perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id EFEK ANESTESI INHALASI SEVOFLURAN DAN ISOFLURAN TERHADAP PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA (MEAN ARTERIAL PRESSURE) SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran DYMPNA PRAMEILITA PRISASANTI G0009068 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta commit to user 2012 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENGESAHAN Skripsi dengan judul: Efek Anestesi Inhalasi Sevofluran dan Isofluran terhadap Perubahan Tekanan Darah Arteri Rerata (Mean Arterial Pressure). Dympna Prameilita Prisasanti, NIM: G.0009068, Tahun: 2012 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada hari Jumat, Tanggal 4 Mei 2012 Pembimbing Utama Nama : MH. Sudjito, dr., Sp.An.,KNA. NIP : 19510917 197903 1 002 (...................................) Pembimbing Pendamping Nama : Ari Natalia Probandari, dr., MPH, Ph D. NIP : 19751221 200501 2 001 (...................................) Penguji Utama Nama : R.Th. Supraptomo, dr.,Sp.An. NIP : 19570308 198603 1 006 (...................................) Anggota Penguji Nama : H. Marthunus Judin, dr., Sp.An. NIP : 19510221 198211 1 001 (...................................) Surakarta, Ketua Tim Skripsi Muthmainah, dr., M.Kes NIP. 19660702 199802 2 001 Dekan FK UNS Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., SpPD-KR-FINASIM commit toNIP. user19510601 197903 1 002 ii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Surakarta, 4 Mei 2012 Dympna Prameilita Prisasanti NIM. G0009068 commit to user iii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HALAMAN PERSETUJUAN VALIDASI Skripsi dengan judul: Efek Anestesi Inhalasi Sevofluran dan Isofluran Terhadap Perubahan Tekanan Darah Arteri Rerata (Mean Arterial Pressure). Dympna Prameilita Prisasanti, G.0009068, Tahun 2012 Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Ujian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari ............, Tanggal ................... 2012 Pembimbing Utama Penguji Utama MH. Sujito, dr., Sp. An. KNA R. Th. Supraptomo, dr., Sp. An NIP : 19510917 197903 1 002 NIP : 19570308 198603 1 006 Pembimbing Pendamping Anggota Penguji Ari Natalia Probandari, dr., MPH, Ph D NIP : 19751221 200501 2 001 H. Marthunus Judin, dr., Sp. An NIP : 19510221 198211 1 001 Tim Skripsi Ari Natalia Probandari, dr., MPH, Ph D NIP : 19751221 commit to200501 user 2 001 iii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ABSTRAK Dympna Prameilita Prisasanti, G0009068, 2012.Efek Anestesi Inhalasi Sevofluran dan Isofluran terhadap Perubahan Tekanan Darah Arteri Rerata (Mean Arterial Pressure). Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Latar Belakang: Anestesi inhalasi adalah obat anestesia yang berupa gas atau cairan mudah menguap yang diberikan melalui pernafasan pasien. Anestesi ini memiliki keunggulan pada potensinya yang tinggi dan konsentrasinya yang dapat dikendalikan melalui mesin. Obat anestesi inhalasi yang sering digunakan dalam pembedahan adalah sevofluran dan isofluran. Perhatian utama pada anestesi adalah keamanan dan keselamatan pasien, salah satu faktornya adalah kestabilan hemodinamik selama tindakan induksi anestesi berlangsung. Salah satu contoh parameter hemodinamik adalah tekanan darah arteri rerata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian anestesi inhalasi sevofluran dan isofluran terhadap perubahan tekanan darah arteri rerata (MAP). Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional dengan subjek penelitian pasien operasi dengan anestesi inhalasi sevofluran dan isofluran di Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Dengan teknik concecutive sampling, didapatkan 50 sampel, yang terdiri dari 25 pasien dengan anestesi sevofluran dan 25 pasien dengan anestesi isofluran. Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan langsung sampai 15 menit setelah dilakukan insisi saat operasi berlangsung. Data dianalisis menggunakan uji-t independen dan uji korelasi Pearson, serta diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.00 for Windows. Hasil Penelitian: Data diuji dengan uji-t independen, didapatkan hasil MAP pada sampel kelompok sevofluran relatif lebih stabil daripada kelompok isofluran. Akan tetapi, terdapat perbedaan yang signifikan antara MAP awal kelompok sevofluran dan isofluran (p = 0,02). Dari hasil uji korelasi bivariat Pearson, didapatkan adanya korelasi antara MAP awal dengan MAP fase induksi anestesi (r = -0,055 dan p = 0,706). Simpulan Penelitian: Perubahan MAP pada kelompok anestesi inhalasi sevofluran lebih kecil dibandingkan kelompok isofluran dari fase induksi sampai fase insisi menit ke- 15 anestesi. Anestesi inhalasi sevofluran memberikan kestabilan MAP yang lebih baik daripada isofluran. Kata Kunci: anestesi inhalasi, sevofluran, isofluran, hemodinamik, tekanan daraharterirerata commit to user iv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ABSTRAK Dympna Prameilita Prisasanti, G0009068, 2012. Inhalation Effects of Sevoflurane and Isoflurane Anesthesia on Mean Arterial Blood Pressure Changes (Mean Arterial Pressure). Mini Thesis. Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta. Background: Inhalation anesthesia is the anesthetic drug in the form of gasesor volatile liquids are given through the breathing of the patient. Anesthesia has the advantage of the high potency and concentration that can be controlled through the machine. Inhalation anesthesia is often used in the sevoflurane and isoflurane surgery. The main concern is safety in anesthesia and patient safety, one factor is the hemodynamic stability during induction of anesthesia action takes place. One example is the hemodynamic parameters of mean arterial blood pressure. This study aims to determine the effect of administration of inhaled sevoflurane and isoflurane anesthesia on changes in mean arterial blood pressure (MAP). Methods:This study was an observational study with the analytical approach to the subject of cross-sectional study of patients surgery with sevoflurane and isoflurane inhalation anesthesia in the Central Installation of Surgery dr. Moewardi Hospital. By concecutive sampling technique, we obtained 50 samples, which consisted of 25 patients with sevoflurane anesthesia and 25 patients with isoflurane anesthesia. Data was collected by direct observation until 15 minutes after the incision when the operation took place. Data were analyzed using independent t-test and Pearson correlation test, and processed with the Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.00 for Windows. Results:Data were tested with independent t-test, MAP results obtained on the sample is relatively more stable sevoflurane group than isoflurane group. However, there are significant differences between the initial MAP sevoflurane and isoflurane group (p = 0,02). The results of the bivariate Pearson correlation test showed a correlation between MAP initial phase of induction of anesthesia with MAP (r = -0,055 and p = 0,706). Conclusion:Fluctuation in MAP in the sevoflurane inhalation anesthetic is less than isoflurane from the induction phase until the 15th minute, since first incision anesthesia. Sevoflurane inhalation anesthesia provides stable MAP better than isoflurane. Keywords: inhalation anesthesia, sevoflurane, isoflurane, hemodynamic, mean arterial blood pressure commit to user v perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PRAKATA Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan berkatNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efek Anestesi Inhalasi Sevofluran dan Isofluran terhadap Perubahan Tekanan Darah Arteri Rerata (Mean Arterial Pressure)”. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam proses penulisan skripsi ini tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik moral maupun material. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan FK Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi FK UNS Surakarta. 3. M.H. Sudjito, dr., Sp.An.,KNA., selaku Pembimbing Utama yang dengan sabar telah memberikan arahan, bimbingan, dan nasihat dalam penyusunan skripsi ini. 4. Ari Natalia Probandari, dr., MPH, PhD, selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan semangat, bimbingan, dan nasihat dalam penyusunan skripsi ini. 5. R.Th. Supraptomo, dr.,Sp.An., selaku Penguji Utama yang telah memberikan bimbingan, kritik, dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. 