Aquacultura Indonesiana (2008) 9 (3) : 125-134 ISSN 0216–0749 (Terakreditasi SK Nomor : 55/DIKTI/Kep/2005) Studi Keragaman Genetik Gurami (Osphronemus goramy) dengan Pendekatan Sekuen 5S rDNA Murwantoko dan Ignatius Hardaningsih Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian UGM Jl. Flora Bulaksumur Yogyakarta 55281 Email : [email protected], [email protected] Abstract Murwantoko and Ignatius Hardiningsih. 2008. Genetic Variation Study of Gouramy (Osphronemus goramy) Using 5S rDNA Sequence Approach. Aquacultura Indonesiana, 9 (3): 125–134. Gouramy (Osphronemus goramy) is economic valuable fish which shows interspecies variation. The aim of this study was to determine genetic variation from several subspecies of gouramy from Yogyakarta and Banyumas using 5S rDNA sequence approach. 5S rDNA fragments were amplified using PCR with specific primers and using DNA from 9 subspecies of gouramy as templates. The PCR products were cloned into pBSKS vector and sequenced. Sequence analysis showed that high homology with other species was found in transcribed region, while untranscribed region showed low homology and seemed to be species specific. The highest genetic difference was found between YK1.1 with BJ4.A, BJ6.C, BJ1.1A and YK2.1A as 97% homology. Gouramy population from Yogyakarta showed higher genetic variation than Banyumas population. Keywords: Genetic variation; Gouramy (O. goramy); rDNA Abstrak Gurami (Osphronemus goramy) merupakan ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan memiliki variasi intraspesies. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik beberapa subspesies gurami dari daerah Yogyakarta dan Banyumas dengan pendekatan sekuen 5S rDNA. Fragmen 5S rDNA diamplifikasi dengan PCR menggunakan primer spesifik dan DNA dari 9 subspesies gurami sebagai template. Hasil PCR diklon pada vektor pBSKS dan disekuensing. Hasil analisis sekuen mendapatkan pada bagian tertransripsikan mempunyai homologi yang sangat tinggi dengan spesies lain. Bagian yang tidak tertranskripsi bersifat unik pada gurami dan sangat rendah nilai homologinya dengan spesies lain. Tingkat keragaman genetik tertinggi ditemukan antara YK1.1 dengan BJ4.A; BJ6.C, BJ1.1A dan YK2.1A dengan tingkat tingkat homologi sebesar 97%. Gurami asal Yogyakarta mempunyai keragaman genetik yang lebih tinggi dibandingkan dengan gurami asal Banyumas. Kata kunci : Variasi genetik; Gurami (O. goramy); rDNA Pendahuluan Gurami (Osphronemus goramy) merupakan ikan budidaya asli Indonesia dan banyak dipelihara di daerah Jawa dan Sumatera. Ikan ini hidup dan dipelihara di perairan seperti danau, rawa-rawa atau sungai yang tenang. Gurami dimanfaatkan untuk konsumsi dan mempunyai nilai ekonomis tinggi, karena banyak disukai konsumen, mempunyai gizi baik, rasa dagingnya gurih, tekstur daging tidak lembek dan mempunyai harga yang relatif lebih tinggi dibanding jenis lainnya (Respati dan Santoso, 1993; Sulhi dan Iskandar, 2003). Budidaya gurami memiliki banyak keunggulan, di antaranya ikan ini merupakan herbivor (pemakan tumbuh-tumbuhan) sehingga mudah dicarikan pakan apa saja dari tempat sekitar lokasi budidaya. Gurami memiliki alat bantu pernafasan berupa labirin sehingga mampu beradaptasi pada kondisi air dengan kandungan oksigen terlarut yang rendah (kurang dari 3 mg/L) (Respati dan Santoso, 1993). Meskipun demikian beberapa masalah yang dijumpai dalam budidaya gurami antara lain rentan terhadap penyakit, pertumbuhan lambat, tingkat kelulushidupan selama pembenihan rendah (Hatimah, 1991; Nugroho dan Kurniasih, 