BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pemasaran Kegiatan pemasaran merupakan kegiatan bisnis yang berbeda dengan kegiatan bisnis lainnya. Pada berurusan dengan konsumen, baik kegiatan konsumen pemasaran para manajer intern perusahaan maupun konsumen ekstern perusahaan. Para manajer dituntut untuk dapat memahami konsumen, dengan demikian para manajer dapat menyediakan produk atau jasa yang sesuai dengan keinginan konsumen. Tidak hanya sampai di situ saja, para manajer harus mampu menciptakan komunikasi yang efektif dengan konsumennya sehubungan dengan produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan yang dipimpinnya. Selain itu, para manajer harus mampu menggerakkan perusahaannya untuk mengantarkan produk atau jasa sampai dinikmati oleh konsumen. Tujuan akhir dari semua kegiatan itu agar tercipta kepuasan konsumen, yaitu seluruh komponen yang terlibat dengan kegiatan bisnis perusahaan, sehingga kegiatan tersebut dapat menguntungkan perusahaan dan stakeholdernya. Kotler dan Keller (2007:7), mengemukakan definisi pemasaran sebagai berikut: “Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, 1 menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.” Kinnear dan Krenler (2003:16), mendefinisikan pemasaran sebagai berikut: “Pemasaran adalah suatu proses perencanaan dan pelaksanaan keputusan sebuah konsep, menetapkan harga, melakukan promosi, dan mendistribusikan ide-ide, barang-barang, dan jasa-jasa untuk menciptakan pertukaran yang dapat memuaskan tujuan individu atau tujuan organisasi.” Dari kedua definisi di atas dapat penulis simpulkan bahwa pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial (perencanaan dan pelaksanaan) dalam konsep, menetapkan harga, melakukan promosi, dan mendistribusikan ide-ide, barang-barang, dan jasa-jasa untuk menciptakan pertukaran yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan setiap komponen yang terkait dalam kegiatan bisnis perusahaan (baik individu maupun kelompok), agar tujuan akhir yang menguntungkan perusahaan tercapai. 2.2 Bauran Pemasaran Philip Kotler dan Gary Armstrong (2008:8) mengemukakan bahwa: Bauran pemasaran adalah kumpulan alat pemasaran taktis terkendali yang dipandukan perusahaan untuk menghasilkan respon yang diinginkan pasar sasaran. Bauran pemasaran dikelompokkan menjadi empat variabel yang disebut ”4P” yaitu: 1. Produk (Product) 2 Berarti kombinasi barang jasa yang ditawarkan perusahaan pada pasar sasaran. 2. Harga (Price) Meliputi jumlah uang yang harus dibayar pelanggan untuk memperoleh produk. 3. Tempat (Place) Meliputi kegiatan perusahaan yang membuat produk tersedia bagi pelanggan sasaran. 4. Promosi (Promotion) Berarti aktivitas yang menyampaikan manfaat produk dan membujuk pelanggan pembelinya. 2.3 Pengertian Manajemen Pemasaran Manajemen pemasaran merupakan suatu proses penekanan pada efisiensi dan efektifitas dengan pengertian produktifitas. Efektifitas artinya memaksimalkan hasil yang hendak dicapai lebih dahulu, sedangkan efisiensi adalah meminimalkan pengeluaran biaya yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut. Definisi manajemen pemasaran menurut Boyd (2000:18) adalah sebagai berikut: ”Proses menganalisis, merencanakan, mengkoordinasikan dan mengendalikan program-program yang mencakup pengkonsepan, penetapan harga, promosi dan distribusi dari produk, jasa, dan gagasan yang menguntungkan dengan pasar sasaran untuk mencapai tujuan perusahaan.” 3 Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen pemasaran adalah kegiatan menganalisa, merencanakan, mengimplementasikan, dan mengawasi segala kegiatan guna memperoleh tingkat pertukaran yang menguntungkan dengan pembelian dalam rangka mencapai tujuan organisasi serta memberikan kepuasan bagi pihak yang terlibat. 