iv. hasil dan pembahasan

advertisement
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemilihan Produk Prospektif
Pemilihan produk prospektif digunakan untuk menentukan komoditi produk agroindustri
kelapa prospektif di pasar ekspor dengan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)
yang digunakan untuk menyaring alternatif. Pemilihan produk prospektif ini dilakukan berdasarkan
produk agroindustri kelapa yang memiliki volume ekspor tinggi di pasar internasional dan
berdasarkan pendapat para pakar kelapa yang berasal dari Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan (Puslitbangbun), Dewan Kelapa Indonesia, Kementrian Perindustrian, Dirjen Perkebunan
Kementrian Pertanian, dan Asian Pasific Coconut Community (APCC) Jakarta. Nama dan jabatan para
pakar tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. Pemilihan alternatif produk prospektif dan kriteria yang
dipertimbangkan untuk memilih produk prospektif tersebut dilakukan dengan cara kuesioner terbuka
berdasarkan pendapat para pakar yang kuesionernya dapat dilihat pada Lampiran 2. Alternatif produk
prospektif tersebut yang terpilih yaitu virgin coconut oil (VCO), desiccated coconut (DC), arang aktif,
asap cair, briket arang, sabut kelapa, minyak kelapa, dan barang kerajinan dari tempurung kelapa.
Produk-produk ini terpilih sebagai alternatif produk prospektif dikarenakan produk-produk kelapa
tersebut memiliki manfaat lebih dibanding produk lainnya serta memiliki peluang pasar cukup besar.
Alternatif produk prospektif tersebut kemudian diprioritaskan untuk mengetahui produk mana yang
paling prospektif untuk dikembangkan di pasar ekspor berdasarkan hasil pendapat para pakar dengan
mengisi kuesioner seperti pada Lampiran 3.
4.1.1 Kriteria Penentu Produk Prospektif
Terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan apakah suatu produk
prospektif atau tidak untuk dikembangkan. Menurut Jain (1996), beberapa pertimbangan untuk
mendirikan usaha dari suatu produk adalah pertimbangan keuangan, pertimbangan teknis dan
rekayasa, pertimbangan pasar, pertimbangan ekonomi, dan hukum serta pertimbangan politik dan
sosial. Kriteria-kriteria yang digunakan dalam penentuan produk prospektif dalam penelitian ini
diambil dari beberapa literatur dan hasil diskusi dengan para pakar sebanyak 5 pakar yang dapat
dilihat pada Lampiran 1. Terdapat 6 kriteria yang dipertimbangkan, yaitu meliputi: 1) Kontinuitas
bahan baku, 2) Nilai tambah produk, 3) Peluang pasar, 4) Kualitas produk, 5) Saluran pemasaran, 6)
Teknologi proses.
1) Kontinuitas Bahan Baku
Kontinuitas bahan baku menunjukkan ketersediaan bahan baku yang tersedia apakah
selalu kontinu atau tidak kontinu dalam menyuplai kebutuhan industri dalam memproduksi
produk agroindustri kelapa tersebut. Kriteria ini sangat penting karena kestabilan kontinuitas
bahan baku sangat penting dalam menunjang kemajuan industri dalam berproduksi.
2) Nilai Tambah Produk
Kriteria nilai tambah menunjukkan besarnya keuntungan yang akan diperoleh jika
produk tersebut dikembangkan. Nilai tambah ini mengacu kepada pertambahan nilai dan
fungsi dari bahan baku yaitu kelapa setelah mengalami serangkaian proses. Semakin tinggi
nilai tambah produk, semakin prospektif produk tersebut.
3) Peluang Pasar
Kriteria peluang pasar menunjukkan prospek permintaan pasar luar negeri terhadap
produk agroindustri kelapa tersebut. Prospek permintaan pasar menunjukkan apakah suatu
produk akan dibutuhkan di pasar dan seberapa luas pasar yang bersedia membeli produk
tersebut. Semakin tinggi peluang pasar suatu produk, semakin prospektif produk tersebut
untuk dikembangkan.
4) Kualitas Produk
Kriteria kualitas produk ini menunjukkan standar kualitas produk kelapa yang telah ada
seberapa disukai di pasar dan telah sesuai atau tidaknya dengan keinginan pasar dan sesuai
dengan standar kualitas pasar. Semakin tinggi kualitas produk, semakin prospektif produk
tersebut untuk dikembangkan di pasar ekspor.
5) Saluran Pemasaran
Kriteria ini menunjukkan apakah terdapat saluran pemasaran dan apakah saluran
pemasaran yang tersedia telah baik dan dapat menunjang pendistribusian produk sampai ke
konsumen secara lancar dan mudah. Kriteria ini merupakan salah satu kriteria yang perlu
dipertimbangkan karena saluran pemasaran dalam menunjang pendistribusian produk
merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pemasaran produk. Semakin lancar
pendistribusian produk, semakin prospektif untuk dikembangkan.
6) Teknologi Proses
Kriteria teknologi proses ini mengambarkan tingkat teknologi yang digunakan dalam
mengembangkan agroindustri kelapa. Tingkat teknologi yang digunakan ini merupakan
kriteria yang perlu dipertimbangkan, karena hal ini menunjukkan kemampuan teknologi
proses yang sudah tersedia. Teknologi yang digunakan juga akan mempengaruhi kualitas
produk yang dihasilkan, sehingga mampu bersaing dengan produk sejenis yang ada di
pasaran. Teknologi proses pembuatan produk kelapa yang paling mudah dikuasai dan telah
mampu menghasilkan produk kelapa dengan kualitas yang diinginkan pasar tersebut yang
akan dipilih.
Setiap kriteria tersebut diberikan penilaian berdasarkan tingkat kepentingannya. Pembobotan
kriteria ini merupakan hasil wawancara dengan para pakar yang terlibat secara langsung maupun tidak
langsung dengan pemasaran produk agroindustri kelapa di pasar ekspor. Skala kepentingan tersebut
mulai dari 1 hingga 9. Semakin tinggi nilai yang diberikan, maka semakin penting kriteria tersebut
dalam penentuan produk prospektif. Sedangkan dalam penilaian produk untuk setiap kriteria skala
penilaiannya adalah mulai dari 1 hingga 9 dengan keterangan semakin tinggi nilai yang diberikan,
maka semakin terpilih produk untuk kriteria tersebut. Penjelasan lebih lanjut mengenai keterangan
penilaian kriteria dan produk prospektif dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.1.2 Hasil Pemilihan Produk Prospektif
Berdasarkan penilaian para pakar, didapatkan hasil agregasi penilaian para pakar terhadap
kriteria dan alternatif produk agroindustri kelapa seperti yang terlihat pada Tabel 10. Agregasi
penilaian para pakar ini dilakukan dengan menggunakan rumus perhitungan rata-rata geometrik yang
telah dijelaskan sebelumnya di bagian metodologi.
Tabel 10. Hasil Agregasi Penilaian Para Pakar
Nilai Alternatif Produk
No.
Kriteria
Bobot
1.
Kontinuitas Bahan Baku
2.
VCO
DC
AA
AC
BA
SK
MK
BKTK
9
8
8
7
7
7
7
8
6
Nilai Tambah Produk
7
8
8
7
5
3
5
6
4
3.
Peluang Pasar
7
6
7
8
4
5
7
8
5
4.
Kualitas Produk
7
6
7
8
5
5
5
5
6
5.
Saluran Pemasaran
7
6
7
8
4
7
8
7
6
6.
Teknologi Proses
5
7
7
7
7
7
8
7
7
Keterangan:
VCO : Virgin Coconut Oil
DC : Desiccated Coconut
AA : Arang Aktif
AC : Asap Cair
BA
SK
MK
BKTK
: Briket Arang
: Sabut Kelapa
: Minyak Kelapa
: Barang Kerajinan dari Tempurung Kelapa
Berdasarkan perhitungan penentuan produk prospektif yang akan dikembangkan di pasar
ekspor menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE), menunjukkan bahwa produk
desiccated coconut (DC) memiliki nilai tertinggi, yang diikuti oleh produk minyak kelapa dan virgin
coconut oil (VCO). Urutan secara lengkap prioritas produk prospektif disajikan pada Tabel 11.
Prioritas
Tabel 11. Urutan Prioritas Produk Prospektif
Alternatif Terpilih
Nilai MPE
Produk Potensial 1
Dessicated Coconut (DC)
138.802.316
Produk Potensial 2
Minyak Kelapa
137.513.291
Produk Potensial 3
Virgin Coconut Oil (VCO)
137.171.495
Produk Potensial 4
Arang Aktif
47.485.413
Produk Potensial 5
Sabut Kelapa
43.463.320
Produk Potensial 6
Briket Arang
41.352.394
Produk Potensial 7
Asap Cair
40.559.432
Produk Potensial 8
Barang Kerajinan dari Tempurung Kelapa
10.748.884
Produk desiccated coconut (DC) menjadi produk prioritas prospektif pilihan para pakar
untuk dikembangkan di pasar eskpor karena memang produk ini merupakan produk yang memiliki
banyak permintaan di pasar eskpor seperti yang dapat dilihat pada Tabel 12 dan Tabel 13. Meskipun
jumlah ekspor Indonesia untuk minyak kelapa merupakan jumlah ekspor terbesar dibandingkan
produk-produk kelapa lainnya, namun potensi produk desiccated coconut sangat besar untuk
ditingkatkan jumlah ekspornya. Berdasarkan data dari Coconut Statistical Yearbook APCC (2009),
estimasi konsumsi dunia untuk produk desiccated coconut tahun 2009 meningkat sebesar 12,3% dari
tahun sebelumnya, sedangkan untuk produk minyak kelapa estimasi konsumsi dunia pada tahun 2009
hanya meningkat sebesar 1,3%. Hal ini menunjukkan permintaan pasar dunia akan desiccated coconut
lebih meningkat dibanding minyak kelapa. Dilihat dari Tabel 12 dan Tabel 13, estimasi konsumsi
dunia untuk produk DC lebih kecil dibandingkan dengan volume impor dunia untuk produk DC. Hal
ini terjadi bukan dikarenakan jenuhnya pasar terhadap produk DC, namun hal dikarenakan data yang
tertera pada Coconut Statistical Yearbook 2009 APCC mencatat data seluruh impor dunia untuk
produk DC, termasuk untuk negara yang mengimpornya untuk diekspor kembali (re-export) seperti
yang dilakukan oleh negara Singapore.
Tabel 12. Volume Estimasi Konsumsi Dunia untuk Desiccated Coconut dan Minyak Kelapa
Tahun
Desiccated Coconut (MT)
Minyak Kelapa (MT)
2005
167.602
2.939.500
2006
236.156
3.064.300
2007
186.004
2.994.100
2008
179.670
3.025.100
2009
201.815
3.064.800
Tabel 13. Volume Impor Dunia untuk Desiccated Coconut dan Minyak Kelapa
Tahun
Desiccated Coconut (MT)
Minyak Kelapa (MT)
2005
222.850
2.240.700
2006
244.379
2.294.614
2007
288.533
2.141.783
2008
262.677
2.108.712
2009
362.359
1.844.692
Pada produk virgin coconut oil (VCO), jumlah ekspor Indonesia masih sangat kecil, yaitu
sekitar antara 500-1000 ton per tahunnya. Hal ini disebabkan perdagangan ekspor dunia untuk produk
VCO masih dalam jumlah kecil dan tidak stabil. Namun, jika dilihat dari data penjualan negara
Filipina sebagai market leader ekspor produk VCO, permintaan pasar akan produk VCO semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan masih besarnya peluang Indonesia untuk
mengembangkan produk tersebut agar meningkat jumlah ekspornya. Sebab, VCO merupakan produk
yang memiliki berbagai macam manfaat serta pengaplikasiannya sangat beragam. Beberapa asam
lemak rantai sedang yang terkandung di dalam VCO yaitu asam kaprilat (C 8), asam kaprat (C 10),
dan asam laurat (C 12); masing-masing sebanyak 5,0%-10,0%; 4,5%-8,0%; dan 43%-53%.
Kandungan asam lemak rantai sedang ini yang sangat berperan dalam menjaga kesehatan dan
menghalau berbagai macam penyakit. Asam laurat misalnya, di dalam tubuh akan diolah menjadi
monolaurin, yaitu sebuah senyawa mongliceride yang bersifat antivirus, antibakteri, dan antiprotozoa.
Dengan kandungan asam lemak rantai sedang tersebut, VCO juga mempunyai kemampuan untuk
menangkal beberapa jenis penyakit seperti mematikan berbagai virus (influenza, hepatitis C, cacar
air), membunuh berbagai jenis bakteri penyebab penyakit (infeksi tenggorokan, gigi berlubang,
keracuanan makanan), menurunkan kadar kolesterol darah tinggi, dan lain sebagainya. Penggunaan
atau aplikasi produk VCO ini juga tidak hanya langsung konsumsi sebagai produk kesehatan, namun
juga sebagai bahan baku pembuatan produk spa, sabun, kosmetik, dan lain sebagainya. Selain itu, jika
para petani memproduksi VCO, harga kelapa di tingkat petani berkisar antara Rp.1.600-Rp.1.700.
Berbeda dengan jika petani menjual kelapa sebagai bahan baku minyak kelapa yang harganya hanya
dipatok pada kisaran Rp.400-Rp.500. Hal tersebut tentu saja akan bisa menguntungkan petani
sehingga tingkat kesejahteraan petani kelapa Indonesia pun dapat merambat naik (Setiaji dan Prayugo,
2006). Volume eskpor VCO Filipina dapat dilihat pada Tabel 14.
Tahun
Tabel 14. Volume Ekspor VCO Filipina
Jumlah Ekspor (MT)
2001
2,0
2002
19
2003
103
2004
177
2005
475
2006
461
2007
1.131
2008
1.693
2009
1.805
Minyak kelapa terpilih sebagai produk prospektif kedua untuk dikembangkan di pasar ekspor
setelah produk desiccated coconut. Hal ini dikarenakan meskipun volume impor dunia untuk minyak
kelapa menurun sebesar 12,5% dari tahun 2008 ke 2009, namun minyak kelapa masih sangat besar
penggunaannya di dunia yang terbukti dari peningkatan estimasi konsumsi dunia. Selain itu, untuk
produk agroindustri kelapa yang diekspor Indonesia, minyak kelapa memperoleh total ekspor terbesar
dibandingkan produk-produk lainnya yaitu sebesar 570.311 MT pada tahun 2009 (APCC,2009).
Minyak kelapa juga merupakan minyak dengan asam lemak jenuh rantai sedang sehingga jika minyak
kelapa ini dijadikan minyak goreng, akan memiliki kelebihan tersendiri yaitu stabil saat digoreng dan
tidak menimbulkan bau dikarenakan ikatan rantainya tidak akan pecah. Hal ini membuat minyak
kelapa memiliki kelebihan dan keunikan tersendiri. Aplikasi dari minyak kelapa ini sendiri di pasar
dunia sebesar 60% untuk penggunaan bukan pangan, seperti bahan baku pembuatan sabun, deterjen,
surfaktan, cat, dan lain sebagainya; 40% untuk penggunaan pangan seperti minyak goreng, mentega,
eskrim, makanan bayi, bakery, emulsifier, dan lain sebagainya. Bahkan minyak kelapa itu sendiri
dapat dijadikan sebagai bahan bakar, baik itu biofuel maupun biodiesel. Selain itu, minyak kelapa
merupakan minyak dengan kandungan kolesterol yang paling rendah dibandingkan dengan minyak
lainnya. Kandungan kolesterol untuk berbagai minyak dapat dilihat pada Tabel 15. Hal ini yang juga
menyebabkan konsumsi minyak kelapa semakin lama berpotensi untuk semakin meningkat dan
permintaan pasar juga dapat meningkat.
Tabel 15. Kandungan Kolesterol pada Berbagai Minyak
Minyak
Ppm
VCO/CNO
5-24
Palm kernel
9-40
Sunflower
8-44
Palm
13-19
Soy
20-35
Cottonseed
28-108
Rapeseed
25-80
Corn
18-95
Beef tallow
800-1400
Butter
2200-4100
Lard
3000-4000
Sumber: Wibowo, 2006
4.2 Pemilihan Pasar Potensial
Dalam tahap pemilihan pasar potensial diambil 3 produk agroindustri kelapa yang
mempunyai nilai tertinggi dalam pemilihan produk prospektif yaitu desiccated coconut (DC), minyak
kelapa, dan virgin coconut oil (VCO). Alternatif pasar yang dipilih untuk setiap produk berbeda-beda
berdasarkan negara potensial yang mengimpor produk dari negara Indonesia dengan jumlah atau
volume terbesar. Produk desiccated coconut memiliki alternatif pasar yaitu Germany, Pakistan, dan
China. Minyak Kelapa memiliki alternatif pasar yaitu China, USA, dan Korea. Sedangkan untuk
produk VCO, negara Indonesia sendiri masih mengekspornya dalam jumlah yang sangat kecil. Hal ini
menyebabkan pasar potensial untuk produk VCO diambil berdasarkan data pasar potensial dari negara
Filipina sebagai market leader pengekspor VCO dunia. Sehingga pasar potensial ekspor untuk produk
VCO sendiri merupakan pasar yang memang mengimpor produk VCO dengan jumlah besar, sehingga
Indonesia dapat menjadikannya sebagai pasar sasaran atau target pasar ekspor untuk menjual produk
VCO nya. Pasar potensial yang dipilih untuk produk VCO ini berdasarkan pasar potensial dari ekspor
VCO negara Filipina yang dari sebagian besar total ekspor VCO nya, Filipina mengeskpor ke negara
USA dan negara-negara Eropa.
Dalam menentukan pasar potensial untuk produk desiccated coconut dan minyak kelapa
menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Para pakar yang membantu dalam
penentuan pasar potensial ini berjumlah 3 pakar yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Para pakar
tersebut berasal dari Dewan Kelapa Indonesia, Market Development Officer Asian Pasific Coconut
Community (APCC) Jakarta, serta dari Bagian Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kementrian
Perdagangan. Contoh kuesioner AHP ini dapat dilihat pada Lampiran 4.
4.2.1 Kriteria Penentu Pasar Potensial
Pasar potensial perlu ditentukan untuk mendapatkan target pasar yang sesuai agar produk
yang dijual dapat diterima oleh pasar tersebut dan dapat dibeli serta sesuai dengan permintaan pasar
tersebut. Kotler (1997) menyatakan bahwa terdapat empat komponen dalam pemasaran yang disebut
dengan bauran pemasaran yang meliputi produk, harga, distribusi, dan promosi, sebagai seperangkat
alat pemasaran yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam pasar sasaran. Pemilihan pasar potensial
ini merupakan salah satu pelengkap dalam menunjang bauran pemasaran tersebut yaitu distribusinya,
guna menunjang kualitas dari sistem pendistribusian tersebut dan tujuan distribusi utama produk
sebagai target pasar. Cateora dan Graham (2007) menyatakan strategi memasuki pasar internasional
menggambarkan analisis karakteristik pasar (seperti potensi penjualan, tingkat kepentingan strategis,
kekuatan sumber daya lokal, perbedaan budaya, dan rintangan negara) dan kemampuan serta
karakteristik perusahaan termasuk tingkat pengetahuan mendekati pasar, keterlibatan pemasaran, dan
komitmen yang siap diambil oleh manajemen. Hal ini juga menjadi pendukung alasan diperlukannya
penentuan pasar potensial. Kriteria-kriteria yang digunakan untuk menentukan pasar potensial dalam
penelitian ini didukung dari hasil diskusi dengan para pakar yang mengisi kuesioner guna menentukan
pasar potensial produk-produk kelapa tersebut, yaitu meliputi: 1) Peluang Pasar, 2) Tingkat
Persaingan, 3) Kecenderungan Permintaan, 4) Kebijakan Pemerintah.
1.
Peluang Pasar
Peluang pasar menunjukkan seberapa besar permintaan yang belum dapat dipenuhi oleh
produsen. Hal ini diperlukan untuk memperkirakan seberapa besar produk yang dibuat akan
diserap oleh pasar. Semakin tinggi peluang pasar, semakin tinggi pula potensi negara tersebut
dipilih sebagai pasar potensial. Peluang pasar ini dapat dilihat dari jumlah volume impor
negara potensial dari Indonesia atau dari market share produk Indonesia di negara tersebut.
2.
Tingkat Persaingan
Tingkat persaingan perlu dikaji dalam pemilihan pasar potensial untuk menunjukkan
seberapa banyak saingan yang dimiliki dalam pasar tersebut, baik pesaing dari dalam negeri
pasar tersebut maupun pesaing eksportir negara lain yang memasuki pasar yang sama.
Semakin tinggi tingkat persaingan di suatu negara, maka semakin kecil potensi negara
tersebut untuk dipilih sebagai pasar potensial, sebaliknya semakin rendah tingkat persaingan
di negara tersebut semakin tinggi potensinya. Tingkat persaingan dapat dilihat dari seberapa
besar ekspor Indonesia ke negara tersebut dibandingkan negara lain atau dibandingkan total
keseluruhan impor (atau estimasi konsumsi) negara tersebut.
3.
Kecenderungan Permintaan
Kecenderungan permintaan menunjukkan trend permintaan produk, apakah cenderung
meningkat, tetap, atau menurun. Negara yang mempunyai kecenderungan permintaan
meningkat mempunyai potensi untuk dipilih sebagai pasar potensial. Kecenderungan
permintaan suatu negara potensial dapat dilihat dari trend konsumsi produk dan trend impor
produk dari Indonesia.
4.
Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah dipertimbangkan karena hal tersebut sangat menentukan apakah
produk dari luar dapat diterima di negara tersebut. Kebijakan pemerintah dalam pemberian
lisensi impor, ketetapan tarif pajak, dan ketetapan standar produk berpengaruh secara positif
atau negatif dalam perdagangan produk. Negara yang memiliki kebijakan pemerintah lebih
longgar, lebih berpotensi untuk dipilih sebagai pasar potensial.
4.2.2 Hasil Pemilihan Pasar Potensial
a. Desiccated Coconut (DC)
Alternatif pasar yang dipilih merupakan negara yang mengimpor produk desiccated coconut
(DC) dari negara Indonesia dengan jumlah terbanyak. Alternatif tersebut adalah Germany, Pakistan,
dan China. Negara-negara yang menjadi alternatif tersebut dipilih berdasarkan hasil analisis data
sekunder negara-negara di dunia yang mengimpor produk desiccated coconut terbanyak dari
Indonesia. Data volume impor dari Indonesia, volume impor total, dan volume estimasi konsumsi tiap
negara potensial untuk produk desiccated coconut terdapat pada Lampiran 5. Struktur hirarki
pemilihan pasar potensial disajikan pada Gambar 15. Struktur hirarki tersebut menunjukkan bahwa
pemilihan alternatif pasar potensial masing-masing ditentukan berdasarkan masing-masing kriteria.
Pemilihan pasar potensial produk desiccated coconut ini dilakukan menggunakan software expert
choice 2000.
Peluang Pasar
Germany
Tingkat Persaingan
Pasar Potensial
Dessicated Coconut
Pakistan
Kecenderungan Permintaan
China
Kebijakan Pemerintah
Setempat
Gambar 15. Struktur Hirarki Pemilihan Pasar Potensial Desiccated Coconut
Berdasarkan hasil pembobotan dari kuesioner Analytical Hierarchy Process (AHP) yang
kemudian dimasukkan ke dalam program software Expert Choice 2000, untuk penentuan pasar
potensial Desiccated Coconut (DC) kriteria utamanya secara berturut-turut dari yang paling penting
adalah peluang pasar, kecenderungan permintaan, kebijakan pemerintah, dan tingkat persaingan. Hasil
urutan kriteria utama tersebut dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Urutan Prioritas Kriteria Penentu Pasar Potensial Desiccated Coconut
Berdasarkan pemilihan pasar potensial produk desiccated coconut (DC), seperti terlihat pada
Gambar 17, diperoleh hasil bahwa China adalah pasar paling potensial dengan bobot 0,467, kemudian
urutan kedua adalah negara Germany dengan bobot 0,335, sedangkan pada posisi terakhir yaitu
Pakistan dengan bobot 0,198. Hal ini sesuai dengan kriteria utama dalam pemilihan pasar potensial
yang mana memang peluang pasar untuk produk DC pada negara China sangat besar karena negara
China mengimpor sebesar 71,5% dari total DC yang diimpornya dari Indonesia, sedangkan untuk
negara Germany, meskipun jumlah ekspor desiccated coconut Indonesia ke Germany sangat besar dan
merupakan tertinggi dibandingkan ke negara China maupun Pakistan, namun jika dilihat dari total
impor produk desiccated coconut negara Germany pada tahun 2009, Germany hanya mengimpor
sebesar 15,2% saja dari Indonesia. Sementara itu, negara Pakistan mengimpor desiccated coconut dari
Indonesia pada tahun 2009 hanya sebesar 25,7% dari total impor desiccated coconut yang dilakukan
Pakistan (APCC, 2009). Kecenderungan permintaan negara China juga lebih meningkat tiap tahunnya
dibandingkan dengan negara Germany maupun Pakistan, hal ini dapat dilihat pada Lampiran 5. Dalam
hal kebijakan pemerintah, negara China lebih mengungguli dalam hal kelonggaran kebijakan
pemerintah maupun peraturan dari negaranya. Hal ini dapat terjadi karena memang negara Asia,
termasuk China merupakan negara yang dalam mengimpor produk pangan dari Indonesia, tidak
memiliki syarat-syarat khusus dalam kualitasnya, sementara negara-negara Eropa seperti Germany,
pada umumnya memiliki standar-standar kualitas khusus untuk produk pangan yang akan masuk ke
negaranya. Produk pangan tersebut pada umumnya harus benar-benar higienis dan tidak mengandung
bakteri. Hal ini menunjukkan China memang pantas menjadi negara potensial utama bagi Indonesia
dalam mengekspor produk desiccated coconut, selain karena peluang pasarnya yang akan semakin
meningkat akibat pertumbuhan penduduk dan ekonomi di China yang semakin cepat meningkat.
