BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. STROKE ISKEMIK II.1.1. Definisi Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi, 1999). Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir, 2003). II.1.2. Epidemiologi Stroke menyebabkan 1 dari 15 kematian di Amerika Serikat (AS) di tahun 2001. Stroke merupakan penyebab kematian terbesar kedua di seluruh dunia dan ketiga di negara-negara berkembang. Stroke penyebab pertama disabilitas dalam jangka panjang di AS dan penyebab utama terbesar kedua menimbulkan disabilitas di seluruh dunia pada orangorang berusia diatas 60 tahun (De Freitas dkk, 2005). Insiden stroke pada pria lebih tinggi daripada wanita, pada usia muda, namun tidak pada usia tua. Rasio insiden pria dan wanita adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07 pada kelompok usia Universitas Sumatera Utara 75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85 tahun. (Lloyd dkk, 2009). Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun (Hacke dkk, 2003). Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup. (Goldstein dkk, 2006). II.1.3. Faktor Risiko Faktor risiko berdasarkan untuk terjadinya kemungkinannya untuk stroke dapat dimodifikasi diklasifikasikan atau tidak (nonmodifiable, modifiable, atau potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented atau less well documented). (Goldstein, 2006). 1. Non modifiable risk factors : a. Usia b. Jenis kelamin c. Berat badan lahir rendah d. Ras/etnis e. Genetik 2. Modifiable risk factors a. Well-documented and modifiable risk factors 1. Hipertensi 2. Paparan asap rokok 3. Diabetes Universitas Sumatera Utara 4. Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu 5. Dislipidemia 6. Stenosis arteri karotis 7. Sickle cell disease 8. Terapi hormonal pasca menopause 9. Diet yang buruk 10. Inaktivitas fisik 11. Obesitas b. Less well-documented and modifiable risk factors 1. Sindroma metabolik 2. Penyalahgunaan alkohol 3. Penggunaan kontrasepsi oral 4. Sleep-disordered breathing 5. Nyeri kepala migren 6. Hiperhomosisteinemia 7. Peningkatan lipoprotein (a) 8. Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase 9. Hypercoagulability 10. Inflamasi 11. Infeksi Universitas Sumatera Utara II.1.4. Klasifikasi Dasar klasifikasi yang berbeda-beda diperlukan, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya sama. (Misbach, 1999). I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya: 1. Stroke Iskemik a. Transient Ischemic Attack (TIA) b. Trombosis serebri c. Emboli serebri 2. Stroke Hemoragik a. Perdarahan intraserebral b. Perdarahan subarachnoid II. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu 1. Transient Ischemic Attack (TIA) 2. Stroke in evolution 3. Complete stroke III. Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah 1. Sistem karotis 2. Sistem vertebrobasiler IV. Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu : 1. Partial Anterior Circulation Infark (PACI) 2. Total Anterior Circulation Infark( TACI) 3. Lacunar Infark (LACI) 4. Posterior Circulation Infark ( POCI) Universitas Sumatera Utara V. Klasifikasi Stroke Iskemik berdasarkan criteria kelompok peneliti TOAST (Sjahrir, 2003). 1. Aterosklerosis Arteri Besar Gejala klinik dan penemuan imaging otak yang signifkan (>50%) stenosis atau oklusi arteri besar di otak atau cabang arteri di korteks disebabkan oleh proses atero-sklerosis. Gambaran CT sken otak dan MRI menunjukkan adanya infark di kortikal, serebellum, batang otak atau subkortikal yang berdiameter lebih dari 1,5 mm dan potensinya berasal dari aterosklerosis arteri besar. 