2.4 Tujuan Pemasaran ”Tujuan pemasaran adalah memenuhi dan memuaskan kebutuhan serta keinginan pelanggan” Kotler (2007:182). Bidang ilmu perilaku konsumen mempelajari bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, memakai, serta memanfaatkan barang dan jasa, gagasan, atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Memahami perilaku dan mengenal pelanggan mungkin menyatakan kebutuhan dan keinginan mereka namun bertindak sebaliknya. Pelanggan mungkin tidak memahami motivasi perusahaan yang lebih dalam untuk memberikan pelayanan yang semaksimal mungkin. Pelanggan mungkin menanggapi pengaruh yang mengubah pada pikiran mereka. 2.5 Pengertian Merek Merek merupakan identitas dari barang atau jasa. Menurut Asosiasi Pemasaran Amerika dalam Kotler (2007:332) Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk 4 mengidentifikasi barang atau jasa penjual atau kelompok penjual dan untuk mendiferensiasikannya dari barang atau jasa pesaing. Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan feature, manfaat, dan jasa tertentu pada pembeli. Merek-merek terbaik akan memberikan jaminan kualitas. Merek memiliki enam tingkat pengertian, yaitu : a. Atribut : merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu. b. Manfaat : suatu merek lebih daripada serangkaian atribut. Pelanggan tidak membeli atribut, melainkan membeli manfaat. c. Nilai : merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. d. Budaya : merek juga mewakili budaya tertentu. e. Kepribadian : merek juga mencerminkan kepribadian tertentu, yaitu kepribadian bagi para penggunanya. f. Pemakai : merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Merek merupakan hal yang membedakan produk barang atau jasa sebuah perusahaan dari produk pesaing. Merek dapat meyakinkan pembeli bahwa mereka akan memperoleh kualitas barang yang sama jika mereka membeli ulang. Bagi penjual, merek adalah sesuatu yang dapat diiklankan dan lebih 5 mudah dikenali konsumen bila sedang diletakkan di etalase toko. Selain itu, merek juga menolong penjual mengendalikan pasar mereka, karena pembeli tidak mau dibingungkan oleh produk yang satu dengan produk yang lainnya. Membangun sebuah merek yang kuat tidak jauh berbeda dari membangun sebuah rumah. Untuk memperoleh bangunan yang kokoh, kita memerlukan pondasi yang kuat. Begitu juga dengan membangun dan mengembangkan merek (Rangkuti, 2004:5). Cara membangun merek diantaranya adalah: 1. Memiliki positioning yang tepat. Menempatkan semua aspek secara konsisten sehingga selalu menjadi nomor satu di benak pelanggan. 2. Memiliki brand value yang tepat Brand value adalah nilai-nilai yang terdapat di dalam merek. 3. Memiliki konsep yang tepat Konsep yang baik adalah dapat mengkomunikasikan semua elemen-elemen brand value dan positioning yang tepat, sehingga brand image dapat terus-menerus ditingkatkan. 2.5.1 Karisma Merek Menurut Pettis di dalam Simamora (2002:56) menyebutkan bahwa ”karisma merupakan kualitas suatu merek yang diperoleh dari aspek emosional, pembentukan hubungan dan kekuatan spiritual yang memberi 6 ilham. Karisma menyangkut semua hal yang berkaitan dengan loyalitas, ketaatan (devotion), harapan (hope), kepercayaan (trust), dan keyakinan (faith) di dalam merek”. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan kharisma merek yang kuat maka segala hal yang berkaitan dengan loyalitas, ketaatan, harapan, kepercayaan, dan keyakinan di dalam suatu merek juga akan kuat 2.5.2 Penentuan Strategi Merek Ada lima pilihan dalam penentuan strategi merek, yaitu: 1. Perluasan lini (line extension) Perluasan lini terjadi apabila perusahaan memperkenalkan unit produk tambahan dalam kategori produk yang sama dengan merek yang sama, biasanya dengan tampilan baru, seperti bentuk, rasa, warna, kandungan, ukuran kemasan, dan sebagainya. Pada umumnya perkenalan produk baru merupakan perluasan dini. Strategi ini dapat dilakukan apabila perusahaan dapat mengalami kelebihan kapasitas produksi atau perusahaan ingin memenuhi meningkatnya selera konsumen terhadap tampilan baru. 2. Perluasan Merek Perluasan merek dapat terjadi apabila perusahaan memutuskan untuk menggunakan merek yang sudah ada dalam satu kategori baru. Strategi perluasan merek memberikan sejumlah keuntungan karena merek tersebut pada umumnya lebih cepat dihargai (karena sudah dikenal sebelumnya), sehingga kehadirannya dapat cepat diterima konsumen. 