Gambar 17. Urutan Prioritas Pasar Potensial Desiccated Coconut
b. Minyak Kelapa
Alternatif pasar yang dipilih merupakan negara yang mengimpor produk minyak kelapa dari
Indonesia dengan jumlah terbanyak. Alternatif tersebut adalah China, USA, dan Korea. Negara-negara
yang menjadi alternatif tersebut dipilih berdasarkan hasil analisis data sekunder negara-negara di
dunia yang mengimpor produk minyak kelapa terbanyak dari Indonesia. Data volume impor dari
Indonesia, volume impor total, dan volume estimasi konsumsi tiap negara potensial untuk produk
minyak kelapa terdapat pada Lampiran 6. Struktur hirarki pemilihan pasar potensial untuk produk
minyak kelapa ini disajikan pada Gambar 18. Struktur hirarki tersebut menunjukkan bahwa pemilihan
alternatif pasar potensial masing-masing ditentukan berdasarkan masing-masing kriteria. Pemilihan
pasar potensial produk minyak kelapa ini dilakukan menggunakan software expert choice 2000.
Berdasarkan hasil pembobotan dari kuesioner Analytical Hierarchy Process (AHP) yang
kemudian dimasukkan ke dalam program software Expert Choice 2000, untuk penentuan pasar
potensial minyak kelapa kriteria utamanya secara berturut-turut dari yang paling penting adalah
peluang pasar, kecenderungan permintaan, kebijakan pemerintah, dan tingkat persaingan. Hasil urutan
kriteria utama tersebut dapat dilihat pada Gambar 19. Hasil penilaian kriteria dalam memilih pasar
potensial minyak kelapa sama dengan hasil penilaian kriteria untuk memilih pasar potensial
desiccated coconut (DC). Hal ini dikarenakan para pakar berasumsi bahwa dalam memilih pasar
potensial untuk produk agroindustri kelapa (DC ataupun minyak kelapa) memiliki kriteria yang sama
dengan penilaian kepentingan antar kriteria yang juga sama, yang membedakannya terdapat pada
penilaian untuk masing-masing alternatif pasar potensial dari kedua produk tersebut.
Peluang Pasar
China
Tingkat Persaingan
Pasar Potensial
Minyak Kelapa
USA
Kecenderungan Permintaan
Korea
Kebijakan Pemerintah
Setempat
Gambar 18. Struktur Hirarki Pemilihan Pasar Potensial Minyak Kelapa
Gambar 19. Urutan Prioritas Kriteria Penentu Pasar Potensial Minyak Kelapa
Berdasarkan hasil pemilihan pasar potensial produk minyak kelapa seperti terlihat pada
Gambar 20, diperoleh hasil bahwa China adalah pasar yang paling potensial dengan bobot 0,569,
kemudian urutan kedua adalah USA dengan bobot 0,227, sedangkan pada posisi terakhir yaitu Korea
dengan bobot 0,204. Hasil ini sesuai dengan data Coconut Statistical Year APCC (2009) yang
menunjukkan bahwa volume impor minyak kelapa China dari Indonesia sebesar 73,2% dari
keseluruhan total impor minyak kelapa China. Sedangkan total impor minyak kelapa USA dari
Indonesia hanya sebesar 14,6% dari keseluruhan total impor minyak kelapa yang dilakukannya. Korea
mengimpor minyak kelapa dari Indonesia sebesar 78,9% dari seluruh total impor minyak kelapa
Korea. Namun demikian, total impor Korea tersebut masih sangat rendah jika dibandingkan total
impor minyak kelapa yang dilakukan oleh China dan USA dari Indonesia. Hal ini menunjukkan
peluang pasar tertinggi berada pada negara China yang juga memiliki kecenderungan permintaan yang
cukup tinggi dan meningkat setiap tahunnya seperti yang tertera pada Lampiran 6.
Pada tahun 2009, China mengimpor minyak kelapa dari Indonesia sebesar 102.524 ton, USA
mengimpor minyak kelapa dari Indonesia sebesar 70.529 ton, sedangkan Korea mengimpor minyak
kelapa dari Indonesia hanya sebesar 45.501 ton. Selain itu, USA masih menjadi negara potensial
dengan urutan kedua dalam ekspor minyak kelapa Indonesia dikarenakan USA merupakan negara
pengimpor terbesar di dunia yang pada tahun 2009 total impornya mencapai 484.341 ton dari total
impor minyak kelapa seluruh dunia sebesar 1.844.692 ton. China memang patut menjadi negara
potensial utama dalam ekspor minyak kelapa Indonesia, karena selain jumlah impornya yang besar,
sejak adanya CAFTA (China-Asean Free Trade Area), perdagangan luar negeri antara ChinaIndonesia juga semakin mudah dan semakin lancar.
Gambar 20. Urutan Prioritas Pasar Potensial Minyak Kelapa
c. Virgin Coconut Oil (VCO)
Ekspor Virgin Coconut Oil (VCO) yang dilakukan oleh agroindustri kelapa di Indonesia
masih dalam volume yang kecil, yaitu sekitar 500-1000 ton per tahunnya. Hal ini menyebabkan
sulitnya mengetahui berapa jumlah ekspor keseluruhan VCO yang dilakukan oleh Indonesia dan
kemana saja tujuan pasar ekspornya. Oleh karena itu, dalam pemilihan pasar potensial ekspor VCO ini
menggunakan data dari ekspor negara Filipina sebagai market leader dari ekspor VCO dunia. Dengan
demikian, dapat diperkirakan atau diestimasi pasar tujuan ekspor VCO Indonesia dengan tujuan
utamanya adalah kepada negara sebagai pasar yang paling besar volume impornya dari Filipina.
Berdasarkan data lapang yang diperoleh di Asean Pasific Coconut Community (APCC)
Jakarta, total ekspor VCO Filipina pada tahun 2009 sebesar 1805 ton dengan negara tujuan yaitu USA
(1082 ton), Canada (496 ton), Germany (56 ton), Belgium (41 ton), Australia (23 ton), dan negaranegara lainnya (107 ton). Hal ini menunjukkan bahwa negara USA merupakan pasar potensial utama
dengan total impor VCO dari Filipina terbesar sebesar 1082 ton. Hal ini dapat terjadi karena negaranegara maju seperti USA, Canada, Germany merupakan negara yang memiliki kehidupan sosial
(lifestyle) yang modern sehingga memiliki banyak industri kosmetik (kecantikan), serta
mementingkan kesehatan. Sesuai dengan fungsi dan manfaat dari VCO sebagai bahan yang dapat
diproses kembali untuk dijadikan produk-produk kesehatan ataupun sebagai produk yang langsung
dikonsumsi sebagai produk kesehatan dan penyembuhan penyakit, serta sebagai bahan baku produk
kosmetik dan produk spa, juga sebagai bahan ingredients pembuatan sabun, shampoo, lipbalm,
fragarance, dan lainnya. Negara Indonesia saja berdasarkan data yang diperoleh dari Monalisa (2011),
pasar kosmetik Indonesia diestimasikan penjualannya mencapai US$ 1,34 miliar sepanjang 2010,
tumbuh rata-rata 6% setiap tahun. Hal ini menunjukkan potensi yang besar bagi penjualan VCO ke
depannya, terutama bagi negara-negara dengan industri kosmetik yang besar, terutama USA sebagai
negara dengan industri kosmetik terbanyak dan terbesar di dunia dengan jumlah yang dapat dilihat
pada Tabel 16. Bahkan di negara USA dan negara-negara Eropa, VCO juga dijadikan sebagai produk
pangan berupa salad dressing, bahan ingredients pembuatan cake dan eskrim. Penggunaan VCO di
pasar dunia pada umumnya sebesar 70% diaplikasikan untuk non pangan dan 30% diaplikasikan
untuk pangan. Hal ini menjadi salah satu penunjang banyaknya VCO yang dapat diimpor oleh USA
untuk kemudian diaplikasikan dan diolah kembali untuk dijadikan produk-produk kesahatan dan
kosmetik.
Tabel 16. Jumlah Industri Kosmetik dan Kesehatan di USA
Industry or Stores
Number of Establsihments
Retail trade
1.128.112
Health and personal care stores
88.452
Cosmetics, beauty supplies, and
13.584
perfume stores
Sumber: U. S. Census Bureau, 2007 Economic Census
Sales, Shipments, Receipts
($1.000)
3.917.663.456
234.026.783
10.310.542
4.3 Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran pada penelitian ini dibuat berdasarkan data sekunder yang diperoleh
mengenai produk-produk agroindustri kelapa terpilih yang berpotensi dikembangkan di pasar ekspor,
yaitu desiccated coconut, minyak kelapa, dan VCO, serta berdasarkan data primer yang diperoleh
melalui wawancara pakar dan pengisian kuesioner oleh para pakar di bidang kelapa yang dapat dilihat
pada Lampiran 1. Para pakar tersebut berasal dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan
(Puslitbangbun), dari Dewan Kelapa Indonesia, dari Market Development Officer Asian Pasific
Coconut Community (APCC) Jakarta, serta dari PT. Pulau Sambu. Data sekunder mengenai penjualan
ekspor desiccated coconut dan minyak kelapa diolah dan dianalisis menggunakan matriks BCG
(Boston Consulting Group) untuk mengetahui posisi pangsa pasar relatif dan tingkat pertumbuhan
industri di pasar ekspor, sehingga dapat menentukan strategi terbaik. Sedangkan data sekunder yang
diperoleh melalui literatur buku, majalah, dan internet serta data primer diolah dan dianalisis
menggunakan matriks Internal Factor Evaluation (IFE), analisis matriks External Factor Evaluation
(EFE), analisis matriks Internal-Eksternal (matriks I-E) dan analisis matriks SWOT sehingga
diperoleh berbagai strategi pemasaran terbaik. Contoh kuesioner dalam penentuan strategi ini dapat
dilihat pada Lampiran 7.
4.3.1 Analisis Posisi Kompetitif Relatif Agroindustri Desiccated Coconut
Analisis posisi kompetitif relatif agroindustri desiccated coconut (DC) digambarkan dalam
matriks Boston Consulting Group (BCG) yang merupakan pendekatan portofolio perusahaan. Matriks
BCG dibuat berdasarkan volume eskpor desiccated coconut Indonesia dan kompetitor utamanya yaitu
Filipina, seperti disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17. Volume Ekspor Desiccated Coconut Indonesia dan Filipina
Tahun
Indonesia (MT)
Filipina (MT)
2005
49.984
125.759
2006
59.496
136.203
2007
59.884
130.673
2008
57.689
142.626
2009
46.699
116.421
Berdasarkan Tabel 16 diatas, pertumbuhan pasar desiccated coconut Indonesia tidak
konsisten. Pertumbuhan pasar desiccated coconut Indonesia mengalami kenaikan dari tahun 2005
sampai tahun 2007 namun kemudian mengalami penurunan pada tahun 2007 ke tahun 2009. Menurut
Rangkuti (1997), tingkat pertumbuhan pasar diukur berdasarkan peningkatan persentase dalam
volume penjualan dua tahun terakhir. Pertumbuhan pasar desiccated coconut Indonesia dari tahun
2008 ke tahun 2009 adalah sebesar -19%. Sedangkan pangsa pasar relatif desiccated coconut
Indonesia terhadap pesaing utamanya yaitu Filipina pada tahun 2009 adalah sebesar 40,1%. Hal ini
menunjukkan pangsa pasar desiccated coconut yang dimiliki Indonesia hanya sebesar 0,401 pangsa
pasar yang dimiliki Filipina. Berdasarkan nilai pertumbuhan pasar dan pangsa pasar relatif desiccated
coconut Indonesia yang diperoleh tersebut, dapat dibuat plot pada diagram matriks BCG seperti
disajikan pada Gambar 16.
Pangsa Pasar Relatif
Tinggi
1,0
Sedang
0,50
Rendah
0,0
Tinggi
+20%
Tingkat
Pertumbuhan
Pasar
Star
II
Question Mark
I
Cash Cow
III
Dogs
IV
Sedang
0%
Rendah
-20%
Gambar 21. Matriks BCG Agroindustri Desiccated Coconut Indonesia Tahun 2009
Pada Gambar 21 tersebut industri desiccated coconut berada pada sel dogs. Posisi ini
menunjukkan industri memiliki pangsa pasar relatif yang rendah dan tingkat pertumbuhan pasarnya
juga relatif lambat atau bahkan cenderung tidak tumbuh. Namun, pada kasus industri desiccated
coconut ini, pangsa pasar relatifnya telah mendekati nilai 50% sehingga tidak terlalu rendah
dibandingkan dengan pangsa pasar yang dimiliki Filipina. Meskipun demikian, menurut David (2009),
posisi pada dogs ini menunjukkan posisi internal dan eksternal industri masih cukup lemah sehingga
diperlukan penciutan atau pengurangan aset dan biaya yang ketat agar industri tetap mampu
menghasilkan keuntungan. Dengan melakukan pengurangan aset dan biaya, industri pada posisi ini
nantinya dapat tetap bertahan bahkan mampu menjadikan posisinya berada pada posisi question mark,
yang mana seperti yang dinyatakan oleh Tjipjono (2008) bahwa alur dari plot matriks BCG ini
biasanya berlawanan arah dengan arah jarum jam.
4.3.2 Analisis Internal dan Eksternal Agroindustri Desiccated Coconut
Analisis strategi pemasaran produk agroindustri kelapa berorientasi pasar ekspor meliputi
analisis internal dan analisis eksternal dari produk yang prospektif untuk dikembangkan di pasar
ekspor. Analisis internal dan eksternal dari agroindustri desiccated coconut ini dilakukan dengan cara
studi pustaka, mencari referensi dari internet mengenai agroindustri desiccated coconut Indonesia,
melakukan diskusi dan wawancara dengan pakar kelapa dari berbagai pihak seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, serta dengan melakukan pengisian kuesioner oleh para pakar untuk
pembobotan faktor-faktor internal dan eksternal tersebut yang kuesionernya dapat dilihat pada
Lampiran 7.
Analisis internal dilakukan untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan dan kelemahankelemahan usaha agroindustri dalam memasarkan produk yang dihasilkan. Hal ini dilakukan untuk
memahami kekuatan dan kelemahan agroindustri sehingga dapat mengoptimalkan kekuatan dan
menekan kelemahan yang dimiliki dalam rangka memasarkan produk yang dihasilkan. Analisis
eksternal dilakukan untuk mengidentifikasi peluang-peluang dan ancaman-ancaman yang akan
dihadapi usaha agroindustri dalam memasarkan produk yang dihasilkan di pasar ekspor. Hal ini
dilakukan untuk memahami peluang dan ancaman agroindustri dalam memasarkan produknya di pasar
ekspor sehingga menentukan perencanaan strategi yang efektif dalam memasarkan produk di pasar
ekspor.
1. Analisis Internal Factor Evaluation (IFE)
Analisis internal industri desiccated coconut (DC) terdiri dari faktor kekuatan dan kelemahan
yang dapat dilihat pada Tabel 19. Masing-masing faktor yang mempengaruhi dijelaskan sebagai
berikut:
a. Faktor Kekuatan
Faktor kekuatan yang dimiliki agroindustri desiccated coconut di Indonesia pada umumnya
adalah sebagai berikut:
1) Ketersediaan Bahan Baku Melimpah
Indonesia merupakan negara yang memiliki luas areal kelapa terbesar di dunia serta negara
penghasil kelapa terbanyak di dunia. Berdasarkan data dari Coconut Statistical Yearbook
APCC (2009), Indonesia memiliki luas areal kelapa sebesar 3,85 juta hektar dengan produksi
buah kelapa sebanyak 16,498 miliar butir buah kelapa atau setara 3,3 juta ton kopra.
Kekayaan kelapa yang dimiliki Indonesia ini bahkan meningkat dari tahun-tahun sebelumnya
yang dapat dilihat pada Tabel 18. Kondisi ini sebenarnya sangat mendukung kekuatan
agroindustri dalam memenuhi bahan baku. Diperlukan kerja sama yang baik antara petani
kelapa dengan agroindustri kelapa di Indonesia guna memanfaatkan potensi besar ini.
Tabel 18. Luas Area dan Produksi Kelapa Indonesia Lima Tahun Terakhir
Produksi Kelapa
Tahun
Area (Ha)
Butiran (Juta)
Ekuivalen Kopra (Ton)
2005
3.804.000
15.484
3.096.845
2006
3.788.892
15.656
3.131.159
2007
3.787.989
15.966
3.193.266
2008
3.799.337
16.235
3.247.000
2009
3.854.405
16.498
3.299.530
2) Promosi Penjualan yang Cukup Baik
Dalam melakukan penjualan untuk pasar ekspor, Indonesia telah memiliki lembaga atau
komunitas kelompok seperti Asean Pasific Coconut Community (APCC) yang telah
membantu perusahaan-perusahaan agroindustri kelapa (termasuk industri desiccated coconut)
dalam mempromosikan produknya agar mendapatkan perhatian dan dikenal di pasar
internasional. Sehingga para konsumen luar negeri dapat membeli produk Indonesia dengan
menghubungi industri tersebut secara langsung, baik melalui email, web, dan lain
sebagainya. Bentuk promosi tersebut berupa informasi iklan yang tercantum pada majalah
Cocoinfo International yang diterbitkan secara rutin oleh APCC setiap bulan serta informasi
berupa directory traders (kumpulan perusahaan-perusahaan yang mengekspor dan
mengimpor) produk agroindustri kelapa dalam bentuk sebuah buku yang diterbitkan setiap 2
tahun sekali. Selain itu, para agroindustri kelapa Indonesia yang merupakan industri besar
telah memiliki website untuk penjualan produk-produk kelapa mereka, antara lain seperti PT.
Pula Sambu dengan alamat website http://www.sambugroup.com/ dan PT. Cocomas
Indonesia dengan alamat website http://www.cocomas.com.sg/.
3) Dapat Menghasilkan Produk Sampingan
Industri desiccated coconut dapat menghasilkan produk lain secara bersamaan dengan
memproduksi desiccated coconut, yaitu produk santan. Hanya saja produk yang diproduksi
adalah produk desiccated coconut dengan karakter berbeda yaitu desiccated coconut low fat
dengan kadar minyak dibawah produk desiccated coconut biasa yaitu kurang dari 60%
(APCC, 2011). Hal ini dapat diterapkan jika industri kelapa tersebut menerapkan proses
produksi dengan teknologi proses kelapa terpadu.
b. Faktor Kelemahan
Faktor kelemahan yang dimiliki agroindustri desiccated coconut di Indonesia pada umumnya
adalah sebagai berikut:
1) Kualitas Produk Masih Rendah
Kualitas produk desiccated coconut yang dihasilkan oleh sebagian besar industri kelapa di
Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara pesaing (Filipina). Konsumen
negara lain produk desiccated coconut seperti Amerika maupun negara-negara Eropa sangat
mementingkan kualitas dari produk yang akan dibelinya, terutama untuk produk pangan
seperti desiccated coconut. Nilai higienis dari produk desiccated coconut yang dihasilkan
oleh sebagian besar petani dan industri kecil Indonesia masih kurang. Produk desiccated
coconut yang dihasilkan oleh industri kecil dan menengah atau petani Indonesia
menghasilkan bentuk fisik berupa warna yang kurang bersih atau cerah dengan tekstur yang
masih kasar. Sehingga produk-produk desiccated coconut yang saat ini sudah tembus di pasar
ekspor masih merupakan hasil dari industri besar yang mana memang telah menghasilkan
produk desiccated coconut yang sesuai dengan SNI dan standar internasional. Seperti yang
dinyatakan oleh Balitbang Pertanian (2007), perolehan ekspor produk kelapaIndonesia masih
lebih rendah dibandingkan dengan perolehan negara pesaing utama (Filipina) terutama
dikarenakan oleh kualitas produk kelapa Indonesia yang masih di bawah Filipina, tingginya
biaya transportasi, dan kompleksitas prosedur ekspor yang turut berpengaruh terhadap
perolehan manfaat perdagangan (ekspor) produk kelapa Indonesia yang belum maksimal.
2) Infrastruktur Kurang Memadai
Terbatasnya infrastruktur seperti kurangnya pasokan listrik, sarana jalan, transportasi,
telekomunikasi, serta pelabuhan ekspor di wilayah pengembangan kelapa yang meliputi
Maluku Utara, Sulawesi Utara, Riau, Kalimantan Barat, dan Lampung, juga dirasakan
menjadi penghambat pengembangan industri pengolahan kelapa. Tidak terdapatnya
pelabuhan ekspor di wilayah-wilayah tersebut menyebabkan produk-produk kelapa yang
akan diekspor ditujukan terlebih dahulu ke Surabaya untuk diekspor melalui pelabuhan
disana. Sementara biaya 1 kontainer dengan kapasitas 20 ton untuk menuju ke pelabuhan
ekspor sekitar Rp.7.000.000,-. Sehingga harga produk menjadi lebih mahal yang disebabkan
oleh biaya transportasi menuju pelabuhan ekspornya itu sendiri.
3) Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Masih Kurang
Kebijakan pemerintah yang berlaku saat ini masih kurang sinkron satu sama lain. Antara
kebijakan Kementrian Pertanian yang pada umumnya lebih menginginkan kesejahteraan
petani dengan kebijakan Kementrian Perindustrian yang pada umumnya menginginkan
kemajuan industri sampai saat ini masih mengalami ketidakkompakkan. Hal ini dikarenakan
sampai saat ini petani masih hanya bisa mengolah kelapa menjadi kopra, yang dijual ke
industri untuk selanjutnya diolah kembali dan dijual untuk pasar domestik maupun pasar
internasional, yang mana harga jual kopra ataupun kelapa butiran petani tersebut pada
umumnya masih belum dapat mensejahterakan petani kelapa Indonesia. Sedangkan
Kementrian Perindustrian juga menginginkan kemajuan agroindustri kelapa sehingga
berupaya sebaik mungkin demi memajukan agroindustri kelapa Indonesia, salah satunya
dengan membantu meningkatkan kualitas produk dan mengupayakan agar penjualan ekspor
produk agroindustri kelapa Indonesia semakin meningkat. Hal ini tentunya lebih
menguntungkan agroindustri kelapa di Indonesia, sementara nasib rakyat petani kelapa tetap
pada harga standar buah kelapa pada umumnya, belum lagi jika mereka “dipermainkan” oleh
para tengkulak.
4) Kontinuitas Bahan Baku Masih Tidak Stabil
Kelapa memang merupakan komoditi yang tidak sulit ditemui. Luas areal kelapa di
Indonesia yang sangat besar sebagian besar dimiliki oleh para petani (rakyat kecil). Sebesar
98% atau sekitar 3,77 juta hektar areal kelapa dimiliki oleh para petani kelapa, sisanya
sebesar 2% atau sekitar 77000 hektar dimiliki oleh perusahaan swasta. Sebagian besar para
petani masih mengolah kelapa hanya menjadi kopra atau dijual dalam bentuk butiran kelapa
(Dirjen Perkebunan, 2009). Namun, hal ini lantas tidak menjadi suatu keunggulan bagi
Indonesia yang disebabkan oleh masih banyaknya petani kelapa yang menjual kelapa segar
utuh ke negara lain seperti Malaysia dan Singapore. Akibatnya, kontinuitas bahan baku bagi
agroindustri kelapa di Indonesia untuk mengolahnya kembali menjadi produk kelapa masih
tidak stabil. Sebagian besar agroindustri kelapa yang berada di wilayah perbatasan masih
kekurangan bahan baku. Bahkan kini harga per butir buah kelapa di Sentra Tanaman Kelapa
Riau sebesar Rp.3.000. Selain itu, berkurangnya jumlah tanaman kelapa yang menghasilkan
dari 2.789.416 ha pada tahun 2007 menjadi 2.773.489 pada tahun 2009 merupakan salah satu
penyebab masih kurangnya bahan baku yang dapat dipasok untuk agroindustri kelapa
Indonesia. Manggabarani (2010) juga menyatakan bahwa produktivitas tanaman kelapa
sampai dengan tahun 2009 (1,15 ton/ha) masih berada di bawah potensi produksinya yaitu
2,0-2,5 ton/ha dan bahkan sampai saat ini jumlah kondisi tanaman kelapa yang sudah tua dan
tidak produktif mencapai 11,56% dari total luas areal kelapa Indonesia.
5) Aplikasi Desiccated Coconut Tidak Banyak Berkembang
Sampai saat ini aplikasi produk desiccated coconut sebagian besar masih digunakan pada
industri industri pangan untuk dijadikan bahan baku produk makanan camilan atau sebagai
bahan pelengkap. Hal ini tidak banyak berkembang sehingga semakin lama pasar dapat
mencapai titik jenuh dan mulai menurun permintaannya.