6. H. Marthunus Judin, dr., Sp.An., selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. commit to user vi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI ABSTRAK ................................................................................................... v PRAKATA ................................................................................................... vi DAFTAR ISI ................................................................................................ vii DAFTAR TABEL ........................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................... x BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................ 3 C. Tujuan Penelitian .................................................................. 3 D. Manfaat Penelitian ................................................................ 4 BAB II. LANDASAN TEORI .................................................................. 5 A. Tinjauan Pustaka ................................................................... 5 1. Anestesi Umum ............................................................... 5 2. Anestesi Inhalasi .............................................................. 8 a. Sevofluran ................................................................. 9 b. Isofluran .................................................................... 10 3. Induksi Anestesi Inhalasi ................................................. 14 4. Tekanan Arteri Rerata (MAP) ......................................... 15 5. Mekanisme Pengaturan Tekanan Darah .......................... 19 6. Perubahan Tekanan Darah ............................................... 19 commit to user vii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id B. Kerangka Pemikiran ............................................................. 26 C. Hipotesis ............................................................................... 27 BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................ 28 A. Rancangan Penelitian.............................................................. 28 B. Lokasi Penelitian .................................................................... 28 C. Subjek Penelitian. ................................................................... 28 D. Besar Sampel .......................................................................... 29 E. Teknik Sampling ..................................................................... 30 F. Identifikasi Variabel Penelitian .............................................. 31 G. Definisi Operasional Variabel ................................................ 31 H. Sumber Data ........................................................................... 33 I. Instrumental Penelitian ........................................................... 34 J. Jalannya Penelitian ................................................................. 35 K. Teknik Analisis Data Statistik ................................................ 36 BAB IV. HASIL PENELITIAN ................................................................. 37 BAB V. PEMBAHASAN.......................................................................... 45 BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 48 A. Simpulan ................................................................................. 48 B. Saran ....................................................................................... 48 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 49 commit to user viii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Sifat Fisik dan Kimia Anestesi Inhalasi ............................... 13 Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7 ......................... 22 Tabel 4.1 Rata-rata Nilai Tekanan Darah Arteri Rerata (MAP) Kelompok Sevofluran dan Isofluran .................................... 40 Tabel 4.2 Hasil Uji Korelasi Berat Badan dengan Variabel Lain ........ 43 Tabel 4.3 Hasil Uji Korelasi Pearson MAP Awal dengan Variabel Lain ....................................................................................... commit to user ix 44 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Distribusi Sampel menurut Jenis Kelamin ........................ 38 Gambar 4.2 Distribusi Sampel menurut Usia ....................................... 38 Gambar 4.3 Distribusi Sampel menurut Berat Badan ........................... 39 Gambar 4.4 Grafik Rata-Rata Kestabilan Tekanan Darah Arteri Rerata (MAP) pada Kelompok Sevofluran dan Isofluran . commit to user x 42 1 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anestesi merupakan upaya untuk menghilangkan nyeri pada suatu pembedahan. Kondisi optimal dalam pembedahan ini mencakup empat dasar unsur, yaitu: (1) menghilangkan nyeri, (2) menghilangkan kesadaran, (3) penghambatan refleks vegetatif, (4) pelemasan otot. Untuk itu, diperlukan cara memilih obat yang rasional dan teknik anestesi yang paling aman untuk penderita (Sjamsuhidajat dan de Jong, 2005). Salah satu bentuk anestesi yang sering digunakan adalah anestesi inhalasi. Anestesi inhalasi memiliki keunggulan pada potensinya yang tinggi dan konsentrasinya yang dapat dikendalikan melalui mesin, memungkinkan titrasi dosis untuk menghasilkan respon yang diinginkan (Stoelting dan Miller, 2007). Anestesia inhalasi adalah obat anestesia yang berupa gas atau cairan mudah menguap, yang diberikan melalui pernafasan pasien. Campuran gas atau uap obat anestesia dan oksigen masuk mengikuti aliran udara inspirasi, mengisi seluruh rongga paru, selanjutnya mengalami difusi dari alveoli ke kapiler paru sesuai dengan sifat fisik masing-masing gas. Konsentasi minimal fraksi gas atau uap obat anestesia di dalam alveoli yang sudah menimbulkan efek analgesia pada pasien, dipakai sebagai satuan potensi dari obat anestesia commit to user 2 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id inhalasi tersebut yang populer disebut dengan “MAC” (Minimal Alveolar Consentration). Beberapa contoh anestesi inhalasi, antara lain: halotan, trikhloroetilin, khloroform, dietil eter, metoksifluran, enfluran, isofluran, sevofluran, nitrous oksida, dan siklopropan. Dalam praktik anestesiologi saat ini yang sering digunakan, yaitu: halotan, etrin, isofluran, dan sevofluran. Sevofluran, merupakan halogenasi eter, dikemas dalam bentuk cairan, tidak berwarna, tidak eksplosif, tidak berbau dan tidak iritatif sehingga baik untuk induksi inhalasi. Proses induksi dan pemulihannya paling cepat dari semua obat anestesia inhalasi yang ada pada saat ini. Sevofluran relatif stabil dan tidak menimbulkan aritmia selama anestesia. Tahanan vaskular dan curah jantung sedikit menurun sehingga tekanan darah sedikit menurun. Isofluran, sama seperti sevofluran juga merupakan halogenasi eter, tetapi cukup iritatif terhadap jalan nafas sehingga pada saat induksi inhalasi sering menimbulkan batuk dan tahan nafas. Proses induksinya dan pemulihannya relatif cepat dibandingkan dengan obat-obat anestesia inhalasi yang ada pada saat ini, tetapi masih lebih lambat dibandingkan dengan sevofluran (Mangku dan Senapathi, 2010). Perhatian utama pada anestesi adalah keamanan dan keselamatan pasien, salah satu faktornya adalah kestabilan hemodinamik selama tindakan induksi anestesi berlangsung. Parameter hemodinamik meliputi: tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, tekanan darah arteri rerata, laju jantung, dan saturasi oksigen (Berne dan Levy, 1997). commit to user 3 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Sevofluran dan isofluran sangat banyak digunakan dalam pembedahan. Penelitian mengenai sevofluran dan isofluran sebelumnya memang sudah pernah dilakukan tetapi masih sedikit sekali, seperti yang pernah dilakukan oleh Lee et. al. pada tahun 2011 mengenai pemberian anestesi inhalasi sevofluran dan isofluran bila dibandingkan dengan tekanan darah. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka diadakanlah penelitian mengenai efek anestesi inhalasi sevofluran dan isofluran terhadap perubahan tekanan darah. B. Perumusan Masalah Perumusan masalah pada penelitian ini adalah: bagaimana efek pemberian anestesi inhalasi sevofluran dan isofluran terhadap perubahan tekanan darah arteri rerata (Mean Arterial Pressure)? C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui efek pemberian anestesi inhalasi sevofluran dan isofluran terhadap perubahan tekanan darah arteri rerata (Mean Arterial Pressure). commit to user 4 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritik: Sebagai pembuktian teori bahwa pemberian anestesi inhalasi dengan sevofluran dan isofluran dapat mempengaruhi perubahan tekanan darah arteri rerata (Mean Arterial Pressure). 2. Manfaat Aplikatif: Penelitian ini diharapkan dapat mempertimbangkan pemberian obat anestesi inhalasi. commit to user membantu dalam perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Anestesi Umum Anestesi adalah salah satu cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang nyeri. Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang menunjukkan kerusakan jaringan. Akibat pengaruh obat anestetikum menimbulkan efek ”trias anestesia”, yaitu hipnotik (tidak sadarkan diri=”mati ingatan”), analgesia (bebas nyeri=”mati rasa”), dan relaksasi otot rangka (”mati gerak”). Untuk mencapai ketiga target tersebut dapat mempergunakan satu jenis obat, misal eter, atau dengan memberikan beberapa kombinasi obat(Mangku dan Senapathi, 2010). Persiapan yang dilakukan terhadap pasien sebelum pemberian anestesi, meliputi: anamnesis pasien, pemeriksaan fisik dan laboratorium bila terdapat indikasi, kebugaran pasien, klasifikasi status fisik, makan dan minum terakhir kali, serta premedikasi pasien (Said, 2002). Berdasarkan klasifikasi dari American Society of Anesthesiology (ASA), status fisik pasien pra-anestesi dibagi menjadi: commit to user 5 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ASA I : pasien sehat yang memerlukan operasi. ASA II : pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang, baik karena penyakit bedah atau penyakit lain. ASA III :pasien dengan kelainan sistemik berat dengan berbagai sebab. ASA IV : pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam kehidupannya. ASA V : pasien yang tidak diharapkan hidup setelah 24 jam baik dioperasi maupun tidak (Muhardi, 1989). Dalam praktik anestesia, obat-obat anestetika dapat digolongkan menjadi: (1) obat premedikasi, (2) obat anestesia intravena, (3) obat anestesia inhalasi, (4) obat analgesia lokal, (5) obat pelumpuh otot dan penawarnya. Golongan obat premedikasimerupakan tindakan awal anestesia, yaitu pemberian obat-obatan pendahulu yang terdiri dari obat goongan antikolinergik, sedatif/tranquilizer dan analgetik. Tujuan dari premedikasi adalah memberikan rasa nyaman bagi pasien, mengurangi sekresi kelenjar dan menekan refleks vagus, memudahkan induksi, mengurangi dosis obat anestesia, serta mengurangi rasa sakit dan kegelisahan pasca bedah. Obat anestesia intravena merupakan obat anestesia yang diberikan melalui jalur intravena, baik obat yang bersifat hipnotik, analgetik, maupun obat pelumpuh otot. Setelah masuk pembuluh darah vena, obat aka diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi umum, commit to user 6 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id selanjutnya akan menuju ke target organ masing-masing dan diekskresikan sesuai dengan farmakokinetiknya. Obat anestesia inhalasi adalah obat anestesia yang berupa gas atau cairan yang mudah menguap, diberikan melalui pernafasan pasien. Campuran gas anestesia dan oksigen masuk mengikuti aliran udara inspirasi, mengisi seluruh rongga paru, kemudian mengalami difusi dari alveoli ke kapiler paru sesuai dengan sifat fisiknya. Berdasarkan kemasannya, obat anestesia umum inhalasi ada 2 macam. Obat anestesia umum inhalasi yang berupa cairan yang mudah menguap, yaitu: (1) derivat halogen hidrokarbon: halotan, khloroform, trikhloretilin, (2) derivat eter: enfluran, isofluran, sevofluran.Obat anestesia umum inhalasi yang berupa gas: (a) nitrous oksida dan (b) siklopropan. Obat analgesia lokal, yaitu suatu ikatan kimia yang mampu menghambat konduksi saraf perifer apabila obat ini disuntikkan di daerah perjalanan serabut saraf dengan dosis tertentu tanpa menimbulkan kerusakan permanen pada serabut saraf tersebut. Golongan obat pelumpuh otot dan penawarnya, obat ini menghambat tranmisi neuromuskular atau hubungan saraf-otot melalui mediator atau neuro transmiter asetilkolin, sehingga menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka (Mangku dan Senapathi, 2010). commit to user 7 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2. Anestesi Inhalasi Karena penemuan jarum hipodermik belum terjadi hingga 1855, maka obat anestesi umum yang pertama dipakai adalah anestesi inhalasi (Morgan et. al., 2006). Anestesi inhalasi merupakan bentuk dasar teknik anestesi umum yang sering digunakan (Dobson, 1994). Efek anestesi tergantung dari konsentrasi obat anestesi di sistem saraf pusat. Selama induksi anestesi, konsentrasi obat anestesi inhalasi tertinggi ditemukan pada mesin anestesi dimana obat dikeluarkan, dan konsentrasi lebih rendah pada gas yang diinspirasi, alveoli, darah arteri, dan berbagai jaringan. Kadar keseimbangan pada masing-masing tempat tergantung pada kelarutan obat, gradien konsentrasi, dan pengangkutan obat anestesi. Ketika anestesi inhalasi mencapai keseimbangan, tekanan parsial akan sama pada otak, pembuluh darah arteri, pembuluh kapiler paru, dan alveoli. Dengan demikian, tekanan parsial obat anestesi alveolar menunjukkan tekanan parsial obat di otak (Weinberg, 1997). Tekanan parsial obat anestesi dalam otak dapat langsung dikendalikan dengan mengubah komposisi campuran gas yang dihisap (Karjadi, 2000). Keamanan dari semua obat anestesi inhalasi yang terpenting disebabkan karena apapun yang masuk pada pasien melalui paru-paru dapat keluar dengan cara yang sama. Oleh karenanya, selama pasien masih bernapas, efek obat anestesi bersifat reversibel. Melalui pernapasan spontan, pasien dapat menyesuaikan sendiri dosisnya dan depresi respirasi commit to user 8 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id akan mengurangi jumlah gas yang terhirup sehingga membantu mencegah overdosis (Fenton, 2000). Berikut merupakan obat anestesi inhalasi yang akan digunakan dalam penelitian ini: a. Sevofluran Merupakan halogenasi eter, dikemas dalam bentuk cairan, tidak berwarna, tidak eksplosif, tidak berbau dan tidak iritatif sehingga baik untuk induksi inhalasi. Proses induksi dan pemulihannya paling cepat dari semua obat-obat anestesia inhalasi yang ada pada saat ini. Sevofluran merupakan suatu cairan jernih, tidak berwarna, mudah menguap, tidak mudah terbakar dengan bau khas ringan yang menyerupai eter. Sevofluran stabil pada suhu kamar, memiliki titik didih sebesar 58,6oC dan tekanan uap 157 mmHg, maka sevofluran dapat digunakan sebagai standar vaporizer (Patel dan Goa, 1996). Sevofluran dan isofluran memiliki kemampuan dalam brain protection, dimana efek brain protection sevofluran lebih kuat dibandingkan dengan isofluran (Kehl, 2010).Efeknya terhadap sistem kardiovaskular adalah relatif stabil dan tidak menimbulkan aritmia selama anestesia dengan sevofluran. Tahanan vaskular dan curah jantung sedikit menurun sehingga tekanan darah sedikit menurun. Hampir seluruh anestesi inhalasi sevofluran dikeluarkan melalui udara ekspirasi, hanya sebagian kecil 2-3% dimetabolisme dalam tubuh. commit to user 9 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Karena konsentrasi metabolitnya yang sangat rendah dalam tubuh, sehigga tidak cukup untuk menimbulkan gangguan fungsi ginjal. Sevofluran digunakan sebagai komponen hipnotik dalam pemeliharaan anestesi umum, juga memiliki efek analgesik yang ringan dan relaksasi otot ringan. Pada bayi dan anak-anak yang tidak kooperatif, sangat baik digunakan untuk induksi. Dosis yang digunakan untuk sevofluran ini antara lain untuk: (1) induksi, konsentrasi yang diberika pada udara inspirasi adalah 3,0–5,0% bersama-sama dengan N2O;(2) pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya bekisar antara 2,0-3,0%, sedangkan untuk nafas kendali, berkisar antara 0,5-1,0%. Keuntungan dari pemakaian sevofluran ini adalah induksi yang cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap mukosa jalan nafas, pemulihannya paling cepat dibandingkan dengan volatil yang lain. Kekurangannya yaitu, batas keamanan sempit (mudah terjadi kelebihan dosis), analgesia dan relaksasinya kurang, sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain (Dachlan, 1989). b. Isofluran Merupakan halogenasi eter, dikemas dalam bentuk cairan, tidak berwarna, tidak eksplosif, tidak mengandung zat pengawet dan relatif tidak larut dalam darah, tetapi cukup iritatif terhadap jalan nafas sehingga pada saat induksi inhalasi sering menimbulkan batuk dan tahan nafas. Proses induksi dan pemulihannya relatif lebih cepat commit to user 10 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dibandingkan dengan obat anestesia inhalasi yang ada pada saat ini, tetapi masih lebih lambat bila dibandingkan dengan sevofluran. Terhadap sistem kardiovaskuler, efek depresinya pada otot jantung dan pembuluh darah lebih ringan dibanding obat anestesia volatil yang lain. Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama anestesia. Dengan demikian merupakan obat pilihan untuk pasien yang menderita kelainan kardiovaskuler (Mangku dan Senapathi, 2010). Isofluran merupakan eter berhalogen, berbau tajam, dan tidak mudah terbakar (Mansjoer et. al., 2008). Titik didih isofluran 58.5, koefisien partisi darah/gas 1.4 MAC 1.15%. Hampir seluruhnya dikeluarkan melalui udara ekspirasi, hanya 0,2% dimetabolisme dalam tubuh. Konsentrasi metabolitnya sangat rendah, sehingga tidak menimbulkan gangguan fungsi ginjal. Isofluran digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam pemeliharaan anestesia umum. Di samping efek hipnotik, juga mempunyai efek analgesik ringan dan relaksasi otot ringan. Dosis isofluran yang digunakan untuk: (1) induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2,0 – 3,0% bersama-sama dengan N2O; (2) untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya berkisar antara 1,0% -2,5%, sedangkan untuk nafas kendali, berkisar antara 0,5 – 1,0%. Keuntungan penggunaan isofluran, yaitu induksi cepat dan lancar, tapi cukup iritatif terhadap mukosa jalan nafas, pemulihannya commit to user 11 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id lebih cepat dibandingkan dengan halotan dan enfluran, tidak menimbulkan mual-muntah dan tidak menimbulkan menggigil pasca anestesia, serta tidak mudah meledak atau terbakar. Penilaian terhadap isofluran saat ini adalah bahwa isofluran tidak menimbulkan goncangan terhadap fungsi kardiovaskuler, tidak mengubah sensitivitas otot jantung terhadap katekolamin, sangat sedikit yang mengalami pemecahan dalam tubuh dan tidak menimbulkan efek eksitasi SSP. Kelemahannya adalah batas keamanan sempit (mudah terjadi kelebihan dosis), analgesia dan relaksasinya kurang, sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain sama seperti sevofluran (Dachlan, 1989). Karakteristik terpenting dari anestesi inhalasi adalah kelarutannya dalam darah, yang ditunjukkan oleh koefisien partisi gas darah. Dengan koefisien partisi gas darah sebesar 0,69, dapat dikatakan bahwa sevofluran kurang larut bila dibandingkan dengan isofluran yang koefisien partisi gas darahnya sebesar 1,4. Kelarutan sevofluran dalam darah tidak dipengaruhi oleh umur pasien, seperti yang dijelaskan dalam tabel 2.1 (Stoelting, 2007). commit to user 12 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Tabel 2.1 Sifat Fisik dan Kimia Anestesi Inhalasi Nitrous En Iso Des Sevo flurane flurane flurane flurane 197 184 184 168 200 50.2 56.5 48.5 22.8 58.5 Gas 244 172 240 669 170 Sweet Organic Ethereal No Yes No No No No Yess No Yes Yes Yes No 0.46 2.54 1.90 1.46 0.42 0.69 104 0.75 1.63 1.17 6.6 1.80 Oxide Molecular weight 44 Boiling point (°C) Halothane Vapor pressure (mmHg; 20°C) Odor Preservative necessary Ethereal Ethereal Ethereal Stability in soda lime (40°C) Blood:gas partition coefficient MAC (37°C, 30 to 55 years old, PB 760 mmHg) (%) commit to user 13 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3. Induksi Anestesi Inhalasi Anestesi inhalasi merupakan bentuk dasar teknik anestesi umum yang sering digunakan. Terdapat dua sistem yang berbeda untuk memberikan gas dan uap anestesi kepada pasien. Pada sistem draw over, udara digunakan sebagai pembawa gas yang mudah menguap atau gas kompresi sebagai tambahan. Pada sistem continuous flow, udara tidak digunakan, tetapi digunakan gas medis yang dikompresi, biasanya nitrogen oksida dan oksigen, mengalir melalui flow meter (rotameter) dan vaporizer untuk memberikan anestesi kepada pasien. Induksi inhalasi merupakan pilihan bila jalan napas pasien sulit ditangani. Jika diberikan induksi intravena, pada pasien seperti itu dapat menimbulkan kematian akibat hipoksia jika pasien tidak dapat mengembangkan paru. Sebaliknya, induksi inhalasi hanya dapat dilakukan bila jalan napas bersih sehingga obat anestesi dapat masuk. Jika jalan napas tersumbat, maka obat anestesi tidak dapat masuk dan anestesi didistribusikan ke seluruh tubuh sehingga anestesi akan dangkal. Jika hal ini terjadi, bersihkan jalan napas. Induksi inhalasi juga digunakan untuk anak-anak yang takut pada jarum (Dobson, 1994). Anestesi tercapai jika tekanan parsial obat anestesi dalam pembuluh darah arteri sama dengan tekanan parsial otak. Dalamnya anestesi berbanding langsung dengan tekanan parsial di otak. Kecepatan induksi dan pemulihan tergantung dari kecepatan perubahan tekanan commit to user 14 perpustakaan.uns.ac.id parsial digilib.uns.ac.id tersebut. Faktor yang menentukan tekanan parsial zat anestesi dalam arteri dan otak menurut Lennon (1993) adalah: (1) konsentrasi anestesi yang dihirup, (2) ventilasi alveolus, (3) pemindahan zat anestesi dari alveoli ke aliran darah, serta (4) pemindahan zat anestesi dari darah ke seluruh jaringan tubuh, yang dipengaruhi oleh koefisien partisi gas zat anestesi dan aliran darah. Konsentrasi zat anestesi yang tinggi menyebabkan vantilasi alveolus meningkat, serta koefisien partisi gas darah/gas dan koefisien partisi darah/jaringan menjadi rendah. Hal tersebut menyebabkan peningkatan tekanan parsial zat anestesi dalam alveolus, darah, dan jaringan. Otak merupakan organ yang banyak mendapat aliran darah, maka tekanan parsial zat anestesi dalam otak akan cepat meningkat dan pasien pun cepat kehilangan kesadarannya. 4. Tekanan Arteri Rerata (MAP) Perubahan tekanan arteri rerata didefinisikan sebagai tekanan darah arteri rerata selama satu siklus jantung. Alasan mengapa MAP sangat penting adalah karena hal itu mencerminkan tekanan perfusi hemodinamik dari organ vital. Tekanan arteri rerata (MAP) ditentukan oleh cardiac output (CO), sistemic vascular resistance (SVR), dan central venous pressure (CVP) yang didasarkan pada hubungan antara aliran (flow), tekanan (pressure), dan tahanan (resistance). commit to user 15 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Jantung dapat berdenyut secara ritmis dan impulsnya berasal dari “sino auricular node” yang bertindak sebagai pacemaker dalam keadaan normal. Tetapi saraf otonom dan zat-zat kimia dapat mempengaruhi denyut jantung pada waktu istirahat maupun latihan. Dalam keadaan istirahat, denyut jantung ditentukan oleh keseimbangan pengaruh kardiovaskuler yang dikendalikan saraf parasimpatis. Dalam hal ini, kardio inhibitor yang lebih dominan adalah nervus vagus (Hadibrata, 2003). Tekanan darah yang sehat pada keadaan istirahat adalah tekanan sistolik 110-160 mmHg dan tekanan diastolik 70-100 mmHg (O’Donnell, 2003). Nilai normal untuk sistolik dan diastolikdi dalam aorta adalah 120 dan 80 mmHg. Rentang nilai MAP adalah 60-160 mmHg. Tekanan diastolik dan tekanan atrium dipertahankan oleh elastisitas dinding aorta serta arteri besar lainnya. Curah jantung, sejumlah darah yang dipompakan oleh tiap ventrikel tiap menit adalah variabel kardiovaskuler yang sangat penting, yang secara terus menerus menyesuaikan diri dalam sistem kardiovaskuler untuk kebutuhan metabolisme seluruh tubuh (Setianto, 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan arteri rerata: (1) jumlah darah yang dipompa jantung (cardiac output), (2) resistensi vaskular perifer, (3) tonus dan elastisitas arteri, dan (4) viskositas darah.Tekanan darah arteri rata-rata harus diatur secara ketat karena 2 alasan. Pertama, tekanan tersebut harus cukup tinggi untuk menghasilkan gaya dorong yang cukup; tanpa tekanan ini, otak dan jaringan lain tidak akan menerima commit to user 16 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id