Chapter II - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hati
Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat rata-rata 1500 gram pada
badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi
sangat kompleks yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen.
Batas atas hati berada sejajar dengan ruangan interkostal V kanan dan batas
bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior
hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem
porta hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari sistem porta yang mengandung
arteri hepatica, vena porta dan duktus koledokus.
Sistem porta terletak didepan vena kava dan dibalik kandung empedu.
Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya perlekatan
ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran kira-kira 2
kali lobus kiri. Hati terbagi 8 segmen dengan fungsi yang berbeda (Keith L.
Moore et al., 1999)
Hati adalah organ vital yang memiliki banyak fungsi. Ini termasuk berperan
dalam sistem kekebalan tubuh, produksi faktor-faktor pembekuan darah, produksi
empedu untuk pencernaan, tempat penyimpanan sumber energi untuk kegunaan
tubuh, tempat metabolisme obat-obatan serta tempat untuk mengeliminasi zat-zat
beracun.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Hepatitis
Hepatitis berarti peradangan pada hati yang disebabkan oleh sekelompok
virus yang mempengaruhi hati, kelainan pada sistem imun tubuh, alkohol, obatobatan tertentu dan juga zat-zat yang bersifat racun (Mohamad El Mortada et al.,
2010). Jenis Hepatitis yang paling umum adalah Hepatitis A, Hepatitis B, dan
Hepatitis C. Hepatitis yang disebabkan oleh virus adalah penyebab utama kejadian
kanker hati dan alasan yang paling umum untuk transplantasi hati (CDC, 2009).
2.3. Hepatitis B
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh infeksi Hepatitis
B virus (HBV). Hepatitis B dapat menyebabkan peradangan hati akut atau kronis
yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker
hati (Hembing, 2006). Hepatitis B telah menjadi endemik di berbagai negara Asia
(Alberts B et al., 2002).
Gambar 2.1 : Paparan distribusi dari infeksi HBV kronis di seluruh dunia
(WHO, 2001)
Universitas Sumatera Utara
HBV adalah merupakan etiologi bagi kedua-dua Hepatitis B akut dan kronis.
HBV pertama kali dijumpai pada tahun 1965 oleh Blumberg dan awalnya disebut
sebagai “Australia antigen” (Blumberg et al., 1965). Baru kemudian antigen ini
dikenal sebagai antigen permukaan Virus Hepatitis B atau HBsAg. Pada tahun
1970, Dane berhasil mengisolasi suatu partikel lengkap dan melihat dengan
mikroskop elektron lalu kemudian dikenal sebagai partikel Dane (Dane et al.,
1970).
HBV
termasuk
dalam
genus
Orthohepadnavirus
dari
keluarga
Hepadnaviridae, yang terkait dengan urutan besar virus Retroid (Kann et al.,
1998). HBV tergolong dalam kelompok virus DNA, yang berarti bahwa bahan
genetik dari virus ini terdiri dari asam deoksiribonukleat. Virus ini ditemukan
terutama di dalam hati namun juga dijumpai di dalam darah dan cairan tubuh
tertentu. HBV terdiri dari partikel inti (bagian tengah) dan dikelilingi oleh sebuah
amplop (mantel luar). Inti terdiri dari DNA dan inti antigen (HBcAg). Amplop
berisi antigen permukaan (HBsAg). Antigen ini hadir dalam darah dan merupakan
tanda-tanda yang digunakan dalam diagnosis dan evaluasi pasien yang diduga
infeksi HBV (Mohamad El Mortada et al., 2010). Masa inkubasi virus ini adalah
rata-rata 90 hari, tetapi dapat bervariasi dari 30 sampai 180 hari. HBV dapat
dideteksi 30-60 hari setelah infeksi dan dapat menetap untuk beberapa tahun
(WHO, 2008).
HBV bereplikasi di dalam sel hati, tetapi virus itu sendiri bukan penyebab
langsung
kerusakan
pada
hati. Sebaliknya,
kehadiran
virus
tersebut
memicu respon kekebalan tubuh untuk mengeliminasi virus supaya sembuh dari
infeksi. Respon kekebalan ini menyebabkan peradangan dan dapat merusak fungsi
hati. Oleh karena itu, ada keseimbangan antara perlindungan dan efek merusak
dari respon kekebalan tubuh terhadap HBV (Mohamad El Mortada et al., 2010).
