BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS
2.1
Gaya Hidup
2.1.1 Pengertian Gaya Hidup
Gaya hidup menurut Kotler dan Amstrong
(2002) adalah pola hidup
seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya
hidup tersebut menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi
dengan lingkungannya. Gaya hidup antara individu dengan yang lainya akan
berbeda karena gaya hidup individu akan bergerak secara dinamis.
Menurut Minor dan Mowen (2002) gaya hidup adalah menunjukkan
identifikasi melalui pola perilaku bagaimana orang hidup, membelanjakan
uangnya, mengalokasikan waktu dan keterlibatan dalam berbagai aktivitas.
Menurut Hawkins (2007) menyatakan gaya hidup adalah bagaimana
individu menjalankan proses kehidupan. Hal itu mencakup produk apa yang
individu beli, bagaimana individu menggunakannya, dan apa yang akan individu
pikirkan tentang produk tersebut. Gaya hidup merupakan fungsi dari ciri-ciri
dalam diri individu yang terbentuk melalui interaksi sosial sewaktu individu
bergerak melalui daur hidupnya. Gaya hidup itu bersifat dinamis dan secara
konstan mengalami perubahan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Berdasarkan ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan gaya hidup adalah
pola hidup seseorang dalam menjalankan kehidupannya yang bersifat dinamis
yang diekspresikan dalam bentuk kegiatan, minat, dan pendapat (opini) yang
bersangkutan.
2.1.2 Gaya Hidup AIO (Activity, Interest, Opinion)
Psikografik adalah ilmu tentang pengukuran dan pengelompokkan gaya
hidup seseorang (Kotler & Amstrong, 2008). Sumarwan (2003) dikatakan bahwa
psikografik adalah suatu instrumen untuk mengukur gaya hidup, yang
memberikan pengukuran kuantitatif dan bisa dipakai untuk menganalisis data
yang sangat besar. Analisis psikografik biasanya dipakai untuk melihat segmen
pasar. Analisis psikografik sering juga diartikan sebagai suatu riset konsumen
yang menggambarkan segmen konsumen dalam hal kehidupan, pekerjaan dan
aktivitas lainnya. Psikografik berarti menggambarkan psikologis konsumen.
Psikografik adalah pengukuran kuantitatif gaya hidup, kepribadian dan
demografik. Menurut Kotler & Amstrong (2002) Psikografik sering diartikan
sebagai pengukuran AIO (activities, interest, opinions) yaitu:
a.
Kegiatan (activities)
Aktivitas ini berupa apa yang mereka lakukan, apa yang mereka beli,
dan bagaimana mereka menghabiskan waktunya (Mowen & Minor, 2002).
Adapun kategori aktivitas, antara lain : pekerjaan, hobi, berbelanja,
olahraga, kegiatan sosial.
b.
Minat (interest)
Adapun kategori minat, antara lain : makanan, mode, keluarga, rekreasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
c.
Pendapat seseorang (opinions)
Pendapat mencakup hal-hal yang berhubungan dengan pandangan dan
topik-topik peristiwa dunia, lokal, moral, ekonomi dan sosial (Mowen &
Minor, 2002). Adapun kategori pendapat, antara lain : mengenai diri mereka
sendiri, isu sosial, bisnis, produk.
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Gaya Hidup
Kotler dan Amstrong (2002) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi gaya hidup seseorang ada dua faktor yaitu faktor yang berasal dari
dalam diri individu (internal) dan faktor yang berasal dari luar (eksternal).
a. Faktor internal yaitu sikap, pengalaman, dan pengamatan, kepribadian,
konsep diri, motif, dengan penjelasannya sebagai berikut :
1)
Sikap
Sikap berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan berpikir yang
dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu objek
yang diorganisasikan melalui pengalaman dan berpengaruh secara
langsung pada perilaku. Keadaan jiwa tersebut sangat dipengaruhi
oleh tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan lingkungan sosialnya.
2)
Pengalaman dan pengamatan
Pengalaman dapat mempengaruhi pengamatan sosial dalam
tingkah laku, pengalaman dapat diperoleh dari semua tindakannya di
masa lalu dan dapat dipelajari, melalui belajar seseorang akan dapat
memperoleh pengalaman. Hasil dari pengalaman sosial akan dapat
membentuk pandangan terhadap suatu objek.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3)
Kepribadian
Kepribadian adalah konfigurasi karakteristik individu dan cara
berperilaku yang menentukan perbedaan perilaku dari setiap individu.
