hasil dan pembahasan

advertisement
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi cacing parasitik didasarkan pada Bychowsky (1961) dan
Hoffman (1967) dan identifikasi bakteri didasarkan pada Jang, Biberstein, dan
Hirsh (1976). Cacing parasitik yang berhasil dikoleksi hanya berasal dari insang
dan tidak ditemukan pada saluran pencernaan. Hasil identifikasi cacing parasitik
dan bakteri pada ikan nila hitam dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1 Hasil Identifikasi Cacing Parasitik dan Bakteri pada Ikan Nila
Hitam
Ikan
1
Cacing (Jumlah)
Insang
Saluran
Pencernaan
Dactylogyrus sp (12)
Dactylogyridae (1)
2
-
-
3
-
-
4
-
6
Pseudodactylogyrus sp.
(9)
Dactylogyrus sp. (24)
Pseudodactylogyrus sp.
(7)
Dactylogyridae (1)
-
7
-
-
8
Dactylogyrus sp. (9)
Pseudodactylogyrus sp.
(4)
Dactylogyrus sp. (15)
Pseudodactylogyrus sp.
(4)
Dactylogyrus sp. (12)
-
5
9
10
-
-
-
-
Insang
Bakteri
Saluran Pencernaan
Escherichia coli
Vibrio
parahaemolyticus
Escherichia coli
Klebsiella pneumonia
Staphylococcus
epidermidis
Bacillus sp.
Escherichia coli
Aeromonas sp.
Edwardsiella tarda
Escherichia coli
Edwardsiella tarda
Escherichia coli
Edwardsiella tarda
Sterptococcus sp.
Edwardsiella tarda
Edwardsiella tarda
Streptococcus sp.
Pasteurella sp.
Vibrio
parahaemolyticus
Pasteurella sp.
Bacillus sp.
Edwardsiella tarda
Enterobacter
aerogenes
Escherichia coli
Escherichia coli
Staphylococcus
aureus
Staphylococcus
epidermidis
Escherichia coli
Escherichia coli
Escherichia coli
Aeromonas sp.
Escherichia coli
Vibrio
parahaemolyticus
Bacillus sp.
Escherichia coli
Bacillus sp.
Edwardsiella tarda
Identifikasi Cacing Parasitik pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Hasil identifikasi didapatkan jenis cacing parasitik pada insang ikan nila
hitam adalah cacing kelas Monogenea, yaitu dari genus Dactylogyrus sp.,
Pseudodactylogyrus
sp.,
dan famili Dactylogyridae.
Infestasi terbanyak
disebabkan oleh Dactylogyrus sp., dengan jumlah cacing sebanyak 72 cacing,
sedangkan Pseudodactylogyrus sp. berjumlah 24 cacing, dan Dactylogyridae
berjumlah 8 cacing.
Cacing parasitik pada insang diidentifikasi sebagai Dactylogyrus sp. karena
memiliki ukuran sekitar 0,1 mm, memiliki 14 kait pinggir, dan dua pasang kait
utama. Genus Dactylogyrus sp. juga memiliki kitin yang berada di antara kait
utama dan memiliki dua pasang spot mata. Bagian anterior Dactylogyrus sp.
berlekuk-lekuk sebanyak 1-3 pasang lekukan dengan head organs di dalamnya
(Gambar 12, Gambar 13, dan Gambar 14).
Gambar 15 Dactylogyrus sp.
Keterangan: p=0,82 mm; l=0,15 mm; k= kait utama
Gambar 16 Dactylogyrus sp.
Keterangan: p=0,66 mm; l=0,13 mm; k=kait utama
Gambar 17 Bagian Anterior Dactylogyrus sp.
Gambar 18 Gyrodactylidae dan Dactylogiridae
Sumber: Noga (2010)
Cacing parasitik lain yang dapat teridentifikasi adalah cacing Monogenea
dari genus Pseudodactylogyrus sp. Ciri dari cacing genus Pseudodactylogyrus sp.
adalah sama dengan Dactylogyrus sp., tetapi dengan haptor yang lebih ventral.
Gambar 19 Pseudodactylogyrus sp.
Keterangan: p=0,57 mm; l=0,08 mm.