Universitas Sumatera Utara
Infeksi HBV kebanyakannya diperoleh pada usia dini di negara-negara
berkembang. Namun, HBV juga dapat menular secara hubungan seksual baik
hubungan heteroseksual maupun homoseksual dan merupakan penyebab utama
penularan pada orang dewasa (Kane M et al., 1993). Hepatitis B menyebar
terutama secara parenteral yaitu melalui kontak sesama manusia dan saat
kelahiran. Individu yang berisiko tinggi adalah pengguna narkoba, anak-anak dari
ibu yang menderita Hepatitis B dan pasien hemodialisis (Margolis HS et al.,
1991).
Hepatitis B tersebar terutama oleh pajanan terhadap darah yang terinfeksi
atau cairan tubuh. Pada individu yang terinfeksi, virus dapat ditemukan dalam
darah, air mani, cairan vagina, ASI dan air liur. Hepatitis B tidak menyebar
melalui makanan, air, atau kontak biasa. Penderita Hepatitis B bisa terjadi pada
setiap orang dari semua golongan umur. Ada beberapa hal yang dapat
menyebabkan HBV ini menular. Secara vertikal, cara penularan terjadi dari ibu
yang mengidap Hepatitis B kepada bayi yang dilahirkan yaitu pada saat persalinan
atau segera setelah persalinan. Secara horizontal, dapat terjadi akibat penggunaan
alat suntik yang terkontaminasi, tindik telinga, tusuk jarum, transfusi darah,
penggunaan pisau cukur dan sikat gigi secara bersama-sama serta hubungan
seksual dengan penderita. Sebagai antisipasi, biasanya darah-darah yang diterima
dari pendonor akan di tes terlebih dulu apakah darah yang diterima reaktif
terhadap Hepatitis, Sifilis dan HIV. Sesungguhnya, tidak semua yang positif
Hepatitis B perlu ditakuti. Dari hasil pemeriksaan darah, dapat terungkap apakah
ada riwayat pernah terkena dan sekarang sudah kebal, atau bahkan virusnya sudah
tidak ada. Bagi pasangan yang hendak menikah, tidak ada salahnya untuk
memeriksakan pasangannya untuk mencegah penularan penyakit ini (Mohamad El
Mortada et al., 2010).
Hepatitis B ditularkan kepada orang lain apabila darah atau cairan tubuh
(misalnya air liur, air mani dan lelehan vagina) yang berisi virus Hepatitis B
memasuki tubuh seseorang. Cara ia memasuki tubuh seseorang itu adalah melalui
kulit pecah, selaput lendir, aliran darah dengan bersama-sama menggunakan alat
Universitas Sumatera Utara
suntik, berhubungan kelamin dengan seorang yang terinfeksi tanpa menggunakan
kondom dan penularan kepada bayi pada saat lahir dari ibu yang terinfeksi.
Kelompok orang yang menghadapi risiko infeksi termasuk pasangan seks
orang yang terinfeksi, pengguna narkoba suntik, bayi yang dilahirkan oleh wanita
yang terinfeksi, orang yang mempunyai banyak pasangan seks, pria yang
berhubungan kelamin dengan pria, pasien hemodialisis, petugas kesehatan dan
anak yang dilahirkan di negara dengan angka tinggi infeksi hepatitis B (NSW
Health, 2007)
Hepatitis B diklasifikasikan sebagai Hepatitis B akut dan Hepatitis B kronis.
Hepatitis B akut adalah penyakit periode yang terjadi selama empat bulan setelah
memperoleh virus. Hanya 30% sampai 50% dari orang dewasa menunjukkan
gejala signifikan selama infeksi akut. Gejala-gejala awal mungkin non-spesifik,
termasuk demam, pilek, dan nyeri sendi. Gejala Hepatitis akut yang spesifik
adalah seperti kelelahan, hilangnya nafsu makan, mual, penyakit kuning (kulit dan
mata menguning), air kencing berwarna gelap dan sakit di perut kanan atas.
