BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keputusan Investasi 2.1.1.1 Pengertian Investasi Terdapat beberapa pengertian investasi, yaitu: Pengertian investasi menurut Rakhimsyah dan Gunawan (2011) adalah: “Investasi adalah mengorbankan aset yang dimiliki sekarang untuk mendapatkan aset pada masa yang akan datang dengan jumlah yang lebih besar.” Martono dan Harjito (2010:138) menjelaskan bahwa investasi merupakan: “Penanaman dana yang dilakukan oleh suatu perusahaan ke dalam suatu aset dengan harapan memperoleh pendapatan di masa yang akan datang.” Menurut Mulyadi (2001:284), investasi adalah: “Pengaitan sumber-sumber dalam jangka panjang untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang.” Dari beberapa pengertian mengenai investasi, maka dapat disimpulkan bahwa investasi adalah penanaman sejumlah dana pada saat ini dengan harapan memperoleh keuntungan di masa yang akan datang. 10 11 2.1.1.2 Tujuan Investasi Untuk mencapai suatu efektivitas dan efisiensi dalam keputusan, maka diperlukan ketegasan akan tujuan yang diharapkan (Fahmi dan Hadi, 2011:6). Begitu pula halnya dalam bidang investasi, perlu menetapkan tujuan yang hendak dicapai, yaitu: a. Terciptanya keberlanjutan (continuity) dalam investasi tersebut. b. Terciptanya profit yang maksimum atau keuntungan yang diharapkan (profit actual). c. Terciptanya kemakmuran bagi para pemegang saham. d. Turut memberikan andil bagi pembangunan bangsa. 2.1.1.3 Bentuk-bentuk Investasi Fahmi dan Hadi (2011:7) menjelaskan bahwa pada umumnya dalam aktivitas investasi terdapat dua bentuk, yaitu: a. Investasi nyata (real investment) Investasi nyata secara umum melibatkan aset berwujud, seperti tanah, mesin-mesin, atau pabrik. b. Investasi keuangan (financial investment) Investasi keuangan melibatkan kontrak tertulis, seperti saham biasa (common stock) dan obligasi (bond). 12 2.1.1.4 Proses Investasi Setiap melakukan keputusan investasi selalu memerlukan proses yang mana proses tersebut memberikan gambaran setiap tahap yang akan ditempuh oleh perusahaan. Menurut Fahmi dan Hadi (2011:9), secara umum proses manajemen investasi meliputi lima langkah, yaitu: 1. Menetapkan sasaran investasi Penetapan sasaran, artinya melakukan keputusan yang bersifat fokus atau menempatkan target sasaran terhadap yang akan diinvestasikan. Penetapan sasaran investasi sangat disesuaikan dengan apa yang ditujukan pada investasi tersebut. 2. Membuat kebijakan investasi Pada tahap proses yang kedua ini menyangkut dengan bagaimana perusahaan mengelola dana yang berasal dari saham, obligasi, dan lainnya untuk kemudian didistribusikan ke tempat-tempat yang dibutuhkan. Perhitungan pendistribusian dana ini haruslah dilakukan dengan prinsip kehati-hatian (prudential principle) karena berbagai hal akan dapat timbul pada saat dana tersebut tidak mampu untuk ditarik kembali. 3. Memilih strategi portofolio Memilih strategi menyangkut keputusan peranan yang akan diambil oleh pihak perusahaan, yaitu apakah bersifat aktif atau pasif saja. Pada saat perusahaan melakukan investasi aktif maka semua kondisi tentang perusahaan akan dengan cepat tergambarkan di pasar saham. Investasi aktif akan selalu mencari informasi yang tersedia dan kemudian selanjutnya 13 mencari kombinasi portofolio yang paling tepat untuk dilaksanakan. Sedangkan secara pasif hanya dapat dilihat pada indeks rata-rata saja atau berdasarkan pada reaksi pasar saja tanpa ada sikap aktraktif. 4. Memilih aset Pihak perusahaan berusaha memilih aset investasi yang nantinya akan memberi keuntungan yang tertinggi. 5. Mengukur dan mengevaluasi kinerja Tahap ini menjadi tahap re-evaluasi bagi perusahaan untuk melihat kembali apa yang telah dilakukan selama ini dan apakah tindakan yang telah dilakukan selama ini benar-benar maksimal atau belum maksimal. Jika belum maka sebaiknya segera melakukan perbaikan agar kerugian tidak akan terjadi. 2.1.1.5 Pengertian Keputusan Investasi Tugas manajer keuangan yang dilakukan secara rutin adalah bagaimana mengatur aliran dana agar operasi perusahaan berjalan dengan baik. Di samping tugas rutin tersebut, manajer keuangan mempunyai tugas yang cukup berat yaitu membuat keputusan investasi. Keputusan ini sangat penting dengan semakin besarnya dan berkembangnya perusahaan. Semakin perusahaan berkembang, maka manajemen dituntut mengambil keputusan investasi, seperti pembukaan cabang, perluasan usaha, maupun pendirian perusahaan lainnya (Sutrisno, 2012:121). 14 Terdapat beberapa pengertian keputusan investasi, yaitu: Pengertian keputusan investasi menurut Sutrisno (2012:5): “Keputusan investasi adalah masalah bagaimana manajer keuangan harus mengalokasikan dana ke dalam bentuk-bentuk investasi yang akan dapat mendatangkan keuntungan di masa yang akan datang.” Menurut Sudana (2011:3): “Keputusan investasi adalah keputusan keuangan tentang aktiva yang harus dibeli perusahaan.” Harmono (2011:9) menjelaskan bahwa keputusan investasi merupakan: “Kebijakan terpenting dari kedua kebijakan lain dalam manajemen keuangan, yaitu keputusan pendanaan dan kebijakan dividen. Investasi modal sebagai aspek utama kebijakan manajemen keuangan karena investasi adalah bentuk alokasi modal yang realisasinya harus menghasilkan manfaat atau keuntungan di masa yang akan datang.” Menurut Riyanto (2010:10), keputusan mengenai investasi merupakan keputusan yang paling penting diantara keputusan pendanaan dan kebijakan dividen, karena: “Keputusan mengenai investasi akan berpengaruh secara langsung terhadap besarnya rentabilitas investasi dan aliran kas perusahaan untuk waktu-waktu berikutnya. Pengertian keputusan investasi menurut Martono dan Harjito (2010:4), yaitu: “Keputusan investasi merupakan keputusan terhadap aset apa yang akan dikelola oleh perusahaan. Keputusan investasi berpengaruh 15 secara langsung terhadap besarnya rentabilitas investasi dan aliran kas perusahaan untuk waktu-waktu yang akan datang.” Keputusan investasi menurut Purnamasari, dkk (2009) merupakan: “Keputusan yang menyangkut pengalokasian dana yang berasal dari dalam maupun dana yang berasal dari luar perusahaan pada berbagai bentuk investasi.” Pujiati dan Widanar (2009) mendefinisikan keputusan investasi sebagai berikut: ”Keputusan investasi merupakan keputusan yang dikeluarkan perusahaan terkait dengan kegiatan perusahaan untuk melepaskan dana pada saat sekarang dengan harapan untuk menghasilkan arus dana masa mendatang dengan jumlah yang lebih besar dari yang dilepaskan pada saat investasi awal, sehingga harapan perusahaan untuk selalu tumbuh dan berkembang akan semakin jelas dan terencana.” Menurut Irawati (2006:3), keputusan investasi adalah: “Keputusan yang diambil oleh manajer keuangan dalam allocation of fund atau pengalokasian dana ke dalam bentuk investasi yang dapat menghasilkan laba di masa yang akan datang. Keputusan investasi ini akan tergambar dari aktiva perusahaan dan mempengaruhi struktur kekayaan perusahaan, yaitu perbandingan antara current assets dengan fixed assets.” Dari beberapa pengertian keputusan investasi, maka dapat disimpulkan bahwa keputusan investasi adalah keputusan mengalokasikan dana ke dalam bentuk-bentuk investasi yang akan menghasilkan keuntungan di masa yang akan datang. 16 Keputusan investasi berkaitan dengan proses pemilihan satu atau lebih alternatif investasi yang dinilai menguntungkan dari sejumlah alternatif investasi yang tersedia bagi perusahaan. Hasil dari keputusan investasi yang diambil oleh manajemen perusahaan akan tampak di neraca sisi aset, yaitu berupa aset lancar dan aset tetap (Sudana, 2011:6). Manajer keuangan dalam menjalankan fungsi penggunaan dana harus selalu mencari alternatif-alternatif investasi untuk kemudian dianalisa, dan dari hasil analisa itu harus diambil keputusan alternatif investasi mana yang akan dipilih. Dengan kata lain, manajer keuangan harus mengambil keputusan investasi (Riyanto, 2010:5). Keputusan investasi perusahaan sangat dipengaruhi oleh kesempatan investasi, karena semakin besar kesempatan investasi yang menguntungkan maka investasi yang dilakukan semakin besar, dalam hal ini manajer berusaha mengambil peluang-peluang tersebut untuk memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham (Hidayat, 2010). Myers (1977) dalam Hasnawati (2005) memperkenalkan set peluang investasi (investment opportunity set) dalam kaitannya untuk mencapai tujuan perusahaan. Menurut Myers (1977), investment opportunity set memberikan petunjuk yang lebih luas dimana nilai perusahaan sebagai tujuan utama tergantung pada pengeluaran perusahaan di masa yang akan datang. Investment opportunity set merupakan suatu kombinasi antara aktiva yang dimiliki (asset in place) dan pilihan investasi di masa yang akan datang dengan net present value positif. 