Cacing parasitik lain yang teridentifikasi adalah cacing Monogenea dari
famili Dactylogyridae. Identifikasi tidak dapat spesifik hingga genus karena
secara mikroskopis cacing tersebut hanya memiliki satu pasang spot mata tetapi
ciri-ciri lain pada famili Dactylogyridae dapat ditemukan. Famili Dactylogyridae
memiliki dua pasang spot mata, terkadang satu pasang, dan sangat jarang tidak
memiliki spot mata (Bychowsky 1961)
Gambar 20 Dactylogiridae
Keterangan: p=0,66 mm; l=0,12 mm; k=kait utama
Cacing Monogenea
Cacing kelas Monogenea terdiri dari ordo Monopisthocotylean dan
Polyopisthocotylean. Anggota dari ordo Monopisthocotylean adalah famili
Dactylogyridae dan Gyrodactyridae, yang sering menyerang ikan, baik ikan air
tawar maupun ikan air laut. Dactylogyridae dan Gyrodactyridae umumnya
menyerang bagian superfisial kulit dan insang dan mengambil nutrisi dengan
melakukan penetrasi ke dalam mukosa.
Kait pinggir, kait utama, dan sucker dari Monogenea berkontak dengan
jaringan inang dan menyebabkan kerusakan secara langsung (Woo et al. 2002).
Proses pengambilan nutrisi dari cacing Dactylogyridae dan Gyrodactyridae
menyebabkan iritasi yang berakibat timbulnya bercak-bercak, fokus kemerahan
akibat dari produksi mukus berlebih, hiperplasi epitel, dan hemoragi. Infestasi
cacing yang sedikit juga mampu menyebabkan produksi mukus berlebih dan
pruritus. Beberapa spesies tertentu dapat menyebabkan luka yang dalam
(Noga 2010).
Gambar 21 Bercak Kulit pada Ikan Akibat Produksi Mukus Berlebih
Sumber: Noga (2010)
Infestasi cacing sebenarnya tidak mematikan, bersifat kronis, akan tetapi
dalam kondisi dengan jumlah banyak dapat menimbulkan kematian, khususnya
pada ikan kecil. Cacing Monogenea dapat mentransmisikan bakteri atau patogen
lainnya walau jarang terjadi (Noga 2010). Beberapa penulis menyebutkan bahwa
Monogenea dapat berperan sebagai vektor agen patogen, seperti bakteri dan virus
(Woo et al. 2002).
Gambar 22 Infestasi Dactylogyridae pada Insang Ikan Patin
Sumber: Noga (2010)
Identifikasi Bakteri pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Hasil identifikasi bakteri dari sampel pada insang dan saluran pencernaan
diperoleh sepuluh genus bakteri. Identifikasi dilakukan berdasarkan Jang,
Biberstein, dan Hirsh (1976). Hasil uji biokimia bakteri dapat dilihat pada Tabel 2
berikut:
Tabel 2. Hasil Uji Biokimiawi Bakteri pada Ikan Nila
Bakteri
TSIA
Indol
Urea
Sitrat
G
Mi
Ma
L
S
Slant
Butt
Gas
Aeromonas
sp.
K
K
+
+
-
+
+
+
+
+
+
Escherichia
coli
M
K
-
+
-
-
+
-
+
-
+
Enterobacter
aerogenes
M
K
-
-
+
+
+
+
+
+
+
Edwardsiella
tarda
M
K
+
+
-
+
+
+
+
+
+
Klebsiella
pneumoniae
K
K
+
-
+
+
+
+
+
+
+
Pasteurella
sp.
K
K
-
-
-
-
+
+
+
+
+
Vibrio
parahaemolyt
icus
M = Merah
K = Kuning
G = Glukosa
M
K
-
Mi = Manitol
Ma = Maltosa
L = Laktosa
+
-
+
+
+
+
+
+
S = Sukrosa
Aeromonas sp.
Hasil uji identifikasi didapatkan bakteri ini merubah agar TSIA menjadi
kuning pada daerah slant dan butt serta memproduksi gas. Hasil uji urease
menunjukkan
bakteri
tidak
mampu
mendegradasi
urea
tetapi
mampu
menggunakan sitrat sebagai sumber karbon pada uji sitrat. Uji indol menunjukkan
hasil yang positif. Hasil uji fermentasi gula-gula didapatkan hasil bahwa bakteri
ini mampu memfermentasikan glukosa, manitol, laktosa, sukrosa, dan maltosa.