Kebanyakan bayi dan anak-anak yang terkena infeksi virus Hepatitis B akut
tidak menunjukkan gejala. Hal ini disebabkan sistem kekebalan tubuh mereka
tidak mampu untuk melawan virus tersebut. Akibatnya, risiko bayi yang terinfeksi
Hepatitis B berkembang menjadi infeksi yang kronis lebih besar dari
95%. Sebaliknya, hanya 5% dari orang dewasa yang menderita Hepatitis B akut
berkembang menjadi Hepatitis B kronis (Mohamad El Mortada et al., 2010).
Hepatitis B kronis adalah infeksi HBV yang persisten selama lebih dari 6
bulan (Ganem D et al., 2004). Pada 15%-40% pasien yang menderita Hepatitis B
kronis akan berkembang menjadi sirosis hati dan hepatoseluler karsinoma
(Aggarwal R et al., 2004). Penderita Hepatitis B kronis berisiko tinggi untuk
berkembang menjadi sirosis hati dan karsinoma hepatoseluler. Diperkirakan
bahwa sekitar 12% dari pasien dengan infeksi HBV kronis berkembang menjadi
sirosis setiap tahun. Perkembangan sirosis dan kanker hati adalah merupakan hasil
dari respon sistem peradangan tubuh (Lin KW et al., 2004).
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan laboratorium untuk pasien Hepatitis B kronis termasuk liver
function test, marker HBV, serum DNA HBV, alpha-feto protein dan
ultrasonografi hati. Pemeriksaan laboratorium mungkin normal pada penderita
Hepatitis B kronis, tetapi banyak penderita dengan Hepatitis B kronis ringan
hingga sedang terjadi peningkatan aminotransferases (Marsano LS, 2003). Di
Malaysia, skrining untuk kanker hati dianjurkan untuk pembawa Hepatitis B lebih
dari 40 tahun dan pembawa Hepatitis B kurang dari 40 tahun dengan minimal dua
faktor risiko. Faktor risiko termasuk riwayat keluarga dengan kanker hati, infeksi
Hepatitis C, sirosis hati, hemochromatosis, dan peminum alkohol kronis
(Kementerian Kesehatan Malaysia, 1999).
Penderita dengan Hepatitis B kronis mengalami gejala sebanding dengan
tingkat kelainan pada fungsi-fungsi hati. Tanda-tanda dan gejala Hepatitis B
kronis sangat bervariasi tergantung pada tingkat keparahan kerusakan hati.
Kebanyakan individu dengan Hepatitis B kronis tetap bebas dari gejala selama
bertahun-tahun. Selama waktu ini, hasil tes darah penderita Hepatitis B kronis
biasanya normal atau hanya sedikit tidak normal. Beberapa penderita dapat dilihat
gejala peradangan yang memburuk, menempatkan mereka pada kelompok yang
berisiko mengalami sirosis (Mohamad El Mortada et al., 2010).
Kemungkinan infeksi HBV berkembang menjadi infeksi kronis tergantung
pada usia di mana seseorang terinfeksi. Anak-anak yang terinfeksi HBV paling
banyak berkembang menjadi infeksi kronis. Sekitar 90% bayi yang terinfeksi
HBV selama tahun pertama kehidupan berkembang menjadi infeksi kronis, 30%
sampai 50% anak-anak terinfeksi antara usia satu sampai empat tahun
berkembang menjadi infeksi kronis. Sekitar 25% dari orang dewasa yang menjadi
infeksi kronis lanjutan dari infeksi waktu anak-anak mati disebabkan oleh kanker
hati atau sirosis. Sekitar 90% dari orang dewasa yang terinfeksi HBV akan pulih
sepenuhnya dan bebas dari infeksi virus tersebut dalam waktu enam bulan (WHO,
2008).
Universitas Sumatera Utara
Ada 3 kemungkinan respon kekebalan yang diberikan oleh tubuh terhadap
virus Hepatitis B pasca periode akut. Kemungkinan pertama, jika respon
kekebalan tubuh adekuat maka virus akan dieliminasi dan pasien akan sembuh.
Kedua, jika respon kekebalan tubuh lemah maka pasien tersebut akan menjadi
pembawa inaktif. Ketiga, jika tanggapan tubuh bersifat intermediate (antara dua
hal di atas) maka penyakit terus berkembang menjadi Hepatitis B kronis (JB
Suharjo et al, 2006).
