BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Keuangan 2.1.1 Pengertian Manajemen Keuangan Sebagian besar perusahaan pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu memaksimumkan laba dan menjaga kelangsungan hidup perusahaan agar dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Untuk dapat mencapai tujuannya, maka perusahaan memerlukan peran-peran penting agar dapat mendukung dalam pencapaian tujuan tersebut. Peran tersebut tidak lepas dari peran manajemen keuangan. Manajemen keuangan merupakan salah satu bagian dari aktivitas perusahaan yang memiliki tanggung jawab dalam perolehan dan pengelolaan dana sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Gitman (2012;4) pengertian manajemen keuangan sebagai berikut : “Management finance is concerned with the duties of the financial manager in the business firm. Financial managers actively manage the financial affairs of any type of business-financial, private and public, large and small, profit seeking and non profit. They perform such varied financial tasks as planning, extending credit to customers, evaluating purposed large expenditures, and raising money to fund the firm’s operation.” Apabila diartikan manajemen keuangan adalah berkaitan dengan tugas dari manajer keuangan di suatu perusahaan. Seorang manajer keuangan secara aktif mengelola urusan-urusan keuangan dari semua jenis bisnis, swasta maupun publik, besar ataupun kecil, untuk mencari keuntungan ataupun tidak. Manajer keuangan melakukan beberapa fungsi keuangan seperti perencanaan, memperluas kredit kepada pelanggan, menilai berbagai pengeluaran, dan menghimpun dana untuk keperluan operasi perusahaan. 15 16 Sedangkan Husnan dan Pudjiastuti (2006;4) menyatakan bahwa : “Manajemen keuangan menyangkut kegiatan perencanaan, analisis dan pengendalian kegiatan keuangan.” Selanjutnya Sutrisno (2003;3) mendefinisikan manajemen keuangan sebagai berikut : “Manajemen keuangan atau sering disebut pembelanjaan dapat diartikan sebagai semua aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan usaha-usaha mendapatkan dana perusahaan dengan biaya yang murah serta usaha untuk menggunakan dan mengalokasikan dana tersebut secara efisien.” Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen keuangan merupakan aspek dalam perusahaan yang berperan penting dalam merencanakan, mengorganisasi, mengarahkan, dan mengalokasikan dana perusahaan dengan cara yang paling efisien. 2.1.2 Fungsi Manajemen Keuangan Perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya membutuhkan manajemen keuangan untuk mengatasi masalah-masalah keuangan dalam kegiatan usaha. Masalah-masalah keuangan tersebut antara lain seperti sumber dana yang diperoleh untuk menjalankan usaha, bagaimana memperoleh sumber dana dan bagaimana cara menggunakan dana perusahaan dengan cara yang paling efisien. Oleh sebab itu, manajemen keuangan memiliki fungsi untuk memecahkan masalah keuangan perusahaan. Menurut Martono dan Harjito (2010;4) fungsi utama manajemen keuangan terdiri dari tiga keputusan yang harus dilakukan yaitu : 1. Keputusan Investasi (Investment Decision) Investasi diartikan sebagai penanaman modal perusahaan. Penanaman modal dapat dilakukan pada aktiva riil ataupun aktiva finasiil. Aktiva riil merupakan aktiva yang bersifat fisik atau dapat dilihat jelas secara fisik, misalnya persediaan barang, gedung, tanah, dan bangunan. Sedangkan aktiva finansiil merupakan aktiva berupa surat-surat berharga seperti saham dan obligasi. Keputusan investasi merupakan keputusan terhadap 17 aktiva apa yang akan dikelola oleh perusahaan. Keputusan investasi ini berpengaruh secara langsung terhadap besarnya rentabilitas investasi dan aliran kas perusahaan untuk waktu-waktu yang akan datang. Rentabilitas investasi (return on investment) merupakan kemampuan perusahaan memperoleh laba yang dihasilkan dari suatu investasi. 2. Keputusan Pendanaan (Financing Decision) Keputusan pendanaan menyangkut beberapa hal. Pertama, keputusan mengenai penetapan sumber dana yang diperlukan untuk membiayai investasi. Sumber dana yang akan digunakan untuk membiayai investasi tersebut dapat berupa hutang jangka pendek, hutang jangka panjang, dan modal sendiri. Kedua, penetapan tentang perimbangan pembelanjaan yang terbaik atau sering disebut struktur modal yang optimum. Struktur modal optimum merupakan perimbangan hutang jangka panjang dan modal sendiri dengan biaya modal rata-rata minimal. 3. Keputusan Pengelolaan Aktiva (Assets Management Decision) Pengalokasian dana yang digunakan untuk pengadaan dan pemanfaatan asset menjadi tanggung jawab manajer keuangan. Tanggung jawab tersebut menuntut manajer keuangan lebih memperhatikan pengelolaan aktiva lancar daripada aktiva tetap. Manajer keuangan yang konservatif akan mengalokasikan dananya sesuai dengan jangka waktu aset yang didanai. Hal ini untuk mengurangi risiko kegagalan dalam pengembalian hutang perusahaan. 2.1.3 Tujuan Manajemen Keuangan Manajemen keuangan berkaitan dengan tugas manajer di dalam perusahaan. Sebelum mengambil kendali untuk mengelola keuangan perusahaan, manajer keuangan perlu untuk menetapkan tujuan yang ingin dicapai. Sundjaja dan Barlian (2002;60) menyatakan bahwa : “Tujuan perusahaan yang harus dicapai oleh semua manajer dan karyawan adalah untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham.” 18 Sedangkan tujuan perusahaan menurut Brealey, Myers, dan Marcus (2008;11) adalah : “Memaksimalkan nilai pasar perusahaan pada saat ini dari investasi pemegang saham atas perusahaan.” Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa tujuan perusahaan adalah mensejahterakan para pemegang saham dengan cara memaksimalkan nilai pasar yang pada akhirnya akan memberikan keuntungan yang besar pada investasi yang ditanamkan oleh pemegang saham atas perusahaan. 2.2 Laporan Keuangan Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan yang disusun berdasarkan hasil dari perhitungan-perhitungan akuntansi yang memuat tentang kekayaan yang dimiliki perusahaan dan bagaimana perusahaan memperoleh sumber-sumber kekayaan tersebut. Laporan keuangan menggambarkan posisi keuangan dan hasil yang dicapai oleh perusahaan pada suatu periode, oleh sebab itu laporan keuangan dapat digunakan untuk menunjukkan bagaimana kinerja suatu perusahaan di masa sekarang, masa lalu, dan masa yang akan datang. Pengertian laporan keuangan menurut Sutrisno (2003;9) yaitu : “Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi yang meliputi dua laporan utama yakni, neraca dan laba rugi. Laporan keuangan disusun dengan maksud untuk menyediakan informasi keuangan suatu perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan di dalam pengambilan keputusan.” Sedangkan Hanafi dan Halim (2003;51) mendefinisikan laporan keuangan sebagai : “Salah satu sumber informasi yang penting disamping informasi lain seperti informasi industri, kondisi perekonomian, pangsa pasar perusahaan, kualitas manajemen, dan lainnya.” 19 Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi merupakan pencerminan dari kinerja manajemen pada suatu periode tertentu. Laporan keuangan dibuat oleh perusahaan dengan tujuan memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap aktivitas perusahaan. 2.2.1 Tujuan dan Kegunaan Laporan Keuangan Setiap aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan mempunyai tujuan tersendiri. Demikian pula pada proses pembuatan laporan keuangan perusahaan, memiliki beberapa tujuan. Menurut Prastowo dan Juliaty (2002;5) laporan keuangan disusun dengan tujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut antara lain : 1. Informasi mengenai posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan sangat diperlukan untuk dapat melakukan evaluasi atas kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas (dan setara kas), waktu serta kepastian dari hasil tersebut. Posisi keuangan perusahaan dipengaruhi oleh sumber daya yang dikendalikan, struktur keuangan, likuiditas dan solvabilitas serta kemampuan beradaptasi dengan perubahan lingkungan. 