17 Menurut Gaver dan Gaver (1993) dalam Hasnawati (2005), investment opportunity set merupakan nilai perusahaan yang besarnya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang, dimana pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan mengahasilkan return yang lebih besar. Pendapat ini sejalan dengan Smith dan Watts (1992) dalam Hidayat (2010) yang menyatakan bahwa set kesempatan investasi merupakan komponen nilai perusahaan yang merupakan hasil dari pilihan-pilihan untuk membuat investasi di masa yang datang. Terdapat dua pengertian mengenai investment opportunity set (IOS), yaitu investment opportunity set (IOS) merupakan keputusan investasi yang dilakukan perusahaan untuk menghasilkan nilai. Di lain pihak, Investment opportunity set (IOS) didefinisikan sebagai nilai perusahaan yang nilainya di proksi melalui Investment Opportunity Set (IOS). Namun, secara umum dapat disimpulkan bahwa Investment Opportunity Set (IOS) merupakan hubungan antara pengeluaran saat ini maupun di masa yang akan datang dengan nilai atau return atau prospek sebagai hasil dari keputusan investasi untuk menghasilkan nilai perusahaan (Hasnawati, 2005:118). Rakhimsyah dan Gunawan (2011) menjelaskan bahwa pilihan investasi merupakan suatu kesempatan untuk berkembang, namun seringkali perusahaan tidak selalu dapat melaksanakan semua kesempatan investasi di masa mendatang. Bagi perusahaan yang tidak dapat menggunakan kesempatan investasi tersebut akan mengalami pengeluaran yang lebih tinggi dibanding dengan nilai kesempatan yang hilang. 18 2.1.1.6 Mengukur Keputusan Investasi Berbagai variabel yang digunakan sebagai proksi set kesempatan investasi telah digunakan dalam berbagai penelitian. Proksi set kesempatan investasi dapat diklasifikasikan ke dalam empat tipe (Kallapur dan Trombley, 2001), yaitu: 1. Proksi berdasarkan harga (price based proxies) Set kesempatan berdasarkan harga merupakan proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Proksi ini didasari atas suatu ide yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan secara parsial dinyatakan dalam harga-harga saham dan perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif untuk aktiva-aktiva yang dimiliki. Set kesempatan investasi yang didasari pada harga akan berbentuk suatu rasio sebagai suatu ukuran aktiva yang dimiliki dan nilai pasar perusahaan. Rasio-rasio yang telah digunakan yang berkaitan dengan proksi berdasarkan pasar, antara lain: market to book value of equity; book to market value of assets; tobin’s Q; earnings to price ratios; ratio of property, plant, and equipment to firm value; dan ratio of depreciation to firm value. 2. Proksi berdasarkan investasi (investment based proxies) Ide proksi set kesempatan investasi berdasarkan investasi mengungkapkan bahwa suatu kegiatan investasi yang besar berkaitan secara positif dengan nilai set kesempatan investasi suatu perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang memiliki suatu set kesempatan investasi yang tinggi seharusnya juga memiliki suatu tingkatan investasi yang tinggi pula dalam bentuk aset yang 19 ditempatkan atau yang diinvestasikan untuk waktu yang lama dalam suatu perusahaan. Bentuk dari proksi ini adalah suatu rasio yang membandingkan suatu pengukuran investasi yang telah diinvestasikan dalam bentuk aset tetap atau suatu hasil operasi yang diproduksi dari aset yang telah diinvestasikan. Rasio-rasio yang telah digunakan yang berkaitan dengan proksi berdasarkan investasi tersebut, antara lain: R&D expense to assets, sales, or firm value dan ratio of capital expenditures to firm value. 3. Proksi berdasarkan varian (variance measures) Proksi set kesempatan investasi berdasarkan varian mengungkapkan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh. Ukuran yang berkaitan dengan proksi berdasarkan varian tersebut, antara lain: variance of returns dan asset betas. 4. Proksi gabungan dari proksi individual Alternatif proksi gabungan set kesempatan investasi dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi kesalahan pengukuran (measurement error) yang ada pada proksi individual, sehingga akan menghasilkan pengukuran yang lebih baik untuk set kesempatan investasi. Metode yang dapat digunakan untuk menggabungkan beberapa proksi individual menjadi satu proksi yang akan diuji lebih lanjut adalah dengan menggunakan analisis faktor. Keempat jenis proksi yang telah disebutkan sebelumnya menggambarkan beragam ukuran set kesempatan investasi yang memungkinkan beberapa peneliti menggunakan beragam rasio sebagai proksi set kesempatan investasi. 20 Hal ini terjadi karena set kesempatan investasi bersifat tidak dapat diobservasi atau unobservable. Proksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah price earning ratio (PER). Menurut Sutrisno (2012:224), price earning ratio mengukur seberapa besar perbandingan antara harga saham perusahaan dengan keuntungan yang akan diperoleh oleh pemegang saham. Price earning ratio melihat harga pasar saham relatif terhadap earning. Perusahaan yang diharapkan tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tinggi, yang berarti mempunyai prospek yang baik biasanya mempunyai price earning ratio yang tinggi. Sebaliknya, perusahaan yang diharapkan mempunyai pertumbuhan rendah, akan mempunyai price earning ratio yang rendah (Hanafi, 2012:43). Price earning ratio adalah nilai harga per lembar saham. Indikator ini secara praktis telah diaplikasikan dalam laporan keuangan laba rugi bagian akhir dan menjadi bentuk standar pelaporan keuangan bagi perusahaan di Indonesia. Price earning ratio disebut juga sebagai pendekatan earnings multiplier yang menunjukkan rasio harga pasar terhadap earnings. Rasio ini menunjukkan seberapa besar investor menilai harga saham terhadap kelipatan earnings (Harmono, 2011:57). Price earning ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 21 2.1.2 Keputusan Pendanaan 2.1.2.1 Pengertian Keputusan Pendanaan Keputusan pendanaan merupakan kebijakan tentang keputusan pembelanjaan atau pembiayaan investasi. Keputusan pendanaan ini mencakup cara bagaimana mendanai kegiatan perusahaan agar optimal, cara memperoleh dana untuk investasi yang efisien, dan cara mengkomposisikan sumber dana optimal yang harus dipertahankan (Horne, 1997:295 dalam Ansori dan Denica, 2010). Sejumlah teori telah muncul untuk menjelaskan perbedaan keputusan pendanaan bagi setiap perusahaan. Teori-teori tersebut menyatakan bahwa perusahaan dalam menetapkan struktur pendanaan tergantung pada perimbangan antara beban dan manfaat keseimbangan informasi dan insentif pengendalian perusahaan (Yuliani, dkk., 2013). Terdapat beberapa pengertian mengenai keputusan pendanaan, yaitu: Efni, dkk (2012:130) menjelaskan bahwa keputusan pendanaan berkaitan dengan: “Keputusan perusahaan dalam mencari dana untuk membiayai investasi dan menentukan komposisi sumber pendanaan. Pendanaan perusahaan dapat dikelompokkan sumber dananya, yaitu pendanaan internal dan pendanaan eksternal. Pendanaan internal merupakan pendanaan yang berasal dari dalam perusahaan, yaitu laba ditahan, sedangkan pendanaan eksternal, yaitu pendanaan hutang (debt financing), ekuitas (equity financing), dan hybrid securities.” Menurut Sutrisno (2012:5) keputusan pendanaan sering disebut sebagai kebijakan struktur modal, karena: “Pada keputusan ini, manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan dan menganalisis kombinasi dari sumber- 22 sumber dana yang ekonomis bagi perusahaan guna membelanjai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan usahanya.” Pengertian keputusan pendanaan menurut Harmono (2011:231): “Keputusan pendanaan adalah menganalisis kondisi sumber pendanaan perusahaan baik melalui utang maupun modal yang akan dialokasikan untuk mendukung aktivitas operasi perusahaan, baik dalam investasi modal kerja ataupun aset tetap.” Menurut Sudana (2011:3) keputusan pendanaan adalah: “Keputusan keuangan tentang asal dana untuk membeli aset.” Menurut Martono dan Harjito (2010:5), keputusan pendanaan menyangkut beberapa hal, yaitu: ”Pertama, keputusan mengenai penetapan sumber dana yang diperlukan untuk membiayai investasi. Kedua, penetapan tentang perimbangan pembelanjaan yang terbaik atau sering disebut struktur modal yang optimum.” Husnan dan Pudjiastuti (2006:277) menjelaskan bahwa keputusan pendanaan adalah: “Keputusan tentang bentuk dan komposisi pendanaan yang akan dipergunakan oleh perusahaan. Keputusan ini merupakan keputusan manajemen keuangan dalam melakukan pertimbangan dan analisis perpaduan antara sumber-sumber dana yang paling ekonomis bagi perusahaan untuk mendanai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan operasional perusahaan. Ketersediaan dana yang akan digunakan untuk mendanai berbagai alternatif investasi ini dapat dilihat dari struktur modal perusahaan dengan cara mengamati neraca pada sisi liabilitas.” 