Hepatitis B kronis ditandai dengan HBsAg positif (> 6 bulan) di dalam
serum, tingginya kadar DNA HBV, dan berlangsungnya proses nekroinflamasi
kronis hati. Pembawa HBsAg inaktif diartikan sebagai infeksi HBV persisten
tanpa nekroinflamasi. Sedangkan Hepatitis B kronis eksaserbasi adalah keadaan
klinis yang ditandai dengan peningkatan intermiten alanine aminotransferase
(ALT) lebih dari 10 kali batas atas nilai normal.
Diagnosis Hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, petanda
virologi, biokimiawi dan histologi. Secara serologi, pemeriksaan yang dianjurkan
untuk diagnosis dan evaluasi Hepatitis B kronis adalah HBsAg, HBeAg, anti HBe
dan DNA HBV. Pemeriksaan virologi dilakukan untuk mengukur jumlah DNA
HBV di dalam darah. Ia adalah sangat penting karena dapat menggambarkan
tingkat replikasi virus. Pemeriksaan biokimiawi yang penting untuk menentukan
keputusan terapi adalah kadar ALT. Peningkatan kadar ALT menggambarkan
adanya aktivitas kroinflamasi. Oleh karena itu pemeriksaan ini dipertimbangkan
sebagai prediksi gambaran histologi. Pasien dengan kadar ALT yang
menunjukkan proses nekroinflamasi yang lebih berat dibandingkan pada ALT
yang normal. Pasien dengan kadar ALT normal memiliki respon serologi yang
kurang baik pada terapi antiviral.
Oleh sebab itu pasien dengan kadar ALT normal dipertimbangkan untuk
tidak diterapi, kecuali bila hasil pemeriksaan histologi menunjukkan proses
nekroinflamasi aktif. Sedangkan tujuan pemeriksaan histologi adalah untuk
menilai tingkat kerusakan hati, menyingkirkan diagnosis penyakit hati lain,
prognosis dan menentukan manajemen anti viral (JB Suharjo et al, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Interpretasi hasil tes darah Hepatitis B (serologis).
Marker
Interpretasi
HBsAg
Terpapar terhadap HBV. Positif pada infeksi akut atau
kronis
Anti-HBs antibodi Kekebalan yang diperoleh melalui infeksi alami atau
imunisasi
HBeAg
Marker yang menunjukkan seseorang sedang mengalami
infeksi. Menunjukkan virus sedang aktif bereplikasi
Anti-HBe antibodi Menunjukkan rendahnya tingkat replikasi virus
Anti-HBc IgM
Infeksi dalam 6 bulan sebelumnya
antibody
Anti-HBc IgG
Riwayat infeksi HBV atau infeksi HBV kronis
antibodi
Hep B DNA >10
copies /mL
5
Replikasi virus yang cepat
(sumber : Loh KY et al., 2006)
Tidak ada pengobatan khusus untuk Hepatitis B akut. Perawatan ini ditujukan
untuk kenyamanan dan menjaga keseimbangan nutrisi yang memadai, termasuk
penggantian cairan yang hilang dari muntah dan diare. Hepatitis B kronis dapat
diobati dengan obat-obatan, termasuk interferon dan agen anti virus, yang dapat
membantu beberapa pasien. Biaya pengobatan bisa mencapai ribuan dolar per
tahun dan tidak tersedia untuk kebanyakan pasien di negara berkembang. Saat ini
interferon-alfa (IFN-α), lamivudine dan adefovir adalah merupakan merupakan
pengobatan khusus untuk penderita Hepatitis B kronis (Liaw YF et al., 2005).
Universitas Sumatera Utara
Kanker hati hampir selalu fatal, dan sering terjadi pada orang yang berada
pada usia produktif yang masih memiliki tanggung jawab keluarga. Di negaranegara berkembang, kebanyakan orang dengan kanker hati mati dalam waktu
beberapa bulan setelah di diagnosis. Di negara-negara berpendapatan tinggi,
operasi dan kemoterapi dapat memperpanjang hidup beberapa pasien sampai
beberapa tahun. Pasien dengan sirosis hati biasanya dilakukan transplantasi hati
(WHO, 2008).