Tabel 19. Matriks IFE untuk Industri Desiccated Coconut
Faktor Strategis Internal
Bobot Rating
1
2
Skor
(a)
(b)
(a) x (b)
1. Ketersediaan bahan baku melimpah
0,15
4
0,60
2. Promosi penjualan cukup baik
0,12
3
0,36
3. Dapat menghasilkan produk sampingan
0,10
3,5
0,35
1. Kualitas produk masih rendah
0,13
1,25
0,16
2. Infrastruktur kurang memadai
0,13
1,25
0,16
3. Sinkronisasi kebijakan pemerintah masih kurang
0,11
1,75
0,19
4. Kontinuitas bahan baku tidak stabil
0,16
1,25
0,20
5. Aplikasi desiccated coconut tidak banyak berkembang
0,10
1,5
0,15
Kekuatan
Kelemahan
Total
1,00
2,17
Matriks IFE diperoleh melalui penilaian pakar mengenai sejauh mana faktor-faktor strategis
internal berpengaruh terhadap ekspor agroindustri desiccated coconut Indonesia. Setiap pakar
memberikan penilaian bobot dan peringkat terhadap masing-masing faktor strategis internal
agroindustri desiccated coconut Indonesia pada umumnya. Semakin kuat faktor internal tersebut,
semakin tinggi skornya dan semakin lemah faktor internal tersebut, maka semakin rendah skornya.
Penilaian pada kuesioner untuk matriks IFE dilakukan oleh para pakar kelapa yang telah disebutkan
sebelumnya dengan mengisi kuesioner seperti yang terdapat pada Lampiran 7. Penilaian pakar
tersebut kemudian diambil nilai rata-rata dari seluruh penilaian para pakar untuk memperoleh nilai
rata-rata seperti yang terdapat pada Tabel 19 di atas.
Berdasarkan Tabel 19, analisis matriks IFE menghasilkan total skor seluruh faktor internal
sebesar 2,17. Total total skor ini mengindikasikan bahwa kemampuan agroindustri desiccated coconut
Indonesia pada umumnya masih mencirikan industri yang lemah secara internal. Seperti yang
dijelaskan oleh David (2009), terlepas dari berapa banyak faktor yang dimasukkan ke dalam Matriks
Evaluasi Faktor Internal, skor bobot total di bawah 2,5 mencirikan organisasi yang lemah secara
internal, sedangkan skor bobot total di atas 2,5 mengindikasikan posisi internal yang kuat. Kekuatan
utama dari agroindustri desiccated coconut Indonesia pada umumnya adalah ketersediaan bahan baku
yang melimpah, dengan total skor tertinggi sebesar 0,60. Hal ini menunjukkan kekuatan utama dari
agroindustri desiccated coconut adalah karena ketersediaan bahan bakunya yang melimpah yang mana
memang negara Indonesia ini merupakan negara penghasil kelapa terbesar di dunia. Sedangkan
kelemahan utama dari agroindustri desiccated coconut di Indonesia pada umumnya adalah aplikasi
desiccated coconut yang tidak banyak berkembang dengan total skor terendah yaitu 0,15. Hal ini
menunjukkan meskipun bahan baku kita melimpah, namun jika aplikasi dari produk desiccated
coconut tidak banyak berkembang, pasar suatu saat akan bosan dan ini bisa menjadi kelemahan utama
yang menyebabkan penurunan penjualan desiccated coconut di pasar ekspor.
2. Analisis External Factor Evaluation (EFE)
Analisis eksternal industri desiccated coconut (DC) terdiri dari faktor peluang dan ancaman
yang dapat dilihat pada Tabel 22. Masing-masing faktor yang mempengaruhi dijelaskan sebagai
berikut:
a. Faktor Peluang
Faktor peluang yang dimiliki agroindustri desiccated coconut di Indonesia pada umumnya
adalah sebagai berikut:
1) Permintaan Pasar Ekspor Cukup Besar dan Cenderung Naik
Permintaan produk desiccated coconut untuk dunia masih cukup besar. Hal ini dibuktikan
dengan peningkatan jumlah estimasi konsumsi dari produk desiccated coconut untuk seluruh
dunia yang cenderung naik dari tahun 2005 hingga 2009 yaitu dari 167.602 ton sampai
dengan 201.815 ton meskipun antara rentan waktu tersebut masih terjadi turun-naik. Bahkan
estimasi konsumsi dunia untuk produk desiccated coconut dari tahun 2008 ke tahun 2009
meningkat sampai dengan 12,3%. Selain itu, jumlah volume impor dunia untuk produk
desiccated coconut juga cenderung naik dari tahun 2005 sampai dengan 2009, yaitu dari
222.850 ton sampai dengan 362.359 ton (APCC, 2009). Data estimasi konsumsi dan volume
impor desiccated coconut dunia dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Data Estimasi Konsumsi dan Total Impor Desiccated Coconut Dunia
Tahun
Volume Konsumsi (MT)
Volume Impor (MT)
2005
167.602
222.850
2006
236.156
244.379
2007
186.004
288.533
2008
179.670
262.677
2009
201.815
362.359
2) Perdagangan Global Semakin Terbuka Luas
Era perdagangan bebas merupakan peluang yang sangat mendukung pengembangan
agroindustri desiccated coconut. Pada era ini, arus barang, jasa, modal, teknologi, serta
sumber daya alam dengan bebas melintas dari satu negara ke negara yang lain. Hal ini akan
memberikan peluang yang sangat baik untuk ekspor produk desiccated coconut ke manca
negara, baik untuk pasar potensial di wilayah Asia, maupun untuk pasar potensial di wilayah
Eropa dan Amerika. Selain itu, dengan adanya CAFTA (China-Asean Free Trade Area) juga
menjadi peluang bagi perusahaan agroindustri kelapa Indonesia untuk memperluas pasaranya
ke luar negeri, dan terbukanya pasar ekspor sebagai konsekuensi pemberlakuan sistem
perdagangan bebas menyebabkan berbagai hambatan ekspor berkurang.
3) Peningkatan Jumlah Penduduk Dunia
Jumlah penduduk dunia semakin hari semakin bertambah. Berdasarkan International Data
Base US Census Bureau (2011), jumlah penduduk dunia pada saat ini sebesar 6.918.687.238
penduduk, meningkat dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 6.884.215.263. Dengan jumlah
penduduk yang meningkat tersebut, saat ini China merupakan negara dengan penduduk
terbanyak yaitu sebesar 1.336.718.015 penduduk, disusul negara India dengan 1.189.172.906
penduduk, dan United States sebesar 313.232.044 penduduk. Bertambahnya jumlah
penduduk dunia dan semakin tingginya tingkat pendidikan masyarakat dunia secara tidak
langsung mempengaruhi peningkatan permintaan produk desiccated coconut sebagai produk
pangan yang biasanya digunakan kembali untuk diolah menjadi produk makanan lain seperti
cookies, bikuit, roti, dan lainnya serta digunakan sebagai topping kue.
4) Pengembangan Industri Hilir
Masih terbuka peluang untuk mengembangkan industri hilir yang produk akhirnya dapat
diekspor sehingga memberi nilai tambah yang lebih dan keuntungan yang lebih besar.
Produk hilir tersebut dapat berupa produk-produk makanan yang berbahan baku desiccated
coconut, seperti cookies, biskuit, dan produk camilan lainnya seperti yang diproduksi oleh
negara potensial China.
b. Faktor Ancaman:
Faktor ancaman yang dimiliki agroindustri desiccated coconut di Indonesia pada umumnya
adalah sebagai berikut:
1) Kualitas Proses Desiccated Coconut Negara Pesaing Lebih Bagus
Negara pesaing terbesar Indonesia dalam mengekspor produk desiccated coconut adalah
negara Filipina. Tercatat dalam Coconut Statistical Yearbook APCC (2009), jumlah ekspor
desiccated coconut negara Indonesia berada di peringkat kedua yaitu sebesar 46.699 ton
sedangkan jumlah ekspor desiccated coconut negara Filipina berada di peringkat pertama
yaitu sebesar 116.421 ton. Hal ini dikarenakan produk desiccated coconut Filipina memiliki
kualitas yang sangat baik dan higienis yang salah satunya disebabkan oleh penerapan Good
Manufacturing Process (GMP) yang telah menyeluruh di seluruh industri desiccated coconut
di Filipina. Proses produksi desiccated coconut di negara Filipina sangat higienis, sehingga
negara-negara pengimpor desiccated coconut seperti negara-negara Eropa dan USA yang
merupakan negara yang sangat mementingkan kualitas kebersihan produk pangannya dari
sejak bahan baku, proses, dan hasil produk akhirnya, lebih memilih mengimpor desiccated
coconut dari negara Filipina tersebut.
2) Ekspor Bahan Baku (Kelapa Utuh)
Masih banyaknya petani kelapa yang menjual bahan baku (buah kelapa utuh) ke negara lain
yang wilayahnya dekat dengan Indonesia seperti Malaysia dan Singapore menjadi ancaman
bagi negara Indonesia sendiri. Hal ini menyebabkan banyak industri pengolah kelapa di
Indonesia yang kekurangan bahan baku. Sementara negara pesaing menghasilkan produk
turunan kelapa dengan jumlah besar untuk diekspor ke negara potensial. Berdasarkan data
dari Pulau Sambu Group (2011), yang mana industrinya berada di wilayah perbatasan
(Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau), jumlah ekspor dan perdagangan lintas batas
kelapa butiran tahun 2006 dan 2007 dapat dilihat pada Tabel 21 di bawah ini.
Tabel 21. Jumlah Ekspor dan Perdagangan Lintas Batas Kelapa Bulat
Tahun 2006
Tahun 2007
Ekspor
8.734.700
10.444.000
Lintas Batas
7.509.000
7.797.000
Jumlah
16.243.700
18.241.000
Diperkirakan jumlah tersebut di atas meningkat pesat dalam tahun 2010, sehingga pada awal
tahun 2011 telah mencapai sekitar 15.000.000 butir sampai dengan 30.000.000 butir per
bulan atau sekitar 500.000 butir sampai dengan 1.000.000 butir perhari.
3) Teknologi Proses Negara Pesaing Lebih Canggih
Teknologi proses yang dilakukan Indonesia dalam memproduksi desiccated coconut masih
cenderung kurang canggih dibandingkan dengan teknologi proses yang dilakukan oleh
negara Filipina. Dalam memproduksi desiccated coconut, Filipina menggunakan alat dan
mesin yang berasal dan dirancang dari USA. Permintaan desiccated coconut dari negara
USA sangat besar dan Filipina merupakan negara pengekspor desiccated coconut terbesar di
dunia, sehingga mereka bekerja sama dengan USA sebagai pembuat mesin canggih untuk
proses pembuatan desiccated coconut dan Filipina sebagai pensuplai produk desiccated
coconut untuk USA. Hal ini merupakan salah satu sebab meskipun USA adalah negara
pengimpor desiccated coconut terbesar di dunia (pada tahun 2009 mengimpor sebesar 35.886
ton), namun jumlah impornya dari Indonesia sangat kecil , yaitu hanya sekitar 26 ton pada
tahun 2009 (APCC, 2009).
4) Manajemen Industri Negara Pesaing Lebih Baik
Salah satu alasan mengapa negara Filipina merupakan negara pengekspor produk kelapa
terbesar di dunia adalah karena manajemen industri yang diterapkan di sebagian besar
agroindustri kelapa negara tersebut lebih baik dibandingkan dengan negara Indonesia.
Filipina menerapkan manajemen industri yang sangat baik, dimulai dari manajemen
prosesnya yang menerapkan sistem proses produksi kualitas tinggi seperti penerapan GMP
(Good Manufacturing Process) dan penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control
Point) yang menunjang kualitas dan nilai kesehatan dari produk yang diciptakannya. Selain
itu, sistem manajemen pemasaran dari sebagian besar agroindustri kelapa Filipina juga sangat
baik, hal ini dapat dilihat dari hubungan Filipina dengan negara-negara potensial ekspor
produk agroindustri kelapa yang erat dan terjalin hubungan yang saling bekerja sama dan
saling menguntungkan, seperti yang terjadi antara negara Filipina dan USA. Selain itu,
banyaknya penduduk Filipina yang tinggal di USA juga merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan tersebarnya produk-produk kelapa Filipina di USA. Manajemen sumber daya
manusia yang dimiliki oleh sebagian besar agroindustri kelapa Filipina juga sangat baik,
seperti pemberian reward, peraturan yang ketat dan penerapan sikap disipilin dari perusahaan
menyebabkan para pekerja Filipina sebagian besar mermiliki etos kerja yang tinggi. Para
pekerja Filipina memiliki sikap, etika, dan kebiasaan yang baik seperti rajin, pekerja keras,
ulet, dan disiplin yang membuat mereka dapat memajukan agroindustri kelapa di negaranya.
Hal ini sangat berbeda dengan Indonesia yang mana manajemen industrinya sebagian besar
masih belum baik. Agroindustri kelapa di Indonesia sebagian besar masih belum menerapkan
HACCP dan GMP. Hal ini menyebabkan kualitas produk yang dihasilkan belum sebaik
negara Filipina dan menyebabkan negara-negara potensial ekspor produk agroindustri kelapa,
seperti negara-negara Eropa dan USA yang sangat mementingkan kualitas dan keamanan
produk pangan yang masuk ke negaranya, tidak mengimpor produk kelapa dari agroindustri
kelapa di Indonesia. Hal ini juga menyebabkan para pekerja di Indonesia sebagian besar
masih memiliki etos kerja yang rendah, yang masih lebih mementingkan keuntungan besar
yang diperoleh saat ini tanpa perduli kontinuitas dari keuntungan tersebut. Sehingga banyak
industri produk agroindustri kelapa di Indonesia yang tidak kontinu (bangkrut di tengah
jalan). Hal ini menjadi ancaman bagi agroindustri kelapa di Indonesia karena negara
pesaingnya lebih ulet dalam menjalankan usaha dan produksi produk agroindustri kelapa.
5) Impor dari Negara Singapore Lebih Mudah
Negara-negara potensial ekspor produk agroindustri kelapa yang berada di Amerika dan
Eropa lebih menyukai membeli produk agroindustri kelapa di Singapore dibandingkan
dengan di Indonesia. Hal ini dikarenakan birokrasi penjualan ekspor di Singapore lebih
sederhana dan mudah, serta kepercayaan Bank dalam memberikan Letter of Credit (L/C)
lebih mudah diberikan. Ini merupakan salah satu alasan agroindustri kelapa di Indonesia
yang mengekspor hampir 100% produknya memiliki market office (kantor pemasaran) di
Singapore, seperti yang dilakukan oleh PT. Pulau Sambu. Sehingga akibat dari kegiatan reexport ini adalah para agroindustri kelapa di Indonesia dapat dimonopoli penjualannya oleh
para traders di Singapore.
Tabel 22. Matriks EFE untuk Industri Desiccated Coconut
Faktor Strategis Eksternal
Bobot Rating
1
2
Skor
(a)
(b)
(a) x (b)
1. Permintaan pasar ekspor besar dan cenderung naik
0,13
3.25
0,42
2. Perdagangan global semakin terbuka luas
0,10
3,25
0,33
3. Peningkatan jumlah penduduk dunia
0,07
3,5
0,25
4. Pengembangan industri hilir
0,12
2,75
0,33
1. Kualitas proses desiccated coconut negara pesaing lebih bagus
0,11
3.25
0,36
2. Ekspor bahan baku (kelapa utuh)
0,14
2,25
0,32
3. Teknologi proses negara pesaing lebih canggih
0,11
2,75
0,30
4. Manajemen industri negara pesaing lebih baik
0,13
2,25
0,29
5. Impor dari negara Singapore lebih mudah
0,09
2,25
0,20
Peluang
Ancaman
Total
1,00
2,8
Matriks EFE diperoleh melalui penilaian pakar mengenai sejauh mana faktor-faktor strategis
eksternal berpengaruh terhadap ekspor agroindustri desiccated coconut Indonesia. Setiap pakar
memberikan penilaian bobot dan peringkat terhadap masing-masing faktor strategis eksternal
agroindustri desiccated coconut Indonesia pada umumnya. Penilaian pada kuesioner untuk matriks
EFE dilakukan oleh pakar yang sama pada matriks IFE seperti yang terdapat pada Lampiran 7.
Penilaian pakar tersebut kemudian diambil nilai rata-rata dari seluruh penilaian para pakar untuk
memperoleh nilai rata-rata seperti yang terdapat pada Tabel 22 di atas.
Berdasarkan Tabel 22, analisis matriks EFE yang dilakukan menghasilkan total skor sebesar
2,8. Total skor EFE ini mengindikasikan bahwa kemampuan agroindustri desiccated coconut
Indonesia pada umumnya dalam merespon lingkungan eksternalnya di atas rata-rata. Peluang utama
dalam lingkungan eskternal agroindustri desiccated coconut Indonesia dalam melakukan kegiatan
eskpor ini ditunjukkan oleh faktor peluang permintaan pasar eskpor besar dan cenderung naik total
skor terbesar yaitu 0,42. Hal ini memang menjadi peluang utama dalam mengembangkan dan
meningkatkan jumlah ekspor desiccated coconut Indonesia karena memang permintaan pasar ekspor
sangat mendukung dengan ingin ditingkatkannya ekspor desiccated coconut Indonesia. Sedangkan
ancaman utama bagi agroindustri desiccated coconut Indonesia dalam mengekspor produk desiccated
coconut adalah kegiatan impor dari negara Singapore lebih mudah dengan total skor terkecil yaitu
sebesar 0,20. Hal ini menjadi ancaman utama dikarenakan kegiatan impor yang mudah birokrasinya
dan pemberian L/C dari Bank di Singapore yang lebih mudah diberikan menyebabkan banyaknya
negara pasar potensial desiccated coconut yang mengimpor atau membeli produk desiccated coconut
disana, sehingga pembeli desiccated coconut di Indonesia menjadi berkurang dan akan banyak traders
di Singapore yang membeli produk di Indonesia kemudian dijual kembali langsung kepada negaranegara potensial yang menyebabkan Indonesia tidak berhubungan langsung dengan pasar
potensialnya.
3. Analisis Matriks Internal-External (Matriks I-E)
Analisis matriks Internal-Eksternal (matriks I-E) digunakan untuk mengetahui posisi
agroindustri desiccated coconut Indonesia pada umumnya saat ini. Matriks I-E didasarkan pada total
skor yang diperoleh dari matriks IFE dan EFE. Merujuk pada Tabel 19 dan Tabel 22, diperoleh nilai
matriks IFE sebesar 2,17, sedangkan nilai matriks EFE sebesar 2,8. Melalui total skor dalam matriks
IFE dan EFE, maka dapat digambarkan posisi agroindustri desiccated coconut Indonesia pada
umumnya dalam matriks I-E seperti pada Gambar 22.
Total Skor IFE
Tinggi
3,0-4,0
Total
Skor
EFE
Rata-rata
2,0-2,99
Rendah
1,0-1,99
Kuat
3,0-4,0
Sedang
2,0-2,99
Lemah
1,0-1,99
I
II
III
IV
V
VII
VIII
VI
IX
Gambar 22. Posisi Agroindustri Desiccated Coconut dalam Matriks Internal-Eksternal
Berdasarkan pada matriks Internal-Eksternal, agroindustri desiccated coconut Indonesia pada
umumnya berada pada posisi sel V yaitu pada tahap pertahankan dan pelihara (hold and maintain).
Posisi ini akan menentukan strategi pemasaran yang dapat diterapkan. Menurut David (2009), strategi
yang sebaiknya diterapkan pada posisi ini adalah strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk.
Menurut Umar (2003), strategi penetrasi pasar adalah strategi yang berusaha meningkatkan market
share suatu produk atau jasa melalui usaha pemasaran yang lebih besar, diantaranya dengan
menambah jumlah tenaga penjual dan biaya untuk promosi penjualan. Sedangkan strategi
pengembangan produk yaitu strategi yang bertujuan agar industri dapat meningkatkan penjualan
dengan cara meningkatkan atau memodifikasi produk-produk yang ada sekarang. Hal ini sesuai
dengan apa yang terjadi pada agroindustri desiccated coconut Indonesia pada umumnya saat ini.
Penjualan ekspor desiccated coconut yang masih dibawah negara pesaing lain terjadi dikarenakan
masih belum banyak agroindustri Indonesia yang bisa menciptakan desiccated coconut dengan
kualitas yang diinginkan pasar (terutama pasar-pasar Eropa dan Amerika) karena negara-negara Eropa
dan Amerika memiliki standar sendiri untuk produk-produk pangan yang masuk ke negaranya, dan
hanya agroindustri desiccated coconut yang skala besar saja yang sudah dapat mengekspor produk
desiccated coconut, dikarenakan penerapan SNI dan standar kualitas negara pengimpor yang telah
mereka terapkan, juga GMP yang telah mereka terapkan. Hal ini yang menyebabkan masih kurangnya
jumlah ekspor desiccated coconut Indonesia, sehingga memang diperlukan modifikasi produk,
penambahan kualitas produk, serta meningkatkan akses ke pasar. Sistem promosi yang baik
mendukung peningkatan penjualan produk di pasar ekspor. Tanpa pemasaran dan pengenalan produk
desiccated coconut Indonesia ke pasar ekspor, akan sulit bagi produk desiccated coconut indonesia
untuk menyaingi penjualan ekspor produk desiccated coconut negara lain.
Dilihat dari Gambar 22 di atas, posisi agroindustri desiccated coconut (DC) berada pada sel
V yang menunjukkan nilai eksternal yang lebih besar dibanding internalnya. Oleh karena itu,
sebaiknya diterapkan strategi yang menjadikan posisi agroindustri DC Indonesia berada pada sel II
dengan meningkatkan faktor eksternalnya sehingga menjadi lebih tinggi. Berdasarkan Tabel 22,
peluang utama dalam meningkatkan ekspor DC Indonesia adalah meningkatnya permintaan pasar
ekspor, sedangkan ancaman utamanya adalah impor dari negara Singapore yang lebih mudah. Oleh
karena itu, strategi yang sebaiknya diterapkan adalah dengan penetrasi pasar guna memenuhi
permintaan seluruh pasar ekspor serta dengan menerapkan regulasi yang lebih ringan dalam proses
ekspor produk kelapa Indonesia.
4.3.3 Analisis Matriks SWOT Agroindustri Desiccated Coconut
Analisis SWOT (Strengths-Weakness-Opportunities-Threats) merumuskan alternatifalternatif strategi pemasaran yang bisa digunakan oleh agroindustri desiccated coconut Indonesia
dalam mengeskpor produk desiccated coconut berdasarkan kondisi agroindustri saat ini yang
digambarkan pada matriks I-E seperti Gambar 22, yaitu pada posisi sel V tahap pertahankan dan
pelihara. Alternatif strategi pemasaran yang dihasilkan melalui analisis SWOT disusun dengan
menggunakan kombinasi antara faktor-faktor strategis internal dan eskternal yang menjadi kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman yang mana faktor-faktor tersebut diperoleh berdasarkan studi
pustaka, literatur internet, dan diskusi serta wawancara pakar. Hasil analisis SWOT agroindustri
desiccated coconut Indonesia pada umumnya dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Matriks SWOT Industri Desiccated Coconut
Internal
Eksternal
Kekuatan (Strengths)
1. Ketersediaan bahan baku
melimpah, yaitu sebanyak
3,85 juta hektar dengan
produksi buah kelapa 16,5
miliar butir buah kelapa
2. Promosi penjualan cukup baik,
melalui website, Cocoinfo
International, Directory
Traders APCC
3. Dapat menghasilkan produk
lain berupa santan dengan
memproduksi desiccated
coconut lowfat
1.
2.
3.
4.
5.
Kelemahan (Weakness)
Kualitas produk yang
dihasilkan IKM dan petani
belum seragam serta belum
sesuai SNI dan standar mutu
internasional
Infrastruktur kurang memadai,
seperti masih kurang
berkualitasnya pelabuhan
internasional dan pasokan
listrik
Sinkronisasi kebijakan
pemerintah masih kurang
Kontinuitas bahan baku masih
tidak stabil, masih banyak
petani ekspor kelapa butiran
dan jumlah tanaman kelapa
yang menghasilkan menurun
dari 2.789.416 ha pada tahun
2007 menjadi 2.773.489 pada
tahun 2009
Aplikasi desiccated coconut
tidak banyak berkembang,
masih digunakan untuk
cookies, bakery, biscuit
Peluang (Opportunities)
Strategi S-O
Strategi W-O
1. Permintaan pasar ekspor
1. Memperluas daerah
1. Meningkatkan kualitas produk
cukup besar dan cenderung
pemasaran ke pasar-pasar
terutama dari segi sifat
naik, meningkat dari tahun
yang baru tumbuh, seperti
higienisnya (S1, O1, O2, O3)
2008-2009 sebesar 12,3%
Eropa Timur, Arab, China,
2. Mengembangkan produk antara
2. Perdagangan global semakin
dan Rusia serta negara
lain menjadi cookies, biskuit,
terbuka luas dengan adanya
potensial seperti Amerika dan
sehingga lebih bernilai tambah
CAFTA dan free export taxes
Uni Eropa (S1, S2, S3, O1, O2,
(W4, W5, O2, O3, O4)
3. Peningkatan jumlah penduduk
O3)
dunia, yang mana saat ini
2. Meningkatkan promosi
mencapai 6.918.687.238
melalui kerjasama dengan
penduduk, meningkat dari
pemerintah dan kedutaan
tahun sebelumnya yaitu
negara Indonesia di negara
sebesar 6.884.215.263
pasar potensial (S1, S2, S3, O1,
4. Pengembangan industri hilir
O2, O3, O4)
menjadi produk yang lebih
bernilai tambah seperti
cookies, biscuits, bakery
1.
2.
3.
4.
5.