2. Kardioembolisme Oklusi arteri disebabkan oleh embolus dari jantung. Sumber embolus dari jantung terdiri dari: Resiko Tinggi Prostetik katub mekanik Mitral stenosis dengan atrial fibrilasi Fibrilasi atrial (other than lone atrial fibrillation) Atrial kiri/ atrial appendage thrombus Sick sinus syndrome Miokard infark baru (< 4 minggu) Thrombus ventrikel kiri Kardiomiopati dilatasi Segmen ventrikel kiri akinetik Atrial myxoma Universitas Sumatera Utara c. Resiko sedang Prolapsus katub mitral Kalsifikasi annulus mitral Mitral stenosi tanpa fibrilasi atrial Turbulensi atrial kiri Aneurisma atrial kiri Paten foramen ovale Atrial flutter Lone atrial fibrillation Katub kardiak bioprostetik Trombotik endokarditis nonbacterial Gagal jantung kongestif Segmen ventrikuler kiri hipokinetik Miokard infark (>4minggu, <6 bulan) 3. Oklusi Arteri Kecil Sering disebut juga infark lakunar, dimana pasien harus mempunyai satu gejala klinis sindrom lakunar dan tidak mempunyai gejala gangguan disfungsi kortikal serebral. Pasien biasanya mempunyai gambaran CT sken/ MRI otak normal atau infark lakunar dengan diameter < 1,5 mm di daerah batang otak atau subkortikal. 4. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Menentukan a. Non-aterosklerosis Vaskulopati Non Inflamasi Inflamasi non Infeksi Universitas Sumatera Utara Infeksi b. Kelainan hematologi atau koagulasi 5. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang tidak dapat Ditentukan II. 1.5. Patofisiologi Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap (Sjahrir, 2003). Tahap 1 : a. Penurunan aliran darah b. Pengurangan O2 c. Kegagalan energi d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion Tahap 2 a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion b. Spreading depression Tahap 3 : Inflamasi Tahap 4: Apoptosis Universitas Sumatera Utara II .2 . Troponin T Troponin merupakan kompleks dari 3 buah protein pengatur yang berintegrasi untuk melakukan kontraksi otot pada otot skeletal dan otot jantung. Otot serat lintang terutama terdiri dari dua tipe miofilamen, yaitu filamen tebal yang mengandung miosin dan filamen tipis yang terdiri dari aktin, tropomiosin dan troponin. Troponin yang berlokasi pada filamen tipis dan mengatur aktivasi kalsium untuk kontraksi otot secara teratur merupakan suatu protein kompleks yang terdiri dari 3 subunit dengan struktur dan fungsi yang berbeda yaitu: 1. Troponin C (TnC) dengan berat molekul 18.000 Dalton, berfungsi mengikat dan mendeteksi ion kalsium yang mengatur kontraksi. Ditemukan pada otot jantung dan rangka. 2. Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 Dalton, suatu komponen inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin dan mengatur ikatan troponin pada tropomiosin 3. Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 Dalton yang berfungsi mengikat tropomiosin dan menghambat aktifitas ATPase aktomiosin (Christenson dkk, 2006). Universitas Sumatera Utara Gambar 1. Kompleks Troponin Dikutip dari : http://en.wikipedia.org/wiki/troponin Troponin T spesifik untuk jantung dan struktur primernya berbeda dari otot skelet isoform. Troponin T lokasinya di intraseluler, terikat pada kompleks troponin dan untaian molekul tropomiosin. Kompleks troponin sel-sel merupakan suatu protein yang mengatur interaksi aktin dan miosin bersama-sama dengan kadar kalsium intraseluler. Pada otot jantung manusia, diperkirakan 6% dari total troponin T miokardial ditemukan sebagai larutan pada sitoplasmik yang mungkin berfungsi sebagai prekursor untuk sintesis troponin. Tampaknya pelepasan troponin T bila terjadi kerusakan miokard beberapa jam berasal dari sitoplasma sehingga akan mencapai sirkulasi darah dengan cepat. Sedangkan pelepasan yang berkepanjangan akibat dari kerusakan struktur apparatus,untuk mencapai sirkulasi darah lebih lambat karena harus memisahkan lebih dahulu dari jaringan kontraktil.Troponin kardiak terdeteksi setelah 3-4 jam sesudah Universitas Sumatera Utara kerusakan miokard dan masih tinggi dalam serum selama 1-2 minggu. Dilaporkan troponin T merupakan pemeriksaan yang sangat bermanfaat terutama bila penderita IMA yang disertai dengan kerusakan otot skelet. Pelepasan troponin T sitosolik juga sensitif terhadap perubahan perfusi arteri koroner dan dapat digunakan dalam menilai keberhasilan terapi perfusi.