Menurut Woo dan Bruno (2011), Aeromonas sp. mampu memfermentasi fruktosa,
galaktosa, maltosa, trehalosa, manitol, sukrosa, glukosa, dextrin dan glikogen,
memberikan hasil uji positif pada uji indol, memproduksi gas dari glukosa.
Aeromonas sp adalah bakteri Gram negatif, motil, berbentuk batang, dan
menyebabkan penyakit pada ikan. Motile aeromonas septicemia (MAS) atau
motile aeromonas infection (MAI) adalah penyakit pada ikan yang disebabkan
oleh bakteri Aeromonas sp. (Camus et al. 1998). MAS sering disebabkan oleh
A. hydrophila, tetapi jarang disebabkan oleh A. sobria dan A. caviae (Woo et al.
2002).
Aeromonas sp. banyak ditemukan di perairan air tawar, sedikit ditemukan di
air payau, dan jarang ditemukan pada air dengan silinitas di atas 15 ppt.
Aeromonas sp. hidup pada perairan yang kaya akan zat organik seperti kolam dan
sistem pembudidayaan lainnya. Selain hidup secara bebas, Aeromonas sp. dapat
diisolasi dari kulit dan saluran pencernaan ikan sehat. Aeromonas sp. dianggap
sebagai patogen oportunis karena hanya menyebabkan penyakit pada saat kondisi
ikan stres atau menderita penyakit lain (Camus et al. 1998).
Gejala dari infeksi Aeromonas tidak spesifik dan dapat dikelirukan dengan
penyakit lainnya. Ikan yang terinfeksi Aeromonas akan kehilangan nafsu makan,
lemah, dan berenang dekat permukaan. Aeromonas sp. pada ikan nila
menyebabkan hemoragi pada kulit, ulcer, penurunan bobot badan, luka pada
mulut, ketidaknormalan pada mata, dan pembusukan pada sirip (Woo et al. 2002).
Diagnosa dilakukan dengan mengambil sampel dari ikan mati dengan identifikasi
bakteri dan tes sensitivitas antibiotik. Penggunaan KMnO 4 sangat berguna untuk
pengobatan infeksi Aeromonas pada kulit. Infeksi sistemik dapat diobati dengan
pemberian pakan yang mengandung antibiotik, tetapi jika proses diagnosa
memakan waktu terlalu lama, pemberian pakan tidak efektif karena ikan akan
kehilangan nafsu makan terlebih dahulu (Camus et al. 1998).
Gambar 23 Pembusukan pada Sirip
Sumber: Camus et al. (1998)
Gambar 24 Aeromonas sp.
Bacillus sp.
Berdasarkan pewarnaan Gram, bakteri ini berwarna ungu dan berbentuk
batang dan mampu membentuk spora. Menurut Carter & Cole (1990), Bacillus sp.
berukuran lebih besar dan mampu membentuk spora. Bacillus sp adalah genus
dari bakteri yang berbentuk batang, aerob atau fakultatif aerob, Gram positif,
tetapi beberapa spesies mampu menjadi Gram negatif ketika dikultur. Bacillus
memiliki banyak spesies dan memiliki beragam kemampuan fisiologis sehingga
mampu hidup di lingkungan. Bacillus mampu membentuk spora yang tahan
terhadap panas, dingin, radiasi, pengawetan, dan disinfektan (Baron 1996).
Bacillus terdiri dari spesies yang hidup di lingkungan maupun sebagai patogen.
B. cereus, B. mycoides, dan B. subtilis, adalah spesies dari Bacillus yang bersifat
patogen pada ikan.
Infeksi Bacillus pada ikan menyebabkan mortalitas sebesar 10-15%. Infeksi
ditandai dengan kelemahan, lesu, kurus, dan nekrosa pada bagian kulit, serta
kematian setelah beberapa hari pasca infeksi. Edema dan sedikit darah dapat
ditemukan pada rongga perut, ptechie dan nekrosa dapat ditemukan pada hati dan
ginjal (Austin B dan Austin D 2007)
B. cereus dan B. subtilis biasa ditemukan pada ikan gurami dan berasosiasi
dengan penyakit branchionecrosis. B. mycoides dilaporkan pernah menjadi
epizootik pada ikan lele dan patin di Alabama pada tahun 1992. Infeksi ditandai
dengan warna kulit yang gelap, tidak nafsu makan, ulcer pada bagian dorsal, dan
nekrosa otot epaksial (Austin B dan Austin D 2007).
Gambar 25 Bacillus sp.
Beberapa spesies Bacillus digunakan sebagai probiotik dalam budidaya ikan.
Spesies Bacillus yang sering digunakan sebagai probiotik adalah B. coagulans, B.
lentis, B. pumilus, B. brevis, B. alvei, B. circulan, dan B. apiarius. Bacillus sp.
mampu meningkatkan kualitas air dengan mengurangi bakteri patogen. B. subtilis
juga digunakan sebagai probiotik pada ikan nila. B. subtilis adalah bakteri yang
terdapat pada tanah, air, dan udara. Strain yang berbeda dari B. subtilis dapat
digunakan sebagai agen kontrol biologis. B. subtilis memproduksi senyawa
antibiotik lipopetida termasuk iturins. Iturins membantu B. subtilis untuk bersaing
dengan
mikroorganisme
lainnya
dengan
membunuh
atau
menahan
pertumbuhannya (NRG 2008)
Beberapa penelitian membuktikan bahwa probiotik pada ikan dan udang
tahan terhadap patogen seperti Aeromonas salmonicida dan meningkatkan
imunitas (Liu et al. 2010; Irianto 2002; Randelli et al. 2008; Nayak 2010 dalam
Mohamed & Refat 2011). Probiotik B. subtilis mampu mengurangi jumlah
Vibrio sp. pada kolam budidaya setelah 14 hari pemberian dan meningkatkan
protein serum total dan globulin setelah 60 hari (Moriarty 1998; Baleazar &
Rojas-Luna 2007; Nayak et al 2007 dalam Mohamed & Refat 2011).
Escherichia Coli
Hasil uji TSIA menunjukkan hasil bakteri ini mampu memfermentasikan
semua gula, terlihat pada daerah slant dan butt yang berwarna kuning. Uji urease
dan sitrat menujukkan hasil yang negatif. Uji indol memberikan hasil yang positif
dan hasil dari uji fermentasi gula menunjukkan bakteri ini mampu memfermentasi
glukosa, sukrosa, dan maltosa. Hasil positif didapatkan dari uji Methyl Red dan
Voges Proskauer. Percival et al. (2004) menyebutkan bahwa Escherichia coli
bersifat motil, dapat tumbuh pada media Mac-Conkey, memberikan hasil positif
pada uji Methyl Red, negatif pada uji Voges Proskauer, dan negatif pada uji
urease. Menurut Cowan dan Steel (1974), E. coli mampu memfermentasi sukrosa,
maltosa, manitol, dan memproduksi gas dari glukosa.
Theodor Escherich, bakteriologis asal Jerman, pertama kali mengisolasi
bakteri dari feses dengan nama Bacteria coli pada tahun 1885. Selanjutnya, pada
tahun 1888, Bacteria coli berubah nama menjadi Escherichia coli. E. coli adalah
bakteri gram negatif, berbentuk batang pendek, aerob, dan motil. E. coli bersifat
non patogen dan merupakan mikroflora normal pada usus manusia dan hewan
berdarah panas. Beberapa E. coli bersifat patogen dan diklasifikasikan ke dalan
enam virotipe berdasarkan kemampuan virulensi terhadap sel atau jaringan
mamalia.
Virotipe
tersebut
adalah
Enterotoxigenic
E.
coli
(ETEC),
Enteropathogenic E. coli (EPEC), Enterohemorrhagic E. coli (EHEC),
Enteroinvasive E. coli (EIEC), Enteroaggregative E. coli (EAEC), dan Diffusely
Adhering E. coli (DAEC) (Bhunia 2008).
Gambar 26 Escherichia coli
Edwardsiella tarda
Hasil uji TSIA menunjukkan slant berwarna merah dengan butt berwarna
kuning disertai adanya gas. Hal ini berarti bakteri mampu memfermentasi glukosa
dan memproduksi gas. Hasil uji indol menunjukkan hasil yang positif. Uji urease
didapatkan hasil yang negatif sedangkan uji sitrat didapatkan hasil yang positif.
Uji fermentasi gula didapatkan hasil glukosa, manitol, sukrosa, laktosa, dan
maltosa dapat difermentasikan. Woo dan Bruno (2011) menyatakan bahwa
Edwardseilla tarda bersifat motil, memberikan hasil positif pada uji indol, uji
sitrat, dan memproduksi gas dari fermentasi glukosa.
Edwardsiella tarda merupakan bakteri golongan Gram negatif, bersifat
motil karena memiliki flagela (Austin B dan Austin D 2007). Edwarsiella tarda
menyebabkan penyakit yang disebut dengan Edwardsiella septicaemia (ES).
Edwardsiella tarda menginfeksi berbagai macam jenis ikan, tetapi jenis ikan yang
peka adalah belut dan patin (Woo & Bruno 1999).
Edwardsiella septicaemia menujukan gejala dari sedang hingga parah, tetapi
hal tersebut tergantung pada spesies yang terinfeksi. E. tarda pada ikan patin
menyebabkan lesio kecil pada kulit di bagian otot dorsal dan akan berkembang
menjadi nekrosa yang besar, menyebar hingga caudal. E. tarda pada ikan nila
menyebabkan exophthalmia dan katarak, serta abses pada organ interna. Ginjal
mengalami kebengkakan dan hati menjadi berbintik (Woo & Bruno 1999).
E. tarda dapat menginfeksi manusia melalui rute oral dan menyebabkan
meningitis, abses hati, infeksi pada luka, dan gastroenteritis (Noga 2010).
Gambar 27 Infeksi Edwardsiella tarda. Hemoragi pada Kulit dan Fistula di bawah
Sirip Dada
Sumber: Noga (2010)
Predisposisi penyakit ES sering disebabkan stress akibat kondisi lingkungan,
karena E. tarda merupakan bakteri yang dapat ditemukan di perairan. ES juga
dapat terjadi karena ikan sebelumnya telah terinfeksi oleh bakteri lain, seperti
A. hydrophila dan protoza seperti Trichodina (Woo & Bruno 1999)
Sistemik antibiotik berupa oksitetrasiklin perlu dilakukan untuk mengobati
penyakir ES karena infeksi ini bersifat sistemik, akan tetapi beberapa strain dari
E. tarda resistan terhadap oksitetrasiklin. Perbaikan manajemen air juga menjadi
hal penting karena E. tarda adalah bakteri perairan (Noga 2010).
Gambar 28 Edwarsiella tarda
Enterobacter aerogenes
Hasil uji TSIA menunjukkan bahwa bakteri ini mampu memfermentasi
glukosa, dengan warna butt kuning. Uji urease dan sitrat didapatkan hasil yang
positif, sedangkan uji indol didapatkan hasil negatif. Hasil positif juga
ditunjukkan dari hasil uji fermentasi gula, yaitu glukosa, manitol, sukrosa, laktosa,
dan maltosa. Carter dan Cole (1990) menyebutkan bahwa Enterobacter
aerogenes, pada uji TSIA, memberikan hasil butt berwarna kuning, hasil negatif
pada uji indol dan uji urease. Hasil positif pada sitrat, uji fermentasi glukosa,
manitol, sukrosa, dan laktosa. Cowan dan Steel (1990) juga menyebutkan E.
aerogenes mampu memfermentasi hampir semua jenis gula, diantaranya glukosa,
manitol, sukrosa, laktosa, maltosa, adonitol, arabinosa, inositol, rafinosa,
rhamnosa, dan trehalosa.
Enterobacter aerogenes berbentuk batang, motil, lebih kecil, dan berkapsul
dibandingkan dengan bakteri yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae
(Microbewiki 2012). Enterobacter banyak ditemukan di alam, seperti di air,
tanah, dan produk peternakan, juga dapat ditemukan pada saluran pencernaan
hewan. E. aerogenes adalah oportunistik patogen dan bisa berasosiasi dengan
mastitis pada sapi (Carter & Cole 1990). E. aerogenes dapat menyebabkan infeksi
nosokomial, yaitu infeksi yang terjadi ketika penderita menjalani perawatan di
rumah sakit. Infeksi dapat bersumber dari peralatan operasi dan cairan infus yang
terkontaminasi (Grimont F dan Grimont PAD 2006).