2. Informasi kinerja perusahaan, terutama profitabilitas diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan, sehingga dapat memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan kas (dan setara kas) serta untuk merumuskan efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya. 3. Informasi perubahan posisi keuangan perusahaan bermanfaat untuk menilai aktivitas investasi, pendanaan dan operasi perusahaan selama periode pelaporan. Selain berguna untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas (dan setara kas), informasi ini juga berguna untuk menilai kebutuhan perusahaan dalam memanfaatkan arus kas tersebut. 20 2.2.2 Pihak-Pihak yang Berkepentingan dengan Laporan Keuangan Laporan keuangan dibuat untuk menginformasikan kondisi keuangan perusahaan yang bersangkutan agar diketahui oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan memiliki hak untuk itu. Pihak-pihak tersebut menggunakan laporan keuangan berdasarkan kepentingan yang berbeda-beda. Oleh karena itu laporan keuangan disusun sedemikian rupa agar dapat memenuhi kebutuhan semua pihak. Menurut Prastowo dan Juliaty (2002;4) pemakai laporan keuangan ini meliputi : 1. Investor Para investor (dan penasehatnya) berkepentingan terhadap risiko yang melekat dan hasil pengembangan dari investasi yang dilakukannya. Investor ini membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah harus membeli, menahan atau menjual investasi tersebut. Selain itu, mereka juga tertarik pada informasi yang memungkinkan melakukan penilaian terhadap kemampuan perusahaan dalam membayar dividen. 2. Kreditor (pemberi pinjaman) Para kreditor tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo. 3. Pemasok dan kreditor usaha lainnya Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terhutang akan dibayar pada saat jatuh tempo. Kreditur usaha berkepentingan pada perusahaan dalam tenggang waktu yang lebih pendek dibanding investor. 4. Shareholder’s (para pemegang saham) Para pemegang saham berkepentingan dengan informasi mengenai kemajuan perusahaan, pembagian keuntungan yang akan diperoleh, dan penambahan modal dan untuk business plan selanjutnya. 21 5. Pelanggan Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang dengan atau bergantung pada perusahaan. 6. Pemerintah Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada dibawah kekuasaannya berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan oleh karenanya berkepentingan dengan aktivitas perusahaan. Selain itu, mereka juga membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya. 7. Karyawan Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakilinya tertarik pada informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka melakukan penilaian atas kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun dan kesempatan kerja. 8. Masyarakat Perusahaan mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara, seperti pemberian kontribusi pada perekonomian nasional, termasuk jumlah orang yang dipekerjakan dan perlindungan kepada para penanam modal domestik. Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya. 2.2.3 Keterbatasan Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan alat yang dapat memberikan banyak kegunaan, tetapi terlepas dari itu laporan keuangan juga memiliki beberapa keterbatasan. Keterbatasan tersebut menurut Darsono dan Ashari (2004;25) antara lain : 22 1. Penyajian dikelompokkan pada akun-akun yang material, tidak bisa rinci sekali. 2. Laporan keuangan sering disajikan terlambat, sehingga informasinya kadaluarsa. Keterlambatan sebenarnya tergantung pada ketertiban administrasinya, jika sistemnya baik, maka akan cepat tersaji apalagi menggunakan komputerisasi. 3. Laporan keuangan menekankan pada harga historis (harga perolehan), sehingga jika terjadi perubahan nilai perlu dilakukan penyesuaian. 4. Penyajian laporan keuangan dilakukan dengan bahasa teknis akuntansi, sehingga bagi orang awam perlu belajar dulu, tetapi bagi pelaku bisnis akan mudah karena menggunakan bahasa bisnis. 5. Laporan keuangan mengikuti Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang mungkin terjadi perubahan aturan setiap tahun. Perlu diingat bahwa Ikatan Akuntan Indonesia terus melakukan penyempurnaan SAK untuk mencapai harmonisasi dengan standar akuntansi internasional. Tujuannya agar lebih berkualitas dan dapat diperbandingkan dengan laporan keuangan perusahaan sejenis pada berbagai negara. 2.3 Analisis Laporan Keuangan 2.3.1 Pengertian Analisis Laporan Keuangan Analisis laporan keuangan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memberi informasi secara lebih spesifik dalam rangka membantu proses pengambilan keputusan. Bagi perusahaan analisis laporan keuangan digunakan untuk mengetahui bagaimana keadaan dan perkembangan usahanya, dan dapat dilakukan perbandingan hasil-hasil yang telah dicapai dari satu periode ke periode lainnya. Sedangkan bagi investor analisis laporan keuangan juga diperlukan untuk mengetahui kinerja perusahaan dan pengembalian dari dana yang diinvestasikan pada perusahaan. juga tingkat 23 Menurut Prastowo dan Julianty (2002;52) yang dimaksud dengan analisis laporan keuangan adalah : “Suatu proses untuk membedah laporan keuangan ke dalam unsur-unsurnya, menelaah masing-masing unsur tersebut, dan menelaah hubungan diantara unsur-unsur tersebut, dengan tujuan untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang baik dan tepat atas laporan keuangan itu sendiri.” Selanjutnya Bernstein dalam Prastowo dan Julianty (2002;52) memberi definisi analisis laporan keuangan sebagai berikut : “Financial statement analysis is the judgemental process that aims to evaluate the current and past financial positions and results of operation of an enterprise, with primary objective of determining the best possible estimates and predictions about future conditions and performance.” Apabila diartikan analisis laporan keuangan adalah proses yang bertujuan untuk mengevaluasi posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan saat ini dan masa lalu, dengan tujuan utama untuk menentukan estimasi terbaik dan prediksi tentang kondisi masa depan dan kinerja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa analisis laporan keuangan merupakan perhitungan yang lebih rinci atas laporan keuangan dengan tujuan memberikan informasi yang lebih mendalam mengenai kondisi keuangan perusahaan. 2.3.2 Tujuan Analisis Laporan Keuangan Analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan pada dasarnya untuk mengetahui tingkat kesehatan dan prospek perusahaan di masa yang akan datang. Adapun tujuan analisis laporan keuangan menurut Harahap (2004;195) sebagai berikut : 1. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, lebih dalam daripada yang terdapat dari laporan keuangan biasa. 2. Dapat menggali informasi yang tidak tampak secara kasat mata (explicit) dari suatu laporan keuangan atau yang berada di balik laporan (implicit). 3. Dapat mengetahui kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan. 24 4. Dapat membongkar hal-hal yang bersifat tidak konsisten dalam hubungannya dengan suatu laporan keuangan baik dikaitkan dengan komponan intern laporan keuangan maupun kaitannya dengan informasi yang diperoleh dari luar perusahaan. 5. Mengetahui sifat-sifat hubungan yang akhirnya dapat melahirkan modelmodel dan teori-teori yang terdapat di lapangan seperti untuk prediksi, peningkatan (rating). 6. Dapat memberikan informasi yang diinginkan oleh para pengambil keputusan. 