(Elias, 2003, Samsu dkk, 2007, Christenson dkk, 2006). Troponin T merupakan penanda nekrosis miokard yang memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi yang digunakan dalam diagnosis infark miokard akut dan resiko terjadinya sindrom koroner akut, dimana peningkatan troponin T juga terdapat pada beberapa pasien stroke. Pada beberapa pasien, peningkatan kadar troponin dapat menunjukkan hubungan antara penyakit arteri koroner dengan stroke akut, meskipun telah dikatakan bahwa beberapa kerusakan otot jantung yang diobservasi pada pasien stroke berhubungan dengan kerusakan miosit berhubungan dengan aktivasi sistem simpatoadrenal. (Kerr dkk, 2009). Troponin T ditemukan pada otot skeletal dan jantung selama pertumbuhan janin. Troponin T juga didapatkan selama jejas otot pada penyakit otot (misal polimiositis), regenerasi otot, gagal ginjal kronik. Hal ini dapat mengurangi spesifisitas troponin T terhadap jejas otot jantung. Setelah jejas miokard peningkatan kadar troponin T terdeteksi kira-kira 4 jam setelah IMA. Kadar troponin T mulai meningkat 3-5 jam setelah jejas dan tetap meningkat selama 14-21 hari. Kadar troponin T ini mencapai puncak 12-24 jam setelah jejas. Spesifisitas troponin T dalam diagnosis Infark Miokard Akut tinggi, tetapi terdapat faktor yang dapat mengurangi Universitas Sumatera Utara spesifisitasnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa troponin T dilepas dari sel-sel miokard pada angina tidak stabil sehingga mengurangi spesifisitas dalam diagnosis IMA. (Samsu, 2007) Pemeriksaan kadar troponin T mempunyai sensitivitas sampai 100% terhadap kerusakan miokard dalam 4-6 jam setelah IMA.(Samsu dkk, 2007, Daubert dkk, 2010). Gambar 2 . Kompleks Troponin T-I-C dilepas dari kerusakan miosit dalam bentuk molekul yang bervariasi Dikutip dari : Morrow DA, 2006.Cardiovascular Biomarkers. Humana Press, Totowa, New Jersey. P. 29 Universitas Sumatera Utara II. 2.1 PELEPASAN TROPONIN T Ketika terjadi iskemia miokard, maka membran sel menjadi lebih permeabel sehingga komponen intraseluler seperti troponin jantung merembes ke dalam interstisium dan ruang intravaskuler. Akan terjadi pelepasan troponin dini segera setelah terjadi jejas iskemia diikuti oleh pelepasan troponin miofibriler yang lebih lama yang menyebabkan pola pelepasan bifasik yang terutama terjadi pada troponin T. (Samsu dkk, 2007). Berat dan lamanya iskemia miokard menentukan perubahan miokard yang reversibel atau ireversibel (berupa kematian sel). Pada iskemia miokard, glikolisis anaerob dapat mencukupi kebutuhan posfat energi tinggi dalam waktu relatif singkat. Penghambatan proses transportasi yang dipengaruhi ATP dalam membran sel menimbulkan pergeseran elektrolit, edema sel dan terakhir hilangnya integritas membran sel. Dalam hal kerusakan sel ini, mula-mula akan terjadi pelepasan protein yang terurai bebas dalam sitosol melalui transport vesikuler. Setelah itu terjadi difusi bebas dari lisis sel ke dalam interstisium yang dimungkinkan oleh pecahnya seluruh membran sel. Peningkatan kadar laktat intra sel disebabkan proses glikolisis sehinnga menurunkan pH yang diikuti oleh pelepasan dan aktifasi enzim-enzim proteolitik lisosom. Perubahan pH bersama-sama dengan aktifasi enzim proteolitik mengakibatkan terjadinya disintegrasi struktur intra seluler dan degradasi protein yang struktural terikat. Implikasi klinisnya adalah jika terjadi kerusakan miokard akibat iskemia, troponin T dan CK-MB dari sitoplasma Universitas Sumatera Utara dilepas ke dalam aliran darah. Lamanya kira-kira 30 jam terus menerus sampai persediaan troponin T sitoplasma habis. Bila