Ancaman (Threats)
Strategi S-T
Strategi W-T
Kualitas proses desiccated
1. Mengusahakan pengembangan 1. Memperbaiki infrastruktur yang
coconut negara pesaing lebih
dan pelatihan manajemen
ada dan menambah infrastruktur
bagus disebabkan penerapan
industri desiccated coconut
agar memperlancar proses
GMP (Good Manufacturing
indonesia sehingga lebih
ekspor (W2, W3, T1, T3, T4, T5)
Process) yang menyeluruh
teratur dan pekerjanya
2. Meningkatkan efisiensi proses
Ekspor bahan baku (kelapa
memiliki etos kerja tinggi (S1,
dengan melakukan proses
utuh) mencapai 10,4 juta butir
S2, S3, T1, T3, T4)
pengolahan kelapa terpadu agar
pada tahun 2007
2. Meningkatkan kualitas proses
dapat membeli kelapa butiran
Teknologi proses negara
dan teknologi proses industri
dengan harga lebih mahal
pesaing lebih canggih dengan
desiccated coconut Indonesia
dibanding pesaing (W3, W4, T2,
menggunakan peralatan dan
yang dibantu oleh pemerintah
T3, T4)
mesin dari negara maju seperti
dengan penerapan dan
3. Meningkatkan kemudahan
Amerika
pelatihan GMP, HACCP, serta
birokrasi dalam proses eksporManajemen industri negara
penyediaan alat-alat dan mesin
impor dengan meningkatkan
pesaing lebih baik dengan
canggih (S1, S2, T1, T3, T4)
tingkat keamanan di pelabuhan,
penerapan GMP dan HACCP
pemberrian kemudahan dalam
serta manajemen SDM yang
hal perizinan, serta pemberian
baik sehingga para pekerja
kepercayaan yang mudah dalam
memiliki etos kerja yang tinggi
mengeluarkan L/C (W2, W3, T5)
Impor dari negara Singapore
lebih mudah dalam hal
pemberian L/C dan birokrasi
ekspor-impornya lebih
sederhana
Berdasarkan analisis matriks SWOT tersebut, dirumuskan strategi-strategi pemasaran yang dapat
diaplikasikan sebagai berikut:
1.
Strategi SO
Strategi SO adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan
peluang (Rangkuti, 2006). Berdasarkan analisis matriks SWOT pada agroindustri desiccated
coconut Indonesia, dihasilkan dua alternatif strategi SO yaitu: 1) Memperluas daerah
pemasaran, 2) Meningkatkan promosi melalui kerjasama dengan pemerintah dan kedutaan
negara Indonesia di negara pasar potensial.
Agroindustri desiccated coconut Indonesia perlu memperluas daerah pemasaran
ekspor yang kini telah terjelajahi. Hal ini dikarenakan sampai tahun 1980, Indonesia masih
belum diperbolehkan mengekspor produk kelapa karena kelapa dijadikan minyak goreng
untuk kebutuhan domestik yang mana hal ini terjadi pada saat sebelum adanya minyak
kelapa sawit. Sehingga Indonesia terlambat memasuki pasar ekspor kelapa dan hanya mampu
merebut pasar-pasar baru atau permintaan tambahan dari pasar-pasar yang sebelumnya telah
direbut Filipina dan Srilanka. Oleh karena itu, untuk meningkatkan volume ekspor dari
agroindustri desiccated coconut itu sendiri diperlukan perluasan daerah pemasaran untuk
mengisi pasar-pasar yang baru tumbuh, seperti Eropa Timur, Arab, China, dan Rusia. Selain
itu juga perlu dilakukan pemasaran yang lebih intensif ke negara-negara potensial yang
memiliki permintaan cukup besar untuk produk-produk kelapa seperti Amerika dan Eropa.
Seperti yang dinyatakan oleh Kotler (1997), strategi pengembangan pasar baru merupakan
salah satu strategi pertumbuhan intensif, kisi ekspansi pasar atau produk.
Selain perluasan daerah pemasaran, guna meningkatkan ekspor agroindustri
desiccated coconut Indonesia juga diperlukan peningkatan promosi yang tidak hanya
dilakukan oleh agroindustri itu sendiri, namun juga dibantu dan didukung oleh pemerintah,
baik dari Kementrian Perdagangan maupun dari Kementrian Perindustrian, serta bantuan dari
kedutaan Indonesia yang berada di negara pasar potensial. Peningkatan promosi ini dapat
dilakukan dengan bantuan pemerintah dengan memberikan bantuan dana untuk agroindustri
desiccated coconut Indonesia sehingga dapat menghadiri pameran produk di negara
potensial tersebut yang mana kedutaan membantu untuk selalu memberi informasi terbaru
mengenai acara pameran produk di negara potensial, sehingga agroindustri Indonesia dapat
ikut serta memperkenalkan produknya secara langsung dan berhubungan secara langsung
dengan para importir. Hal ini dapat menunjang agroindustri desiccated coconut indonesia
berhubungan secara langsung dan menjalin mitra kerja secara langsung dengan importir
(industri pangan) yang menggunakan desiccated coconut di industrinya.
2.
Strategi WO
Menurut David (2009), strategi WO adalah strategi yang meminimalkan kelemahan
yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada. Terdapat dua alternatif strategi untuk
strategi WO, yaitu: 1) Meningkatkan kualitas produk untuk mempertahankan pelanggan lama
dan meraih pelanggan baru, 2) Mengembangkan produk sehingga lebih bernilai tambah.
Kualitas produk desiccated coconut Indonesia sebenarnya telah sesuai dengan
standar internasional maupun SNI, namun sebagian besar industri desiccated coconut
indonesia yang telah mampu menjual produk desiccated coconut nya ke pasar ekspor masih
belum besar. Hal ini dikarenakan desiccated coconut merupakan produk yang
pengaplikasiannya 100% untuk pangan, sehingga kualitas kebersihan dan higienis produk ini
merupakan hal yang sangat penting dan menjadi bahan pertimbangan utama dalam membeli
produk ini oleh para importir. Sedangkan sebagian besar agroindustri desiccated coconut
Indonesia masih belum mementingkan pentingnya kebersihan dan higienis mulai dari bahan
baku, proses, sampai produk akhir desiccated coconut tersebut. Inilah yang menyebabkan
diperlukannya peningkatan kualitas produk desiccated coconut yang dihasilkan agroindustri
desiccated coconut Indonesia sehingga dapat bersaing di pasaran dan dapat merebut pasar
potensial desiccated coconut yang sebagian besar merupakan negara-negara pemerhati
kehigienisan produk pangan seperti negara-negara Eropa dan USA. Seperti yang dinyatakan
oleh Dirjend Perdagangan Luar Negeri (2009) bahwa US Food and Drug Administration
(FDAA) mensyaratkan ekspor hasil pertanian ke Amerika dengan sistem jaminan mutu
menggunakan pola HACCP (Hazard Analytical Critical Control Point). Oleh karena itu,
perlu dilakukan peningkatan kualitas produk desiccated coconut Indonesia dengan
melakukan penerapan Good Manufacturing Process sehingga mulai dari bahan baku, proses
produksi, sampai produk akhirnya terjamin kualitas dan nilai higienisnya. Sehingga dapat
memasuki pasar Amerika sebagai negara dengan volume estimasi konsumsi desiccated
coconut terbesar di dunia, yaitu sebesar 35.301 ton pada tahun 2009 (APCC, 2009).
Pengembangan produk juga diperlukan guna meningkatkan volume eskpor produk
kelapa Indonesia. Dengan mengembangkan produk desiccated coconut hingga lebih kepada
produk hilir seperti produk-produk makanan yang berbahan baku desiccated coconut, seperti
cookies, biskuit, dan produk camilan lainnya seperti yang diproduksi oleh negara potensial
China, maka akan terdapat peningkatan nilai tambah yang mana juga meningkatkan
keuntungan, serta penambahan lapangan kerja bagi rakyat Indonesia. Selain itu, dengan
menciptakan desiccated coconut low fat sebagai bahan baku produk tersebut, maka akan
terdapat produk tambahan yang juga dapat dijual di pasar ekspor maupun pasar domestik,
yaitu santan. Hal ini tentunya sangat mampu meningkatkan nilai tambah dari kelapa serta
dapat memberi keuntungan lebih bagi agroindustri desiccated coconut Indonesia.
3.
Strategi ST
Strategi ST adalah strategi yang menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk
mengatasi ancaman yang ada(Manktelow dan Carlson, 2011). Terdapat dua alternatif strategi
pemasaran yang dirumuskan melalui strategi ST, yaitu: 1) Mengusahakan pengembangan dan
pelatihan manajemen industri desiccated coconut Indonesia sehingga lebih teratur dan
pekerjanya memiliki etos kerja tinggi, 2) Meningkatkan kualitas proses dan teknologi proses
industri desiccated coconut Indonesia yang dibantu oleh pemerintah.
Strategi pelatihan manajemen industri bertujuan untuk menciptakan agroindustri
desiccated coconut yang memiliki manajemen industri yang baik, teratur, disiplin, sehingga
memiliki pekerja yang beretos kerja tinggi serta manajemen proses yang higienis dengan
teknologi canggih dan proses produksi desiccated coconut yang higienis sehingga dapat
menyaingi pesaing utama, seperti Filipina dan Srilanka. Dengan pelatihan manajemen
industri yang diciptakan atau diatur dan diselenggarakan secara rutin oleh industrinya sendiri
maupun dengan bantuan fasilitas dari pemerintah, manajemen industri desiccated coconut
Indonesia dapat lebih maju dibanding negara lain dan dapat menghasilkan produk desiccated
coconut dengan kualitas lebih baik serta mampu dipercaya oleh negara-negara pasar potensial
untuk memenuhi kebutuhan desiccated coconut mereka. Terutama negara Amerika, sebagai
negara yang sangat memperhatikan kualitas proses produksi produk pangan yang masuk ke
negaranya, yang merupakan negara pengimpor desiccated coconut terbanyak di dunia yaitu
sebesar 35.886 ton pada tahun 2009 (APCC, 2009).
Peningkatan kualitas proses dan teknologi proses yang dibantu pemerintah bertujuan
untuk meningkatkan kualitas dari agroindustri desiccated coconut Indonesia sehingga
negara-negara Eropa dan Amerika mau membeli produk desiccated coconut Indonesia, tidak
hanya kepada industri-industri yang telah besar, namun juga industri yang masih menengah
dan masih berkembang. Dengan adanya bantuan pemerintah seperti penyediaan alat dan
mesin atau bantuan dana untuk membeli alat dan mesin, serta pelatihan GMP (Good
Manufacturing Practice) yang diberikan kepada agroindustri desiccated coconut Indonesia
dapat meningkatkan kualitas agroindustri desiccated coconut Indonesia sehingga akan
banyak importir desiccated coconut yang membeli desiccated coconut ke Indonesia dan hal
tersebut dapat meningkatkan ekspor desiccated coconut Indonesia.
4.
Strategi WT
Strategi WT adalah strategi yang bersifat defensif dengan cara meminimalkan
kelemahan dan menghindari ancaman (David, 2009). Terdapat tiga alternatif strategi WT
yang dapat diterapkan, yaitu: 1) Memperbaiki infrastruktur yang ada dan menambah
infrastruktur agar memperlancar proses ekspor, 2) Meningkatkan efisiensi proses agar dapat
membeli kelapa butiran dengan harga lebih mahal dibanding pesaing, 3) Meningkatkan
kemudahan birolrasi dalam proses ekspor-impor.
Memperbaiki dan menambah infrastruktur sangat dibutuhkan guna menunjang
kelancaran proses dan distribusi ekspor produk desiccated coconut ini. Contohnya untuk
infrastruktur seperti pelabuhan internasional. Tentunya bukan hal yang mudah untuk
menciptakan infrastruktur ini, oleh karena itu bantuan dari pemerintah untuk memperbaiki
infrastruktur yang ada agar sistem di pelabuhan internasional tersebut berjalan lebih lancar
dan baik dapat memperlancar proses ekspor. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
memperbaiki agar tidak terjadi kemacetan di sekitar pelabuhan, pengusahaan air bersih,
pengusahaan alat bongkar muatan agar tidak lama pengoperasiannya, dan lain sebagainya.
Dalam hal ini, agroindustri juga perlu mendukung agar bisa saling menjaga infrastruktur
yang ada.
Efisiensi proses juga diperlukan agar industri dapat memperoleh keuntungan yang
lebih dan tidak terdapat bahan baku yang terbuang sia-sia. Efisiensi proses dilakukan dengan
pengusahaan proses pengolahan kelapa terpad dengan unit pengolahan yang dapat
menghasilkan beraneka ragam produk dan memanfaatkan seluruh bagian dari kelapa yang
dibeli industri di petani sehingga dapat memperoleh keuntungan lebih. Hal ini juga bertujuan
untuk meningkatkan harga kelapa petani, sehingga industri dapat membeli kelapa dengan
harga yang tinggi, sehingga petani juga tidak mengekspor kelapa (butir) ke negara lain
karena industri di negeri sendiri mampu membeli dengan harga mahal yang diinginkan
petani. Hal ini dapat saling menguntungkan kedua belah pihak dan meningkatkan ekspor
kelapa Indonesia. Ini merupakan salah satu strategi menguasai bahan baku dari dalam negeri
sendiri.
Peningkatan kemudahan birokrasi dalam proses ekspor-impor bertujuan agar para
pembeli dari negara potensial tidak merasa kesulitan dalam melakukan proses impor dari
negara Indonesia. Kemudahan birokrasi tidak hanya dalam hal perizinan, namun juga dalam
hal keamanan yang biasanya terdapat permintaan tarif tertentu dari pihak yang tidak
bertanggung jawab sehingga memperlambat proses pengiriman barang ke negara pasar
potensial. Hal ini dapat diterapkan dengan kebijakan dari pemerintah untuk tidak
mempersulit masalah perizinan, meningkatkan keamanan di sekitar pelabuhan internasional,
serta menempatkan aparat pemerintahan yang bertanggung jawab untuk ditugaskan di sekitar
pelabuhan internasional, baik itu dari pihak bea cukai, maupun dari pihak Dinas
Perhubungan. Tentu saja hal ini dapat meningkatkan ekspor produk kelapa Indonesia.
4.3.4 Strategi Pemasaran Ekspor Produk Desiccated Coconut
Berdasarkan matriks Boston Consulting Group (Matriks BCG) yang telah dilakukan, posisi
agroindustri desiccated coconut Indonesia berada pada posisi dogs. Hal ini menandakan pertumbuhan
pasar industri tersebut masih rendah dengan pangsa pasar relatif yang masih di bawah 50% dari
pangsa pasar pesaing utama yaitu Filipina. Posisi ini menunjukkan rasionalisasi merupakan strategi
terbaik untuk dijalankan, karena banyak divisi dalam posisi ini menjadi baik setelah usaha
pengurangan aset dan biaya, dan kembali menjadi divisi yang dapat hidup dan memperoleh laba.
Sedangkan berdasarkan matriks internal-eksternal yang telah dilakukan, agroindustri desiccated
coconut Indonesia berada pada posisi sel V yang berarti berada pada tahap pertahankan dan pelihara
sehingga perlu melakukan penetrasi pasar dan pengembangan produk.
Dilihat dari posisi agroindustri desiccated coconut Indonesia seperti yang dijelaskan di atas
dan berbagai alternatif strategi terbaik berdasarkan matriks SWOT yang telah dibuat, strategi terbaik
dan yang sebaiknya dilaksanakan untuk memajukan dan meningkatkan ekspor produk desiccated
coconut Indonesia antara lain dengan meningkatkan efisiensi proses agar dapat memperkecil biaya
dan meningkatkan keuntungan, meningkatkan kualitas produk terutama dari segi sifat higienisnya
dikarenakan desiccated coconut merupakan produk yang 100% penggunaannya untuk memproduksi
pangan sehingga dapat memenuhi permintaan pasar ekspor yang semakin meningkat, meningkatkan
kemudahan birokrasi dalam proses ekspor-impor dengan meningkatkan tingkat keamanan di
pelabuhan, pemberian kemudahan dalam hal perizinan, serta pemberian kepercayaan yang mudah
dalam mengeluarkan L/C guna mengatasi ancaman utama yang mana impor dari Singapore lebih
mudah, memperluas daerah pemasaran ke pasar-pasar yang baru tumbuh seperti Eropa Timur, Arab,
China, dan Rusia, dan mengembangkan produk sehingga bernilai tambah seperti cookies, biscuits,
bakery.
Peningkatan efisiensi proses dilakukan untuk menghasilkan berbagai macam produk dalam
pengolahan per butir kelapanya. Dengan demikian, akan banyak produk yang dapat dijual sehingga
mampu menutupi dan mengurangi biaya serta memperoleh keuntungan lebih. Hal ini sangat penting
untuk dilakukan sebab posisi agroindustri desiccated coconut Indonesia yang masih berada pada
posisi dogs memerlukan strategi pengurangan aset dan biaya agar kedepannya desiccated coconut
dapat tetap tumbuh dan meningkat penjualannya. Peningkatan kualitas produk merupakan strategi
yang juga tepat dilakukan saat ini guna meningkatkan permintaan dari pasar-pasar yang baru dimasuki
maupun pasar-pasar yang telah menjadi pelanggan sebelumnya. Perluasan daerah pemasaran dan
pengembangan produk menjadi produk yang lebih bernilai tambah juga sangat penting untuk
dilakukan sebagaimana sesuai dengan posisi industri pada matriks internal-eksternal yaitu pada posisi
sel V dengan strategi terbaiknya yaitu penetrasi pasar dan pengembangan produk.
4.3.5 Analisis Posisi Kompetitif Relatif Agroindustri Minyak Kelapa
Analisis posisi kompetitif relatif agroindustri minyak kelapa digambarkan dalam matriks
BCG yang merupakan pendekatan portofolio perusahaan. Matriks BCG dibuat berdasarkan volume
eskpor minyak kelapa Indonesia dan kompetitor utamanya yaitu Filipina, seperti disajikan pada Tabel
24.
Tabel 24. Volume Ekspor Minyak Kelapa Indonesia dan Filipina
Tahun
Indonesia (MT)
Filipina (MT)
2005
745.742
1.151.639
2006
519.556
1.070.269
2007
739.923
886.561
2008
649.255
847.626
2009
570.311
826.237
Berdasarkan Tabel 24 di atas, pertumbuhan pasar minyak kelapa Indonesia mengalami
penurunan drastis dari tahun 2005 ke tahun 2006, namun kemudian naik kembali pada tahun 2007 dan
terus mengalami penurunan hingga tahun 2009. Hal ini menunjukkan ketidakkonstanan pertumbuhan
pasar ekspor minyak kelapa Indonesia. Hal yang sama juga terjadi pada negara Filipina yang terus
menerus mengalami penurunan dari tahun 2005 hingga tahun 2009. Nilai pertumbuhan pasar minyak
kelapa Indonesia dari tahun 2008 ke tahun 2009 adalah sebesar -12,2 %. Sedangkan pangsa pasar
relatif industri minyak kelapa Indonesia terhadap pesaing utamanya yaitu Filipina pada tahun 2009
sebesar 69%. Hal ini menunjukkan pangsa pasar produk minyak kelapa yang dimiliki Indonesia
sebesar 0,69 dari pangsa pasar yang dimiliki Filipina. Berdasarkan nilai pertumbuhan pasar dan
pangsa pasar relatif minyak kelapa Indonesia yang diperoleh tersebut, dapat dibuat plot pada diagram
matriks BCG seperti disajikan pada Gambar 23.
Pangsa Pasar Relatif
Tinggi
1,0
Sedang
0,50
Rendah
0,0
Tinggi
+20%
Star
II
Tingkat
Pertumbuhan
Pasar
Question Mark
I
Sedang
0%
Cash Cow
III
Dogs
IV
Rendah
-20%
Gambar 23. Matriks BCG Agroindustri Minyak Kelapa Indonesia Tahun 2009
Pada Gambar 23 tersebut industri minyak kelapa berada pada sel cash cow dimana posisi ini
menunjukkan industri memiliki tingkat pertumbuhan pasar yang rendah namun pangsa pasar yang
dimilikinya relatif besar. Pada posisi ini pasar dalam kondisi telah dewasa, karena tingkat
pertumbuhan pasar yang relatif rendah. Meskipun demikian, menurut David (2009), posisi pada dogs
ini menunjukkan posisi internal dan eksternal industri masih cukup lemah sehingga diperlukan
penciutan atau pengurangan aset dan biaya yang ketat agar industri tetap mampu menghasilkan
keuntungan. Cash cow menunjukkan sapi perah yang menghasilkan banyak kas bagi industri. Dalam
kondisi seperti ini industri disarankan untuk menerapkan defensive strategy yang bertujuan untuk
mempertahankan pangsa pasar dari pesaing dan menjaga kelompok produk dari serangan produk
substitusi. Menurut Umar (1999), posisi cash cow dapat bertahan selama mungkin jika menerapkan
strategi product development atau concentric diversification yaitu dengan cara menambah produk baru
tapi masih berhubungan dengan produk yang sudah ada. Dalam kasus minyak kelapa, produk baru
tersebut dapat berupa minyak goreng atau produk-produk oleochemical minyak kelapa yang dapat
digunakan dalam proses produksi produk selanjutnya seperti deterjen, sabun, dan lain sebagainya.
4.3.6 Analisis Internal dan Eksternal Agroindustri Minyak Kelapa
Seperti yang telah dilakukan untuk agroindustri desiccated coconut sebelumnya, analisis
internal dilakukan untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan usaha
agroindustri dalam memasarkan produk yang dihasilkan. Hal ini dilakukan untuk memahami kekuatan
dan kelemahan agroindustri sehingga dapat mengoptimalkan kekuatan dan menekan kelemahan yang
dimiliki dalam rangka memasarkan produk yang dihasilkan. Analisis eksternal dilakukan untuk
mengidentifikasi peluang-peluang dan ancaman-ancaman yang akan dihadapi usaha agroindustri
dalam memasarkan produk yang dihasilkan di pasar ekspor. Hal ini dilakukan untuk memahami
peluang dan ancaman agroindustri dalam memasarkan produknya di pasar ekspor sehingga
menentukan perencanaan strategi yang efektif dalam memasarkan produk di pasar ekspor.
Analisis internal dan eksternal dari agroindustri minyak kelapa ini dilakukan dengan cara
studi pustaka, mencari referensi dari internet mengenai agroindustri minyak kelapa Indonesia,
melakukan diskusi dan wawancara dengan pakar kelapa dari berbagai pihak seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, serta dengan melakukan pengisian kuesioner oleh para pakar untuk
pembobotan faktor-faktor internal dan eksternal tersebut yang kuesionernya dapat dilihat pada
Lampiran 7.
1. Analisis Internal Factor Evaluation (IFE)
Analisis internal industri minyak kelapa terdiri dari faktor kekuatan dan kelemahan yang
dapat dilihat pada Tabel 25. Masing-masing faktor yang mempengaruhi dijelaskan sebagai berikut:
a. Faktor Kekuatan
Faktor kekuatan yang dimiliki agroindustri minyak kelapa di Indonesia pada umumnya
adalah sebagai berikut:
1) Ketersediaan Bahan Baku Melimpah
Indonesia merupakan negara yang memiliki luas areal kelapa terbesar di dunia serta negara
penghasil kelapa terbanyak di dunia. Berdasarkan data dari Coconut Statistical Yearbook
APCC (2009), Indonesia memiliki luas areal kelapa sebesar 3,85 juta hektar dengan produksi
buah kelapa sebanyak 16,498 miliar butir buah kelapa atau setara 3,3 juta ton kopra.
Kekayaan kelapa yang dimiliki Indonesia ini bahkan meningkat dari tahun-tahun sebelumnya
yang dapat dilihat pada Tabel 18. Kondisi ini sebenarnya sangat mendukung kekuatan
agroindustri dalam memenuhi bahan baku. Diperlukan kerja sama yang baik antara petani
kelapa dengan agroindustri kelapa di Indonesia guna memanfaatkan potensi besar ini.
2) Penghasil Minyak Kelapa Terbesar Kedua di Dunia
Indonesia merupakan negara penghasil minyak kelapa tebesar kedua di dunia setelah
Filipina, yaitu memproduksi sekitar 800.000 sampai dengan 900.000 ton minyak kelapa per
tahunnya. Hal ini yang menyebabkan Indonesia juga menjadi negara pengekspor minyak
kelapa terbesar kedua di dunia setelah Filipina, dengan jumlah ekspor pada tahun 2009
sebesar 570.311 ton sedangkan Filipina sebesar 826.237 ton (APCC, 2009). Dibandingkan
negara lain yang juga mengekspor minyak kelapa selain Filipina, jumlah produksi minyak
kelapa Indonesia sangat besar dan kontinuitas produksinya sangat lancar dikarenakan rakyat
petani kelapa Indonesia hampir seluruhnya memproduksi kopra yang kemudian dijual kepada
agroindustri kelapa Indonesia untuk kemudian diolah menjadi minyak kelapa.
3) Promosi Penjualan yang Cukup Baik
Dalam melakukan penjualan untuk pasar ekspor, Indonesia telah memiliki lembaga atau
komunitas kelompok seperti Asean Pasific Coconut Community (APCC) yang telah
membantu perusahaan-perusahaan agroindustri kelapa (termasuk industri minyak kelapa)
dalam mempromosikan produknya untuk pasar internasional. Bentuk promosi tersebut
berupa informasi iklan yang tercantum pada majalah Cocoinfo International yang diterbitkan
secara rutin oleh APCC setiap bulan serta informasi berupa directory traders (kumpulan
perusahaan-perusahaan yang mengekspor dan mengimpor) produk agroindustri kelapa dalam
bentuk sebuah buku yang diterbitkan setiap 2 tahun sekali.
b. Faktor Kelemahan
Faktor kelemahan yang dimiliki agroindustri minyak kelapa di Indonesia pada umumnya
adalah sebagai berikut:
1) Kurang Pengembangan Produk
Sampai saat ini produk minyak kelapa yang dihasilkan dan dijual di pasar ekspor kualitasnya
hanya sampai crude. Agroindustri kelapa di Indonesia belum bisa memproduksi produk
oleochemical. Hal ini dikarenakan kurangnya dorongan dari pemerintah serta perusahaan
swasta yang masih belum mau memproduksi produk yang bernilai tambah lebih tinggi
tersebut akibat masih besarnya permintaan pasar akan produk minyak kelapa (crude).