4)
Konsep diri
Faktor lain yang menentukan kepribadian individu adalah
konsep diri. Konsep diri sudah menjadi pendekatan yang dikenal amat
luas untuk menggambarkan hubungan antara konsep diri konsumen
dengan image merek. Bagaimana individu memandang dirinya akan
mempengaruhi minat terhadap suatu objek. Konsep diri sebagai inti
dari pola kepribadian akan menentukan perilaku individu dalam
menghadapi permasalahan hidupnya, karena konsep diri merupakan
frame of reference yang menjadi awal perilaku.
5)
Motif
Perilaku individu muncul karena adanya motif kebutuhan untuk
merasa aman dan kebutuhan terhadap prestise merupakan beberapa
contoh tentang motif. Jika motif seseorang terhadap kebutuhan akan
prestise itu besar maka akan membentuk gaya hidup yang cenderung
mengarah kepada gaya hidup hedonisme.
6)
Persepsi
Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur,
dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu gambar
yang berarti mengenai dunia.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
b. Adapun faktor eksternal dijelaskan oleh sebagai berikut:
1). Kelompok referensi
Kelompok referensi adalah kelompok yang memberikan
pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku
seseorang. Kelompok yang memberikan pengaruh langsung adalah
kelompok dimana individu tersebut menjadi anggotanya dan saling
berinteraksi, sedangkan kelompok yang memberi pengaruh tidak
langsung adalah kelompok dimana individu tidak menjadi anggota
didalam kelompok tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut akan
menghadapkan individu pada perilaku dan gaya hidup tertentu
2).
Keluarga
Keluarga memegang peranan terbesar dan terlama dalam
pembentukan sikap dan perilaku individu. Hal ini karena pola asuh
orang tua akan membentuk kebiasaan anak yang secara tidak langsung
mempengaruhi pola hidupnya.
3).
Kelas sosial
Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen dan
bertahan lama dalam sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah
urutan jenjang, dan para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki
nilai, minat, dan tingkah laku yang sama.
Ada dua unsur pokok dalam sistem sosial pembagian kelas
dalam masyarakat, yaitu kedudukan sosial (status) dan peranan.
Kedudukan sosial artinya tempat seseorang dalam lingkungan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
pergaulan, hak-haknya serta kewajibannya. Kedudukan sosial ini
dapat dicapai oleh seseorang dengan usaha yang sengaja maupun
diperoleh karena kelahiran. Peranan merupakan aspek yang dinamis
dari
kedudukan.
Apabila
individu
melaksanakan
hak
dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan
suatu peranan.
4). Kebudayaan
Kebudayaan meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh
individu sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala
sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif, meliputi
ciri-ciri: pola pikir, merasakan dan bertindak.
2.2
Hedonisme
2.2.1
Pengertian Hedonisme
Hedonisme pertama kali dikemukakan oleh seorang filsuf dari yunani yaitu
Aristippos (433-335 S.M), ia mengatakan hal terbaik bagi manusia adalah
kesenangan, itu terbukti karena sudah sejak kecilnya manusia merasa tertarik akan
kesenangan dan bila telah tercapai ia tidak akan mencari sesuatu yang lain lagi.
Sebaliknya berusaha menjauhkan diri dari ketidak senangan. Aristippos
menekankan bahwa kesenangan harus dimengerti sebagai kesenangan aktual,
bukan kesenangan dari masa lampau dan kesenangan dimasa lampau. Akan tetapi,
ada batas untuk mencari kesenangan. Aristippos mengakui perlu adanya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
pengendalian diri, dimana penendalian diri tidak sama dengan meninggalkan
kesenangan (Bertens, 2004).
Menurut Depdiknas (2005) menyatakan Hedonisme adalah pandangan yang
menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam
hidup. Adapun
Michael Onfray (Dalam Caspar Melville 2007) Hedonisme
sebagai suatu sikap introspektif hidup berdasarkan mengambil kesenangan diri
sendiri dan kenikmatan orang lain tanpa merugikan diri sendiri.
