Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Keputusan Investasi
2.1.1.1 Pengertian Investasi
Terdapat beberapa pengertian investasi, yaitu:
Pengertian investasi menurut Rakhimsyah dan Gunawan (2011) adalah:
“Investasi adalah mengorbankan aset yang dimiliki sekarang untuk
mendapatkan aset pada masa yang akan datang dengan jumlah yang
lebih besar.”
Martono dan Harjito (2010:138) menjelaskan bahwa investasi merupakan:
“Penanaman dana yang dilakukan oleh suatu perusahaan ke dalam
suatu aset dengan harapan memperoleh pendapatan di masa yang
akan datang.”
Menurut Mulyadi (2001:284), investasi adalah:
“Pengaitan
sumber-sumber
dalam
jangka
panjang
untuk
menghasilkan laba di masa yang akan datang.”
Dari beberapa pengertian mengenai investasi, maka dapat disimpulkan
bahwa investasi adalah penanaman sejumlah dana pada saat ini dengan harapan
memperoleh keuntungan di masa yang akan datang.
10
11
2.1.1.2 Tujuan Investasi
Untuk mencapai suatu efektivitas dan efisiensi dalam keputusan, maka
diperlukan ketegasan akan tujuan yang diharapkan (Fahmi dan Hadi, 2011:6).
Begitu pula halnya dalam bidang investasi, perlu menetapkan tujuan yang hendak
dicapai, yaitu:
a. Terciptanya keberlanjutan (continuity) dalam investasi tersebut.
b. Terciptanya profit yang maksimum atau keuntungan yang diharapkan
(profit actual).
c. Terciptanya kemakmuran bagi para pemegang saham.
d.
Turut memberikan andil bagi pembangunan bangsa.
2.1.1.3 Bentuk-bentuk Investasi
Fahmi dan Hadi (2011:7) menjelaskan bahwa pada umumnya dalam
aktivitas investasi terdapat dua bentuk, yaitu:
a. Investasi nyata (real investment)
Investasi nyata secara umum melibatkan aset berwujud, seperti tanah,
mesin-mesin, atau pabrik.
b. Investasi keuangan (financial investment)
Investasi keuangan melibatkan kontrak tertulis, seperti saham biasa
(common stock) dan obligasi (bond).
12
2.1.1.4 Proses Investasi
Setiap melakukan keputusan investasi selalu memerlukan proses yang
mana proses tersebut memberikan gambaran setiap tahap yang akan ditempuh oleh
perusahaan. Menurut Fahmi dan Hadi (2011:9), secara umum proses manajemen
investasi meliputi lima langkah, yaitu:
1. Menetapkan sasaran investasi
Penetapan sasaran, artinya melakukan keputusan yang bersifat fokus atau
menempatkan target sasaran terhadap yang akan diinvestasikan. Penetapan
sasaran investasi sangat disesuaikan dengan apa yang ditujukan pada
investasi tersebut.
2. Membuat kebijakan investasi
Pada tahap proses yang kedua ini menyangkut dengan bagaimana
perusahaan mengelola dana yang berasal dari saham, obligasi, dan lainnya
untuk kemudian didistribusikan ke tempat-tempat yang dibutuhkan.
Perhitungan pendistribusian dana ini haruslah dilakukan dengan prinsip
kehati-hatian (prudential principle) karena berbagai hal akan dapat timbul
pada saat dana tersebut tidak mampu untuk ditarik kembali.
3. Memilih strategi portofolio
Memilih strategi menyangkut keputusan peranan yang akan diambil oleh
pihak perusahaan, yaitu apakah bersifat aktif atau pasif saja. Pada saat
perusahaan melakukan investasi aktif maka semua kondisi tentang
perusahaan akan dengan cepat tergambarkan di pasar saham. Investasi aktif
akan selalu mencari informasi yang tersedia dan kemudian selanjutnya
13
mencari kombinasi portofolio yang paling tepat untuk dilaksanakan.
Sedangkan secara pasif hanya dapat dilihat pada indeks rata-rata saja atau
berdasarkan pada reaksi pasar saja tanpa ada sikap aktraktif.
4. Memilih aset
Pihak perusahaan berusaha memilih aset investasi yang nantinya akan
memberi keuntungan yang tertinggi.
5. Mengukur dan mengevaluasi kinerja
Tahap ini menjadi tahap re-evaluasi bagi perusahaan untuk melihat kembali
apa yang telah dilakukan selama ini dan apakah tindakan yang telah
dilakukan selama ini benar-benar maksimal atau belum maksimal. Jika
belum maka sebaiknya segera melakukan perbaikan agar kerugian tidak
akan terjadi.
2.1.1.5 Pengertian Keputusan Investasi
Tugas manajer keuangan yang dilakukan secara rutin adalah bagaimana
mengatur aliran dana agar operasi perusahaan berjalan dengan baik. Di samping
tugas rutin tersebut, manajer keuangan mempunyai tugas yang cukup berat yaitu
membuat keputusan investasi. Keputusan ini sangat penting dengan semakin
besarnya dan berkembangnya perusahaan. Semakin perusahaan berkembang, maka
manajemen dituntut mengambil keputusan investasi, seperti pembukaan cabang,
perluasan usaha, maupun pendirian perusahaan lainnya (Sutrisno, 2012:121).
14
Terdapat beberapa pengertian keputusan investasi, yaitu:
Pengertian keputusan investasi menurut Sutrisno (2012:5):
“Keputusan investasi adalah masalah bagaimana manajer keuangan
harus mengalokasikan dana ke dalam bentuk-bentuk investasi yang
akan dapat mendatangkan keuntungan di masa yang akan datang.”
Menurut Sudana (2011:3):
“Keputusan investasi adalah keputusan keuangan tentang aktiva
yang harus dibeli perusahaan.”
Harmono (2011:9) menjelaskan bahwa keputusan investasi merupakan:
“Kebijakan terpenting dari kedua kebijakan lain dalam manajemen
keuangan, yaitu keputusan pendanaan dan kebijakan dividen.
Investasi modal sebagai aspek utama kebijakan manajemen
keuangan karena investasi adalah bentuk alokasi modal yang
realisasinya harus menghasilkan manfaat atau keuntungan di masa
yang akan datang.”
Menurut Riyanto (2010:10), keputusan mengenai investasi merupakan
keputusan yang paling penting diantara keputusan pendanaan dan kebijakan
dividen, karena:
“Keputusan mengenai investasi akan berpengaruh secara langsung
terhadap besarnya rentabilitas investasi dan aliran kas perusahaan
untuk waktu-waktu berikutnya.
Pengertian keputusan investasi menurut Martono dan Harjito (2010:4),
yaitu:
“Keputusan investasi merupakan keputusan terhadap aset apa yang
akan dikelola oleh perusahaan. Keputusan investasi berpengaruh
15
secara langsung terhadap besarnya rentabilitas investasi dan aliran
kas perusahaan untuk waktu-waktu yang akan datang.”
Keputusan investasi menurut Purnamasari, dkk (2009) merupakan:
“Keputusan yang menyangkut pengalokasian dana yang berasal dari
dalam maupun dana yang berasal dari luar perusahaan pada
berbagai bentuk investasi.”
Pujiati dan Widanar (2009) mendefinisikan keputusan investasi sebagai
berikut:
”Keputusan investasi merupakan keputusan yang dikeluarkan
perusahaan terkait dengan kegiatan perusahaan untuk melepaskan
dana pada saat sekarang dengan harapan untuk menghasilkan arus
dana masa mendatang dengan jumlah yang lebih besar dari yang
dilepaskan pada saat investasi awal, sehingga harapan perusahaan
untuk selalu tumbuh dan berkembang akan semakin jelas dan
terencana.”
Menurut Irawati (2006:3), keputusan investasi adalah:
“Keputusan yang diambil oleh manajer keuangan dalam allocation
of fund atau pengalokasian dana ke dalam bentuk investasi yang
dapat menghasilkan laba di masa yang akan datang. Keputusan
investasi ini akan tergambar dari aktiva perusahaan dan
mempengaruhi struktur kekayaan perusahaan, yaitu perbandingan
antara current assets dengan fixed assets.”
Dari beberapa pengertian keputusan investasi, maka dapat disimpulkan
bahwa keputusan investasi adalah keputusan mengalokasikan dana ke dalam
bentuk-bentuk investasi yang akan menghasilkan keuntungan di masa yang akan
datang.
16
Keputusan investasi berkaitan dengan proses pemilihan satu atau lebih
alternatif investasi yang dinilai menguntungkan dari sejumlah alternatif investasi
yang tersedia bagi perusahaan. Hasil dari keputusan investasi yang diambil oleh
manajemen perusahaan akan tampak di neraca sisi aset, yaitu berupa aset lancar
dan aset tetap (Sudana, 2011:6). Manajer keuangan dalam menjalankan fungsi
penggunaan dana harus selalu mencari alternatif-alternatif investasi untuk
kemudian dianalisa, dan dari hasil analisa itu harus diambil keputusan alternatif
investasi mana yang akan dipilih. Dengan kata lain, manajer keuangan harus
mengambil keputusan investasi (Riyanto, 2010:5).
Keputusan investasi perusahaan sangat dipengaruhi oleh kesempatan
investasi, karena semakin besar kesempatan investasi yang menguntungkan maka
investasi yang dilakukan semakin besar, dalam hal ini manajer berusaha
mengambil peluang-peluang tersebut untuk memaksimalkan kesejahteraan
pemegang saham (Hidayat, 2010). Myers (1977) dalam Hasnawati (2005)
memperkenalkan set peluang investasi (investment opportunity set) dalam
kaitannya untuk mencapai tujuan perusahaan. Menurut Myers (1977), investment
opportunity set memberikan petunjuk yang lebih luas dimana nilai perusahaan
sebagai tujuan utama tergantung pada pengeluaran perusahaan di masa yang akan
datang. Investment opportunity set merupakan suatu kombinasi antara aktiva yang
dimiliki (asset in place) dan pilihan investasi di masa yang akan datang dengan net
present value positif.