Padahal pangsa pasar ekspor dari produk minyak kelapa itu sendiri kemungkinan besar tidak
dapat menjadi lebih besar lagi (telah mencapai tingkat maksimum, kecuali jika mampu
merebut pasar dari negara pesaing). Selain itu, jika agroindustri Indonesia memproduksi
lebih banyak minyak kelapa dan mampu menghasilkan produk turunannya berupa
oleochemical maka Indonesia dapat merebut pangsa pasar negara lain yang biasa mengekspor
produk oleochemical kelapa atau bahkan mampu membuat pasar baru untuk produk
oleochemical kelapa tersebut. Sehingga nilai tambah serta keuntungan yang diperoleh dapat
lebih besar dan dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masayarakat Indonesia.
2) Harga Minyak Kelapa Tidak Stabil
Harga jual minyak kelapa mengikuti standar harga minyak di Rotterdam. Hal ini yang
menyebabkan harga produk minyak kelapa menjadi tidak stabil. Selain itu, dalam
penjualannya ke pasar potensial ekspor minyak kelapa, agroindustri kelapa Indonesia perlu
berhati-hati agar menyesuaikan dengan harga di Rotterdam tersebut serta mampu bersaing
dengan negara pesaing lain sehingga permintaan akan produk minyak kelapa ke Indonesia
tetap stabil atau bahkan meningkat. Namun hal ini menyebabkan keuntungan yang diperoleh
dalam mengekspor produk ini tidak tetap (beragam) dan harga kopra di petani juga tidak
tetap serta dapat dimonopoli.
3) Infrastruktur Kurang Memadai
Terbatasnya infrastruktur seperti kurangnya pasokan listrik, sarana jalan, transportasi,
telekomunikasi, serta pelabuhan ekspor di wilayah pengembangan kelapa yang meliputi
Maluku Utara, Sulawesi Utara, Riau, Kalimantan Barat, dan Lampung, juga dirasakan
menjadi penghambat pengembangan industri pengolahan kelapa. Tidak terdapatnya
pelabuhan ekspor di wilayah-wilayah tersebut menyebabkan harga produk menjadi lebih
mahal yang disebabkan oleh mahalnya biaya distribusi produk untuk diekspor.
4) Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Masih Kurang
Kebijakan pemerintah yang berlaku saat ini masih kurang sinkron satu sama lain. Antara
kebijakan Kementrian Pertanian yang pada umumnya lebih menginginkan kesejahteraan
petani dengan kebijakan Kementrian Perindustrian yang pada umumnya menginginkan
kemajuan industri sampai saat ini masih mengalami ketidakkompakkan. Hal ini dikarenakan
sampai saat ini petani masih hanya bisa mengolah kelapa menjadi kopra, yang dijual ke
industri untuk selanjutnya diolah kembali dan dijual untuk pasar domestik maupun pasar
internasional, yang mana harga jual kopra ataupun kelapa butiran petani tersebut pada
umumnya masih belum dapat mensejahterakan petani kelapa Indonesia. Sedangkan
Kementrian Perindustrian juga menginginkan kemajuan agroindustri kelapa sehingga
berupaya sebaik mungkin demi memajukan agroindustri kelapa Indonesia, salah satunya
dengan membantu meningkatkan kualitas produk dan mengupayakan agar penjualan ekspor
produk agroindustri kelapa Indonesia semakin meningkat. Hal ini tentunya lebih
menguntungkan agroindustri kelapa di Indonesia, sementara nasib rakyat petani kelapa tetap
pada harga standar buah kelapa pada umumnya, belum lagi jika mereka “dipermainkan” oleh
para tengkulak.
5) Kontinuitas Bahan Baku Masih Tidak Stabil
Kelapa memang merupakan komoditi yang tidak sulit ditemui. Luas areal kelapa di
Indonesia yang sangat besar sebagian besar dimiliki oleh para petani (rakyat kecil). Sebesar
98% atau sekitar 3,77 juta hektar areal kelapa dimiliki oleh para petani kelapa, sisanya
sebesar 2% atau sekitar 77000 hektar dimiliki oleh perusahaan swasta. Sebagian besar para
petani masih mengolah kelapa hanya menjadi kopra atau dijual dalam bentuk butiran kelapa
(Dirjen Perkebunan, 2009). Namun, sikap para petani yang mengekspor kelapa butiran
menyebabkan sulitnya bagi para industri untuk memperoleh bahan baku.
Tabel 25. Matriks IFE untuk Industri Minyak Kelapa
Faktor Strategis Internal
Bobot Rating
1
2
Skor
(a)
(b)
(a) x (b)
1. Ketersediaan bahan baku melimpah
0,15
3,75
0,56
2. Penghasil minyak kelapa terbesar kedua di dunia
0,14
3,5
0,49
3. Promosi penjualan cukup baik
0,09
3,25
0,29
1. Kurang pengembangan produk
0,11
1,5
0,17
2. Harga minyak kelapa tidak stabil
0,12
1,25
0,15
3. Infrastruktur kurang memadai
0,13
1,25
0,16
4. Sinkronisasi kebijakan pemerintah masih kurang
0,11
1,75
0,19
5. Kontinuitas bahan baku tidak stabil
0,15
1,25
0,19
Kekuatan
Kelemahan
Total
1,00
2,2
Matriks IFE diperoleh melalui penilaian pakar mengenai sejauh mana faktor-faktor strategis
internal berpengaruh terhadap ekspor agroindustri minyak kelapa Indonesia. Setiap pakar memberikan
penilaian bobot dan peringkat terhadap masing-masing faktor strategis internal agroindustri minyak
kelapa Indonesia pada umumnya. Semakin kuat faktor internal tersebut, semakin tinggi skornya dan
semakin lemah faktor internal tersebut, maka semakin rendah skornya. Penilaian pada kuesioner
untuk matriks IFE dilakukan oleh para pakar kelapa yang telah disebutkan sebelumnya dengan
mengisi kuesioner seperti yang terdapat pada Lampiran 5. Penilaian pakar tersebut kemudian diambil
nilai rata-rata dari seluruh penilaian para pakar untuk memperoleh nilai rata-rata seperti yang terdapat
pada Tabel 25 di atas.
Berdasarkan Tabel 25, analisis matriks IFE menghasilkan total skor seluruh faktor internal
sebesar 2,2. Total total skor ini mengindikasikan bahwa kemampuan agroindustri minyak kelapa
Indonesia pada umumnya masih mencirikan industri yang lemah secara internal. Seperti yang
dijelaskan oleh David (2009), terlepas dari berapa banyak faktor yang dimasukkan ke dalam Matriks
Evaluasi Faktor Internal, skor bobot total di bawah 2,5 mencirikan organisasi yang lemah secara
internal, sedangkan skor bobot total di atas 2,5 mengindikasikan posisi internal yang kuat. Kekuatan
utama dari agroindustri minyak kelapa Indonesia pada umumnya adalah ketersediaan bahan baku yang
melimpah, dengan total skor tertinggi sebesar 0,56. Seperti agroindustri desiccated coconut Indonesia,
hal ini menunjukkan kekuatan utama dari agroindustri minyak kelapa adalah karena ketersediaan
bahan bakunya yang melimpah yang mana memang negara Indonesia ini merupakan negara penghasil
kelapa terbesar di dunia. Sedangkan kelemahan utama dari agroindustri minyak kelapa di Indonesia
pada umumnya adalah harga minyak kelapa yang tidak stabil dengan total skor terendah yaitu 0,15.
Hal ini menunjukkan kelemahan utama agroindustri minyak kelapa Indonesia dalam mengeskpor
produknya adalah harga minyak kelapa yang tidak stabil yang juga menyebabkan keuntungan yang
diperoleh agroindustri tersebut menjadi beragam (tidak tentu), serta harga bahan baku yaitu kelapa
yang dapat dibeli dari petani pun memiliki patokan harga yang tidak menentu. Hal ini tidak hanya
merugikan industri namun juga para petani kelapa.
2. Analisis External Factor Evaluation (EFE)
Analisis eksternal industri minyak kelapa terdiri dari faktor peluang dan ancaman yang dapat
dilihat pada Tabel 27. Masing-masing faktor yang mempengaruhi dijelaskan sebagai berikut:
a. Faktor Peluang
Faktor peluang yang dimiliki agroindustri minyak kelapa di Indonesia pada umumnya adalah
sebagai berikut:
1) Permintaan Pasar Ekspor Sangat Tinggi
Permintaan pasar luar negeri sangat tinggi dikarenakan produk minyak kelapa ini dapat
memiliki produk turunan oleokimia yang sangat banyak fungsinya dalam pembuatan produk
akhir dan pasar luar mampu memproduksinya. Produk oleokimia kelapa tersebut antara lain
berfungsi sebagai komponen utama pembuatan sabun, shampo, dan deterjen, bahan
pembuatan pelumas, pelarut wangi-wangian, makanan diet (Medium-Chain-Triglesirides
(MCT)), pengemulsi pada industri pangan, sebagai plasticizer untuk industri PVC, dan lain
sebagainya (Dekindo2, 2010). Berdasarkan data estimasi konsumsi dunia untuk produk
minyak kelapa ini juga cenderung naik dari tahun 2005 yaitu sebesar 2.939.500 ton hingga
tahun 2009 yaitu sebesar 3.064.800 ton (APCC, 2009).
2) Perdagangan Global Semakin Terbuka Luas
Era perdagangan bebas merupakan peluang yang sangat mendukung pengembangan
agroindustri minyak kelapa. Pada era ini, arus barang, jasa, modal, teknologi, serta sumber
daya alam dengan bebas melintas dari satu negara ke negara yang lain. Hal ini akan
memberikan peluang yang sangat baik untuk ekspor produk minyak kelapa ke manca negara,
baik untuk pasar potensial di wilayah Asia, maupun untuk pasar potensial di wilayah Eropa
dan Amerika. Selain itu, dengan adanya CAFTA (China-Asean Free Trade Area) juga
menjadi peluang bagi perusahaan agroindustri kelapa Indonesia untuk memperluas pasaranya
ke luar negeri, dan terbukanya pasar ekspor sebagai konsekuensi pemberlakuan sistem
perdagangan bebas menyebabkan berbagai hambatan ekspor berkurang. Bahkan
Manggabarani (2010)
menyatakan permintaan sektor industri kelapa dengan
diberlakukannya CAFTA sangat besar, dimana permintaan minyak kelapa meningkat sampai
dua kali lipat.
3) Peningkatan Jumlah Penduduk Dunia
Jumlah penduduk dunia semakin hari semakin bertambah. Berdasarkan International Data
Base US Census Bureau (2011), jumlah penduduk dunia pada saat ini sebesar 6.918.687.238
penduduk, meningkat dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 6.884.215.263. Dengan jumlah
penduduk yang meningkat tersebut, saat ini China merupakan negara dengan penduduk
terbanyak yaitu sebesar 1.336.718.015 penduduk, disusul negara India dengan 1.189.172.906
penduduk, dan United States sebesar 313.232.044 penduduk. Bertambahnya jumlah
penduduk dunia tersebut secara tidak langsung mempengaruhi peningkatan permintaan
produk minyak kelapa. Semakin maju dan berkembangnya kehidupan dunia, maka semakin
banyak pula permintaan akan kebutuhan seperti deterjen, sabun, shampo, cairan pencuci dan
penghilang lemak, dan produk lainnya yang mana minyak kelapa merupakan bahan
komponen utama ataupun bahan komponen pembantu dalam pembuatan produk-produk
tersebut.
4) Pengembangan Industri Hilir
Masih terbuka peluang untuk mengembangkan industri hilir yang produk akhirnya dapat
diekspor sehingga memberi nilai tambah yang lebih dan keuntungan yang lebih besar.
Produk hilir tersebut dapat berupa oleochemicals dari minyak kelapa dan produk-produk
turunannya serta minyak goreng kelapa. Hal ini dikarenakan penggunaan dari produk
oleochemicals terrsebut dapat lebih beragam antara lain berfungsi sebagai komponen utama
pembuatan sabun, shampo, dan deterjen, bahan pembuatan pelumas, pelarut wangi-wangian,
makanan diet (Medium-Chain-Triglesirides (MCT)), pengemulsi pada industri pangan,
sebagai plasticizer untuk industri PVC, dan lain sebagainya (Dekindo2, 2010).
b. Faktor Ancaman:
Faktor ancaman yang dimiliki agroindustri minyak kelapa di Indonesia pada umumnya
adalah sebagai berikut:
1) Ekspor Bahan Baku (Kelapa Utuh)
Masih banyaknya petani kelapa yang menjual bahan baku (buah kelapa utuh) ke negara lain
yang wilayahnya dekat dengan Indonesia seperti Malaysia dan Singapore menjadi ancaman
bagi negara Indonesia sendiri. Hal ini menyebabkan banyak industri pengolah kelapa di
Indonesia yang kekurangan bahan baku. Sementara negara pesaing menghasilkan produk
turunan kelapa dengan jumlah besar untuk diekspor ke negara potensial. Berdasarkan data
dari PT. Pulau Sambu yang mana industrinya berada di wilayah perbatasan (Kabupaten
Indragiri Hilir, Propinsi Riau), jumlah ekspor dan perdagangan lintas batas kelapa bulat pada
tahun 2006 adalah sebesar 16.243.700 butir dan pada tahun 2007 sebesar 18.241.000 butir,
yang mana diperkirakan jumlah tersebut diatas meningkat pesat dalam tahun 2010, sehingga
pada awal tahun 2011 telah mencapai sekitar 15.000.000 butir sampai dengan 30.000.000
butir per bulan atau sekitar 500.000 butir sampai dengan 1.000.000 butir per hari.
2) Negara Pesaing Memproduksi dengan Jumlah Lebih Banyak
Negara pesaing utama Indonesia dalam mengekspor minyak kelapa adalah negara Filipina.
Jumlah ekspor Filipina lebih besar dibandingkan dengan negara Indonesia dikarenakan
Filipina memproduksi minyak kelapa dengan jumlah yang lebih banyak, sehingga peluang
pasar potensial produk minyak kelapa banyak direbut oleh negara tersebut. Jumlah produksi
minyak kelapa Indonesia dan Filipina dapat dilihat pada Tabel 26. Penduduk Indonesia yang
jumlahnya sekitar 234 juta penduduk juga menyebabkan besarnya kebutuhan domestik akan
kelapa dibandingkan dengan negara Filipina yang jumlah penduduknya hanya 92,5 juta
penduduk. Estimasi konsumsi kelapa domestik Indonesia sebesar 60,4% dari total produksi
kelapa Indonesia, sedangkan Filipina memiliki estimasi konsumsi kelapa domestik hanya
sebesar 32% dari total produksi kelapanya, sehingga lebih banyak kelapa yang digunakan
untuk bahan baku industri minyak kelapa di negara tersebut. Bahkan Filipina juga melakukan
impor untuk kopra sebagai bahan baku minyak kelapa sebesar 68.764 ton pada tahun 2009
sehingga produksi minyak kelapanya juga semakin tinggi (APCC, 2009). Hal-hal tersebut
menjadi salah satu penyebab jumlah ekspor minyak kelapa Filipina lebih besar dibanding
Indonesia. Selain itu, masih banyaknya petani kelapa Indonesia yang berada di wilayah
perbatasan antara Indonesia dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapore yang
mengekspor kelapa utuh untuk negara tersebut menyebabkan Indonesia juga kekurangan
bahan baku untuk menambah jumlah produksi minyak kelapanya.
Tabel 26. Volume Produksi Minyak Kelapa Indonesia dan Filipina
Tahun
Indonesia (MT)
Filipina (MT)
2005
767.600
1.455.000
2006
769.500
1.388.000
2007
958.400
1.264.000
2008
811.569
1.332.000
2009
712.900
1.332.000
(APCC, 2009)
2) Manajemen Industri Negara Pesaing Lebih Baik
Salah satu alasan mengapa negara Filipina merupakan negara pengekspor produk kelapa
terbesar di dunia adalah karena manajemen industri yang diterapkan di sebagian besar
agroindustri kelapa negara tersebut lebih baik dibandingkan dengan negara Indonesia.
Filipina menerapkan manajemen industri yang sangat baik, dimulai dari manajemen
prosesnya, sistem manajemen pemasaran dari sebagian besar agroindustri kelapa Filipina
juga sangat baik. Selain itu, banyaknya penduduk Filipina yang tinggal di USA juga
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tersebarnya produk-produk kelapa Filipina
di USA. Manajemen sumber daya manusia yang dimiliki oleh sebagian besar agroindustri
kelapa Filipina juga sangat baik, seperti pemberian reward, peraturan yang ketat dan
penerapan sikap disipilin dari perusahaan menyebabkan para pekerja Filipina sebagian besar
mermiliki etos kerja yang tinggi. Para pekerja Filipina memiliki sikap, etika, dan kebiasaan
yang baik seperti rajin, pekerja keras, ulet, dan disiplin yang membuat mereka dapat
memajukan agroindustri kelapa di negaranya. Hal ini sangat berbeda dengan Indonesia yang
mana manajemen industrinya sebagian besar masih belum baik. Agroindustri kelapa di
Indonesia sebagian besar masih belum menerapkan HACCP dan GMP. Hal ini menyebabkan
kualitas produk yang dihasilkan belum sebaik negara Filipina dan menyebabkan negaranegara potensial ekspor produk agroindustri kelapa, seperti negara-negara Eropa dan USA
yang sangat mementingkan kualitas dan keamanan produk pangan yang masuk ke negaranya,
tidak mengimpor produk kelapa dari agroindustri kelapa di Indonesia. Hal ini juga
menyebabkan para pekerja di Indonesia sebagian besar masih memiliki etos kerja yang
rendah, yang masih lebih mementingkan keuntungan besar yang diperoleh saat ini tanpa
perduli kontinuitas dari keuntungan tersebut. Hal ini menjadi ancaman bagi agroindustri
kelapa di Indonesia karena negara pesaingnya lebih ulet dalam menjalankan usaha dan
produksi produk agroindustri kelapa.
3) Impor dari Negara Singapore Lebih Mudah
Negara-negara potensial ekspor produk agroindustri kelapa yang berada di Amerika dan
Eropa lebih menyukai membeli produk agroindustri kelapa di Singapore dibandingkan
dengan di Indonesia. Hal ini dikarenakan birokrasi penjualan ekspor di Singapore lebih
sederhana dan mudah, serta kepercayaan Bank dalam memberikan Letter of Credit (L/C)
lebih mudah diberikan. Ini merupakan salah satu alasan agroindustri kelapa di Indonesia
yang mengekspor hampir 100% produknya memiliki market office (kantor pemasaran) di
Singapore, seperti yang dilakukan oleh PT. Pulau Sambu. Sehingga akibat dari kegiatan reexport ini adalah para agroindustri kelapa di Indonesia dapat dimonopoli penjualannya oleh
para traders di Singapore.
4) Tersaingi Produk Minyak Nabati Lain
Sampai saat ini produk minyak yang dihasilkan oleh Indonesia terutama didominasi oleh
minyak kelapa sawit. Bahkan bukan hanya negara Indonesia saja, berdasarkan data dari
Coconut Statistical Yearbook APCC (2009), produksi minyak dunia juga didominasi oleh
minyak kelapa sawit yaitu sebesar 32,49% dari keseluruhan produksi minyak nabati dunia,
sedangkan minyak kelapa hanya sebesar 2,6%. Dengan jumlah produksi yang besar
menyebabkan banyak negara seperti negara-negara Eropa dan Amerika yang mengimpor
minyak kelapa sawit tersebut. Hal ini menyebabkan ancaman bagi agroindustri minyak
kelapa yang mana permintaan dunia akan minyak kelapa dapat menurun. Selain itu,
gencarnya American Soybean Association (ASA) dalam mempromosikan minyak kedelai
adalah kendala utama. Sebagai pesaing, minyak kedelai dinilai paling aman bagi kesehatan
untuk dikonsumsi sebagai minyak goreng. Sementara minyak kelapa divonis sebagai biang
keladi penyebab serangan penyakit-penyakit degeneratif akibat asam lemak jenuh yang
dikandungnya. Sebenarnya yang membahayakan adalah asam lemak jenuh rantai panjang,
sementara minyak kelapa sendiri memiliki asam lemak rantai sedang yang mudah dicerna
dan dioksidasi dalam tubuh sehingga tidak menyebabkan timbunan kolesterol jahat.
Tabel 27. Matriks EFE untuk Industri Minyak Kelapa
Faktor Strategis Eksternal
1
2
Bobot
Rating
Skor
(a)
(b)
(a) x (b)
1. Permintaan pasar ekspor sangat tinggi
0,13
3,25
0,42
2. Perdagangan global semakin terbuka luas
0,09
3,25
0,29
3. Peningkatan jumlah penduduk dunia
0,07
3,5
0,25
4. Pengembangan industri hilir
0,13
2,75
0,36
1. Ekspor bahan baku (kelapa utuh)
0,13
2,25
0,29
2. Negara pesaing memproduksi lebih banyak
0,12
3
0,36
3. Manajemen industri negara pesaing lebih baik
0,12
2,25
0,27
4. Impor dari negara Singapore lebih mudah
0,09
2,25
0,20
5. Tersaingi produk minyak nabati lain
0,12
2
0,24
Peluang
Ancaman
Total
1,00
2,68
Matriks EFE diperoleh melalui penilaian pakar mengenai sejauh mana faktor-faktor strategis
eksternal berpengaruh terhadap ekspor agroindustri minyak kelapa Indonesia. Setiap pakar
memberikan penilaian bobot dan peringkat terhadap masing-masing faktor strategis eksternal
agroindustri minyak kelapa Indonesia pada umumnya. Penilaian pada kuesioner untuk matriks EFE
dilakukan oleh pakar yang sama pada matriks IFE seperti yang terdapat pada Lampiran 7. Penilaian
pakar tersebut kemudian diambil nilai rata-rata dari seluruh penilaian para pakar untuk memperoleh
nilai rata-rata seperti yang terdapat pada Tabel 27 di atas.
Berdasarkan Tabel 27, analisis matriks EFE yang dilakukan menghasilkan total skor sebesar
2,68. Total skor EFE ini mengindikasikan bahwa kemampuan agroindustri minyak kelapa Indonesia
pada umumnya dalam merespon lingkungan eksternalnya di atas rata-rata. Peluang utama dalam
lingkungan eskternal agroindustri minyak kelapa Indonesia dalam melakukan kegiatan eskpor ini
ditunjukkan oleh faktor peluang permintaan pasar eskpor sangat tinggi, dengan total skor terbesar
yaitu 0,42. Hal ini memang menjadi peluang utama dalam mengembangkan dan meningkatkan jumlah
ekspor minyak kelapa Indonesia karena memang permintaan pasar ekspor sangat mendukung sampai
saat ini. Sedangkan ancaman utama bagi agroindustri minyak kelapa Indonesia dalam mengekspor
produknya adalah kegiatan impor dari negara Singapore yang lebih mudah dengan total skor terkecil
yaitu sebesar 0,20. Sama seperti pada agroindustri desiccated coconut Indonesia, hal ini menjadi
ancaman utama dikarenakan kegiatan impor yang mudah birokrasinya dan pemberian L/C dari Bank
di Singapore yang lebih mudah diberikan menyebabkan banyaknya negara pasar potensial minyak
kelapa yang mengimpor atau membeli produk minyak kelapa disana, sehingga pembeli minyak kelapa
di Indonesia menjadi berkurang dan akan banyak traders di Singapore yang membeli produk di
Indonesia kemudian dijual kembali langsung kepada negara-negara potensial yang menyebabkan
Indonesia tidak berhubungan langsung dengan pasar potensialnya.
3. Analisis Matriks Internal-External (Matriks I-E)
Analisis matriks Internal-Eksternal (matriks I-E) digunakan untuk mengetahui posisi
agroindustri minyak kelapa Indonesia pada umumnya saat ini. Matriks I-E didasarkan pada total skor
yang diperoleh dari matriks IFE dan EFE. Merujuk pada Tabel 25 dan Tabel 27, diperoleh nilai
matriks IFE sebesar 2,2, sedangkan nilai matriks EFE sebesar 2,68. Melalui total skor dalam matriks
IFE dan EFE, maka dapat digambarkan posisi agroindustri minyak kelapa Indonesia pada umumnya
dalam matriks I-E seperti pada Gambar 24.
Total Skor IFE
Kuat
3,0-4,0
Total
Skor
EFE
Tinggi
3,0-4,0
I
Rata-rata
2,0-2,99
IV
Rendah
1,0-1,99
VII
Sedang
2,0-2,99
II
V
VIII
Lemah
1,0-1,99
III
VI
IX
Gambar 24. Posisi Agroindustri Minyak Kelapa dalam Matriks Internal-Eksternal
Berdasarkan pada matriks internal-eksternal di atas, agroindustri minyak kelapa Indonesia
pada umumnya sama seperti agroindustri desiccated coconut Indonesia yaitu berada pada posisi sel V
yaitu pada tahap pertahankan dan pelihara (hold and maintain). Menurut David (2009), strategi yang
sebaiknya diterapkan pada posisi ini adalah strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk.
Menurut Umar (2003), strategi penetrasi pasar adalah strategi yang berusaha meningkatkan market
share suatu produk atau jasa melalui usaha pemasaran yang lebih besar, diantaranya dengan
menambah jumlah tenaga penjual dan biaya untuk promosi penjualan. Sedangkan strategi
pengembangan produk yaitu strategi yang bertujuan agar industri dapat meningkatkan penjualan
dengan cara meningkatkan atau memodifikasi produk-produk yang ada sekarang. Hal ini sesuai
dengan agroindustri minyak kelapa Indonesia pada umumnya. Yang mana sebenarnya penjualan
ekspor minyak kelapa Indonesia sebenarnya sudah tidak dapat ditingkatkan lagi. Namun, untuk
memperbesar market share dari penjualan ekspor minyak kelapa Indonesia, perlu ditingkatkan lagi
produksi minyak kelapa itu sendiri yang mana dapat dilakukan salah satunya dengan meningkatkan
produktivitas pohon kelapa dengan cara peremajaan kembali areal kelapa Indonesia. Selain itu,
pengembangan produk juga merupakan salah satu cara memberi nilai tambah lebih untuk minyak
kelapa Indonesia, misalnya dengan menciptakan produk-produk oleochemicals dari minyak kelapa.
Dilihat dari Gambar 24 di atas, posisi agroindustri minyak kelapa berada pada sel V yang
menunjukkan nilai eksternal yang lebih besar dibanding internalnya. Oleh karena itu, sebaiknya
diterapkan strategi yang menjadikan posisi agroindustri minyak kelapa Indonesia berada pada sel II
dengan meningkatkan faktor eksternalnya sehingga menjadi lebih tinggi. Berdasarkan Tabel 27,
peluang utama dalam meningkatkan ekspor minyak kelapa Indonesia adalah permintaan pasar ekspor
dunia untuk produk minyak kelapa sangat tinggi bahkan merupakan permintaan yang tertinggi dari
seluruh produk agroindustri kelapa lainnya, sedangkan ancaman utamanya adalah impor dari negara
Singapore yang lebih mudah. Oleh karena itu, strategi yang sebaiknya diterapkan adalah dengan
meningkatkan produktivitas tanaman kelapa Indonesia sehingga mampu meningkatkan produksi
minyak kelapa Indonesia guna memenuhi permintaan seluruh pasar ekspor serta dengan menerapkan
regulasi yang lebih ringan dalam proses ekspor produk kelapa Indonesia.
4.3.7 Analisis Matriks SWOT Agroindustri Minyak Kelapa
Analisis SWOT (Strengths-Weakness-Opportunities-Threats) merumuskan alternatifalternatif strategi pemasaran yang bisa digunakan oleh agroindustri minyak kelapa Indonesia dalam
mengeskpor produk minyak kelapa berdasarkan kondisi agroindustri saat ini yang digambarkan pada
matriks internal-eksternal seperti pada Gambar 24, yaitu pada posisi sel V tahap pertahankan dan
pelihara. Alternatif strategi pemasaran yang dihasilkan melalui analisis SWOT disusun dengan
menggunakan kombinasi antara faktor-faktor strategis internal dan eskternal yang menjadi kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman yang mana faktor-faktor tersebut diperoleh berdasarkan studi
pustaka, literatur internet, dan diskusi serta wawancara pakar. Hasil analisis SWOT agroindustri
desiccated coconut Indonesia pada umumnya dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Matriks SWOT Industri Minyak Kelapa
Internal
Eksternal
Peluang (Opportunities)
1. Permintaan pasar ekspor
sangat tinggi, cenderung naik
dari tahun 2005 yaitu sebesar
Kekuatan (Strengths)
Kelemahan (Weakness)
1. Ketersediaan bahan baku
1. Kurang pengembangan
melimpah, yaitu sebanyak
produk, masih dalam bentuk
3,85 juta hektar dengan
kasar (crude)
produksi buah kelapa 16,5
2. Harga minyak kelapa tidak
miliar butir buah kelapa
stabil karena mengikuti
2. Penghasil minyak kelapa
standar harga minyak
terbesar kedua di dunia, 800Rotterdam sehingga
900 ribu ton per tahun
keuntungan yang dapat
3. Promosi penjualan cukup baik,
diperoleh juga menjadi tidak
melalui website, Cocoinfo
tetap
International, Directory
3. Infrastruktur kurang memadai,
Traders APCC
seperti masih kurang
berkualitasnya pelabuhan
internasional dan pasokan
listrik
4. Sinkronisasi kebijakan
pemerintah masih kurang
5. Kontinuitas bahan baku masih
tidak stabil, masih banyak
petani ekspor kelapa butiran
dan jumlah tanaman kelapa
yang menghasilkan menurun
dari 2.789.416 ha pada tahun
2007 menjadi 2.773.489 pada
tahun 2009
Strategi S-O
1. Memperluas wilayah
pemasaran ke pasar-pasar
yang baru tumbuh, seperti
Strategi W-O
1. Mengembangkan produk
seperti dalam bentuk non
pangan yaitu produk
2.939.500 ton hingga tahun
2009 yaitu sebesar 3.064.800
ton
2. Perdagangan global semakin
terbuka luas dengan adanya
CAFTA dan free export taxes
untuk produk kelapa
3. Peningkatan jumlah penduduk
dunia, yang mana saat ini
mencapai 6.918.687.238
penduduk, meningkat dari
tahun sebelumnya yaitu
sebesar 6.884.215.263
4. Pengembangan industri hilir
menjadi produk oleochemical
kelapa dan minyak goreng
kelapa
1.
2.
3.
4.
5.
Eropa Timur, Arab, China,
dan Rusia serta pasar potensial
seperti Amerika dan Eropa
(S1, S2, S3, O1, O2, O3)
oleochemicals untuk bahan
pembuatan sabun, deterjen,
cat, dan produk akhir dalam
bentuk pangan seperti minyak
goreng, mentega, makanan
bayi, dan lain sebagainya
sehingga lebih bernilai tambah
(W1, W2, W5, O2, O3, O4)
2. Menciptakan keselarasan
kebijakan pemerintah yang
mendukung industri dan petani
kelapa (W2, W3, W4, W5, O1,
O2, O3, O4)
Ancaman (Threats)
Strategi S-T
Strategi W-T
Ekspor bahan baku (kelapa
1. Melakukan peremajaan
1. Memperbaiki infrastruktur
utuh) mencapai 10,4 juta butir
wilayah areal kelapa Indonesia
yang ada dan menambah
pada tahun 2007
sehingga dapat meningkatkan
infrastruktur agar
Negara pesaing memproduksi
produktivitas tanaman kelapa
memperlancar proses ekspor
dengan jumlah lebih banyak
Indonesia (S1, S3, T1, T2, T5)
(W3, W4, T3, T4)
87% dibandingkan yang
2. Mengusahakan pengembangan 2. Meningkatkan efisiensi proses
diproduksi oleh Indonesia
dan pelatihan manajemen
dengan melakukan proses
Manajemen industri negara
industri minyak kelapa
pengolahan kelapa terpadu
pesaing lebih baik dengan
Indonesia sehingga lebih
agar dapat membeli kelapa
penerapan GMP dan HACCP
teratur dan pekerjanya
butiran dengan harga lebih
serta manajemen SDM yang
memiliki etos kerja tinggi (S1,
mahal dibanding negara
baik sehingga para pekerja
S2, T2, T3, T5)
pesaing (W2, W4, W5, T1, T2,
memiliki etos kerja yang tinggi 3. Mempromosikan minyak
T3)
Impor dari negara Singapore
kelapa sebagai minyak yang
3. Meningkatkan kemudahan
lebih mudah dalam hal
tidak berbahaya dan memiliki
birokrasi dalam proses eksporpemberian L/C dan birokrasi
kandungan kolesterol rendah
impor dengan meningkatkan
ekspor-impornya lebih
(S1, S2, S3, T5)
tingkat keamanan di
sederhana
pelabuhan, pemberrian
Tersaingi produk minyak
kemudahan dalam hal
nabati lain, seperti minyak
perizinan, serta pemberian
kelapa sawit dan minyak
kepercayaan yang mudah
kedelai
dalam mengeluarkan L/C (W3,
W4, T4)
Berdasarkan analisis matriks SWOT, dirumuskan strategi-strategi pemasaran yang dapat diaplikasikan
sebagai berikut:
1.
Strategi SO
Strategi SO adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan
peluang (Rangkuti, 2006). Berdasarkan analisis matriks SWOT pada agroindustri minyak
kelapa Indonesia, dihasilkan satu alternatif strategi SO yaitu memperluas wilayah pemasaran.
Sampai tahun 1980, Indonesia masih belum diperbolehkan mengekspor produk
kelapa karena kelapa dijadikan minyak goreng untuk kebutuhan domestik yang mana hal ini
terjadi pada saat sebelum adanya minyak kelapa sawit. Sehingga Indonesia terlambat
memasuki pasar ekspor kelapa dan hanya mampu merebut pasar-pasar baru atau permintaan
tambahan dari pasar-pasar yang sebelumnya telah direbut oleh negara lain seperti Filipina.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan volume ekspor dari agroindustri minyak kelapa itu
sendiri diperlukan perluasan daerah pemasaran untuk mengisi pasar-pasar yang baru tumbuh,
seperti Eropa Timur, Arab, China, dan Rusia. Selain itu juga perlu dilakukan pemasaran yang
lebih intensif ke negara-negara potensial yang memiliki permintaan cukup besar untuk
produk-produk kelapa seperti Amerika dan Eropa. Seperti yang dinyatakan oleh Kotler
(1997), strategi pengembangan pasar baru merupakan salah satu strategi pertumbuhan
intensif, kisi ekspansi pasar atau produk.
2.
Strategi WO
Menurut David (2009), strategi WO adalah strategi yang meminimalkan kelemahan
yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada.Terdapat dua alternatif strategi untuk
strategi WO, yaitu: 1) Mengembangkan produk sehingga lebih bernilai tambah, 2)
Menciptakan keselarasan kebijakan pemerintah yang mendukung industri dan petani kelapa.
Pengembangan produk bertujuan untuk meningkatkan volume eskpor produk kelapa
Indonesia. Dengan mengembangkan produk minyak kelapa hingga lebih kepada produk hilir
seperti dalam bentuk non pangan seperti produk oleochemicals untuk bahan pembuatan
sabun, deterjen, cat, dan produk akhir dalam bentuk pangan seperti minyak goreng, mentega,
makanan bayi, dan lain sebagainya. Sehingga akan diperoleh peningkatan nilai tambah yang
mana juga meningkatkan keuntungan, serta penambahan lapangan kerja bagi rakyat
Indonesia. Namun demikian, strategi ini dapat tercipta melalui bantuan pemerintah dan
kerjasama dengan negara yang biasa mengimpor produk minyak kelapa dari Indonesia untuk
diolah kembali menjadi produk oleochemical kelapa. Diperlukan kerjasama dengan
pengimpor minyak kelapa sebagai negara yang memasarkan produk oleochemical kelapa dan
Indonesia sebagai produsen produk oleochemical tersebut dengan teknologi proses dan
peralatan yang dibantu oleh pemerintah dalam mempelajarinya dan dalam menyediakan.
Dalam hal memajukan perindustrian kelapa Indonesia dan memajukan kesejahteraan
petani kelapa Indonesia, diperlukan keselarasan kebijakan pemerintah, baik dari Kementrian
Perindustrian, Perdagangan, maupun Pertanian. Misalnya dengan pemberian insentif dari
pemerintah untuk agroindustri kelapa, antara lain dengan penyediaan bebas pajak (tax
holiday) bagi industri dalam jangka waktu tertentu untuk pajak pembangunan, pajak
penghasilan, dan lain-lain, atau pemberian dana untuk membangun infrastruktur. Sehingga
hal ini mendukung industri untuk membeli bahan baku (kelapa) dari petani dengan harga
tinggi, atau hal tersebut dapat dijadikan persyaratan bagi industri jika menginginkan
memperoleh bebas pajak dalam jangka waktu tertentu. Sehingga industri Indonesia dapat
menguasai kelapa dalam negeri dan para petani dapat tetap sejahtera dengan harga tinggi
untuk kelapa yang dibeli oleh para industri.
3.
Strategi ST
Strategi ST adalah strategi yang menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk
mengatasi ancaman yang ada(Manktelow dan Carlson, 2011). Terdapat tiga alternatif strategi
pemasaran yang dirumuskan melalui strategi ST, yaitu: 1) Melakukan peremajaan wilayah
areal kelapa Indonesia, 2) Mengusahakan pengembangan dan pelatihan manajemen industri
minyak kelapa Indonesia sehingga lebih teratur dan pekerjanya memiliki etos kerja tinggi, 3)
Mempromosikan minyak kelapa sebagai minyak yang tidak berbahaya dan memiliki
kandungan kolesterol rendah.
Strategi peremajaan wilayah areal kelapa Indonesia perlu dilakukan guna
meningkatkan produktivitas kelapa di Indonesia. Strategi peremajaan atau rehabilitasi ini
dilakukan dengan penggunaan benih unggul yang telah direkomendasikan oleh pemerintah
dan bahkan dapat dilakukan perluasan di daerah yang secara agroekologi sesuai untuk
tanaman kelapa. Sehingga dengan bertambahnya produktivitas, bahan baku untuk pembuatan
minyak kelapa pun akan semakin bertambah dan produksi minyak kelapa juga akan
meningkat. Sehingga dapat memenuhi permintaan negara-negara potensial seperti Amerika
yang jumlah impor minyak kelapanya terbanyak di dunia yaitu sebesar 484.341 ton pada
tahun 2009 (APCC, 2009). Tentunya hal ini dapat meningkatkan ekspor minyak kelapa
Indonesia.
Strategi pelatihan manajemen industri bertujuan untuk menciptakan agroindustri
minyak kelapa yang memiliki manajemen industri yang baik, teratur, disiplin, sehingga
memiliki pekerja yang beretos kerja tinggi serta manajemen proses yang higienis dengan
teknologi canggih dan proses produksi minyak kelapa yang higienis sehingga dapat
menyaingi pesaing utama, seperti Filipina dan Srilanka. Dengan pelatihan manajemen
industri yang diciptakan atau diatur dan diselenggarakan secara rutin oleh industrinya sendiri
maupun dengan bantuan fasilitas dari pemerintah, manajemen industri minyak kelapa
Indonesia dapat lebih maju dibanding negara lain dan dapat menghasilkan produk minyak
kelapa dengan kualitas lebih baik serta mampu dipercaya oleh negara-negara pasar potensial
untuk memenuhi kebutuhan minyak kelapa mereka.
Promosi minyak kelapa sebagai minyak yang tidak berbahaya dan mengandung
kolesterol yang paling kecil dibanding minyak lainnya diperlukan untuk membuat dunia
(pasar potensial ekspor minyak kelapa) mengetahui bahwa minyak kelapa merupakan minyak
terbaik dibanding minyak lainnya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengunjungi
pameran produk kelapa di pasar potensial dan menunjukkan produk minyak kelapa Indonesia
serta menjelaskan mengenai karakteristik minyak kelapa, baik melalui presentasi, pamflet,
poster, dan lain sebagainya, serta dapat memberikan tester minyak kelapa hasil produksi
Indonesia. Sehingga hal ini akan menjadikan permintaan minyak kelapa Indonesia akan
semakin meningkat dan ekspor minyak kelapa Indonesia juga dapat semakin meningkat.
4.
Strategi WT
Strategi WT adalah strategi yang bersifat defensif dengan cara meminimalkan
kelemahan dan menghindari ancaman yang ada (David, 2009). Terdapat tiga alternatif
strategi WT yang dapat diterapkan, yaitu: 1) Memperbaiki infrastruktur yang ada dan
menambah infrastruktur agar memperlancar proses ekspor, 2) Meningkatkan efisiensi proses
agar dapat membeli kelapa butiran dengan harga lebih mahal dibanding negara pesaing, 3)
Meningkatkan kemudahan birokrasi dalam proses ekspor-impor
Memperbaiki dan menambah infrastruktur sangat dibutuhkan guna menunjang
kelancaran proses dan distribusi ekspor produk minyak kelapa ini. Contohnya untuk
infrastruktur seperti pelabuhan internasional. Penambahan pelabuhan internasional di
Indonesia memang tidak mudah, oleh karena itu usaha untuk meningkatkan kualitas dari
infrastruktur yang ada dapat dilakukan agar sistem di pelabuhan internasional tersebut
berjalan lebih lancar dan baik. Seperti memperbaiki agar tidak terjadi kemacetan di sekitar
pelabuhan, pengusahaan air bersih, pengusahaan alat bongkar muatan agar tidak lama
pengoperasiannya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, agroindustri juga perlu mendukung
agar bisa saling menjaga infrastruktur yang ada.
Efisiensi proses juga diperlukan agar industri dapat memperoleh keuntungan yang
lebih dan tidak terdapat bahan baku yang terbuang sia-sia. Efisiensi proses dilakukan dengan
pengusahaan proses pengolahan kelapa terpadu dengan unit pengolahan yang dapat
menghasilkan beraneka ragam produk dan memanfaatkan seluruh bagian dari kelapa yang
dibeli industri di petani sehingga dapat memperoleh keuntungan lebih. Hal ini juga bertujuan
untuk meningkatkan harga kelapa petani, sehingga industri dapat membeli kelapa dengan
harga yang tinggi, sehingga petani juga tidak mengekspor kelapa (butir) ke negara lain
karena industri di negeri sendiri mampu membeli dengan harga mahal yang diinginkan
petani. Hal ini dapat saling menguntungkan kedua belah pihak dan meningkatkan ekspor
kelapa Indonesia. Ini merupakan salah satu strategi menguasai bahan baku dari dalam negeri
sendiri.
Peningkatan kemudahan birokrasi dalam proses ekspor-impor bertujuan agar para
pembeli dari negara potensial tidak merasa kesulitan dalam melakukan proses impor dari
negara Indonesia. Kemudahan birokrasi tidak hanya dalam hal perizinan, namun juga dalam
hal keamanan yang biasanya terdapat permintaan tarif tertentu dari pihak yang tidak
bertanggung jawab sehingga memperlambat proses pengiriman barang ke negara pasar
potensial. Hal ini dapat diterapkan dengan kebijakan dari pemerintah untuk tidak
mempersulit masalah perizinan, meningkatkan keamanan di sekitar pelabuhan internasional,
serta menempatkan aparat pemerintahan yang bertanggung jawab untuk ditugaskan di sekitar
pelabuhan internasional, baik itu dari pihak bea cukai, maupun dari pihak Dinas
Perhubungan. Tentu saja hal ini dapat meningkatkan ekspor produk kelapa Indonesia.
4.3.8 Strategi Pemasaran Ekspor Produk Minyak Kelapa
Berdasarkan matriks Boston Consulting Group (Matriks BCG) yang telah dilakukan, posisi
agroindustri minyak kelapa Indonesia berada pada posisi cash cow. Hal ini menandakan pangsa pasar
relatif industri minyak kelapa tersebut cukup tinggi namun pertumbuhan pasarnya relatif lambat.
Posisi ini menunjukkan kemungkinan pasar telah mengalami titik jenuh, telah terdapat banyak produk
ini di pasaran sehingga pertumbuhan menjadi cenderung menurun atau tidak bergerak. Strategi terbaik
agar industri minyak kelapa ini tetap bertahan adalah dengan melakukan pengembangan produk atau
diversifikasi konsentrik. Sedangkan berdasarkan matriks internal-eksternal yang telah dilakukan,
agroindustri minyak kelapa Indonesia berada pada posisi sel V yang berarti berada pada tahap
pertahankan dan pelihara sehingga perlu melakukan penetrasi pasar dan pengembangan produk.
Posisi agroindustri minyak kelapa Indonesia seperti yang diindikasikan tersebut dan berbagai
alternatif strategi berdasarkan matriks SWOT yang telah dibuat, strategi terbaik dan yang sebaiknya
dilaksanakan untuk memajukan dan meningkatkan ekspor produk minyak kelapa Indonesia antara lain
dengan melakukan peremajaan wilayah areal kelapa Indonesia, meningkatkan kemudahan birokrasi
ekspor produk agroindustri kelapa Indonesia pada khususnya, memperluas daerah pemasaran ke
pasar-pasar yang baru tumbuh seperti Eropa Timur, Arab, China, dan Rusia, mempromosikan minyak
kelapa sebagai minyak yang tidak berbahaya dan memiliki kandungan kolesterol rendah, serta
mengembangkan produk antara lain menjadi produk oleochemicals dan produk pangan seperti minyak
goreng, mentega, dan lainnya sehingga lebih bernilai tambah.
Perluasan daerah pemasaran dan pengembangan produk menjadi lebih kepada produk hilir
dilakukan sesuai dengan posisi industri di matriks internal-eksternal yang menunjukkan strategi
terbaiknya adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk. Guna menunjang perluasan daerah
pemasaran tersebut, dilakukan promosi dengan memperkenalkan minyak kelapa sebagai minyak yang
tidak berbahaya dan memiliki kandungan kolesterol yang paling rendah dibandingkan minyak lainnya.
Peremajaan wilayah areal kelapa dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman kelapa
Indonesia sehingga bahan baku dalam pembuatan minyak kelapa dapat diperbanyak sehingga
produksi minyak kelapa dapat ditingkatkan dan Indonesia mampu memenuhi permintaan pasar-pasar
barunya dan meningkatkan pembelian pasar lama.
4.3.9 Analisis Internal dan Eksternal Agroindustri Virgin Coconut Oil
Analisis strategi pemasaran produk agroindustri kelapa berorientasi pasar ekspor meliputi
analisis internal dan analisis eksternal dari produk yang prospektif untuk dikembangkan di pasar
ekspor. Analisis internal dilakukan untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan dan kelemahankelemahan usaha agroindustri dalam memasarkan produk yang dihasilkan. Hal ini dilakukan untuk
memahami kekuatan dan kelemahan agroindustri sehingga dapat mengoptimalkan kekuatan dan
menekan kelemahan yang dimiliki dalam rangka memasarkan produk yang dihasilkan. Analisis
eksternal dilakukan untuk mengidentifikasi peluang-peluang dan ancaman-ancaman yang akan
dihadapi usaha agroindustri dalam memasarkan produk yang dihasilkan di pasar ekspor. Hal ini
dilakukan untuk memahami peluang dan ancaman agroindustri dalam memasarkan produknya di pasar
ekspor sehingga menentukan perencanaan strategi yang efektif dalam memasarkan produk di pasar
ekspor.
Analisis internal dan eksternal dari agroindustri virgin coconut oil ini dilakukan dengan cara
studi pustaka, mencari literatur dari internet mengenai agroindustri virgin coconut oil Indonesia,
melakukan diskusi dan wawancara dengan pakar kelapa dari berbagai pihak seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, serta dengan melakukan pengisian kuesioner oleh para pakar untuk
pembobotan faktor-faktor internal dan eksternal tersebut yang kuesionernya dapat dilihat pada
Lampiran 7.
1. Analisis Internal Factor Evaluation (IFE)
Analisis internal industri Virgin Coconut Oil (VCO) terdiri dari faktor kekuatan dan
kelemahan yang dapat dilihat pada Tabel 29. Masing-masing faktor yang mempengaruhi dijelaskan
sebagai berikut:
a. Faktor Kekuatan
Faktor kekuatan yang dimiliki agroindustri VCO di Indonesia pada umumnya adalah sebagai
berikut:
1) Ketersediaan Bahan Baku Melimpah
Indonesia merupakan negara yang memiliki luas areal kelapa terbesar di dunia serta negara
penghasil kelapa terbanyak di dunia. Berdasarkan data dari Coconut Statistical Yearbook
APCC (2009), Indonesia memiliki luas areal kelapa sebesar 3,85 juta hektar dengan produksi
buah kelapa sebanyak 16,498 miliar butir buah kelapa atau setara 3,3 juta ton kopra.
Kekayaan kelapa yang dimiliki Indonesia ini bahkan meningkat dari tahun-tahun sebelumnya
yang dapat dilihat pada Tabel 18. Kondisi ini sebenarnya sangat mendukung kekuatan
agroindustri dalam memenuhi bahan baku. Diperlukan kerja sama yang baik antara petani
kelapa dengan agroindustri kelapa di Indonesia guna memanfaatkan potensi besar ini.
2) Promosi Penjualan yang Cukup Baik
Dalam melakukan penjualan untuk pasar ekspor, Indonesia telah memiliki lembaga atau
komunitas kelompok seperti Asean Pasific Coconut Community (APCC) yang telah
membantu perusahaan-perusahaan agroindustri kelapa (termasuk industri Virgin Coconut
Oil) dalam mempromosikan produknya agar mendapatkan perhatian dan dikenal di pasar
internasional. Sehingga para konsumen luar negeri dapat membeli produk Indonesia dengan
menghubungi industri tersebut secara langsung, baik melalui email, website, dan lain
sebagainya. Bentuk promosi tersebut berupa informasi iklan yang tercantum pada majalah
Cocoinfo International yang diterbitkan secara rutin oleh APCC setiap bulan serta informasi
berupa directory traders (kumpulan perusahaan-perusahaan yang mengekspor dan
mengimpor) produk agroindustri kelapa dalam bentuk sebuah buku yang diterbitkan setiap 2
tahun sekali. Selain itu, para agroindustri kelapa Indonesia yang merupakan industri besar
telah memiliki website untuk penjualan produk-produk kelapa mereka, antara lain seperti PT.
Pula Sambu dengan alamat website http://www.sambugroup.com/ dan PT. Cocomas
Indonesia dengan alamat website http://www.cocomas.com.sg/.