Menurut Salam (2002) hedonisme berasal dari kata Grik: hedone, yang
berarti kesenangan atau pleasure. Prinsip dari aliran ini menganggap, bahwa
sesuatu dianggap baik, jika sesuai dengan kesenangan yang didapat. Prinsip dari
aliran ini menganggap, bahwa sesuatu dianggap baik sesuai dengan kesenangan
yang didatangkannya. Jadi, sesuatu yang hanya mendatangkan kesusahan,
penderitaan atau sesuatu yang tidak menyenangkan dengan sendirinya dinilai
tidak baik oleh aliran ini. Hal tersebut diperkuat pula oleh Cicerno mengatakan
persahabatan tak dapat dipisahkan dari kenikmatan, dan oleh sebab itu harus
dikembangkan, karena tanpa hal tersebut kita tidak dapat hidup dalam keamanan
dan terjauhkan dari kecemasan, tak pula bisa merasakan kenikmatan. Russel
(2004)
Hedonisme sendiri terkandung kebenaran yang mendalam dimana manusia
pada dasarnya mencari kebahagiaan dan berusaha menghindari diri dari
ketidaksenangan.
Psikoanalisis
Sigmund
Freud
mengungkapkan,
bahwa
kecenderungan manusia tersebut bahkan terdapat pada taraf yang tidak sadar.
Seringkali manusia mecari kesenangan tanpa diketahuinya. Namun tidak dapat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dipungkiri, keinginan akan kesenangan merupakan suatu dorongan yang sangat
mendasar dalam hidup manusia (Bertens, 2004).
Lebih lanjut menurut Suwindo (2001) karakter semua individu yang hedonis
adalah cenderung impulsif, lebih irasional, cenderung follower dan mudah
dibujuk. Sedangkan menurut Subakti (2009) hedonisme adalah pandangan yang
menganggap kesenangan dan kenikmatan sebagai tujuan hidup. Disamping itu,
menurut Suseno (2009) mengungkapkan bahwa hedonis adalah aliran dalam
filsafat yang mengajarkan bahwa hedonis sebagai aturan paling dasar hidup untuk
menghindari dari rasa sakit dan mengutamakan kenikmatan.
Berdasarkan pendapat beberapa tokoh diatas, dapat disimpulkan bahwa
hedonisme adalah pandangan hidup yang memiliki prinsip yaitu sesuatu dianggap
baik apabila sesuai dengan kesenangan yang didatangkannya.
2.2.2 Karakteristik Hedonisme
Cicerno (dalam Rusell, 2004) karakteristik hedonisme adalah:
a. Memiliki pandangan hidup instan, melihat sesuatu perolehan harta dari
hasil akhir bukan proses untuk membuat hasil akhir. Hal ini membawa ke
arah sikap selanjutnya yaitu, melakukan rasionalisasi atau pembenaran
dalam memenuhi kesenangan tersebut.
b. Menjadi pengejar modernitas fisik, orang tersebut berpandangan bahwa
memilki barang-barang berteknologi tinggi adalah kebanggaan.
c. Memiliki relativitas kenikmatan di atas rata-rata yang tinggi, relativitas
ini berarti sesuatu yang bagi masyarakat umum sudah masuk ke tataran
kenikmatan atau dapat disebut anak, namun baginya itu tidak enak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
d. Memenuhi banyak keinginan-keinginan spontan yang muncul, dalam
penjabaran benteng penahan kesenangan yang sangat sedikit sehingga
ketika orang menginginkan sesuatu harus segera dipenuhi.
e. Ketika masalah yang dianggap berat muncul anggapan bahwa dunia
membencinya.
f. Berapa uang yang dimilki akan habis dan atau tersisa sedikit dengan
skala uang yang dimiliki berada di hidup orang menengah dan tidak ada
musibah selama memegang uang tersebut. Untuk masalah makanan saja
begitu kompleks dan jenisnya banyak belum termasuk pakaian, rumah,
barang-barang mewah dan sebagainya.
2.3
Pola Asuh
2.3.1 Pengertian Pola Asuh
Menurut Baumrind (dalam Santrock 2011) pola asuh merupakan cara orang
tua terhadap anak-anak mereka yang akan menghadapi perjalanan masa remaja
untuk tumbuh menjadi indvidu yang baik serta matang secara sosial.
Menurut Darling, (1999), pola asuh adalah aktivitas kompleks yang
melibatkan banyak perilaku spesifik yang bekerja secara individual dan bersamasama untuk mempengaruhi anak.