7. Dapat menentukan peringkat (rating) perusahaan menurut kriteria tertentu yang sudah dikenal dalam dunia bisnis. 8. Dapat membandingkan situasi perusahaan dengan perusahaan lain dengan periode sebelumnya. 9. Dapat memahami situasi dan kondisi keuangan yang dialami perusahaan, baik posisi keuangan, hasil usaha, struktur keuangan, dan sebagainya. 10. Bisa juga memprediksi potensi apa yang mungkin dialami perusahaan di masa yang akan datang. 2.3.3 Keterbatasan dan Kelemahan Analisis Laporan Keuangan Analisis laporan keuangan memiliki beberapa keterbatasan dan kelemahan Harahap (2004;201) menguraikan beberapa keterbatasan laporan keuangan, seperti : 1. Laporan keuangan dapat bersifat historis, yaitu merupakan laporan atas kejadian yang telah lewat. Karenanya, laporan keuangan tidak dapat dianggap sebagai laporan mengenai keadaan saat ini, karenanya akuntansi tidak hanya satu-satunya sumber informasi dalam proses pengambilan keputusan ekonomi. 2. Laporan keuangan menggambarkan nilai harga pokok atau nilai pertukaran pada saat terjadinya transaksi, bukan harga saat ini. 25 3. Laporan keuangan bersifat umum, dan buka dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu. Informasi disajikan untuk dapat digunakan semua pihak. Sehingga terpaksa selalu memperhatikan semua pihak pemakai yang sebenarnya mempunyai perbedaan kepentingan. 4. Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan taksiran dan berbagai pertimbangan dalam memilih alternatif dari berbagai pilihan yang ada yang sama-sama dibenarkan tetapi menimbulkan perbedaan angka laba maupun aset. 5. Akuntansi tidak mencakup informasi yang tidak material. Demikian pula, penerapan prinsip akuntansi terhadap suatu fakta atau pos tertentu mungkin tidak dilaksanakan jika hal ini tidak menimbulkan pengaruh yang material terhadap kelayakan laporan keuangan. Batasan terhadap istilah dan jumlahnya agak kabur. 6. Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian; bila terdapat beberapa kemungkinan kesimpulan yang tidak pasti mengenai penilaian suatu pos, maka lazimnya dipilih alternatif yang menghasilkan laba bersih atau nilai aktiva yang paling kecil. Dalam keadaan lain disebutkan jika ada indikasi rugi maka harus dicatat tetapi jika ada indikasi laba tidak boleh dicatat. Sehingga ada holding gain yang tidak diungkapkan. 7. Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis, dan pemakai laporan diasumsikan memahami bahasa teknis akuntansi dan sifat dari informasi yang dilaporkan. 8. Akuntansi didominasi informasi kuantitatif. Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dapat dikuantifikasikan umumnya diabaikan. Namun bisa saja informasi kuantitatif dapat gambaran atau indikasi informasi kualitatif. 9. Perubahan dalam tenaga beli uang jelas ada akan tetapi hal ini tidak tergambar dalam laporan keuangan. 26 Di samping keterbatasan, adapun kelemahan analisis laporan keuangan menurut Harahap (2004;152) antara lain : 1. Analisis laporan keuangan didasarkan pada laporan keuangan, oleh karenanya kelemahan laporan keuangan harus selalu diingat agar kesimpulan dari analisis itu tidak salah. 2. Objek analisis laporan keuangan hanya laporan keuangan. Untuk menilai suatu laporan keuangan tidak cukup hanya dari angka-angka laporan keuangan. Kita juga harus melihat aspek lainnya seperti tujuan perusahaan, situasi ekonomi, situasi industri, gaya manajemen, budaya perusahaan, dan budaya masyarakat. 3. Objek analisis adalah data historis yang menggambarkan masa lalu dan kondisi ini bisa berbeda dengan kondisi masa depan. 4. Jika kita melakukan perbandingan dengan perusahaan lain maka perlu dilihat beberapa perbedaan prinsip yang bisa menjadi penyebab perbedaan angka, misalnya : a. Prinsip akuntansi, b. Ukuran perusahaan, c. Jenis industri, d. Periode laporan, e. Laporan individual/laporan konsolidasi, f. Jenis perusahaan aspek profit motive dan non profit motive. 5. Laporan keuangan hasil konsolidasi atau hasil konversi mata uang asing perlu mendapat perhatian tersendiri karena perbedaan bisa saja timbul karena masalah kurs konversi atau metode konsolidasi. 6. Kelemahan analisis rasio Teknik analisis rasio merupakan sebagian dari konsep analisis laporan keuangan. Teknik analisis rasio memiliki kelemahan sebagai berikut : a. Rasio itu diambil dari data akuntansi yang juga memiliki sifat-sifat tersendiri yang harus diketahui dan memerlukan tafsiran tersendiri. Dan bukan tidak mungkin data akuntansi itu sendiri mengandung data manipulasi atau kesalahan-kesalahan lainnya. 27 b. Dalam menilai suatu rasio baik atau buruk, analis harus hati-hati. Turn over yang tinggi belum tentu baik. Mungkin perusahaan melakukan obral besar-besaran dan cenderung mau bangkrut atau mungkin jenis perusahaannya berbeda. c. Membandingkan dengan “Industrial ratio” (yang belum ada di Indonesia) harus hati-hati. Karena banyak trik-trik yang digunakan manajemen untuk memperbaiki rasio. d. Harus juga disadari bahwa laporan keuangan yang dianalisis tidak menggambarkan perubahan nilai uang dan tenaga belinya. e. Hati-hati terhadap kemungkinan adanya window dressing, income smoothing, atau laporan konsolidasi. 2.3.4 Metode Analisis Laporan Keuangan Analisis laporan keuangan digunakan untuk kepentingan informasi yang berbeda-beda. Untuk itu, metode analisis laporan keuangan diklasifikasikan sesuai dengan informasi yang ingin dicapai. Menurut Prastowo dan Juliaty (2002;54), metode analisis laporan keuangan dapat diklasifikasikan menjadi dua klasifikasi, antara lain : 1. Metode analisis horizontal (dinamis), yaitu metode analisis yang dilakukan dengan cara membandingkan laporan keuangan untuk beberapa tahun (periode), sehingga dapat diketahui perkembangan dan kecenderungannya. Disebut metode horizontal karena analisis ini membandingkan pos yang sama untuk periode yang berbeda. Disebut metode analisis dinamis karena metode ini bergerak dari tahun ke tahun (periode). 2. Metode analisis vertikal (statis), yaitu metode analisis yang dilakukan dengan cara menganalisis laporan keuangan pada tahun (periode) tertentu, yaitu dengan membandingkan antara pos yang satu dan pos lainnya pada laporan keuangan yang sama untuk tahun (periode) yang sama. Oleh karena membandingkan antara pos yang satu dengan pos lainnya pada laporan keuangan yang sama, maka disebut metode vertikal. Disebut 28 metode statis karena metode ini hanya membandingkan pos-pos laporan keuangan pada tahun (periode) yang sama. 2.4 Kinerja Keuangan 2.4.1 Pengertian Penilaian Kinerja Kinerja adalah hasil yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Kinerja suatu perusahaan dapat dilihat dari perspektif keuangan perusahaan dengan cara melakukan penilaian kinerja keuangan. Hal ini dilakukan untuk memonitor efektifitas manajemen dalam menjalankan kegiatan bisnisnya, yang pada gilirannya akan dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan perusahaan. Menurut Jumingan (2008;239) kinerja adalah: “Gambaran prestasi yang dicapai perusahaan operasionalnya baik menyangkut aspek dalam kegiatan keuangan, aspek pemasaran, aspek penghimpunan dana dan penyaluran dana, aspek teknologi, maupun aspek sumber daya manusianya”. Adapun pengertian penilaian kinerja menurut Muljono (1999:63) dalam jurnal Kurniawati (2012) yaitu : “Suatu penilaian yang dilakukan secara sistematis, mandiri (independen) objektif dengan berorientasi ke masa yang akan datang, atas kebijakan manajemen dalam mengelola sumber daya dan dana yang dipercayakan kepadanya dalam rangka meningkatkan profitabilitas maupun pencapaian tujuan lainnya, serta untuk meningkatkan kemampuan pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen yang lebih baik.” Oleh sebab itu, penilaian kinerja perlu dilakukan oleh perusahaan agar perusahaan dapat mengetahui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki serta kondisi perusahaan yang sesungguhnya apakah perusahaan berkembang, bertahan, atau mengalami kegagalan. 