23 Irawati (2006:3) mendefinisikan keputusan pendanaan sebagai: “Keputusan pendanaan adalah keputusan manajemen keuangan dalam melakukan pertimbangan dan analisis perpaduan antara sumber-sumber dana yang paling ekonomis bagi perusahaan untuk mendanai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan operasional perusahaannya.” Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keputusan pendanaan adalah keputusan perusahaan dalam mencari sumber dana yang akan dipergunakan perusahaan untuk membiayai investasi perusahaan. Fungsi pendanaan harus dilakukan secara efisien. Manajer keuangan harus mengusahakan agar perusahaan dapat memperoleh dana yang diperlukan dengan biaya yang minimal dan syarat-syarat yang paling menguntungkan. Manajer keuangan harus mempertimbangkan dengan cermat sifat dan biaya dari masingmasing sumber dana yang akan dipilih, karena masing-masing sumber dana mempunyai konsekuensi finansial yang berbeda-beda. Dalam melaksanakan fungsi pendanaan, manajer keuangan harus selalu mencari alternatif-alternatif sumber dana untuk kemudian dianalisa, dan dari hasil analisa tersebut harus diambil keputusan alternatif sumber dana atau kombinasi sumber dana mana yang akan dipilih. Dengan demikian, manajer keuangan harus mengambil keputusan pendanaan (Riyanto, 2010:5). 24 2.1.2.2 Pengertian Struktur Modal Terdapat beberapa pengertian mengenai struktur modal, yaitu: Pengertian struktur modal menurut Sutrisno (2012:255): “Struktur modal merupakan imbangan antara modal asing atau hutang dengan modal sendiri.” Menurut Harmono (2011:235): “Struktur modal adalah proporsi utang dan modal terhadap total modal perusahaan.” Riyanto (2010:22) mendefinisikan struktur modal adalah sebagai berikut: “Struktur modal adalah pembelanjaan permanen dimana mencerminkan perimbangan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri.” Martono dan Harjito (2010:240) menjelaskan bahwa struktur modal (capital structure) adalah: “Perbandingan atau imbangan pendanaan jangka panjang perusahaan yang ditunjukkan oleh perbandingan hutang jangka panjang terhadap modal sendiri.” Menurut Sugiarto (2009:1) struktur modal perusahaan merupakan: “Bagian dari struktur keuangan perusahaan yang mengulas tentang cara perusahaan mendanai asetnya.” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa struktur modal adalah perimbangan antara hutang dengan modal sendiri. 25 2.1.2.3 Teori Struktur Modal Teori struktur modal berkenaan dengan bagaimana modal dialokasikan dalam aktivitas investasi aktiva riil perusahaan dengan cara menentukan struktur modal antara modal utang dan modal sendiri, biasanya berkaitan dengan proyek proposal suatu investasi perusahaan (Harmono, 2011:137). Teori struktur modal yang dikembangkan oleh beberapa ahli digunakan untuk mengetahui apakah perusahaan dapat meningkatkan kemakmuran pemegang saham melalui perubahan struktur modal (Sutrisno, 2012:256). Van Horne (1980) dalam Harmono (2011:137) menjelaskan asumsi-asumsi yang dibutuhkan untuk menganalisis teori struktur modal, yaitu sebagai berikut: 1. Tidak ada pajak pendapatan, dan asumsi ini pada akhirnya dalam aplikasi dapat diabaikan. 2. Perubahan rasio utang terhadap modal disebabkan oleh penerbitan surat utang yang digunakan untuk membeli saham, dan sebaliknya menerbitkan saham untuk membayar utang, dan tidak ada biaya transaksi. 3. Perusahaan menetapkan kebijakan dividen sebesar 100% dari laba dibagikan sebagai dividen. 4. Tingkat subjektivitas probabilitas prediksi para investor di pasar terhadap tingkat laba operasi perusahaan yang akan datang adalah sama. 5. Tingkat laba operasi perusahaan diprediksi konstan. Nilai prediksi distribusi probabilitas laba operasi prediksi selama periode yang akan datang sama dengan nilai laba operasi sekarang. 26 Menurut Hanafi (2012:297), terdapat beberapa pendekatan teori struktur modal, yaitu: 1. Pendekatan tradisional Pendekatan tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang optimal. Dengan kata lain, struktur modal mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan. Struktur modal dapat diubah-ubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yang optimal. 2. Pendekatan Modigliani dan Miller (MM) Pada tahun 1950, dua orang ekonom menentang pandangan tradisional struktur modal. Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Kemudian pada awal tahun 1960, kedua ekonom tersebut memasukkan faktor pajak ke dalam analisis mereka. Mereka sampai pada kesimpulan bahwa nilai perusahaan dengan utang lebih tinggi dibandingkan nilai perusahaaan tanpa utang. Kenaikan nilai tersebut dikarenakan adanya penghematan pajak dari penggunaan utang. 3. Teori trade off dalam struktur modal Dalam kenyataan, ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa menggunakan utang sebanyak-banyaknya. Satu hal yang terpenting adalah dengan semakin tingginya utang, akan semakin tinggi kemungkinan kebangkrutan. Semakin tinggi utang maka semakin besar bunga yang harus dibayarkan. Kemungkinan tidak membayar bunga yang tinggi akan semakin besar. Pemberi pinjaman dapat membuat perusahaan bangkrut jika perusahaan tidak membayar utang. Gabungan antara teori struktur modal 27 MM dengan memasukkan biaya kebangkrutan mengindikasikan adanya trade off antara penghematan pajak dari utang dengan biaya kebangkrutan. Teori tersebut kemudian dikenal sebagai teori trade off. Meskipun teori trade off dalam struktur modal memberikan pandangan baru dalam struktur modal, tetapi teori tersebut tidak memberikan formula yang pasti yang dapat memberikan petunjuk berapa tingkat utang yang optimal. 4. Pecking order theory Pecking order theory tidak mengindikasikan target struktur modal. Pecking order theory menjelaskan urutan-urutan pendanaan. Menurut teori ini, manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat utang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Jika ada kesempatan investasi, maka perusahaan akan mencari dana untuk mendanai kebutuhan investasi tersebut. Perusahaan akan mulai dengan dana internal dan sebagai pilihan terakhir adalah menerbitkan saham. Di samping kebutuhan investasi, hal lain yang berkaitan adalah pembayaran dividen. Pembayaran dividen akan menyebabkan dana kas berkurang. Jika kas berkurang maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas baru. Pecking order theory menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat utang yang lebih kecil. Tingkat utang yang kecil tersebut tidak dikarenakan perusahaan mempunyai target tingkat utang yang kecil, tetapi karena mereka tidak membutuhkan dana eksternal. Tingkat keuntungan yang tinggi menjadikan dana internal mereka cukup untuk memenuhi kebutuhan investasi. 28 2.1.2.4 Klasifikasi Sumber Dana Klasifikasi sumber dana menurut Sugiarto (2009:10), yaitu sebagai berikut: 1. Klasifikasi berdasarkan sumber dana a. Sumber dana internal dan eksternal - Sumber dana internal adalah sumber dana yang berasal dari kegiatan operasi perusahaan. Sumber dana internal berasal dari kumulasi laba sesudah pajak yang ditahan (retained earnings), dana penyusutan (depresiasi), dan amortisasi. - Sumber dana eksternal adalah sumber dana yang tidak diperoleh dari kegiatan operasi perusahaan. Sumber dana eksternal dapat berasal dari pinjaman pihak ketiga (loan financing) ataupun dari modal sendiri. b. Sumber dana modal sendiri, semi modal sendiri, dan pinjaman dari pihak ketiga - Sumber dana modal sendiri adalah dana yang berasal dari hasil operasi perusahaan dan dana dari pemegang saham. Yang termasuk dalam kategori sumber dana modal sendiri adalah modal saham disetor, laba yang tidak dibagi, modal saham biasa, dan saham preferen yang disetor pemilik perusahaan. - Sumber dana semi modal adalah sumber dana yang bukan dari modal sendiri. Yang termasuk dalam kategori semi modal sendiri adalah pinjaman dari para pemegang saham. 