3) VCO Memiliki Banyak Manfaat
Produk VCO merupakan produk agroindustri kelapa yang memiliki banyak manfaat,
terutama dalam hal kesehatan. Hal ini dikarenakan minyak kelapa kaya asam lemak rantai
sedang (C8-C14), khususnya asam laurat dan asam meristat yang membuat minyak kelapa
memiliki sifat daya bunuh terhadap beberapa senyawa berbahaya dalam tubuh manusia yang
didayagunakan pada pembuatan VCO (Dekindo2, 2010). Sehingga VCO memiliki manfaat
antara lain mematikan berbagai virus penyebab cacar air, hepatitis C, influenza, dan
penyakit-penyakit lainnya, mematikan berbagai bakteri penyebab infeksi tenggorokan,
keracunan makanan, dan lainnya, serta berfungsi sebagai antioksidan dan pelindung (Setiaji
dan Prayugo, 2006).
4) Produk Multifungsi
Produk VCO tidak hanya dapat langsung dikonsumsi sebagai obat kesehatan namun
penggunaannya juga sebagai ingredients produk lain seperti minyak rambut dan kulit,
natural shampoo, minyak kesehatan atau minyak herbal, produk kosmetik, baby oil dalam
aplikasi non pangan, serta salad dressing, produk cake, scent-making untuk produk pangan,
dan produk eskrim dalam aplikasi untuk pangan (APCC, 2006).
b. Faktor Kelemahan
Faktor kelemahan yang dimiliki agroindustri VCO di Indonesia pada umumnya adalah
sebagai berikut:
1) Kualitas Produk VCO Indonesia Masih Rendah
Kualitas produk VCO yang dihasilkan Indonesia masih rendah dikarenakan teknologi
prosesnya yang belum canggih. Standar Filipina, sebagai negara dengan pangsa pasar ekspor
VCO terbesar di dunia, untuk VCO yang dihasilkannya memiliki kandungan asam laurat
diatas 65%. Sementara dengan teknologi yg digunakan para petani Indonesia saat ini VCO
yang mampu dihasilkan memiliki kandungan asam laurat hanya sekitar 55%. Sebenarnya
kandungan asam laurat yang dari VCO yang dihasilkan sebagian besar industri VCO
Indonesia sudah sesuai dengan SNI maupun standar internasional yang dibuat oleh APCC,
namun kualitas tersebut masih tetap kalah jika dibandingkan dengan VCO yang diproduksi
oleh Filipina. Hal inilah yang menyebabkan masih sedikitnya jumlah VCO yang mampu
diekspor Indonesia.
2) Infrastruktur Kurang Memadai
Terbatasnya infrastruktur seperti kurangnya pasokan listrik, sarana jalan, transportasi,
telekomunikasi, serta pelabuhan ekspor di wilayah pengembangan kelapa yang meliputi
Maluku Utara, Sulawesi Utara, Riau, Kalimantan Barat, dan Lampung, juga dirasakan
menjadi penghambat pengembangan industri pengolahan kelapa. Tidak terdapatnya
pelabuhan ekspor di wilayah-wilayah tersebut menyebabkan produk-produk kelapa yang
akan diekspor ditujukan terlebih dahulu ke Surabaya untuk diekspor melalui pelabuhan
disana. Sementara biaya 1 kontainer dengan kapasitas 20 ton untuk menuju ke pelabuhan
ekspor sekitar Rp.7.000.000,-. Sehingga harga produk menjadi lebih mahal yang disebabkan
oleh biaya transportasi menuju pelabuhan ekspornya itu sendiri.
3) Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Masih Kurang
Kebijakan pemerintah yang berlaku saat ini masih kurang sinkron satu sama lain. Antara
kebijakan Kementrian Pertanian yang pada umumnya lebih menginginkan kesejahteraan
petani dengan kebijakan Kementrian Perindustrian yang pada umumnya menginginkan
kemajuan industri sampai saat ini masih mengalami ketidakkompakkan. Hal ini dikarenakan
sampai saat ini petani masih hanya bisa mengolah kelapa menjadi kopra, yang dijual ke
industri untuk selanjutnya diolah kembali dan dijual untuk pasar domestik maupun pasar
internasional, yang mana harga jual kopra ataupun kelapa butiran petani tersebut pada
umumnya masih belum dapat mensejahterakan petani kelapa Indonesia. Sedangkan
Kementrian Perindustrian juga menginginkan kemajuan agroindustri kelapa sehingga
berupaya sebaik mungkin demi memajukan agroindustri kelapa Indonesia, salah satunya
dengan membantu meningkatkan kualitas produk dan mengupayakan agar penjualan ekspor
produk agroindustri kelapa Indonesia semakin meningkat. Hal ini tentunya lebih
menguntungkan agroindustri kelapa di Indonesia, sementara nasib rakyat petani kelapa tetap
pada harga standar buah kelapa pada umumnya, belum lagi jika mereka “dipermainkan” oleh
para tengkulak.
4) Kontinuitas Bahan Baku Masih Tidak Stabil
Kelapa memang merupakan komoditi yang tidak sulit ditemui. Luas areal kelapa di
Indonesia yang sangat besar sebagian besar dimiliki oleh para petani (rakyat kecil). Sebesar
98% atau sekitar 3,77 juta hektar areal kelapa dimiliki oleh para petani kelapa, sisanya
sebesar 2% atau sekitar 77000 hektar dimiliki oleh perusahaan swasta. Sebagian besar para
petani masih mengolah kelapa hanya menjadi kopra atau dijual dalam bentuk butiran kelapa
(Dirjen Perkebunan, 2009). Namun, hal ini lantas tidak menjadi suatu keunggulan bagi
Indonesia yang disebabkan oleh masih banyaknya petani kelapa yang menjual kelapa segar
utuh ke negara lain seperti Malaysia dan Singapore. Akibatnya, kontinuitas bahan baku bagi
agroindustri kelapa di Indonesia untuk mengolahnya kembali menjadi produk kelapa masih
tidak stabil. Sebagian besar agroindustri kelapa yang berada di wilayah perbatasan masih
kekurangan bahan baku. Bahkan kini harga per butir buah kelapa di Sentra Tanaman Kelapa
Riau sebesar Rp.3.000. Selain itu, berkurangnya jumlah tanaman kelapa yang menghasilkan
dari 2.789.416 ha pada tahun 2007 menjadi 2.773.489 pada tahun 2009 merupakan salah satu
penyebab masih kurangnya bahan baku yang dapat dipasok untuk agroindustri kelapa
Indonesia.
5) Aplikasi Sebagian Besar Hanya Sebagai Bahan Penolong (Ingredients)
Saat ini penggunaan VCO baik di dalam negeri maupun di luar negeri sebagian besar hanya
sebagai bahan tambahan (bahan penolong), bukan bahan baku utama. Selain sebagai produk
kesehatan, VCO sebagian besar digunakan sebagai salad dressing dan bahan tambahan
pembuatan kosmetik seperti lipstick, lipgloss, lipbalm, handbody, dan lainnya. Hal inilah
yang menyebabkan permintaan VCO dari pasar ekspor masih dalam jumlah kecil.
Tabel 29. Matriks IFE untuk Industri Virgin Coconut Oil
Faktor Strategis Internal
Bobot Rating
1
2
Skor
(a)
(b)
(a) x (b)
1. Ketersediaan bahan baku melimpah
0,13
3,75
0,49
2. Promosi penjualan cukup baik
0,09
3,25
0,49
3. Memiliki banyak manfaat
0,11
3,25
0,36
4. Produk multifungsi
0,11
3,5
0.39
1. Kualitas produk VCO Indonesia masih rendah
0,12
1,25
0,15
2. Infrastruktur kurang memadai
0,11
1,25
0,14
3. Sinkronisasi kebijakan pemerintah masih kurang
0,10
1,75
0,18
4. Kontinuitas bahan baku tidak stabil
0,12
1,25
0,15
5. Aplikasi sebagian besar hanya sebagai ingredients
0,11
1
0,11
Kekuatan
Kelemahan
Total
1,00
2,46
Matriks IFE diperoleh melalui penilaian pakar mengenai sejauh mana faktor-faktor strategis
internal berpengaruh terhadap ekspor agroindustri virgin coconut oil Indonesia. Setiap pakar
memberikan penilaian bobot dan peringkat terhadap masing-masing faktor strategis internal. Semakin
kuat faktor internal tersebut, semakin tinggi skornya dan semakin lemah faktor internal tersebut, maka
semakin rendah skornya. Penilaian pada kuesioner untuk matriks IFE dilakukan oleh para pakar
kelapa yang telah disebutkan sebelumnya dengan mengisi kuesioner seperti yang terdapat pada
Lampiran 7. Penilaian pakar tersebut kemudian diambil nilai rata-rata dari seluruh penilaian para
pakar untuk memperoleh nilai rata-rata seperti yang terdapat pada Tabel 29 di atas.
Berdasarkan Tabel 29, analisis matriks IFE menghasilkan total skor seluruh faktor internal
sebesar 2,46. Total total skor ini mengindikasikan bahwa kemampuan agroindustri VCO Indonesia
pada umumnya masih mencirikan industri yang lemah secara internal. Seperti yang dijelaskan oleh
David (2009), terlepas dari berapa banyak faktor yang dimasukkan ke dalam Matriks Evaluasi Faktor
Internal, skor bobot total di bawah 2,5 mencirikan organisasi yang lemah secara internal, sedangkan
skor bobot total di atas 2,5 mengindikasikan posisi internal yang kuat. Kekuatan utama dari
agroindustri VCO Indonesia pada umumnya adalah ketersediaan bahan baku yang melimpah, dengan
total skor tertinggi sebesar 0,49 serta promosi penjualan yang cukup baik dengan skor sama yaitu
sebesar 0,49. Hal ini menunjukkan kekuatan utama dari agroindustri VCO adalah karena ketersediaan
bahan bakunya yang melimpah yang mana memang negara Indonesia ini merupakan negara penghasil
kelapa terbesar di dunia. Selain itu, promosi yang baik juga sangat menunjang tersebarnya informasi
mengenai manfaat dan aplikasi dari produk VCO ini. Sedangkan kelemahan utama dari agroindustri
VCO di Indonesia pada umumnya adalah aplikasinya yang sebagian besar hanya sebagai bahan
bantuan atau ingredients dengan total skor terendah yaitu 0,11. Hal ini menunjukkan meskipun bahan
baku kita melimpah, namun jika aplikasi dari produk VCO ini hanya sedikit penggunaannya, maka
permintaan akan produk ini pun masih sangat kecil. Hal ini yang menyebabkan kelemahan utama pada
produk ini, sehingga belum banyak pasar yang meminta produk ini.
2. Analisis External Factor Evaluation (EFE)
Analisis eksternal industri virgin coconut oil (VCO) terdiri dari faktor peluang dan ancaman
yang dapat dilihat pada Tabel 30. Masing-masing faktor yang mempengaruhi dijelaskan sebagai
berikut:
a. Faktor Peluang
Faktor peluang yang dimiliki agroindustri VCO di Indonesia pada umumnya adalah sebagai
berikut:
1) Berkembangnya Informasi VCO sebagai Produk Kesehatan
Saat ini semakin banyak informasi melalui berbagai media, terutama dari media internet
mengenai informasi manfaat-manfaat kesehatan yang dapat diperoleh dari penggunaan
produk VCO ini. Hal ini juga didukung dengan penyebaran informasi mengenai
penyembuhan berbagai macam penyakit serta perawatan kesehatan dengan mengkonsumsi
produk ini. Sehingga produk VCO masih dikenal di seluruh dunia dan mampu menarik
perhatian konsumen yang mana hal ini dapat meningkatkan penjualan atau permintaan
pasarnya dengan meningkatkan kualitas dari produk VCO itu sendiri. Bahkan Asean Pasific
Coconut Community (APCC) menerbitkan makalah seminar mengenai Virgin Coconut Oil
For Health and Nutrition.
2) Perdagangan Global Semakin Terbuka Luas
Era perdagangan bebas merupakan peluang yang sangat mendukung pengembangan
agroindustri Virgin Coconut Oil. Pada era ini, arus barang, jasa, modal, teknologi, serta
sumber daya alam dengan bebas melintas dari satu negara ke negara yang lain. Hal ini akan
memberikan peluang yang sangat baik untuk ekspor produk VCO ke manca negara, baik
untuk pasar potensial di wilayah Asia, maupun untuk pasar potensial di wilayah Eropa dan
Amerika. Selain itu, dengan adanya CAFTA (China-Asean Free Trade Area) juga menjadi
peluang bagi perusahaan agroindustri kelapa Indonesia untuk memperluas pasaranya ke luar
negeri, dan terbukanya pasar ekspor sebagai konsekuensi pemberlakuan sistem perdagangan
bebas menyebabkan berbagai hambatan ekspor berkurang.
3) Permintaan Pasar Ekspor Semakin Meningkat
Permintaan pasar ekspor untuk produk VCO yang didominasi oleh permintaan dari negara
USA dan Eropa semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah ekspor VCO yang
dilakukan oleh market leader dari produk VCO itu sendiri yaitu Filipina yang semakin
meningkat dari tahun 2001 hingga tahun 2009 dapat dilihat dari Tabel 13. Dengan naiknya
jumlah permintaan dari negara pasar potensial ekspor VCO ini menunjukkan semakin
terbuka peluang untuk mengekspor produk VCO bagi Indonesia.
4) Peningkatan Jumlah Penduduk Dunia
Jumlah penduduk dunia semakin hari semakin bertambah. Berdasarkan International Data
Base US Census Bureau (2011), jumlah penduduk dunia pada saat ini sebesar 6.918.687.238
penduduk, meningkat dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 6.884.215.263. Dengan jumlah
penduduk yang meningkat tersebut, saat ini China merupakan negara dengan penduduk
terbanyak yaitu sebesar 1.336.718.015 penduduk, disusul negara India dengan 1.189.172.906
penduduk, dan United States sebesar 313.232.044 penduduk. Bertambahnya jumlah
penduduk dunia secara tidak langsung mempengaruhi peningkatan permintaan produk virgin
coconut oil. Semakin maju dan berkembangnya kehidupan dunia, maka semakin tinggi
permintaan akan produk kesehatan serta produk kecantikan (kosmetik) yang mana VCO
dapat memenuhi permintaan tersebut, baik sebagai produk kesehatan maupun sebagai
komponen bahan baku produk kosmetik.
5) Pengembangan Industri Hilir
Masih terbuka peluang untuk mengembangkan industri hilir yang produk akhirnya dapat
diekspor sehingga memberi nilai tambah yang lebih dan keuntungan yang lebih besar.
Produk hilir tersebut dapat berupa produk-produk kecantikan (kosmetik), produk spa, dan
produk kesehatan (minyak gosok) yang berbahan baku dari VCO.
b. Faktor Ancaman:
Faktor ancaman yang dimiliki agroindustri VCO di Indonesia pada umumnya adalah sebagai
berikut:
1) Ekspor Bahan Baku (Kelapa Utuh)
Masih banyaknya petani kelapa yang menjual bahan baku (buah kelapa utuh) ke negara lain
yang wilayahnya dekat dengan Indonesia seperti Malaysia dan Singapore menjadi ancaman
bagi negara Indonesia sendiri. Hal ini menyebabkan banyak industri pengolah kelapa di
Indonesia yang kekurangan bahan baku. Sementara negara pesaing menghasilkan produk
turunan kelapa dengan jumlah besar untuk diekspor ke negara potensial. Berdasarkan data
dari PT. Pulau Sambu yang mana industrinya berada di wilayah perbatasan (Kabupaten
Indragiri Hilir, Propinsi Riau), jumlah ekspor dan perdagangan lintas batas kelapa bulat pada
tahun 2006 adalah sebesar 16.243.700 butir dan pada tahun 2007 sebesar 18.241.000 butir,
yang mana diperkirakan jumlah tersebut diatas meningkat pesat dalam tahun 2010, sehingga
pada awal tahun 2011 telah mencapai sekitar 15.000.000 butir sampai dengan 30.000.000
butir per bulan atau sekitar 500.000 butir sampai dengan 1.000.000 butir per hari.
2) Kualitas Produk VCO Pesaing Lebih Tinggi
Kualitas produk VCO dari negara pesaing (Filipina) lebih tinggi dibanding produk VCO
Indonesia dengan kadar asam laurat sebesar 65%. Hal ini menyebabkan pangsa pasar produk
VCO banyak direbut oleh Filipina. Kualitas VCO Filipina yang lebih bagus menyebabkan
pasar potensial produk VCO seperti USA, Canada, dan lainnya meminta produk VCO ke
negara tersebut. Ini menjadi ancaman bagi Indonesia dengan jumlah permintaan VCO dunia
yang belum besar dapat menyebabkan agroindustri VCO Indonesia kehilangan permintaan
impor dari dunia untuk produk VCO.
3) Konsumen Produk VCO Mulai Jenuh
Konsumen produk VCO, terutama yang menggunakan produk ini sebagai produk kesehatan
atau perawatan penyakit, sudah mulai jenuh mengkonsumsi produk ini. Hal ini dikarenakan
efek dari penggunaan VCO ini tidak dalam jangka waktu pendek, namun dalam jangka waktu
yang panjang. Selain itu, jenuhnya para konsumen VCO ini juga disebabkan oleh harga
yang ditetapkan oleh Industri VCO Indonesia tidak sesuai dengan kualitas VCO yang
dihasilkan. Pada awal beredarnya VCO, industri VCO Indonesia memberi harga sekitar Rp.
20.000,- untuk setiap 50 ml VCO. Harga tersebut cenderung terlalu mahal jika dibandingkan
dengan harga pasaran eskpor VCO sampai dengan bulan Februari 2011 yaitu sekitar 5-8 US$
per kg VCO atau sekitar Rp.44.500 - Rp.71.200,- per kg VCO dengan harga dollar saat itu
sekitar Rp.8.900,-. Ini merupakan suatu ancaman permintaan untuk produk VCO dapat
semakin berkurang.
4) Manajemen Industri Negara Pesaing Lebih Baik
Salah satu alasan mengapa negara Filipina merupakan negara pengekspor produk kelapa
terbesar di dunia adalah karena manajemen industri yang diterapkan di sebagian besar
agroindustri kelapa negara tersebut lebih baik dibandingkan dengan negara Indonesia.
Filipina menerapkan manajemen industri yang sangat baik, dimulai dari manajemen
prosesnya, sistem manajemen pemasaran dari sebagian besar agroindustri kelapa Filipina
juga sangat baik. Selain itu, banyaknya penduduk Filipina yang tinggal di USA juga
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tersebarnya produk-produk kelapa Filipina
di USA. Manajemen sumber daya manusia yang dimiliki oleh sebagian besar agroindustri
kelapa Filipina juga sangat baik, seperti pemberian reward, peraturan yang ketat dan
penerapan sikap disipilin dari perusahaan menyebabkan para pekerja Filipina sebagian besar
mermiliki etos kerja yang tinggi. Para pekerja Filipina memiliki sikap, etika, dan kebiasaan
yang baik seperti rajin, pekerja keras, ulet, dan disiplin yang membuat mereka dapat
memajukan agroindustri kelapa di negaranya. Hal ini sangat berbeda dengan Indonesia yang
mana manajemen industrinya sebagian besar masih belum baik. Agroindustri kelapa di
Indonesia sebagian besar masih belum menerapkan HACCP dan GMP. Hal ini menyebabkan
kualitas produk yang dihasilkan belum sebaik negara Filipina dan menyebabkan negaranegara potensial ekspor produk agroindustri kelapa, seperti negara-negara Eropa dan USA
yang sangat mementingkan kualitas dan keamanan produk pangan yang masuk ke negaranya,
tidak mengimpor produk kelapa dari agroindustri kelapa di Indonesia. Hal ini juga
menyebabkan para pekerja di Indonesia sebagian besar masih memiliki etos kerja yang
rendah, yang masih lebih mementingkan keuntungan besar yang diperoleh saat ini tanpa
perduli kontinuitas dari keuntungan tersebut. Hal ini menjadi ancaman bagi agroindustri
kelapa di Indonesia karena negara pesaingnya lebih ulet dalam menjalankan usaha dan
produksi produk agroindustri kelapa.
5) Impor dari Negara Singapore Lebih Mudah
Negara-negara potensial ekspor produk agroindustri kelapa yang berada di Amerika dan
Eropa lebih menyukai membeli produk agroindustri kelapa di Singapore dibandingkan
dengan di Indonesia. Hal ini dikarenakan birokrasi penjualan ekspor di Singapore lebih
sederhana dan mudah, serta kepercayaan Bank dalam memberikan Letter of Credit (L/C)
lebih mudah diberikan. Ini merupakan salah satu alasan agroindustri kelapa di Indonesia
yang mengekspor hampir 100% produknya memiliki market office (kantor pemasaran) di
Singapore, seperti yang dilakukan oleh PT. Pulau Sambu. Sehingga akibat dari kegiatan reexport ini adalah para agroindustri kelapa di Indonesia dapat dimonopoli penjualannya oleh
para traders di Singapore.
Tabel 30. Matriks EFE untuk Industri Virgin Coconut Oil
Faktor Strategis Eksternal
1
2
Bobot
Rating
Skor
(a)
(b)
(a) x (b)
1. Berkembangnya informasi VCO produk kesehatan
0,07
3,5
0,25
2. Perdagangan global semakin terbuka luas
0,10
3,25
0,33
3. Permintaan pasar ekspor semakin meningkat
0,11
3,25
0,36
4. Peningkatan jumlah penduduk dunia
0,07
3,5
0,25
5. Pengembangan industri hilir
0,12
2,5
0,30
1. Ekspor bahan baku (kelapa utuh)
0,12
2,25
0,27
2. Kualitas produk VCO pesaing lebih tinggi
0,12
2,5
0,30
3. Konsumen produk VCO mulai jenuh
0,10
2,5
0,25
4. Manajemen industri negara pesaing lebih baik
0,11
2,25
0,25
5. Impor dari negara Singapore lebih mudah
0,08
2,25
0,18
Peluang
Ancaman
Total
1,00
2,74
Matriks EFE diperoleh melalui penilaian pakar mengenai sejauh mana faktor-faktor strategis
eksternal berpengaruh terhadap ekspor agroindustri minyak kelapa Indonesia. Setiap pakar
memberikan penilaian bobot dan peringkat terhadap masing-masing faktor strategis eksternal
agroindustri minyak kelapa Indonesia pada umumnya. Penilaian pada kuesioner untuk matriks EFE
dilakukan oleh pakar yang sama pada matriks IFE seperti yang terdapat pada Lampiran 7. Penilaian
pakar tersebut kemudian diambil nilai rata-rata dari seluruh penilaian para pakar untuk memperoleh
nilai rata-rata seperti yang terdapat pada Tabel 30 di atas.
Berdasarkan Tabel 30, analisis matriks EFE yang dilakukan menghasilkan total skor sebesar
2,74. Total skor EFE ini mengindikasikan bahwa kemampuan agroindustri VCO Indonesia pada
umumnya dalam merespon lingkungan eksternalnya di atas rata-rata. Peluang utama dalam
lingkungan eskternal agroindustri VCO Indonesia dalam melakukan kegiatan eskpor ini ditunjukkan
oleh faktor peluang permintaan pasar eskpor yang semakin meningkat dengan total skor terbesar yaitu
0,36. Hal ini memang menjadi peluang utama dalam mengembangkan dan meningkatkan jumlah
ekspor VCO Indonesia karena memang permintaan pasar ekspor sangat mendukung dengan ingin
ditingkatkannya ekspor VCO Indonesia. Peningkatan permintaan ini terlihat dari semakin besarnya
ekspor VCO Filipina sebagai market leaders pasar VCO dunia. Sedangkan ancaman utama bagi
agroindustri VCO Indonesia dalam mengekspor produk VCO adalah kegiatan impor dari negara
Singapore lebih mudah dengan total skor terkecil yaitu sebesar 0,18. Hal ini menjadi ancaman utama
dikarenakan kegiatan impor yang mudah birokrasinya dan pemberian L/C dari Bank di Singapore
yang lebih mudah diberikan menyebabkan banyaknya negara pasar potensial VCO yang mengimpor
atau membeli produk VCO disana, sehingga pembeli VCO di Indonesia menjadi berkurang dan akan
banyak traders di Singapore yang membeli produk di Indonesia kemudian dijual kembali langsung
kepada negara-negara potensial yang menyebabkan Indonesia tidak berhubungan langsung dengan
pasar potensialnya.
3. Analisis Matriks Internal-External (Matriks I-E)
Analisis matriks Internal-Eksternal (matriks I-E) digunakan untuk mengetahui posisi
agroindustri virgin coconut oil Indonesia pada umumnya saat ini. Matriks I-E didasarkan pada total
skor yang diperoleh dari matriks IFE dan EFE. Merujuk pada Tabel 29 dan Tabel 30, diperoleh nilai
matriks IFE sebesar 2,46, sedangkan nilai matriks EFE sebesar 2,74. Melalui total skor dalam matriks
IFE dan EFE, maka dapat digambarkan posisi agroindustri virgin coconut oil Indonesia pada
umumnya dalam matriks I-E seperti pada Gambar 25.