Di antara semua strategi yang direkomendasikan untuk pencegahan infeksi
Hepatitis B, vaksinasi adalah yang paling penting. Vaksin Hepatitis B rekombinan
tersedia di sebagian besar klinik di Malaysia. Jadwal vaksinasi primer terdiri dari
tiga dosis vaksin intramuskular (Kao JH et al., 2002). Menurut Kementerian
Kesehatan Malaysia dalam program imunisasi anak, semua bayi harus diberi dosis
pertama vaksin Hepatitis B pada saat lahir, diikuti oleh dosis kedua pada bulan
pertama dan dosis ketiga pada bulan kelima. Vaksin ini sangat aman dan memiliki
efek samping yang sangat sedikit. Efek samping yang umum adalah nyeri di
tempat suntikan (3% -29%) dan peningkatan suhu tubuh > 37,7 ° C (1% -6%).
Semua orang dewasa yang berisiko tinggi terkena infeksi HBV seperti
pekerja perawatan kesehatan, staf unit transfusi darah, pekerja kesehatan
masyarakat, pasien yang memerlukan transfusi darah atau produk darah, pasien
hemodialisis, pria homoseksual dan pengguna narkoba suntikan harus
divaksinasi. Pengujian untuk titer antibodi permukaan Hepatitis B harus dilakukan
6-8 minggu setelah mendapat dosis vaksinasi terakhir (Lim V et al, 2003).
Perlindungan setelah vaksinasi bertahan selama 10-15 tahun. Setelah 15
tahun sejak vaksinasi terakhir, pasien disarankan untuk mendapatkan dosis
booster (Kao JH et al., 2002). Tingkat antibodi harus mencapai 100mIU/mL atau
lebih untuk mendapat perlindungan dari infeksi. Mereka yang memiliki tingkat
antibodi antara 10-100mIU/mL dianggap rentan terhadap infeksi dan harus
menerima dosis booster (Lim V et al, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Sebagai langkah pencegahan, semua bayi harus menerima vaksin Hepatitis B.
Vaksin dapat diberikan secara tiga atau empat dosis terpisah, sebagai bagian dari
jadwal imunisasi rutin yang ada. Di daerah di mana penyebaran HBV umum
secara ibu ke bayi, dosis pertama vaksin harus diberikan sesegera mungkin setelah
lahir yaitu dalam waktu 24 jam setelah kelahiran. Pemberian vaksin yang lengkap
dapat menghasilkan antibodi yang mempertahankan tubuh dari serangan virus
pada lebih dari 95% bayi, anak-anak dan dewasa muda. Setelah usia 40 tahun,
perlindungan dari hasil vaksinasi pertama menurun di bawah 90%. Pada usia 60
tahun, antibodi yang dihasilkan pada orang yang mengambil vaksinasi hanya
memproteksi dalam 65% sampai 75% dari serangan virus. Perlindungan bertahan
minimal 20 tahun sampai seumur hidup.
Semua anak dan remaja berusia kurang dari 18 tahun dan sebelumnya tidak
pernah divaksinasi harus menerima vaksin. Orang-orang dalam kelompok risiko
tinggi juga harus divaksinasi, termasuk orang dengan risiko tinggi dalam
melakukan hubungan seksual, ahli keluarga yang pernah kontak dengan orang
yang terinfeksi HBV, pengguna narkoba suntik, orang yang sering membutuhkan
darah atau produk darah, penerima transplantasi organ, orang dengan pekerjaan
mereka di risiko tinggi infeksi HBV, termasuk pekerja kesehatan dan wisatawan
internasional ke negara-negara dengan tingkat tinggi HBV.
Vaksin ini memiliki catatan keamanan dan efektivitas yang luar biasa. Sejak
1982, lebih dari satu milyar dosis vaksin Hepatitis B telah digunakan di seluruh
dunia. Di kebanyakan negara dimana 8%-15% tingkat kejadian anak-anak dengan
infeksi HBV yang berkembang menjadi infeksi kronis, vaksinasi telah
mengurangi tingkat infeksi kronis sehingga kurang dari 1% dikalangan anak-anak
yang mendapat imunisasi. Pada Desember 2006, 164 negara telah memberi
vaksinasi terhadap HBV kepada bayi dalam program imunisasi nasional. Hal ini
adalah merupakan peningkatan yang besar dibandingkan dengan hanya 31 negara
pada tahun 1992, tahun dimana WHO mengeluarkan sebuah resolusi untuk
merekomendasikan vaksinasi global terhadap Hepatitis B (WHO, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Download