2003). Soewardi et al. (1995) berhasil mengidentifikasi keberadaan lima subspesies gurami (bule, bluesafir, paris, bastar dan batu) berdasarkan karakter fenotip berupa warna, bentuk kepala, bentuk tubuh dan pola sisiknya. Hasil © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2008 125 Aquacultura Indonesiana, Vol. 9, No. 3, Desember 2008 : 125-134 penelitian Hardaningsih (2001) di Yogyakarta terdapat lima subspesies gurami yang meliputi bule, bluesafir, bastar, paris dan jali. Hasil penelitian Noerhidayati (2002), Setyowati (2002) menunjukkan terdapat perbedaan laju sintasan benih dan pertumbuhan baik pada pemeliharaan benih lepas sarang maupun selama pendederan. Sekuen DNA dapat digunakan sebagai alat analisis studi keragaman genetik dan filogenetik antar spesies maupun interspesies antara lain DNA mitokondria, cytochrome b, major histocompatibility complex (MHC), internal transcribed spacer (ITS)-1 dari 12S rDNA (Stepien dan Kocher, 1997). DNA mitokondria telah digunakan untuk analisis variasi pada genus Percidae (Wiley dan Hagen, 1997), untuk analisis filogenetik antar populasi, spesies dan genus percidae (Faber dan Stepien, 1997). Cytochrome b; internal transcribed spacer (ITS)-1dari 12S rDNA; major histocompatibility complex; masing-masing telah dilakukan untuk studi filogenetik pada Fundulidae (Bernardi, 1997); Blennioid (Stepien et al., 1997); cichlids (Klein et al., 1997). Sedangkan 5S rDNA telah digunakan untuk mengetahui variasi genetik dan arah evolusi dari ikan-ikan sturgeon (Robles et al., 2005). Gurami memiliki variasi intraspesies yang mempunyai perbedaan dalam karakter fenotip, pertumbuhan maupun laju sintasan selama pemeliharaan. Adanya variasi intraspesies ini dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki mutu gentik ikan gurami di antaranya melalui persilangan. Untuk memperbaiki mutu genetik melalui persilangan perlu dilakukan identifikasi marka genetik suatu sub spesies gurami maupun peranakan hasil persilangannya dengan metode yang terandalkan. Studi keragaman genetik pada tingkat sekuen DNA dapat digunakan untuk tujuan tersebut. Pada penelitian ini akan dilakukan studi keragaman genetik beberapa subspesies gurami dengan pendekatan sekuen 5S rDNA. Bahan dan Metode Pengambilan Sampel Sampel ikan gurami berukuran panjang total 7–13 cm diambil dari daerah Banyumas dan Yogyakarta. Ikan dari masing-masing daerah tersebut selanjutnya dikelompokkan pada 126 subspesiesnya berdasarkan morfologinya. Dari masing-masing daerah tersebut telah berhasil diidentifikasi terdapat 4 dan 5 jenis. Ekstraksi DNA Metode yang digunakan untuk ekstraksi DNA genom gurami mengacu pada metode yang dikembangkan oleh Wasco et al. (2003). Insang gurami sebanyak sekitar 50 mg, dihomogenkan di dalam mikrotube yang berisi dengan 400 ìL TNESdigestion buffer. RNAse (10 mg/mL) ditambahkan sebanyak 3 ìL dan diinkubasi pada suhu 42oC selama 1 jam. Setelah inkubasi, ditambahkan Proteinase K (10 mg/mL) sebanyak 3 ìL dan diinkubasi lagi pada suhu 42oC selama 2-10 jam. Selanjutnya suspensi diekstrak dengan 400 ìL phenol: chloroform:isoamyl alcohol (PCIAA) selama 15 menit dan dilanjutkan dengan sentrifugasi. Selanjutnya DNA dipresipitasi dalam 1 M NaCl dan dua kali volume ethanol absolut dingin dan dilarutkan dalam buffer TE. DNA disimpan pada suhu -20oC sampai digunakan. Amplifikasi 5S rDNA Pencarian data di gene bank (www.ncbi.nih.gov) menunjukkan belum ada data genom gurami. Pencarian homologi dari sekuen 5S rDNA dari ikan nila (Oreochromis niloticus) (nomer akses AY945261) yang mengkode