perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. LANDASAN TEORI 2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan teori keagenan adalah hubungan agensi yang merupakan sebuah kontrak antara satu atau lebih orang, dimana pemilik (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Dalam hubungan keagenan ini terkadang akan dapat menimbulkan konflik yang disebut dengan konflik keagenan, konflik tersebut muncul ketika terjadi perbedaan kepentingan antara si pemilik perusahaan dan pihak manajemen. Eisenhardt (1989) menyatakan bahwa konflik keagenan muncul ketika tujuan principal dan agen bertentangan. Eisenhardt (1989) juga menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memilki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Dari asumsi diatas maka dapat dilihat manajer sebagai manusia akan bertindak opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya. Dengan adanya asimetri commit to user 12 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id informasi antara pemilik dan pihak manajemen hal ini dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earning management) (Richardson, 1998). Laba merupakan media informasi yang dapat mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan operasi yang ditetapkan (Parawiyati, 1996). Dapat ditarik kesimpulan bahwa agency theory timbul dikarenakan adanya perbedaan kepentingan dan pemisahan kepemilikan antara pemilik perusahaan dan pihak manajemen. Asimetri informasi antara pihak manajemen dan pemilik dapat membuat manajemen melakukan manajemen laba dimana hal tersebut dapat menyesatkan pemilik mengenai informasi kinerja perusahaannya, karena kinerja perusahaan dapat diukur dengan menggunakan informasi laba perusahaan. Teori agensi menyatakan bahwa konflik kepentingan dan asimetri informasi yang muncul dapat diminimalkan dengan melalui pengawasan yang tepat untuk menyelarasakan kepentingan berbagai pihak dalam perusahaan, dalam hal ini pengawasan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan mekanisme tata kelola perusahaan yang baik. Kaen (2003) menyatakan bahwa tata kelola perusahaan pada dasarnya menyangkut masalah siapa (who) yang seharusnya mengendalikan jalannya kegiatan korporasi dan mengapa (why) harus dilakukan pengendalian terhadap jalannya kegiatan korporasi. commit to user 13 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2.1.2. Pengertian Dan Motif Manajemen Laba (Earnings Management) Laba merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja operasional perusahaan. Informasi tentang laba menjadi sebuah patokan akan keberhasilan atau kegagalan bisnis sebuah perusahaan. Kreditur maupun investor, menggunakan laba untuk mengevaluasi kinerja manajemen, memperkirakan earnings power, serta untuk memprediksi laba dimasa yang akan datang. Manajemen laba, dianggap memiliki kecenderungan indikasi adanya kecurangan oleh manajer walaupun tidak melanggar hukum membuat kemungkinan deteksinya menjadi sulit (Priantinah, 2008). Earnings management atau manajemen laba merupakan suatu fenomena baru yang telah menambah wacana perkembangan teori akuntansi. Istilah manajemen laba muncul sebagai konsekuensi langsung dari upaya upaya manajer atau pembuat laporan keuangan untuk melakukan manajemen informasi akuntansi, khususnya laba (earnings), demi kepentingan pribadi dan/atau perusahaan. Manajemen Laba (earning management) adalah tindakan nyata manajer yang dapat mempengaruhi angka laba yang dilaporkan dan manajemen laba merupakan suatu fenomena pelaporan keuangan (Merchant, dalam Assih dkk. 2005). Manajer dapat menggunakan kebijakannya untuk menetapkan jumlah dan waktu dari pendapatan dan biaya yang terjadi di dalam perusahaan. Menurut Scott (2009) , manajemen laba yaitu : commit to user 14 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Earning management is the choice by a manager of accounting police, or actions affecting earnings, so as to achieve some specific reported earnings objective Sedangkan, menurut Healy (1999) manajemen laba adalah : Earning management occurs when managers use judgement in financial reporting and in structuring transactions to alter financial reports to either islead some stakeholders about the underlying economic performance of the copany or to influensce contractual outcomes that depend on reported accounting Selanjutnya menurut (Schipper, dalam Lisa. 2012) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi. Menurut Rahmawati, dkk (2006) Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri. Berdasarkan definisi diatas sepakat pada hal intensi manajerial merupakan prasyarat akan manajemen laba, tetapi apakah intensi manajemen ini bersifat oportunistik, merupakan masalah yang belum jelas sepenuhnya. Namun, menurut Scott (2000), dalam Rahmawati (2006) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan political costs (oportunistic earnings management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (efficient earnings management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan commit to user 15 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu. 2.1.3. Motivasi Manajemen Laba Scott (2000) dalam Rahmawati (2006) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba : 1. Bonus Purposes Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara oportunistic untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini. 2. Political Motivations Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat. 3. Taxation Motivations Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan. commit to user 16 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4. Pergantian CEO CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan. 5. Initital Public Offering (IPO) Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dalam prospectus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan. 6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik. 2.1.4. Tehnik Tehnik Dan Pola Manajemen Laba Teknik Tehnik Manajemen Laba menurut Setiawati (2000) dalam Rahmawati et al (2006) dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu : 1. Memanfaatkan Peluang untuk Membuat Estimasi Akuntansi Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgment (perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain. commit to user 17 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2. Mengubah Metode Akuntansi Perubahan metode akunatansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi. Contoh : merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus. 3. Menggeser Periode Biaya atau Pendapatan. Contoh rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain : mempercepat/menunda pengembangan sampai mempercepat/menunda pengeluaran pada untuk periode pengeluaran penelitian akuntansi promosi dan berikutnya, sampai periode berikutnya, mempercepat/menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak dipakai. Pola manajemen laba menurut Scott (2000), dalam Rahmawati (2006) dapat dilakukan dengan cara: 1. Taking a Bath Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa datang. 2. Income Minimization Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya. commit to user 18 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3. Income Maximization Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang. 4. Income Smoothing Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil. 2.1.5. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) CSR adalah kegiatan sukarela, tetapi perkembangan global akibat tekanan internal maupun eksternal saat ini menuntut CSR menjadi suatu kewajiban yang tak bisa ditolak. Kegiatan perusahaan dapat menimbulkan dampak sosial dan lingkungan, sehingga pengungkapan CSR adalah suatu alat manajerial yang dipergunakan untuk menghindari konflik sosial dan lingkungan. corporate citizenship yang menunjukkan fakta bahwa perusahaan harus bertindak sebagai warga yang bertanggung jawab kepada masyarakat dan komunitas di mana ia bertahan dengan memberikan pertimbangan untuk kepentingan masyarakat (Khandelwal dan Bakshi. 2014). CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan commit to user 19 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id sekitar dimana perusahaan itu berada. Menurut Zulaikha dan Arini (2013) Corporate Social Responsibility didefinisikan sebagai pengungkapan informasi keuangan dan non keuangan yang berhubungan dengan interaksi antara perusahaan dan masyarakat. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan fenomena strategi perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya. CSR timbul sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability. Menurut Johnson and Johnson (2006) dalam Hadi (2009) mendefinisikan : Corporate Social Responsibility (CSR) is about how companies manage the business processes to produce an overall positive impact on society Definisi tersebut pada dasarnya berangkat dari filosofi bagaimana cara mengelola perusahaan baik sebagian maupun secara keseluruhan memiliki dampak positif bagi dirinya dan lingkungan. Untuk itu, perusahaan harus mampu mengelola bisnis operasinya dengan menghasilkan produk yang berorentasi secara positif terhadap masyarakat dan lingkungan (Hadi, Nor. 2009). Bentuk dukungan dikeluarkannya undang pemerintah terhadap CSR adalah dengan undang untuk mengatur pelaksanaan dan pengungkapannya. Di Indonesia, CSR sudah banyak diterapkan pada perusahaan dan diatur dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Berdasarkan commit to user 20 perpustakaan.uns.ac.id undang digilib.uns.ac.id undang, CSR wajib untuk dilaksanakan oleh Perseroan Terbatas, termasuk di dalamnya perusahaan perbankan. Berdasarkan UU No 40 Pasal 1 angka 3 UU PT, Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya 2.1.6. Manfaat Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) Dalam ISO 26000 disebutkan manfaat CSR bagi perusahaan yaitu : 1. Mendorong lebih banyak informasi dalam pengambilan keputusan Berdasarkan peningkatan pemahaman terhadap ekspektasi masyarakat, peluang jika kita melakukan tanggung jawab sosial (termasuk manajemen risiko hukum yang lebih baik) dan risiko jika tidak bertanggung jawab secara sosial. 2. Meningkatkan praktek pengelolaan risiko dari organisasi 3. Meningkatkan reputasi organisasi dan menumbuhkan kepercayaan publik yang lebih besar. 4. Meningkatkan daya saing organisasi. 5. Meningkatkan hubungan organisasi dengan para stakeholder dan kapasitasnya untuk inovasi, melalui paparan perspektif baru dan kontak dengan para stakeholder. 6. Meningkatkan loyalitas dan semangat kerja karyawan, meningkatkan commit to user 21 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id keselamatan dan kesehatan baik karyawan laki-laki maupun perempuan dan berdampak positif pada kemampuan organisasi untuk merekrut, memotivasi dan mempertahankan karyawan. 7. Memperoleh penghematan terkait dengan peningkatan produktivitas dan efisiensi sumber daya, konsumsi air dan energi yang lebih rendah, mengurangi limbah, dan meningkatkan ketersediaan bahan baku. 8. Meningkatkan keandalan dan keadilan transaksi melalui keterlibatan politik yang bertanggung jawab, persaingan yang adil, dan tidak adanya korupsi. 9. Mencegah atau mengurangi potensi konflik dengan konsumen tentang produk atau jasa. 10. Memberikan kontribusi terhadap kelangsungan jangka panjang organisasi dengan mempromosikan keberlanjutan sumber daya alam dan jasa lingkungan. 11. Kontribusi kepada masyarakat dan untuk memperkuat masyarakat umum dan lembaga. commit to user 22 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2.2. KERANGKA BERPIKIR Manajemen Laba (earning management) Corporate Social Responsibility (CSR) Variabel Independen Variabel Dependen Size (ukuran perusahaan) Profitabilitas (ROA) Leverage (DER) Variabel Kontrol INTA (intangible aset) COM (commercial and industrial loans) Gambar 2.1 Kerangka Berpikir 2.3. PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.3.1. Manajemen Laba dan Corporate Social Responsibility (CSR) CSR merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh perusahaan dalam upaya untuk menaikkan ketertarikan publik dengan memperhatikan tiga garis dasar (triple bottom line) : people, planet, and profit. Konsep triple bottom line mengajarkan bahwa perusahaan selain mengejar keuntungan (profit), perusahaan juga harus memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut commit to user 23 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Profit atau keuntungan menjadi tujuan utama dan terpenting dalam setiap kegiatan usaha. Tidak heran bila fokus utama dari seluruh kegiatan dalam perusahaan adalah mengejar profit dan mendongkrak harga saham setinggi-tingginya sehingga perusahaan cenderung memperhatikan shareholders semata. People atau masyarakat merupakan stakeholders yang sangat penting bagi perusahaan, karena dukungan masyarakat sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan. Perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat. CSR (corporate social responsibility) merupakan pelebaran tanggungjawab perusahaan sampai lingkungan (planet) baik secara pisik maupun psikis (Capra, dalam Hadi, Nor. 2005). Social responsibility dilakukan seperti berinvestasi pada sektor - sektor ramah lingkungan, menjaga keseimbangan eksploitasi, pengolahan limbah (daur ulang limbah), menaikkan pengeluaranpengeluan sosial (biaya sosial) serta cara lain guna menjaga keseimbangan lingkungan. Namun demikian, sebagai entitas bisnis, sikap opportunistik seringkali muncul dan tak dapat dihindarkan dalam segala keputusan dan tindakan, tak terkecuali pada praktek CSR perusahaan. Pelaksanaan CSR perusahaan oleh sebagian besar perusahaan tak dapat dihindarkan dari berbagai motif, terutama motif untuk menutupi manajemen laba yang commit to user 24 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dilakukan oleh manajer. Perusahaan yang melakukan manajemen laba memiliki risiko yang tinggi bagi masa depan perusahaan sehingga investor dan stakeholder akan bertindak tegas kepada manajer yang terbukti melakukan manajemen laba. Pengungkapan CSR dari sudut pandang manajer dapat digunakan sebagai alat untuk memberikan sinyal yang mengalihkan perhatian investor dan stakeholder, agar tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh manajer tak terdeteksi. Prior, et al. (2008) menyatakan bahwa manajer mungkin melakukan tindakan discretionary untuk mengelola laba dalam usahanya untuk menyampaikan informasi tentang prospek masa depan perusahaan kepada pasar modal. Prior, et al. (2008) melakukan penelitian pada 593 perusahaan dari 26 negara dan hasilnya perusahaan yang melakukan manajemen laba cenderung meningkatkan pengungkapan CSR. Sejalan dengan penelitian Prior, et al. (2008), Grougiou, et al (2014) juga membenarkan bahwa manajer perusahaan yang melakukan manajemen laba cenderung lebih pro-aktif dalam mengungkapkan kegiatan CSR. CSR dipandang sebagai strategi yang digunakan oleh manajer bank untuk mengalihkan perhatian stakeholders akan manajemen laba yang dilakukan oleh manajer. Berdasarkan literatur di atas, hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut : H1 : Manajemen laba (earning management) meningkatkan pengungkapan corporate social responsibility (CSR) commit to user 25 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2.3.2. Size/Ukuran Perusahaan dan Corporate Social Responsibility (CSR) Size/ukuran perusahaan merupakan variabel penduga yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian Sembiring (2005) dan Hackston dan Milne (1996) bahwa ukuran (size) perusahaan berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR. Hal ini umumnya dikaitkan dengan teori agensi yang menyatakan bahwa semakin besar suatu perusahaan maka biaya keagenan yang muncul juga akan semakin besar. Perusahaan akan cenderung mengungkapkan informasi yang lebih luas untuk mengurangi biaya keagenan tersebut (Sembiring. 2005). Selain itu, perusahaan besar cenderung lebih disoroti sehingga pengungkapan yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan. 2.3.3. Profitabilias dan Corporate Social Responsibility (CSR) Terdapat hubungan positif antara kinerja ekonomi suatu perusahaan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial. Hal ini dikaitkan dengan teori agensi bahwa perolehan laba yang semakin besar akan membuat perusahaan mengungkapkan informasi sosial yang lebih luas. Namun sebaliknya, seperti penelitian Hackston dan Milne (1996) dan Anggraini (2006) gagal membuktikan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Menurut teori legitimasi, profitabilitas berpengaruh negatif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial commit to user 26 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id perusahaan. Hal ini didukung dengan argumentasi bahwa ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan perusahaan (Sembiring. 2005). Penelitian ini, kinerja ekonomi/profitabilitas yang diproksi dengan EBIT (earning before income and tax). 2.3.4. Leverage dan Coroporate Social Responsibility (CSR) Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi (Jensen & Meckling, 1976). Tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak mereka sebagai kreditur (Schipper, dalam Khafid. 2012), oleh karena itu perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio leverage yang rendah. Namun, penelitian Hackston & Milne (1996) dan Anggraini (2006) tidak bisa membuktikan bahwa leverage berpengaruh terhadap pengungkapan CSR karena semakin tinggi tingkat leverage (rasio utang/ekuitas) semakin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi. Cara yang digunakan agar laba yang dilaporkan tinggi maka manajer harus mengurangi biaya biaya (termasuk biaya pengungkapan CSR). commit to user 27 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2.3.5. Intangible Asset (INTA) dan Corporate Social Responsibility (CSR) Menurut penelitian Grougiou (2014) INTA berepengaruh signifikan terhadap CSR. Bank - bank yang memiliki proporsi aset tidak berwujud lebih besar dari total aset mereka cenderung untuk terlibat dalam lebih banyak kegiatan CSR. Hubungan ini positif dengan teori legitimasi dan sinyal. Aset tidak berwujud dianggap sumber yang sangat penting yang meningkatkan reputasi organisasi. Namun, volume investasi perusahaan dalam aset tidak berwujud juga dikaitkan dengan risiko yang lebih besar, sehingga penggunaan CSR merupakan salah satu cara untuk memperkuat citra perusahaan serta melindungi sumber daya perusahaan yang tidak berwujud (Grougiou, et al. 2014). Disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat intangible assets dalam perusahaan, maka pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan juga semakin luas. commit to user 28