BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cangkang Sawit Kelapa sawit

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Cangkang Sawit
Kelapa sawit
adalah salah satu
komoditi andalan Indonesia
yang
perkembangannya demikian pesat. Selain produksi minyak kelapa sawit yang tinggi,
produk samping atau limbah pabrik kelapa sawit juga tinggi. Dengan kondisi yang
semacam itu sebenarnya banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari
pemanfaatan cangkang sawit tersebut. Salah satunya apabila dilakukan pirolisis
terhadap cangkang sawit tersebut akan diperoleh rendemen berupa asap cair yang
dapat diguakan sebagai biopreservatif baru pengganti presetvatif kimia, arang maupun
tar. Asap cair merupakan hasil kondensasi dari pirolisis kayu yang mengandung
sejumlah besar senyawa yang terbentuk akibat proses pirolisis konstituen kayu seperti
selulosa, hemiselulosa dan lignin. Proses pirolisa melibatkan berbagai proses reaksi
yaitu dekomposisi, oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi (Anonymous, 2006).
Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu jenis limbah padat hasil samping
dari industri pengolahan kelapa sawit, yang saat ini masih menimbulkan permasalahan
bagi lingkungan hidup. Hal ini disebabkan karena limbah ini diproduksi dalam jumlah
besar dan sukar terdegradasi atau terurai secara alami di lingkungan. Cangkang kelapa
sawit mengandung lignin (29,4%), hemiselulosa (27,7%), selulosa (26,6%), air
(8,0%), komponen ekstraktif (4,2%), abu (0,6%). Oleh karena itu, limbah ini sangat
berpotensi jika dikembangkan menjadi produk-produk yang bermanfaat dan memberi
nilai tambah dari aspek ekonomi serta ramah lingkungan (Prananta, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.2. Pengawetan
Pengawetan adalah suatu teknik atau tindakan yang digunakan oleh manusia
pada bahan pangan sedemikian rupa, sehingga bahan tersebut tidak mudah rusak.
Istilah awet merupakan pengertian relatif terhadap daya awet alamiah dalam kondisi
yang normal. Bahan pangan dapat diawetkan dalam keadaan segar atau berupa bahan
olahan (Imam,S.2008).
Menurut Boedihardjo dalam Imam (2008) tujuan para pembuat makanan
mengawetkan produknya, antara lain karena daya tahan kebanyakan makanan
memang sangat terbatas dan mudah rusak (perishable), dengan pengawetan makanan
dapat disimpan lebih lama sehingga menguntungkan pedagang, beberapa zat pengawet
berfungsi sebagai penambah daya tarik makanan yang membuat konsumen ingin
membelinya. Selain itu, fungsi pengawet yang terpenting adalah untuk menekan
pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, menghindarkan oksidasi makanan
sekaligus menjaga nilai gizi makanan.
2.3. Asap Cair Sebagai Pengawet Makanan
Asap cair (liquid smoke) merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan
dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan
yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya
(Darmadji, P. 2002). Sedangkan Asap cair menurut Girrard, 1992 cit Prananta, 2007
merupakan cairan kondensat uap asap hasil pirolisis kayu yang mengandung senyawa
penyusun utama asam, fenol dan karbonil sebagai hasil degradasi termal komponen
selulosa, hemiselulosa dan lignin. Senyawa asam, fenol dan karbonil dalam asap cair
tersebut memiliki kontribusi dalam memberikan sifat karakteristik aroma, warna dan
flavor dan juga sebagai antioksidan dan antimikroba.
Asap cair mengandung komponen-komponen yang bersifat bakteristatis dan
bakterisidal yang dapat berperan sebagai bahan pengawet. Hal ini dapat terjadi jika
Universitas Sumatera Utara
asap mengendap pada permukaan atau meresap ke dalam bahan yang diasap. Senyawa
yang sangat berperan sebagai antimikrobial adalah senyawa fenol dan asam asetat, dan
peranannya semakin meningkat apabila kedua senyawa tersebut ada besama-sama
(Darmadji, 1995).