terjadi iskemia yang persisten, maka sel mengalami asidosis intraseluler dan terjadilah proteolisis yang melepaskan sejumlah besar troponin T yang terikat ke dalam darah. Masa pelepasan troponin T ini berlangsung 30-90 jam, lalu perlahan-lahan turun. (Elias, 2003). Gambar 3. Skema Visualisasi Mekanisme yang Menyebabkan Peningkatan Kadar Troponin Jantung Dikutip dari : Maeder M, dkk. 2006. Sepsis- Associated Myocardial Dysfunction, Chest Special Features; 129: 1349-1366 Universitas Sumatera Utara Troponin T kardiak merupakan penanda yang lebih sensitif dan spesifik dalam mendeteksi nekrosis miokard dan menjadi penanda yang lebih disukai dalam mendiagnosa IMA juga menjadi indikator prognostik pada sindrom koroner akut. Pemeriksaan troponin T secara serial meningkatkan kemampuan penanda ini dalam mendeteksi IMA. (Loria dkk, 2008). Troponin T dan I merupakan penanda yang paling sensitif dan spesifik dari kerusakan miokard pada sindrom koroner akut dan peningkatan kadar marker ini berhubungan dengan outcome jangka pendek dan panjang pada pasien-pasien angina tidak stabil dan infark miokard. (Sato dkk, 2004). II.2.3 SINDROMA KORONER AKUT DEFENISI Sindroma koroner akut adalah suatu peralihan manifestasi dari penyakit jantung iskemik meliputi angina tidak stabil hingga infark miokard akut (IMA). Kerusakan vaskuler dan pembentukan trombus merupakan kunci dari proses dan progresifitas aterosklerosis serta patogenesis sindrom koroner akut. PATOFISIOLOGI Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang progresif dengan bermacam tampilan klinis dari asimtomatis, angina stabil maupun sindroma koroner akut sampai kematian jantung mendadak. Kejadian penyakit jantung koroner meliputi 2 tahap.Tahap pertama terdiri dari suatu periode awal asimptomatik dimana terbentuk plak aterosklerotik non Universitas Sumatera Utara obstruktif dan progresi lebih lanjut tergantung pada faktor resiko. Tahap kedua terjadi trombogenesis dengan cepat dikarenakan koyaknya plak yang mengeluarkan konstituennya yang bersifat trombogenik, seperti kolagen dan tromboplastin jaringan yang menstimulasi agregasi trombosit, pembentukan fibrin dan perkembangan terjadinya trombus oklusif. (Jesse, 2006). PERANAN PEMERIKSAAN KADAR TROPONIN T Troponin T merupakan protein pengatur kontraktil jantung dan secara normal kadarnya tidak terdeteksi dalam sirkulasi darah. Troponin T baru terdeteksi jika terjadi kerusakan sel miokard sehingga merupakan penanda kerusakan miokard yang sensitif dan spesifik. Peningkatan kadar troponinT merupakan faktor prediksi yang kuat meningkatnya mortalitas. Pada IMA pola troponin T muncul dalam darah tergantung pada lamanya sumbatan vaskuler dan kadar troponin dalam darah bergantung pada jumlah kerusakan yang terjadi. Jika kadar troponin T kurang dari 0,06 ng/ml mempunyai resiko rendah (4,3%); 0,06-0,18 ng/ml mempunyai resiko sedang (10,5%) dan jika lebih dari 0,18 ng/ml mempunyai resio tinggi untuk menjadi IMA atau kematian penyakit jantung. (Elias, 2003). II.2.4 INFARK MIOKARD AKUT Infark miokard akut adalah kematian otot jantung akibat suplai oksigen yang tidak mencukupi dalam waktu yang lama. Pada umumnya terjadi oklusi trombosis pada arteri koroner mengalami plak ateromatous. IMA merupakan keadaan berat yang terjadi akibat oklusi mendadak pembuluh koroner yang mengalami sklerosis. Oklusi tersebut biasanya Universitas Sumatera Utara disebabkan adanya perubahan plak ateroma yang menyebabkan tertutupnya lumen arteri koroner secara mendadak PATOFISIOLOGI Patogenesis terjadinya trombosis melibatkan banyak faktor antara lain vasospasme mechanism pada akibat hilangnya aterosklerosis. endothelium Juga pada dependent dilator penelitian klinik memperlihatkan hubungan antara lipoprotein dan trombosis. Terjadinya oklusi miokard selama 20 menit akan diikuti dengan terjadinya