aliran yang adekuat seberapapun penyesuaian lokal mengenai resistensi arteriol ke organ-organ tersebut yang dilakukan. Kedua, tekanan tidak boleh terlalu tinggi, sehingga menimbulkan beban kerja tambahan bagi jantung dan meningkatkan risiko kerusakan pembuluh serta kemungkinan rupturnya pembuluh-pembuluh halus. Mekanisme-mekanisme yang melibatkan integrasi berbagai komponen sistem sirkulasi dan sistem tubuh lain penting untuk mengatur tekanan arteri rata-rata ini. MAP = curah jantung X resistensi perifer total Pada gilirannya, sejumlah faktor menentukan curah jantung dan resistensi perifer total. Dengan demikian, kita dapat memahamikomplexitas pengaturan tekanan darah. Perubahan setiap faktor tersebut akan mengubah tekanan darah kecuali apabila terjadi perubahan kompensatorik pada variabel lain sehingga tekanan darah konstan. Aliran darah ke suatu jaringan bergantung pada gaya pendorong berupa tekanan darah arteri rata-rata dan derajat vasokonstriksi arteriolarteriol jaringan tersebut karena tekanan arteri rata-rata bergantung pada curah jantung dan derajat vasokonstriksi arteriol. Jika arteriol di salah satu jaringan berdilatasi, arteri di jaringan lain akan mengalami konstriksi untuk mempertahankan tekanan darah arteri yang adekuat, sehingga darah mengalir tidak saja ke jaringan yang mengalami vasodilatasi, tetapi juga ke commit to user 17 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id otak, yang harus mendapat pasokan darah yang konstan. Dengan demikian, variabel kardiovaskuler harus terus-menerus diubah untuk mempertahankan tekanan darah yang konstan walaupun kebutuhan jaringan dapat diubah-ubah (Sherwood, 2001). Sevofluran menyebabkan penurunan tekanan arteri rerata melalui penurunan tahanan vaskuler sistemik (Smith et al., 1996). Pada 1,2-2 MAC sevofluran menyebabkan penurunan tahanan vaskuler sistemik sekitar 20% dan tekanan darah arteri sekitar 20-40%. Curah jantung pun akan menurun 20% pada pemakaian sevofluran lebih dari 2 MAC (Collins, 1996). Dibanding dengan isofluran, sevofluran menyebabkan penurunan tekanan darah yang lebih sedikit (Cousins dan Seaton, 1995). Stimulasi Saraf Simpatis Arteriol Vasokonstriksi Resistensi perifer total Tekanan darah commit to user 18 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 5. Mekanisme Pengaturan Tekanan Darah Secara anatomi susunan saraf otonom terdiri atas saraf preganglion, ganglion, dan pasca ganglion yang mempersarafi sel efektor. Serat eferen persarafan otonom terbagi atas sistem persarafan simpatis dan parasimpatis. Sistem saraf simpatis (thorakolumbal segmen susunan saraf otonom) disalurkan melalui serat thorakolumbal 1 sampai lumbal 3. Serat saraf eferennya kemudian berjalan ke ganglion vertebral, prevertebral, dan ganglion terminal. Sistem persarafan parasimpatis (segmen kraniosakral susunan saraf otonom) disalurkan melalui beberapa saraf kranial, yaitu N. III, N. VII, N. IX, N. X dan serat saraf yang berasal dari sakral 3 dan 4. Mekanisme pengaturan tekanan arteri rerata yang bekerja dengan cepat pada pengaturan perubahan tekanan yang berlangsung cepat kesemuanya merupakan mekanisme pengaturan tekanan, yaitu: (1) mekanisme umpan balik baroreseptor, (2) mekanisme iskemik pada sistem saraf pusat, (3) mekanisme kemoreseptor. Jadi, garis pertahanan terhadap tekanan yang abnormal adalah mekanisme saraf yang dipakai untuk mengatur tekanan darah (Guyton, 2008). 6. Perubahan Tekanan Darah Fungsi mekanik jantung diperagakan dalam tekanan, volume dan perubahan aliran yang terjadi selama siklus jantung (Setianto, 1996). commit to user 19 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Tekanan darah adalah kekuatan yang ditimbulkan oleh jantung yang berkontraksi seperti pompa sehingga darah terus mengalir dalam pembuluh darah, kekuatan itu “mendorong” dinding pembuluh arteri (nadi). Tekanan ini diperlukan supaya tetap mengalir dan melawan gravitasi serta hambatan dalam dinding arteri (Siaw, 2004). Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting bagi sistem sirkulasi. Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostasis tubuh. Jika sirkulasi darah menjadi tidak memadai lagi, maka terjadi gangguan pada sistem transpor oksigen, karbondioksida, serta hasil metabolisme lainnya. Tekanan darah adalah tekanan darah pada dinding arteri, dimana tekanan darah sistolik nilai normalnya adalah 120 mmHg yang merupakan tekanan maksimal selama mendorong darah. Nilai normal tekanan diastolik adalah 80 mmHg yang merupakan tekanan minimal dan terjadi pada akhir diastolik. Perbedaan antara keduanya adalah tekanan nadi, yang tergantung pada curah jantung dan tahanan perifer. Keduanya diatur secara reflektoris oleh baroreseptor yang berada pada sinus karotikus dan arkus aorta. Perbandingan frekuensi jantung atau tekanan darah (Rate Pressure Product) hanya sedikit berpengaruh pada konsumsi oksigen miokardium pada penderita penyakit jantung koroner yang diberi anestesi. Tekanan arteri rata-rata adalah tekanan diastolik ditambah sepertiga tekanan nadi (tekanan sistolik dikurangi tekanan diastolik). Akhir-akhir ini tekanan commit to user 20 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id arteri rata-rata mendapat perhatian lagi, dan biasanya diukur dan diperlihatkan dengan osilotonometer otomatis (Guyton, 2008; Muhardi, 1989). Pada perangsangan simpatis akan meningkatkan daya pompa jantung dan tahanan terhadap aliran darah, sehingga menyebabkan perubahan besar terhadap tekanan darah (vasokonstriksi dan hipertensi). Sebaliknya, perangsangan parasimpatis akan menurunkan keefektifan pompa jantung yang menyebabkan penurunan tekanan darah dalam jumlah moderat (Muhardi, 1989). Tekanan arteri rata-rata secara konstan dipantau oleh baroreseptor (sensor tekanan) di dalam sistem sirkulasi. Apabila reseptor mendeteksi adanya penyimpangan dari normal, akan dimulai serangkaian respons refleks untuk memulihkan tekanan arteri ke nilai normalnya. Penyesuaian jangka pendek (dalam beberapa detik) dilakukan dengan mengubah curah jantung dan resistensi perifer total, yang diperantarai oleh pengaruh sistem otonom pada jantung, vena, dan arteriol. Penyesuaian jangka panjang (memerlukan waktu beberapa menit sampai hari) melibatkan penyesuaian volume darah total dengan memulihkan keseimbangan garam dan air melalui mekanisme yang mengatur pengeluaran urine dan rasa haus. Besarnya volume darah total, pada gilirannya, menimbulkan efek nyata pada curah jantung dan tekanan arteri rata-rata (Sherwood, 2001). Tekanan darah bergantung pada kekuatan gerak jantung, hambatan pada pembuluh darah, serta volume darah. MAP merupakan tekanan arteri commit to user 21 perpustakaan.uns.ac.id rerata digilib.uns.ac.id selama satu siklus jantung. MAP dihitung menggunakan persamaan: MAP= tekanan diastolik + (tekanan nadi/3) Tekanan nadi disini adalah selisih antara tekanan sistolik dan tekanan diastolik (Fox, 2006; Rogers, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Lee et. al. (2011), pada pemberian anestesi inhalasi isofluran terjadi penurunan tekanan darah diastolik yang lebih rendah daripada pemberian anestesi inhalas sevofluran. Artinya, pemberian anestesi inhalasi sevofluran lebih stabil dalam perubahan tekanan darah daripada isofluran. Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (Tabel 2.2). Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7 Klasifikasi Tekanan Darah TD Sistole TD Diastole (mmHg) (mmHg) Normal <120 Dan <80 Prahipertensi 120-139 Atau 80-89 Hipertensi derajat 1 140-159 Atau 90-99 Atau >100 Hipertensi derajat 2 >160 commit to user 22 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tekanan darah adalah:usia mempengaruhi MAC (Minimum Alveolar Concentration) obat anestesi inhalasi, contohnya pada sevofluran MAC menurun 2,05 dengan bertambahnya umur (Bisri, 1999). Jenis kelamin tidak banyak berpengaruh pada dosis dan efek dari pemberian obat anestesi inhalasi (Tanaka et. al., 1996). Jenis operasi tertentu akan mempengaruhi perubahan hemodinamik, tetapi hal itu juga dipengaruhi oleh sifat dari jenis obat anestesi inhalasinya. Sebagai contoh pada tindakan bedah jantung, sevofluran merupakan obat yang baik untuk digunakan. Hal ini dikarenakan sifat sevofluran yang stabil dalam sistem kardiovaskuler (Bisri, 1999). Penggunaan sevofluran dan isofluran sangat sensitif terhadap pasien dengan hipertermi(Mangku dan Senapathi, 2010). Hal tersebut menunjukkan bahwa pasien dengan hipertermi bila diberi induksi inhalasi sevofluran atau isofluran, suhu tubuh akan semakin naik dan menyebabkan drug induced hypertthermia. Subjek penelitian adalah pasien tanpa riwayat penyakit jantung, sehingga tidak menjadi perancu dari perubahan tekanan darah. Sebagai contoh pasien dengan iskemia akan terjadi perubahan hemodinamika, yaitu peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri (Price dan Wilson, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa pasien dengan penyakit jantung akan terjadi perubahan hemodinamik sebelum dilakukan induksi anestesi inhalasi. Obat-obatan yang dikonsumsi sebelum pemberian anestesi, termasuk obat premedikasi dapat mempengaruhi hasil penelitian. Oleh commit to user 23 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id karena itu, obat premedikasi yang digunakan dibuat homogen atau yang memiliki efek seminimal mungkin terhadap perubahan hemodinamik (tekanan darah, nadi, dan saturasi oksigen). Tujuan pemberian premedikasi adalah menimbulkan rasa nyaman bagi pasien, mengurangi sekresi kelenjar dan menekan refleks vagus, memudahkan/ memperlancar induksi, mengurangi dosis obat anestesia, serta mengurangi rasa sakit dan kegelisahan pasca bedah. Obat-obat yang sering digunakan sebagai premedikasi adalah obat antikholinergik (misal: sulfas atropin, skopolamin), obat sedatif/transkuilizer (misal: diazepam, midazolam), obat analgetik narkotik/opioid (misal: fentanil, petidin) (Mangku dan Senapathi, 2010).Pada penelitian ini dapat digunakan: SA, midazolam, dan fentanil. Hormonal mengacu pada sistem hormon pada tubuh. Sistem hormon merupakan substansi kimia yang dihasilkan dalam tubuh oleh organ, sel-sel organ, atau sel yang tersebar, yang memiliki efek regulatorik spesifik terhadap aktivitas satu atau beberapa organ (Dorland, 2005). Pengaturan sistem hormon tidak dapat dikendalikan dalam penelitian ini, karena pengaturannya tergantung pada keadaan organ-organ penghasil hormon tersebut. Psikologis berhubungan dengan proses pemikiran dan kejiwaan pasien yang akan dilakukan operasi. Biasanya pasien akan mengalami kegelisahan sebelum operasi dan hal tersebut akan berpengaruh pada keadaan umum pasien. PH adalah konsentrasi ion [H+] pada cairan tubuh. Asam terus menerus diproduksi dalam metabolisme yang normal. Kadar [H+] yang commit to user 24 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id stabil perlu dipertahankan agar fungsi sel dapat berjalan dengan normal, karena sedikit fluktuasi sangat mempengaruhi aktivitas enzim sel. Batas normal pH darah dalam tubuh adalah 7,28-7,42 (Price dan Wilson, 2005). Yang artinya, apabila terjadi fluaktuasi pH dalam darah akan berpengaruh pada aktivitas enzim sel-sel darah yang akan berakibat pada perubahan hemodinamiknya. Volume darah adalah volume plasma yang ditambahkan dalam volume sel darah merah (Dorland, 2005). Bila terjadi penurunan volume darah, maka akan berpengaruh pada volume sel darah merah dan hal tersebut akan berakibat pada perubahan hemodinamik tubuh.Sensitivitas masing-masing pasien terhadap pemberian anestesi inhalasi dengan sevofluran dan isofluran berbeda. Hal ini mengakibatkan perbedaan dalam perubahan fungsi tubuh pasien. commit to user 25 perpustakaan.uns.ac.id B. digilib.uns.ac.id Kerangka Pemikiran Obat anestesi inhalasi ISOFLURAN SEVOFLURAN Koefisien partisi gas darah: 1,4 Koefisien partisi gas darah: 0,69 Stimulasi saraf simpatis Stimulasi saraf simpatis Depresi otot miokard Depresi otot miokard Peningkatan curah jantung, volume sekuncup, dan tekanan arteri rerata Peningkatan curah jantung, volume sekuncup, dan tekanan arteri rerata Vasodilatasi pembuluh darah Vasodilatasi pembuluh darah yang lebih kuat Penurunan resistensi vaskuler sistemik Penurunan resistensi vaskuler sistemik Perubahan tekanan darah Variabel luar yang dapat dikendalikan: usia, jenis kelamin, status fisik, suhu tubuh, jenis operasi, penyakit lain, dan obat-obatan Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan: psikis, hormonal, pH darah, volume darah, nutrisi, dan sensitivitas individu = merangsang = mempengaruhi commit to user 26 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id C. Hipotesis Terdapat perbedaan tekanan darah arteri rerata (MAP) antara pemberian anestesi inhalasi sevofluran dan isofluran. commit to user 27 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional (Arief, 2008). B. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUD Dr. Moewardi Surakarta. C. Subjek Penelitian 1. Populasi Pasien yang dilakukan tindakan operasi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta selama bulan Maret 2012. 2. Sampel Pasien operasi dengan anestesi inhalasi selama tanggal 1 Maret 2012 sampai 25 Maret 2012. Pasien yang akan melakukan pembedahan dengan kriteria sebagai berikut: a. Kriteria inklusi : 1) Laki-laki atau perempuan 2) Usia 15-54 tahun commit to user 3) ASA I atau II 28 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4) Suhu tubuh normal 5) Akan dilakukan operasi dengan anestesi umum dengan anestesi inhalasi b. Kriteria eksklusi : 1) Memiliki riwayat penyakit jantung 2) Memiliki riwayat hipertensi 3) Hipertermia atau hipotermia 4) Sebelum operasi mengkonsumsi obat-obatan yang menyebabkan takikardia dan bradikardia 5) Bila terjadi kesulitan pemasangan ET (endotracheal tube) D. Besar Sampel Perhitungan yang digunakan untuk menghitung besar sampel pada penelitian ini adalah rumus ukuran sampel untuk menguji hipotesis satu sisi tentang beda mean dari dua populasi. 帨 2 S= 帨 2 帨 2 4 2 9 6,5 6,5 1,96 1,282 105 97 13,8 simpangan baku tekanan darah kelompok sevofluran dan isofluran commityaitu to user pada penelitian sebelumnya, sevofluran (2 mmHg) dan isofluran 29 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (3 mmHg) sebesar 6,5 mHg (Tanaka et al., 1996) D= tingkat ketetapan absolut dari beda nilai rerata, pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui beda tekanan dalam darah padakelompok, yaitu sevofluran (105 mmHg) dan isofluran(97 mmHg) (Tanaka et. al., 1996) Zα = tingkat kemaknaan, pada penelitian ini tingkat kemaknaansebesar 95%. α berarti 0,05, berarti Zα = 1,96 Dari perhitungan di atas, didapatkan besar sampel masing-masing kelompok, minimal sebesar 14 pasien. Karena teknik sampling yang digunakan adalah consecutive sampling, maka besar sampel dilebihkan untuk mengantisipasi teknik sampling yang bukan simple random samplingdengan cara mengalikan jumlah sampel minimal yang didapatkan dengan konstanta desain efek untuksimple random samplingsebesar 1,5. Sehingga didapatkan hasil 20,8. Pada kelompok anestesi sevofluran akan digunakan sampel sebanyak 25 pasien dan kelompok anestesi isofluran digunakan sampel sebanyak 25 pasien. Jadi, total jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 50 pasien (Murti, 2006). E. Teknik Sampling Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik concecutive sampling, dimana semua subyek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai julah subyek yang diperlukan terpenuhi. Hal ini dilakukan demi mempertimbangkan waktu commit to user 30 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id untuk penelitian, karena dalam satu hari penelitian hanya bisa didapatkan 1-2 sampel saja (Sastroasmoro, 2011). F. Identifikasi Variabel Peneltian 1. Variabel bebas : obat anestesi inhalasi (sevofluran dan isofluran). 2. Variabel terikat : tekanan darah. 3. Variabel luar : Variabel luar dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Variabel luar yang dapat dikendalikan: usia, jenis kelamin, status fisik, suhu tubuh, jenis operasi, penyakit lain, dan obat-obatan. b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan: psikis, hormonal, Ph darah, volume darah, nutrisi, dan sensitivitas individu. G. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel bebas: obat anestesi inhalasi. Obat anestesi inhalasi yang digunakan, yaitu sevofluran atau isofluran yang diberikan melalui vaporizer. Isofluran yang digunakan adalah dosis induksi 3-3,5% dalam O2, sedangkan menggunakan dosis induksi 6-8vol% (Mansjoer et al., 2008). Alat : vaporizer Satuan : sevofluran dan isofluran Skala pengukuran : skala nominal. commit to user 31 sevofluran perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2. Variabel terikat: tekanan darah. Tekanan darah adalah tekanan yang dikenakan terhadap pembuluh arteri, yaitu tekanan darah sitolik, diastolik, dan MAP semasa peredaran darah yang disebabkan denyut jantung. Normal dari tekanan darah arteri sistolik dan diastolik adalah 120/80 mmHg pada dewasa muda sehat. Alat ukur : bedside monitor. Satuan : mm/Hg. Skala pengukuran : skala rasio. Tekanan darah yang diukur menggunakan bed side monitor di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. Moewardi Surakarata. Menunjukkan perubahan tekanan darah sebelum pemberian anestesi inhalasi, kemudian dihitung setiap menit hingga maksimal 1 jam. 3. Variabel luar terkontrol a. Usia Usia mempengaruhi dosis dan efek dari obat anestesi. Pada penelitian digunakan subjek usia 15-54 tahun. b. Status fisik Subjek penelitian ini adalah pasien dengan status fisik ASA I dan II, yaitu pasien tanpa penyakit sistemik atau dengan kelainan ringan sampai sedang. c. Suhu tubuh Suhu tubuh mempengaruhi kelarutan obat anestesi. Kenaikan suhu menurunkan kelarutan obat anestesi, sebaliknya penurunan suhu akan commit to user 32 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id meningkatkan kelarutan obat anestesi. Dalam penelitian digunakan subjek dengan suhu tubuh normal. d. Jenis operasi Jenis operasi tertentu yang dapat menyebabkan perubahan tekanan darah, contohnya: laparatomi. e. Penyakit lain Subjek penelitian adalah pasien tanpa riwayat penyakit jantung, sehingga tidak menjadi perancu dari perubahan tekanan darah. Variabel ini telah direstriksi pada kriteria eksklusi. f. Konsumsi obat-obatan Obat-obatan yang dikonsumsi sebelum pemberian anestesi, termasuk obat premedikasi, dapat mempengaruhi hasil penelitian. Oleh karena itu, obat premedikasi yang digunakan dibuat homogen atau yang memiliki efek seminimal mungkin terhadap perubahan hemodinamik (tekanan darah, nadi, dan saturasi oksigen). Pada penelitian ini dapat digunakan: SA, midazolam, dan fentanil. H. Sumber Data Data yang diambil adalah data primer dari pengamatan langsung di Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada tanggal 1 Maret 2012 sampai 20 Maret 2012. commit to user 33 perpustakaan.uns.ac.id I. digilib.uns.ac.id Instrumental Penelitian 1. Sevofluran 2. Isofluran 3. Vaporizer 4. Alat monitor tekanan darah (bedside monitor) commit to user 34 perpustakaan.uns.ac.id J. digilib.uns.ac.id Jalannya Penelitian Berikut merupakan jalannya penelitian dari tanggal 1 Maret 2012 sampai 20 Maret 2012: Sampel untuk sevofluran Sampel untuk isofluran Informed consent sebelum dilakukan operasi Informed consent sebelum dilakukan operasi Ukur tekanan darah dengan bedside monitor Ukur tekanan darah dengan bedside monitor Premedikasi anestesi: sulfas atropin 0,01 mg/kgBB midazolam 0,1 mg/kgBB fentanil 1 mg/kgBB Premedikasi anestesi: sulfas atropin 0,01 mg/kgBB midazolam 0,1 mg/kgBB fentanil 1 mg/kgBB Induksi anestesi: propofol 2 mg/kgBB Induksi anestesi: propofol 2 mg/kgBB SEVOFLURAN ISOFLURAN Ukur tekanan darah arterirerata (MAP) Ukur tekanan darah arteri rerata (MAP) Sampai 15 menit setelah insisi. Perbandingan Perbandingan tekanan darah arterirerata (MAP) tekanan darah arteri rerata (MAP) commit to user Uji-t 35 independen perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id K. Teknik Analisis Data Statistik Data dalam penelitian ini akan diolah dengan teknik analisis statistik, yaitu menggunakan uji-t independen dan uji korelasi Pearson. Uji-t merupakan uji parametrikbeda rerata untuk dua kelompok (Riwidikdo, 2009). Uji korelasi Pearson digunakan dalam menguji variabel berat badan dan MAP awal untuk melihat adanya faktor penganggu. Pada penelitian ini, variabel bebas diklasifikasikan dengan 2 cara, yaitu sevofluran dan isofluran. commit to user 36 37 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilakukan pada bulan Maret 2012 di Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Data diambil langsung pada bed side monitor. Dari penelitian tersebut didapatkan sejumlah 50 sampel, masingmasing 25 sampel untuk kelompok sevofluran dan 25 sampel untuk kelompok isofluran. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan uji-t independen, dengan taraf signifikasi= 0,05 dengan menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.0 for Windows. Sampel pada kelompok sevofluran terdiri atas 11 orang pria dan 14 orang wanita, dengan usia 15-45 tahun. Sedangkan sampel untuk kelompok isofluran terdiri atas 8 orang pria dan 17 orang wanita, dengan usia 15-45 tahun. Distribusi berat pada kelompok sevofluran dan isofluran antara 46-75 kg. ditunjukkan dalam gambar 4.1; 4.2; dan 4.3: commit to user Masing-masing 38 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Jenis Kelamin 16 14 Jumlah 12 10 8 Pria 6 Wanita 4 2 0 Sevofluran Isofluran Anestesi Inhalasi Gambar 4.1 Distribusi Sampel menurut Jenis Kelamin Usia 12 Jumlah 10 8 6 16-25 4 26-35 36-45 2 0 Sevofluran Isofluran Anestesi Inhalasi Gambar 4.2 Distribusi Sampel menurut Usia commit to user 39 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Berat Badan 16 14 Jumlah 12 10 8 46-55 kg 6 56-65 kg 4 66-75 kg 2 0 Sevofluran Isofluran Anestesi Inhalasi Gambar 4.3 Distribusi Sampel menurut Berat Badan Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata berat badan kelompok anestesi inhalasi (mean ± SD) untuk kelompok sevofluran adalah 56,52 ± 5,69, dan kelompok isofluran adalah 59,68 ± 5,27. Berdasarkan hasil Levene’s test for equality of variances, homogenitasnya bernilai 0,27. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa p > 0,05 yang artinya homogen.Hasil uji-t independen berdasarkan equal varians assumed menunjukkan bahwa nilai p adalah 0,047 yang artinya signifikan antara berat badan kelompok anestesi inhalasi sevofluran dan isofluran. Dari pengamatan pada sampel kelompok sevofluran dan isofluran sebelum anestesi hingga fase insisi pada menit ke-15, didapatkan nilai tekanan darah arteri rerata (MAP) yang ditunjukkan pada tabel 4.1 : commit to user 40 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Tabel 4.1 Rata-Rata Nilai Tekanan Darah Arteri Rerata (MAP) Kelompok Sevofluran dan Isofluran Tekanan Darah Arteri Rerata (MAP) Fase Pengukuran Sevofluran Isofluran Anestesi (Mean ± SD) (Mean ± SD) Awal 94,72 ± 12,50 87,03 ± 9,68 Induksi 75,01 ± 8,84 69,47 ± 7,40 Intubasi 95,83 ± 7,77 102,15 ± 6,10 Insisi 05’ 92,80 ± 10,87 84,04 ± 7,28 Insisi 10’ 92,53 ± 10,58 83,69 ± 7,44 Insisi 15’ 92,97 ± 10,40 98,93 ± 8,07 Dari tabel 4.1 diperoleh mean MAP pada fase induksi anestesi dengan sevofluran lebih rendah daripada sebelum anestesi. Sebaliknya pada fase intubasi anestesi dengan sevofluran lebih tinggi daripada sebelum anestesi. Pada fase insisi menit ke- 5 anestesi hingga menit ke- 15 MAP menunjukkan kestabilan. Pada anestesi inhalasi isofluran menunjukkan bahwa terdapat fluktuasi yang cukup besar antara fase insisi menit ke- 10 dengan fase insisi menit ke- 15 anestesi. Berdasarkan hasil Levene’s test for equality of variances, homogenitasnya bernilai untuk MAP sebelum anestesi adalah 0,40, fase induksi anestesi 0,46, fase intubasi anestesi 0,06, fase insisi pada menit ke-5 adalah 0,08, fase insisi pada commit user menit ke-10 adalah 0,11, serta fase insisi to pada menit ke-15 adalah 0,14. Dari hasil 41 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id tersebut dapat disimpulkan bahwa p > 0,05 yang artinya homogen. Hal ini menandakan kelompok sevofluran dan isofluran layak diperbandingkan. Karena homogen, maka peneliti akan menggunakan hasil uji-t independen berdasarkan asumsi varians yang sama pada kedua kelompok. Pada tabel-t, didapatkan nilai MAP sebelum anestesi; fase induksi anestesi; fae insisi anestesi menit ke-5 dan ke-10 adalah 2,43; 2,40; 3,35; 3,42 (positif), yang menunjukkan bahwa MAP dengan anestesi inhalasi sevofluran bernilai lebih tinggi dibandingkan dengan isofluran. Pada fase intubasi dan fase insisi menit ke-15 didapatkan MAP -3,19 dan -2,25 (negatif), yang menunjukkan bahwa MAP dengan anestesi inhalasi isofluran lebih tinggi nilainya daripada dengan sevofluran. Berdasarkan hasil signifikasi uji-t independen, didapatkan nilai p untuk MAP sebelum anestesi adalah 0,02, fase induksi anestesi adalah 0,02, fase intubasi anestesi dan fase insisi pada menit ke-5 adalah 0,02, fase insisi pada menit ke-10 adalah 0,01, serta fase insisi pada menit ke-15 adalah 0,03. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p < 0,05, yang berarti terdapat perubahan yang bermakna pada MAP untuk kelompok sevofluran dan isofluran. Dari pengamatan, tekanan darah arteri rerata (MAP) pada sampel kelompok sevofluran relatif lebih stabil daripada kelompok isofluran. Akan tetapi, terdapat perbedaan yang signifikan antara MAP awal kelompok sevofluran dan isofluran, hal ini dapat ditunjukkan pada gambar 4.4. commit to user 42 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Mean Arterial Pressure (MAP) Kestabilan 120 100 80 60 Sevofluran 40 Isofluran 20 0 Awal Induksi Intubasi Insisi 5' Insisi 10' Fase Anestesi Insisi 15' Gambar 4.4 Grafik Rata-rata Kestabilan Tekanan Darah Arteri Rerata (MAP) pada Kelompok Sevofluran dan Isofluran Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata berat badan kelompok anestesi inhalasi (mean ± SD) untuk kelompok sevofluran adalah 56,52 ± 5,69, dan kelompok isofluran adalah 59,68 ± 5,27. Berdasarkan hasil Levene’s test for equality of variances, homogenitasnya bernilai 0,27. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa p > 0,05 yang artinya homogen. Hasil uji-t independen berdasarkan asumsi varians yang sama pada kedua kelompok menunjukkan bahwa nilai p sebesar 0,047. Hal ini berarti beda signifikan antara berat badan kelompok anestesi inhalasi sevofluran dan isofluran. Karena berdasarkan hasil uji-t independen didapatkan nilai p untuk berat badan antara anestesi inhalasi sevofluran dan isofluran 0,05 yang artinya signifikan, maka dilakukan uji korelasi bivariat Pearson untuk mengetahui apakah commit to user 43 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id berat badan mempunyai korelasi dengan MAP dari awal sebelum anestesi berlangsung hingga fase insisi menit ke- 15. Berdasarkan hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antara berat badan dengan MAP sebelum anestesi, maupun dengan fase anestesi lainnya, yaitu fase induksi, intubasi, dan insisi sampai menit ke- 15. Hal ini tampak pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Hasil Uji Korelasi Berat Badan denganVariabel Lain Berat Badan Variabel R P MAP Awal -0,055 0,706 MAP Induksi -0,259 0,070 MAP Intubasi 0,234 0,102 MAP Insisi menit ke- 5 -0,076 0,601 MAP Insisi menit ke- 10 -0,151 0,296 MAP Insisi menit ke- 15 0,170 0,239 Sama seperti variabel berat badan, berdasarkan hasil uji-t independen independen untuk tekanan darah arteri rerata (MAP) awal memiliki nilai p yaitu 0,02 yang artinya signifikan, sehingga harus dilakukan uji korelasi bivariat Pearson untuk mengetahui apakah ada korelasi antara MAP awal sebelum anestesi berlangsung dengan tiap-tiap MAP hingga fase insisi menit ke- 15. Bedasarkan hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara MAP awal dengan MAP fase induksi anestesi. Hal inicommit ditunjukkan to userdalam tabel 4.3. 44 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Tabel 4.3 Hasil Uji Korelasi Pearson MAP Awal dengan Variabel Lain MAP Awal Variabel R P Berat Badan -0,055 0,706 MAP Induksi 0,611 0,000 MAP Intubasi 0,249 0,081 MAP Insisi menit ke- 5 0,355 0,011 MAP Insisi menit ke- 10 0,304 0,032 MAP Insisi menit ke- 15 0,202 0,160 commit to user 45 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa tekanan darah arteri rerata (MAP) berfluktuasi. Namun dalam kelompok anestesi inhalasi sevofluran fluktuasinya lebih kecil daripada kelompok isofluran. Dapat dikatakan bahwa efek sevofluran pada MAP lebih stabil daripada isofluran. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hipotesis, yaitu terdapat perbedaan MAP antara pemberian anestesi inhalasi sevofluran dan isofluran. MAP dengan anestesi inhalasi sevofluran lebih stabil dibandingkan dengan isofluran. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian lain oleh Tanaka et. al. (2011) bahwa anestesi inhalasi sevofluran menimbulkan perubahan hemodinamik yang berbeda dengan isofluran. Dari penelitian, juga didapatkan hasil berat badan tidak ada kaitannya dengan MAP. Hal ini berarti berat badan bukan menjadi variabel pengganggu yang mempengaruhi perbedaan MAP antara kelompok sevofluran dan isofluran. Selain itu, hasil selaras dengan teori bahwa MAP ditentukan oleh cardiac output (CO), sistemic vascular resistance (SVR), dan central venous pressure (CVP) yang didasarkan pada hubungan antara aliran (flow), tekanan (pressure), dan tahanan (resistance) berdasarkan kerja jantung (Hadibrata, 2003). Namun demikian, penelitian ini juga menyimpulkan adanya korelasi antara MAP pada awal sebelum anestesi dengan MAP fase induksi, dengan mengacu pada tabel 4.3. Hal ini karena sifat anestesi inhalasi sendiri baik sevofluran commit to user perpustakaan.uns.ac.id 46 digilib.uns.ac.id maupun isofluran menyebabkan vasodilatasi perifer pada pembuluh darah. Induksi anestesi adalah peralihan dari keadaan sadar dengan reflek perlindungan masih utuh sampai dengan hilangnya kesadaran (ditandai dengan hilangnya reflek bulu mata) akibat pemberian obat-obat anestesi. Kecepatan induksi anestesi antara lain dipengaruhi oleh konsentrasi zat anestesi dan pemindahan zat anestesi dari alveoli ke darah (Lennon, 1993). Secara umum, anestesi inhalasi isofluran lebih dinamis daripada sevofluran karenadengan koefisien partisi gas darah sebesar 1,4, dengan kata lain isofluran lebihmudah larut dalam darah bila dibandingkan dengan sevofluran yang koefisien partisi gas darahnya lebih kecil (0,69). Selain itu, isofluran memiliki sifat yang cukup iritatif terhadap mukosa jalan nafas. Hal inilah yang menyebabkan isofluran lebih dinamis daripada sevofluran dalam kaitannya dengan hemodinamik (Stoelting, 2007). Dalam pemberian anestesi inhalasi sevofluran maupun isofluran dilakukan oleh residen R3 yang sudah memiliki kompetensi dalam melakukan intubasi dengan baik dan sudah terlatih. Hal ini dilakukan untuk menghomogenkan pengaruh intubasi terhadap nilai tekanan darah arteri rerata (MAP). Pada penelitian ini terdapat beberapa kelemahan, yaitu: (1) kurang tepatnya peneliti dalam mencatat nilai tekanan darah arteri rerata (MAP) pada setiap fase anestesi, (2) waktu dalam mengukur MAP kurang panjang pada fase setelah insisi, (3) alat ukur untuk mengukur, yaitu bed side monitor yang digunakan tidaklah sama di setiap kamar operasi, (4) perbedaan dosis anestesi inhalasi yang diberikan pada pasien berbeda tergantung dari kondisi masing-masing pasien, (5) keadaan pasien commit to user 47 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id yang tiba-tiba berubah saat pertengahan operasi, menyebabkan dokter anestesiologi mengubah konsentrasi maintenance anestesi inhalasi yang diberikan, serta (6) variabel penganggu dalam penelitian ini cukup banyak dan tidak semua variabel dianalisis dalam penelitian ini, sehingga tidak diketahui pengaruhnya terhadap MAP. Dengan mempertimbangkan keterbatasan waktu dan kemampuan peneliti, maka dalam penelitian ini kriteria restriksi yang digunakan untuk memilih sampel, baik dari segi pemilihan pasien maupun penggunaan obat masih sangat luas. Masih banyak variabel-variabel luar yang belum dikendalikan karena faktor keterbatasan waktu dan kemampuan. Hanya beberapa variabel yang dapat dikendalikan yang dipilih sedemikian rupa sehingga hasil penelitian dapat mempresentasikan keadaan yang sesungguhnya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Dari hasil penelitian efek anestesi inhalasi sevofluran dan isofluran terhadap perubahan tekanan darah arteri rerata (Mean Arterial Pressure), dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Perubahan MAP pada kelompok anestesi inhalasi sevofluran lebih kecil dibandingkan kelompok isofluran dari fase induksi sampai fase insisi menit ke- 15 anestesi. 2. Anestesi inhalasi sevofluran memberikan kestabilan MAP yang lebih baik daripada isofluran. B. Saran 1. Dalam pemilihan obat anestesi inhalasi untuk pasien dengan anestesi umum, sevofluran lebih dianjurkan daripada isofluran karena efek pada MAP sevofluran lebih stabil. 2. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh obat anestesi inhalasi sevofluran dan isofluran pada efek hemodinamik yang lain, seperti: perubahan nadi dan saturasi oksigen. commit to user 48