Asap memiliki kemampuan untuk megawetkan bahan makanan karena adanya
senyawa asam, fenolat dan karbonil. Seperti yang dilaporkan Darmadji dan Triyudiana
(2006) yang menyatakan bahwa pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair
dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13%, karbonil 11,3 % dan asam 10,2%.
Selain fenol, senyawa aldehid, aseton dan keton juga memiliki daya
bakteriostatik dan bakteriosidal pada produk asap. Girrard (1992) menyatakan bahwa
asap dalam bentuk cair berpengaruh terhadap keseluruhan jumlah asam dalam
kondensat asap, yaitu mencapai 40% dengan 35 jenis asam. Kandungan asam yang
mudah menguap dalam asap akan menurunkan pH, sehingga dapat memperlambat
pertumbuhan mikroorganisme (Buckle et al., 1987).
2.4. Pembuatan Asap Cair
Prinsip utama dalam pembuatan asap cair sebagai bahan pengawet adalah
dengan mendestilasi asap yang dikeluarkan oleh bahan berkarbon dan diendapkan
dengan destilasi multi tahap untuk mengendapkan komponen larut. Untuk
menghasilkan asap yang baik pada waktu pembakaran sebaiknya menggunakan jenis
kayu keras seperti kayu bakau, rasa mala, serbuk dan serutan kayu jati serta
tempurung kelapa, sehingga diperoleh ikan asap yang baik (Tranggono dkk, 1997).
Menurut Pakan (2005), alat pembuat asap cair dapat dibuat dari dua bahan
drum yang dihubungkan oleh pipa, berfungsi mengalirkan asap dari drum tempat
pembakaran kayu ke drum yang berfungsi untuk mendinginkan asap sehingga
Universitas Sumatera Utara
dihasilkan asap cair. Drum yang berfungsi sebagai pendingin diisi dengan air untuk
membantu proses pendinginan asap.
3
2
8
1
4
5
7
6
9
9
Gambar. 2.1. Alat Untuk membuat Asap Cair.
Keterangan :
1. Drum Pemanasan serbuk kayu
2. Tutup yang dapat dibuka
3. Pipa penghubung (tempat mengalirnya asap)
4. Drum pendingin asap
5. Pipa Spiral
6. Saluran keluarnya asap cair
7. Saluran pemasukan air
8. Saluran pengeluaran air
9. Penyangga
Asap cair diproduksi dengan cara pembakaran tidak sempurna yang
melibatkan reaksi dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organic dengan
berat molekul rendah karena pengaruh panas yang meliputi reaksi oksidasi,
polimerisasi, dan kondensasi (Girrard, 1992). Media pendingin yang digunakan pada
kondensor adalah air yang dialirkan melalui pipa inlet yang keluar dari hasil
pembakaran
tidak
sempurna
kemudian
dialirkan
melewati kondensor
dan
Universitas Sumatera Utara
dikondensasikan menjadi distilat asap (Hanendoyo, 2005). Asap cair pertama kali
diproduksi pada tahun 1980 oleh sebuah pabrik farmasi di Kansas City, dikembangkan
dengan metode distilasi kayu asap. Saat ini asap cair yang beredar di pasaran adalah
asap cair yang telah dipisahkan dari komponen tar. Di dalam tar terkandung senyawa
Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) yang karsinogenik terhadap manusia. Cara
pemisahan komponen tar dari asap cair dilakukan dengan cara mengekstrak kondensat
hasil pirolisis dengan menggunakan pelarut antara lain gugus CO, propane, metana,
etilen, methanol, air dan campuran dari satu atau lebih komponen tersebut (Pszczola,
1995).
Pengasapan cair dilakukan dengan merendam produk pada asap yang sudah
dicairkan melalui proses pirolisis. Proses selanjutnya yaitu pirolisa selulosa
menghasilkan senyawa asam asetat dan senyawa karbonil seperti asetaldehid, glikosal
dan akreolin. Pirolisa lignin akan menghasilkan senyawa fenol, guaikol, siringol
bersama dengan homolog dan derivatnya (Maga, 1988).