17
Menurut Gaver dan Gaver (1993) dalam Hasnawati (2005), investment
opportunity set merupakan nilai perusahaan yang besarnya tergantung pada
pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang,
dimana pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan
mengahasilkan return yang lebih besar. Pendapat ini sejalan dengan Smith dan
Watts (1992) dalam Hidayat (2010) yang menyatakan bahwa set kesempatan
investasi merupakan komponen nilai perusahaan yang merupakan hasil dari
pilihan-pilihan untuk membuat investasi di masa yang datang.
Terdapat dua pengertian mengenai investment opportunity set (IOS), yaitu
investment opportunity set (IOS) merupakan keputusan investasi yang dilakukan
perusahaan untuk menghasilkan nilai. Di lain pihak, Investment opportunity set
(IOS) didefinisikan sebagai nilai perusahaan yang nilainya di proksi melalui
Investment Opportunity Set (IOS). Namun, secara umum dapat disimpulkan bahwa
Investment Opportunity Set (IOS) merupakan hubungan antara pengeluaran saat ini
maupun di masa yang akan datang dengan nilai atau return atau prospek sebagai
hasil dari keputusan investasi untuk menghasilkan nilai perusahaan (Hasnawati,
2005:118).
Rakhimsyah dan Gunawan (2011) menjelaskan bahwa pilihan investasi
merupakan suatu kesempatan untuk berkembang, namun seringkali perusahaan
tidak selalu dapat melaksanakan semua kesempatan investasi di masa mendatang.
Bagi perusahaan yang tidak dapat menggunakan kesempatan investasi tersebut
akan mengalami pengeluaran yang lebih tinggi dibanding dengan nilai kesempatan
yang hilang.
18
2.1.1.6 Mengukur Keputusan Investasi
Berbagai variabel yang digunakan sebagai proksi set kesempatan investasi
telah digunakan dalam berbagai penelitian. Proksi set kesempatan investasi dapat
diklasifikasikan ke dalam empat tipe (Kallapur dan Trombley, 2001), yaitu:
1. Proksi berdasarkan harga (price based proxies)
Set kesempatan berdasarkan harga merupakan proksi yang menyatakan
bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga
pasar. Proksi ini didasari atas suatu ide yang menyatakan bahwa prospek
pertumbuhan perusahaan secara parsial dinyatakan dalam harga-harga
saham dan perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih
tinggi secara relatif untuk aktiva-aktiva yang dimiliki. Set kesempatan
investasi yang didasari pada harga akan berbentuk suatu rasio sebagai suatu
ukuran aktiva yang dimiliki dan nilai pasar perusahaan. Rasio-rasio yang
telah digunakan yang berkaitan dengan proksi berdasarkan pasar, antara
lain: market to book value of equity; book to market value of assets; tobin’s
Q; earnings to price ratios; ratio of property, plant, and equipment to firm
value; dan ratio of depreciation to firm value.
2. Proksi berdasarkan investasi (investment based proxies)
Ide proksi set kesempatan investasi berdasarkan investasi mengungkapkan
bahwa suatu kegiatan investasi yang besar berkaitan secara positif dengan
nilai set kesempatan investasi suatu perusahaan. Perusahaan-perusahaan
yang memiliki suatu set kesempatan investasi yang tinggi seharusnya juga
memiliki suatu tingkatan investasi yang tinggi pula dalam bentuk aset yang
19
ditempatkan atau yang diinvestasikan untuk waktu yang lama dalam suatu
perusahaan. Bentuk dari proksi ini adalah suatu rasio yang membandingkan
suatu pengukuran investasi yang telah diinvestasikan dalam bentuk aset
tetap atau suatu hasil operasi yang diproduksi dari aset yang telah
diinvestasikan. Rasio-rasio yang telah digunakan yang berkaitan dengan
proksi berdasarkan investasi tersebut, antara lain: R&D expense to assets,
sales, or firm value dan ratio of capital expenditures to firm value.
3. Proksi berdasarkan varian (variance measures)
Proksi set kesempatan investasi berdasarkan varian mengungkapkan bahwa
suatu opsi akan menjadi lebih bernilai jika menggunakan variabilitas
ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh. Ukuran yang
berkaitan dengan proksi berdasarkan varian tersebut, antara lain: variance
of returns dan asset betas.
4. Proksi gabungan dari proksi individual
Alternatif proksi gabungan set kesempatan investasi dilakukan sebagai
upaya untuk mengurangi kesalahan pengukuran (measurement error) yang
ada pada proksi individual, sehingga akan menghasilkan pengukuran yang
lebih baik untuk set kesempatan investasi. Metode yang dapat digunakan
untuk menggabungkan beberapa proksi individual menjadi satu proksi yang
akan diuji lebih lanjut adalah dengan menggunakan analisis faktor.
Keempat jenis proksi yang telah disebutkan sebelumnya menggambarkan
beragam ukuran set kesempatan investasi yang memungkinkan beberapa peneliti
menggunakan beragam rasio sebagai proksi set kesempatan investasi.
20
Hal ini terjadi karena set kesempatan investasi bersifat tidak dapat diobservasi atau
unobservable.
Proksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah price earning ratio
(PER). Menurut Sutrisno (2012:224), price earning ratio mengukur seberapa besar
perbandingan antara harga saham perusahaan dengan keuntungan yang akan
diperoleh oleh pemegang saham. Price earning ratio melihat harga pasar saham
relatif terhadap earning. Perusahaan yang diharapkan tumbuh dengan tingkat
pertumbuhan tinggi, yang berarti mempunyai prospek yang baik biasanya
mempunyai price earning ratio yang tinggi. Sebaliknya, perusahaan yang
diharapkan mempunyai pertumbuhan rendah, akan mempunyai price earning ratio
yang rendah (Hanafi, 2012:43).
Price earning ratio adalah nilai harga per lembar saham. Indikator ini
secara praktis telah diaplikasikan dalam laporan keuangan laba rugi bagian akhir
dan menjadi bentuk standar pelaporan keuangan bagi perusahaan di Indonesia.
Price earning ratio disebut juga sebagai pendekatan earnings multiplier yang
menunjukkan rasio harga pasar terhadap earnings. Rasio ini menunjukkan
seberapa besar investor menilai harga saham terhadap kelipatan earnings
(Harmono, 2011:57).
Price earning ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
21
2.1.2
Keputusan Pendanaan
2.1.2.1 Pengertian Keputusan Pendanaan
Keputusan
pendanaan
merupakan
kebijakan
tentang
keputusan
pembelanjaan atau pembiayaan investasi. Keputusan pendanaan ini mencakup cara
bagaimana mendanai kegiatan perusahaan agar optimal, cara memperoleh dana
untuk investasi yang efisien, dan cara mengkomposisikan sumber dana optimal
yang harus dipertahankan (Horne, 1997:295 dalam Ansori dan Denica, 2010).
Sejumlah teori telah muncul untuk menjelaskan perbedaan keputusan pendanaan
bagi setiap perusahaan. Teori-teori tersebut menyatakan bahwa perusahaan dalam
menetapkan struktur pendanaan tergantung pada perimbangan antara beban dan
manfaat keseimbangan informasi dan insentif pengendalian perusahaan (Yuliani,
dkk., 2013).
Terdapat beberapa pengertian mengenai keputusan pendanaan, yaitu:
Efni, dkk (2012:130) menjelaskan bahwa keputusan pendanaan berkaitan
dengan:
“Keputusan perusahaan dalam mencari dana untuk membiayai
investasi dan menentukan komposisi sumber pendanaan. Pendanaan
perusahaan dapat dikelompokkan sumber dananya, yaitu pendanaan
internal dan pendanaan eksternal. Pendanaan internal merupakan
pendanaan yang berasal dari dalam perusahaan, yaitu laba ditahan,
sedangkan pendanaan eksternal, yaitu pendanaan hutang (debt
financing), ekuitas (equity financing), dan hybrid securities.”
Menurut Sutrisno (2012:5) keputusan pendanaan sering disebut sebagai
kebijakan struktur modal, karena:
“Pada keputusan ini, manajer keuangan dituntut untuk
mempertimbangkan dan menganalisis kombinasi dari sumber-
22
sumber dana yang ekonomis bagi perusahaan guna membelanjai
kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan usahanya.”
Pengertian keputusan pendanaan menurut Harmono (2011:231):
“Keputusan pendanaan adalah menganalisis kondisi sumber
pendanaan perusahaan baik melalui utang maupun modal yang akan
dialokasikan untuk mendukung aktivitas operasi perusahaan, baik
dalam investasi modal kerja ataupun aset tetap.”
Menurut Sudana (2011:3) keputusan pendanaan adalah:
“Keputusan keuangan tentang asal dana untuk membeli aset.”
Menurut Martono dan Harjito (2010:5), keputusan pendanaan menyangkut
beberapa hal, yaitu:
”Pertama, keputusan mengenai penetapan sumber dana yang
diperlukan untuk membiayai investasi. Kedua, penetapan tentang
perimbangan pembelanjaan yang terbaik atau sering disebut struktur
modal yang optimum.”