29 - Sumber dana pinjaman dari pihak ketiga antara lain kredit penjualan dari perusahaan pemasok bahan atau barang jadi, kredit bank umum jangka pendek dan menengah, obligasi, leasing barang modal, dan kredit ekspor barang modal. 2. Klasifikasi berdasarkan jangka waktu a. Sumber dana jangka pendek Sumber dana jangka pendek dipergunakan perusahaan untuk mendanai keperluan jangka pendek atau dana modal kerja, misalnya untuk mendanai kebutuhan persediaan barang atau mendanai piutang dagang. Sumber dana jangka pendek dapat dibagi lagi menjadi dua, yaitu: - Sumber dana spontan Sumber dana spontan merupakan sumber dana yang murah karena tidak menanggung biaya bunga pinjaman. Yang termasuk dalam sumber dana spontan adalah kredit penjualan, uang panjar dari pembeli, dan utang pajak. - Sumber dana non spontan Sumber dana non spontan mengandung biaya bunga pinjaman. Dana non spontan jangka pendek yang paling umum di dunia bisnis adalah kredit jangka pendek bank umum, commercial paper, back to back letter of credit, dan factoring piutang dagang. 30 b. Sumber dana jangka menengah atau panjang Sumber dana jangka menengah atau panjang dipergunakan untuk mendanai keperluan dana jangka menengah atau panjang, misalnya pembelian harta atau perluasan usaha. 2.1.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Struktur Modal Brigham dan Houston (2013:188) menjelaskan bahwa terdapat faktorfaktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal, yaitu: 1. Stabilitas penjualan Suatu perusahaan yang penjualannya relatif stabil dapat secara aman mengambil utang dalam jumlah yang lebih besar dan mengeluarkan beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil. 2. Struktur aset Perusahaan yang asetnya memadai untuk digunakan sebagai jaminan pinjaman cenderung akan cukup banyak menggunakan utang. Pada umumnya, aset yang dapat digunakan oleh banyak perusahaan dapat menjadi jaminan yang baik. 3. Leverage operasi Perusahaan dengan leverage operasi yang lebih rendah akan lebih mampu menerapkan leverage keuangan, karena perusahaan tersebut akan memiliki risiko usaha yang lebih rendah. 31 4. Tingkat pertumbuhan Perusahaan yang memiliki pertumbuhan lebih cepat harus lebih mengandalkan diri pada modal eksternal. Selain itu, biaya emisi yang berkaitan dengan penjualan saham biasa akan melebihi biaya emisi yang terjadi ketika perusahaan menjual utang, mendorong perusahaan yang mengalami pertumbuhan pesat untuk lebih mengandalkan diri pada utang. Namun, pada waktu yang bersamaan, perusahaan tersebut sering kali menghadapi ketidakpastian yang lebih tinggi cenderung akan menurunkan keinginan untuk menggunakan utang. 5. Profitabilitas Perusahaan dengan tingkat pengembalian atas investasi yang sangat tinggi ternyata menggunakan utang dalam jumlah yang relatif sedikit. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan-perusahaan melakukan sebagian besar pendanaannya melalui dana yang dihasilkan secara internal. 6. Pajak Bunga merupakan suatu beban pengurang pajak, dan pengurangan ini lebih bernilai bagi perusahaan dengan tarif pajak yang tinggi. Jadi, semakin tinggi tarif pajak suatu perusahaan, maka semakin besar keunggulan dari utang. 7. Kendali Pengaruh utang dibandingkan saham pada posisi kendali suatu perusahaan dapat mempengaruhi struktur modal. Jika manajemen saat ini memiliki 32 kendali hak suara lebih dari 50% saham tetapi tidak berada dalam posisi untuk membeli saham tambahan lagi, maka manajemen mungkin akan memilih utang sebagai pendanaan baru. Di lain pihak, manajemen mungkin memutuskan untuk menggunakan ekuitas jika situasi keuangan perusahaan begitu lemah sehingga penggunaan utang mungkin dapat membuat perusahaan menghadapi risiko gagal bayar, karena jika perusahaan gagal bayar, maka manajer kemungkinan akan kehilangan pekerjaannya. Akan tetapi, jika utang yang digunakan terlalu sedikit, manajemen menghadapi risiko pengambilalihan. Jadi, pertimbangan kendali dapat mengarah pada penggunaan baik itu utang maupun ekuitas karena jenis modal yang memberikan perlindungan terbaik kepada manajemen akan bervariasi dari satu situasi ke situasi yang lain. Apa pun kondisinya, jika manajemen merasa tidak aman, maka manajemen akan mempertimbangkan situasi kendali. 8. Sikap manajemen Manajemen dapat melaksanakan pertimbangannya sendiri tentang struktur modal yang tepat. Beberapa manajemen cenderung lebih konservatif dibandingkan yang lain, dan menggunakan utang dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata perusahaan di dalam industrinya, sementara manajemen yang agresif menggunakan lebih banyak utang dalam usaha mendapatkan laba yang lebih tinggi. 33 9. Sikap pemberi pinjaman dan lembaga pemeringkat Tanpa mempertimbangkan analisis manajemen sendiri atas faktor leverage yang tepat bagi perusahaan, sikap pemberi pinjaman dan lembaga pemeringkat sering kali akan mempengaruhi keputusan struktur keuangan. Perusahaan sering kali membahas struktur modalnya dengan pihak pemberi pinjaman dan lembaga pemeringkat serta sangat memperhatikan saran mereka. 10. Kondisi pasar Kondisi pasar saham dan obligasi mengalami perubahan dalam jangka panjang maupun jangka pendek yang dapat memberikan arah penting pada struktur modal optimal suatu perusahaan. 11. Kondisi internal perusahaan Kondisi internal suatu perusahaan juga dapat berpengaruh pada sasaran struktur modalnya. 12. Fleksibilitas keuangan Perusahaan dapat menghasilkan uang dalam jumlah yang lebih besar dari penganggaran modal dan keputusan operasi yang baik dibandingkan dengan keputusan keuangan yang baik. 2.1.2.6 Mengukur Keputusan Pendanaan Keputusan pendanaan dalam penelitian ini dikonfirmasikan melalui debt to equity ratio. Tujuan dari debt to equity ratio adalah untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar hutang-hutang yang dimilikinya dengan modal atau 34 ekuitas yang ada (Mardiyati, dkk., 2012). Menurut Sutrisno (2012:218), debt to equity ratio adalah imbangan antara hutang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin tinggi debt to equity ratio berarti modal sendiri semakin sedikit dibandingkan dengan hutangnya. Bagi perusahaan, sebaiknya besarnya hutang tidak boleh melebihi modal sendiri agar beban tetapnya tidak terlalu tinggi. Debt to equity ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 2.1.3 Kebijakan Dividen 2.1.3.1 Pengertian Dividen Terdapat beberapa pengertian mengenai dividen, yaitu: Pengertian dividen menurut Hanafi (2012:362): “Dividen merupakan kompensasi yang diterima pemegang saham di samping capital gain”. Menurut Hermuningsih dan Wardani (2009) dividen adalah: “Bagian dari laba bersih yang dibagikan kepada pemegang saham.” Irawati (2006:3) mendefinisikan dividen sebagai: “Bagian dari keuntungan suatu perusahaan yang dibayarkan kepada para pemegang saham.” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dividen adalah keuntungan yang diberikan kepada pemegang saham dalam bentuk kas atau saham, di samping capital gain. 35 2.1.3.2 Jenis-jenis Dividen Menurut Baridwan (2006:434), terdapat beberapa jenis dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham, yaitu sebagai berikut: 1. Dividen tunai (cash dividend) Dividen tunai merupakan bentuk pembayaran dividen yang dibayarkan dalam bentuk uang tunai. Dividen jenis ini paling umum digunakan oleh perusahaan kepada para pemegang saham. Besar kecilnya dividen tergantung pada kebijakan yang dimiliki perusahaan. 2. Dividen saham (stock dividend) Dividen saham adalah dividen yang dibayarkan dalam bentuk saham dan merupakan tambahan saham bagi para pemegang saham. 3. Dividen aktiva selain kas (property dividend) Property dividend merupakan pembayaran dividen dalam bentuk barang. Aktiva yang dibagikan biasanya berbentuk surat berharga perusahaan lain yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. 4. Dividen utang (script dividend) Dividen utang timbul apabila laba yang tidak dibagikan saldonya mencukupi untuk pembayaran dividen, tetapi saldo kas yang ada tidak mencukupi untuk pembagian dividen. Dividen jenis ini merupakan dividen yang dibayarkan dalam bentuk surat janji utang. Perusahaan berjanji untuk membayar tunai pada masa tertentu sesuai dengan perjanjian. 