2.5. Kandungan Asap Cair
Tranggono dkk (1996) menyatakan bahwa asap cair mengandung senyawa
fenol 2,10-5,13% dan dikatakan juga bahwa asap cair tempurung kelapa memiliki 7
macam senyawa dominan yaitu fenol, 3-metil-1,2- siklopentadion, 2-metoksifenol, 2metoksi-4 metilfenol, 2,6-dimetoksifenol, 4 etil-2- metoksifenol dan 2,5-dimetoksibenzilalkohol. Fraksi netral dari asap kayu juga mengandung fenol yang juga dapat
berperan sebagai antioksidan seperti guaikol (2-metoksi fenol) dan siringol (1,6dimetoksi fenol).
Girrard (1992) melaporkan bahwa komponen terdeteksi di dalam asap
dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu:
Fenol, 85 macam diidentifikasi dalam kondensat dan 20 macam dalam produksi
asapan. Karbonol, keton, dan aldehid, 45 macam diidentifikasi dalam kondensat.
Universitas Sumatera Utara
Asam-asam 35 macam diidentifikasi dalam kondensat. Furan, 11 macam Alkohol dan
ester, 15 macam diidentifikasi dalam kondensat. Lakton, 13 macam. Hidrokarbon
alifatis 1 macam, diidentifikasi dalam kondensat dan 20 macam dalam produksi
asapan. Poli Aromatik Hidrokarbon (PAH) 47 macam diidentifikasi dalam kondensat
dan 20 macam dalam produksi asapan.
Asap cair memiliki banyak komponen, berikut komponen-komponen penyusun asap
cair yang meliput i:
2.5.1 Senyawa-senyawa fenol
Senyawa fenol diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang
masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa fenol dalam asap sangat tergantung
pada temperatur pirolisis kayu. Menurut Girrard (1992), kuantitas fenol pada kayu
sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg Beberapa jenis fenol yang biasanya
terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol, dan siringol.
Senyawa-senyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya hidrokarbon
aromatik yang tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah gugus hidroksil yang
terikat. Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-gugus lain seperti
aldehid, keton, asam dan ester (Maga, 1987).
2.5.2 Senyawa-senyawa karbonil
Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan dan citarasa
produk asapan. Golongan senyawa ini mepunyai aroma seperti aroma karamel yang
unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanilin
dan siring aldehida.
2.5.3 Senyawa-senyawa asam
Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan membentuk
citarasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asam asetat, propionat,
butirat dan valerat.
Universitas Sumatera Utara
2.5.4 Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis
Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) dapat terbentuk pada proses pirolisis
kayu.Senyawa hidrokarbon aromatik seperti benzo(a)pirena merupakan senyawa yang
memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen (Girrard, 1992).
Girrard (1992) menyatakan bahwa pembentukan berbagai senyawa HPA selama
pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur pirolisis, waktu dan
kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan udara dalam kayu.
Dikatakan juga bahwa semua proses yang menyebabkan terpisahnya partikel-partikel
besar dari asap akan menurunkan kadar benzo(a)pirena. Proses tersebut antara lain
adalah pengendapan dan penyaringan.
2.5.5 Senyawa benzo(a)pirena
Senyawa hidrokarbon seperti benzopyrene merupakan senyawa yang memiliki
pengaruh buruk karena bersifat karsinogen. Benzo(a)pirena mempunyai titik didih
310 oC dan dapat menyebabkan kanker kulit jika dioleskan langsung pada permukaan
kulit. Akan tetapi proses yang terjadi memerlukan waktu yang lama (Girrard, 1992 cit
Prananta, 2007).