29 Selanjutnya Habib (2008;91) mengatakan : “Suatu hasil yang dicapai oleh perusahaan atas berbagai aktivitas yang dilakukan dalam menggunakan sumber keuangan yang tersedia dan dapat dilihat dari laporan keuangan dan analisis rasio keuangan.” Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja merupakan pengukuran yang dapat dilakukan oleh perusahaan dengan cara menganalisis laporan keuangan untuk menilai sejauh mana prestasi kerja yang telah dicapai. 2.4.2 Tujuan Penilaian Kinerja Tujuan penilaian kinerja adalah untuk membantu perusahaan dalam proses pengambilan keputusan. Adapun secara terperinci tujuan dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan menurut Munawir (2004;31) antara lain untuk mengetahui : 1. Tingkat likuiditas, yaitu kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban keuangan saat ditagih. 2. Tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuntungannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun keuangan jangka panjang. 3. Tingkat rentabilitas, yaitu suatu kemampuan perusahaan menghasilkan laba pada periode tertentu. 4. Stabilitas usaha, yaitu kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil dan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar dividen secara teratur. 2.4.3 Pengukuran dalam Penilaian Kinerja Penilaian kinerja perusahaan dapat diukur melalui berbagai perspektif. Untuk itu, terdapat beragam ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja suatu perusahaan. Menurut Mulyadi (2001;434) terdapat tiga ukuran 30 yang dapat digunakan yaitu kriteria tunggal (single criteria), kriteria beragam (multiple criteria), dan kriteria gabungan (competitive criteria). 1. Kriteria tunggal (single criteria) Mengukur kinerja karyawan dimana orang akan cenderung memusatkan usahanya kepada kriteria tersebut dengan akibat diabaikannya kriteria lain, yang memungkinkan sama pentingnya dalam menentukan sukses atau tidaknya suatu perusahaan atau bagiannya. 2. Kriteria beragam (multiple criteria) Aspek kinerja manajer dicari ukurannya, sehingga seorang manajer diukur kinerjanya dengan beragam kriteria. Tujuannya agar manajer yang diukur kinerjanya mengarahkan usahanya kepada berbagai kinerja. 3. Kriteria gabungan (competitive criteria) Pembobotan angka tertentu kepada beragam kriteria kinerja untuk mendapatkan ukuran tunggal kinerja manajer, setelah memperhitungkan bobot beragam kriteria kinerja masing-masing. 2.5 Analisis Rasio 2.5.1 Pengertian Analisis Rasio Untuk menilai kinerja suatu perusahaan, maka diperlukan suatu angka yang dapat mengintepretasikan keadaan keuangan yang sebenarnya. Oleh sebab itu perusahaan melakukan perhitungan angka rasio untuk membantu dalam proses pengevaluasian kinerja. Angka rasio dapat digunakan sebagai alat pembanding dan penghubung antara satu data dengan yang lainnya. Menurut Keown, dkk (2011;74) rasio keuangan adalah : “Penulisan ulang data akuntansi ke dalam bentuk perbandingan dalam rangka mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan keuangan perusahaan.” Sehingga hasil intrepretasi dari angka tersebut dapat memberikan gambaran secara lebih spesifik mengenai keadaan keuangan perusahaan. 31 Selanjutnya Gitman (2012;67) mendefinisikan analisis rasio sebagai berikut : “Ratio analysis involves methods of calculating and interpreting financial ratios to analyze and monitor the firm’s performance.” Apabila diartikan analisis rasio melibatkan metode untuk perhitungan dan penafsiran rasio keuangan untuk menganalisis dan memantau kinerja perusahaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa analisis rasio merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dengan angka pembanding yaitu rasio keuangan. 2.5.2 Manfaat Analisis Rasio Pihak yang menggunakan analisis rasio untuk menilai kinerja suatu perusahaan memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, manfaat yang didapatkan bagi masing-masing pihak juga berbeda. Menurut Irawati (2006;24) manfaat rasio keuangan dapat dilihat dari 2 sudut pandang yaitu pihak intern (manajemen) dan pihak ekstern (investor) : 1. Pihak Intern (Manajemen) Dalam sudut pandang pihak intern perusahaan atau manajemen analisis rasio keuangan berguna sebagai cara untuk: a. Mengantisipasi keadaan di masa yang akan datang. b. Sebagai titik tolak bagi tindakan perencanaan yang akan mempengaruhi jalannya kejadian di masa yang akan datang. 2. Pihak Ekstern (Investor) Dari sudut pandang ekstern manfaat analisis rasio keuangan adalah untuk menentukan prediksi, apakah perusahaan tersebut bisa berkembang dalam arti dapat melakukan operasionalnya kembali atau malah perusahaan tersebut gulung tikar, sehingga akan mempengaruhi keberadaan pihak ekstern di dalam perusahaan. 32 2.5.3 Jenis Rasio Keuangan Secara garis besar, terdapat 5 rasio keuangan yang dapat digunakan untuk menilai kinerja keuangan suatu perusahaan. Menurut Sutrisno (2003;15) dan Sawir (2003;8) jenis-jenis rasio keuangan tersebut antara lain : 1. Rasio Likuiditas Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan kas ketika kebutuhan tersebut meningkat atau menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban financial yang berjangka pendek tepat pada waktunya. 2. Rasio Solvabilitas Rasio ini mengukur sejauh mana pendanaan perusahaan dengan hutang relatif terhadap ekuitas dan kemampuan untuk membayar bunga dan beban tetap lainnya atau menunjukkan kapasitas perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik itu jangka pendek maupun jangka panjang. 3. Rasio Aktivitas Rasio ini mengukur seberapa efektif perusahaan memanfaatkan semua sumber daya yang ada pada pengendaliannya. Rasio aktivitas melibatkan perbandingan antara tingkat penjualan dan investasi pada berbagai jenis aktiva. 4. Rasio Penilaian Rasio ini adalah ukuran yang paling komprehensif untuk menilai hasil kerja perusahaan, karena rasio tersebut mencerminkan kombinasi pengaruh rasio-risiko dan rasio hasil pengembalian. 5. Rasio Profitabilitas Rasio ini mengukur kinerja keseluruhan sebuah perusahaan dan efisiensinya dalam mengelola aktiva, kewajiban dan ekuitas atau dapat mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan memperoleh laba baik hubungannya dengan penjualan, assets, maupun laba bagi modal sendiri. 33 2.6 Rasio Likuiditas 2.6.1 Pengertian Rasio Likuiditas Likuiditas merupakan kondisi dimana perusahaan mampu membayar kewajiban jangka pendeknya pada saat jatuh tempo. Perusahaan yang mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat jatuh tempo maka dapat dinyatakan dalam keadaan yang likuid. Sebaliknya, jika perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya maka perusahaan dinyatakan dalam keadaan tidak likuid. Pengertian rasio likuiditas menurut Horne (2012;167) adalah : “Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi liabilitas jangka pendeknya.” Selanjutnya menurut Tangkilisan (2003;244) pengertian rasio likuiditas sebagai berikut : “Rasio likuiditas menunjukkan apakah sebuah perusahaan memiliki aktiva lancar likuid cukup untuk memenuhi kewajiban jatuh tempo atau kewajiban jangka pendek.” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rasio likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk membayar utangnya yang harus segera dipenuhi dengan aktiva lancar yang dimilikinya. 2.6.2 Jenis-Jenis Rasio Likuditas Rasio likuiditas dapat diukur melalui berbagai jenis rasio didalamnya. Menurut Irawati (2005;27) beberapa jenis rasio likuiditas antara lain : 1. Current Ratio Merupakan rasio yang membandingkan antara aktiva lancar yang dimiliki perusahaan dengan hutang jangka pendek. Tujuan dari rasio ini adalah untuk menilai kemampuan suatu perusahaan dalam melunasi kewajiban lancar (utang lancar) yang telah jatuh tempo. 