Husnan dan Pudjiastuti (2006:277) menjelaskan bahwa keputusan
pendanaan adalah:
“Keputusan tentang bentuk dan komposisi pendanaan yang akan
dipergunakan oleh perusahaan. Keputusan ini merupakan keputusan
manajemen keuangan dalam melakukan pertimbangan dan analisis
perpaduan antara sumber-sumber dana yang paling ekonomis bagi
perusahaan untuk mendanai kebutuhan-kebutuhan investasi serta
kegiatan operasional perusahaan. Ketersediaan dana yang akan
digunakan untuk mendanai berbagai alternatif investasi ini dapat
dilihat dari struktur modal perusahaan dengan cara mengamati
neraca pada sisi liabilitas.”
23
Irawati (2006:3) mendefinisikan keputusan pendanaan sebagai:
“Keputusan pendanaan adalah keputusan manajemen keuangan
dalam melakukan pertimbangan dan analisis perpaduan antara
sumber-sumber dana yang paling ekonomis bagi perusahaan untuk
mendanai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan operasional
perusahaannya.”
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keputusan pendanaan adalah
keputusan perusahaan dalam mencari sumber dana yang akan dipergunakan
perusahaan untuk membiayai investasi perusahaan.
Fungsi pendanaan harus dilakukan secara efisien. Manajer keuangan harus
mengusahakan agar perusahaan dapat memperoleh dana yang diperlukan dengan
biaya yang minimal dan syarat-syarat yang paling menguntungkan. Manajer
keuangan harus mempertimbangkan dengan cermat sifat dan biaya dari masingmasing sumber dana yang akan dipilih, karena masing-masing sumber dana
mempunyai konsekuensi finansial yang berbeda-beda. Dalam melaksanakan fungsi
pendanaan, manajer keuangan harus selalu mencari alternatif-alternatif sumber
dana untuk kemudian dianalisa, dan dari hasil analisa tersebut harus diambil
keputusan alternatif sumber dana atau kombinasi sumber dana mana yang akan
dipilih. Dengan demikian, manajer keuangan harus mengambil keputusan
pendanaan (Riyanto, 2010:5).
24
2.1.2.2 Pengertian Struktur Modal
Terdapat beberapa pengertian mengenai struktur modal, yaitu:
Pengertian struktur modal menurut Sutrisno (2012:255):
“Struktur modal merupakan imbangan antara modal asing atau
hutang dengan modal sendiri.”
Menurut Harmono (2011:235):
“Struktur modal adalah proporsi utang dan modal terhadap total
modal perusahaan.”
Riyanto (2010:22) mendefinisikan struktur modal adalah sebagai berikut:
“Struktur
modal
adalah
pembelanjaan
permanen
dimana
mencerminkan perimbangan antara utang jangka panjang dengan
modal sendiri.”
Martono dan Harjito (2010:240) menjelaskan bahwa struktur modal
(capital structure) adalah:
“Perbandingan atau imbangan pendanaan jangka panjang
perusahaan yang ditunjukkan oleh perbandingan hutang jangka
panjang terhadap modal sendiri.”
Menurut Sugiarto (2009:1) struktur modal perusahaan merupakan:
“Bagian dari struktur keuangan perusahaan yang mengulas tentang
cara perusahaan mendanai asetnya.”
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa struktur modal adalah
perimbangan antara hutang dengan modal sendiri.
25
2.1.2.3 Teori Struktur Modal
Teori struktur modal berkenaan dengan bagaimana modal dialokasikan
dalam aktivitas investasi aktiva riil perusahaan dengan cara menentukan struktur
modal antara modal utang dan modal sendiri, biasanya berkaitan dengan proyek
proposal suatu investasi perusahaan (Harmono, 2011:137). Teori struktur modal
yang dikembangkan oleh beberapa ahli digunakan untuk mengetahui apakah
perusahaan dapat meningkatkan kemakmuran pemegang saham melalui perubahan
struktur modal (Sutrisno, 2012:256).
Van Horne (1980) dalam Harmono (2011:137) menjelaskan asumsi-asumsi
yang dibutuhkan untuk menganalisis teori struktur modal, yaitu sebagai berikut:
1. Tidak ada pajak pendapatan, dan asumsi ini pada akhirnya dalam aplikasi
dapat diabaikan.
2. Perubahan rasio utang terhadap modal disebabkan oleh penerbitan surat
utang yang digunakan untuk membeli saham, dan sebaliknya menerbitkan
saham untuk membayar utang, dan tidak ada biaya transaksi.
3. Perusahaan menetapkan kebijakan dividen sebesar 100% dari laba
dibagikan sebagai dividen.
4. Tingkat subjektivitas probabilitas prediksi para investor di pasar terhadap
tingkat laba operasi perusahaan yang akan datang adalah sama.
5. Tingkat laba operasi perusahaan diprediksi konstan. Nilai prediksi
distribusi probabilitas laba operasi prediksi selama periode yang akan
datang sama dengan nilai laba operasi sekarang.
26
Menurut Hanafi (2012:297), terdapat beberapa pendekatan teori struktur
modal, yaitu:
1. Pendekatan tradisional
Pendekatan tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang
optimal. Dengan kata lain, struktur modal mempunyai pengaruh terhadap
nilai perusahaan. Struktur modal dapat diubah-ubah agar bisa diperoleh
nilai perusahaan yang optimal.
2. Pendekatan Modigliani dan Miller (MM)
Pada tahun 1950, dua orang ekonom menentang pandangan tradisional
struktur modal. Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak
mempengaruhi nilai perusahaan. Kemudian pada awal tahun 1960, kedua
ekonom tersebut memasukkan faktor pajak ke dalam analisis mereka.
Mereka sampai pada kesimpulan bahwa nilai perusahaan dengan utang
lebih tinggi dibandingkan nilai perusahaaan tanpa utang. Kenaikan nilai
tersebut dikarenakan adanya penghematan pajak dari penggunaan utang.
3. Teori trade off dalam struktur modal
Dalam kenyataan, ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa
menggunakan utang sebanyak-banyaknya. Satu hal yang terpenting adalah
dengan semakin tingginya utang, akan semakin tinggi kemungkinan
kebangkrutan. Semakin tinggi utang maka semakin besar bunga yang harus
dibayarkan. Kemungkinan tidak membayar bunga yang tinggi akan
semakin besar. Pemberi pinjaman dapat membuat perusahaan bangkrut jika
perusahaan tidak membayar utang. Gabungan antara teori struktur modal
27
MM dengan memasukkan biaya kebangkrutan mengindikasikan adanya
trade off antara penghematan pajak dari utang dengan biaya kebangkrutan.
Teori tersebut kemudian dikenal sebagai teori trade off. Meskipun teori
trade off dalam struktur modal memberikan pandangan baru dalam struktur
modal, tetapi teori tersebut tidak memberikan formula yang pasti yang
dapat memberikan petunjuk berapa tingkat utang yang optimal.
4. Pecking order theory
Pecking order theory tidak mengindikasikan target struktur modal. Pecking
order theory
menjelaskan urutan-urutan pendanaan. Menurut teori ini,
manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat utang yang optimal.
Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Jika ada kesempatan
investasi, maka perusahaan akan mencari dana untuk mendanai kebutuhan
investasi tersebut. Perusahaan akan mulai dengan dana internal dan sebagai
pilihan terakhir adalah menerbitkan saham. Di samping kebutuhan
investasi, hal lain yang berkaitan adalah pembayaran dividen. Pembayaran
dividen akan menyebabkan dana kas berkurang. Jika kas berkurang maka
perusahaan akan menerbitkan sekuritas baru. Pecking order theory
menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan
yang tinggi justru mempunyai tingkat utang yang lebih kecil. Tingkat utang
yang kecil tersebut tidak dikarenakan perusahaan mempunyai target tingkat
utang yang kecil, tetapi karena mereka tidak membutuhkan dana eksternal.
Tingkat keuntungan yang tinggi menjadikan dana internal mereka cukup
untuk memenuhi kebutuhan investasi.
28
2.1.2.4 Klasifikasi Sumber Dana
Klasifikasi sumber dana menurut Sugiarto (2009:10), yaitu sebagai berikut:
1. Klasifikasi berdasarkan sumber dana
a. Sumber dana internal dan eksternal
-
Sumber dana internal adalah sumber dana yang berasal dari
kegiatan operasi perusahaan. Sumber dana internal berasal dari
kumulasi laba sesudah pajak yang ditahan (retained earnings),
dana penyusutan (depresiasi), dan amortisasi.
-
Sumber dana eksternal adalah sumber dana yang tidak diperoleh
dari kegiatan operasi perusahaan. Sumber dana eksternal dapat
berasal dari pinjaman pihak ketiga (loan financing) ataupun dari
modal sendiri.
b. Sumber dana modal sendiri, semi modal sendiri, dan pinjaman dari
pihak ketiga
-
Sumber dana modal sendiri adalah dana yang berasal dari hasil
operasi perusahaan dan dana dari pemegang saham. Yang
termasuk dalam kategori sumber dana modal sendiri adalah
modal saham disetor, laba yang tidak dibagi, modal saham
biasa, dan saham preferen yang disetor pemilik perusahaan.
-
Sumber dana semi modal adalah sumber dana yang bukan dari
modal sendiri. Yang termasuk dalam kategori semi modal
sendiri adalah pinjaman dari para pemegang saham.
29
-
Sumber dana pinjaman dari pihak ketiga antara lain kredit
penjualan dari perusahaan pemasok bahan atau barang jadi,
kredit bank umum jangka pendek dan menengah, obligasi,
leasing barang modal, dan kredit ekspor barang modal.