2.6. Proses Pirolisis
Adapun pada proses pirolisis cangkang sawit dalam pembuatan asap cair
adalah sebagai berikut :
2.6.1. Pirolisis Selulosa
Selulosa adalah makromolekul yang dihasilkan dari kondensasi linier struktur
heterosiklis molekul glukosa. Selulosa terdiri dari 100 – 1000 unit glukosa.
Selulosa terdekomposisi pada temperatur 280 – 350oC. Girard (1992)
menyatakan bahwa pirolisis selulosa berlangsung dalam dua tahap yaitu :
a. Tahap pertama adalah reaksi hidrolisis menghasilkan glukosa
b. Tahap kedua merupakan reaksi yang menghasilkan asam asetat dan
homolognya bersama air dan sejumlah kecil furan dan fenol.
Universitas Sumatera Utara
CH2OH
OH
CH2OH
OH
OH
OH
OH
OH
OH
CH2OH
OH
CH2OH
Struktur Selulosa
CH2OH
OH
CH2OH
n
OH
OH
Reaksi 1
OH
OH
n β – Glukosa
CH2OH
Reaksi 2
OH
OH
β - Glukosa
Asam asetat (CH3COOH) dan homolognya
Air (H2O)
Furan
Dalam jumlah kecil
Fenol
Gambar 2.2. Struktur dan Pirolisis Selulosa (Girard, 1992)
2.6.2. Pirolisis Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan polimer dari beberapa monosakarida seperti
pentosan (C5H8O4) dan heksosan (C6H10O5). Pirolisis pentosan menghasilkan
furfural, furan, dan derivatnya beserta satu seri panjang asam-asam
karboksilat. Pirolisis heksosan terutama menghasilkan asam asetat dan
homolognya. Hemiselulosa akan terdekomposisi pada temperatur 200 – 250oC.
2.6.3. Pirolisis Lignin
Lignin merupakan sebuah polimer kompleks yang mempunyai berat molekul
tinggi dan tersusun atas unit-unit fenil propana. Senyawa-senyawa yang
diperoleh dari pirolisis struktur dasar lignin berperan penting dalam
Universitas Sumatera Utara
memberikan aroma asap produk asapan. Senyawa ini adalah fenol, eter fenol,
seperti guaiakol dan siringol dan homolognya beserta derivatnya. (Girard,
1992 dalam Endah Himawati, 2010).
2.7. Manfaat Kegunaan Asap Cair
Menurut wastono (2006) asap cair (liquid smoke) dari distilat tempurung
kelapa dapat digunakan sebagai pengawet karena adanya senyawa asam, fenolat dan
karbonil yang memiliki kemampuan mengawetkan makanan. Asap cair dapat juga
digunakan sebagai fungisida untuk penanggulangan serangan patogen penyebab
penyakit pasca panen hortikultura yang berperan sebagai desinfektan untuk mencegah
serangan penyakit pasca panen pada buah-buahan.
Asap cair yang diperoleh dari tahap destilasi pertama atau grade 2 dapat
digunakan untuk mengawetkan ikan. Namun, untuk membuat pengawet makanan
dibutuhkan tahap lebih lanjut penyaringan dengan zeolit dan karbon aktif. Selama
pembuatannya, asap cair mempunyai beberapa kelebihan, yaitu (1) selama
pembuatannya, senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon dapat dihilangkan, (2)
konsentrasi pemakaian asap cair dapat diatur dan dikontrol serta kualitas produk akhir
menjadi lebih seragam, (3) polusi udara dapat ditekan, dan (4) pemakaian asap cair
lebih mudah (direndam atau disemprotkan ke bahan yang akan diawetkan).
Tingkat asap cair dibedakan menjadi 3 yaitu, grade 3, grade 2, dan grade 1:
2.7.1. Asap cair grade 3
Asap cair grade 3 tidak dapat digunakan untuk pengawet makanan karena masih
banyak mengandung tar karsinogenik. Asap cair grade 3 digunakan pada pengolahan
karet penghilang bau dan pengawet kayu agar tahan dari rayap. Untuk mengawetkan
kayu, 1 cc asap cair grade 3 dilarutkan dalam 300 ml air, semprotkan atau rendam
kayu dalam larutan.