36 5. Dividen likuidasi (liquidating dividend) Dividen likuidasi merupakan dividen yang sebagian merupakan pengembalian modal. Dividen ini tercatat dengan mendebit rekening pengembalian modal yang dalam neraca dilaporkan sebagai pengurangan modal saham. 2.1.3.3 Prosedur Pembayaran Dividen Dalam melakukan pembayaran dividen, ada beberapa langkah yang harus ditempuh, hal ini bertujuan untuk menentukan siapa sebenarnya yang berhak atas dividen. Menurut Kamaludin (2011:340), prosedur pembagian dividen dimulai dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Tanggal deklarasi, yaitu tanggal saat dividen secara resmi diumumkan dewan direksi. 2. Tanggal pencatatan, yaitu menunjukkan kapan buku transfer saham ditutup. Perusahaan mencatat seorang pemegang saham sebagai pemilik pada tanggal tertentu dan berhak atas dividen. 3. Tanggal ex-dividend, yaitu tanggal pada saat hak atas dividen periode berjalan tidak lagi menyertai saham tersebut, atau penghilangan hak atas dividen. Biasanya penghilangan hak ini selama hari kerja sebelum pencatatan pemegang saham. 4. Tanggal pembayaran, yaitu tanggal pada saat perusahaan benar-benar mengirim cek dividen kepada setiap pemegang saham. 37 2.1.3.4 Pengertian Kebijakan Dividen Salah satu kebijakan yang harus diambil oleh manajemen adalah memutuskan apakah laba yang diperoleh oleh perusahaan selama satu periode akan dibagikan semua atau dibagi sebagian untuk dividen dan sebagian lagi dibagi dalam bentuk laba ditahan. Apabila perusahaan memutuskan untuk membagi laba yang diperoleh sebagai dividen berarti akan mengurangi jumlah laba yang ditahan yang akhirnya juga mengurangi sumber dana internal yang akan digunakan untuk mengembangkan perusahaan. Sedangkan apabila perusahaan tidak membagikan laba sebagai dividen akan dapat memperbesar sumber dana intern perusahaan dan akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk mengembangkan perusahaan (Sutrisno, 2012:266). Terdapat beberapa pengertian mengenai kebijakan dividen, yaitu: Yuliani, dkk (2013) menjelaskan bahwa kebijakan dividen adalah: “Suatu kebijakan yang penting dan harus dipertimbangkan matang oleh manajemen perusahaan, karena kebijakan dividen akan melibatkan kepentingan saham dengan dividennya dan kepentingan perusahaan dengan laba ditahannya”. Pengertian kebijakan dividen menurut Harmono (2011:12): “Kebijakan dividen adalah persentase laba yang dibayarkan kepada para pemegang saham dalam bentuk dividen tunai, penjagaan stabilitas dividen dari waktu ke waktu, pembagian dividen saham, dan pembelian kembali saham.” 38 Menurut Kamaludin (2011:329), kebijakan dividen mencakup: “Keputusan mengenai apakah laba akan dibagikan kepada pemegang saham atau akan ditahan untuk reinvestasi dalam perusahaan”. Pengertian kebijakan dividen menurut Martono dan Harjito (2010:253), yaitu: “Kebijakan dividen merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang.” Kebijakan dividen yang dijelaskan oleh Hermuningsih dan Wardani (2009) adalah: “Kebijakan dividen adalah kebijakan yang dikaitkan dengan penentuan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada para pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan”. Irawati (2006:4) mendefinisikan kebijakan dividen sebagai: “Keputusan manajemen keuangan dalam menetukan besarnya proporsi laba yang akan dibagikan kepada para pemegang saham dan proporsi dana yang akan disimpan di perusahaan sebagai laba ditahan untuk pertumbuhan perusahaan”. 39 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen adalah kebijakan yang harus dipertimbangkan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan untuk reinvestasi perusahaan. Perusahaan dalam membuat keputusan keuangan dalam hal pembagian dividen harus dapat menyeimbangkan antara pertumbuhan perusahaan dan para pemegang saham. Keputusan untuk membagi laba sebagai dividen atau menahannya untuk diinvestasikan kembali masih menjadi keputusan mengundang kontroversi. Secara teoritis, laba dibenarkan untuk diinvestasikan kembali jika menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih tinggi dari biaya modal sendiri (Hermuningsih dan Wardani, 2009). 2.1.3.5 Teori Kebijakan Dividen Beberapa teori kebijakan dividen memiliki dasar berpikir yang berbedabeda. Menurut Kamaludin (2011:330), terdapat beberapa teori kebijakan dividen, yaitu: 1. Kebijakan dividen relevan a. Kebijakan dividen pendekatan Walter Menurut Walter, pembayaran dividen akan optimal ditentukan dengan mengubah dividen hingga harga saham per lembar di pasar menjadi maksimum. 40 b. Bird in the Hand Theory (BIH) Teori ini terinspirasi bahwa investor akan merasa lebih aman untuk memperoleh pendapatan berupa pembayaran dividen dibandingkan menunggu capital gains yang belum pasti. Menurut Myrton Gordon dan John Linter, biaya ekuitas akan turun apabila rasio pembayaran dividen dinaikkan, karena para investor kurang yakin terhadap capital gains dibandingkan seandainya menerima dividen yang lebih pasti. Myrton Gordon dan John Linter juga berpendapat bahwa investor jauh lebih menghargai pendapatan yang diharapkan dari dividen dibandingkan capital gains, karena pendapatan dividen berisiko lebih kecil dibandingkan komponen dalam total pengembalian yang diharapkan. c. Tax Preference Theory (TPT) Dasar berpijak teori ini bahwa bagi investor, pendapatan yang relevan baginya adalah pendapatan bersih setelah pajak. Sehingga tingkat keuntungan yang diharapkan juga adalah pendapatan setelah pajak. Karena dividen dikenakan pajak, maka tentunya keuntungan akan lebih rendah sehingga investor lebih suka menahan laba mereka ke dalam perusahaan, dapat berupa stock dividend. Ada beberapa alasan investor lebih menyukai pembayaran dividen yang rendah, pertama di beberapa Negara seperti di Amerika Serikat, capital gains tidak dikenakan pajak atau hanya 40% dari capital gains yang dikenakan pajak jika surat berharga ditahan lebih dari 6 bulan. Sementara itu, dividen dikenakan 41 pajak saat ini, jadi investor lebih senang rasio pembayaran dividen yang rendah, karena dividen dikenakan pajak. Kedua, pajak atas capital gains tidak mesti dibayar sebelum saham benar terjual. 2. Kebijakan dividen tidak relevan Menurut Modigliani dan Miller (MM), rasio pembayaran dividen tidak akan mempengaruhi kekayaan pemegang saham. Nilai perusahaan hanya ditentukan oleh daya laba (earning power), atau kebijakan investasi. MM mengasumsikan pasar modal sempurna. Dalam pasar sempurna, dilusi dan ketidakseimbangan di pasar termasuk harga saham hanya bersifat jangka pendek, dalam jangka panjang mekanisme pasar membuat saham yang over value atau under value akan kembali ke harga keseimbangan. MM mengemukakan bahwa pengaruh pembayaran dividen terhadap kemakmuran pemegang saham akan diimbangi dengan jumlah yang sama dengan cara pembelanjaan atau pemenuhan dana yang lain. Dalam situasi keputusan investasi given, maka apabila perusahaan membagikan dividen kepada pemegang saham, maka perusahaan harus mengeluarkan saham baru sebagai pengganti sejumlah pembayaran dividen tersebut. Dengan demikian, kenaikan pendapatan dari pembayaran dividen akan diimbangi dengan penurunan harga saham sebagai akibat penjualan saham baru. Oleh sebab itu, jika dividen dibagi atau ditahan tidak mempengaruhi kemakmuran pemegang saham. 42 2.1.3.6 Jenis-jenis Kebijakan Dividen Menurut Riyanto (2010:269), terdapat berbagai macam kebijakan dividen yaitu sebagai berikut: 1. Kebijakan dividen yang stabil; Banyak perusahaan yang menjalankan kebijakan dividen yang stabil, artinya jumlah dividen per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif tetap selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar saham per tahunnya berfluktuasi. Dividen yang stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun, dan kemudian apabila ternyata pendapatan perusahaan meningkat dan kenaikan pendapatan tersebut Nampak baik dan relatif permanen, barulah besarnya dividen per lembar saham dinaikkan. Dividen yang sudah dinaikkan ini akan dipertahankan untuk jangka waktu yang relatif panjang. 2. Kebijakan dividen dengan penetapan jumlah dividen minimal plus jumlah ekstra tertentu; Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar saham setiap tahunnya. Jika keadaan keuangan perusahaan baik, maka pemodal akan menerima dividen minimal ditambah dengan dividen tambahan. Namun, jika keadaan keuangan perusahaan memburuk maka dividen yang dibayarkan hanya dividen yang minimal saja. 3. Kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang konstan; Perusahaan yang menjalankan kebijakan ini menetapkan dividend payout ratio yang konstan, misalnya 50%, berarti jumlah dividen per lembar 43 saham yang dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai dengan perkembangan keuntungan neto yang diperoleh setiap tahunnya. 