2. Klasifikasi berdasarkan jangka waktu
a. Sumber dana jangka pendek
Sumber dana jangka pendek dipergunakan perusahaan untuk
mendanai keperluan jangka pendek atau dana modal kerja, misalnya
untuk mendanai kebutuhan persediaan barang atau mendanai
piutang dagang.
Sumber dana jangka pendek dapat dibagi lagi menjadi dua, yaitu:
-
Sumber dana spontan
Sumber dana spontan merupakan sumber dana yang murah
karena tidak menanggung biaya bunga pinjaman. Yang
termasuk dalam sumber dana spontan adalah kredit penjualan,
uang panjar dari pembeli, dan utang pajak.
-
Sumber dana non spontan
Sumber dana non spontan mengandung biaya bunga pinjaman.
Dana non spontan jangka pendek yang paling umum di dunia
bisnis adalah kredit jangka pendek bank umum, commercial
paper, back to back letter of credit, dan factoring piutang
dagang.
30
b. Sumber dana jangka menengah atau panjang
Sumber dana jangka menengah atau panjang dipergunakan untuk
mendanai keperluan dana jangka menengah atau panjang, misalnya
pembelian harta atau perluasan usaha.
2.1.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Struktur Modal
Brigham dan Houston (2013:188) menjelaskan bahwa terdapat faktorfaktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal, yaitu:
1. Stabilitas penjualan
Suatu perusahaan yang penjualannya relatif stabil dapat secara aman
mengambil utang dalam jumlah yang lebih besar dan mengeluarkan beban
tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya
tidak stabil.
2. Struktur aset
Perusahaan yang asetnya memadai untuk digunakan sebagai jaminan
pinjaman cenderung akan cukup banyak menggunakan utang. Pada
umumnya, aset yang dapat digunakan oleh banyak perusahaan dapat
menjadi jaminan yang baik.
3. Leverage operasi
Perusahaan dengan leverage operasi yang lebih rendah akan lebih mampu
menerapkan leverage keuangan, karena perusahaan tersebut akan memiliki
risiko usaha yang lebih rendah.
31
4. Tingkat pertumbuhan
Perusahaan yang memiliki pertumbuhan lebih cepat harus lebih
mengandalkan diri pada modal eksternal. Selain itu, biaya emisi yang
berkaitan dengan penjualan saham biasa akan melebihi biaya emisi yang
terjadi ketika perusahaan menjual utang, mendorong perusahaan yang
mengalami pertumbuhan pesat untuk lebih mengandalkan diri pada utang.
Namun, pada waktu yang bersamaan, perusahaan tersebut sering kali
menghadapi ketidakpastian yang lebih tinggi cenderung akan menurunkan
keinginan untuk menggunakan utang.
5. Profitabilitas
Perusahaan dengan tingkat pengembalian atas investasi yang sangat tinggi
ternyata menggunakan utang dalam jumlah yang relatif sedikit. Tingkat
pengembalian
yang
tinggi
memungkinkan
perusahaan-perusahaan
melakukan sebagian besar pendanaannya melalui dana yang dihasilkan
secara internal.
6. Pajak
Bunga merupakan suatu beban pengurang pajak, dan pengurangan ini lebih
bernilai bagi perusahaan dengan tarif pajak yang tinggi. Jadi, semakin
tinggi tarif pajak suatu perusahaan, maka semakin besar keunggulan dari
utang.
7. Kendali
Pengaruh utang dibandingkan saham pada posisi kendali suatu perusahaan
dapat mempengaruhi struktur modal. Jika manajemen saat ini memiliki
32
kendali hak suara lebih dari 50% saham tetapi tidak berada dalam posisi
untuk membeli saham tambahan lagi, maka manajemen mungkin akan
memilih utang sebagai pendanaan baru. Di lain pihak, manajemen mungkin
memutuskan untuk menggunakan ekuitas jika situasi keuangan perusahaan
begitu lemah sehingga penggunaan utang mungkin dapat membuat
perusahaan menghadapi risiko gagal bayar, karena jika perusahaan gagal
bayar, maka manajer kemungkinan akan kehilangan pekerjaannya. Akan
tetapi, jika utang yang digunakan terlalu sedikit, manajemen menghadapi
risiko pengambilalihan. Jadi, pertimbangan kendali dapat mengarah pada
penggunaan baik itu utang maupun ekuitas karena jenis modal yang
memberikan perlindungan terbaik kepada manajemen akan bervariasi dari
satu situasi ke situasi yang lain. Apa pun kondisinya, jika manajemen
merasa tidak aman, maka manajemen akan mempertimbangkan situasi
kendali.
8. Sikap manajemen
Manajemen dapat melaksanakan pertimbangannya sendiri tentang struktur
modal yang tepat. Beberapa manajemen cenderung lebih konservatif
dibandingkan yang lain, dan menggunakan utang dalam jumlah yang lebih
kecil dibandingkan dengan rata-rata perusahaan di dalam industrinya,
sementara manajemen yang agresif menggunakan lebih banyak utang
dalam usaha mendapatkan laba yang lebih tinggi.
33
9. Sikap pemberi pinjaman dan lembaga pemeringkat
Tanpa mempertimbangkan analisis manajemen sendiri atas faktor leverage
yang tepat bagi perusahaan, sikap pemberi pinjaman dan lembaga
pemeringkat sering kali akan mempengaruhi keputusan struktur keuangan.
Perusahaan sering kali membahas struktur modalnya dengan pihak pemberi
pinjaman dan lembaga pemeringkat serta sangat memperhatikan saran
mereka.
10. Kondisi pasar
Kondisi pasar saham dan obligasi mengalami perubahan dalam jangka
panjang maupun jangka pendek yang dapat memberikan arah penting pada
struktur modal optimal suatu perusahaan.
11. Kondisi internal perusahaan
Kondisi internal suatu perusahaan juga dapat berpengaruh pada sasaran
struktur modalnya.
12. Fleksibilitas keuangan
Perusahaan dapat menghasilkan uang dalam jumlah yang lebih besar dari
penganggaran modal dan keputusan operasi yang baik dibandingkan
dengan keputusan keuangan yang baik.
2.1.2.6 Mengukur Keputusan Pendanaan
Keputusan pendanaan dalam penelitian ini dikonfirmasikan melalui debt to
equity ratio. Tujuan dari debt to equity ratio adalah untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam membayar hutang-hutang yang dimilikinya dengan modal atau
34
ekuitas yang ada (Mardiyati, dkk., 2012). Menurut Sutrisno (2012:218), debt to
equity ratio adalah imbangan antara hutang yang dimiliki perusahaan dengan
modal sendiri. Semakin tinggi debt to equity ratio berarti modal sendiri semakin
sedikit dibandingkan dengan hutangnya. Bagi perusahaan, sebaiknya besarnya
hutang tidak boleh melebihi modal sendiri agar beban tetapnya tidak terlalu tinggi.
Debt to equity ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
2.1.3
Kebijakan Dividen
2.1.3.1 Pengertian Dividen
Terdapat beberapa pengertian mengenai dividen, yaitu:
Pengertian dividen menurut Hanafi (2012:362):
“Dividen merupakan kompensasi yang diterima pemegang saham di
samping capital gain”.
Menurut Hermuningsih dan Wardani (2009) dividen adalah:
“Bagian dari laba bersih yang dibagikan kepada pemegang saham.”
Irawati (2006:3) mendefinisikan dividen sebagai:
“Bagian dari keuntungan suatu perusahaan yang dibayarkan kepada
para pemegang saham.”
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dividen adalah keuntungan
yang diberikan kepada pemegang saham dalam bentuk kas atau saham, di samping
capital gain.
35
2.1.3.2 Jenis-jenis Dividen
Menurut Baridwan (2006:434), terdapat beberapa jenis dividen yang
dibayarkan kepada pemegang saham, yaitu sebagai berikut:
1. Dividen tunai (cash dividend)
Dividen tunai merupakan bentuk pembayaran dividen yang dibayarkan
dalam bentuk uang tunai. Dividen jenis ini paling umum digunakan oleh
perusahaan kepada para pemegang saham. Besar kecilnya dividen
tergantung pada kebijakan yang dimiliki perusahaan.
2. Dividen saham (stock dividend)
Dividen saham adalah dividen yang dibayarkan dalam bentuk saham dan
merupakan tambahan saham bagi para pemegang saham.
3. Dividen aktiva selain kas (property dividend)
Property dividend merupakan pembayaran dividen dalam bentuk barang.
Aktiva yang dibagikan biasanya berbentuk surat berharga perusahaan lain
yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.
4. Dividen utang (script dividend)
Dividen utang timbul apabila laba yang tidak dibagikan saldonya
mencukupi untuk pembayaran dividen, tetapi saldo kas yang ada tidak
mencukupi untuk pembagian dividen. Dividen jenis ini merupakan dividen
yang dibayarkan dalam bentuk surat janji utang. Perusahaan berjanji untuk
membayar tunai pada masa tertentu sesuai dengan perjanjian.
36
5. Dividen likuidasi (liquidating dividend)
Dividen
likuidasi
merupakan
dividen
yang
sebagian
merupakan
pengembalian modal. Dividen ini tercatat dengan mendebit rekening
pengembalian modal yang dalam neraca dilaporkan sebagai pengurangan
modal saham.
2.1.3.3 Prosedur Pembayaran Dividen
Dalam melakukan pembayaran dividen, ada beberapa langkah yang harus
ditempuh, hal ini bertujuan untuk menentukan siapa sebenarnya yang berhak atas
dividen. Menurut Kamaludin (2011:340), prosedur pembagian dividen dimulai
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Tanggal deklarasi, yaitu tanggal saat dividen secara resmi diumumkan
dewan direksi.