Universitas Sumatera Utara
2.7.2. Asap cair grade 2
Asap cair digunakan untuk mengawetkan makanan dengan rasa asap seperti daging
asap, ikan asap, dan bandeng asap. Untuk mengawetkan ikan, celupkan ikan selama 1
menit yang telah dibersihkan ke dalam 50% asap cair, tambahkan garam. Ikan yang
diawetkan dengan asap cair grade 2 tahan selama 3 hari.
2.7.3. Asap cair grade 1
Asap cair grade 1 digunakan sebagai pengawet makanan seperti bakso, mie, tahu, dan
bumbu-bumbu barbeque. Asap cair grade 1 berwarna kuning bening, rasa sedikit
asam, dan beraroma netral. Untuk mengawetkan bakso, 5 – 15 cc asap cair dilarutkan
ke dalam 1 liter air, campurkan larutan tersebut ke dalam 1 kg adonan bakso, mie, atau
tahu. Bakso yang menggunakan pengawet asap cair grade 1 tahan selama 6 hari. Asap
cair yang digunakan untuk pengawet bahan pangan harus bebas dari senyawa-senyawa
berbahaya seperti hidrokarbon aromatic polisiklik (polycyclic aromatic hydrocarbon)
atau PAH. Selain itu, asap cair yang digunakan sebagai bahan pangan harus memiliki
rasa
atau
aroma
yang
dapat
diterima
konsumen.
(Sumber:
ipb.ac.id,
lordbroken.wordpress.com, dan awalsholeh.blogspot.com)
2.8. Polisiklik Aromatis Hidrokarbon
Hidrokarbon Polisiklik Aromatik adalah golongan senyawa organik yang
terdiri atas dua atau lebih cincin aromatik, biasanya dihasilkan dari pembakaran tak
sempurna bahan bakar fosil, kayu atau selama pengolahan makanan seperti
pembakaran dan pengasapan. Walaupun mekanisme reaksi pembentukan Hidrokarbon
Polisiklik Aromatik belum diketahui secara pasti, para ahli memperkirakan bahwa
Hidrokarbon Polisiklik Aromatik dapat dibentuk melaui radikal bebas, adisi intra
molekuler atau polimerisasi molekul kecil (Chen et al, 1996).
Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) merupakan kelompok senyawa
yang memiliki berat molekul besar, berbentuk datar, dan memiliki struktur dengan
Universitas Sumatera Utara
banyak cincin aromatik. Senyawa ini banyak terdapat di alam sebagai polutan hasil
pembakaran bahan-bahan organik, baik dalam bentuk partikel padat ataupun gas.
Hingga saat ini terdapat lebih dari 100 jenis PAH yang telah diidentifikasi, baik yang
berbentuk jarum, piringan, kristal, lembaran atau prisma, serta dari tidak berwarna,
berwarna kuning pucat, hingga kuning keemasan. Sifat kelarutan setiap jenis senyawa
PAH juga bervariasi, namun sebagian besar senyawa PAH bersifat kurang larut dalam
etanol dan larut atau sedikit larut dalam asam asetat, benzena, dan aseton. Beberapa
senyawa PAH bersifat larut dalam minyak mineral dan minyak nabati, namun jenis
PAH ini tidak larut dalam dietil eter, petroleum eter, dan air (Anonim, 1998).
Banyak
senyawa-senyawa
aromatik,
termasuk
PAHs,
yang
bersifat
karsinogenik. Hal ini berdasarkan sifatnya yang hidrofobik (tidak suka akan air), dan
tidak memiliki gugus metil atau gugus reaktif lainnya untuk dapat diubah menjadi
senyawa yang lebih polar. Akibatnya senyawa PAH sangat sulit diekskresi dari dalam
tubuh dan biasanya terakumulasi pada jaringan hati, ginjal, maupun adiposa atau
lemak tubuh. Dengan struktur molekul yang menyerupai basa nukleat (adenosin,
timin, guanin, dan sitosin), molekul PAH dapat dengan mudah menyisipkan diri pada
untaian DNA. Akibatnya fungsi DNA akan terganggu dan apabila kerusakan ini tidak
dapat diperbaiki dalam sel, maka akan menimbulkan penyakit kanker (Elisabeth,
2000).
