Analisis loyalitas konsumen terhadap susu formula

advertisement
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Perilaku Konsumen
Istilah konsumen sering diartikan sebagai dua jenis konsumen yaitu
konsumen individu dan konsumen organisasi (Sumarwan, 2002). Konsumen
individu membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri, misalnya membeli
pakaian, sepatu dan sabun. Konsumen individu membeli barang dan jasa yang
akan digunakan oleh anggota keluarga yang lain, misalnya susu formula untuk
bayi, atau digunakan oleh seluruh anggota keluarga, misalnya TV, furniture,
rumah dan mobil. Konsumen individu mungkin juga membeli barang dan jasa
yang dibeli kemudian digunakan langsung oleh individu dan sering disebut
sebagai pamakai akhir atau konsumen akhir.
Konsumen didefinisikan oleh Kotler (1995) sebagai individu atau
kelompok yang berusaha untuk memenuhi atau mendapatkan barang dan jasa
untuk kehidupan pribadi atau kelompoknya. Dalam kamus besar Bahasa
Indonesia, perilaku diartikan sebagai tanggapan atau reaksi individu terhadap
rangsangan atau lingkungan.
Perilaku konsumen memiliki beberapa definisi. Menurut Engel et al.
(1994), perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat untuk
mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk
proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. Perilaku
konsumen dipengaruhi dan dibentuk oleh pengaruh lingkungan (budaya, kelas,
sosial, pengaruh pribadi, keluarga dan situasi), perbedaan individu (sumber daya
konsumen, motifasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup
dan demografi) dan proses psikologis (pengolahan informasi, pembelajaran dan
perubahan sikap dan perilaku).
Peter dan Olsen (1999) menyebutkan bahwa American Marketing
Association mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara
15
pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar kita dimana manusia
melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka. Ada tiga ide penting dalam
definisi di atas :
1. Perilaku konsumen adalah dinamis, ini berarti bahwa seseorang konsumen,
grup konsumen, serta
masyarakat luas selalu berubah dan bergerak
sepanjang waktu. Hal ini memiiki implikasi pada studi perilaku konsumen,
demikian pula pada pengembangan strategi pemasaran.
2. Perilaku konsumen melibatkan interaksi antara pengaruh dan kognisi,
perilaku dan kejadian di sekitar. Ini berarti bahwa untuk memahami
konsumen dan mengembangkan stategi pemasaran yang tepat kita harus
memahami apa yang mereka pikirkan (kognisi) dan mereka rasakan
(pengaruh), apa yang mereka lakukan (perilaku) dan apa serta dimana
(kejadian di sekitar) yang mempengaruhi serta dipengaruhi oleh apa yang
diperiksa, dirasa dan dilakukan konsumen.
3. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran diantara individu. Hal ini
membuat definisi perilaku konsumen tetap konsisten dengan definisi
pemasaran yang sejauh ini juga menekankan pertukaran.
3.1.2 Definisi Konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik untuk kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun
makhluk hidup dan tidak untuk diperdagangkan, defenisi konsumen tersebut
dinyatakan dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Konsumen diartikan sebagai konsumen individu dan konsumen
organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri,
sedangkan konsumen organisasi meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga
sosial dan lembaga lainnya (sekolah, perguruan tinggi dan rumah sakit).
16
3.1.3 Karakteristik Konsumen
Menurut Engel et all (1994), terdapat tiga variabel yang berguna dalam
menggambarkan karakteristik konsumen dalam pangsa pasar target, yaitu
kepribadian, psikografi dan demografi. Kepribadian didefinisikan sebagai respon
yang konsisten terhadap stimulus lingkungan. Profil psikografi digunakan sebagai
ukuran operasioanal dalam gaya hidup, yaitu pada pengukuran kegiatan, minat
dan opini pembeli. Variabel yang termasuk dalam profil demografi meliputi usia,
jenis kelamin, agama, suku bangsa, status pernikahan, tempat tinggal, ukuran
keluarga, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Perbedaan kondisi demografi
konsumen akan mempengaruhi konsumsi produk dan jasa, yaitu mengakibatkan
perbedaan kebutuhan, selera dan kesukaan terhadap merek. Pemasar perlu
mengetahui dengan pasti variabel demografi yang dijadikan dasar untuk
segmentasi pasar produknya.