Menurut Baumrind (dalam bee & boyd, 2006 ) menyatakan para orang tua
tidak diperuntukkan untuk mengucilkan anak, tetapi sebagai gantinya orang tua
harus mengembangkan aturan-aturan bagi anak-anaknya serta mencurahkan kasih
sayang kepada mereka.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Berdasarkan pengertian beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
pola asuh orangtua adalah cara yang dipakai oleh orangtua dalam mendidik dan
memberi bimbingan dan pengalaman serta memberikan pengawasan kepada anakanaknya agar kelak menjadi orang yang berguna, serta tidak hanya memenuhi
kebutuhan fisik dan psikis melainkan juga menanamkan norma-norma yang
berlaku dalam masyarakat yang akan menjadi salah satu faktor penentu bagi anakanaknya dalam mengartikan, menilai dan mendeskripsikan serta memberikan
tanggapan dan menentukan sikap maupun berperilaku pada dirinya.
2.3.3 Dimensi Pola asuh
Menurut Baumrind (dalam Santrock 2011) ada dua dimensi besar yang
menjadi dasar dalam jenis kegiatan pola asuh yaitu:
a.
Responsiveness atau Responsifitas
Dimensi ini berkenaan dengan sikap orang tua yang penuh kasih
sayang , memahami dan berorientasi pada kebutuhan anak. Sikap hangat
yang ditunjukkan orangtua pada anak sangat berperan penting dalam proses
sosialisasi antara orangtua dengan anak. Diskusi sering terjadi pada keluarga
yang orangtuanya responsif terhadap anak – anak mereka, selain itu juga
sering terjadi proses memberi dan menerima secara verbal diantara kedua
belah pihak. Namun pada orangtua yang tidak responsif terhadap anak –
anaknya, orangtua bersikap membenci, menolak atau mengabaikan anak.
Orangtua dengan sikap tersebut sering menjadi penyebab timbulnya
berbagai masalah yang dihadapi anak seperti kesulitan akademis,
ketidakseimbangan hubungan dengan orang dewasa dan teman sebaya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
sampai dengan masalah delikuensi. Menurut Baumrind (dalam santrock
2011) responsiveness atau kehangatan terdiri atas :
1) Clarity of communication (menuntut anak berkomunikasi secara
jelas)
yaitu orangtua meminta pendapat anak yang disertai alasan yang
jelas ketika anak menuntut pemenuhan kebutuhannya, menunjukkan
kesadaran orangtua untuk mendengarkan atau menampung pendapat,
keinginan atau keluhan anak, dan juga kesadaran orangtua dalam
memberikan hukuman kepada anak bila diperlukan.
2) Nurturance (upaya pengasuhan)
yaitu orangtua menunjukkan ekspresi kehangatan dan kasih sayang
serta keterlibatan orangtua terhadap kesejahteraan dan kebahagiaan
anak dan menunjukkan rasa bangga akan prestasi yang diperoleh anak
Orangtua mampu mengekspresikan cinta dan kasih sayang melalui
tindakan dan sikap yang mengekspresikan kebanggaan dan rasa
senang atas keberhasilan yang dicapai anak-anaknya.
b.
Demandingness atau tuntutan
Untuk mengarahkan perkembangan sosial anak secara positif, kasih
sayang dari orangtua belumlah cukup. Kontrol dari orangtua
dibutuhkan untuk mengembangkan anak agar anak menjadi individu
yang kompeten baik secara intelektual maupun sosial.
Menurut Baumrind dalam (Kern and Jonyiene, 2012) demandingness
atau tuntutan terdiri atas :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
1) Demand for maturity (menuntut anak bersikap dewasa)
yaitu orangtua menekankan pada anak untuk mengoptimalkan
kemampuannya agar menjadi lebih dewasa dalam segala hal.
Orangtua
memberikan
tekanan
terhadap
anak
untuk
dapat
meningkatkan kemampuan mereka dalam aspek sosial, intelektual dan
emosional. Orangtua pun menuntut kemandirian yang meliputi
pemberian kesempatan kepada anak-anaknya
untuk
membuat
keputusannya sendiri.
2) Control (kontrol)
yaitu menunjukkan upaya orangtua dalam menerapkan kedisiplinan
pada anak sesuai dengan patokan orangtua yang kaku yang sudah di
buat sebelumnya. Orangtua juga terlihat berusaha untuk membatasi
kebebasan, inisiatif dan tingkah laku anaknya. Orangtua memiliki
kemampuan untuk menahan tekanan dari anak, dan konsisten dalam
menjalankan aturan. Mengontrol tindakan didefinisikan sebagai upaya
orangtua
untuk
memodifikasi
ekspresi
ketergantungan
anak,
agresivitas atau perilaku bermain di samping untuk meningkatkan
internalisasi anak terhadap standar yang dimiliki orangtua terhadap
anak.