Diantara banyak jenis senyawa PAHs, ada 15 jenis yang diketahui bersifat
karsinogenik (penyebab kanker). Salah satunya, benzo(a)pyrene, telah diidentifikasi
sebagai senyawa PAHs yang memiliki sifat karsinogenik tinggi, karena dapat
membentuk kompleks dengan DNA secara permanen dan menyebabkan mutasi pada
gen. Pada tabel 1 berikut ini tertera jenis-jenis senyawa PAH yang bersifat
karsinogenik dan masing-masing nilai faktor potensi relatifnya dapat menyebabkan
penyakit kanker dengan benzo(a) pyrene yang digunakan sebagai acuan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon yang bersifat Karsinogenik
dan Faktor Potensi Relatif Karsinogenitasnya
No
Jenis Senyawa
Klasifikasi sifat
Karsinogenitasnya
USEPA 1)
IARC 2)
Faktor Potensi
Relatif
1.
Benzo(a)anthracene
B2
2A
0,1
2.
Benzo(b)fluoranthene
B2
2B
0,1
3.
Benzo(j)fluoranthene
NA
2B
NA
4.
Benzo(k)fluoranthene
B2
2B
0,01
5.
Benzo(a)pyrene
B2
2A
1
6.
Dibenzo(a,h)acridine
D
3
NA
7.
Dibenzo(a,j)acridine
D
3
NA
8.
Dibenzo(a,h)anthracene
B2
NA
1
9.
7H-Dibenzo(c,g)carbazole
D
3
NA
10. Dibenzo(a,e)pyrene
D
3
NA
11. Dibenzo(a,h)pyrene
D
3
NA
12. Dibenzo(a,i)pyrene
D
3
NA
13. Dibenzo(a,l)pyrene
D
3
NA
14. Indeno(1,2,3-cd)pyrene
B2
2B
0,1
15. 5-Methylchrysene
B2
3
NA
Keterangan : 1) US Unviromental Protection Agency
2) International Agency For Research on Cancer
B2 dan 2A
: Karsinogenik bagi manusia (terbukti secara in vivo)
2B
: Dapat bersifat karsinogenik bagi manusia
D dan 3
: Belum diklasifikasikan
NA
: Data tidak tersedia
(Elisabeth, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Perbincangan terhadap asap sebagai agen penyebab kanker (karsinogen) dan
perubahan gen (mutagen) semakin marak. Asap tidak hanya asap rokok,tetapi juga
asap pada daging ikan yang dipanggang,dibakar,atau diasap,dicurigai sebagai agen
kanker yang berbahaya. Ada tiga kelompok senyawa utama yang diklaim sebagai
biang kerok kanker, yaitu kelompok senyawa piliciclic aromatic hydrocarbon (PAH),
N-nitroso compound (NNC), dan heterocyclic aromatic amine (HAA). Senyawa PAH
biasanya ditemukan pada ikan asap, NNC pada daging asap, dan HHA pada ikan dan
daging bakar atau panggang (Adawyah,2007).
2.9. Asam Organik
Porter et al. (1965), mengemukakan bahwa asam organic dengan 1 sampai 10
atom karbon merupakan penyusun asap secara keseluruhan. Hanya asam beratom
karbon satu sampai empat saja yang banyak dijumpai pada fase uap dalam asap,
sedang yang berantai 5 sampai 10 berada di fase partikel asap. Jadi asam-asam format,
asetat, propionate, butirat dan isobutirat terdapat pada fase uap asap; sedang asamasam valerat, isovalerat, kaproat, heptilat, nonilat dan kaprat berada di fase partikel
asap. Menurut Tilgner et al. (1962) dalam Girard (1992), jumlah asam merupakan
40% dari destilat kondensat asap.