nekrosis miokard. Adanya nekrosis miokard akan menyebabkan kehilangan intergritas membran sel dan makromolekul intraseluler akan berdifusi ke dalam jaringan interstisial miokard dan selanjutnya akan masuk ke dalam mikrovaskuler dan limfatik kardiak. (Elias, 2003). Gambar 4. Pelepasan Troponin Jantung Pada Kematian Otot Jantung Dikutip dari: http://www.medscape.com Universitas Sumatera Utara II.2.5 ATEROSKLEROSIS PADA STROKE ISKEMIK Aterosklerosis adalah serangkaian perubahan pada tunika intima pembuluh darah arteri berupa penimbunan lipid, adanya serbuk sel radang ke dalam tunika (terutama monosit dan limfosit), proliferasi sel-sel otot polos, pelepasan kolagen serta matriks protein oleh sel-sel otot polos, penumpukan kompleks karbohidrat, bekuan darah dan fibrin, yang kemudian diikuti pembentukan jaringan ikat serta perubahan di dalam struktur tunika intima. Aterosklerosis pada umumnya terjadi pada arteri muskuler ukuran besar dan sedang serta merupakan kelainan yang mendasari penyakit jantung iskemik. Pada beberapa plak dapat terjadi progresi secara lambat tetapi ada juga yang cepat. Adanya fisura minor yang terjadi pada lapisan lemak atau plak ateroma akan diikuti dengan pebentukan trombus dan terjadilah fibrosis. Selanjutnya bila terjadi fisura plak yang dalam atau ulserasi maka dapat terjadi oklusi trombus dan timbul sindrom koroner akut. (Fenton, 2010). Aterosklerosis merupakan kontributor utama terhadap patogenesa terjadinya serangan jantung, infark serebri dan penyakit vaskuler perifer. Saat ini proses aterosklerosis diperkirakan turut berperan dalam menyebabkan sekitar 600.000 kematian per tahun di AS. Atersklerosis mulai terjadi sejak awal kehidupan. Keberadaannya sering tidak disadari dan baru diketahui kemudian dalam kondisi yang relatif lambat, biasanya setelah menimbulkan gejala klinis sebagai akibat proses trombosis, khususnya keadaan iskemik yang mnegenai jantung, otot atau tungkai. (Cheitin and Nichols cit Rambe AS, 2001, Brian Boudi dkk, 2010). Universitas Sumatera Utara Dalam fase pertumbuhannya, lesi-lesi aterosklerosis terbagii: 1. Fatty streak Lesi ini mulai tumbuh pada masa kanak-kanak, makroskopis berbentuk bercak berwarna kekuningan yang terdiri dari sel-sel yang disebut foam cells. Sel-sel ini ialah sel-sel otot polos dan makrofag yang mengandung lipid, terutama dalam bentuk ester kolesterol 2.Fibrous plaque Lesi ini berwarna keputihan dan sudah menonjol ke dalam lumen arteri. Fibrous plaque berisi sejumlah besar sel-sel otot polos dan makrofag yang berisi kolesterol dan ester kolerterol, disamping jaringan kolagen dan jaringan fibrotik,proteoglikan, dan timbunan lipid dalam sel-sel jaringan ikat Fibrous plaque biasanya mempunyai fibrous cap yang terdiri dari otot-otot polos dan sel-sel kolagen. Di bagian bawah fibrous plaque terdapat daerah dengan debris dan timbunan ester kolesterol. 3.Complicated lesion Lesi ini mempunyai bentuk lanjut dari ateroma yang disertai kalsifikasi, nekrosis, trombosis dan ulserasi. Dengan membesarnya ateroma, dinding arteri menjadi lemah sehingga menyebabkan oklusi arteri.(Pratanu 1995) Universitas Sumatera Utara Mekanisme terjadi iskemi dapat pula dibagi atas 3, yaitu trombosis, emboli dan berkurangnya perfusi sistemik. Diantara ketiganya, trombosis merupakan mekanisme yang mendasari terjadinya stroke iskemik paling sering dijumpai. Menurut konsensus, trombosis adalah obstruksi aliran darah yang diakibatkan oleh proses oklusi pada satu atau lebih pembuluh darah. Proses patologis pada pembuluh darah yang paling sering terjadi adalah aterosklerosis (Caplan, 2000). Gambar 6. Progresi Patologis Aterotrombosis Dikutip dari: Libby P. 2001. Circulation; 104: 365-372 II.3 Magnesium Magnesium merupakan kation keempat yang paling banyak dalam tubuh manusia dan memiliki peranan fisiologis penting. Keseimbangan magnesium dijaga oleh regulasi ginjal dalam reabsorpsi magnesium. Universitas Sumatera Utara Tubuh manusia dewasa mengandung kira-kira 25 gr magnesium.Total Mg dalam tubuh laki-laki dewasa diperkirakan 1 mol (24 g). Distribusi Mg dalam tubuh diperkirakan 66% di dalam tulang, hampir 33% magnesium berlokasi pada jaringan seperti otot, otak, jantung, ginjal dan hati dan hanya 1% dari total magnesium berada dalam darah dalam keadaan bebas (dalam bentuk ion) dan secara fisiologis aktif, 30 % (terutama albumin) dan 15% dalam bentuk anion kompleks. (Shechter 2010, Fox dkk, 2001, Topf and Murray ,2003). Pada kondisi normal, konsentrasi Mg akan selalu berada konstan dalam sirkulasi darah. Homeostasis bergantung pada keseimbangan antar absorpsi di usus dengan pengeluaran melalui ginjal dimana tubulus ginjal berperan utama dalam pengaturan Mg. Ginjal merupakan regulator utama konsentrasi serum dan kandungan total Mg tubuh. Pada bagian glomerulus ginjal, magnesium (baik dalam bentuk ion atau magnesium kompleks) mengalami filtrasi sebanyak 70% sedangkan di bagian nefron reabsorpsi mg lebih dari 96%. (Shechter 2010, Sclingmann dkk 2004, Topf and Murray, 2003). Magnesium sangat diperlukan dalam tubuh terutama terlibat dalam lebih 300 reaksi metabolik esensial. Magnesium memegang peranan penting untuk sintesa asam nukleat dan protein, metabolisme energi, penggunaan glukosa, sintesa dan pemecahan asam lemak, seluruh fungsi ATPase dan aksi khusus pada organ yang berbeda seperti sisitem neuromuskular dan kardiovaskular. Lebih dari 300 buah enzim tergantung pada magnesium. Selanjutnya Mg juga mempengaruhi homeostasis Universitas Sumatera Utara kalsium dalam 2 mekanisme. Pertama, sebagian kalsium channel bergantung pada Mg. Ketika konsentrasi Mg intraseluler tinggi, kalsium ditranspor ke dalam sel dan dari retikulum sarkoplasmik dihambat. Dalam defisiensi Mg kebalikan terjadi dan akibatnya konsentrasi kalsium intraseluler meningkat. Kedua, magnesium diperlukan untuk pelepasan dan aksi hormon paratiroid. (Gum 2004). Enzyme Function Enzyme substrate (ATPmg, GTPmg) Kinase B ATP ases or GTPasesCyclases Hexokinase Creatine Kinase Protein Kinase Na+ K+ATPase Ca+,ATPase Adenylate cyclase Direct enzyme activation Phosphofructokinase Creatine kinase 5-phosphoribocyl-pyrophosphate synthetase Membrane function Cell adhesion Transmembrane electrolyte flux Calcium antagonist Muscle contraction/relaxation Neurotransmitter release Action potensial conduction in nodal tissue Structural function Protein Polyribosomes Nucleic acide Multiple enzyme complexes Tabel 1. Fungsi Fisiologis Magnesium Universitas Sumatera Utara II.3.1 METABOLISME MAGNESIUM Normalnya, tubuh manusia mengandung sekitar 1000 mmol magnesium (22-26 g). Konsentrasi magnesium intraseluler adalah 40 mEq/L. Konsentrasi magnesium dalam CSF sekitar 1,1 mmol/L yang mana 55% dalam bentuk bebas dan 45% dalam bentuk terikat dalam komponen lain. Kadar magnesium dalam intraseluler dijaga dalam batas konsentrasi yang sempit kecuali dalam keadaan hipoksia dan kekurangan magnesium dalam jangka waktu lama. Distribusi magnesium dalam sel beragam dimana konsentrasi di daerah perifer lebih rendah dibanding daerah sentral. (Swaminathan, 2003). Mekanisme regulasi homeostasis dilakukan oleh fungsi ginjal dan gastrointestinal. Absorpsi magnesium dilakukan di usus halus; yang diserap kurang lebih 24%-76%, dilakukan secara aktif mirip dengan sistem transpor Ca. Pada pemberian magnesium kadar rendah akan terjadi peningkatan absorpsi Ca. Ekskresi dilakukan di ginjal, kurang lebih 120-140 magnesium/ 24 jam pada orang dengan diet normal dan dalam keadaan tertentu ginjal dapat mensekresi sampai dengan 5000 magnesium/ 24 jam tergantung konsentrasi magnesium plasma. Ginjal merupakan regulator utama konsentrasi serum dan kandungan total magnesium