7 3. Multi Brand Multi brand dapat terjadi apabila perusahaan memperkenalkan berbagai merek tambahan dalam kategori produk yang sama. Ada berbagai alasan untuk melakukan hal ini, tujuannya adalah untuk mencoba membentuk kesan, kenampakan (feature) serta daya tarik lain kepada konsumen sehingga lebih banyak pilihan. 4. Merek Baru Merek baru dapat dilakukan apabila perusahaan tidak memiliki satu pun merek yang sesuai dengan produk yang akan dihasilkan atau apabila citra merek tersebut tidak membantu produk baru tersebut. Kondisi ini menyebabkan perusahaan lebih baik menciptakan merek yang sama sekali baru dari pada menggunakan merek lama. 5. Merek Bersama (co-brand) Kecenderungan yang terjadi saat ini adalah meningkatnya strategi cobranding atau yang disebut juga dengan kerja sama branding. Co-branding terjadi apabila dua merek terkenal atau lebih digabung dalam suatu penawaran. Tujuan co-branding adalah agar merek yang satu dapat memperkuat merek yang lain sehingga dapat menarik minat konsumen. 8 2.5.3 Manfaat Merek Menurut Kotler dalam Simamora (2002:3) merek memiliki beberapa manfaat antara lain : 1. Bagi penjual * Merek memudahkan penjual mengolah pesanan dan menelusuri masalah-masalah yang timbul. * Merek memberikan perlindugan hukum atas keistimewaan atau ciri khas produk. * Memungkinkan untuk menarik sekelompok pembeli yang setia dan menguntungkan. * Merek membantu penjual melakukan segmentasi pasar. 2. Bagi masyarakat * Pemberian merek memungkinkan mutu produk lebih terjamin dan lebih konsisten. * Meningkatkan efisiensi pembeli karena merek dapat menyediakan informasi tentang produk dan tempat membelinya. * Meningkatkan inovasi-inovasi produk baru, karena produsen terdorong menciptakan keunikan-keunikan baru guna mencegah peniru dari pasar. 9 3. Bagi Pembeli * Merek bermanfaat untuk menceritakan mutu dan membantu memberi perhatian terhadap produk-produk baru yang mungkin bermanfaat bagi pembeli. 10 Tabel 1.1 Manfaat-manfaat Merek No. Manfaat Merek Deskripsi 1. Manfaat ekonomis Merek merupakan sarana bagi perusahaan untuk saling bersaing memperebutkan pasar. Konsumen memilih merek berdasarkan value for money yang ditawarkan berbagai merek. Relasi antara merek dan konsumen dimulai dengan penjualan premium harga bisa berfungsi layaknya asuransi risiko bagi perusahaan. Sebagian besar konsumen lebih suka memilih penyedia jasa yang lebih mahal namun diyakininya bakal memuaskannya ketimbang memilih penyedia jasa lebih murah yang tidak jelas kinerjanya. 2. Manfaat Fungsional 3. Manfaat Psikologis Merek memberikan peluang bagi diferensiasi. Selain memperbaiki kualitas (diferensiasi vertikal), perusahaan-perusahaan juga memperluas mereknya dengan tipe-tipe produk baru (diferensiasi horizontal). Merek memberikan jaminan kualitas. Apabila konsumen membeli merek yang sama lagi, maka ada jaminan bahwa kinerja merek tersebut akan konsisten dengan sebelumnya. Pemasar merek berempati dengan para pemakai akhir dan masalah yang akan diatasi merek yang ditawarkan. Merek memfasilitasi ketersediaan produk secara luas. Merek memudahkan iklan dan sponsorship. Merek merupakan penyederhanaan atau simplikasi dari semua informasi produk yang perlu diketahui konsumen. Pilihan merek tidak selalu didasarkan pada pertimbangan rasional. Dalam banyak kasus, faktor emosional (seperti gengsi dan citra sosial) memainkan peran dominan dalam keputusan pembelian Merek bisa memperkuat citra diri dan peresepsi orang lain terhadap