Asam asetat merupakan cairan jernih tak berwarna, dengan bau menyengat dan
rasa asam yang tajam. Dalam larutan, asam asetat terionisasi lemah. Asam asetat
merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organic, dapat bercampur dengan air,
alcohol, gliserol, dan lemak. Tidak bereaksi dengan karbonat dan fosfat, titik didih
39oC, titik cair -8,5oC (Ratna, 2008).
Larutan asam asetat dapat disterilkan dengan autoklaf, penyimpanan harus
dalam botol yang tertutup rapat. Asam asetat mempunyai aktivitas antibakteri dan
pada konsentrasi 5% mempunyai efek bakterisidal. Asam asetat mampu menembus
dinding sel dan secara efisien mampu menetralisir gradien pH transmembran.
Universitas Sumatera Utara
Dilaporkan bahwa senyawa ini efektif terhadap bakteri dari genus Haemophylus,
Pseudomonas, Candida dan Trichomonas (Ratna, 2008).
Efek antimikrobia asam organic lemah dihasilkan dari efek kombinasi dari
molekul yang tidak terdisosiasi dan molekul yang terdisosiasi. Efek antimikrobia yang
diakibatkan oleh molekul yang tidak terdisosiasi secara langsung dapat mengasamkan
sitoplasma, merusak tegangan permukaan membrane dan hilangnya transport aktif
makanan melalui membrane sehingga menyebabkan destabilisasi bermacam-macam
fungsi dan struktur komponen sel. Efek antimikrobia asam organic lemah yang
diakibatkan oleh molekul yang terdisosiasi (menghasilkan H+ dan anion)
menyebabkan penurunan pH lingkungan hidupnya dan dapat kontak dengan dinding
sel bakteri, membrane sel, ruang periplasmik dan permukaan luar sitoplasma atau
membrane sebelah dalam sel sehingga menyebabkan efek perusakan dari sel bakteri.
Pada pH lingkungan hidup yang sangat rendah, asam asetat dapat menyebabkan
denaturasi enzim dan ketidakstabilan permeabilitas membrane sel bakteri sehingga
menghambat pertumbuhan dan menurunkan daya hidup sel bakteri (Ratna, 2008).
2.10. Gas Cromatografy Mass Spectrometry (GCMS)
GCMS merupakan metode pemisahan senyawa organik yang menggunakan
dua metode analisis senyawa yaitu kromatografi gas (GC) untuk menganalisis jumlah
senyawa secara kuantitatif dan spektrometri massa (MS) untuk menganalisis struktur
molekul senyawa analit. Gas kromatografi merupakan salah satu teknik spektroskopi
yang menggunakan prinsip pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan
migrasi komponen-komponen penyusunnya. Gas kromatografi biasa digunakan untuk
mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat pada campuran gas dan juga
menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam fase gas.
Spektroskopi massa adalah suatu metode untuk mendapatkan berat molekul
dengan cara mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang muatannya
Universitas Sumatera Utara
diketahui dengan mengukur jari-jari orbit melingkarnya dalam medan magnetik
seragam. Penggunaan kromatografi gas dapat dipadukan dengan spektroskopi massa.
Paduan keduanya dapat menghasilkan data yang lebih akurat dalam pengidentifikasian
senyawa yang dilengakapi dengan struktur molekulnya.
Kromatografi gas ini juga mirip dengan destilasi fraksional, karena kedua
proses memisahkan komponen dari campuran terutama berdasarkan pada perbedaan
itik didih (atau tekanan uap). Namun, distilasi fraksional biasanya digunakan untuk
memisahkan komponen-komponen dari campuran pada skala besar, sedangkan GC
dapat digunakan pada skala yang lebih kecil yaitu mikro (pavia et al, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Download