
T  T0  x 
   ……………………………..(4.7b)
TI  T0  L 
2
Atau
Merupakan distribusi parabola. Rumus untuk suhu bidang tengah
T0 bisa didapat dari neraca energi. Pada keadaan tunak, jumlah kalor yang
dibangkitkan mestinya sama dengan rugi kalor pada permukaan. Jadi
dT

2   kA
dX

 
; di mana A = luas penampang
X  L   q A 2L

gradien suhu pada dinding didapatkan dan diferensial persamaan (4.7b)
 2X 
-kA TI  T0  2 
 L 

X L
 q A 2L
2 
-kA TI  T0   q A 2 L
L

q L2
T0 =
 TI …………………………(4.8a)
2k
Jika pelat itu terendam oleh fluida yang suhunya T dan konduktivitas
permukaan pada kedua permukaannya h0 , maka dalam keadaan stedi
panas yang dibangkitkan dalam separuh pelat harus mengalir secara
kontinu melalui permukaan yang mengatasinya. Jika dinyatakan secara
aljabar untuk satu satuan luas maka syarat ini ialah :
32

qL  k
T
x
x 0
= h0 To  T 
h
qL
…………………………………(4.8b)
T0  T
Contoh soal :

Suatu fluida T  3400 K

yang konduktivitas listriknya rendah
dipanaskan oleh sebuah pelat besi yang panjang, dengan tebal 15 mm dan
lebar 75 mm. panas dibangkitkan secara seragam didalam panas dengan
laju q = 1000000 W/m3 dengan mengalirkan arus listrik melalui pelat itu.
Tentukanlah konduktansi permukaan satuan yang diperlukan untuk
mempertahankan suhu pelat tersebut dibawah 420 0K! (k = 43 W/m.K)
Penyelesaiannya :
Dengan mengabaikan panas yang terbuang dari tepi-tepi pelat, maka
berlaku persamaan (4.8) dan beda suhu antara bidang tengah dan
permukaan adalah :


q L2
q L2
T0 =
 TI atau T0  T1  
2k
2k
1000000 W / m 0,0075 m
243 W / m K 
2
3
=

= 0,65 0K
Jatuh suhu di dalam besi begitu rendah karena konduktivitasnya tinggi
(k = 43 W/m.K) dari persamaan (4.8b) kita mendapatkan :


qL
1000000 W / m3 0,005 m
h
=
 94W / m2 .K
T0  T
420  340K
33
b. Silinder panjang.
∆r
r
Gambar 14 Elemen anular dalam sebuah
silinder panjang lingkaran
dengan pembangkit panas
internal
Perhatikan sebuah padatan silinder dengan pembangkit energi
seperti pada gambar 14 silinder dianggap panjang sehingga hanya
konduksi radial yang terjadi. Densitas,  , kapasitas panas, Cp , dan
konduktivitas termal material akan dianggap konstan. Keseimbangan
energi untuk elemen yang ditunjuk adalah
Laju konduksi]  Laju pembangkit an  Laju konduksi]  Laju akumulasi 
energi ke
  energi di dalam
  energi keluar   energi di dalam 
 elemen

dalam elemen  elemen
 elemen
……..(4.9)

Dengan menerapkan persamaan Laju Fourier dan menetapkan q
sehingga Laju energi yang dibangkitkan persatuan volume, persamaan ini
dapat dinyatakan secara matematis
T

 k 2rL  r
r
T
 

  q2rL r    k 2rL  r
r  r
T

  C p t 2rL r 
Dengan membagi tiap suku dengan 2 rL r , kita mendapatkan

q
  r 
k r T
r  r

r T
r  r
r

r
 C p
T
………… …(5.0)
t
Dalam limit jika r mendekati nol, persamaan diferensial berikut akan
memperoleh

q
k   T 
T
r
 C p
……………………………(5.1)


r r  r 
t
34
Untuk kondisi keadaan tunak suku akumulasinya adalah nol, jika kita
eliminasikan suku ini dari persamaan di atas, sehingga menjadi

q
k d  dT 
r
0
r dr  dr 
Variabel-variabel dalam persamaan ini dapat dipisah dan diintegrasi untuk
menghasilkan
rk
dT  r C1
dT  r
 q  C , atau k
q 
…………………….(5.2)
dr
2
dr
2 r
Karena simetri dari silinder padat tersebut, sebuah kondisi batas
yang harus dipenuhi mensyaratkan bahwa gradien temperatur harus finit
(terbatas) di pusat silinder, di mana r = 0. Ini hanya benar jika C1=0.
Sehingga relasi diatas tereduksi menjadi.
k
dT  r
 q  0 ……………………………….(5.3)
dr
2
Integrasi yang kedua kalinya akan menghasilkan

q r2
T= C2 ……………………………(5.4)
4k
Jika r = R maka

C2 =
q R2
Tw +
4k
Penyelesaian distribusi



q 2 2
T – Tw =
R  r ……………..(5.5a)
4k
Atau dalam bentuk tak berdimensi
T  Tw
r
1   ……………………..(5.5b)
T0  Tw
R
2
dimana ialah suhu pada r = 0 dan diberikan oleh

q R2
T0 =
 Tw …………………………..(5.6)
4k
35
Jika temperatur T selalu diketahui pada nilai jari-jari berapa pun,
seperti suatu permukaan, konstanta kedua, C2 dapat dihitung. Fluk energi
dalam arah radial dapat diperoleh dari
qr
dT
 k
A
dr
dengan cara mensubstitusi persamaan (5.7) menghasilkan
qr  r
 q atau
A
2
 r
qr
 2rL  q
A
2

q r   r 2 L q …………………………………..(5.8)
Contoh soal :
Arus sebesar 200 A dilewatkan melalui sebuah kawat baja tahan
karat
(k = 19 W/m.oC) yang diameternya 3mm. Resitifitas baja dapat dianggap
70μΩ.cm, dan panjang kawat 1m. kawat ini dibenamkan di dalam zat cair
pada 110oC di mana koefisien perpindahan kalor konveksi ialah 4
kW/m2.oC. Hitunglah suhu pusat kawat!
Penyelesaian :
A = 200A
d = 3 mm
L = 1m
Seluruh daya yang dibangkitkan di dalam kawat haruslah di lepas
melalui konveksi ke cairan
P = I2R =q = h A Tw  T  .............................................(1)
Tahan kawat dihitung dari R  


L
70  106 100

 0,099
A
 0,152
36
Dimana ρ adalah resistifitas kawat. Luas permukaan kawat ialah п dL,
sehingga dari persamaan (1) diperoleh :
2002 0,099  4000 3  103 1Tw  110  3960
Tw  2150 C atau 4190 F

Kalor yang dibangkitkan perasatuan volume q dihitung dari :


P  qV  q  r 2 L ........................................................................(5.8)
Sehingga :

q
3960
 1,5  10
 1
3 2
 560,2 MW / m3
atau 5,41  107 Btu / h. ft 3
Akhirnya suhu pusat kawat dihitung dari persamaan (5.6)

q R2
T0 =
 Tw
4k
5,602  10 1.5  10 
=
8
419
3 2
 215  231,60 C
atau 449o F
Jadi suhu pusat kawat baja adalah 231,6oC atau 449 oF
Download