Karakteristik konsumen meliputi pengetahuan dan pengalaman konsumen,
kepribadian konsumen dan karakteristik demografi konsumen. Konsumen yang
memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak mengenai produk mungkin
tidak termotivasi untuk mencari informasi, karena sudah merasa cukup dengan
pengetahuan yang dia miliki untuk mengambil keputusan. Konsumen yang
memiliki kepribadian senang mencari informasi akan meluangkan waktu untuk
mencari informasi yang lebih banyak. Pendidikan adalah salah satu karakteristik
demografi. Konsumen yang berpendidikan tinggi akan lebih senang mencari
informasi yang banyak mengenai suatu produk sebelum memutuskan untuk
membeli.
3.1.4 Merek
Merek (brand) didefinisikan oleh Kotler (1995) sebagai suatu nama,
istilah, tanda, lambang atau desain atau gabungan semua yang diharapkan
mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sekelompok penjual
dan diharapkan akan membedakan barang atau jasa tersebut dari produk-produk
milik pesaing. Merek juga dapat menambah nilai suatu produk, sekaligus
mempermudah konsumen dalam mengidentifikasi barang atau jasa serta
17
menyakinkan konsumen akan memperoleh kualitas barang yang sama jika
melakukan pembelian ulang.
Pemberian nama merek pada produk, tentu membawa konsekuensi kepada
perusahaan untuk memyediakan anggaran biaya yang cukup besar, baik untuk
pengemasan, pelabelan maupu perlindungan hukum, selain adanya resiko bahwa
produk-produk tersebut ternyata tidak dianggap memuaskan oleh konsumen.
Walaupun membutuhkan biaya yang tinggi namun perusahaan lebih suka
memberikan nama merek kepada produk-produknya karena pemberian merek
paling tidak memberikan 5 (lima) keuntunga kepada perusahaan , yaitu (1) merek
memudahkan penjual untuk mengelola pesanan-pesanan dan menekankan
permasalahan, (2) nama merek dan tanda dagang secara hukum akan melindungi
penjual dari pemalsuan ciri-ciri produknya yang mungkin ditiru oleh pesaingnya,
(3) merek memberi penjual peluang kesetian konsumen terhadap produknya, (4)
merek dapat membantu penjual dalam mengelompokan pasar kedalam segmensegmen dan (5) dengan adanya merek yang baik dapat membangun citra
perusahaan (Kotler, 1995). Selain itu, pemberian merek juga membantu
perusahaan dalam mempertahankan stabilitas harga dan mengurangi perbandingan
harga oleh pembeli.
Selain memberikan keuntungan bagi perusahaan, pencantuman merek
pada produk-produk juga memberikan keuntungan bagi pihak lain, seperti
distributor, konsumen maupun masyarakat secara umum. Bagi distributor, adanya
penggunaan merek akan memberikan kemudahan dalam hal penanganan produk,
mengidentifikasi pembekal (supplier), meminta produsen agar bertahan pada
standar tertentu dan juga meningkatkan pilihan bagi pembeli. Sedangkan bagi
konsumen, dengan adanya pencantuman merek pada produk-produk akan
mempermudah mereka untuk mengenali perbedaan kualitas atau membuat
kegiatan belanja menjadi efisien serta melindungi konsumen karena produsen
produk berkualitas adalah jelas, adanya keseragaman kualitas pada produk
bermerek dan adanya kecenderungan produsen untuk meningkatkan kualitas
produk (Kotler, 1995). Sementara bagi masyarakat secara umum, pemberian
merek pada produk-produk memberikan keuntungan dalam hal kualitas yang lebih
18
baik dan konsisten, tingkat inovasi dalam masyarakat menjadi lebih tinggi karena
setiap perusahaan bersaing dan meningkatkan efisiensi di pahak pembeli.
Tujuan semua pengelola / pemilik adalah untuk mengukuhkan kesetiaan
konsumen secara berkesinambungan terhadap merek. Loyalitas merek penting
karena loyalitas ini akan menyebabkan pembelian ulang oleh konsumen dan
penyampaian rekomendasi kepada orang lain untuk membeli merek yang
dimaksud. Selain itu, alasan yang paling dipertimbangkan oleh pengelola /
pemilik merek adalah karena dibutuhkan usaha dan waktu lima kali lebih banyak
untuk mencari konsumen baru daripada mempertahankan konsumen yang sudah
ada dan adanya kenaikan loyalitas konsumen akan meningkatkan keuntungan bagi
pemilik.
