perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1. LANDASAN TEORI
2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan teori keagenan adalah
hubungan agensi yang merupakan sebuah kontrak antara satu atau lebih
orang, dimana pemilik (principal) mempekerjakan orang lain (agent)
untuk memberikan jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang
pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Dalam hubungan
keagenan ini terkadang akan dapat menimbulkan konflik yang disebut
dengan konflik keagenan, konflik tersebut muncul ketika terjadi
perbedaan kepentingan antara si pemilik perusahaan dan pihak
manajemen.
Eisenhardt (1989) menyatakan bahwa konflik keagenan muncul
ketika tujuan principal dan agen bertentangan. Eisenhardt (1989) juga
menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia
yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self
interest), (2) manusia memilki daya pikir terbatas mengenai persepsi
masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu
menghindari resiko (risk averse). Dari asumsi diatas maka dapat dilihat
manajer
sebagai
manusia
akan
bertindak
opportunistic,
yaitu
mengutamakan kepentingan pribadinya. Dengan adanya asimetri
commit to user
12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
informasi antara pemilik dan pihak manajemen hal ini dapat memberikan
kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earning
management) (Richardson, 1998). Laba merupakan media informasi
yang dapat mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam
mencapai tujuan operasi yang ditetapkan (Parawiyati, 1996).
Dapat ditarik kesimpulan bahwa agency theory timbul dikarenakan
adanya perbedaan kepentingan dan pemisahan kepemilikan antara
pemilik perusahaan dan pihak manajemen. Asimetri informasi antara
pihak manajemen dan pemilik dapat membuat manajemen melakukan
manajemen laba dimana hal tersebut dapat menyesatkan pemilik
mengenai informasi kinerja perusahaannya, karena kinerja perusahaan
dapat diukur dengan menggunakan informasi laba perusahaan.
Teori agensi menyatakan bahwa konflik kepentingan dan asimetri
informasi yang muncul dapat diminimalkan dengan melalui pengawasan
yang tepat untuk menyelarasakan kepentingan berbagai pihak dalam
perusahaan, dalam hal ini pengawasan tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan mekanisme tata kelola perusahaan yang baik. Kaen (2003)
menyatakan bahwa tata kelola perusahaan pada dasarnya menyangkut
masalah siapa (who) yang seharusnya mengendalikan jalannya kegiatan
korporasi dan mengapa (why) harus dilakukan pengendalian terhadap
jalannya kegiatan korporasi.
commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.1.2. Pengertian Dan Motif Manajemen Laba (Earnings Management)
Laba merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur
kinerja operasional perusahaan. Informasi tentang laba menjadi sebuah
patokan akan keberhasilan atau kegagalan bisnis sebuah perusahaan.
Kreditur maupun investor, menggunakan laba untuk mengevaluasi
kinerja manajemen, memperkirakan earnings power, serta untuk
memprediksi laba dimasa yang akan datang. Manajemen laba, dianggap
memiliki kecenderungan indikasi adanya kecurangan oleh manajer
walaupun tidak melanggar hukum membuat kemungkinan deteksinya
menjadi sulit (Priantinah, 2008). Earnings management atau manajemen
laba merupakan suatu fenomena baru yang telah menambah wacana
perkembangan teori akuntansi. Istilah manajemen laba muncul sebagai
konsekuensi langsung dari upaya
upaya manajer atau pembuat laporan
keuangan untuk melakukan manajemen informasi akuntansi, khususnya
laba (earnings), demi kepentingan pribadi dan/atau perusahaan.
Manajemen Laba (earning management) adalah tindakan nyata
manajer yang dapat mempengaruhi angka laba yang dilaporkan dan
manajemen laba merupakan suatu fenomena pelaporan keuangan
(Merchant, dalam Assih dkk. 2005).