34 2. Working Capital to Total Assets Ratio Rasio ini mengukur likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja neto dari jumlah aktiva, atau kemampuan suatu perusahaan dalam menjamin modal kerjanya terhadap total aktiva. 2.7 Rasio Solvabilitas 2.7.1 Pengertian Rasio Solvabilitas Solvabilitas adalah kondisi dimana perusahaan mampu membayar semua kewajiban kepada pihak ketiga pada saat jatuh tempo. Perusahaan yang solvabel memiliki nilai harta yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai seluruh kewajibannya. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan mampu untuk menutupi kewajibannya dengan harta yang dimiliki oleh perusahaan. Menurut Keown, dkk (2011;83) : “Rasio ini menunjukkan berapa banyak hutang yang digunakan untuk membiayai aset-aset perusahaan.” Sedangkan Husnan dan Pudjiastuti (2006;70) mendefinisikan rasio solvabilitas sebagai : “Rasio yang mengukur seberapa jauh perusahaan menggunakan hutang.” Berdasarkan kedua definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa rasio solvabilitas merupakan rasio yang menunjukkan seberapa besar aktiva yang dimiliki perusahaan dibiayai oleh hutang. Perusahaan yang memiliki rasio solvabilitas yang tinggi memiliki risiko kerugian yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan dengan rasio solvabilitas yang rendah. 2.7.2 Jenis-Jenis Rasio Solvabilitas Rasio solvabilitas dapat diukur melalui berbagai jenis rasio di dalamnya. Menurut Irawati (2005;44) dan Sawir (2003;25) beberapa jenis rasio solvabilitas antara lain: 35 1. Time Interest Earned Ratio Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi beban tetapnya berupa bunga dengan laba yang diperolehnya. 2. Book Value of Equity to Book Value of Debt Rasio ini merupakan kebalikan dari rasio utang per modal sendiri (DER) yang lebih terkenal. Nilai modal sendiri yang dimaksud adalah nilai pasar modal sendiri, yaitu jumlah saham perusahaan dikalikan dengan harga pasar per lembar sahamnya. Umumnya, perusahaan-perusahaan yang gagal mengakumulasi lebih banyak utang dibandingkan modal sendiri. 2.8 Rasio Profitabilitas 2.8.1 Pengertian Rasio Profitabilitas Profitabilitas merupakan suatu ukuran kemampuan perusahaan menghasilkan laba selama periode tertentu dan juga memberikan gambaran tentang tingkat efektifitas manajemen dalam melaksanakan kegiatan operasinya. Menurut Gallagher (2003;98) rasio profitabilitas adalah: “Measure how much company revenue is eaten up by expenses, how much company earns relative to sales generated, and amount earned relative to the value of the firm’s assets and equity.” Apabila diartikan rasio profitabilitas mengukur berapa banyak pendapatan perusahaan yang sudah dikurangi oleh biaya, berapa banyak perusahaan memperoleh laba terhadap penjualan yang dihasilkan, dan jumlah laba yang diperoleh terhadap nilai aset perusahaan dan ekuitas. Sedangkan menurut Harahap (2004,304) : “Rasio profitabilitas menggambarkan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya.” 36 Sehingga dapat disimpulkan bahwa rasio profitabilitas adalah rasio yang mengukur laba terhadap penjualan dan investasi perusahaan yang merupakan hasil dari kebijakan perusahaan. Semakin besar rasio profitabilitas, maka semakin baik perusahaan dalam menciptakan laba. 2.8.2 Jenis-Jenis Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas dapat diukur melalui berbagai jenis rasio di dalamnya. Menurut Sawir (2003;20-25) beberapa jenis rasio profitabilitas yang dapat digunakan antara lain : 1. Return on Equity (ROE) Rasio ini memperlihatkan sejauh manakah perusahaan mengelola modal sendiri (net worth) secara efektif, mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemilik modal sendiri atau pemegang saham perusahaan. 2. Earning Before Interest and Taxes to Total Assets Rasio ini mengukur kemampulabaan, yaitu tingkat pengembalian dari aktiva, yang dihitung dengan membagi laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) tahunan perusahaan dengan total aktiva pada neraca akhir tahun. Rasio ini juga dapat digunakan sebagai ukuran seberapa besar produktivitas penggunaan dana yang dipinjam. Bila rasio ini lebih besar dari rata-rata tingkat bunga yang dibayar, maka berarti perusahaan menghasilkan uang yang lebih banyak daripada bunga pinjaman. 3. Retained Earnings to Total Assets Rasio ini mengukur kemampulabaan kumulatif dari perusahaan. Pada beberapa tingkat, rasio ini juga mencerminkan umur perusahaan, karena semakin muda perusahaan, semakin sedikit waktu yang dimilikinya untuk membangun laba kumulatif. Bias yang menguntungkan perusahaanperusahaan yang lebih berumur ini tidak mengherankan, karena pemberian tingkat kegagalan yang tinggi kepada perusahaan yang lebih muda merupakan hal yang wajar. Bila perusahaan mulai merugi, tentu saja nilai 37 dari total laba ditahan mulai turun. Bagi banyak perusahaan, nilai laba ditahan dan rasio ini akan menjadi negatif. 2.9 Risiko 2.9.1 Pengertian Risiko Risiko merupakan suatu keadaan dimana yang terjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan atau dikehendaki. Risiko berhubungan dengan ketidakpastian yang dapat menimbulkan terjadinya peristiwa yang tidak baik. Dalam melakukan suatu aktivitas, akan selalu dihadapkan pada suatu risiko, begitu juga pada aktivitas usaha yang dilakukan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan karena risiko di masa yang akan datang tidak dapat diketahui secara pasti pada saat ini Menurut Gumanti (2011;50) yang dimaksud dengan risiko adalah : “Kemungkinan mengalami kerugian, yang biasanya diukur dalam bentuk kemungkinan (probability) bahwa beberapa hasil akan muncul yang bergerak dalam kisaran sangat baik (misalnya asetnya berlipat ganda) ke sangat buruk (misalnya, asetnya menjadi tidak bernilai sama sekali.” Sedangkan Sundjaja dan Barlian (2003;46) mendefinisikan risiko sebagai : “Kemungkinan adanya kerugian atau variabilitas pendapatan dihubungkan dengan aktiva tertentu.” Maka dapat disimpulkan bahwa risiko merupakan keadaan dimana tidak tercapainya apa yang diharapkan oleh perusahaan yang menyebabkan perusahaan menuju pada suatu kerugian. Risiko yang terjadi dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2.9.2 Jenis-Jenis Risiko Setelah memahami definisi dari risiko maka penting untuk mengetahui jenis-jenis dari risiko yang harus diantisipasi oleh manajer dalam membuat suatu keputusan. Menurut Halim (2005;43) terdapat dua jenis risiko yaitu : 38 1. Risiko Sistematis Merupakan risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena fluktuasi risiko ini dipengaruhi oleh faktor-faktor makro yang dapat mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Misalnya perubahan tingkat bunga, kurs valuta asing, kebijakan pemerintah, dan sebagainya. Risiko ini bersifat umum dan berlaku bagi semua saham dalam bursa saham yang bersangkutan. Risiko ini juga disebut risiko yang tidak dapat didiversifikasi (undiversifiable risk). 2. Risiko Tidak Sistematis Merupakan risiko yang dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena risiko ini hanya ada dalam satu perusahaan atau industri tertentu. Fluktuasi risiko ini besarnya berbeda-beda antara satu saham dengan saham yang lain. Karena perbedaan itulah maka masing-masing saham memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda terhadap setiap perubahan pasar. Misalnya, faktor struktur modal, struktur aset, tingkat likuiditas, tingkat keuntungan, dan sebagainya. Risiko ini juga disebut risiko yang dapat didiversifikasi (diversifiable risk). 