2.3.4 Jenis- Jenis Pola Asuh
Menurut Baumrind (dalam Santrock, 2011) terdapat tiga jenis pola
asuh,yaitu pola asuh otoritarian (authoritarian parenting), pola asuh otoritatif
(authoritative parenting), pola asuh permisif (neglectful parenting).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
a. Pola asuh otoritarian (authoritarian parenting)
Adalah pola asuh yang dimana orang tua membatasi, menghukum dan
mendesak serta memaksa anak untuk mengikuti arahan juga aturan-aturan
secara kaku dan dituntut untuk menghormati atas usaha dan kerja keras
orang tuanya. Orang tua yang otoritarian biasanya selalu memberikan
batasan kontrol yang tegas kepada anak serta lebih sering mengambil jarak
dan kurang hangat kepada anaknya sendiri.
b. Pola asuh otoritatif (otoritative parenting)
Adalah pola asuh yang dimana orang tua menghargai, mendorong atau
mendukung anak-anaknya untuk mandiri namun masih tetapi masih
memberikan batasan peraturan sosial dan kendali atas tindakan-tindakan
anak. Selain itu orang tua yang otoritatif masih memberikan kesempatan
untuk berdialog secara verbal. Disamping itu orang tua juga bersifat hangat
dan mengasuh untuk anak-anaknya .Orang tua yang otoritatif akan sering
merangkul kepada sang anak.
c. Pola asuh permisif (neglectful parenting)
Adalah pola asuh yang dimana orang tua memberikan kebebasan pada
anak dalam mengambil keputusan tanpa adanya kontrol dan perhatian orang
tua, atau cenderung sangat pasif ketika menanggapi ketidakpatuhan. Orang
tua permisif tidak begitu menuntut, juga tidak menetapkan sasaran yang
jelas bagi anaknya, karena yakin bahwa anak anak seharusnya berkembang
sesuai dengan kecendrungan alamiahnya. Orang tua yang permisif lebih
http://digilib.mercubuana.ac.id/
besar membiarkan apa yang dilakukan anaknya dan kurang adanya kontrol
serta batasan dari orang tua tersebut.
2.3.5 Faktor–faktor yang mempengaruhi pola asuh adalah (Edwards, 2006):
a. Pendidikan orangtua
Pendidikan dan pengalaman orangtua dalam perawatan anak akan
mempengaruhi persiapan mereka menjalankan pengasuhan. Ada beberapa
cara yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap dalam menjalankan
peran pengasuhan antara lain: terlibat aktif dalam setiap pendidikan anak,
mengamati segala sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak, selalu
berupaya menyediakan waktu untuk anak-anak dan menilai perkembangan
fungsi keluarga dan kepercayaan anak (Edwards, 2006). Latar belakang
pendidikan orangtua, informasi yang didapat oleh orangtua tentang cara
mengasuh anak, kultur budaya, kondisi lingkungan sosial, ekonomi akan
mempengaruhi bagaimana orangtua memberikan pengasuhan pada anakanak mereka (Winengan, 2007).
b. Lingkungan
Faktor
sosial,
ekonomi,
lingkungan,
budaya
dan
pendidikan
memberikan kontribusi pada kualitas pengasuhan orangtua (Zevalkinki,
2007). Pengasuhan merupakan proses yang panjang, maka proses
pengasuhan akan mencakup 1) interaksi antara anak, orang tua, dan
masyarakat lingkungannya, 2) penyesuaian kebutuhan hidup dan
temperamen anak dengan orang tuanya, 3) pemenuhan tanggung jawab
untuk membesarkan dan memenuhi kebutuhan anak, 4) proses
http://digilib.mercubuana.ac.id/
mendukung dan menolak keberadaan anak dan orang tua, serta 5) proses
mengurangi resiko dan perlindungan tehadap individu dan lingkungan
sosialnya
(Berns
1997).
Lingkungan
banyak
mempengaruhi
perkembangan anak, maka tidak mustahil jika lingkungan juga ikut serta
mewarnai pola-pola pengasuhan yang diberikan orangtua terhadap
anaknya (Edwards, 2006).
c. Budaya
Sering kali para orangtua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh
masyarakat dalam mengasuh anak, kebiasaan-kebiasaan masyarakat
disekitarnya dalam mengasuh anak, karena pola-pola tersebut dianggap
berhasil dalam mendidik anak kearah kematangan (Edwards, 2006).
Orangtua mengharapkan kelak anaknya dapat diterima dimasyarakat dengan
baik, oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan masyarakat dalam
mengasuh anak juga mempengaruhi setiap orangtua dalam memberikan pola
asuh terhadap anaknya (Anwar,2000). Budaya yang ada di dalam suatu
komunitas menyediakan seperangkat keyakinan, yang mencakup (a)
pentingnya pengasuhan; (b) peran anggota keluarga (c) tujuan pengasuhan;
(d) metode yang digunakan dalam penerapan disiplin kepada anak; dan (e)
peran anak di dalam masyarakat(Brooks, 2001). Oleh karenanya, bila
budaya yang ada mengandung seperangkat keyakinan yang dapat
melindungi perkembangan anak, maka nilai-nilai pengasuhan yang
diperoleh orangtua kemungkinan juga akan berdampak positif terhadap
perkembangan anak. Sebaliknya, bila ternyata seperangkat keyakinan yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
ada dalam budaya masyarakat setempat justru memperbesar munculnya
faktor resiko maka nilai-nilai pengasuhan yang diperoleh orangtua pun akan
menyebabkan perkembangan yang negatif pada anak (Sugihartono, 2007).
2.3.6 Dampak pola asuh kepada anak
Dampak pola asuh terhadap anak, seperti yang dikemukakan oleh Baumrind
(dalam Santrock 2002) adalah:
a. Pola Asuh Otoritarian (Authoritarian parenting)
Pola asuh otoritaian berhubungan dengan perilaku anak yang tidak
kompeten secara sosial. Anak yang dengan pola asuh otoritarian sering
merasa cemas mengenai perbandingan dirinya dengan sosial, Gagal untuk
memulai aktivitas, Dan memiliki kemampuan komunikasi yang buruk
dengan lingkungan sosialnya.
b. Pola Asuh otoritatif (authoritative parenting)
Pola asuh otoritatif berhubungan dengan perilaku anak yang mampu
berkompeten secara baik di lingkungan sosial. Anak dengan pola asuh
otoritatif akan menjadi mandiri dan bertanggung jawab secara sosial.
c. Pola asuh permisif (permisif parenting)
Pola asuh permisif berhubungan dengan perilaku anak yang impulsif,
Agresif, Tidak patuh, Manja, Kurang mandiri, Mau menang sendiri, Kurang
matang secara sosial dan kurang percaya diri. Anak dengan pola asuh
permisif biasanya cenderung tidak memikirikan apa yang terjadi di
kedepannya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.4
Remaja
2.4.1 Pengertian
Remaja merupakan masa dimana terjadinya transisi dari masa kanak-kanak
ke masa dewasa atau usia belasan tahun yang sedang mengalami perubahan
biologis,
psikologis
dan
sosial.
World
Health
Organization
(WHO)
mendefinisikan remaja dalam (Sarlito Wirawan Sarwono, 2006) adalah suatu
masa ketika:
1.
Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda
seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
2.
Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari
kanak-kanak menjadi dewasa.
3.
Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relatif lebih mandiri.
Menurut Depkes RI (2005), masa remaja merupakan suatu proses tumbuh
kembang yang berkesinambungan, yang merupakan masa peralihan dari kanakkanak ke dewasa muda. Sri Rumini dan Siti Sundari (2004) “menjelaskan masa
remaja adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang
mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa”.
Berdasarkan beberapa pengertian remaja yang telah dikemukakan para ahli,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja adalah individu yang sedang berada
pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan ditandai
dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan sosial.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Dari segi umur remaja dapat dibagi menjadi (Behrman, Kliegman & Jenson,
2004) :
1.
Remaja awal/early adolescence(10-13 tahun), Pada masa ini, remaja
mengalami perubahan jasmani yang sangat pesat dan perkembangan
intelektual yang sangat intensif, sehingga minat anak pada dunia luar
sangat besar dan pada saat ini remaja tidak mau dianggap kanak-kanak
lagi namun belum bisa meninggalkan pola kekanak-kanakannya. Selain
itu pada masa ini remaja sering merasa sunyi, ragu-ragu, tidak stabil,
tidak puas dan merasa kecewa.
2.
Remaja menengah/middle adolescence (14-16 tahun), Kepribadian
remaja pada masa ini masih kekanak-kanakan tetapi pada masa remaja
ini timbul unsur baru yaitu kesadaran akan kepribadian dan kehidupan
badaniah sendiri. Remaja mulai menentukan nilai-nilai tertentu dan
melakukan perenungan terhadap pemikiran filosofis dan etis. Maka dari
perasaan yang penuh keraguan pada masa remaja awal ini rentan akan
timbul kemantapan pada diri sendiri. Rasa percaya diri pada remaja
menimbulkan kesanggupan pada dirinya untuk melakukan penilaian
terhadap tingkah laku yang dilakukannya. Selain itu pada masa ini remaja
menemukan diri sendiri atau jati dirnya.
3.
Remaja akhir/late adolescence (17-20 tahun). Pada masa ini remaja sudah
mantap dan stabil. Remaja sudah mengenal dirinya dan ingin hidup
dengan pola hidup yang digariskan sendiri dengan keberanian. Remaja
mulai memahami arah hidupnya dan menyadari tujuan hidupnya. Remaja
http://digilib.mercubuana.ac.id/
sudah mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola yang jelas
yang baru ditemukannya.
2.5
Hubungan Antara Jenis Pola Asuh Dengan Gaya Hidup Hedonisme
Gaya hidup adalah suatu pola atau cara individu mengekspresikan atau
mengaktualisasikan, cita-cita, kebiasaan / hobby, opini, dan sebagainya dengan
lingkungannya melalui cara yang unik, yang menyimbolkan status dan peranan
individu bagi linkungannya. Gaya hidup dapat dijadikan jendela dari kepribadian
masing-masing invidu. Setiap individu berhak dan bebas memilih gaya hidup
mana yang dijalaninya, baik itu gaya hidup mewah (glamour), gaya hidup
hedonis, gaya hidup punk, gaya hidup sehat atau gaya hidup sederhana. Bentuk
dari suatu gaya hidup dapat berupa gaya hidup dari suatu penampilan, melalui
media iklan, modeling dari artis yang di idola kan, gaya hidup yang hanya
mengejar kenikmatan semata sampai dengan gaya hidup mandiri yang menuntut
penalaran dan tanggung jawab dalam pola perilakunya. Saat ini remaja banyak
yang memilih gaya hidup hedonisme. Gaya hidup hedonis adalah suatu pola hidup
yang aktivitasnya untuk mencari kesenangan , seperti lebih banyak menghabiskan
waktu diluar rumah, lebih banyak bermain, senang pada keramaian kota, senang
membeli barang mahal yang disenanginya, serta selalu ingin menjadi pusat
perhatian.
Salah satu faktor yang mempengaruhi gaya hidup remaja dijelaskan oleh
Nugraheni (2003) adalah Keluarga. Keluarga memegang peranan terbesar dan
terlama dalam pembentukan sikap dan perilaku individu. Hal ini karena pola asuh
http://digilib.mercubuana.ac.id/
orang tua akan membentuk kebiasaan anak yang secara tidak langsung
mempengaruhi pola hidupnya.
2.6
Kerangka Berfikir
Dalam penelitian ini penulis ingin membuktikan bahwa ada keterkaitan
antara pola asuh orang tua dengan gaya hidup hedonisme remaja, atau dengan
perkataan lain pola asuh orang tua terhadap hubungannya dengan gaya hidup
hedonisme siswa dan siswi SMK.
Gaya hidup didefinisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan
bagaimana orang menghabiskan waktu (aktivitas), apa yang mereka anggap
penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan
tentang diri mereka sendiri dan juga dunia di sekitarnya (pendapat). Gaya hidup
hanyalah salah satu cara mengelompokkan konsumen secara psikografis. Gaya
hidup pada prinsipnya adalah bagaimana seseorang menghabiskan waktu dan
uangnya. Gaya hidup dapat mempengaruhi perilaku seseorang, dan akhirnya
menentukan pilihan-pilihan konsumsi seseorang. Hedonisme yang juga termasuk
salah satu bentuk dari gaya hidup merupakan cara pandang yang menganggap
bahwa kesenangan adalah hal yang paling penting dalam hidup. Atau hedonisme
adalah paham yang dianut oleh orang-orang yang mencari kesenangan hidup
semata-mata, hidup berfoya-foya (Cicerno dalam Rusell, 2004). Begitupun yang
terjadi pada kalangan remaja khususnya siswa siswi tingkat SMK. Pengaruh
materialisme hedonisme sangat luar biasa besar pada segala segi kehidupan,
termasuk pada dunia pendidikan. Banyak remaja yang memilih gaya hidup instan,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dan hal ini berakibat pada cara pandang hidup mereka. Secara umum ada dua
faktor yang menyebabkan seorang remaja menjadi hedonis. Yaitu faktor internal
yang meliputi sikap dan kepribadian serta faktor ekternal yang diantaranya faktor
keluarga. Media informasi dan lingkungan sosial, turut serta mempengaruhi
seseorang menjadi hedonis. Baik itu dari apa yang mereka lihat lewat media
televisi, iklan dan media cetak lainnya yang mempromosikan berbagai macam
tawaran kebutuhan manusia sampai kehidupan dunia gemerlap malam yang
berbau pornoaksi, maupun dari lingkungan pergaulan yang memang dipenuhi
dengan segala bentuk hal-hal yang menawarkan kesenangan semata. Sedangkan
faktor keluarga yang tidak saling perduli satu sama lainnya atau dimana
didalamnya ada pembentukan pribadi remaja dengan pola asuh orang tua juga
merupakan faktor yang menyebabkan seseorang terjebak dalam segala bentukbentuk perilaku hedonisme. Beberapa contoh bentuk-bentuk perilaku remaja yang
mencerminkan gaya hidup hedonisme yaitu menggampangkan proses belajar,
konsumtif, serta pergaulan bebas. Kini bentuk-bentuk hedonisme itu tumbuh
subur di dalam sekolah. Dengan terjebaknya remaja tingkat SMK dalam bentukbentuk hedonisme perlahan-lahan mereka akan kehilangan daya pikir, logika,
nalar, dan analisisnya. Akibatnya adalah kita terancam kehilangan generasi
penerus yang pandai, idealis, kritis, dan dapat memberi solusi atas permasalahan
yang timbul. Dampak pada siswa-siswi itu sendiri dapat berupa berkurangnya
motivasi belajar yang ada pada dirinya, pandangan hidup yang cenderung
materialistis dengan merasa selalu tidak puas dengan apa sudah dimilikinya, serta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
pola pikir yang cenderung pragmatis dapat menjerumuskan remaja pada
kehidupan yang hedon.
Penelitian ini didasarkan pada kerangka teoritik sebagai berikut : gaya hidup
hedonis tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal yang meliputi kepribadian
dan sikap, tetapi dipengaruhi juga oleh faktor ekternal yang antara lain adalah
keluarga atau orang tua (Nugraheni, 2003). Faktor keluarga mencakup cara
mendidik anak, hubungan orang tua dan anak dan sikap orang tua. Dalam
mendidik anak-anak, sekolah merupakan lanjutan dari pendidikan anak-anak yang
telah dilakukan dirumah. Berhasil baik atau tidaknya pendidikan di sekolah
bergantung pada dan dipengaruhi oleh pendidikan di dalam keluaraga. Pendidikan
keluarga adalah fundamen atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya. Hasilhasil pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga menentukan pendidikan
anak itu selanjutnya, baik di sekolah maupun dalam masyarakat.
Pengaruh keluarga terhadap pendidikan anak itu berbeda-beda. Orang tua
ada yang mendidik anak-anaknya dengan auototarian, autoritative dan ada pula
yang permisif. Hubungan orang tua dengan anak, bersama-sama dengan sifat
pembawaan lahir, akan banyak menentukan bagaimana siswa dan siswi
menentukan gaya hidup untuk sisa hidupnya (Baumrind dalam Santrock, 2002).
Jadi pola asuh orang tua mempunyai peranan yang penting dalam menentukan
gaya hidup anak apakah anak itu akan menjadi anak yang hedon atau tidak.
Dari uraian di atas jelas terdapat pengaruh antara jenis pola asuh orang tua
dengan gaya hidup hedonisme remaja. Dengan demikian dapat digambarkan
kerangka berpikir dalam penelitian ini, sehingga terlihat jelas adanya pengaruh
http://digilib.mercubuana.ac.id/
antara pola asuh orang tua terhadap gaya hidup hedonisme siswa dan siswi SMK,
yaitu :
Faktor Internal
Jenis Pola Asuh (X)
Keluarga
(Nugraheni:2003)
Gaya hidup
Hedonisme (Y)
Autotarian
Autoritattive
Faktor Eksternal
Permisive
Gambar 2.1 Diagram Korelasi Variabel
Keterangan :
X
Y
2.7
: Jenis pola asuh
: Gaya hidup hedonisme
: Arah korelasi
: Tidak diteliti
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan di dalam penelitian ini yaitu terdapat hubungan
antara jenis pola asuh dengan gaya hidup Hedonisme pada remaja siswa dan
siswi SMK NEGERI 7 TANGERANG.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download