2. Tanggal pencatatan, yaitu menunjukkan kapan buku transfer saham
ditutup. Perusahaan mencatat seorang pemegang saham sebagai pemilik
pada tanggal tertentu dan berhak atas dividen.
3. Tanggal ex-dividend, yaitu tanggal pada saat hak atas dividen periode
berjalan tidak lagi menyertai saham tersebut, atau penghilangan hak
atas dividen. Biasanya penghilangan hak ini selama hari kerja sebelum
pencatatan pemegang saham.
4. Tanggal pembayaran, yaitu tanggal pada saat perusahaan benar-benar
mengirim cek dividen kepada setiap pemegang saham.
37
2.1.3.4 Pengertian Kebijakan Dividen
Salah satu kebijakan yang harus diambil oleh manajemen adalah
memutuskan apakah laba yang diperoleh oleh perusahaan selama satu periode akan
dibagikan semua atau dibagi sebagian untuk dividen dan sebagian lagi dibagi
dalam bentuk laba ditahan. Apabila perusahaan memutuskan untuk membagi laba
yang diperoleh sebagai dividen berarti akan mengurangi jumlah laba yang ditahan
yang akhirnya juga mengurangi sumber dana internal yang akan digunakan untuk
mengembangkan perusahaan. Sedangkan apabila perusahaan tidak membagikan
laba sebagai dividen akan dapat memperbesar sumber dana intern perusahaan dan
akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk mengembangkan perusahaan
(Sutrisno, 2012:266).
Terdapat beberapa pengertian mengenai kebijakan dividen, yaitu:
Yuliani, dkk (2013) menjelaskan bahwa kebijakan dividen adalah:
“Suatu kebijakan yang penting dan harus dipertimbangkan matang
oleh manajemen perusahaan, karena kebijakan dividen akan
melibatkan kepentingan saham dengan dividennya dan kepentingan
perusahaan dengan laba ditahannya”.
Pengertian kebijakan dividen menurut Harmono (2011:12):
“Kebijakan dividen adalah persentase laba yang dibayarkan kepada
para pemegang saham dalam bentuk dividen tunai, penjagaan
stabilitas dividen dari waktu ke waktu, pembagian dividen saham,
dan pembelian kembali saham.”
38
Menurut Kamaludin (2011:329), kebijakan dividen mencakup:
“Keputusan mengenai apakah laba akan dibagikan kepada
pemegang saham atau akan ditahan untuk reinvestasi dalam
perusahaan”.
Pengertian kebijakan dividen menurut Martono dan Harjito (2010:253),
yaitu:
“Kebijakan dividen merupakan keputusan apakah laba yang
diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada
pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk
menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan
datang.”
Kebijakan dividen yang dijelaskan oleh Hermuningsih dan Wardani (2009)
adalah:
“Kebijakan dividen adalah kebijakan yang dikaitkan dengan
penentuan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan
kepada para pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan
dalam bentuk laba ditahan”.
Irawati (2006:4) mendefinisikan kebijakan dividen sebagai:
“Keputusan manajemen keuangan dalam menetukan besarnya
proporsi laba yang akan dibagikan kepada para pemegang saham
dan proporsi dana yang akan disimpan di perusahaan sebagai laba
ditahan untuk pertumbuhan perusahaan”.
39
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen adalah
kebijakan yang harus dipertimbangkan apakah laba yang diperoleh perusahaan
akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam
bentuk laba ditahan untuk reinvestasi perusahaan.
Perusahaan dalam membuat keputusan keuangan dalam hal pembagian
dividen harus dapat menyeimbangkan antara pertumbuhan perusahaan dan para
pemegang saham. Keputusan untuk membagi laba sebagai dividen atau
menahannya untuk diinvestasikan kembali masih menjadi keputusan mengundang
kontroversi. Secara teoritis, laba dibenarkan untuk diinvestasikan kembali jika
menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih tinggi dari biaya modal sendiri
(Hermuningsih dan Wardani, 2009).
2.1.3.5 Teori Kebijakan Dividen
Beberapa teori kebijakan dividen memiliki dasar berpikir yang berbedabeda. Menurut Kamaludin (2011:330), terdapat beberapa teori kebijakan dividen,
yaitu:
1. Kebijakan dividen relevan
a. Kebijakan dividen pendekatan Walter
Menurut Walter, pembayaran dividen akan optimal ditentukan dengan
mengubah dividen hingga harga saham per lembar di pasar menjadi
maksimum.
40
b. Bird in the Hand Theory (BIH)
Teori ini terinspirasi bahwa investor akan merasa lebih aman untuk
memperoleh pendapatan berupa pembayaran dividen dibandingkan
menunggu capital gains yang belum pasti. Menurut Myrton Gordon
dan John Linter, biaya ekuitas akan turun apabila rasio pembayaran
dividen dinaikkan, karena para investor kurang yakin terhadap capital
gains dibandingkan seandainya menerima dividen yang lebih pasti.
Myrton Gordon dan John Linter juga berpendapat bahwa investor jauh
lebih
menghargai
pendapatan
yang
diharapkan
dari
dividen
dibandingkan capital gains, karena pendapatan dividen berisiko lebih
kecil dibandingkan komponen dalam total pengembalian yang
diharapkan.
c. Tax Preference Theory (TPT)
Dasar berpijak teori ini bahwa bagi investor, pendapatan yang relevan
baginya adalah pendapatan bersih setelah pajak. Sehingga tingkat
keuntungan yang diharapkan juga adalah pendapatan setelah pajak.
Karena dividen dikenakan pajak, maka tentunya keuntungan akan lebih
rendah sehingga investor lebih suka menahan laba mereka ke dalam
perusahaan, dapat berupa stock dividend. Ada beberapa alasan investor
lebih menyukai pembayaran dividen yang rendah, pertama di beberapa
Negara seperti di Amerika Serikat, capital gains tidak dikenakan pajak
atau hanya 40% dari capital gains yang dikenakan pajak jika surat
berharga ditahan lebih dari 6 bulan. Sementara itu, dividen dikenakan
41
pajak saat ini, jadi investor lebih senang rasio pembayaran dividen yang
rendah, karena dividen dikenakan pajak. Kedua, pajak atas capital
gains tidak mesti dibayar sebelum saham benar terjual.
2. Kebijakan dividen tidak relevan
Menurut Modigliani dan Miller (MM), rasio pembayaran dividen tidak
akan mempengaruhi kekayaan pemegang saham. Nilai perusahaan hanya
ditentukan oleh daya laba (earning power), atau kebijakan investasi. MM
mengasumsikan pasar modal sempurna. Dalam pasar sempurna, dilusi dan
ketidakseimbangan di pasar termasuk harga saham hanya bersifat jangka
pendek, dalam jangka panjang mekanisme pasar membuat saham yang over
value atau under value akan kembali ke harga keseimbangan. MM
mengemukakan
bahwa
pengaruh
pembayaran
dividen
terhadap
kemakmuran pemegang saham akan diimbangi dengan jumlah yang sama
dengan cara pembelanjaan atau pemenuhan dana yang lain. Dalam situasi
keputusan investasi given, maka apabila perusahaan membagikan dividen
kepada pemegang saham, maka perusahaan harus mengeluarkan saham
baru sebagai pengganti sejumlah pembayaran dividen tersebut. Dengan
demikian, kenaikan pendapatan dari pembayaran dividen akan diimbangi
dengan penurunan harga saham sebagai akibat penjualan saham baru. Oleh
sebab itu, jika dividen dibagi atau ditahan tidak mempengaruhi
kemakmuran pemegang saham.
42
2.1.3.6 Jenis-jenis Kebijakan Dividen
Menurut Riyanto (2010:269), terdapat berbagai macam kebijakan dividen
yaitu sebagai berikut:
1. Kebijakan dividen yang stabil;
Banyak perusahaan yang menjalankan kebijakan dividen yang stabil,
artinya jumlah dividen per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif
tetap
selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar
saham per tahunnya berfluktuasi. Dividen yang stabil ini dipertahankan
untuk beberapa tahun, dan kemudian apabila ternyata pendapatan
perusahaan meningkat dan kenaikan pendapatan tersebut Nampak baik dan
relatif permanen, barulah besarnya dividen per lembar saham dinaikkan.
Dividen yang sudah dinaikkan ini akan dipertahankan untuk jangka waktu
yang relatif panjang.
2. Kebijakan dividen dengan penetapan jumlah dividen minimal plus jumlah
ekstra tertentu;
Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar
saham setiap tahunnya. Jika keadaan keuangan perusahaan baik, maka
pemodal akan menerima dividen minimal ditambah dengan dividen
tambahan. Namun, jika keadaan keuangan perusahaan memburuk maka
dividen yang dibayarkan hanya dividen yang minimal saja.
3. Kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang konstan;
Perusahaan yang menjalankan kebijakan ini menetapkan dividend payout
ratio yang konstan, misalnya 50%, berarti jumlah dividen per lembar
43
saham yang dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai dengan
perkembangan keuntungan neto yang diperoleh setiap tahunnya.
4. Kebijakan dividen yang fleksibel.
Penetapan kebijakan dividend payout ratio fleksibel yang besarnya setiap
tahun disesuaikan dengan posisi finansial dan kebijakan finansial dari
perusahaan yang bersangkutan.
2.1.3.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen
Semakin tinggi dividen yang dibagikan kepada pemegang saham akan
mengurangi kesempatan perusahaan untuk mendapatkan sumber dana intern dalam
rangka mengadakan reinvestasi, sehingga dalam jangka panjang akan menurunkan
nilai perusahaan, sebab pertumbuhan dividen akan semakin berkurang. Oleh
karena itu, tugas manajer keuangan untuk bisa menentukan kebijakan dividen yang
optimal agar bisa menjaga nilai perusahaan.
Menurut Sutrisno (2012:267), adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
besar kecilnya dividen yang akan dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang
saham antara lain adalah:
1. Posisi solvabilitas perusahaan
Apabila perusahaan dalam kondisi insolvensi atau solvabilitasnya kurang
menguntungkan, biasanya perusahaan tidak membagikan laba. Hal ini
disebabkan
laba
yang
diperoleh
memperbaiki posisi struktur modalnya.
lebih
banyak
digunakan
untuk
44
2. Posisi likuiditas perusahaan
Apabila perusahaan membayarkan dividen, berarti harus bisa menyediakan
uang kas yang cukup banyak dan ini akan menurunkan tingkat likuiditas
perusahaan. Bagi perusahaan yang kondisi likuiditasnya kurang baik,
biasanya dividend payout rationya kecil, sebab sebagian besar laba
digunakan untuk menambah likuiditas. Namun perusahaan yang sudah
mapan dengan likuiditas yang baik cenderung memberikan dividen lebih
besar.
3. Kebutuhan untuk melunasi hutang
Salah satu sumber dana perusahaan adalah dari kreditor berupa hutang, baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Hutang-hutang ini harus segera
dibayar pada saat jatuh tempo, dan untuk membayar hutang-hutang tersebut
harus disediakan dana. Semakin banyak hutang yang harus dibayar,
semakin besar dana yang harus disediakan sehingga akan mengurangi
jumlah dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham.
4. Rencana perluasan
Perusahaan
yang berkembang ditandai
dengan
semakin
pesatnya
pertumbuhan perusahaan, dan hal ini dapat dilihat dari perluasan yang
dilakukan oleh perusahaan. Semakin pesat pertumbuhan perusahaan, juga
semakin pesat perluasan yang dilakukan. Konsekuensinya semakin besar
kebutuhan dana untuk membiayai perluasan tersebut. Kebutuhan dana
dalam rangka ekspansi dapat dipenuhi baik dari hutang, menambah modal
sendiri yang berasal dari pemilik, dan salah satunya juga dapat diperoleh
45
dari internal resources berupa memperbesar laba yang ditahan. Dengan
demikian, semakin pesat perluasan yang dilakukan perusahaan maka
semakin kecil dividend payout ratio.
5. Kesempatan investasi
Kesempatan investasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi besarnya
dividen yang akan dibagi. Semakin terbuka kesempatan investasi maka
semakin kecil dividen yang dibayarkan, sebab dananya digunakan untuk
memperoleh kesempatan investasi. Namun, apabila kesempatan investasi
kurang baik, maka dananya lebih banyak akan digunakan untuk membayar
dividen.
6. Stabilitas pendapatan
Bagi perusahaan yang pendapatannya stabil, dividen yang akan dibayarkan
kepada pemegang saham lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang
pendapatannya tidak stabil. Perusahaan yang pendapatannya stabil tidak
perlu menyediakan kas yang banyak untuk berjaga-jaga, sedangkan
perusahaan yang pendapatannya tidak stabil harus menyediakan uang kas
yang cukup besar untuk berjaga-jaga.
7. Pengawasan terhadap perusahaan
Kadang pemilik tidak mau kehilangan kendali terhadap perusahaan.
Apabila perusahaan mencari sumber dana dari modal sendiri, kemungkinan
akan masuk investor baru dan ini tentunya akan mengurangi kekuasaan
pemilik lama dalam mengendalikan perusahaan.
46
Jika dibelanjai dari hutang, risikonya cukup besar. Oleh karena itu,
perusahaan cenderung tidak membagi dividennya agar pengendalian tetap
berada ditangannya.
2.1.3.8 Mengukur Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen berhubungan dengan penentuan besarnya dividend
payout ratio, yaitu besarnya persentase laba bersih setelah pajak yang dibagikan
sebagai dividen kepada pemegang saham (Sudana, 2011:167). Menurut Harmono
(2011:491), dividend payout ratio merupakan persentase laba yang dibayarkan
dalam bentuk dividen atau rasio antara laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen
dengan total laba yang tersedia bagi pemegang saham. Dividend payout ratio dapat
menggambarkan perilaku oportunistik manajerial yaitu dengan melihat berapa
besar keuntungan yang dibagikan kepada shareholders sebagai dividen dan berapa
yang disimpan di perusahaan (Mardiyati, dkk., 2012).
Dividend payout ratio adalah rasio antara dividen yang dibayarkan
dibandingkan dengan jumlah laba bersih per lembar saham yang diperoleh
perusahaan. Besarnya dividend payout ratio dijadikan ukuran oleh para investor
yang hendak menanam modal pada saham di bursa efek. Hal ini dikarenakan
perusahaan yang memiliki dividend payout ratio besar menunjukkan perusahaan
tersebut memiliki kinerja finansial yang baik. Perusahaan yang memberikan
dividen dalam jumlah relatif besar akan melahirkan sentimen positif pada para
investor, dan akan membuat para investor termotivasi untuk menanam modal yang
47
dimiliki pada saham perusahaan tersebut (Fakhruddin dan Hadianto, 2001:313
dalam Ayuningtias dan Kurnia, 2013).
Dividend payout ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
2.1.4
Nilai Perusahaan
2.1.4.1 Pengertian Nilai Perusahaan
Nilai ialah sesuatu yang dijunjung tinggi dan dihormati (Prawironegoro,
2006:3). Nilai dapat ditingkatkan dengan menciptakan aliran kas yang positif
(Hanafi, 2012:5). Nilai perusahaan secara konsep dapat dijelaskan oleh nilai yang
ditentukan oleh harga saham yang diperjualbelikan di pasar modal (Harmono,
2011:110).
Terdapat beberapa pengertian mengenai nilai perusahaan, yaitu:
Usunariyah (2003:54) dalam Mardiyati, dkk (2012) menjelaskan bahwa:
“Nilai perusahaan dicerminkan pada kekuatan tawar-menawar
saham. Apabila perusahaan diperkirakan sebagai perusahaan yang
mempunyai prospek pada masa yang akan datang maka nilai
sahamnya menjadi tinggi. Sebaliknya, apabila perusahaan dinilai
kurang memiliki prospek maka harga saham menjadi rendah”.
Pengertian nilai perusahaan menurut Harmono (2011:233):
“Nilai perusahaan merupakan kinerja perusahaan yang dicerminkan
oleh harga saham yang dibentuk oleh permintaan dan penawaran di
pasar modal yang merefleksikan penilaian masyarakat terhadap
kinerja perusahaan”.
48
Menurut Kamaludin (2011:4):
“Nilai perusahaan adalah sama dengan harga saham, yaitu apabila
jumlah lembar saham dikalikan dengan nilai pasar (market value)
per lembar ditambah dengan nilai pasar hutang, dimana apabila kita
menganggap konstan nilai hutang, maka setiap peningkatan harga
saham dengan sendirinya akan meningkatkan nilai perusahaan”.
Nilai perusahaan menurut Kusumajaya (2011:20) merupakan:
“Nilai pasar dari suatu ekuitas perusahaan ditambah nilai pasar
hutang, dengan demikian penambahan dari jumlah ekuitas
perusahaan dengan hutang perusahaan dapat mencerminkan nilai
perusahaan”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nilai perusahaan adalah
penilaian kinerja perusahaan yang dicerminkan oleh harga saham yang dibentuk
oleh permintaan dan penawaran saham di pasar modal.
2.1.4.2 Jenis-jenis Nilai Perusahaan
Menurut Kusumajaya (2011:31), beberapa variabel kuantitatif yang sering
digunakan untuk memperkirakan nilai perusahaan adalah sebagai berikut:
1. Nilai Buku
Nilai buku per lembar saham digunakan untuk mengukur nilai shareholders
equity atas setiap saham, dan besarnya nilai buku per lembar saham
dihitung dengan cara membagi total shareholders equity dengan jumlah
saham yang beredar. Adapun komponen dari shareholders equity yaitu agio
saham (paid up capital in excess of par value) dan laba ditahan (retained
earning).
49
2. Nilai Appraisal
Nilai appraisal suatu perusahaan dapat diperoleh dari perusahaan appraisal
independent. Teknik yang digunakan oleh perusahaan appraisal sangat
beragam, bagaimanapun nilai ini sering dihubungkan dengan biaya
penempatan. Metode analisis ini sering tidak mencukupi dengan sendirinya
karena nilai aset individual mempunyai hubungan yang kecil dengan
kemampuan perusahaan secara keseluruhan dalam kegunaan dalam
menghasilkan earnings dan kemudian nilai going concern dari suatu
perusahaan. Bagaimanapun nilai appraisal dari suatu perusahaan akan
bermanfaat sewaktu digunakan dalam penghubungan dengan metode
penilaian yang lain. Nilai appraisal juga akan berguna dalam situasi
tertentu seperti dalam perusahaan keuangan, perusahaan sumber daya alam
atau bagi suatu organisasi yang beroperasi dalam keadaan rugi. Kegunaan
dari nilai appraisal akan menghasilkan beberapa keuntungan. Nilai
perusahaan
yang
berdasarkan
appraiser
independent
juga
akan
menghasilkan pengurangan goodwill dengan meningkatkan harga aset
perusahaan yang telah dikenal. Goodwill dihasilkan sewaktu nilai
pembelian suatu perusahaan melebihi nilai buku dari aktivanya.