Total Skor IFE
Total
Skor
EFE
Kuat
3,0-4,0
Sedang
2,0-2,99
Lemah
1,0-1,99
Tinggi
3,0-4,0
I
II
III
Rata-rata
2,0-2,99
IV
Rendah
1,0-1,99
VII
V
VIII
VI
IX
Gambar 25. Posisi Agroindustri VCO dalam Matriks Internal-Eksternal
Berdasarkan pada matriks I-E, seperti agroindustri desiccated coconut dan minyak kelapa,
agroindustri VCO Indonesia pada umumnya juga berada pada posisi sel V yaitu pada tahap
pertahankan dan pelihara (hold and maintain). Posisi ini akan menentukan strategi pemasaran yang
dapat diterapkan. Menurut David (2009), strategi yang sebaiknya diterapkan pada posisi ini adalah
strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Menurut Umar (2003), strategi penetrasi pasar
adalah strategi yang berusaha meningkatkan market share suatu produk atau jasa melalui usaha
pemasaran yang lebih besar, diantaranya dengan menambah jumlah tenaga penjual dan biaya untuk
promosi penjualan. Sedangkan strategi pengembangan produk yaitu strategi yang bertujuan agar
industri dapat meningkatkan penjualan dengan cara meningkatkan atau memodifikasi produk-produk
yang ada sekarang. Hal ini sesuai dengan apa yang terjadi pada agroindustri VCO Indonesia pada
umumnya saat ini. Penjualan ekspor VCO yang masih sangat kecil terjadi dikarenakan masih belum
banyak agroindustri Indonesia yang bisa menciptakan VCO dengan kualitas yang diinginkan pasar
(terutama pasar-pasar Eropa dan Amerika) dan dengan memberikan harga produk yang terjangkau
serta bisa menyaingi harga VCO pesaing lain. Hal ini yang menyebabkan masih kurangnya jumlah
ekspor VCO Indonesia, sehingga memang diperlukan modifikasi produk, penambahan kualitas
produk, serta meningkatkan akses ke pasar. Sistem promosi yang baik mendukung peningkatan
penjualan produk di pasar ekspor. Tanpa pemasaran dan pengenalan produk VCO Indonesia ke pasar
ekspor, akan sulit bagi produk VCO Indonesia untuk menyaingi penjualan ekspor produk VCO negara
lain.
Dilihat dari Gambar 25 di atas, posisi agroindustri virgin coconut oil (VCO) berada pada sel
V yang menunjukkan nilai eksternal yang lebih besar dibanding internalnya. Oleh karena itu,
sebaiknya diterapkan strategi yang menjadikan posisi agroindustri VCO Indonesia berada pada sel II
dengan meningkatkan faktor eksternalnya sehingga menjadi lebih tinggi. Berdasarkan Tabel 30,
peluang utama dalam meningkatkan ekspor VCO Indonesia adalah meningkatnya permintaan pasar
ekspor, sedangkan ancaman utamanya adalah impor dari negara Singapore yang lebih mudah. Oleh
karena itu, strategi yang sebaiknya diterapkan adalah dengan penetrasi pasar guna memenuhi
permintaan seluruh pasar ekspor yang mana dapat dilakukan dengan cara memproduksi VCO yang
kualitasnya sesuai dengan kualitas permintaan pasar ekspor dan menyamaratakannya dengan kualitas
market leader VCO dunia yaitu Filipina, serta dengan menerapkan regulasi yang lebih ringan dalam
proses ekspor produk kelapa Indonesia.
4.3.10 Analisis Matriks SWOT Agroindustri Virgin Coconut Oil
Analisis SWOT (Strengths-Weakness-Opportunities-Threats) merumuskan alternatifalternatif strategi pemasaran yang bisa digunakan oleh agroindustri VCO Indonesia dalam
mengeskpor produknya berdasarkan kondisi agroindustri saat ini yang digambarkan pada matriks I-E.
Alternatif strategi pemasaran yang dihasilkan melalui analisis SWOT disusun dengan menggunakan
kombinasi antara faktor-faktor strategis internal dan eskternal yang menjadi kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman. Hasil analisis SWOT agroindustri VCO Indonesia pada umumnya dapat dilihat
pada Tabel 31.
Tabel 31. Matriks SWOT Industri Virgin Coconut Oil
Internal
Eksternal
Kekuatan (Strengths)
1. Ketersediaan bahan baku
melimpah, yaitu sebanyak
3,85 juta hektar dengan
produksi buah kelapa 16,5
miliar butir buah kelapa
2. Promosi penjualan cukup baik,
melalui website, Cocoinfo
International, Directory
Traders APCC
3. Memiliki banyak manfaat
dalam hal kesehatan karena
mengandung asam laurat yang
1.
2.
3.
4.
Kelemahan (Weakness)
Kualitas produk VCO
Indonesia masih rendah, asam
laurat yang terkandung sekitar
55% sedangkan Filipina 65%
Infrastruktur kurang memadai,
seperti masih kurang
berkualitasnya pelabuhan
internasional dan pasokan
listrik
Sinkronisasi kebijakan
pemerintah masih kurang
Kontinuitas bahan baku masih
memiliki sifat daya bunuh
terhadap beberapa senyawa
berbahaya dalam tubuh
4. Produk multifungsi yang mana
penggunaannya 70% non
pangan (kesehatan dan
kosmetik) dan 30% pangan
(salad, cake)
5.
1.
2.
3.
4.
5.
tidak stabil, masih banyak
petani ekspor kelapa butiran
dan jumlah tanaman kelapa
yang menghasilkan menurun
dari 2.789.416 ha pada tahun
2007 menjadi 2.773.489 pada
tahun 2009
Aplikasi sebagian besar hanya
sebagai ingredients (bahan
penolong) dalam pembuatan
kosmetik (handbody, lipstick,
dan lainnya) serta sebagai
salad dressing
Peluang (Opportunities)
Strategi S-O
Strategi W-O
Berkembangnya informasi
1. Meningkatkan promosi
1. Meningkatkan kualitas produk
VCO sebagai produk
dengan memperkenalkan
dan menyetarakan kualitas
kesehatan baik di internet
produk VCO sebagai produk
produk VCO dengan VCO
maupun dalam beberapa
kesehatan high quality organic
Filipina sebagai market leader
terbitan pustaka
and natural process ke
(W1, W5, O1, O2, O3, O4)
Perdagangan global semakin
negara-negara potensial pada 2. Mengembangkan produk
terbuka luas dengan adanya
saat pameran produk kelapa di
menjadi produk turunannya
CAFTA dan free export taxes
negara tersebut (S1, S2, S3, S4,
seperti produk kosmetik,
untuk produk kelapa
O1, O2, O3, O4)
produk spa, minyak gosok, dan
Permintaan pasar ekspor
2. Menjalin kemitraan dengan
lainnya sehingga lebih bernilai
semakin meningkat,
negara luar (USA, negaratambah (W4, W5, O2, O4, O5)
berdasarkan volume ekspor
negara Eropa) yang dibantu
VCO Filipina meningkat dari
oleh pemerintah (S1, S2, S3, S4,
tahun 2005 sebesar 475 ton
O1, O2, O3, O4)
sampai tahun 2009 sebesar
1805 ton
Peningkatan jumlah penduduk
dunia, yang mana saat ini
mencapai 6.918.687.238
penduduk, meningkat dari
tahun sebelumnya yaitu
sebesar 6.884.215.263
Pengembangan industri hilir
seperti produk body lotion,
body oil, hair oil, shampoo,
baby oil yang berbahan dasar
VCO
Ancaman (Threats)
Strategi S-T
Strategi W-T
1. Ekspor bahan baku (kelapa
1. Mengusahakan pengembangan 1. Memperbaiki infrastruktur
utuh) mencapai 10,4 juta butir
dan pelatihan manajemen
yang ada dan menambah
pada tahun 2007
industri VCO Indonesia
infrastruktur agar
2. Kualitas produk VCO pesaing
sehingga lebih teratur dan
memperlancar proses ekspor
lebih tinggi dengan kandungan
pekerjanya memiliki etos kerja
(W2, W3, T4, T5)
asam laurat sebesar 65%
tinggi (S1, S2, T2, T3, T4)
2. Meningkatkan efisiensi proses
3. Konsumen produk VCO mulai 2. Menciptakan lembaga dari
dengan melakukan proses
jenuh karena efek penggunaan
pemerintah yang mengatur
pengolahan kelapa terpadu
VCO sebagai produk
produk VCO industri kecil dan
agar dapat membeli kelapa
kesehatan atau pengobatan
petani untuk diekspor (S1, S3,
butiran dengan harga lebih
berlangsung dalam jangka
S4, T1, T2, T3, T4, T5)
mahal dibanding pesaing (W3,
waktu yang lama
W4, T1, T3, T4)
4. Manajemen industri negara
3. Meningkatkan kemudahan
pesaing lebih baik dengan
birokrasi dalam proses eksporpenerapan GMP dan HACCP
impor dengan meningkatkan
serta manajemen SDM yang
tingkat keamanan di
baik sehingga para pekerja
pelabuhan, pemberian
memiliki etos kerja yang tinggi
kemudahan dalam hal
5. Impor dari negara Singapore
perizinan, serta pemberian
lebih mudah dalam hal
kepercayaan yang mudah
pemberian L/C dan birokrasi
dalam mengeluarkan L/C (W2,
ekspor-impornya lebih
W3, T5)
sederhana
Berdasarkan analisis matriks SWOT, dirumuskan strategi-strategi pemasaran yang dapat diaplikasikan
sebagai berikut:
1.
Strategi SO
Strategi SO adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan
peluang (Rangkuti, 2006). Berdasarkan analisis matriks SWOT pada agroindustri VCO
Indonesia, dihasilkan dua alternatif strategi SO yaitu: 1) Meningkatkan promosi dengan
memperkenalkan produk VCO sebagai produk kesehatan high quality organic and natural
process, 2) Menjalin kemitraan dengan negara luar yang dibantu oleh pemerintah.
Meningkatkan promosi VCO sebagai produk kesehatan high quality organic and
natural process secara langsung kepada negara potensial sangat diperlukan guna
meningkatkan permintaan dan pembelian negara luar akan produk VCO Indonesia. Promosi
tersebut dilakukan dengan dibantu dan didukung oleh pemerintah, baik dari Kementrian
Perdagangan maupun dari Kementrian Perindustrian, serta bantuan dari kedutaan Indonesia
yang berada di negara pasar potensial. Peningkatan promosi ini dapat dilakukan dengan
bantuan pemerintah dengan memberikan bantuan dana untuk agroindustri VCO Indonesia
sehingga dapat menghadiri pameran produk di negara potensial produk VCO yang mana
kedutaan ataupun organisasi kelapa seperti APCC membantu untuk selalu memberi informasi
terbaru mengenai acara pameran produk di negara potensial, sehingga agroindustri VCO
Indonesia dapat ikut serta memperkenalkan produknya secara langsung dan berhubungan
secara langsung dengan para importir. Sehingga agroindustri VCO Indonesia dapat secara
langsung memperkenalkan produknya ke negara-negara potensial ataupun negara-negara
baru sebagai pangsa pasar baru seperti Eropa Timur, Arab, China, dan Rusia.
Selain meningkatkan promosi, menjalin kemitraan antara industri VCO Indonesia
dengan pengguna atau pengolah kembali produk VCO di negara luar juga sangat diperlukan
guna memperoleh pelanggan tetap bagi industri VCO Indonesia. Hal ini dapat dilakukan
dengan bantuan dari pemerintah dalam mencarikan mitra di negara luar, terutama negara
potensial VCO seperti Amerika dan negara-negara Eropa, yang dibantu oleh kedutaan
Indonesia di negara tersebut serta bekerja sama dengan pemerintahan negara tersebut dalam
mencarikan mitra kerjasama bagi industri VCO Indonesia. Selain itu pemerintah juga
berperan untuk mengawasi hubungan kemitraan tersebut agar tetap terjaga dan bahkan
meningkat.
2.
Strategi WO
Strategi WO adalah strategi yang meminimalkan kelemahan yang dimiliki untuk
memanfaatkan peluang yang ada (David, 2009). Terdapat dua alternatif strategi untuk strategi
WO, yaitu: 1) Meningkatkan kualitas produk dan menyetarakan kualitas produk VCO dengan
VCO Filipina sebagai market leader, 2) Mengembangkan produk sehingga lebih bernilai
tambah.
Kualitas VCO Indonesia belum sebanding dengan kualitas VCO negara pesaing
utama yang juga sebagai market leader VCO, yaitu Filipina. Filipina mampu menghasilkan
VCO dengan kandungan asam laurat sebesar 65%, sedangkan VCO yang dihasilkan
Indonesia hanya mengandung asam laurat sebesar 45,1-53,2% sesuai dengan standar mutu
SNI VCO yang ada. Hal ini salah satu penyebab negara-negara yang mengimpor VCO,
seperti Amerika dan negara-negara Eropa serta Australia lebih suka mengimpor VCO dari
negara Filipina tersebut. Sehingga, untuk meningkatkan ekspor VCO Indonesia, diperlukan
peningkatan kualitas VCO Indonesia minimal setara dengan VCO yang dihasilkan oleh
negara Filipina. Penyetaraan kualitas ini dapat dilakukan melalui kerjasama pemerintah
Indonesia dengan pemerintah Filipina untuk studi banding dalam menghasilkan VCO dengan
kualitas tinggi tersebut .
Pengembangan produk juga diperlukan guna meningkatkan volume eskpor produk
kelapa Indonesia. Dengan mengembangkan produk VCO hingga lebih kepada produk hilir
seperti produk-produk kecantikan (kosmetik) yang berbahan dasar VCO seperti body lotion,
lipbalm, shampoo, sabun, produk-produk spa, serta produk-produk kesehatan seperti minyak
gosok, dan lainnya dapat menyebabkan peningkatan nilai tambah yang mana juga
meningkatkan keuntungan, serta penambahan lapangan kerja bagi rakyat Indonesia.
3.
Strategi ST
Strategi ST adalah strategi yang menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk
mengatasi ancaman yang ada (Manktelow dan Carlson, 2011). Terdapat dua alternatif strategi
pemasaran yang dirumuskan melalui strategi ST, yaitu: 1) Mengusahakan pengembangan dan
pelatihan manajemen industri VCO Indonesia sehingga lebih teratur dan pekerjanya memiliki
etos kerja tinggi, 2) Menciptakan lembaga dari pemerintah yang mengatur produk VCO
industri kecil dan petani untuk diekspor.
Strategi pelatihan manajemen industri bertujuan untuk menciptakan agroindustri
VCO yang memiliki manajemen industri yang baik, teratur, disiplin, sehingga memiliki
pekerja yang beretos kerja tinggi, serta manajemen proses dan produksi yang teratur
(disiplin), seperti penerapan GMP (Good Manufacturing Practice) sehingga dapat menyaingi
pesaing utama, seperti Filipina dan Srilanka. Dengan pelatihan manajemen industri yang
diciptakan atau diatur dan diselenggarakan secara rutin oleh industrinya sendiri maupun
dengan bantuan fasilitas dari pemerintah, manajemen industri VCO Indonesia dapat lebih
maju dan berkualitas dibanding negara lain dan dapat menghasilkan produk VCO dengan
kualitas lebih baik serta mampu dipercaya oleh negara-negara pasar potensial untuk
memenuhi kebutuhan VCO mereka.
Penciptaan lembaga dari pemerintah yang mengatur produk VCO industri kecil dan
petani untuk dieskpor bertujuan untuk menjadi pengelola industri kecil serta petani yang
memproduksi VCO, sehingga mereka dapat menyalurkan produk VCO yang mereka
produksi kepada lembaga tersebut untuk kemudian dijual dan dipasarkan serta dibantu
promosinya ke negara-negara potensial VCO. Selain itu, lembaga ini juga dapat membantu
mengelola dan memberi pelatihan proses produksi VCO para petani dan industri kecil agar
dapat menghasilkan VCO dengan kualitas yang diharapkan pasar potensial serta memberi
harga jual yang sesuai dengan kualitas VCO yang dihasilkan sehingga para importir tidak
merasa dirugikan.
4.
Strategi WT
Strategi WT adalah strategi yang bersifat defensif dengan cara meminimalkan
kelemahan yang dimiliki dan menghindari ancaman yang ada (David, 2009). Terdapat tiga
alternatif strategi WT yang dapat diterapkan, yaitu: 1) Memperbaiki infrastruktur yang ada
dan menambah infrastruktur agar memperlancar proses ekspor, 2) Meningkatkan efisiensi
proses agar dapat membeli kelapa butiran dengan harga lebih mahal dibanding pesaing, 3)
Meningkatkan kemudahan birokrasi dalam proses ekspor-impor.
Memperbaiki dan menambah infrastruktur sangat dibutuhkan guna menunjang
kelancaran proses dan distribusi ekspor produk VCO. Contohnya untuk infrastruktur seperti
pelabuhan internasional yang mana masih banyak wilayah yang belum memiliki pelabuhan
internasional. Namun memang tidak mudah untuk menciptakan infrastruktur ini, selain
karena persyaratan penciptaan pelabuhan internasional yang tidak mudah untuk dilakukan,
banyaknya jumlah pelabuhan internasional yang dapat disinggahi kapal asing dapat
menyebabkan ekspor-impor bebas yang tidak dapat terawasi oleh pemerintah. Oleh karena
itu bantuan dari pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur yang ada sa ngat diperlukan
agar sistem di pelabuhan internasional tersebut berjalan lebih lancar dan baik, seperti
memperbaiki agar tidak terjadi kemacetan di sekitar pelabuhan, pengusahaan air bersih,
pengusahaan alat bongkar muatan agar tidak lama pengoperasiannya, dan lain sebagainya.
Dalam hal ini, agroindustri juga perlu mendukung agar bisa saling menjaga infrastruktur
yang ada.
Efisiensi proses juga diperlukan agar industri dapat memperoleh keuntungan yang
lebih dan tidak terdapat bahan baku yang terbuang sia-sia. Efisiensi proses dilakukan dengan
pengusahaan proses pengolahan kelapa terpadu dengan unit pengolahan yang dapat
menghasilkan beraneka ragam produk dan memanfaatkan seluruh bagian dari kelapa yang
dibeli industri di petani sehingga dapat memperoleh keuntungan lebih. Hal ini juga bertujuan
untuk meningkatkan harga kelapa petani, sehingga industri dapat membeli kelapa dengan
harga yang tinggi, sehingga petani juga tidak mengekspor kelapa (butir) ke negara lain
karena industri di negeri sendiri mampu membeli dengan harga mahal yang diinginkan
petani. Hal ini dapat saling menguntungkan kedua belah pihak dan meningkatkan ekspor
kelapa Indonesia. Ini merupakan salah satu strategi menguasai bahan baku dari dalam negeri
sendiri.
Peningkatan kemudahan birokrasi dalam proses ekspor-impor bertujuan agar para
pembeli dari negara potensial tidak merasa kesulitan dalam melakukan proses impor dari
negara Indonesia. Kemudahan birokrasi tidak hanya dalam hal perizinan, namun juga dalam
hal keamanan yang biasanya terdapat permintaan tarif tertentu dari pihak yang tidak
bertanggung jawab sehingga memperlambat proses pengiriman barang ke negara pasar
potensial. Hal ini dapat diterapkan dengan kebijakan dari pemerintah untuk tidak
mempersulit masalah perizinan, meningkatkan keamanan di sekitar pelabuhan internasional,
serta menempatkan aparat pemerintahan yang bertanggung jawab untuk ditugaskan di sekitar
pelabuhan internasional, baik itu dari pihak bea cukai, maupun dari pihak Dinas
Perhubungan. Tentu saja hal ini dapat meningkatkan ekspor produk kelapa Indonesia.
4.3.11 Strategi Pemasaran Ekspor Produk Virgin Coconut Oil
Berdasarkan matriks internal-eksternal yang telah dilakukan, agroindustri virgin coconut oil
Indonesia berada pada posisi sel V yang berarti berada pada tahap pertahankan dan pelihara. Hal ini
menunjukkan strategi terbaik pada posisi ini adalah dengan melakukan penetrasi pasar dan
pengembangan produk. Posisi yang diindikasikan tersebut serta berbagai alternatif strategi pemasaran
berdasarkan matriks SWOT yang telah dibuat, strategi terbaik dan yang sebaiknya dilakukan untuk
memajukan dan meningkatkan ekspor produk virgin coconut oil Indonesia antara lain dengan
meningkatkan kualitas produk dan menyetarakan kualitas produk VCO dengan VCO Filipina sebagai
market leader yaitu memproduksi VCO dengan kandungan Asam Laurat sebesar 65%,
mempermudah birokrasi ekspor produk kelapa Indonesia pada khususnya, menciptakan lembaga dari
pemerintah yang mengatur produk VCO industri kecil dan petani untuk diekspor, meningkatkan
promosi dengan memperkenalkan produk VCO sebagai produk kesehatan high quality organic and
natural process ke negara-negara potensial, menjalin kemitraan dengan negara luar (USA, negaranegara Eropa) yang dibantu oleh pemerintah, mengembangkan produk menjadi produk turunannya
seperti produk kosmetik, produk spa, minyak gosok, dan lainnya sehingga lebih bernilai tambah.
Sesuai dengan posisinya yang berada pada sel V di matriks internal-eksternal, salah satu cara
memelihara dan meningkatkan posisi agroindustri VCO Indonesia ini adalah dengan meningkatkan
kualitas produk sehingga setara dengan market leader ekspor VCO yaitu Filipina. Oleh karena itu,
perlu diciptakan lembaga dari pemerintah untuk mengatur produksi dan sebagai distributor (saluran
pemasaran) produk VCO para industri kecil dan menengah serta petani untuk diekspor, agar VCO
produksi mereka mampu diterima dan dibeli oleh pasar asing. Setelah itu, peningkatan promosi sangat
penting untuk dilakukan guna memperkenalkan dan meningkatkan kepercayaan pasar terhadap produk
VCO Indonesia serta dengan menjalin kemitraan dengan negara potensial melalui bantuan dari
pemerintah juga menunjang peningkatan permintaan yang tetap kedepannya sehingga pertumbuhan
pasar untuk produk VCO Indonesia selalu meningkat atau minimal tetap. Pengembangan produk
menjadi lebih bernilai tambah perlu dilakukan untuk meningkatkan keuntungan yang diperoleh dan
menambah diversifikasi produk ekspor turunan kelapa Indonesia.
4.3.12 Implikasi untuk Pemasaran Agroindustri Kelapa Indonesia
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas, maka implikasi yang diberikan untuk
pemasaran agroindustri kelapa Indonesia guna meningkatkan ekspor produk agroindustri kelapa
Indonesia dilihat dari produk prospektif yang dapat dikembangkan di pasar ekspor dapat dilihat pada
Tabel 32 di bawah ini.
Tabel 32. Komparasi Alternatif Produk Prospektif Agroindustri Kelapa Indonesia
Berorientasi Ekspor
Pasar Potensial
Desiccated Coconut
Minyak Kelapa
Virgin Coconut Oil
China
China
USA
Peningkatan kualitas produk
terutama dari segi sifat
higienisnya dengan
penerapan HACCP dan GMP
dalam proses produksinya
serta mengembangkan
produk lebih ke hilir seperti
cookies dan biscuit dengan
bahan dasar desiccated
coconut
Melakukan peremajaan
wilayah areal kelapa
Indonesia dengan
memanfaatkan sumber benih
kelapa yang ada saat ini
seperti Kebun Induk Kelapa
yang dibangun tahun 2006
seluas 20 ha yang dapat
berproduksi pada tahun 2011
dengan potensi produksi
sebesar 196.000 butir
(Dirjenbun, 2010), untuk
meningkatkan produktivitas
kelapa sehingga dapat
meningkatkan jumlah
produksi minyak kelapa
Indonesia guna memenuhi
permintaan pasar yang sangat
tinggi, serta mengembangkan
produk antara lain menjadi
produk oleochemicals dan
produk pangan seperti
minyak goreng, mentega, dan
lainnya sehingga lebih
bernilai tambah
Meningkatkan kualitas
produk VCO Indonesia
dengan menyetarakan
kualitasnyadengan VCO
Filipina sebagai market
leader yaitu memproduksi
VCO dengan kandungan
Asam Laurat sebesar 65%
serta mengembangkan
produk menjadi produk
turunannya seperti produk
kosmetik, produk spa,
minyak gosok, dan lainnya
sehingga lebih bernilai
tambah
Peningkatan kemudahan
birokrasi ekspor-impor
sehingga mudah dalam
pengiriman barang ke pasar
ekspor serta menjalin
kemitraan dengan negara
potensial yang dibantu oleh
pemerintah
Memperluas daerah
pemasaran ke pasar-pasar
yang baru tumbuh seperti
Eropa Timur, Arab, dan
Rusia, serta meningkatkan
promosi secara langsung
dengan menghadiri pameran
Peningkatan kemudahan
birokrasi ekspor-impor
sehingga mudah dalam
pengiriman barang ke pasar
ekspor serta menjalin
kemitraan dengan negara
potensial yang dibantu oleh
pemerintah
Memperluas daerah
pemasaran ke pasar-pasar
yang baru tumbuh seperti
Eropa Timur, Arab, dan
Rusia, serta mempromosikan
minyak kelapa sebagai
minyak yang tidak berbahaya
Menciptakan lembaga dari
pemerintah yang mengatur
produk VCO industri kecil
dan petani untuk diekspor,
serta menjalin kemitraan
dengan negara luar (USA,
negara-negara Eropa) yang
dibantu oleh pemerintah
Meningkatkan promosi
dengan memperkenalkan
produk VCO sebagai produk
kesehatan high quality
organic and natural process
ke negara-negara potensial
seperti USA dan negara-
Produk
Strategi
Pemasaran
Distribusi
Promosi
Harga
produk kelapa di negara
potensial seperti USA dan
negara-negara Eropa
Peningkatan efisiensi proses
agar dapat memperkecil
biaya produksi dan
meningkatkan keuntungan
dan memiliki kandungan
kolesterol rendah
negara Eropa
Peningkatan efisiensi proses
agar dapat memperkecil
biaya produksi dan
meningkatkan keuntungan
Peningkatan efisiensi proses
agar dapat memperkecil
biaya produksi dan
meningkatkan keuntungan
Download