Menurut Kotler (1995), merek dapat memiliki enam tingkatan pengertian,
yaitu atribut, mamfaat, nilai, budaya, kepribadian dan pemakai. Merek yang kuat
adalah merek yang memiliki ekuitas merek yang tinggi, semakin tinggi ekuitas
merek semakin tinggi tingkat kesetiaan, kesadaran nama, mutu yang diyakini,
hubungan merek yang kuat dan aktiva lainnya seperti paten, hak dagang dan
hubungan distribusi.
3.1.5 Loyalitas Merek
Pengertian loyalitas merek adalah ukuran dari kesetiaan konsumen
terhadap suatu merek. Loyalitas merek merupakan inti dari brand equity yang
menjadi gagasan sentral dalam pemasaran, karena hal ini merupakan satu ukuran
keterkaitan seseorang pelanggan pada sebuah merek. Apaabila loyalitas merek
meningkat, maka kerentanan kelompok pelanggan dari serangan kompetitor dapat
dikurangi. Hal ini merupakan suatu indikator dari brand equity yang berkaitan
dengan perolehan laba di masa yang akan datang karena loyalitas merek secara
langsung dapat diartikan sebagai penjualan di masa depan.
Salah satu alasan bahwa efek substitusi lebih besar pada periode interval
jangka panjang daripada jangka pendek adalah karena individu mengembangkan
kebiasaan pengeluaran yang tidak mudah berubah. Contohnya, ketika dihadapkan
pada berbagai merek yang berbeda – beda yang mengandung produk dasar yang
19
sama, individu akan membentuk loyalitas pada merek tertentu dan membelinya
secara teratur. Perilaku ini masuk akal karena membuat individu tidak perlu
selalu mengevaluasi produk yang dikonsumsinya. Berarti, biaya yang timbul dari
pembuatan keputusan akan berkurang. Loyalitas pada merek juga akan
mengurangi kecenderungan substitusi merek, sekalipun terdapat perbedaan harga
jangka pendek. Namun, dalam jangka panjang, perbedaan harga dapat menggoda
pembeli untuk mencoba merek lain dan karenanya akan mengubah loyalitasnya.
Loyalitas merek merupakan inti dari ekuitas merek. Suatu produk dapat
mempunyai nama, kualitas yang baik, asosiasi merek yang cukup dikenal, tetapi
belum tentu mempunyai loyalitas merek. Sebaliknya, produk yang mempunyai
loyalitas merek dapat dipastikan memiliki nama, kualitas yang baik dan memiliki
asosiasi merek yang cukup dikenal ( Umar, 2000)
Menurut Aaker dalam Durianto (2001), loyalitas merupakan hasil
akumulasi pengalaman penggunaan produk, dan tingkatan loyalitas merek adalah
sebagai berikut:
1. Switcher/price buyer (pembeli yang berpindah-pindah).
Adalah tingkatan loyalitas yang paling dasar. Semakin sering pembelian
konsumen
berpindah
dari
suatu
merek
ke
merek
yang
lain
mengidentifikasikan bahwa mereka tidak loyal, semua merek dianggap
memadai. Dalam hal ini merek memegang peranan yang kecil dalam
keputusan pembelian. Ciri paling jelas dalam kategori ini adalah mereka
membeli suatu merek karena banyak konsumen lain membeli merek
tersebut karena harganya murah.
2. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan)
Adalah pembeli yang tidak mengalami kepuasan dalam mengkonsumsi
suatu merek produk. Tidak ada alasan kuat baginya untuk membeli merek
produk lain atau berpindah merek, terutama jika peralihan itu
membutuhkan usaha, biaya, atau pengorbanan lain. Jadi ia membeli suatu
merek karena alasan kebiasan.
20
3. Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan)
Adalah pembeli yang puas dengan merek yang mereka konsumsi. Namun
mereka dapat saja berpindah ke merek lain dengan menanggung switching
cost (biaya peralihan), seperti waktu, biaya, atau resiko yang timbul akibat
tindakan peralihan merek tersebut. Untuk menarik peminat pembeli
kategori ini, pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus
ditanggung pembeli dengan menawarkan berbagai manfaat sebagai
kompensasi.
4. Likes the brand (menyukai merek)
Adalah pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Rasa
suka didasari oleh asosiasi yang berkaitan dengan simbol, rangkaian
pengalaman menggunakan merek tersebut sebelumnya, atau persepsi
kualitas yang tinggi.
5. Committed buyer (pembeli yang berkomitmen) atau customer referral
Adalah pembeli yang setia dan memiliki kebanggaan dalam menggunakan
suatu merek. Ciri yang utama dari kategori ini adalah tindakan pembeli
untuk merekomendasikan atau mempromosikan merek yang ia gunakan
kepada orang lain.
Loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan konsumen kepada
sebuah merek (Durianto, 2001). Ukuran ini mampu memberikan gambaran
tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek yang lain, terutama
jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga
ataupun atribut lain.
Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan
dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain, apapun yang terjadi
dengan merek tersebut. Bila loyalitas konsumen terhadap suatu produk meningkat,
kerentanan kelompok konsumen tersebut dari ancaman dan serangan merek
produk pesaing dapat dikurangi. Dengan demikian, loyalitas merek merupakan
salah satu indikator inti dari ekuitas merek yang jelas terkait dengan peluang
penjualan, yang berarti pula jaminan perolehan laba perusahaan dimasa
mendatang. Konsumen yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian
21
merek tersebut walaupun dihadapkan kepada banyak alternatif merek produk
pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul dipandang dari
berbagai sudut atributnya. Bila banyak pelangan dari suatu merek masuk dalam
kategori ini berarti merek tersebut memiliki ekuitas merek yang kuat. Sebaliknya,
konsumen yang tidak loyal kepada suatu merek, pada saat mereka melakukan
pembelian akan merek tersebut, pada umumnya tidak didasarkan karena
ketertarikan mereka pada mereknya tetapi lebih didasarkan kepada karakteristik
produk, harga dan kenyamaan pemakaiannya ataupun berbagai atribut lain yang
ditawarkan oleh merek produk alternatif. Bila sebagian besar konsumen dari suatu
merek termasuk dalam kategori ini berarti kemungkinan ekuitas merek tersebut
lemah.
Loyalitas merek dapat memberikan nilai kepada perusahaan atau produsen,
diantaranya (Kotler, 1995) :
1)
Mengurangi Biaya Pemasaran
Dalam
kaitannya
dengan
biaya
pemasaran,
akan
lebih
murah
mempertahankan pelanggan dibandingkan dengan upaya untuk mendapatkan
pelanggan baru. Jadi, biaya pemasaran akan mengecil jika loyalitas merek
meningkat.
2)
Meningkatkan Perdagangan
Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan meningkatkan perdagangan
dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran.
3)
Menarik Konsumen Baru
Perasaan puas dan suka terhadap suatu merek akan menimbulkan perasaan
yakin bagi calon konsumen untuk mengkonsumsi merek tersebut dan
biasanya akan merekomendasi/mempromosikan merek yang dipakainya
kepada orang lain, sehingga kemungkinan dapat menarik konsumen baru.
22
4)
Memberi Waktu Untuk Merespon Ancaman Persaingan
Bila pesaing mengembangkan produk yang lebih unggul, konsumen yang
loyal akan memberikan waktu bagi perusahaan untuk merespon pesaing
dengan memperbaharui produknya.
3.1.6
Jenis Loyalitas Konsumen
Menurut Kotler (1995) loyalitas konsumen berdasarkan pola pembeliannya
dapat dibagi menjadi empat golongan :
¾ Golongan Fanatik
Golongan fanatik adalah golongan konsumen yang selalu membeli satu
merek
sepanjang
waktu,
sehingga
pola
pembeliannyaadalah
X,X,X,X,yaitu setia pada merek X tanpa syarat.
¾ Golongan Agak Setia
Golongan agak setia yaitu konsumen yang setia pada dua atau tiga
merek. Dimana kesetiaan yang terpecah antara dua pola (X dan Y), dapat
pula ditulis dengan pola membeli X,X,Y,Y,X,Y.
¾ Golongan Berpindah Kesetiaan
Golongan berpindah kesetiaan adalah golongan konsumen yang bergeser
dari satu merek ke merek lain, maka bila konsumen pada awalnya setia
pada merek X,akan tetapi kemudian pada saat berikutnya berpindah ke
merek Y, maka dapat ditulis dengan pola membeli X,X,X,Y,Y.
¾ Golongan Selalu Berpindah
Golongan ini selalu berpindah yaitu golongan konsumen yang sama
sekali tidak setia terhadap merek apapun, dapat ditulis dengan pola
membeli X.Y.Z.S,T.
23
3.2
Kerangka Pemikiran Operasional
Karakteristik negara berkembang seperti Indonesia, selain dapat dilihat dari
meningkatnya tingkat ekonomi yang disertai dengan meningkatnya taraf hidup
masyarakat, juga akan mempengaruhi pola pikir hidup masyarakat tersebut. Salah
satunya adalah perubahan pola komsumsi masyarakat yang telah memiliki taraf
hidup yang baik, juga memiliki kesadaran akan pemenuhan gizi yang baik pula.