3. Nilai Pasar Saham
Nilai pasar saham sebagaimana dinyatakan dalam kuotasi pasar modal
adalah pendekatan lain untuk memperkirakan nilai bersih dari suatu bisnis.
Apabila saham didaftarkan dalam bursa sekuritas utama dan secara luas
diperdagangkan, sebuah nilai pendekatan dapat dibangun berdasarkan nilai
50
pasar. Pendekatan nilai pasar adalah salah satu yang paling sering
dipergunakan dalam menilai perusahaan besar. Bagaimanapun nilai ini
dapat berubah secara cepat. Faktor analisis berkompetisi dengan pengaruh
spekulatif murni dan berhubungan dengan sentimen masyarakat dan
keputusan pribadi.
4. Nilai chop-shop
Pendekatan chop-shop untuk valuasi pertama kali diperkenalkan oleh Dean
Lebaron dan Lawrence Speidell of batterymarch financial management.
Secara khusus, ia menekankan untuk mengidentifikasi perusahaan multi
industry yang dibawah nilai akan bernilai lebih apabila dipisahkan menjadi
bagian-bagian. Pendekatan ini mengkonseptualisasikan praktik penekanan
untuk membeli aset dibawah harga penempatan mereka.
5. Nilai Arus Kas
Pendekatan arus kas untuk penilaian dimaksudkan agar dapat mengestimasi
arus kas bersih yang tersedia untuk perusahaan yang menawarkan sebagai
hasil merger atau akuisisi. Nilai sekarang dari arus kas ini kemudian akan
ditentukan dan akan menjadi jumlah maksimum yang harus dibayar oleh
perusahaan yang ditargetkan. Pembayaran awal kemudian dapat dikurangi
untuk menghitung nilai bersih sekarang dari merger. Terdapat tiga jenis
penilaian yang berhubungan dengan saham, yaitu nilai buku (book value),
nilai pasar (market value) dan nilai intrinsik (intrinsic value). Nilai buku
merupakan nilai saham menurut pembukuan emiten. Nilai pasar merupakan
51
pembukuan nilai saham di pasar saham dan nilai intrinsik merupakan nilai
sebenarnya dari saham.
2.1.4.3 Mengukur Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan dapat diukur melalui nilai harga saham di pasar,
berdasarkan terbentuknya harga saham perusahaan di pasar, yang merupakan
refleksi penilaian oleh publik terhadap kinerja perusahaan secara riil. Dikatakan
secara riil karena terbentuknya harga di pasar merupakan bertemunya titik-titik
kestabilan kekuatan permintaan dan titik-titik kestabilan kekuatan penawaran harga
yang secara riil terjadi transaksi jual beli surat berharga di pasar modal antara para
penjual (emiten) dan para investor, atau sering disebut sebagai ekuilibrium pasar.
Oleh karena itu, dalam teori keuangan pasar modal, harga saham di pasar disebut
sebagai konsep nilai perusahaan (Harmono, 2011:50).
Nilai
perusahaan
merupakan
persepsi
investor
terhadap
tingkat
keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham
yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi
akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun
juga pada prospek perusahaan di masa depan (Kusumajaya, 2011:34). Nilai
perusahaan lazim diindikasikan dengan price to book value. Price to book value
menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu
perusahaan. Semakin tinggi rasio ini berarti pasar percaya akan prospek
perusahaan tersebut (Hermuningsih dan Wardani, 2009).
52
Price book value dapat diartikan sebagai hasil perbandingan antara harga
pasar saham dengan nilai buku saham. Price book value juga berarti rasio yang
menunjukkan apakah harga saham yang diperdagangkan overvalued (di atas) atau
undervalued (di bawah) nilai buku saham tersebut (Fakhruddin dan Hadianto,
2001:68 dalam Ayuningtias dan Kurnia, 2013). Harga saham yang undervalued
dapat berarti ada sesuatu yang mendasar yang keliru dalam suatu perusahaan.
Sebaliknya, makin tinggi price book value berarti pasar percaya akan prospek
perusahaan.
Price book value dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Menurut Kusumajaya (2011:35), price book value mempunyai beberapa
keunggulan, yaitu:
1. Nilai buku mempunyai ukuran intuitif yang relatif stabil yang dapat
diperbandingkan dengan harga pasar. Investor yang kurang percaya dengan
metode discounted cash flow dapat menggunakan price book value sebagai
perbandingan.
2. Nilai buku memberikan standar akuntansi yang konsisten untuk semua
perusahaan. Price book value dapat diperbandingkan antara perusahaanperusahaan yang sama sebagai petunjuk adanya under atau overvaluation.
3. Perusahaan-perusahaan dengan earning negatif, yang tidak bisa dinilai
dengan menggunakan price earning ratio (PER) dapat dievaluasi
menggunakan price book value ratio (PBV).
53
2.2
Kerangka Pemikiran
2.2.1
Hubungan Keputusan Investasi dengan Nilai Perusahaan
Untuk mencapai tujuan perusahaan, maka perusahaan memerlukan
investasi untuk memperlancar proses operasinya (Haruman, 2007). Menurut
Wahyudi dan Pawestri (2006), nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator
nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Pengeluaran
investasi memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa yang
akan datang, sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai
perusahaan (Signaling theory). Fama (1978) dalam Hasnawati (2005) menjelaskan
bahwa nilai perusahaan semata-mata ditentukan oleh keputusan investasi. Pendapat
tersebut dapat diartikan bahwa keputusan investasi itu penting, karena untuk
mencapai tujuan perusahaan hanya akan dihasilkan melalui kegiatan investasi
perusahaan.
Menurut Gaver dan Gaver (1993) dalam Hasnawati (2005), investment
opportunity set merupakan nilai perusahaan yang besarnya tergantung pada
pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang,
dimana pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan
mengahasilkan return yang lebih besar. Pendapat ini sejalan dengan Smith dan
Watts (1992) dalam Hidayat (2010) yang menyatakan bahwa set kesempatan
investasi merupakan komponen nilai perusahaan yang merupakan hasil dari
pilihan-pilihan untuk membuat investasi di masa yang datang.
54
Menurut Adam dan Goyal (2003) dalam Hasnawati (2005:117) menyatakan bahwa
investment opportunity set memainkan peran penting di dalam keuangan
perusahaan dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan perusahaan.
Tujuan keputusan investasi adalah memperoleh tingkat keuntungan yang
tinggi dengan tingkat risiko tertentu. Keuntungan yang tinggi disertai dengan risiko
yang bisa dikelola, diharapkan akan menaikkan nilai perusahaan, yang berarti
menaikkan kemakmuran pemegang saham. Dengan kata lain, bila dalam
berinvestasi perusahaan mampu menghasilkan keuntungan dengan menggunakan
sumber daya perusahaan secara efisien, maka perusahaan akan memperoleh
kepercayaan dari calon investor untuk membeli sahamnya. Dengan demikian,
semakin tinggi nilai perusahaan yang berarti semakin besar kemakmuran yang
akan diterima oleh pemilik perusahaan (Hidayat, 2010).
Suatu investasi dikatakan menguntungkan (profitable) jika investasi
tersebut dapat membuat pemodal menjadi lebih kaya. Dengan kata lain,
kemakmuran pemodal menjadi lebih besar setelah melakukan investasi. Pengertian
ini konsisten dengan tujuan memaksimumkan nilai perusahaan (Husnan,
2004:183). Keputusan investasi menurut Hasnawati (2005:123) berpengaruh
positif terhadap nilai perusahaan sebesar 12,25%, sisanya sebesar 87,75%
dipengaruhi oleh faktor lain seperti keputusan pendanaan, kebijakan dividen, dan
faktor eksternal perusahaan.
55
2.2.2
Hubungan Keputusan Pendanaan dengan Nilai Perusahaan
Keputusan pendanaan memiliki peran strategis bagi kesejahteraan pemilik
dan kelangsungan hidup perusahaan (Yuliani, dkk., 2013). Keputusan pendanaan
akan berpengaruh pada penilaian perusahaan yang terefleksi di harga saham yang
merupakan cerminan dari suatu nilai perusahaan (Harmono, 2011:137). Kebijakan
mengenai struktur modal melibatkan trade off antara risiko dan tingkat
pengembalian penambahan hutang memperbesar tingkat pengembalian yang
diharapkan. Risiko yang makin tinggi akibat membesarnya hutang cenderung
menurunkan harga saham, tetapi meningkatkan tingkat pengembalian yang
diharapkan akan menaikkan harga saham tersebut (Sofyaningsih dan Hardiningsih,
2011).
Terdapat dua pandangan mengenai keputusan pendanaan. Pandangan
pertama dikenal dengan pandangan tradisional yang menyatakan bahwa struktur
modal mempengaruhi nilai perusahaan. Pandangan tradisional diwakili oleh dua
teori yaitu Trade off Theory dan Pecking Order Theory. Pandangan kedua
dikemukakan oleh Modigliani dan Miller (1958) yang menyatakan bahwa struktur
modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan (Wijaya, dkk., 2010).
Peningkatan pendanaan melalui utang merupakan salah satu alternatif
untuk mengurangi biaya keagenan. Hutang dapat mengendalikan manajer untuk
mengurangi tindakan perquisites dan kinerja perusahaan menjadi lebih efisien
sehingga penilaian investor terhadap perusahaan akan meningkat (Arieska dan
Gunawan, 2011).
56
Fama dan French (1998) dalam Hasnawati (2005) menemukan bahwa investasi
yang dihasilkan dari leverage memiliki informasi yang positif tentang perusahaan
di masa yang akan datang, selanjutnya berdampak positif terhadap nilai
perusahaan.
