Hal yang mengejutkan bagi penulis dalam penelitian ini adalah kenyataan bahwa ternyata responden tidak menghendaki adanya kompensasi materiil atas terjadinya kegagalan dalam pelayanan. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisa hipotesis yang menyatakan bahwa keadilan distributif tidak berpengaruh pada kepuasan. Pada penelitian tentang jasa telekomunikasi keputusan pemberian kompensasi materiil merupakan tindakan positif, namun tidak mampu memengaruhi kepuasan pelanggan. Berbeda halnya dalam memengaruhi kepuasan, keadilan distributif ternyata berperan dalam memengaruhi kepercayaan pelanggan. Namun dalam penelitian ini perlu diperhatikan bahwa dalam proses mediasi, kepuasan berpengaruh positip pada kepercayaan pelanggan. Oleh karena itu keadilan interaksional lebih baik dalam mendukung kesetiaan pelanggan karena mampu memengaruhi kepuasan dan kepercayaan pelanggan sebagai pemediasi yang berdampak pada kesetiaan. Di sisi lain, keadilan distributif hanya mampu membuat pelanggan percaya, namun tidak mampu membetuk kepuasan. Keadilan prosedural juga ternyata tidak berpengaruh pada kepuasan dan kepercayaan pelanggan. Dengan demikian respon prosedural dirasa tidak cukup bagi pelanggan dalam mengembalikan kepuasan dan kepercayaan mereka pada penyedia jasa. Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa jika terjadi kegagalan dalam pelayanan yang mengakibatkan adanya keluhan pelanggan, maka respon yang paling tepat untuk menangani keluhan pelanggan adalah melalui keadilan interaksional. Dengan keadilan interaksional, pelanggan dapat merasa bahwa 109 penyedia layanan bersungguh-sungguh menyadari permasalahan yang terjadi sehingga mau memperbaiki situasi melalui cara-cara yang diharapkan oleh pelanggan, yaitu permintaan maaf, kejujuran, ramah tamah, sopan, empati, dan rasa hormat. Dalam penelitian ini terbukti bahwa kepuasan berpengaruh positip dan signifikan pada kesetiaan. Dengan demikian perusahaan perlu melakukan sesuatu agar pelanggan bersedia untuk bersikap dan berperilaku positip pada perusahaan. Perusahaan dapat mewujudkan kesetiaan pelanggan dengan melatih para frontliners perusahaan seperti petugas bagian layanan pelanggan atau customer service officer agar mampu melayani keluhan pelanggan dengan cara yang seharusnya. Cara yang dimaksud adalah melalui keadilan interaksional. Kepuasan yang berdampak positip pada kesetiaan pelanggan juga dapat diwujudkan dengan meningkatkan kemampuan karyawan untuk meyakinkan pelanggan agar selalu menggunakan produk perusahaannya. Telah terbukti bahwa kepercayaan mampu memengaruhi kesetiaan pelanggan. Oleh karena itu perusahaan dapat merealisasikan usaha agar pelanggan setia pada perusahaan dengan membuat pelanggan percaya setelah melihat perusahaan bertanggung jawab, mengakui dan meminta maaf atas kegagalan yang terjadi dalam pelayanannya, serta mampu memenuhi janjinya dengan cara yang terbaik. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa kepuasan dan kepercayaan memediasi secara penuh (fully mediating) pengaruh keadilan interaksional pada kesetiaan. Oleh karena itu perusahaan dapat mewujudkan kesetiaan pelanggan 110 apabila mampu merespon keluhan pelanggn dengan keadilan interaksional sehingga pelanggan kembali merasa puas dan percaya pada perusahan. Kepercayaan juga memediasi secara penuh (fully mediating) pengaruh keadilan distributif pada kesetiaan. Dengan demikian perusahaan dapat merebut kesetiaan pelanggan dengan merespon keluhan pelanggan dengan keadilan distributif agar pelanggan mau kembali menjadi rekan dengan perusahaan atas dasar keyakinan, harapan, dan rasa aman. 5.2.2. Implikasi Teoritis Hasil empiris dalam penelitian ini telah menjadi bukti empiris bagi teori yang melandasi hubungan yang digambarkan dalam penelitian terutama pada pengaruh persepsi konsumen tentang keadilan pada kesetiaan. Berdasarkan temuan yang ada, peran keadilan dalam meningkatkan kesetiaan pelanggan tidak bisa terlepas dari peran kepuasan dan kepercayaan pelanggan. Hasil penelitian memberikan bukti empiris bahwa kepuasan dan kepercayaan dapat menjadi mediator pengaruh keadilan interaksional pada kesetiaan. Dari hasil pengujian regresi terbukti bahwa variabel mediator (kepuasan) dapat menimbulkan efek secara penuh (fully mediation) pengaruh keadilan interaksional pada kesetiaan pelanggan. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh keadilan interaksional pada kesetiaan tidak dapat terjadi secara langsung, tetapi harus melalui kepuasan terlebih dahulu sebagai variabel mediator. Dalam penelitian ini juga memberikan bukti empiris bahwa kepercayaan dapat menjadi mediator pengaruh keadilan interaksional pada kesetiaan. Dari hasil 111 pengujian regresi terbukti bahwa variabel mediator (kepercayaan) dapat menimbulkan efek secara penuh (fully mediation) pengaruh keadilan distributif pada kesetiaan pelanggan. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh keadilan distributif pada kesetiaan tidak dapat terjadi secara langsung, tetapi harus melalui kepuasan terlebih dahulu sebagai variabel mediator. Bukti empiris juga didapat melalui ditemukannya kepercayaan sebagai mediator pengaruh kepuasan pada kesetiaan. Dari hasil pengujian regresi terbukti bahwa variabel mediator (kepercayaan) dapat menimbulkan efek sebagian (partially mediation) pengaruh kepuasan pada kesetiaan pelanggan. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh kepuasan pada kesetiaan dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Dengan terdukungnya peran kepuasan dan kepercayaan yang memediasi persepsi konsumen tentang keadilan pada kesetiaan, maka penelitian ini telah memberi sumbangan bagi teori dan penelitian di bidang pemasaran. Sumbangan tersebut berupa dukungan empiris bahwa kepuasan dan kepercayaan adalah variabel yang mampu memediasi keadilan pada kesetiaan. Sumbangan teoritis ini akan terasa manfaatnya karena dapat membantu menjelaskan gambaran yang kurang lengkap dari hubungan keadilan dan kesetiaan pelanggan. 5.3. Keterbatasan Penelitian Tidak ada penelitian yang mampu menjawab semua hal yang menjadi pertanyaan atau masalah. Hal tersebut mengarahkan penelitian agar lebih spesifik untuk menjawab pertanyaan yang dibatasi. Spesifik dan terbatasnya pertanyaan 112 penelitian ini berakibat pula pada keterbatasan riset yang dilakukan. Begitu pula dengan penelitian ini, terdapat beberapa keterbatasan yang harus diperhatikan ketika menyimpulkan temuan yang dihasilkan ataupun jika ingin mengacu atau mereplikasi penelitian ini. Secara obyektif penulis menyampaikan beberapa keterbatasan yang ada dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan teknik penentuan sampel yang digunakan adalah purposive sampling yang termasuk nonprobability sampling sehingga generalisasi penelitian terbatas hanya pada kelompok yang mirip dengan karakteristik sampel penelitian ini. Selain itu, penelitian ini hanya menggunakan satu kategori produk saja sebagai objek penelitiannya sehingga penerapan hasil penelitian hanya terbatas pada kategori layananan telekomunikasi. Skala Likert lima kategori/point (sangat tidak setuju, tidak setuju, netral, setuju, sangat setuju) yang telah digunakan dalam penelitian ini memiliki keterbatasan untuk menggambarkan dengan lebih baik kecenderungan respon responden terhadap konstruk yang diukur. Hal ini terjadi karena skala Likert lima kategori mengukur konsumen secara mutlak antara setuju hingga tidak setuju. Ketika konsumen cenderung untuk memberikan respon yang tidak mutlak namun mendekati mutlak maka responden akan terpaksa menjatuhkan pilihan responnya pada kategori netral. Respon netral ini selanjutnya akan menjadi masalah karena sulit ditafsirkan dan kenyataan sesungguhnya responden tidak sepenuhnya netral, hanya saja tidak ada pilihan atau kategori yang mengakomodasi respon mereka yang akhirnya mengarahkan responden untuk memilih netral. 113 5.4. Saran Adanya kelemahan dan kekurangan dari penelitian ini melahirkan saran bagi riset mendatang yang diharapkan akan melengkapi kekurangan dan menjawab berbagai hal dalam penelitian ini yang masih menyisakan pertanyaan yang belum terjawab secara empiris. Saran yang penulis ajukan dalam peneliti terdiri dari saran bagi akademisi dan saran bagi praktisi. Saran-saran tersebut adalah sebagai berikut. 