4. Kebijakan dividen yang fleksibel. Penetapan kebijakan dividend payout ratio fleksibel yang besarnya setiap tahun disesuaikan dengan posisi finansial dan kebijakan finansial dari perusahaan yang bersangkutan. 2.1.3.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Semakin tinggi dividen yang dibagikan kepada pemegang saham akan mengurangi kesempatan perusahaan untuk mendapatkan sumber dana intern dalam rangka mengadakan reinvestasi, sehingga dalam jangka panjang akan menurunkan nilai perusahaan, sebab pertumbuhan dividen akan semakin berkurang. Oleh karena itu, tugas manajer keuangan untuk bisa menentukan kebijakan dividen yang optimal agar bisa menjaga nilai perusahaan. Menurut Sutrisno (2012:267), adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham antara lain adalah: 1. Posisi solvabilitas perusahaan Apabila perusahaan dalam kondisi insolvensi atau solvabilitasnya kurang menguntungkan, biasanya perusahaan tidak membagikan laba. Hal ini disebabkan laba yang diperoleh memperbaiki posisi struktur modalnya. lebih banyak digunakan untuk 44 2. Posisi likuiditas perusahaan Apabila perusahaan membayarkan dividen, berarti harus bisa menyediakan uang kas yang cukup banyak dan ini akan menurunkan tingkat likuiditas perusahaan. Bagi perusahaan yang kondisi likuiditasnya kurang baik, biasanya dividend payout rationya kecil, sebab sebagian besar laba digunakan untuk menambah likuiditas. Namun perusahaan yang sudah mapan dengan likuiditas yang baik cenderung memberikan dividen lebih besar. 3. Kebutuhan untuk melunasi hutang Salah satu sumber dana perusahaan adalah dari kreditor berupa hutang, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hutang-hutang ini harus segera dibayar pada saat jatuh tempo, dan untuk membayar hutang-hutang tersebut harus disediakan dana. Semakin banyak hutang yang harus dibayar, semakin besar dana yang harus disediakan sehingga akan mengurangi jumlah dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham. 4. Rencana perluasan Perusahaan yang berkembang ditandai dengan semakin pesatnya pertumbuhan perusahaan, dan hal ini dapat dilihat dari perluasan yang dilakukan oleh perusahaan. Semakin pesat pertumbuhan perusahaan, juga semakin pesat perluasan yang dilakukan. Konsekuensinya semakin besar kebutuhan dana untuk membiayai perluasan tersebut. Kebutuhan dana dalam rangka ekspansi dapat dipenuhi baik dari hutang, menambah modal sendiri yang berasal dari pemilik, dan salah satunya juga dapat diperoleh 45 dari internal resources berupa memperbesar laba yang ditahan. Dengan demikian, semakin pesat perluasan yang dilakukan perusahaan maka semakin kecil dividend payout ratio. 5. Kesempatan investasi Kesempatan investasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi besarnya dividen yang akan dibagi. Semakin terbuka kesempatan investasi maka semakin kecil dividen yang dibayarkan, sebab dananya digunakan untuk memperoleh kesempatan investasi. Namun, apabila kesempatan investasi kurang baik, maka dananya lebih banyak akan digunakan untuk membayar dividen. 6. Stabilitas pendapatan Bagi perusahaan yang pendapatannya stabil, dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang pendapatannya tidak stabil. Perusahaan yang pendapatannya stabil tidak perlu menyediakan kas yang banyak untuk berjaga-jaga, sedangkan perusahaan yang pendapatannya tidak stabil harus menyediakan uang kas yang cukup besar untuk berjaga-jaga. 7. Pengawasan terhadap perusahaan Kadang pemilik tidak mau kehilangan kendali terhadap perusahaan. Apabila perusahaan mencari sumber dana dari modal sendiri, kemungkinan akan masuk investor baru dan ini tentunya akan mengurangi kekuasaan pemilik lama dalam mengendalikan perusahaan. 46 Jika dibelanjai dari hutang, risikonya cukup besar. Oleh karena itu, perusahaan cenderung tidak membagi dividennya agar pengendalian tetap berada ditangannya. 2.1.3.8 Mengukur Kebijakan Dividen Kebijakan dividen berhubungan dengan penentuan besarnya dividend payout ratio, yaitu besarnya persentase laba bersih setelah pajak yang dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham (Sudana, 2011:167). Menurut Harmono (2011:491), dividend payout ratio merupakan persentase laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen atau rasio antara laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen dengan total laba yang tersedia bagi pemegang saham. Dividend payout ratio dapat menggambarkan perilaku oportunistik manajerial yaitu dengan melihat berapa besar keuntungan yang dibagikan kepada shareholders sebagai dividen dan berapa yang disimpan di perusahaan (Mardiyati, dkk., 2012). Dividend payout ratio adalah rasio antara dividen yang dibayarkan dibandingkan dengan jumlah laba bersih per lembar saham yang diperoleh perusahaan. Besarnya dividend payout ratio dijadikan ukuran oleh para investor yang hendak menanam modal pada saham di bursa efek. Hal ini dikarenakan perusahaan yang memiliki dividend payout ratio besar menunjukkan perusahaan tersebut memiliki kinerja finansial yang baik. Perusahaan yang memberikan dividen dalam jumlah relatif besar akan melahirkan sentimen positif pada para investor, dan akan membuat para investor termotivasi untuk menanam modal yang 47 dimiliki pada saham perusahaan tersebut (Fakhruddin dan Hadianto, 2001:313 dalam Ayuningtias dan Kurnia, 2013). Dividend payout ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 2.1.4 Nilai Perusahaan 2.1.4.1 Pengertian Nilai Perusahaan Nilai ialah sesuatu yang dijunjung tinggi dan dihormati (Prawironegoro, 2006:3). Nilai dapat ditingkatkan dengan menciptakan aliran kas yang positif (Hanafi, 2012:5). Nilai perusahaan secara konsep dapat dijelaskan oleh nilai yang ditentukan oleh harga saham yang diperjualbelikan di pasar modal (Harmono, 2011:110). Terdapat beberapa pengertian mengenai nilai perusahaan, yaitu: Usunariyah (2003:54) dalam Mardiyati, dkk (2012) menjelaskan bahwa: “Nilai perusahaan dicerminkan pada kekuatan tawar-menawar saham. Apabila perusahaan diperkirakan sebagai perusahaan yang mempunyai prospek pada masa yang akan datang maka nilai sahamnya menjadi tinggi. Sebaliknya, apabila perusahaan dinilai kurang memiliki prospek maka harga saham menjadi rendah”. Pengertian nilai perusahaan menurut Harmono (2011:233): “Nilai perusahaan merupakan kinerja perusahaan yang dicerminkan oleh harga saham yang dibentuk oleh permintaan dan penawaran di pasar modal yang merefleksikan penilaian masyarakat terhadap kinerja perusahaan”. 48 Menurut Kamaludin (2011:4): “Nilai perusahaan adalah sama dengan harga saham, yaitu apabila jumlah lembar saham dikalikan dengan nilai pasar (market value) per lembar ditambah dengan nilai pasar hutang, dimana apabila kita menganggap konstan nilai hutang, maka setiap peningkatan harga saham dengan sendirinya akan meningkatkan nilai perusahaan”. Nilai perusahaan menurut Kusumajaya (2011:20) merupakan: “Nilai pasar dari suatu ekuitas perusahaan ditambah nilai pasar hutang, dengan demikian penambahan dari jumlah ekuitas perusahaan dengan hutang perusahaan dapat mencerminkan nilai perusahaan”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nilai perusahaan adalah penilaian kinerja perusahaan yang dicerminkan oleh harga saham yang dibentuk oleh permintaan dan penawaran saham di pasar modal. 2.1.4.2 Jenis-jenis Nilai Perusahaan Menurut Kusumajaya (2011:31), beberapa variabel kuantitatif yang sering digunakan untuk memperkirakan nilai perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Nilai Buku Nilai buku per lembar saham digunakan untuk mengukur nilai shareholders equity atas setiap saham, dan besarnya nilai buku per lembar saham dihitung dengan cara membagi total shareholders equity dengan jumlah saham yang beredar. Adapun komponen dari shareholders equity yaitu agio saham (paid up capital in excess of par value) dan laba ditahan (retained earning). 