Manajer dapat menggunakan
kebijakannya untuk menetapkan jumlah dan waktu dari pendapatan dan
biaya yang terjadi di dalam perusahaan. Menurut Scott (2009) ,
manajemen laba yaitu :
commit to user
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Earning management is the choice by a manager of accounting
police, or actions affecting earnings, so as to achieve some specific
reported earnings objective
Sedangkan, menurut Healy (1999) manajemen laba adalah :
Earning management occurs when managers use judgement in
financial reporting and in structuring transactions to alter
financial reports to either islead some stakeholders about the
underlying economic performance of the copany or to influensce
contractual outcomes that depend on reported accounting
Selanjutnya menurut (Schipper, dalam Lisa. 2012) mendefinisikan
manajemen laba sebagai suatu intervensi dengan maksud tertentu
terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja untuk
memperoleh beberapa keuntungan pribadi. Menurut Rahmawati, dkk
(2006) Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses pelaporan
keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri.
Berdasarkan definisi diatas sepakat pada hal intensi manajerial
merupakan prasyarat akan manajemen laba, tetapi apakah intensi
manajemen ini bersifat oportunistik, merupakan masalah yang belum
jelas sepenuhnya. Namun, menurut Scott (2000), dalam Rahmawati
(2006) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua.
Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk
memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi,
kontrak utang dan political costs (oportunistic earnings management).
Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient
contracting (efficient earnings management), dimana manajemen laba
memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan
commit to user
15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga
untuk keuntungan pihak
pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan
demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya
melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba
(income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu.
2.1.3. Motivasi Manajemen Laba
Scott (2000) dalam Rahmawati (2006) mengemukakan beberapa
motivasi terjadinya manajemen laba :
1. Bonus Purposes
Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan
bertindak secara
oportunistic untuk melakukan manajemen laba
dengan memaksimalkan laba saat ini.
2. Political Motivations
Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan
pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang
dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan
pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.
3. Taxation Motivations
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang
paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan
penghematan pajak pendapatan.
commit to user
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Pergantian CEO
CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan
pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja
perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar
tidak diberhentikan.
5. Initital Public Offering (IPO)
Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan
menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan
manajemen laba dalam prospectus mereka dengan harapan dapat
menaikkan harga saham perusahaan.
6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor
Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada
investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap
menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.
2.1.4. Tehnik Tehnik Dan Pola Manajemen Laba
Teknik
Tehnik Manajemen Laba menurut Setiawati (2000) dalam
Rahmawati et al (2006) dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu :
1. Memanfaatkan Peluang untuk Membuat Estimasi Akuntansi
Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgment (perkiraan)
terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak
tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi
aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.
commit to user
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Mengubah Metode Akuntansi
Perubahan metode akunatansi yang digunakan untuk mencatat suatu
transaksi. Contoh : merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari
metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus.
3. Menggeser Periode Biaya atau Pendapatan.
Contoh rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain :
mempercepat/menunda
pengembangan
sampai
mempercepat/menunda
pengeluaran
pada
untuk
periode
pengeluaran
penelitian
akuntansi
promosi
dan
berikutnya,
sampai
periode
berikutnya, mempercepat/menunda pengiriman produk ke pelanggan,
mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak dipakai.
Pola manajemen laba menurut Scott (2000), dalam Rahmawati (2006)
dapat dilakukan dengan cara:
1. Taking a Bath
Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO
baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini
diharapkan dapat meningkatkan laba di masa datang.
2. Income Minimization
Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang
tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun
drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.
commit to user
18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Income Maximization
Dilakukan pada
saat
laba
menurun.
Tindakan
atas
income
maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi
untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh
perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang.
4. Income Smoothing
Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan
sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena
pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.
2.1.5. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)
CSR adalah kegiatan sukarela, tetapi perkembangan global akibat
tekanan internal maupun eksternal saat ini menuntut CSR menjadi suatu
kewajiban yang tak bisa ditolak. Kegiatan perusahaan dapat menimbulkan
dampak sosial dan lingkungan, sehingga pengungkapan CSR adalah suatu
alat manajerial yang dipergunakan untuk menghindari konflik sosial dan
lingkungan.
corporate citizenship yang
menunjukkan fakta bahwa perusahaan harus bertindak sebagai warga yang
bertanggung jawab kepada masyarakat dan komunitas di mana ia bertahan
dengan
memberikan
pertimbangan
untuk
kepentingan
masyarakat
(Khandelwal dan Bakshi. 2014).
CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu tindakan atau
konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan
tersebut) sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan
commit to user
19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sekitar dimana perusahaan itu berada. Menurut Zulaikha dan Arini (2013)
Corporate Social Responsibility
didefinisikan sebagai pengungkapan
informasi keuangan dan non keuangan yang berhubungan dengan interaksi
antara perusahaan dan masyarakat. Corporate Social Responsibility (CSR)
merupakan fenomena strategi perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan
dan kepentingan stakeholder-nya. CSR timbul sejak era dimana kesadaran
akan sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada
sekedar profitability.
Menurut
Johnson
and
Johnson
(2006)
dalam
Hadi
(2009)
mendefinisikan :
Corporate Social Responsibility (CSR) is about how companies
manage the business processes to produce an overall positive impact on
society
Definisi tersebut pada dasarnya berangkat dari filosofi bagaimana cara
mengelola perusahaan baik sebagian maupun secara keseluruhan memiliki
dampak positif bagi dirinya dan lingkungan. Untuk itu, perusahaan harus
mampu mengelola bisnis operasinya dengan menghasilkan produk yang
berorentasi secara positif terhadap masyarakat dan lingkungan (Hadi, Nor.
2009).
Bentuk
dukungan
dikeluarkannya undang
pemerintah
terhadap
CSR
adalah
dengan
undang untuk mengatur pelaksanaan dan
pengungkapannya. Di Indonesia, CSR sudah banyak diterapkan pada
perusahaan dan diatur dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal dan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Berdasarkan
commit to user
20
perpustakaan.uns.ac.id
undang
digilib.uns.ac.id
undang, CSR wajib untuk dilaksanakan oleh Perseroan Terbatas,
termasuk di dalamnya perusahaan perbankan. Berdasarkan UU No 40 Pasal
1 angka 3 UU PT, Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah
komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang
bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun
masyarakat pada umumnya
2.1.6. Manfaat Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR)
Dalam ISO 26000 disebutkan manfaat CSR bagi perusahaan yaitu :
1. Mendorong lebih banyak informasi dalam pengambilan keputusan
Berdasarkan
peningkatan
pemahaman
terhadap
ekspektasi
masyarakat, peluang jika kita melakukan tanggung jawab sosial
(termasuk manajemen risiko hukum yang lebih baik) dan risiko jika
tidak bertanggung jawab secara sosial.
2. Meningkatkan praktek pengelolaan risiko dari organisasi
3. Meningkatkan reputasi organisasi dan menumbuhkan kepercayaan
publik yang lebih besar.
4. Meningkatkan daya saing organisasi.
5. Meningkatkan hubungan organisasi dengan para stakeholder dan
kapasitasnya untuk inovasi, melalui paparan perspektif baru dan
kontak dengan para stakeholder.
6. Meningkatkan loyalitas dan semangat kerja karyawan, meningkatkan
commit to user
21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
keselamatan dan kesehatan baik karyawan laki-laki maupun
perempuan dan berdampak positif pada kemampuan organisasi untuk
merekrut, memotivasi dan mempertahankan karyawan.
7. Memperoleh penghematan terkait dengan peningkatan produktivitas
dan efisiensi sumber daya, konsumsi air dan energi yang lebih rendah,
mengurangi limbah, dan meningkatkan ketersediaan bahan baku.
8. Meningkatkan keandalan dan keadilan transaksi melalui keterlibatan
politik yang bertanggung jawab, persaingan yang adil, dan tidak
adanya korupsi.
9. Mencegah atau mengurangi potensi konflik dengan konsumen tentang
produk atau jasa.
10. Memberikan
kontribusi terhadap kelangsungan jangka panjang
organisasi dengan mempromosikan keberlanjutan sumber daya alam
dan jasa lingkungan.
11. Kontribusi kepada masyarakat dan untuk memperkuat masyarakat
umum dan lembaga.
commit to user
22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.2. KERANGKA BERPIKIR
Manajemen Laba
(earning
management)
Corporate Social
Responsibility (CSR)
Variabel Independen
Variabel Dependen
Size (ukuran
perusahaan)
Profitabilitas
(ROA)
Leverage (DER)
Variabel
Kontrol
INTA (intangible
aset)
COM (commercial
and industrial
loans)
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
2.3. PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.3.1. Manajemen Laba dan Corporate Social Responsibility (CSR)
CSR merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh perusahaan
dalam
upaya
untuk
menaikkan
ketertarikan
publik
dengan
memperhatikan tiga garis dasar (triple bottom line) : people, planet, and
profit. Konsep triple bottom line mengajarkan bahwa perusahaan selain
mengejar keuntungan (profit), perusahaan juga harus memperhatikan
dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut
commit to user
23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet).
Profit atau keuntungan menjadi tujuan utama dan terpenting dalam setiap
kegiatan usaha. Tidak heran bila fokus utama dari seluruh kegiatan dalam
perusahaan adalah mengejar profit dan mendongkrak harga saham
setinggi-tingginya sehingga perusahaan cenderung memperhatikan
shareholders semata.
People atau masyarakat merupakan stakeholders yang sangat
penting bagi perusahaan, karena dukungan masyarakat sangat diperlukan
bagi keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan.
Perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat
sebesar-besarnya
kepada
masyarakat.
CSR
(corporate
social
responsibility) merupakan pelebaran tanggungjawab perusahaan sampai
lingkungan (planet) baik secara pisik maupun psikis (Capra, dalam Hadi,
Nor. 2005). Social responsibility dilakukan seperti berinvestasi pada
sektor - sektor ramah lingkungan, menjaga keseimbangan eksploitasi,
pengolahan limbah (daur ulang limbah), menaikkan pengeluaranpengeluan sosial (biaya sosial) serta cara lain guna menjaga
keseimbangan lingkungan.
Namun demikian, sebagai entitas bisnis, sikap opportunistik
seringkali muncul dan tak dapat dihindarkan dalam segala keputusan dan
tindakan, tak terkecuali pada praktek CSR perusahaan. Pelaksanaan CSR
perusahaan oleh sebagian besar perusahaan tak dapat dihindarkan dari
berbagai motif, terutama motif untuk menutupi manajemen laba yang
commit to user
24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dilakukan oleh manajer. Perusahaan yang melakukan manajemen laba
memiliki risiko yang tinggi bagi masa depan perusahaan sehingga
investor dan stakeholder akan bertindak tegas kepada manajer yang
terbukti melakukan manajemen laba. Pengungkapan CSR dari sudut
pandang manajer dapat digunakan sebagai alat untuk memberikan sinyal
yang mengalihkan perhatian investor dan stakeholder, agar tindakan
manajemen laba yang dilakukan oleh manajer tak terdeteksi.
Prior, et al. (2008) menyatakan bahwa manajer mungkin
melakukan tindakan discretionary untuk mengelola laba dalam usahanya
untuk menyampaikan informasi tentang prospek masa depan perusahaan
kepada pasar modal. Prior, et al. (2008) melakukan penelitian pada 593
perusahaan dari 26 negara dan hasilnya perusahaan yang melakukan
manajemen laba cenderung meningkatkan pengungkapan CSR. Sejalan
dengan penelitian Prior, et al. (2008), Grougiou, et al (2014)
juga
membenarkan bahwa manajer perusahaan yang melakukan manajemen
laba cenderung lebih pro-aktif dalam mengungkapkan kegiatan CSR.
CSR dipandang sebagai strategi yang digunakan oleh manajer bank untuk
mengalihkan perhatian stakeholders akan manajemen laba yang
dilakukan oleh manajer.