Susu sebagai salah satu pangan yang termasuk dalam empat sehat lima sempurna,
sekarang ini sangat banyak dikonsumsi masyarakat, karena susu memiliki
kandungan gizi yang baik. Termasuk susu formula sebagai produk turunan dari
susu yang dikhususkan untuk pemenuhan gizi bayi atau anak.
Saat ini persaingan bisnis susu formula sudah menjadi persaingan life syle.
Pilihan pada susu formula merupakan sebuah gaya hidup. Susu formula tak bisa
dilepaskan dari keseharian masyarakat yang mempunyai bayi, karena itu peluang
bisnisnya tak diragukan lagi. Sejumlah produsen telah lama berkecimpung di
bisnis susu formula antara lain Nestle yang salah satu produknya adalah susu
formula Laktogen.
Umumnya produsen susu formula mendekati pasar dengan pendekatan
kesehatan. Produk mereka di lebeli dengan istilah-istilah yang terkait dengan
kesehatan. Mulai dari susu formula non fat, hingga mengandung omega atau yang
menawarkan aman bagi kesehatan melalui proses pembuatannya sampai dengan
kandungan zat di dalamnya. Tren itu seiring dengan meningkatnya kesadaran
masyarakat terhadap kesehatan bayi. Penentuan susu formula menjadi penting
agar bayi mereka sehat.
Semakin banyaknya pilihan produk mengakibatkan konsumen dihadapkan
pada banyak pilihan. Produsen susu formula bersaing untuk mendapatkan spasar
yang lebih besar, disamping menjaga pasar sendiri. Kondisi persaingan pasar yang
ketat, menyebabkan para produsen susu formula melakukan beberapa inovasiinovasi produk, yang membuat konsumen tidak akan berpindah ke merek lain atau
bersikap loyal terhadap produk tersebut. Untuk melakukan inovasi produk, para
produsen akan berdiskusi dengan para dokter atau ahli gizi dan konsumen dalam
menggembangkan formulasi gizi susu formula serta melihat perkembangan dunia
luar atau penemuan baru. Pada dasarnya, konsumen akan bersikap loyal terhadap
24
suatu produk apabila semua keinginan konsumen dapat diperoleh dari produkproduk tersebut, baik berupa kaulitas produk, kemudahan mendapatkan produk
hingga harga produk yang terjangkau konsumen. Konsumen susu formula
sekarang ini dihadapkan kepada isu dimana terdapatnya bakteri Sakazaki dalam
kandungan susu formula yang dapat mengganggu kesehatan anak dan juga
konsumen dihadapkan kepada naiknya harga susu formula tersebut. Hal ini akan
menyebabkan konsumen akan lebih selektif dalam menentukan pilihannya.
Nestle sebagai salah satu produsen yang menghasilkan susu formula harus
peka terhadap kondisi persaingan bisnis susu formula saat ini. Agar tidak
ditinggalkan konsumen, Nestle harus lebih memperhatikan keinginan para
konsumen selain Nestle harus juga meningkatkan kualitas produk-produk mereka
sehingga bisa bersaing dengan produk-produk para pesaing.
Dengan demikian, penelitian ini akan menyajikan informasi tentang
loyalitas konsumen susu formula yang diharapkan bermamfaat bagi produsen.
Karena salah satu kunci suksesnya pemasaran adalah strategi mengetahui tingkat
loyalitas konsumen. Kerangka operasional penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 1.
25
Meningkatnya taraf hidup
masyarakat akan
mempengaruhi pola konsumsi
sehingga timbul kesadaran akan
h
i i
Banyaknya berdiri industri susu
formula sehingga tingkat
persaingan sangat tinggi dan
menyebabkan kemungkinan
konsumen dapat bersikap tidak
loyal
Nestle sebagai salah satu
produsen susu formula dengan
produk susu formula Laktogen
harus berorientasi pada
konsumen
Karakteristik Demografi
Konsumen
Analisis Deskriptif
Variabel Yang Mempenagaruhi
Loyalitas
Memetakan Tingkat
Loyalitas Konsumen
Analisis Regresi Logit
Analisis Tingkat Loyalitas
Loyalitas Konsumen
Rekomendasi
Gambar 1. Diagram Kerangka Pemikiran
Download