2.10 Financial Distress 2.10.1 Pengertian Financial Distress Financial distress atau kesulitan keuangan merupakan kondisi yang terjadi dimana perusahaan mengalami penurunan kondisi keuangan selama beberapa periode. Keadaan ini terjadi disaat kondisi arus kas perusahaan pada beberapa periode tersebut tidak sesuai dengan arus kas yang diharapkan atau proyeksinya tidak terpenuhi. Pengertian financial distress menurut Brigham dan Daves (2003:868) sebagai berikut : “Financial distress begins when a firm is unable to meet scheduled payments or when cash flow projections indicate that it will soon be unable to do so.” 39 Apabila diartikan kesulitan keuangan dimulai ketika perusahaan tidak dapat memenuhi jadwal pembayaran atau ketika proyeksi arus kas mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut akan segera tidak dapat memenuhi kewajibannya. Sedangkan menurut Darsono dan Ashari (2005;101) financial distress atau kesulitan keuangan dapat diartikan sebagai : “Ketidakmampuan keuangannya perusahaan pada saat jatuh untuk tempo membayar kewajiban yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan.” Selanjutnya Foster (1986) dalam Darsono dan Ashari (2005;101) menyatakan bahwa : “Kesulitan keuangan menunjukkan adanya masalah likuiditas yang parah yang tidak dapat dipecahkan tanpa melalui penjadwalan kembali secara besar-besaran terhadap operasi dan struktur perusahaan.” Dari beberapa definisi di atas, financial distress dapat didefinisikan sebagai situasi dimana perusahaan sudah tidak mampu lagi untuk memenuhi segala kewajibannya karena perusahaan mengalami ketidakcukupan dana. Keadaan ini dapat mengganggu arus kas perusahaan sehingga berpotensi menyebabkan kebangkrutan. 2.10.2 Faktor-Faktor Penyebab Financial Distress Terjadinya kesulitan keuangan suatu usaha tentu saja disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Adnan dan Murtanto (2002;48) dalam situs kk.mercubuana.ac.id faktor-fakor penyebab kesulitan keuangan menjadi tiga yaitu: 1. Faktor Umum a. Sektor ekonomi, berasal dari gejala inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan keuangan, suku bunga dan devaluasi atau revaluasi dengan mata uang asing. 40 b. Sektor sosial, dimana yang sangat berpengaruh adalah adanya perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan terhadap produk atau jasa ataupun yang berhubungan dengan karyawan. c. Sektor teknologi, dimana penggunaan teknologi memerlukan biaya yang ditanggung perusahaan terutama untuk pemeliharaan dan implementasi. d. Sektor pemerintah, dimana kebijakan pemerintah terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan dan industri, pengenaan tarif ekspor dan impor barang berubah, kebijakan undang-undang baru atau tenaga kerja dan lain-lain. 2. Faktor Eksternal a. Sektor pelanggan, dimana untuk menghindari kehilangan pelanggan, perusahaan harus melakukan identifikasi terhadap sifat konsumen juga untuk menciptakan peluang untuk mendapatkan pelanggan baru. b. Sektor kreditor, dimana kekuatannya terletak pada pemberian pinjaman dan menetapkan jangka waktu pengembalian hutang piutang yang tergantung pada kepercayaan kreditor terhadap kelikuiditan suatu perusahaan. c. Sektor pesaing, dimana merupakan hal yang harus diperhatikan karena menyangkut perbedaan pemberian pelayanan kepada pelanggan. 3. Faktor Internal Perusahaan a. Terlalu besar kredit yang diberikan kepada pelanggan sehingga menyebabkan adanya penunggakan dalam pembayaran sampai akhirnya tidak dapat membayar. b. Manajemen yang tidak efisien, yang disebabkan karena kurang adanya kemampuan, pengalaman, keterampilan, sikap adaptif dan inisiatif dari manajemen. c. Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan-kecurangan, dimana sering dilakukan oleh karyawan, bahkan manajer puncak sekalipun sangat merugikan apalagi berhubungan dengan keuangan perusahaan. 41 2.10.3 Indikator Financial Distress Menilai kondisi keuangan suatu usaha merupakan hal yang penting dilakukan oleh pihak yang terkait pada perusahaan. Oleh sebab itu, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menilai apakah perusahaan tergolong dalam perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan atau tidak. Menurut Darsono dan Ashari (2005;105) indikator-indikator tersebut meliputi : 1. Informasi arus kas sekarang dan arus kas untuk periode mendatang Informasi arus kas memberikan gambaran sumber-sumber dan penggunaan kas perusahaan. 2. Analisis posisi dan strategi perusahaan dibandingkan dengan pesaing Informasi ini memberikan gambaran posisi perusahaan dalam persaingan bisnis yang merujuk pada kemampuan perusahaan dalam menjual produk atau jasanya untuk menghasilkan kas. 3. Suatu formula yang dicetuskan oleh Edward Altman yang disebut dengan rumus Altman Z-Score Informasi ini memberikan gambaran mengenai potensi kebangkrutan suatu perusahaan, dan mengklasifikasikan perusahaan dalam tiga kategori yaitu perusahan sehat, abu-abu, dan berpotensi bangkrut. 2.10.4 Manfaat Informasi Prediksi Financial Distress Banyak pihak yang memiliki kepentingan terhadap informasi kesulitan keuangan yang dialami oleh perusahaan. Bagi pihak internal perusahaan informasi tersebut akan membantu pihak manajemen dalam melakukan perbaikan-perbaikan dan mengantisipasi hal buruk yang selanjutnya akan terjadi. Sedangkan bagi pihak eksternal yaitu kreditor dan investor akan memberikan gambaran secara lebih mendalam mengenai kemampuan perusahaan dalam mengelola investasi yang ditanamkan oleh pihak eksternal tersebut. Menurut Hanafi dalam Fakhrurozie (2007) informasi kebangkrutan dapat bermanfaat untuk : 42 1. Pemberi pinjaman Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat untuk pengambilan keputusan siapa yang akan diberi pinjaman, dan kemudian bermanfaat untuk mengambil kebijakan memonitor pinjaman yang ada. 2. Investor Investor saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menjual surat berharga tersebut. Investor yang menganut strategi aktif akan mengembangkan model prediksi kebangkrutan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan seawal mungkin dan kemudian mengantisipasi kemungkinan tersebut. 3. Pemerintah Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk mengatasi jalannya usaha tersebut. Pemerintah mempunyai kepentingan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih awal supaya tindakan-tindakan yang perlu bisa dilakukan lebih awal. 4. Akuntan Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan suatu usaha karena akuntan akan menilai kemampuan going concern suatu perusahaan. 5. Manajemen Informasi kebangkrutan digunakan untuk melakukan langkah-langkah preventif sehinggga biaya kebangkrutan bisa dihindari atau dapat diminimalisir. 2.10.5 Metode Analisis Financial Distress Analisa kondisi kesulitan keuangan perusahaan dilakukan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan. Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan dapat diketahui maka semakin baik bagi pihak manajemen untuk melakukan perbaikan-perbaikan serta mengantisipasi berbagai kemungkinan 43 yang akan terjadi. Oleh sebab itu, berbagai analisis dikembangkan untuk memprediksi peringatan awal kebangkrutan perusahaan. 2.10.5.1 Model Springate Model Springate adalah model rasio yang menggunakan multiple discriminat analysis (MDA). Dalam metode MDA diperlukan lebih dari satu rasio keuangan yang berkaitan dengan kebangkrutan perusahaan untuk membentuk suatu model yang baik. Untuk menentukan rasio-rasio mana saja yang dapat mendeteksi kemungkinan kebangkrutan, Springate (1978) menggunakan MDA untuk memililh 4 rasio dari 19 rasio keuangan yang populer dalam literatur-literatur, yang mampu membedakan secara terbaik antara sound business yang pailit dan tidak pailit. Model Springate adalah: S = 1,03X1 + 3,07X2 +0,66X3 +0,4X4 Dimana X1 = Working Capital to Total Asset X2 = Net Profit Before Interest and Taxes to Total Asset X3 = Net Profit Before Taxes to Current Liability X4 = Sales to Total Asset Nilai S adalah indeks keseluruhan fungsi multiple discriminant analysis. Springate mengemukakan nilai cut-off yang berlaku untuk model ini adalah 0,862. Nilai S yang lebih kecil dari 0,862 menunjukkan bahwa perusahaan tersebut diprediksi akan mengalami kebangkrutan. Variabel potensi kebangkrutan dibagi menjadi tiga kategori : 1. Jika S < 0,862, menunjukkan indikasi perusahaan menghadapi ancaman kebangkrutan yang serius. 