5.4.1. Saran bagi akademisi Penelitian ini hanya menggunakan satu kategori layanan yaitu layanan telekomunikasi sehingga penerapan hasil empiris hanya dapat digunakan pada kategori layanan telekomunikasi. Oleh karena itu diharapkan penelitian selanjutnya dapat menggunakan model teori penelitian ini untuk menjelaskan, memprediksi, dan memahami berbagai fenomena yang terjadi pada kategori layanan yang berbeda seperti restoran, rumah sakit, asuransi, bengkel kendaraan, dan lain sebagainya. Generalisasi penelitian terbatas hanya pada kelompok yang mirip dengan karakteristik sampel penelitian ini. Oleh karena sangat menarik bagi peneliti selanjutnya untuk menggunakan kelompok responden lain dengan karakteristik yang berbeda dalam mereplikasi penelitian ini. Dalam penelitian ini ternyata keadilan prosedural tidak mampu memberi pengaruh yang positif dan signifikan pada kepuasan. Thomas dan Nagalingappa (2012) menunjukkan bahwa faktor budaya dapat mempengaruhi keadilan 114 prosedural. Oleh karena itu pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah variabel lain yang sekiranya berhubungan dengan penelitian ini seperti variabel budaya. Hasil yang berbeda dari penelitian sebelumnya adalah bahwa keadilan distributif tidak mampu memengaruhi kepuasan pelanggan. Artinya pelanggan tidak menghendaki alokasi distribusi seperti diskon atau potongan harga, pengembalian barang, atau voucher. Oleh karena itu disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk memperjelas lebih lanjut mengenai batas tingkat penghasilan pelanggan dan meneliti kemungkinan jumlah penghasilan pelanggan setiap bulannya dalam memengaruhi kepuasan atas keadilan distributif. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa faktor pendidikan juga ikut berperan dalam menilai respon yang diberikan penyedia jasa. Morganowsky dan Buckley (1987) dan Gurdon (1999) menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi kepekaannya pada ketidakpuasan. Oleh karena itu dalam penelitian selanjutnya dapat dilakukan pemisahan antara responden dengan tingkat pendidikan rendah dan tingkat pendidikan tinggi. Pelanggan melakukan keluhan pada perusahaan atas terjadinya kegagalan dalam pelayanan. Sebenarnya mencegah itu lebih baik dari pada mengobati. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut agar perusahaan mengetahui penyebab kegagalan pelayanan yang sering terjadi. Kegagalan dalam pelayanan itulah yang memicu kekecewaan pelanggan sehingga pelanggan menyampaikan keluhannya. Jika perusahaan berhasil mencegah terjadinya kegagalan dalam pelayanan, maka manfaatnya akan lebih baik bagi perusahaan. 115 Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 100 orang. Dalam penelitian berikutnya akan lebih menarik jika jumlah sampelnya lebih besar agar hasilnya lebih komprehensif. 5.4.2. Saran bagi praktisi Manajer perlu mengaplikasi usaha yang mampu meningkatkan kesetiaan pelanggan. Ketika terjadi keluhan pelanggan, respon yang tepat dapat membuat pelanggan yakin untuk melanjutkan hubungan yang lebih dalam dengan perusahaan. Penelitian ini menjelaskan bahwa keadilan prosedural tidak berpengaruh pada kepuasan dan kepercayaan pelanggan. Oleh karena itu, respon penyedia layanan secara prosedural bukanlah keputusan yang terbaik dalam menangani keluhan pelanggan. Penelitian ini memberi dukungan bahwa keadilan interaksional paling berperan dalam mempengaruhi kepuasan dan kepercayaan pelanggan. Oleh karena itu jika terjadi kegagalan dalam pelayanan, manajer perlu memastikan bahwa petugas bagian pelayanan merespon keluhan pelanggan dengan cara yang sopan, menghormati, meminta maaf, dan menindaklanjuti permasalahan yang terjadi. Keluhan pelanggan merupakan tanda bahwa terdapat unsur dalam produk atau jasa perusahaan yang membuat pelanggan merasa tidak puas. Oleh karena itu keluhan pelanggan dapat dipandang secara positip sebagai pemicu bagi perusahaan untuk membuat inovasi dalam mengembangkan produk atau jasa perusahaan. 116