2.2.3
Hubungan Kebijakan Dividen dengan Nilai Perusahaan
Harga saham dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dividen. Dengan
demikian, besarnya dividen yang dibayarkan akan meningkatkan nilai perusahaan
atau harga saham (Sutrisno, 2012:266). Terdapat beberapa pandangan mengenai
kebijakan dividen, yaitu kebijakan dividen relevan dan kebijakan dividen tidak
relevan. Kebijakan dividen relevan diwakili oleh kebijakan dividen pendekatan
Walter, Bird in the Hand Theory, dan Tax Preference Theory yang menyatakan
bahwa kebijakan dividen mempengaruhi nilai perusahaan. Sedangkan kebijakan
dividen tidak relevan menurut Modigliani dan Miller (MM) menyatakan bahwa
kebijakan dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan (Kamaludin, 2011:330).
Kebijakan dividen berkaitan dengan kebijakan perusahaan mengenai
seberapa besar dividen yang harus dibagikan kepada para pemegang saham dari
laba yang dibukukan. Pemberian dividen memberikan informasi atau isyarat
mengenai kinerja finansial perusahaan di pandangan para investor. Jika perusahaan
memiliki rasio pembayaran dividen yang stabil, atau bahkan meningkat, maka akan
dapat melahirkan sentimen positif pada para investor, yang dapat meningkatkan
harga saham perusahaan (Sujoko dan Soebiantoro, 2007 dalam Ayuningtias dan
Kurnia 2013).
57
Fama dan French (1998) dalam Hasnawati (2005:119) menemukan bahwa
investasi yang dihasilkan dari kebijakan dividen memiliki informasi yang positif
tentang perusahaan di masa yang akan datang, selanjutnya berdampak positif
terhadap nilai perusahaan.
Dari penjelasan yang telah dibahas dalam kerangka pemikiran, maka dapat
dibuat kaitan antara keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan
dividen terhadap nilai perusahaan dengan kerangka pemikiran pada gambar 2.1 di
bawah ini:
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Keputusan Investasi
Keputusan
Nilai Perusahaan
Pendanaan
Kebijakan Dividen
Dari gambar kerangka pemikiran di atas, maka dapat dijabarkan sebagai
berikut:
Keputusan investasi menurut Hasnawati (2005) berpengaruh positif
terhadap nilai perusahaan sebesar 12,25%, sisanya sebesar 87,75% dipengaruhi
oleh faktor lain seperti keputusan pendanaan, kebijakan dividen, dan faktor
58
eksternal perusahaan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijaya, dkk (2010)
juga menunjukkan bahwa 17,8% perubahan nilai perusahaan dipengaruhi oleh
keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen, sedangkan
sisanya 82,2% dipengaruhi oleh faktor lain.
2.3
Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang disajikan dalam tabel di
bawah ini, yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No
1.
2.
Peneliti
Sri
Hasnawati
(2005)
Lihan Rini
Puspo
Wijaya,
Bandi, dan
Anas
Wibawa
(2010)
Judul
Penelitian
Dampak Set
Peluang
Investasi
terhadap
Nilai
Perusahaan
Publik
di
Bursa Efek
Jakarta
Variabel
Penelitian
Variabel
bebas:
Keputusan
investasi
Pengaruh
Keputusan
Investasi,
Keputusan
Pendanaan,
dan
Kebijakan
Dividen
terhadap
Nilai
Perusahaan
Variabel
bebas:
 Keputusan
investasi
 Keputusan
pendanaan
 Kebijakan
dividen
Variabel
terikat:
Nilai
perusahaan
Variabel
terikat:
Nilai
perusahaan
Hasil Penelitian
Keputusan
investasi
berpengaruh
positif
terhadap nilai perusahaan
sebesar 12,25%, sisanya
sebesar
87,75%
dipengaruhi oleh faktor lain
seperti
keputusan
pendanaan,
kebijakan
dividen,
dan
faktor
eksternal perusahaan.
 Keputusan
investasi
berpengaruh
positif
terhadap
nilai
perusahaan.
 Keputusan pendanaan
berpengaruh
positif
terhadap
nilai
perusahaan.
 Kebijakan
dividen
berpengaruh
positif
terhadap
nilai
perusahaan.
59
3.
4.
Leli Amnah
Rakhimsyah
dan Barbara
Gunawan
(2011)
Yulia Efni,
Djumilah
Hadiwidjojo,
Ubud Salim,
dan Mintarti
Rahayu
(2012)
Pengaruh
Keputusan
Investasi,
Keputusan
Pendanaan,
Kebijakan
Dividen, dan
Tingkat
Suku Bunga
terhadap
Nilai
Perusahaan
Keputusan
Investasi,
Keputusan
Pendanaan,
dan
Kebijakan
Dividen:
Pengaruhnya
terhadap
Nilai
Perusahaan.
Variabel
bebas:
 Keputusan
investasi
 Keputusan
pendanaan
 Kebijakan
dividen
 Tingkat
suku bunga
Variabel
terikat:
Nilai
perusahaan
Variabel
bebas:
 Keputusan
investasi
 Keputusan
pendanaan
 Kebijakan
dividen






Variabel
terikat:
Nilai
Perusahaan
Variabel
mediasi:
Resiko
Perusahaan


Keputusan
investasi
berpengaruh
positif
terhadap
nilai
perusahaan.
Keputusan pendanaan
tidak
berpengaruh
terhadap
nilai
perusahaan.
Kebijakan
dividen
berpengaruh
negatif
terhadap
nilai
perusahaan.
Tingkat suku bunga
tidak
berpengaruh
terhadap
nilai
perusahaan.
Keputusan
investasi
mempunyai
pengaruh
yang signifikan positif
terhadap
nilai
perusahaan.
Keputusan
investasi
tidak
berpengaruh
terhadap
resiko
perusahaan, hasil ini
menunjukkan
bahwa
resiko tidak menjadi
mediasi antara keputusan
investasi dengan nilai
perusahaan.
Keputusan
pendanaan
tidak
mempunyai
pengaruh yang signifikan
terhadap
nilai
perusahaan
secara
langsung.
Keputusan
pendanaan
berpengaruh signifikan
terhadap
resiko
perusahaan,
variabel
resiko
memediasi
hubungan
antara
keputusan
pendanaan
dengan nilai perusahaan.
60
 Kebijakan dividen tidak
mempunyai
pengaruh
yang signifikan terhadap
nilai perusahaan.
 Resiko
mempunyai
pengaruh yang signifikan
negatif terhadap nilai
perusahaan.
5.
6.
7.
Variabel
 Kebijakan dividen secara
bebas:
parsial
memiliki
pengaruh yang tidak
 Kebijakan
dividen
signifikan terhadap nilai
perusahaan.
 Kebijakan
hutang
 Kebijakan
hutang
berpengaruh
positif
 Profitabilitas
tetapi tidak signifikan
terhadap
nilai
Variabel
perusahaan.
terikat:
Nilai
 Profitabilitas memiliki
perusahaan
pengaruh yang positif
signifikan terhadap nilai
perusahaan.
Oktavina
Pengaruh
Variabel
 Keputusan
investasi
Tiara
Sari Keputusan
bebas:
berpengaruh positif dan
(2013)
Investasi,
signifikan terhadap nilai
 Keputusan
Keputusan
Investasi
perusahaan.
Pendanaan,
 Keputusan
 Keputusan
pendanaan
dan
Pendanaan
berpengaruh
negatif
Kebijakan
tidak
signifikan
terhadap
 Kebijakan
Dividen
nilai perusahaan.
Dividen
terhadap
 Kebijakan
dividen
Nilai
Variabel
berpengaruh positif dan
Perusahaan
terikat:
signifikan terhadap nilai
perusahaan.
Nilai
Perusahaan
Yuliani,
Keputusan
Variabel
 Keputusan
investasi
Isnurhadi,
Investasi,
bebas:
secara
langsung
dan Samadi Pendanaan,
berpengaruh
terhadap
 Keputusan
W.
Bakar dan Dividen
investasi
nilai perusahaan.
(2013)
terhadap
 Keputusan
 Risiko
bisnis
yang
Nilai
pendanaan
menjadi
mediasi
Perusahaan
pengaruh
keputusan
 Kebijakan
dengan
investasi terhadap nilai
dividen
Risiko Bisnis Varibel terikat:
perusahaan
tidak
Umi
Mardiyati,
Gatot Nazir
Ahmad, dan
Ria
Putri
(2012)
Pengaruh
Kebijakan
dividen,
Kebijakan
Hutang, dan
Profitabilitas
terhadap
Nilai
Perusahaan
61
sebagai
Variabel
Mediasi
2.4
Nilai
Perusahaan
Variabel
mediasi:
Risiko bisnis
signifikan.
 Keputusan
pendanaan
tidak signifikan terhadap
nilai perusahaan.
 Pengaruh tidak langsung
keputusan
pendanaan
terhadap
nilai
perusahaan
melalui
risiko bisnis signifikan
dan negatif.
 Keputusan dividen tidak
mempengaruhi
nilai
perusahaan.
 Peran mediasi terhadap
keputusan dividen dan
nilai perusahaan tidak
signifikan.
 Risiko bisnis secara
langsung
berpengaruh
terhadap
nilai
perusahaan.
Hipotesis
Berdasarkan teori-teori, kerangka pemikiran, dan penelitian terdahulu,
maka dapat disimpulkan dan dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Hα1
: Keputusan investasi berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Hα2
: Keputusan pendanaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Hα3
: Kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Hα4
: Keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen
berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Download