pemakai/pemiliknya. Brand symbolism tidak hanya berpengaruh pada persepsi orang lain, namun juga pada identifikasi diri sendiri dengan obyek tertentu. Sumber :Fandy Tjiptono, Brand Management & Strategy, 2005 11 2.6 Pengertian Brand Image (Citra Merek) Citra tentang merek timbul dari kesan yang diperoleh dari konsumen manapun juga tentang produsen tertentu. Dalam pikiran konsumen yang terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung terdapat kekonsistenan citra tersebut. Citra merek adalah jenis asosiasi yang muncul dibenak konsumen ketika mengingat sebuah merek tertentu (Shimp, 2000:12). Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan pada sebuah merek. Menurut Tjiptono (2005:49), brand image atau brand description, yakni deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek (2004:244), tertentu. Pendapat ”Brand image lain dikemukakan adalah sekumpulan oleh Rangkuti asosiasi merek yang dipersepsikan oleh konsumen terhadap merek tertentu”. Sedangkan menurut Kotler (2007:225) citra merek (Brand image) adalah seperangkat keyakinan konsumen mengenai merek tertentu. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa citra merek (brand image) merupakan sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan oleh konsumen terhadap suatu merek tertentu. 2.6.1 Manfaat Brand Image (Citra Merek) Menurut Sutisna (2001:83) ada beberapa manfaat dari citra merek (brand image) yang positif, yaitu: 1. Konsumen dengan citra yang positf terhadap suatu merek, lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian. 12 2. Perusahaan dapat mengembangkan lini produk dengan memanfaatkan citra positif yang telah terbentuk terhadap merek produk lama. 3. Kebijakan family branding dan laverage branding dapat dilakukan apabila citra merek produk yang telah ada positif. 2.7 Pengertian Perilaku Konsumen Schiffman dan Kanuk (2004) istilah perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Sedangkan menurut Kotler (2007:201), perilaku konsumen adalah cara individu, kelompok, dan organisasi memilik, membeli, memakai, serta memanfaatkan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan hasrat mereka. Dari pengertian para ahli tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku konsumen merupakan tindakan-tindakan nyata yang dilakukan oleh individu atau kelompok, dan organisasi dalam memilih, membeli, memakai, serta memanfaatkan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. 13 2.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Menurut Kotler dan Keller (2007:197), ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan tindakan pembelian seperti karakteristik budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Faktor-faktor ini adalah sebagai berikut: 1. Faktor Budaya Budaya Budaya adalah susunan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari dari anggota suatu masyarakat, keluarga dan institusi lainnya. Setiap kebudayaan secara berangsur-angsur menghasilkan acuan perilaku sosial yang unik. Kebudayaan adalah kompleks, yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Budaya merupakan karakter yang penting dari suatu sosial yang membedakannya dari kelompok kultur yang lainnya. Dengan kata lain, kebudayaan mencakup kesemuanya yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan, ini merupakan faktor penentu yang sangat dasar dari perilaku konsumen. Sub Kebudayaan Subkebudayaan adalah subkebudayaan yang setiap kebudayaan yang mengandung lebih kecil, atau sekelompok orang-orang yang 14 mempunyai sistem nilai yang sama berdasarkan pengalaman dan situasi kehidupan yang sama. Subkebudayaan meliputi kewarganegaraan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis. Subkebudayaan disini dapat diartikan sebagai sistem nilai yang fungsinya adalah mendorong dan membimbing masyarakatnya menjawab tantangan yang mereka hadapi sepanjang masa. Sistem nilai tersebut merupakan ciri identitas sebuah kelompok masyarakat budaya. Kelas Sosial Kelas sosial adalah bagian-bagian masyarakat yang relatif permanen dan tersusun rapi yang anggota-anggotanya memiliki nilai, kepentingan dan perilaku yang serupa. Ukuran atau kriteria biasanya dipakai untuk menggolong-golongkan anggota-anggota masyarakat ke dalam kelaskelas tertentu ialah, kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dan ilmu pengetahuan. Kelas sosial dapat dikategorikan sebagai berikut, yaitu : a. Kelas sosial golongan atas memiliki kecenderungan membeli barangbarang yang mahal, membeli pada toko yang berkualitas dan lengkap, konservatif dalam konsumsinya, barang-barang yang dibeli cenderung untuk dapat menjadi warisan bagi keluarganya. b. Kelas sosial golongan menengah cenderung membeli barang untuk menampakkan kekayaannya, membeli barang dengan jumlah yang banyak 15 dan kualitasnya cukup memadai, dan cenderung membeli barang yang mahal dengan sistem kredit. c. Kelas sosial golongan rendah cenderung membeli barang dengan mementingkan kuantitas daripada kualitasnya. Pada umumnya membeli barang untuk kebutuhan sehari-hari, memanfaatkan penjualan barang-barang yang diobral atau penjualan dengan harga promosi. 2. Faktor Sosial Kelompok Acuan Perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok kecil. Kelompok yang secara langsung mempengaruhi dan dimiliki seseorang disebut kelompok keanggotaan. Kelompok acuan mengarahkan seseorang pada perilaku dan gaya hidup baru, sikap dan konsep diri orang tersebut. Keluarga Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan pengaruh tersebut telah diteliti secara ekstensif. Peran dan Status Setiap peran membawa status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan masyarakat. Seseorang seringkali memilih produk yang menunjukkan status mereka dalam masyarakat. 3. Faktor Pribadi Siklus Hidup 16 Orang membeli barang dan jasa berbeda untuk hidupnya. Hal ini dipengaruhi karena manusia memiliki siklus hidup untuk berubah dengan contoh orang akan berkembang dari bayi hingga dewasa. Pemasar sering menggunakan strategi siklus hidup manusia sebagai sasaran untuk melakukan penjualan produk mereka. Pekerjaan Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Sebuah perusahaan dapat berspesialisasi menghasilkan produk-produk yang dibutuhkan satu kelompok pekerjaan tertentu. Kondisi Ekonomi Situasi ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan produknya. Pemasar mengamati tren pendapatan, tabungan pribadi, dan tingkat bunga. Gaya Hidup Gaya hidup adalah pola kehidupan seseorang yang diperlihatkanya dalam kegiatan, minat, dan pendapat-pendapatnya. Gaya hidup menampilkan pola perilaku seseorang dan interaksinya di dunia. Kepribadian dan Konsep Diri Kepribadian dapat mempengaruhi perilaku pembelian. Kepribadiaan adalah karateristik psikologis unik seseorang yang menghasilkan tanggapan-tanggapan yang relatif konsisten dan menetap terhadap lingkungannya. Kepribadian biasanya dijelaskan dengan menggunakan 17 ciri-ciri seperti kepercayaan diri, dominasi, ketaatan, kemampuan bersosialisasi, daya tahan, dan kemampuan beradaptasi. 4. Faktor Psikologis Motivasi Motivasi individu merupakan faktor yang terpenting dalam memulai dan mengatur kegiatan-kegiatannya. Kegiatan yang serasi dengan motif-motif seseorang kepuasan sedang adalah menyenangkan dan mendatangkan kegiatan lain dapat saja menjengkelkan atau menimbulkan frustasi. Seorang individu dalam kehidupan bermasyarakat juga memerlukan motivasi untuk menjalani hidupnya, motivasi sendiri juga dapat mempengaruhi seeorang individu dalam melakukan pembelian. Motivasi ini pula yang membangun seseorang untuk melakukan perilaku pembelian. Motivasi adalah suatu kebutuhan yang secara cukup dirangsang untuk membuat seseorang mencari keputusan atas kebutuhannya. Persepsi Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan menginterprestasikan informasi untuk membentuk suatu gambaran yang berarti mengenai dunia. Orang yang sudah mempunyai motivasi untuk bertindak akan dipengaruhi persepsinya pada situasi dan kondisi yang sedang dihadapi. 18 Pembelajaran Ketika orang bertindak, mereka belajar. Pembelajaran meliputi perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Sebagian besar perilaku manusia adalah hasil belajar. Ahli teori pembelajaran yakin bahwa pembelajaran dihasilkan melalui perpaduan kerja antara pendorong, rangsangan, isyarat bertindak, tanggapan, dan penguatan. Teori pembelajaran mengajarkan para pemasar bahwa mereka dapat membangun permintaan atas produk dengan mengaitkannya pada dorongan yang kuat, menggunakan isyarat yang memberikan pendorong atau motivasi, dan memberikan pengukuran yang positif. Keyakinan dan Sikap Kepercayaan/keyakinan ini akan membentuk citra produk dan merek, serta orang akan bertindak berdasarkan citra tersebut. Sedangkan sikap akan mengarahkan seseorang untuk berperilaku yang relatif konsisten terhadap objek-objek yang sama. Keyakinan (belief) adalah pemikiran deskriptif seseorang mengenai sesuatu. Sedangkan sikap (attitude) adalah evaluasi, perasaan, dan kecenderungan seseorang terhadap suatu obyek atau gagasan. Seorang pemasar biasanya memperhatikan keyakinan konsumennya akan produknya, seringkali seorang pemasar harus merubah iklannya untuk membentuk keyakinan seorang individu dalam pemilihan suatu produk. Dalam hubungannya dengan perilaku konsumen, keyakinan dan sikap 19 sangat berpengaruh dalam menentukan suatu produk, merek, dan pelayanan. Keyakinan dan sikap konsumen terhadap suatu produk atau merek dapat diubah melalui komunikasi yang persuasif dan pemberian informasi yang efektif kepada konsumen. Dengan demikian konsumen dapat membeli produk atau merek baru, atau produk yang ada. 2.9 Keputusan Pembelian Konsumen Pengertian keputusan pembelian merupakan suatu rangkaian tindakan fisik maupun mental yang di alami oleh seseorang konsumen dalam melakukan pembelian. Konsumen yang telah melakukan pilihan terhadap berbagai alternatif, biasanya membeli produk yang paling disukai yang membentuk suatu keputusan untuk membeli. Adapun langkah-langkah konsumen dalam melakukan proses pengambilan keputusan pembelian, yaitu : Gambar 2.1 Proses Pengambilan Keputusan Membeli Mengenali Kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Keputusan Membeli Perilaku Paska Pembelian Sumber: Kotler Keller (2007:235) ; Nugroho J.Setiadi, SE,MM (2003:16) Dari diagram diatas dapat dijelaskan menurut Kotler bahwa tahap-tahap yang dilewati pembeli untuk mencapai keputusan membeli melewati lima tahap, yaitu: 20 Mengenali kebutuhan Proses membeli dimulai dengan pengenalan masalah dimana pembeli mengenali adanya masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan perbedaan antara keadaan nyata dan keadaan yang diinginkan. Pencarian informasi Seorang konsumen yang sudah terkait mungkin mencari lebih banyak informasi tetapi mungkin juga tidak. Bila dorongan konsumen kuat dan produk yang dapat memuaskan ada dalam jangkauan, konsumen kemungkinan menyimpan akan membelinya. kebutuhan dalam Bila tidak, ingatan atau konsumen melakukan dapat pencarian informasi yang berhubungan dengan kebutuhan tersebut. Pengaruh relatif dari sumber informasi ini bervariasi menurut produk dan pembeli. Pada umumnya, konsumen menerima sebagian besar informasi mengenai suatu produk dari sumber komersial, yang dikendalikan oleh pemasar. Akan tetapi, sumber paling efektif cenderung sumber pribadi. Sumber pribadi tampaknya bahkan lebih penting dalam mempengaruhi memberitahu pembelian pembeli, jasa. tetapi Sumber komersial sumber pribadi biasanya membenarkan atau mengevaluasi produk bagi pembeli. Evaluasi alternatif Tahap dari proses keputusan membeli, yaitu ketika konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merk alternatif dalam 21 perangkat pilihan. Konsep dasar tertentu membantu menjelaskan proses evaluasi konsumen. Pertama, kita menganggap bahwa setiap konsumen melihat produk sebagai kumpulan atribut produk. Kedua, konsumen akan memberikan tingkat arti penting berbeda terhadap atribut berbeda menurut kebutuhan dan keinginan unik masing-masing. Ketiga, konsumen mungkin akan mengembangkan satu himpunan keyakinan merek mengenai dimana posisi setiap merek pada setiap atribut. Keempat, harapan kepuasan produk total konsumen akan bervariasi pada tingkat atribut yang berbeda. Kelima, konsumen sampai pada sikap terhadap merek berbeda lewat beberapa prosedur evaluasi. Ada konsumen yang menggunakan lebih dari satu prosedur evaluasi, tergantung pada konsumen dan keputusan pembelian. Bagaimana konsumen mengevaluasi alternatif barang yang akan dibeli tergantung pada masing-masing individu dan situasi membeli spesifik. Dalam beberapa keadaan, konsumen menggunakan perhitungan dengan cermat dan pemikiran logis. Pada waktu lain, konsumen yang sama hanya sedikit mengevaluasi atau tidak sama sekali; mereka membeli berdasarkan dorongan sesaat atau tergantung pada intuisi. Kadangkadang konsumen mengambil keputusan membeli sendiri; kadangkadang mereka bertanya pada teman, petunjuk bagi konsumen, atau wiraniaga untuk memberi saran pembelian. Pemasar harus mempelajari pembeli untuk mengetahui bagaimana sebenarnya mereka 22 mengevaluasi alternatif merek. Bila mereka mengetahui proses evaluasi apa yang sedang terjadi, pemasar dapat membuat langkah-langkah untuk mempengaruhi keputusan membeli. Keputusan membeli Dalam tahap evaluasi, konsumen membuat peringkat merek dan membentuk niat untuk membeli. Pada umumnya, keputusan membeli konsumen adalah membeli merek yang paling disukai, tetapi dua faktor dapat muncul antara niat untuk membeli dan keputusan untuk membeli. Faktor pertama adalah sikap orang lain, yaitu pendapat dari orang lain mengenai harga, merek yang akan dipilih konsumen. Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak diharapkan, harga yang diharapkan dan manfaat produk yang diharapkan. Akan tetapi peristiwa-peristiwa yang tak diharapkan bisa menambah niat pembelian. Perilaku paska pembelian. Tahap dari proses keputusan pembeli, yaitu konsumen mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan pada rasa puas atau tidak puas. Yang menentukan pembeli merasa puas atau dengan suatu pembelian terletak pada tidak puas hubungan antara harapan konsumen dengan prestasi yang diterima dari produk. Bila produk tidak memenuhi harapan, konsumen merasa tidak puas, bila memenuhi harapan konsumen merasa puas, bila melebihi harapan konsumen akan merasa puas. Konsumen mendasarkan harapan mereka pada 23 informasi yang mereka terima dari penjual, teman dan sumber-sumber yang lain. Bila penjual melebih-lebihkan prestasi produknya, harapan konsumen tidak akan terpenuhi dan hasilnya kesenjangan antara harapan ketidakpuasan. dan prestasi, Semakin besar semakin besar ketidakpuasan kosumen. Hal ini menunjukkan bahwa pembeli harus membuat pernyataan yang jujur mengenai prestasi produknya sehingga pembeli akan puas. Semakin kompleks keputusan yang harus diambil biasanya semakin banyak pertimbangannya untuk membeli. Menurut Kotler (2000): adapun jenisjenis tingkah laku membeli konsumen berdasarkan pada derajat keterlibatan dan tingkat perbedaan antara merek, yaitu: a) Tingkah laku membeli yang komplek Tingkah laku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan keterlibatan tinggi konsumen dalam pembelian dan perbedaan besar yang dirasakan diantara merek. Pembeli ini akan melewati proses pembelajaran, pertama mengembangkan keyakinan mengenai produk, kemudian sikap, dan selanjutnya membuat pilihan membeli yang dipikirkan masak-masak. Pemasar dari produk yang banyak melibatkan peserta harus memahami tingkah laku pengumpulan informasi dan evaluasi dari konsumen yang amat terlibat. Mereka perlu membantu pembeli belajar mengenai atribut kelas produk dan 24 kepentingan relatif masing-masing, dan mengenai apa yang ditawarkan merk tertentu, mungkin dengan menguraikan panjang lebar keunggulan mereka lewat media cetak. b) Tingkah laku membeli yang mengurangi ketidakcocokan. Tingkah laku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan keterlibatan konsumen yang tinggi tetapi sedikit perbedaan yang dirasakan diantara merek. Tingkah laku membeli yang mengurangi ketidakcocokan terjadi ketika konsumen amat terlibat dalam pembelian barang yang mahal, jarang dibeli dan beresiko tetapi melihat sedikit perbedaan diantara merek. c) Tingkah laku membeli yang mencari variasi Konsumen menjalani tingkah laku membeli yang mencari variasi dalam situasi yang ditandai oleh keterlibatan konsumen rendah, tetapi perbedaan merk dianggap berarti. Dalam kategori produk seperti ini, strategi pemasaran mungkin berbeda untuk merk yang menjadi pemimpin pasar dan untuk merk yang kurang ternama. Perusahaan akan mendorong pencarian variasi dengan menawarkan harga rendah, penawaran khusus, kupon, sampel gratis, dan iklan yang menunjukkan alasan untuk mencoba sesuatu yang baru. d) Tingkah laku membeli yang menjadi kebiasaan. Tingkah laku membeli yang menjadi kebiasaan terjadi di bawah kondisi keterlibatan konsumen yang rendah dan perbedaan merek 25 yang dirasakan besar. Konsumen tampaknya mempunyai keterlibatan yang rendah dengan kebanyakan produk yang mempunyai harga murah dan sering dibeli. Dalam hal ini, tingkah laku konsumen tidak diteruskan lewat urutan keyakinan – sikap – tingkah laku yang biasa. Konsumen tidak mencari informasi secara ekstensif mengenai merek mana yang akan dibeli. Sebaliknya, mereka secara pasif menerima informasi ketika menonton televisi atau membaca majalah. Pengulangan iklan menciptakan pengenalan akan merek bukan keyakinan pada merek. Konsumen tidak membentuk sikap yang kuat terhadap suatu merek; mereka memilih merek karena sudah dikenal. Karena keterlibatan mereka dengan produk tidak tinggi, konsumen mungkin tidak mengevaluasi pilihan bahkan setelah membeli. Jadi, proses membeli melibatkan keyakinan merek yang terbentuk oleh pembelajaran pasif, diikuti dengan tingkah laku membeli, yang mungkin diikuti atau tidak dengan evaluasi. Karena pembeli tidak memberikan komitmen yang kuat pada suatu merek, pemasar produk yang kurang terlibat pada beberapa perbedaan merek seringkali menggunakan harga dan promosi penjualan untuk merangsang konsumen agar mau mencoba produk. 26 2.10 Pengaruh Brand Image (Citra Merek) Terhadap Keputusan Pembelian Brand image (citra merek) merupakan salah satu pertimbangan yang ada di benak konsumen sebelum membeli suatu produk. Image yang diyakini oleh konsumen mengenai suatu merek sangat bervariasi, tergantung pada persepsi masing-masing individu. Pada masyarakat yang semakin terbuka wawasannya mengenai kualitas dan performance suatu produk, brand image (citra merek) ini akan menjadi sangat penting. Suatu produk dengan brand image (citra merek) yang positif dan diyakini konsumen dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya, maka dengan sendirinya akan menumbuhkan keputusan pembelian konsumen akan barang dan jasa yang ditawarkan tersebut. Sebaliknya, apabila brand image (citra merek) sutu produk negatif dalam pandangan konsumen, maka keputusan konsumen terhadap produk tersebut akan rendah. Image positif yang secara tidak langsung akan membantu kegiatan perusahaan dalam mempromosikan produk yang dipasarkannya dan hal tersebut juga akan menjadi kekuatan bagi perusahaan dalam menghadapi persaingan. Semakin baik image suatu merek atau produk maka akan semakin tinggi tingkat pembelian konsumen dan semakin besar peluang produk tersebut dibeli oleh konsumen. 27