49 2. Nilai Appraisal Nilai appraisal suatu perusahaan dapat diperoleh dari perusahaan appraisal independent. Teknik yang digunakan oleh perusahaan appraisal sangat beragam, bagaimanapun nilai ini sering dihubungkan dengan biaya penempatan. Metode analisis ini sering tidak mencukupi dengan sendirinya karena nilai aset individual mempunyai hubungan yang kecil dengan kemampuan perusahaan secara keseluruhan dalam kegunaan dalam menghasilkan earnings dan kemudian nilai going concern dari suatu perusahaan. Bagaimanapun nilai appraisal dari suatu perusahaan akan bermanfaat sewaktu digunakan dalam penghubungan dengan metode penilaian yang lain. Nilai appraisal juga akan berguna dalam situasi tertentu seperti dalam perusahaan keuangan, perusahaan sumber daya alam atau bagi suatu organisasi yang beroperasi dalam keadaan rugi. Kegunaan dari nilai appraisal akan menghasilkan beberapa keuntungan. Nilai perusahaan yang berdasarkan appraiser independent juga akan menghasilkan pengurangan goodwill dengan meningkatkan harga aset perusahaan yang telah dikenal. Goodwill dihasilkan sewaktu nilai pembelian suatu perusahaan melebihi nilai buku dari aktivanya. 3. Nilai Pasar Saham Nilai pasar saham sebagaimana dinyatakan dalam kuotasi pasar modal adalah pendekatan lain untuk memperkirakan nilai bersih dari suatu bisnis. Apabila saham didaftarkan dalam bursa sekuritas utama dan secara luas diperdagangkan, sebuah nilai pendekatan dapat dibangun berdasarkan nilai 50 pasar. Pendekatan nilai pasar adalah salah satu yang paling sering dipergunakan dalam menilai perusahaan besar. Bagaimanapun nilai ini dapat berubah secara cepat. Faktor analisis berkompetisi dengan pengaruh spekulatif murni dan berhubungan dengan sentimen masyarakat dan keputusan pribadi. 4. Nilai chop-shop Pendekatan chop-shop untuk valuasi pertama kali diperkenalkan oleh Dean Lebaron dan Lawrence Speidell of batterymarch financial management. Secara khusus, ia menekankan untuk mengidentifikasi perusahaan multi industry yang dibawah nilai akan bernilai lebih apabila dipisahkan menjadi bagian-bagian. Pendekatan ini mengkonseptualisasikan praktik penekanan untuk membeli aset dibawah harga penempatan mereka. 5. Nilai Arus Kas Pendekatan arus kas untuk penilaian dimaksudkan agar dapat mengestimasi arus kas bersih yang tersedia untuk perusahaan yang menawarkan sebagai hasil merger atau akuisisi. Nilai sekarang dari arus kas ini kemudian akan ditentukan dan akan menjadi jumlah maksimum yang harus dibayar oleh perusahaan yang ditargetkan. Pembayaran awal kemudian dapat dikurangi untuk menghitung nilai bersih sekarang dari merger. Terdapat tiga jenis penilaian yang berhubungan dengan saham, yaitu nilai buku (book value), nilai pasar (market value) dan nilai intrinsik (intrinsic value). Nilai buku merupakan nilai saham menurut pembukuan emiten. Nilai pasar merupakan 51 pembukuan nilai saham di pasar saham dan nilai intrinsik merupakan nilai sebenarnya dari saham. 2.1.4.3 Mengukur Nilai Perusahaan Nilai perusahaan dapat diukur melalui nilai harga saham di pasar, berdasarkan terbentuknya harga saham perusahaan di pasar, yang merupakan refleksi penilaian oleh publik terhadap kinerja perusahaan secara riil. Dikatakan secara riil karena terbentuknya harga di pasar merupakan bertemunya titik-titik kestabilan kekuatan permintaan dan titik-titik kestabilan kekuatan penawaran harga yang secara riil terjadi transaksi jual beli surat berharga di pasar modal antara para penjual (emiten) dan para investor, atau sering disebut sebagai ekuilibrium pasar. Oleh karena itu, dalam teori keuangan pasar modal, harga saham di pasar disebut sebagai konsep nilai perusahaan (Harmono, 2011:50). Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa depan (Kusumajaya, 2011:34). Nilai perusahaan lazim diindikasikan dengan price to book value. Price to book value menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Semakin tinggi rasio ini berarti pasar percaya akan prospek perusahaan tersebut (Hermuningsih dan Wardani, 2009). 52 Price book value dapat diartikan sebagai hasil perbandingan antara harga pasar saham dengan nilai buku saham. Price book value juga berarti rasio yang menunjukkan apakah harga saham yang diperdagangkan overvalued (di atas) atau undervalued (di bawah) nilai buku saham tersebut (Fakhruddin dan Hadianto, 2001:68 dalam Ayuningtias dan Kurnia, 2013). Harga saham yang undervalued dapat berarti ada sesuatu yang mendasar yang keliru dalam suatu perusahaan. Sebaliknya, makin tinggi price book value berarti pasar percaya akan prospek perusahaan. Price book value dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Menurut Kusumajaya (2011:35), price book value mempunyai beberapa keunggulan, yaitu: 1. Nilai buku mempunyai ukuran intuitif yang relatif stabil yang dapat diperbandingkan dengan harga pasar. Investor yang kurang percaya dengan metode discounted cash flow dapat menggunakan price book value sebagai perbandingan. 2. Nilai buku memberikan standar akuntansi yang konsisten untuk semua perusahaan. Price book value dapat diperbandingkan antara perusahaanperusahaan yang sama sebagai petunjuk adanya under atau overvaluation. 3. Perusahaan-perusahaan dengan earning negatif, yang tidak bisa dinilai dengan menggunakan price earning ratio (PER) dapat dievaluasi menggunakan price book value ratio (PBV). 53 2.2 Kerangka Pemikiran 2.2.1 Hubungan Keputusan Investasi dengan Nilai Perusahaan Untuk mencapai tujuan perusahaan, maka perusahaan memerlukan investasi untuk memperlancar proses operasinya (Haruman, 2007). Menurut Wahyudi dan Pawestri (2006), nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Pengeluaran investasi memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan (Signaling theory). Fama (1978) dalam Hasnawati (2005) menjelaskan bahwa nilai perusahaan semata-mata ditentukan oleh keputusan investasi. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa keputusan investasi itu penting, karena untuk mencapai tujuan perusahaan hanya akan dihasilkan melalui kegiatan investasi perusahaan. Menurut Gaver dan Gaver (1993) dalam Hasnawati (2005), investment opportunity set merupakan nilai perusahaan yang besarnya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang, dimana pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan mengahasilkan return yang lebih besar. Pendapat ini sejalan dengan Smith dan Watts (1992) dalam Hidayat (2010) yang menyatakan bahwa set kesempatan investasi merupakan komponen nilai perusahaan yang merupakan hasil dari pilihan-pilihan untuk membuat investasi di masa yang datang. 54 Menurut Adam dan Goyal (2003) dalam Hasnawati (2005:117) menyatakan bahwa investment opportunity set memainkan peran penting di dalam keuangan perusahaan dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan perusahaan. Tujuan keputusan investasi adalah memperoleh tingkat keuntungan yang tinggi dengan tingkat risiko tertentu. Keuntungan yang tinggi disertai dengan risiko yang bisa dikelola, diharapkan akan menaikkan nilai perusahaan, yang berarti menaikkan kemakmuran pemegang saham. Dengan kata lain, bila dalam berinvestasi perusahaan mampu menghasilkan keuntungan dengan menggunakan sumber daya perusahaan secara efisien, maka perusahaan akan memperoleh kepercayaan dari calon investor untuk membeli sahamnya. Dengan demikian, semakin tinggi nilai perusahaan yang berarti semakin besar kemakmuran yang akan diterima oleh pemilik perusahaan (Hidayat, 2010). Suatu investasi dikatakan menguntungkan (profitable) jika investasi tersebut dapat membuat pemodal menjadi lebih kaya. Dengan kata lain, kemakmuran pemodal menjadi lebih besar setelah melakukan investasi. Pengertian ini konsisten dengan tujuan memaksimumkan nilai perusahaan (Husnan, 2004:183). Keputusan investasi menurut Hasnawati (2005:123) berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan sebesar 12,25%, sisanya sebesar 87,75% dipengaruhi oleh faktor lain seperti keputusan pendanaan, kebijakan dividen, dan faktor eksternal perusahaan. 55 2.2.2 Hubungan Keputusan Pendanaan dengan Nilai Perusahaan Keputusan pendanaan memiliki peran strategis bagi kesejahteraan pemilik dan kelangsungan hidup perusahaan (Yuliani, dkk., 2013). Keputusan pendanaan akan berpengaruh pada penilaian perusahaan yang terefleksi di harga saham yang merupakan cerminan dari suatu nilai perusahaan (Harmono, 2011:137). Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antara risiko dan tingkat pengembalian penambahan hutang memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan. Risiko yang makin tinggi akibat membesarnya hutang cenderung menurunkan harga saham, tetapi meningkatkan tingkat pengembalian yang diharapkan akan menaikkan harga saham tersebut (Sofyaningsih dan Hardiningsih, 2011). Terdapat dua pandangan mengenai keputusan pendanaan. Pandangan pertama dikenal dengan pandangan tradisional yang menyatakan bahwa struktur modal mempengaruhi nilai perusahaan. Pandangan tradisional diwakili oleh dua teori yaitu Trade off Theory dan Pecking Order Theory. Pandangan kedua dikemukakan oleh Modigliani dan Miller (1958) yang menyatakan bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan (Wijaya, dkk., 2010). Peningkatan pendanaan melalui utang merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi biaya keagenan. Hutang dapat mengendalikan manajer untuk mengurangi tindakan perquisites dan kinerja perusahaan menjadi lebih efisien sehingga penilaian investor terhadap perusahaan akan meningkat (Arieska dan Gunawan, 2011). 56 Fama dan French (1998) dalam Hasnawati (2005) menemukan bahwa investasi yang dihasilkan dari leverage memiliki informasi yang positif tentang perusahaan di masa yang akan datang, selanjutnya berdampak positif terhadap nilai perusahaan. 2.2.3 Hubungan Kebijakan Dividen dengan Nilai Perusahaan Harga saham dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dividen. Dengan demikian, besarnya dividen yang dibayarkan akan meningkatkan nilai perusahaan atau harga saham (Sutrisno, 2012:266). Terdapat beberapa pandangan mengenai kebijakan dividen, yaitu kebijakan dividen relevan dan kebijakan dividen tidak relevan. Kebijakan dividen relevan diwakili oleh kebijakan dividen pendekatan Walter, Bird in the Hand Theory, dan Tax Preference Theory yang menyatakan bahwa kebijakan dividen mempengaruhi nilai perusahaan. Sedangkan kebijakan dividen tidak relevan menurut Modigliani dan Miller (MM) menyatakan bahwa kebijakan dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan (Kamaludin, 2011:330). Kebijakan dividen berkaitan dengan kebijakan perusahaan mengenai seberapa besar dividen yang harus dibagikan kepada para pemegang saham dari laba yang dibukukan. Pemberian dividen memberikan informasi atau isyarat mengenai kinerja finansial perusahaan di pandangan para investor. Jika perusahaan memiliki rasio pembayaran dividen yang stabil, atau bahkan meningkat, maka akan dapat melahirkan sentimen positif pada para investor, yang dapat meningkatkan harga saham perusahaan (Sujoko dan Soebiantoro, 2007 dalam Ayuningtias dan Kurnia 2013). 57 Fama dan French (1998) dalam Hasnawati (2005:119) menemukan bahwa investasi yang dihasilkan dari kebijakan dividen memiliki informasi yang positif tentang perusahaan di masa yang akan datang, selanjutnya berdampak positif terhadap nilai perusahaan. Dari penjelasan yang telah dibahas dalam kerangka pemikiran, maka dapat dibuat kaitan antara keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan dengan kerangka pemikiran pada gambar 2.1 di bawah ini: Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Keputusan Investasi Keputusan Nilai Perusahaan Pendanaan Kebijakan Dividen Dari gambar kerangka pemikiran di atas, maka dapat dijabarkan sebagai berikut: Keputusan investasi menurut Hasnawati (2005) berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan sebesar 12,25%, sisanya sebesar 87,75% dipengaruhi oleh faktor lain seperti keputusan pendanaan, kebijakan dividen, dan faktor 58 eksternal perusahaan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijaya, dkk (2010) juga menunjukkan bahwa 17,8% perubahan nilai perusahaan dipengaruhi oleh keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen, sedangkan sisanya 82,2% dipengaruhi oleh faktor lain. 2.3 Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang disajikan dalam tabel di bawah ini, yaitu sebagai berikut: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No 1. 2. Peneliti Sri Hasnawati (2005) Lihan Rini Puspo Wijaya, Bandi, dan Anas Wibawa (2010) Judul Penelitian Dampak Set Peluang Investasi terhadap Nilai Perusahaan Publik di Bursa Efek Jakarta Variabel Penelitian Variabel bebas: Keputusan investasi Pengaruh Keputusan Investasi, Keputusan Pendanaan, dan Kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan Variabel bebas: Keputusan investasi Keputusan pendanaan Kebijakan dividen Variabel terikat: Nilai perusahaan Variabel terikat: Nilai perusahaan Hasil Penelitian Keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan sebesar 12,25%, sisanya sebesar 87,75% dipengaruhi oleh faktor lain seperti keputusan pendanaan, kebijakan dividen, dan faktor eksternal perusahaan. Keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Keputusan pendanaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. 59 3. 4. Leli Amnah Rakhimsyah dan Barbara Gunawan (2011) Yulia Efni, Djumilah Hadiwidjojo, Ubud Salim, dan Mintarti Rahayu (2012) Pengaruh Keputusan Investasi, Keputusan Pendanaan, Kebijakan Dividen, dan Tingkat Suku Bunga terhadap Nilai Perusahaan Keputusan Investasi, Keputusan Pendanaan, dan Kebijakan Dividen: Pengaruhnya terhadap Nilai Perusahaan. Variabel bebas: Keputusan investasi Keputusan pendanaan Kebijakan dividen Tingkat suku bunga Variabel terikat: Nilai perusahaan Variabel bebas: Keputusan investasi Keputusan pendanaan Kebijakan dividen Variabel terikat: Nilai Perusahaan Variabel mediasi: Resiko Perusahaan Keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Keputusan pendanaan tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Kebijakan dividen berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Tingkat suku bunga tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Keputusan investasi mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap nilai perusahaan. Keputusan investasi tidak berpengaruh terhadap resiko perusahaan, hasil ini menunjukkan bahwa resiko tidak menjadi mediasi antara keputusan investasi dengan nilai perusahaan. Keputusan pendanaan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan secara langsung. Keputusan pendanaan berpengaruh signifikan terhadap resiko perusahaan, variabel resiko memediasi hubungan antara keputusan pendanaan dengan nilai perusahaan. 60 Kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan. Resiko mempunyai pengaruh yang signifikan negatif terhadap nilai perusahaan. 5. 6. 7. Variabel Kebijakan dividen secara bebas: parsial memiliki pengaruh yang tidak Kebijakan dividen signifikan terhadap nilai perusahaan. Kebijakan hutang Kebijakan hutang berpengaruh positif Profitabilitas tetapi tidak signifikan terhadap nilai Variabel perusahaan. terikat: Nilai Profitabilitas memiliki perusahaan pengaruh yang positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Oktavina Pengaruh Variabel Keputusan investasi Tiara Sari Keputusan bebas: berpengaruh positif dan (2013) Investasi, signifikan terhadap nilai Keputusan Keputusan Investasi perusahaan. Pendanaan, Keputusan Keputusan pendanaan dan Pendanaan berpengaruh negatif Kebijakan tidak signifikan terhadap Kebijakan Dividen nilai perusahaan. Dividen terhadap Kebijakan dividen Nilai Variabel berpengaruh positif dan Perusahaan terikat: signifikan terhadap nilai perusahaan. Nilai Perusahaan Yuliani, Keputusan Variabel Keputusan investasi Isnurhadi, Investasi, bebas: secara langsung dan Samadi Pendanaan, berpengaruh terhadap Keputusan W. Bakar dan Dividen investasi nilai perusahaan. (2013) terhadap Keputusan Risiko bisnis yang Nilai pendanaan menjadi mediasi Perusahaan pengaruh keputusan Kebijakan dengan investasi terhadap nilai dividen Risiko Bisnis Varibel terikat: perusahaan tidak Umi Mardiyati, Gatot Nazir Ahmad, dan Ria Putri (2012) Pengaruh Kebijakan dividen, Kebijakan Hutang, dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan 61 sebagai Variabel Mediasi 2.4 Nilai Perusahaan Variabel mediasi: Risiko bisnis signifikan. Keputusan pendanaan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Pengaruh tidak langsung keputusan pendanaan terhadap nilai perusahaan melalui risiko bisnis signifikan dan negatif. Keputusan dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Peran mediasi terhadap keputusan dividen dan nilai perusahaan tidak signifikan. Risiko bisnis secara langsung berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hipotesis Berdasarkan teori-teori, kerangka pemikiran, dan penelitian terdahulu, maka dapat disimpulkan dan dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Hα1 : Keputusan investasi berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hα2 : Keputusan pendanaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hα3 : Kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hα4 : Keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan.