BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cangkang Sawit Kelapa sawit adalah salah satu komoditi andalan Indonesia yang perkembangannya demikian pesat. Selain produksi minyak kelapa sawit yang tinggi, produk samping atau limbah pabrik kelapa sawit juga tinggi. Dengan kondisi yang semacam itu sebenarnya banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari pemanfaatan cangkang sawit tersebut. Salah satunya apabila dilakukan pirolisis terhadap cangkang sawit tersebut akan diperoleh rendemen berupa asap cair yang dapat diguakan sebagai biopreservatif baru pengganti presetvatif kimia, arang maupun tar. Asap cair merupakan hasil kondensasi dari pirolisis kayu yang mengandung sejumlah besar senyawa yang terbentuk akibat proses pirolisis konstituen kayu seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin. Proses pirolisa melibatkan berbagai proses reaksi yaitu dekomposisi, oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi (Anonymous, 2006). Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu jenis limbah padat hasil samping dari industri pengolahan kelapa sawit, yang saat ini masih menimbulkan permasalahan bagi lingkungan hidup. Hal ini disebabkan karena limbah ini diproduksi dalam jumlah besar dan sukar terdegradasi atau terurai secara alami di lingkungan. Cangkang kelapa sawit mengandung lignin (29,4%), hemiselulosa (27,7%), selulosa (26,6%), air (8,0%), komponen ekstraktif (4,2%), abu (0,6%). Oleh karena itu, limbah ini sangat berpotensi jika dikembangkan menjadi produk-produk yang bermanfaat dan memberi nilai tambah dari aspek ekonomi serta ramah lingkungan (Prananta, 2009). Universitas Sumatera Utara 2.2. Pengawetan Pengawetan adalah suatu teknik atau tindakan yang digunakan oleh manusia pada bahan pangan sedemikian rupa, sehingga bahan tersebut tidak mudah rusak. Istilah awet merupakan pengertian relatif terhadap daya awet alamiah dalam kondisi yang normal. Bahan pangan dapat diawetkan dalam keadaan segar atau berupa bahan olahan (Imam,S.2008). Menurut Boedihardjo dalam Imam (2008) tujuan para pembuat makanan mengawetkan produknya, antara lain karena daya tahan kebanyakan makanan memang sangat terbatas dan mudah rusak (perishable), dengan pengawetan makanan dapat disimpan lebih lama sehingga menguntungkan pedagang, beberapa zat pengawet berfungsi sebagai penambah daya tarik makanan yang membuat konsumen ingin membelinya. Selain itu, fungsi pengawet yang terpenting adalah untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, menghindarkan oksidasi makanan sekaligus menjaga nilai gizi makanan. 2.3. Asap Cair Sebagai Pengawet Makanan Asap cair (liquid smoke) merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya (Darmadji, P. 2002). Sedangkan Asap cair menurut Girrard, 1992 cit Prananta, 2007 merupakan cairan kondensat uap asap hasil pirolisis kayu yang mengandung senyawa penyusun utama asam, fenol dan karbonil sebagai hasil degradasi termal komponen selulosa, hemiselulosa dan lignin. Senyawa asam, fenol dan karbonil dalam asap cair tersebut memiliki kontribusi dalam memberikan sifat karakteristik aroma, warna dan flavor dan juga sebagai antioksidan dan antimikroba. Asap cair mengandung komponen-komponen yang bersifat bakteristatis dan bakterisidal yang dapat berperan sebagai bahan pengawet. Hal ini dapat terjadi jika Universitas Sumatera Utara asap mengendap pada permukaan atau meresap ke dalam bahan yang diasap. Senyawa yang sangat berperan sebagai antimikrobial adalah senyawa fenol dan asam asetat, dan peranannya semakin meningkat apabila kedua senyawa tersebut ada besama-sama (Darmadji, 1995). Asap memiliki kemampuan untuk megawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil. Seperti yang dilaporkan Darmadji dan Triyudiana (2006) yang menyatakan bahwa pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13%, karbonil 11,3 % dan asam 10,2%. Selain fenol, senyawa aldehid, aseton dan keton juga memiliki daya bakteriostatik dan bakteriosidal pada produk asap. Girrard (1992) menyatakan bahwa asap dalam bentuk cair berpengaruh terhadap keseluruhan jumlah asam dalam kondensat asap, yaitu mencapai 40% dengan 35 jenis asam. Kandungan asam yang mudah menguap dalam asap akan menurunkan pH, sehingga dapat memperlambat pertumbuhan mikroorganisme (Buckle et al., 1987). 2.4. Pembuatan Asap Cair Prinsip utama dalam pembuatan asap cair sebagai bahan pengawet adalah dengan mendestilasi asap yang dikeluarkan oleh bahan berkarbon dan diendapkan dengan destilasi multi tahap untuk mengendapkan komponen larut. Untuk menghasilkan asap yang baik pada waktu pembakaran sebaiknya menggunakan jenis kayu keras seperti kayu bakau, rasa mala, serbuk dan serutan kayu jati serta tempurung kelapa, sehingga diperoleh ikan asap yang baik (Tranggono dkk, 1997). Menurut Pakan (2005), alat pembuat asap cair dapat dibuat dari dua bahan drum yang dihubungkan oleh pipa, berfungsi mengalirkan asap dari drum tempat pembakaran kayu ke drum yang berfungsi untuk mendinginkan asap sehingga Universitas Sumatera Utara dihasilkan asap cair. Drum yang berfungsi sebagai pendingin diisi dengan air untuk membantu proses pendinginan asap. 3 2 8 1 4 5 7 6 9 9 Gambar. 2.1. Alat Untuk membuat Asap Cair. Keterangan : 1. Drum Pemanasan serbuk kayu 2. Tutup yang dapat dibuka 3. Pipa penghubung (tempat mengalirnya asap) 4. Drum pendingin asap 5. Pipa Spiral 6. Saluran keluarnya asap cair 7. Saluran pemasukan air 8. Saluran pengeluaran air 9. Penyangga Asap cair diproduksi dengan cara pembakaran tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organic dengan berat molekul rendah karena pengaruh panas yang meliputi reaksi oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi (Girrard, 1992). Media pendingin yang digunakan pada kondensor adalah air yang dialirkan melalui pipa inlet yang keluar dari hasil pembakaran tidak sempurna kemudian dialirkan melewati kondensor dan Universitas Sumatera Utara dikondensasikan menjadi distilat asap (Hanendoyo, 2005). Asap cair pertama kali diproduksi pada tahun 1980 oleh sebuah pabrik farmasi di Kansas City, dikembangkan dengan metode distilasi kayu asap. Saat ini asap cair yang beredar di pasaran adalah asap cair yang telah dipisahkan dari komponen tar. Di dalam tar terkandung senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) yang karsinogenik terhadap manusia. Cara pemisahan komponen tar dari asap cair dilakukan dengan cara mengekstrak kondensat hasil pirolisis dengan menggunakan pelarut antara lain gugus CO, propane, metana, etilen, methanol, air dan campuran dari satu atau lebih komponen tersebut (Pszczola, 1995). Pengasapan cair dilakukan dengan merendam produk pada asap yang sudah dicairkan melalui proses pirolisis. Proses selanjutnya yaitu pirolisa selulosa menghasilkan senyawa asam asetat dan senyawa karbonil seperti asetaldehid, glikosal dan akreolin. Pirolisa lignin akan menghasilkan senyawa fenol, guaikol, siringol bersama dengan homolog dan derivatnya (Maga, 1988). 2.5. Kandungan Asap Cair Tranggono dkk (1996) menyatakan bahwa asap cair mengandung senyawa fenol 2,10-5,13% dan dikatakan juga bahwa asap cair tempurung kelapa memiliki 7 macam senyawa dominan yaitu fenol, 3-metil-1,2- siklopentadion, 2-metoksifenol, 2metoksi-4 metilfenol, 2,6-dimetoksifenol, 4 etil-2- metoksifenol dan 2,5-dimetoksibenzilalkohol. Fraksi netral dari asap kayu juga mengandung fenol yang juga dapat berperan sebagai antioksidan seperti guaikol (2-metoksi fenol) dan siringol (1,6dimetoksi fenol). Girrard (1992) melaporkan bahwa komponen terdeteksi di dalam asap dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu: Fenol, 85 macam diidentifikasi dalam kondensat dan 20 macam dalam produksi asapan. Karbonol, keton, dan aldehid, 45 macam diidentifikasi dalam kondensat. Universitas Sumatera Utara Asam-asam 35 macam diidentifikasi dalam kondensat. Furan, 11 macam Alkohol dan ester, 15 macam diidentifikasi dalam kondensat. Lakton, 13 macam. Hidrokarbon alifatis 1 macam, diidentifikasi dalam kondensat dan 20 macam dalam produksi asapan. Poli Aromatik Hidrokarbon (PAH) 47 macam diidentifikasi dalam kondensat dan 20 macam dalam produksi asapan. Asap cair memiliki banyak komponen, berikut komponen-komponen penyusun asap cair yang meliput i: 2.5.1 Senyawa-senyawa fenol Senyawa fenol diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa fenol dalam asap sangat tergantung pada temperatur pirolisis kayu. Menurut Girrard (1992), kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg Beberapa jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol, dan siringol. Senyawa-senyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya hidrokarbon aromatik yang tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah gugus hidroksil yang terikat. Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid, keton, asam dan ester (Maga, 1987). 2.5.2 Senyawa-senyawa karbonil Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan dan citarasa produk asapan. Golongan senyawa ini mepunyai aroma seperti aroma karamel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanilin dan siring aldehida. 2.5.3 Senyawa-senyawa asam Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan membentuk citarasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asam asetat, propionat, butirat dan valerat. Universitas Sumatera Utara 2.5.4 Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) dapat terbentuk pada proses pirolisis kayu.Senyawa hidrokarbon aromatik seperti benzo(a)pirena merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen (Girrard, 1992). Girrard (1992) menyatakan bahwa pembentukan berbagai senyawa HPA selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur pirolisis, waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan udara dalam kayu. Dikatakan juga bahwa semua proses yang menyebabkan terpisahnya partikel-partikel besar dari asap akan menurunkan kadar benzo(a)pirena. Proses tersebut antara lain adalah pengendapan dan penyaringan. 2.5.5 Senyawa benzo(a)pirena Senyawa hidrokarbon seperti benzopyrene merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen. Benzo(a)pirena mempunyai titik didih 310 oC dan dapat menyebabkan kanker kulit jika dioleskan langsung pada permukaan kulit. Akan tetapi proses yang terjadi memerlukan waktu yang lama (Girrard, 1992 cit Prananta, 2007). 2.6. Proses Pirolisis Adapun pada proses pirolisis cangkang sawit dalam pembuatan asap cair adalah sebagai berikut : 2.6.1. Pirolisis Selulosa Selulosa adalah makromolekul yang dihasilkan dari kondensasi linier struktur heterosiklis molekul glukosa. Selulosa terdiri dari 100 – 1000 unit glukosa. Selulosa terdekomposisi pada temperatur 280 – 350oC. Girard (1992) menyatakan bahwa pirolisis selulosa berlangsung dalam dua tahap yaitu : a. Tahap pertama adalah reaksi hidrolisis menghasilkan glukosa b. Tahap kedua merupakan reaksi yang menghasilkan asam asetat dan homolognya bersama air dan sejumlah kecil furan dan fenol. Universitas Sumatera Utara CH2OH OH CH2OH OH OH OH OH OH OH CH2OH OH CH2OH Struktur Selulosa CH2OH OH CH2OH n OH OH Reaksi 1 OH OH n β – Glukosa CH2OH Reaksi 2 OH OH β - Glukosa Asam asetat (CH3COOH) dan homolognya Air (H2O) Furan Dalam jumlah kecil Fenol Gambar 2.2. Struktur dan Pirolisis Selulosa (Girard, 1992) 2.6.2. Pirolisis Hemiselulosa Hemiselulosa merupakan polimer dari beberapa monosakarida seperti pentosan (C5H8O4) dan heksosan (C6H10O5). Pirolisis pentosan menghasilkan furfural, furan, dan derivatnya beserta satu seri panjang asam-asam karboksilat. Pirolisis heksosan terutama menghasilkan asam asetat dan homolognya. Hemiselulosa akan terdekomposisi pada temperatur 200 – 250oC. 2.6.3. Pirolisis Lignin Lignin merupakan sebuah polimer kompleks yang mempunyai berat molekul tinggi dan tersusun atas unit-unit fenil propana. Senyawa-senyawa yang diperoleh dari pirolisis struktur dasar lignin berperan penting dalam Universitas Sumatera Utara memberikan aroma asap produk asapan. Senyawa ini adalah fenol, eter fenol, seperti guaiakol dan siringol dan homolognya beserta derivatnya. (Girard, 1992 dalam Endah Himawati, 2010). 2.7. Manfaat Kegunaan Asap Cair Menurut wastono (2006) asap cair (liquid smoke) dari distilat tempurung kelapa dapat digunakan sebagai pengawet karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil yang memiliki kemampuan mengawetkan makanan. Asap cair dapat juga digunakan sebagai fungisida untuk penanggulangan serangan patogen penyebab penyakit pasca panen hortikultura yang berperan sebagai desinfektan untuk mencegah serangan penyakit pasca panen pada buah-buahan. Asap cair yang diperoleh dari tahap destilasi pertama atau grade 2 dapat digunakan untuk mengawetkan ikan. Namun, untuk membuat pengawet makanan dibutuhkan tahap lebih lanjut penyaringan dengan zeolit dan karbon aktif. Selama pembuatannya, asap cair mempunyai beberapa kelebihan, yaitu (1) selama pembuatannya, senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon dapat dihilangkan, (2) konsentrasi pemakaian asap cair dapat diatur dan dikontrol serta kualitas produk akhir menjadi lebih seragam, (3) polusi udara dapat ditekan, dan (4) pemakaian asap cair lebih mudah (direndam atau disemprotkan ke bahan yang akan diawetkan). Tingkat asap cair dibedakan menjadi 3 yaitu, grade 3, grade 2, dan grade 1: 2.7.1. Asap cair grade 3 Asap cair grade 3 tidak dapat digunakan untuk pengawet makanan karena masih banyak mengandung tar karsinogenik. Asap cair grade 3 digunakan pada pengolahan karet penghilang bau dan pengawet kayu agar tahan dari rayap. Untuk mengawetkan kayu, 1 cc asap cair grade 3 dilarutkan dalam 300 ml air, semprotkan atau rendam kayu dalam larutan. Universitas Sumatera Utara 2.7.2. Asap cair grade 2 Asap cair digunakan untuk mengawetkan makanan dengan rasa asap seperti daging asap, ikan asap, dan bandeng asap. Untuk mengawetkan ikan, celupkan ikan selama 1 menit yang telah dibersihkan ke dalam 50% asap cair, tambahkan garam. Ikan yang diawetkan dengan asap cair grade 2 tahan selama 3 hari. 2.7.3. Asap cair grade 1 Asap cair grade 1 digunakan sebagai pengawet makanan seperti bakso, mie, tahu, dan bumbu-bumbu barbeque. Asap cair grade 1 berwarna kuning bening, rasa sedikit asam, dan beraroma netral. Untuk mengawetkan bakso, 5 – 15 cc asap cair dilarutkan ke dalam 1 liter air, campurkan larutan tersebut ke dalam 1 kg adonan bakso, mie, atau tahu. Bakso yang menggunakan pengawet asap cair grade 1 tahan selama 6 hari. Asap cair yang digunakan untuk pengawet bahan pangan harus bebas dari senyawa-senyawa berbahaya seperti hidrokarbon aromatic polisiklik (polycyclic aromatic hydrocarbon) atau PAH. Selain itu, asap cair yang digunakan sebagai bahan pangan harus memiliki rasa atau aroma yang dapat diterima konsumen. (Sumber: ipb.ac.id, lordbroken.wordpress.com, dan awalsholeh.blogspot.com) 2.8. Polisiklik Aromatis Hidrokarbon Hidrokarbon Polisiklik Aromatik adalah golongan senyawa organik yang terdiri atas dua atau lebih cincin aromatik, biasanya dihasilkan dari pembakaran tak sempurna bahan bakar fosil, kayu atau selama pengolahan makanan seperti pembakaran dan pengasapan. Walaupun mekanisme reaksi pembentukan Hidrokarbon Polisiklik Aromatik belum diketahui secara pasti, para ahli memperkirakan bahwa Hidrokarbon Polisiklik Aromatik dapat dibentuk melaui radikal bebas, adisi intra molekuler atau polimerisasi molekul kecil (Chen et al, 1996). Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) merupakan kelompok senyawa yang memiliki berat molekul besar, berbentuk datar, dan memiliki struktur dengan Universitas Sumatera Utara banyak cincin aromatik. Senyawa ini banyak terdapat di alam sebagai polutan hasil pembakaran bahan-bahan organik, baik dalam bentuk partikel padat ataupun gas. Hingga saat ini terdapat lebih dari 100 jenis PAH yang telah diidentifikasi, baik yang berbentuk jarum, piringan, kristal, lembaran atau prisma, serta dari tidak berwarna, berwarna kuning pucat, hingga kuning keemasan. Sifat kelarutan setiap jenis senyawa PAH juga bervariasi, namun sebagian besar senyawa PAH bersifat kurang larut dalam etanol dan larut atau sedikit larut dalam asam asetat, benzena, dan aseton. Beberapa senyawa PAH bersifat larut dalam minyak mineral dan minyak nabati, namun jenis PAH ini tidak larut dalam dietil eter, petroleum eter, dan air (Anonim, 1998). Banyak senyawa-senyawa aromatik, termasuk PAHs, yang bersifat karsinogenik. Hal ini berdasarkan sifatnya yang hidrofobik (tidak suka akan air), dan tidak memiliki gugus metil atau gugus reaktif lainnya untuk dapat diubah menjadi senyawa yang lebih polar. Akibatnya senyawa PAH sangat sulit diekskresi dari dalam tubuh dan biasanya terakumulasi pada jaringan hati, ginjal, maupun adiposa atau lemak tubuh. Dengan struktur molekul yang menyerupai basa nukleat (adenosin, timin, guanin, dan sitosin), molekul PAH dapat dengan mudah menyisipkan diri pada untaian DNA. Akibatnya fungsi DNA akan terganggu dan apabila kerusakan ini tidak dapat diperbaiki dalam sel, maka akan menimbulkan penyakit kanker (Elisabeth, 2000). Diantara banyak jenis senyawa PAHs, ada 15 jenis yang diketahui bersifat karsinogenik (penyebab kanker). Salah satunya, benzo(a)pyrene, telah diidentifikasi sebagai senyawa PAHs yang memiliki sifat karsinogenik tinggi, karena dapat membentuk kompleks dengan DNA secara permanen dan menyebabkan mutasi pada gen. Pada tabel 1 berikut ini tertera jenis-jenis senyawa PAH yang bersifat karsinogenik dan masing-masing nilai faktor potensi relatifnya dapat menyebabkan penyakit kanker dengan benzo(a) pyrene yang digunakan sebagai acuan. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1. Senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon yang bersifat Karsinogenik dan Faktor Potensi Relatif Karsinogenitasnya No Jenis Senyawa Klasifikasi sifat Karsinogenitasnya USEPA 1) IARC 2) Faktor Potensi Relatif 1. Benzo(a)anthracene B2 2A 0,1 2. Benzo(b)fluoranthene B2 2B 0,1 3. Benzo(j)fluoranthene NA 2B NA 4. Benzo(k)fluoranthene B2 2B 0,01 5. Benzo(a)pyrene B2 2A 1 6. Dibenzo(a,h)acridine D 3 NA 7. Dibenzo(a,j)acridine D 3 NA 8. Dibenzo(a,h)anthracene B2 NA 1 9. 7H-Dibenzo(c,g)carbazole D 3 NA 10. Dibenzo(a,e)pyrene D 3 NA 11. Dibenzo(a,h)pyrene D 3 NA 12. Dibenzo(a,i)pyrene D 3 NA 13. Dibenzo(a,l)pyrene D 3 NA 14. Indeno(1,2,3-cd)pyrene B2 2B 0,1 15. 5-Methylchrysene B2 3 NA Keterangan : 1) US Unviromental Protection Agency 2) International Agency For Research on Cancer B2 dan 2A : Karsinogenik bagi manusia (terbukti secara in vivo) 2B : Dapat bersifat karsinogenik bagi manusia D dan 3 : Belum diklasifikasikan NA : Data tidak tersedia (Elisabeth, 2000). Universitas Sumatera Utara Perbincangan terhadap asap sebagai agen penyebab kanker (karsinogen) dan perubahan gen (mutagen) semakin marak. Asap tidak hanya asap rokok,tetapi juga asap pada daging ikan yang dipanggang,dibakar,atau diasap,dicurigai sebagai agen kanker yang berbahaya. Ada tiga kelompok senyawa utama yang diklaim sebagai biang kerok kanker, yaitu kelompok senyawa piliciclic aromatic hydrocarbon (PAH), N-nitroso compound (NNC), dan heterocyclic aromatic amine (HAA). Senyawa PAH biasanya ditemukan pada ikan asap, NNC pada daging asap, dan HHA pada ikan dan daging bakar atau panggang (Adawyah,2007). 2.9. Asam Organik Porter et al. (1965), mengemukakan bahwa asam organic dengan 1 sampai 10 atom karbon merupakan penyusun asap secara keseluruhan. Hanya asam beratom karbon satu sampai empat saja yang banyak dijumpai pada fase uap dalam asap, sedang yang berantai 5 sampai 10 berada di fase partikel asap. Jadi asam-asam format, asetat, propionate, butirat dan isobutirat terdapat pada fase uap asap; sedang asamasam valerat, isovalerat, kaproat, heptilat, nonilat dan kaprat berada di fase partikel asap. Menurut Tilgner et al. (1962) dalam Girard (1992), jumlah asam merupakan 40% dari destilat kondensat asap. Asam asetat merupakan cairan jernih tak berwarna, dengan bau menyengat dan rasa asam yang tajam. Dalam larutan, asam asetat terionisasi lemah. Asam asetat merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organic, dapat bercampur dengan air, alcohol, gliserol, dan lemak. Tidak bereaksi dengan karbonat dan fosfat, titik didih 39oC, titik cair -8,5oC (Ratna, 2008). Larutan asam asetat dapat disterilkan dengan autoklaf, penyimpanan harus dalam botol yang tertutup rapat. Asam asetat mempunyai aktivitas antibakteri dan pada konsentrasi 5% mempunyai efek bakterisidal. Asam asetat mampu menembus dinding sel dan secara efisien mampu menetralisir gradien pH transmembran. Universitas Sumatera Utara Dilaporkan bahwa senyawa ini efektif terhadap bakteri dari genus Haemophylus, Pseudomonas, Candida dan Trichomonas (Ratna, 2008). Efek antimikrobia asam organic lemah dihasilkan dari efek kombinasi dari molekul yang tidak terdisosiasi dan molekul yang terdisosiasi. Efek antimikrobia yang diakibatkan oleh molekul yang tidak terdisosiasi secara langsung dapat mengasamkan sitoplasma, merusak tegangan permukaan membrane dan hilangnya transport aktif makanan melalui membrane sehingga menyebabkan destabilisasi bermacam-macam fungsi dan struktur komponen sel. Efek antimikrobia asam organic lemah yang diakibatkan oleh molekul yang terdisosiasi (menghasilkan H+ dan anion) menyebabkan penurunan pH lingkungan hidupnya dan dapat kontak dengan dinding sel bakteri, membrane sel, ruang periplasmik dan permukaan luar sitoplasma atau membrane sebelah dalam sel sehingga menyebabkan efek perusakan dari sel bakteri. Pada pH lingkungan hidup yang sangat rendah, asam asetat dapat menyebabkan denaturasi enzim dan ketidakstabilan permeabilitas membrane sel bakteri sehingga menghambat pertumbuhan dan menurunkan daya hidup sel bakteri (Ratna, 2008). 2.10. Gas Cromatografy Mass Spectrometry (GCMS) GCMS merupakan metode pemisahan senyawa organik yang menggunakan dua metode analisis senyawa yaitu kromatografi gas (GC) untuk menganalisis jumlah senyawa secara kuantitatif dan spektrometri massa (MS) untuk menganalisis struktur molekul senyawa analit. Gas kromatografi merupakan salah satu teknik spektroskopi yang menggunakan prinsip pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen penyusunnya. Gas kromatografi biasa digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat pada campuran gas dan juga menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam fase gas. Spektroskopi massa adalah suatu metode untuk mendapatkan berat molekul dengan cara mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang muatannya Universitas Sumatera Utara diketahui dengan mengukur jari-jari orbit melingkarnya dalam medan magnetik seragam. Penggunaan kromatografi gas dapat dipadukan dengan spektroskopi massa. Paduan keduanya dapat menghasilkan data yang lebih akurat dalam pengidentifikasian senyawa yang dilengakapi dengan struktur molekulnya. Kromatografi gas ini juga mirip dengan destilasi fraksional, karena kedua proses memisahkan komponen dari campuran terutama berdasarkan pada perbedaan itik didih (atau tekanan uap). Namun, distilasi fraksional biasanya digunakan untuk memisahkan komponen-komponen dari campuran pada skala besar, sedangkan GC dapat digunakan pada skala yang lebih kecil yaitu mikro (pavia et al, 2006). Universitas Sumatera Utara