mengandung 5S ribosomal RNA genes and nontranscribed spacer menunjukkan bagian 5’ dan 3‘-nya mempunyai nilai homologi yang tinggi terhadap berbagai jenis ikan berbeda genusnya, seperti ikan salmon, zebrafish, Leporinus. Dari bagian sekuens yang sama tersebut dibuat pasangan primer spesifik dengan menambahkan sekuen restriksi. rDNA F 5’-TAGTGGATCCGATCTCGTCCGATCTC-3’ rDNA R 5’-TATCGAATTCAGGCTGGTATGCCGTA-3’ 5S rDNA diamplifikasi dengan menggunakan metode PCR menggunakan genom gurami sebagai template dengan menggunakan primer spesifik dengan siklus 95oC selama 30 detik, 55oC selama 30 detik, 72oC selama 90 detik sebanyak 25 siklus menggunakan PCR kit (Boehringer). Keberhasilan PCR dicek dengan agarose elektroforesis. © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2008 Studi Keragaman Genetik Gurami (Osphronemus goramy (O. goramy) (Murwantoko dan Ignatius Hardaningsih) Gambar 1. Jenis-jenis ikan gurami yang berasal dari Banyumas (BJ) dan Yogyakarta (YK) Kloning DNA Kloning DNA didasarkan atas metode yang dilakukan Murwantoko (2004). Hasil PCR dimurnikan dengan ekstraksi fenol dan presipitasi dengan etanol untuk selanjutnya dipotong dengan menggunakan enzim restriksi yang sesuai, dan selanjutnya dimurnikan lagi. Fragmen PCR yang telah murni diklon ke dalam vektor kloning pBSKSII (Statagene) pada bagian restriksi menggunakan © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2008 127 Aquacultura Indonesiana, Vol. 9, No. 3, Desember 2008 : 125-134 enzim T4 ligase (Toyobo) pada suhu 16oC selama 12 jam. Campuran ligasi ditransformasikan ke dalam E. coli DH5 dengan heat shock 42 o C selama 90 detik dilanjutkan dalam es. Transforman dikultur dalam LB agar plate yang mengandung 50 mg/L ampisilin. Untuk mengetahui masuknya insert ke dalam vektor, koloni yang tumbuh dikultur dalam medium cair LB/Ampisilin pada suhu 37oC selama semalam. Plasmid diisolasi dari bakteri dengan metode minipreparation secara lisis alkali (Sambrook dan Russel, 2001). Plasmid dipotong dengan enzim restriksi selanjutnya dianalisis dengan agarose gel elektroforesis. Sebagian sampel lain untuk pengecekan keberadaan insert dengan menggunakan koloni PCR. Klon bakteri yang positif mengandung sisipan diisolasi plasmidnya untuk disekuensing. Sekuensing Klon terpilih dikultur dalam medium cair LB/Amp selama semalam dan plasmid diisolasi dengan metode seperti di atas. Selanjutnya plasmid dimurnikan dengan metode inkubasi PEG (Murwantoko, 2004). Kontaminan RNA dalam plasmid dihilangkan dengan perlakuan RNAse pada suhu 37oC selama 30 menit. Larutan 50% PEG, 1.6M NaCl ditambahkan dengan volume sama dan diinkubasikan dalam suhu kamar selama 15 menit. Setelah diendapkan, plasmid dicuci dengan etanol 70%. Tingkat kemurnian DNA plasmid dievaluasi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 260 dan 280 nm. PCR sequensing dilakukan dari plasmid dengan kemurnian yang tinggi menggunakan T3 dan T7 primer. Hasil PCR dibaca dengan ABI310 sequencer. Analisis genotipe Analisis sekuens dilakukan dengan program BLAST (Altschul et al., 1990) untuk mengetahui struktur dan kesamaan dengan spesies-spesies lain yang ada di gene bank. Penentuan tingkat keragaman genetik dilakukan dengan dengan uji multiple alignment terhadap sekuen hasil sekuensing yang telah tersedia menggunakan metode Clustal (Thompson et al., 1994). Hasil analisis ditampilkan dalam tabel alignment dan cladogram. 128 Hasil dan Pembahasan Amplifikasi rDNA Genom gurami berhasil disolasi dengan metode Wasco et al. (2003) yang ditandai dengan adanya pita genomik yang tebal dan tidak terfragmentasi ketika diuji dengan elektroforesis pada agarose. Hasil ini lebih baik jika mengunakan metode standar dalam Sambrook dan Russel (2001) (Data tidak ditampilkan). Dari data di bank dengan nomor akses AY945261 yang berupa 5S rDNA dari nila dicari bagian yang sama (conserved) dengan spesiesspesies yang lainnya. Dari bagian yang sama tersebut didesain primer untuk bisa mengamplifikasi 5S ribosomal RNA gene dan nontranscribed spacer yang diprediksikan menghasilkan ukuran sekitar 400 bp. Untuk memudahkan kloning, maka ditambahkan sekuen restriksi enzim BamHI (GGATCC) pada forward primer dan enzim EcoRI (GAATTC) pada reverse primer. Dengan primer yang didesain di atas berhasil mengamplifikasi rDNA dari gurami. Hasil Kajian sekuan 5S rDNA oleh Wasco et al. (2001) terhadap genus Brycon dan Pasolini et al. (2003) pada ikan pari (Rajidae) menunjukkan bahwa amplifikasi 5S rDNA tersebut menghasilkan dua fragmen berukuran 400 dan 500 bp. Dalam penelitian ini 5S rDNA dari gurami telah berhasil diamplifikasi dari genomic DNA dengan menggunakan primer yang telah didesain. Ukuran DNA tersebut sekitar 400 bp seperti yang diharapkan. Terdapat juga pita yang lain yang terbentuk sangat tipis yang berukuran sekitar 700 bp (Gambar 2). Hasil amplifikasi rDNA yang berukuran 400 dan 700 bp juga ditemukan pada berbagai spesies kerapu (Yasa, 2007). Kloning Hasil PCR dimurnikan, dipotong dengan BamHI/EcoRI, dielektroforesis pada agarose kemudian dimurnikan lagi. Selanjutnya fragmen hasil PCR tersebut diklon ke dalam vektor kloning pBSKSII. Untuk mengetahui masuknya sisipan DNA dilakukan pemotongan plasmid dengan menggunakan BamHI dan EcoRI. Sebagai contoh hasil pemotongan tersebut tersaji dalam Gambar 5. © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2008 Studi Keragaman Genetik Gurami (Osphronemus goramy) (Murwantoko dan Ignatius Hardaningsih) Gambar 2. Agarose elektroforesis hasil PCR. Produk PCR berukuran sekitar 400 bp. Kolom paling kiri berupa DNA marker BMS13/HinfI dengan ukuran seperti tertera. Gambar 3. Agarose elektroforesis hasil pengujian masuknya DNA sisipan dengan pemotongan enzim restriksi (A) dan koloni PCR (B). Kolom paling kiri berupa DNA marker BMS13/HinfI dengan ukuran seperti tertera Gambar 4. Sekuen 5S rDNA YK1.1. Ujung 5’ dan 3’ yang diberi garis bawah merupakan sekuen primer yang digunakan untuk mengamplifikasi. © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2008 129 Aquacultura Indonesiana, Vol. 9, No. 3, Desember 2008 : 125-134 Plasmid yang mengandung sisipan DNA akan menjadi dua pita. Satu pita di atas berukuran 2,8 kbp merupakan plasmid pBSKSII dan satu pita di bawah berukuran 400-an bp merupakan DNA yang disisipkan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semua sampel yang diuji menunjukkan adanya sisipan DNA dalam plasmid (Gambar 3A). Sebagian sampel yang lain untuk pengujiannya dilakukan dengan colony PCR. Bakteri transformant yang mengandung DNA sisipan akan memberikan pita DNA yang berukuran 400-an bp (Gambar 3B). Sekuensing Bakteri yang mengandung sisipan DNA diisolasi plasmidnya dan disekuensing dengan menggunakan primer T7. Contoh sekuens 5S rDNA isolat YK1.1 seperti terlihat dalam gambar di bawah, sedangkan hasil sekuensing yang lengkap ada di Gambar 6. Hasil sekuensing menunjukkan bahwa 5S rDNA yang teramplifikasi berukuran 433 bp. Untuk menganalisis lebih jauh terhadap hasil kloning tersebut, sekuen DNA dianalisis dengan BLAST (www.ncbi.nih.gov/blast). Hasil analisis BLAST sekuens Yk1.1 terlihat dalam Gambar 5. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa pada bagian depan (5’) dan bagian akhir (3’) mempunyai homologi dengan sekuens yang ada di gene bank; dan bagian tersebut merupakan daerah yang ditranskripsi (transcribed region). Bagian 5’ yaitu dari nukleotida pertama sampai dengan nukleotida ke 93 merupakan urutan rDNA dari 31 sampai 123; sedangkan bagian 3’ yaitu dari nukleotida 415 sampai 434 merupakan urutan rDNA dari 1 sampai 20. Daerah yang ditrankripsi ini mempunyai homologi yang sangat tinggi dengan beberapa spsies ikan lain yaitu Oncorhynchus kisutch, Brycon brevicauda, Molva molva, Liza ramada, Brycon insignis, Danio rerio, Mugil cephalus dengan tingkat homologi 100%. Bagian sekuen 5S rDNA dari nukleotida 93 sampai 414 merupakan sekuen dari bagian yang tidak tertranskripsikan (non transcribed region). Untuk melihat lebih detail kemungkinan homologi pada bagian yang tidak tertranskripsikan, dilakukan uji BLAST. Hasil analisis tidak mendapatkan data di gene bank yang mempunyai homologi yang cukup besar dengan sekuen dari gurami ini. Tingkat homologi tertinggi dengan zebrafish hanya sebesar 10% (Data tidak disampaikan). Dengan demikian sekuen di daerah yang tidak tertranskripsikan ini bersifat unik antar spesies gurami. Variasi dalam daerah tidak Gambar 5 Hasil analisis Blast terhadap sekuen 5S rDNA gurami YK1.1 130 © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2008 Studi Keragaman Genetik Gurami (Osphronemus goramy) (Murwantoko dan Ignatius Hardaningsih) Gambar 6. Hasil multiple alignment sekuen 5S rDNA. Tanda bintang (*) menunjukkan nukeotida yang sama untuk semua sampel yang diamati. © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2008 131 Aquacultura Indonesiana, Vol. 9, No. 3, Desember 2008 : 125-134 Gambar 7. Cladogram hasil alignment sekuen 5S rDNA tertranskripsi ini bersifat amat spesifik pada suatu spesies dan sering digunakan dalam studi evolusi (Lodish et al., 2001) Keragaman 5s rDNA gurami Untuk mengetahui tingkat keragaman genetik gurami dilakukan uji multiple alignment terhadap sekuen-sekuen 5S rDNA dari ikan gurami. Hasil analisis multiple alignment menunjukkan bahwa pada bagian yang tertransripsikan menjadi 5S RNA (transcribed region) merupakan bagian yang sangat mirip (conserved), sebagaimana juga mirip dengan spesies yang lain. Sedangkan pada bagian yang tidak tertranskripsi (nontranscribed region) terlihat lebih bervariasi dan ditemukan perbedaan sebanyak 12 nukleotida dari ikan gurami yang diamati (Gambar 9). Secara keseluruhan dari sembilan sampel mempunyai nilai homologi tertinggi 100% pada BJ4.A: BJ6.C; YK4.2A: YK3.2. Sedangkan tingkat homologi terendah sebesar 97% pada YK1.1A: (BJ4.A, BJ6.C, BJ1.1A dan YK2.1A). Cladogram dari sekuen-sekuen tersebut terlihat pada Gambar 7. Hasil penelitian menunjukkan bahwa YK1, YK3 dan YK4 membentuk suatu kelompok tersendiri. YK5 menunjukkan karakter tersendiri, sedangkan YK2 menunjukkan kesamaan dengan BJ1, BJ4 dan BJ6. Dari gurami Banyumas hanya BJ2 yang menunjukkan perbedaan dari gurami Banyumas yang lain. Dari hasil tersebut terlihat bahwa gurami di Yogyakarta mempunyai keragaman genetik yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan gurami dari Banyumas. Rendahnya keragaman genetik di Banyumas juga ditemukan oleh Soewardi (1995), bahwa dengan menggunakan metode biokimia (isozim), populasi gurami di Banyumas memiliki keragaman yang lebih rendah dibandingkan dengan dari Parung, bahkan 132 dua populasi asal Banyumas yang diteliti memiliki genetik yang relatif sama. Dari hasil penelitian juga tampak bahwa di Yogyakarta terdapat tiga jenis yang tidak terdapat di Banyumas, sehinga kemungkinan merupakan jenis endemik dari Yogyakarta. Dari kenampakan morfologinya, kemungkinan hanya ada dua jenis yang endemik, karena jenis YK3 kemungkinan merupakan persilangan antara YK 1 dan YK4. Dalam rangka pengembangan atau pemuliaan gurami dapat dilakukan pemurnian beberapa jenis gurami antara lain : YK2, YK5, BJ2 dan YK1 serta YK4. Dari studi dengan menggunakan sekuen 5S rDNA ini telah mampu memberikan gambaran keragaman genetik gurami dari Yogyakarta dan Banyumas. Untuk lebih memberikan penguatan terhadap keragaman ini perlu dilakukan analisis dengan menggunakan gene ataupun metode yang lain. Yasa (2007) menenunjukkan bahwa terdapat sedikit perbedaan kekerabatan kerapu ketika menggunakan dasarnya berupa sekuen 5S; 12S dan 16 S rDNA. Untuk lebih menggambarkan populasi gurami di Indonesia penelitian ini perlu dikembangkan pada populasi lain seperti di Parung, karena Soewardi (1995) menemukan bahwa populasi Parung mempunyai keragaman yang tinggi, maupun di daerah sentra gurami yang lain, misalnya di Jawa Timur. Kesimpulan Hasil studi menggunakan sekuen 5S rDNA pada beberapa sub spesies gurami mendapatkan pada bagian tertransripsikan (transcribed region) mempunyai homologi yang sangat tinggi dengan spesies lain. Bagian yang tidak tertranskripsi (nontranscribed region) gurami bersifat unik dan © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2008 Studi Keragaman Genetik Gurami (Osphronemus goramy) (Murwantoko dan Ignatius Hardaningsih) sangat rendah nilai homologinya dengan spesies lain. Berdasarkan sekuen 5S rDNA tersebut tingkat keragaman genetik tertinggi ditemukan antara YK1.1 dengan BJ4.A, BJ6.C, BJ1.1A dan YK2.1A dengan tingkat tingkat homologi sebesar 97%. Gurami asal Yogyakarta mempunyai keragaman genetik yang lebih tinggi dibandingkan dengan gurami asal Banyumas. Ucapan Terima Kasih Penelitian ini dilaksanakan atas biaya Penelitian Dasar Dirjen Dikti tahun 2006. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Masashi Kawaichi, Division of Gene Function in Animals, Nara Institute of Science and Techonology atas berbagai bantuan teknis yang telah diberikan. Daftar Pustaka Altschul, S.F., W. Gish, W. Miller, E.W. Myers and D.J. Lipmann. 1990. Basic Local Alignment Search Tool. J. Mol. Biol., 215: 403–410 Bernardi, G. 1997. Molecular Phylogeny of the Fundulidae (Teleostei, Cyprinodontiformes) Based on the Cytochrome b gene. In: Molecular Systematics of Fishes, T.D. Kocher and C.A. Stepien (Eds), Academic Press. pp. 189–198 Faber, J.E. and C.A. Stepien. 1997. The Utility of Mitochondrial DNA Control Region Sequences for Analyzing Phylogenetic Relationships among Populations, Spesies, and Genera of Percidae. In: Molecular Systematics of Fishes, T.D. Kocher and C.A. Stepien (Eds). Academic Press. pp. 29–144. Hardaningsih, I. 2001. Penelusuran Variasi Fenotip Gurami (Osphronemus goramy) di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tesis S-2. Program Pasca Sarjana UGM. 64 hlm. Hatimah, S. 1991. Pengaruh Kadar Penebaran Terhadap Pertumbuhan Ikan Gurami (Osphronemus goramy) di Kolam. Buletin Penelitian Perikanan Darat, 10: 64–69. Klein, J., D. Klein, F. Figueroa, A. Sato and C. O’huigin. 1997. Major Histocompatibility Complex Genes in The Study of Fish Phylogeny. in: Molecular Systematics of Fishes, T.D. Kocher and C.A. Stepien (Eds). Academic Press. pp. 271–284. Lodish, H., A. Berk, S.L. Zipursky, P. Matsudaira, D. Baltimore and J. Darnell. 2001. Molecular Cell Biology. W.H. Freeman and Co. Murwantoko. 2004. Analysis of HtrA Genes in Animals: Identification of HtrA Genes from Fruit Fly and Zebrafish, Immunological Properties of Mammalian HtrA1 and HtrA3, and Roles of PDZ Domain on Protease Activity of HtrA1. Doctor thesis. Nara Institute of Science and Technology, Japan. Noerhidayati, F. 2002. Sintasan dan Laju Pertumbuhan Benih Beberapa Subspesies Gurami (Osphronemus goramy) selama Pendederan. Skripsi. Fakultas Pertanian UGM. Nugroho, E. dan T. Kurniasih. 2003. Perbaikan Produktifitas Ikan Gurami. Temu Bisnis Gurami, UNPAD-Bandung 28 Agustus 2003. Pasolini, P., N. Ungaro, L. Barbaresi, F. Maradona and O. Carnevalli. 2003. Molecular Organization and Evolution of the 5S rDNA genes of Rajidae. Biodiversity Elasmobranch Group, University of Bologna Italy. Respati, H dan B. Santoso. 1993. Petunjuk Praktis Budidaya Ikan Gurami. Kanisius. Yogyakarta, 50 hlm. Robles, F.R, de la Herran, A. Ludwig, C.R. Rejon, M.R. Rejon and M.A. Garrido-Ramos. 2005. Genomic Organization and Evolution of the 5S Ribosomal DNA in the Ancient Fish Sturgeon. Genome, 48(1): 18–28. Sambrook, J. and D.W. Russel. 2001. Molecular Cloning, A Laboratory Manual, Third Edition. Cold Spring Harbor Lab. Press. Setyowati, D.N. 2002. Sintasan dan Pertumbuhan Benih Lepas Sarang Beberapa subspesies gurami (Osphronemus goramy). Skripsi S1. Fakultas Pertanian UGM. Soewardi, K. 1995. Karakterisasi Populasi Ikan Gurame, Osphronemus goramy, Lacepede, dengan Metode Biokimia. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, III(2): 33–39 Soewardi, K., R. Rachmawati, R. Affandi dan D.G. Bengen. 1995. Penelusuran Varietas Ikan Gurame (Osphronemus goramy), Lacepede, Berdasarkan Penampilan Karakter Luar (Fenotip). Jurnal Ilmuilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, 3(2): 23–31 Stepien, C.A., A.K. Dillon, M.J. Brooks, K.L. Chase and A.N. Hubers. 1997. The Evolution of Blennioid Fishes Based on an Analysis of Mitochondrial 12S rDNA. In: Molecular Systematics of Fishes, T.D. Kocher and C.A. Stepien (Eds), Academic Press. pp. 245–270 Stepien, C.A. and T.D. Kocher. 1997. Molecules and Morphology in Studies of Fish Evolution. In: Molecular systematics of fishes, T.D. Kocher and C.A. Stepien (Eds), Academic Press. pp. 1–9. Sulhi, M. dan Iskandar. 2003. Peningkatan Produksi Melalui Budidaya Gurami secara Intensif. Temu Bisnis Gurami, UNPAD-Bandung 28 Agustus 2003. © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2008 133 Aquacultura Indonesiana, Vol. 9, No. 3, Desember 2008 : 125-134 Thompson, J.D., D.G. Higgins and T.J. Gibson. 1994. CLUSTALW: Improving the Sensitivity of Progressive Multiple Sequence Alignment though Sequence Weighting, Position Specific Gap Penalties and Weight Matrix Choice. Nucleic Acids Res, 22: 4673–4680 Wasco, A.P., C. Martins, J.M. Wright and P.M. Galetti. 2001. Molecular Organization of 5S rDNA in Fish of the Genus Brycon. Genome, 44: 893–902. Wasco, A.P., C. Martins, C. Oliviera and F. Foresti. 2003. Non-destructive Genetic Sampling in Fish, An 134 Improved Method for DNA Extraction from Fish Fins and Scales. Hereditas, 138: 161–165 Wiley, E.O. and R.H. Hagen. 1997. Mitochondrial DNA Sequence Variation Among the Sand Darters (Percidae: Teleostei). In: Molecular Systematics of Fishes, T.D. Kocher and C.A. Stepien (Eds). Academic Press. pp. 75–96. Yasa, N.A. 2007. Analisis Hubungan Kekerabatan Ikan Kerapu Asal Indonesia berdasarkan Sekuens 5S rDNA. Tesis. Program Studi Bioteknologi, Sekolah Pasca Sarjana UGM © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2008