2. Jika 0,862 < S < 1,062, menunjukkan bahwa perusahaan berada dalam kondisi rawan. 3. Jika S > 1,062, menunjukkan perusahaan dalam kondisi keuangan yang sehat dan tidak mempunyai permasalahan dengan keuangan. Model ini menghasilkan tingkat keakuratan sebesar 92,5% dengan menggunakan 40 perusahaan yang diuji oleh Springate. 44 2.10.5.2 Model Zmijewski Perluasan studi dalam prediksi kebangkrutan dilakukan oleh Zmijewski (1983) menambah validitas rasio keuangan sebagai alat deteksi kegagalan keuangan perusahaan. Model ini menggunakan analisis rasio yang mengukur kinerja, leverage, dan likuiditas suatu perusahaan untuk model prediksinya. Zmijewski menggunakan probit analisis yang diterapkan pada 40 perusahaan yang telah bangkrut dan 800 perusahaan yang masih bertahan saat itu. Model ini menghasilkan persamaan sebagai berikut : X = -4,3 – 4,5X₁ + 5,7X₂ - 0,004X₃ Dimana, X1 = Return On Asset atau Return On Investment X2 = Debt Ratio X3 = Current Ratio Kriteria penilaian model ini adalah semakin besar nilai X maka semakin besar kemungkinan / probabilita perusahaan tersebut bangkrut. 2.10.5.3 Model Altman Z-Score Pertama Seorang Profesor di New York University, Edward L Altman mengembangkan metode prediksi kebangkrutan untuk menilai kinerja suatu perusahaan. Model yang dinamakan Z-Score dalam bentuk aslinya adalah model linier dengan rasio keuangan yang diberi bobot untuk memaksimalkan kemampuan model tersebut dalam memprediksi. Model ini pada dasarnya hendak mencari nilai “Z” yaitu nilai yang menunjukkan kondisi perusahaan, apakah dalam keadaan sehat atau tidak dan menunjukkan kinerja perusahaan yang sekaligus merefleksikan prospek perusahaan dimasa mendatang (Ramadhani dan Lukviarman, 2009). Dalam menyusun model Z Altman mengambil sampel 33 perusahaan manufaktur yang bangkrut pada periode 1960 sampai 1965 dan 33 perusahaan yang tidak bangkrut dengan lini industri dan ukuran yang sama. Dengan menggunakan data laporan keuangan dari 1 sampai 5 tahun sebelum kebangkrutan, Altman menyusun 22 rasio keuangan yang paling 45 memungkinkan dan mengelompokkannya dalam 5 kategori: likuiditas, profitabilitas, leverage, solvabilitas dan kinerja. Lima macam rasio dari lima variabel yang terseleksi akan di kombinasikan bersama untuk memperoleh prediksi yang paling akurat tentang kebangkrutan (Ramadhani dan Lukviarman, 2009). Setelah melakukan penelitian terhadap variabel dan sampel yang dipilih, Altman menghasilkan model kebangkrutan yang pertama. Persamaan kebangkrutan yang ditujukan untuk memprediksi sebuah perusahaan publik manufaktur. Persamaan dari model Altman pertama yaitu : Z = 1,2XI + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 0,999X5 Keterangan: Z = Bankruptcy Index X1 = Working Capital to Total Asset X2 = Retained Earnings to Total Asset X3 = Earning Before Interest and Taxes to Total Asset X4 = Market Value of Equity To Book Value of Total Debt X5 = Sales to Total Asset. Nilai Z adalah indeks keseluruhan fungsi multiple discriminant analysis. Menurut Altman, terdapat angka-angka cut off nilai Z yang dapat menjelaskan apakah perusahaan akan mengalami kegagalan atau tidak pada masa mendatang dan ia membaginya ke dalam tiga kategori, yaitu: 1. Jika nilai Z < 1,8 maka termasuk perusahaan yang bangkrut, 2. Jika nilai 1,8 < Z < 2,99 maka termasuk grey area (tidak dapat ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun mengalami kebangkrutan), 3. Jika nilai Z > 2,99 maka termasuk perusahaan yang tidak bangkrut. 46 2.10.5.4 Model Altman Z-Score Modifikasi Seiring dengan berjalannya waktu dan penyesuaian terhadap berbagai jenis perusahaan. Altman kemudian memodifikasi modelnya agar dapat diterapkan pada semua perusahaan, seperti manufaktur, non manufaktur, dan perusahaan penerbit obligasi di negara berkembang (emerging market). Dalam Z-Score modifikasi ini Altman mengeliminasi variable X5 (Sales to Total Asset.) karena rasio ini sangat bervariatif pada industri dengan ukuran aset yang berbeda- beda. Berikut persamaan Z-Score yang di Modifikasi Altman (Ramadhani dan Lukviarman, 2009) : Z” = 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4 Keterangan: Z” = Bankruptcy Index X1 = Working Capital to Total Asset X2 = Retained Earnings to Total Asset X3 = Earning Before Interest and Taxes to Total Asset X4 = Book Value of Equity to Book Value of Total Debt Klasifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut didasarkan pada nilai Z-Score model Altman Modifikasi yaitu: 1. Jika nilai Z” < 1,1 maka termasuk perusahaan yang bangkrut, 2. Jika nilai 1,1 < Z” < 2,6 maka termasuk grey area (tidak dapat ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun mengalami kebangkrutan), 3. Jika nilai Z” > 2,6 maka termasuk perusahaan yang tidak bangkrut. Menurut Sawir (2003;26) tujuan dari perhitungan Z-Score adalah untuk mengingatkan akan masalah keuangan yang mungkin membutuhkan perhatian serius akan menyediakan petunjuk untuk bertindak. Bila Z-Score perusahaan lebih rendah daripada yang dikehendaki manajemen, maka harus diamati laporan keuangannya untuk mencari penyebab mengapa terjadi begitu. Memantau kecenderungan Z-Score juga akan membantu mengevaluasi kekuatan perubahan (turnaround) perusahaan. 47 2.11 Saham 2.11.1 Pengertian Saham Saham merupakan bukti tanda kepemilikan yang diterbitkan oleh perusahaan dan diperdagangkan di bursa dengan tujuan menambah dana bagi perusahaan. Saham memiliki wujud berupa secarik kertas yang menerangkan bahwa pemilik dari kertas tersebut memiliki hak untuk memperoleh bagian dari keuntungan yang diperoleh perusahaan. Pengertian saham menurut Gumanti (2011;31) adalah sebagai berikut : “Saham merupakan bukti penyertaan kepemilikan pada suatu perusahaan, apakah itu perseroan terbatas atau perusahaan publik.” Umumnya, pemilik dari saham biasa memiliki hak dalam mengikuti rapat umum pemegang saham dan memiliki hak dalam pengambilan keputusan manajemen. Adapun pengertian saham menurut Triandaru dan Budisantoso (2006;293) yaitu : “Saham adalah sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan kertas tersebut.” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa saham merupakan sertifikat tanda bukti kepemilikan yang diterbitkan oleh perusahaan dimana pemiliknya merupakan investor yang membeli saham tersebut, dan pemiliknya akan mendapatkan keuntungan dari pembayaran dividen dan kenaikan harga saham. 2.11.2 Jenis-Jenis Saham Saham merupakan jenis instrumen yang mendominasi dalam perdagangan di bursa efek. Saham memiliki jenis dan dapat dikelompokkan berdasarkan sifat dan keberadaannya. Jenis-jenis saham menurut Ahmad (2004;74) dan Gumanti (2011;32) antara lain : 48 1. Menurut cara pengalihan a. Saham atas tunjuk (bearer stock). Di atas sertifikat saham ini tidak ditulis nama pemiliknya sehingga kepemilikan atas tunjuk ini dapat dengan mudah dialihkan atau dipindahtangankan kepada orang lain karena sifatnya yang mirip dengan uang. b. Saham atas nama (registered stock). Di atas sertifikat dituls nama pemiliknya. Cara pengalihannya harus memenuhi suatu prosedur tertentu yaitu dengan dokumen pengalihan dan kemudian nama pemiliknya dicatat dalam buku perusahaan yang memuat nama pemiliknya dicatat dalam buku perusahaan yang khusus memuat daftar nama pemegang saham. Jika sertifikat ini hilang, pemilik dapat memintakan penggantian karena namanya sudah ada dalam buku perusahaan. 