Berdasarkan literatur di atas, hipotesis yang dirumuskan adalah
sebagai berikut :
H1 : Manajemen laba (earning management) meningkatkan
pengungkapan corporate social responsibility (CSR)
commit to user
25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.3.2. Size/Ukuran Perusahaan dan Corporate Social Responsibility
(CSR)
Size/ukuran perusahaan merupakan variabel penduga yang banyak
digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan
tahunan perusahaan.
Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian
Sembiring (2005) dan Hackston dan Milne (1996) bahwa ukuran (size)
perusahaan berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR. Hal ini
umumnya dikaitkan dengan teori agensi yang menyatakan bahwa
semakin besar suatu perusahaan maka biaya keagenan yang muncul juga
akan semakin besar. Perusahaan akan cenderung mengungkapkan
informasi yang lebih luas untuk mengurangi biaya keagenan tersebut
(Sembiring. 2005). Selain itu, perusahaan besar cenderung lebih disoroti
sehingga pengungkapan yang lebih besar merupakan pengurangan biaya
politis sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan.
2.3.3. Profitabilias dan Corporate Social Responsibility (CSR)
Terdapat hubungan positif antara kinerja ekonomi suatu perusahaan
dengan pengungkapan tanggung jawab sosial. Hal ini dikaitkan dengan
teori agensi bahwa perolehan laba yang semakin besar akan membuat
perusahaan mengungkapkan informasi sosial yang lebih luas. Namun
sebaliknya, seperti penelitian Hackston dan Milne (1996) dan Anggraini
(2006) gagal membuktikan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap
pengungkapan CSR. Menurut
teori
legitimasi,
profitabilitas
berpengaruh negatif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial
commit to user
26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perusahaan. Hal ini didukung dengan argumentasi bahwa ketika
perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen)
menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal yang dapat mengganggu
informasi tentang sukses keuangan perusahaan (Sembiring. 2005).
Penelitian ini, kinerja ekonomi/profitabilitas yang diproksi dengan EBIT
(earning before income and tax).
2.3.4. Leverage dan Coroporate Social Responsibility (CSR)
Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio
leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi,
karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu
lebih tinggi (Jensen & Meckling, 1976). Tambahan informasi diperlukan
untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya
hak-hak mereka sebagai kreditur (Schipper, dalam Khafid. 2012), oleh
karena itu perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki
kewajiban untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas daripada
perusahaan dengan rasio leverage yang rendah. Namun, penelitian
Hackston & Milne (1996) dan Anggraini (2006) tidak bisa membuktikan
bahwa leverage berpengaruh terhadap pengungkapan CSR karena
semakin tinggi tingkat leverage (rasio utang/ekuitas) semakin besar
kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian kredit sehingga
perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi.
Cara yang digunakan agar laba yang dilaporkan tinggi maka manajer
harus mengurangi biaya
biaya (termasuk biaya pengungkapan CSR).
commit to user
27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.3.5. Intangible Asset (INTA) dan Corporate Social Responsibility (CSR)
Menurut
penelitian
Grougiou
(2014)
INTA
berepengaruh
signifikan terhadap CSR. Bank - bank yang memiliki proporsi aset tidak
berwujud lebih besar dari total aset mereka cenderung untuk terlibat
dalam lebih banyak kegiatan CSR. Hubungan ini positif dengan teori
legitimasi dan sinyal. Aset tidak berwujud dianggap sumber yang sangat
penting yang meningkatkan reputasi organisasi.
Namun, volume
investasi perusahaan dalam aset tidak berwujud juga dikaitkan dengan
risiko yang lebih besar, sehingga penggunaan CSR merupakan salah
satu cara untuk memperkuat citra perusahaan serta melindungi sumber
daya perusahaan yang tidak berwujud (Grougiou, et al. 2014).
Disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat intangible assets dalam
perusahaan, maka pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan
juga semakin luas.
commit to user
28
Download