tubuh. Magnesium difiltrasi oleh glomerulus dan direabsorpsi di tubulus, 60-75% di tubulus asendens. Hipomagnesemia dapat hanya sementara, mungkin disebabkan karena migrasi dari ekstraselular ke Universitas Sumatera Utara intraselular akibat turunnya konsentrasi ion magnesium intraselular. Absorpsi di dalam pencernaan, sistem transport aktif Mg dihitung berapa banyak jumlah Mg yang diabsorpsi pada pemberian diet rendah Mg. Mg diabsorpsi sepanjang saluran pencernaan mekipun paling efisien diabsorpsi di daerah saluran cerna bawah. Pada keadaan normal, intake magnesium kira-kira 300-350 mg/ hari. (Rude 1998, Dacey, 2001). Gambar 8. Distribusi Magnesium Dalam Tubuh Dikutip dari: Swaminathan R. 2003. Magnesium Metabolism and its Disorders, Clinical Biochemist Reviews; 24: 47-66 II.4 OUTCOME STROKE Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai impairment, disabilitas dan handicaps. World Health Organization (WHO) membuat batasan sebagai berikut (Caplan, 2000) : 1. Impairment adalah suatu kehilangan atau abnormalitas psikologis, fisiologis atau fungsi atau struktur anatomis. Universitas Sumatera Utara 2. Disabilitas adalah setiap keterbatasan atau ketidakmampuan untuk melakukan suatu aktivitas dengan cara atau dalam rentang yang dianggap normal untuk orang sehat. 3. Handicap adalah gangguan yang dialami oleh individu akibat impairment atau disabilitas tersebut, yang membatasi perannya sebagai manusia normal. Penelitian klinis tentang stroke secara rutin menggunakan mortalitas sebagai outcome, namun terdapat outcome lainnya yang penting untuk investigasi klinis dan relevan dengan pasien, mencakup perubahan fungsi tubuh dan disabilitas. Sejumlah instrumen untuk menilai fungsi dan disabilitas telah dikembangkan. Pada berbagai penelitian klinis, skala Barthel Index dan Modified Rankin Scale umumnya digunakan untuk menilai outcome karena mudah digunakan dan merupakan pengukuran yang sensitif terhadap derajat keparahan stroke.(Weimar dkk, 2002). Modified Rankin Scale mengukur tingkat ketergantungan, baik mental maupuan adaptasi fisik yang digabungkan dengan defisit neurologis. Skala ini terdiri dari 6 derajat, yaitu dari 0-5, dimana 0 berarti tidak ada gejala dan 5 berarti cacat/ ketidakmampuan yang berat. (Weimar dkk, 2002). National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) digunakan untuk menilai impairment, yang terdiri dari 12 pertanyaan—tingkat kesadaran, respon terhadap pertanyaan, respon terhadap perintah, gaze palsy, pemeriksaan lapangan pandang, facial palsy, motorik, ataksia, sensori, bahasa, disartria dan inatensi. Skala ini telah banyak digunakan pada Universitas Sumatera Utara berbagai penelitian tentang terapi stroke akut dan merupakan pemeriksaan standar dalam penelitian klinis. (Meyer dkk, 2002; Schlegel dkk, 2003). Penilaian retrospektif untuk menilai keparahan stroke dengan NIHSS menunjukkan bahwa skor ini reliable dan tidak bias bahkan jika elemen pemeriksaan fisik ada yang hilang dari rekam medis pasien. (Williams dkk, 2000). Barthel Index telah dikembangkan sejak tahun 1965, yang kemudian dimodifikasi oleh Granger dkk sebagai suatu teknik mengukur performa pasien dalam 10 aktifitas hidup sehari-hari yang dikelompokkan menjadi 2 yaitu : - Bagian yang berhubungan dengan perawatan diri antara lain : makan, membersihkan diri, mandi, berpakaian, perawatan buang air besar dan buang air kecil, penggunaan toilet. - Bagian yang berhubungan dengan mobilitas antara lain : berjalan, berpindah dan naik tangga. Skor BI maksimum adalah 100 yang menunjukkan bahwa fungsi fisik pasien benar-benar tanpa bantuan, dan nilai terendah adalah 0 yang menunjukkan ketergantungan total. (Sulter dkk,1999). Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara II.6 KERANGKA KONSEP STROKE ISKEMIK TROPONIN T MAGNESIUM OUTCOME Universitas Sumatera Utara