2. Menurut hak tagihan (klaim) a. Saham biasa (common stock). Surat berharga yang paling banyak dan luas perdagangannya. Pemegang surat berharga ini mempunyai hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Saham biasa menempatkan pemiliknya paling akhir terhadap pembagian dividen dan hak atas keuangan perusahaan setelah dilikuidasi dibandingkan dengan saham preferen. b. Saham preferen (preferred stock). Jenis saham yang membayar kepada pemegangnya bentuk dividen yang besarnya sudah ditetapkan. Jadi, saham preferen merupakan bentuk penggabungan dari saham biasa (common stocks) dan obligasi (bonds), sehingga dikenal sebagai „hybrid security‟. 49 2.11.3 Harga Saham Saham yang diperdagangkan di bursa efek memiliki nilai atau harga. Harga suatu saham merupakan jumlah uang yang harus dibayarkan para investor untuk memiliki saham tersebut. Harga saham di bursa efek dapat mengalami pergerakan mereflesikan berbagai informasi yang berada di bursa efek. Menurut Halim (2005;12) harga saham merupakan : “Ringkasan dari pengaruh simultan dan kompleks dari berbagai macam variabel yang berpengaruh, terutama tentang kejadiankejadian ekonomi.” Pengertian harga saham menurut Sunariyah (2004;139) adalah: “Suatu rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga masing-masing saham, sampai pada tanggal tertentu.” Jadi, dapat disimpulkan bahwa harga saham merupakan besaran nilai yang terjadi atas suatu saham dimana nilai tersebut menggambarkan pasar pada suatu waktu. Kenaikan atau penurunan harga saham di bursa dapat dimanfaatkan oleh investor untuk melakukan jual beli. Pada saat harga saham di bursa mengalami kenaikan maka saat itulah investor akan menjual saham yang dimilikinya. Sedangkan apabila harga saham di bursa cenderung menurun maka pada saaat itu investor akan membeli suatu saham dan akan menjualnya kembali disaat harganya mengalami kenaikan. Kegiatan tersebut adalah salah satu cara yang dilakukan investor untuk mendapatkan keuntungan selain dari pembagian dividen. 2.11.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham Menurut Sunariyah (2004;141) perubahan-perubahan harga saham dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama kondisi perekonomian di negara tersebut maupun global yang mempengaruhi perilaku investor di bursa. Ini berarti, akan mempengaruhi pula transaksi di pasar modal yang tentunya akan berpengaruh pula pada harga saham individual. 50 Selanjutnya Rinati (2009) dalam jurnalnya menguraikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap harga saham dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Faktor yang bersifat fundamental Merupakan faktor yang memberikan informasi tentang kinerja perusahaan dan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhinya. Faktor-faktor ini meliputi: a. Kemampuan manajemen dalam mengelola kegiatan operasional perusahaan, b. Prospek bisnis perusahaan di masa datang, c. Prospek pemasaran dari bisnis yang dilakukan, d. Perkembangan teknologi yang digunakan dalam kegiatan operasi perusahaan, e. Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. 2. Faktor yang bersifat teknis Faktor teknis menyajikan informasi yang menggambarkan pasaran suatu efek, baik secara individu maupun secara kelompok. Para analis teknis dalam menilai harga saham banyak memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Perkembangan kurs, b. Keadaan pasar modal, c. Volume dan frekuensi transaksi suku bunga, d. Kekuatan pasar modal dalam mempengaruhi harga saham perusahaan. 3. Faktor sosial politik a. Tingkat inflasi yang terjadi, b. Kebijaksanaan moneter yang dilakukan oleh pemerintah, c. Kondisi perekonomian, d. Keadaan politik suatu negara. 51 2.12 Pengaruh Prediksi Financial Distress terhadap Harga Saham Perusahaan dalam menjalankan usahanya akan dihadapkan pada ketidakpastian yang mungkin terjadi. Ketidakpastian tersebut dapat berupa sesuatu yang tidak diharapkan oleh perusahaan dimana tidak dapat diketahui dari sekarang. Oleh sebab itu, perusahaan harus selalu mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Melakukan analisis untuk menilai kinerja perusahaan merupakan hal yang penting untuk dilakukan mengingat hal tersebut dapat membantu perusahaan dalam mengambil keputusan yang terbaik untuk menyelamatkan kelangsungan hidupnya. Parameter kinerja perusahaan yang mendapat perhatian utama dari investor dan kreditor adalah prediksi kesulitan keuangan (financial distress) dengan menggunakan metode Altman Z-Score. Hal ini terkait dengan ketepatan metode ini dalam memprediksi kesulitan keuangan suatu perusahaan. Penjelasan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Adnan dan Arisudhana (2012). Penelitian ini menguji model-model kesulitan keuangan yaitu model Altman dan model Springate. Sampel yang digunakan adalah 6 perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari periode 20052009. Hasil penelitian ini adalah terdapat perbedaan dari kedua model dalam memprediksi kesulitan keuangan perusahaan properti. Dari 5 tahun periode penelitian, model Altman hanya menemukan posisi grey area pada tahun 2006. Sedangkan model Springate ditemukan tahun 2005 ada satu perusahaan, satu perusahaan tahun 2007,dua perusahaan tahun 2008,dan satu perusahaan tahun 2009 berada posisi tidak bangkrut. Dari kedua analisis tersebut, terlihat bahwa Altman dengan Z-Scorenya lebih ketat dalam menilai tingkat kebangkrutan dibandingkan model Springate. Pengukuran kedua metode ini menitik beratkan pada kemampuan perusahaan menghasilkan laba rugi dengan menggunakan rasio profitabilitas. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Endri (2009). Penelitian ini menguji ketepatan metode Altman dalam memprediksi kebangkrutan bank syariah. Sampel yang digunakan adalah 3 bank syariah yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2005-2007. Model Altman yang digunakan adalah model 52 Altman pertama dengan 5 rasio keuangan. Hasil perhitungan Z-Score untuk memprediksi kebangkrutan pada Bank Umum Syariah atas laporan keuangan selama 3 tahun dari tahun 2005-2007 semuanya menghasilkan nilai Z-Score yang lebih kecil dari 1,81 sehingga dapat dikatakan semua sampel yang diteliti akan mengalami kemungkinan kebangkrutan. Potensi kebangkrutan perusahaan merupakan informasi yang akan mempengaruhi perilaku investor di bursa efek. Kinerja perusahaan yang baik umumnya akan diikuti dengan besarnya minat investor untuk menanamkan modal salah satunya dengan membeli saham. Harga suatu saham saham di bursa dapat bervariasi mereflesikan berbagai informasi. Menurut Halim (2005;12) fluktasi harga saham ditentukan oleh kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Apabila laba yang diperoleh perusahaan relatif tinggi, maka kemungkinan besar bahwa dividen yang dibayarkan juga relatif tinggi. Apabila dividen yang dibayarkan relatif tinggi, akan berpengaruh positif terhadap harga saham di bursa, dan investor akan tertarik untuk membelinya. Akibatnya permintaan akan saham tersebut menjadi meningkat, sehingga akibatnya harganya juga akan meningkat. Kondisi ekonomi, sosial masyarakat, politik, dan keamanan semuanya akan berpengaruh terhadap kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Pernyataan diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pranowo (2009) dengan menguji pengaruh kinerja keuangan terhadap harga saham yang tercatat (listing) di BEJ sampai akhir tahun 1998, yakni sebanyak 254 perusahaan. Hasil penelitian ini terbukti bahwa kinerja keuangan yang diukur dengan DFL, EPS, PER, ERR, DP, DY, secara kolektif berpengaruh positif sangat meyakinkan (α = 0%) terhadap volume penjualan saham (V). Artinya, perubahan yang terjadi pada lima variabel penelitian yang besar, akan diikuti dengan perubahan pada volume yang kecil.