Infeksi E. aerogenes pada ikan jarang terjadi. E. aerogenes dapat
diidentifikasi dari ikan karena E. aerogenes adalah bakteri yang tersebar hampir di
berbagai tempat, termasuk saluran pencernaan hewan. E. aerogenes hanya
menyebabkan infeksi pada hewan atau manusia yang mengalami imunosupresi
karena sifatnya sebagai oportunistik patogen (Microbewiki 2012).
Gambar 29 Enterobacter aerogenes
Klebsiella pneumoniae
Hasil uji TSIA memberikan hasil daerah slant dan butt berwarna kuning dan
disertai dengan pembentukan gas. Hasil positif didapatkan dari uji urease dan
sitrat, sedangkan hasil negatif didapatkan dari uji indol. Uji fermentasi gula,
glukosa, manitol, sukrosa, laktosa, dan maltosa, menunjukkan hasil yang posit if
dari kelimanya. Menurut Carter & Cole (1990), Klebsiella pneumoniae
memberikan hasil negatif pada uji indol, positif pada uji sitrat, negatif pada
pembentukan endapan H2S, positif pada uji urease, positif pada uji fermentasi
glukosa, manitol, sukrosa, dan laktosa. Cowan dan Steel (1990) menyebutkan
Klebsiella pneumoniae mampu memfermentasi hampir semua jenis gula-gula.
K. pneumoniae adalah bakteri dari famili Enterobacteriaceae. K. pneumoniae
merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang, tidak motil, dan tidak
berkapsul (Percival et al. 2004). K. pneumoniae banyak ditemukan di alam,
seperti di air, tanah, dan produk yang berasal dari kayu yang digunakan sebagai
kandang. K. pneumoniae dapat menyebabkan mastitis yang parah ketika kandang
terbuat dari kayu yang terkontaminasi K. pneumoniae. K. pneumoniae juga pernah
diisolasi dari infeksi pada hewan, diantaranya pada kasus cervicitis dan metritis
pada kuda, luka, septikemia, dan pneumonia pada anjing (Carter & Cole 1990).
Klebsiella pneumonia dapat menyebabkan infeksi yang bersifat sepsis,
terutama pada luka akbiat operasi, dan infeksi pada saluran urinaria
(Percival et al. 2004). K. pneumoniae termasuk ke dalam bakteri penyebab infeksi
nosokomial. Infeksi K. pneumoniae terjadi sebagai infeksi sekunder yang
bersumber dari peralatan di rumah sakit, seperti ventilator, jarum suntik, dan,
kateter. K. pneumonia menyebabkan pneumonia, septikemia, dan meningitis
(CDC 2012).
Infeksi K. pneumoniae pada ikan jarang terjadi. Infeksi K. pneumoniae dapat
menyebabkan infeksi pada kulit dan perubahan warna kulit dari hitam menjadi
pucat. K. pneumoniae bebas yang hidup pada air di kolam perikanan, dapat
menurunkan level oksigen pada air sehingga menyebabkan kematian pada ikan
akibat hipoksia (Udeze et al. 2012). K. pneumoniae pada ikan dapat berpindah ke
manusia akibat mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi K. pneumoniae. Selain
menyebabkan infeksi pada manusia, hal yang penting lainnya adalah bahwa K.
pneumoniae resisten terhadap beberapa antibiotik standar (Ampofo & Clerk
2010). K. pneumoniae mampu memproduksi extended spectrum beta laktamase
(ESBL) dan carbapenemase (KPC) sehingga resisten terhadap antibiotik yang
memiliki cincin beta laktam dan antibiotik carbapenem (Kumar et al. 2011).
Gambar 30 Klebsiella pneumoniae
Pasteurella sp.
Hasil uji TSIA menunjukkan hasil daerah slant dan butt berwarna kuning
tetapi tidak disertai pembentukan gas. Hasil negatif didapatkan dari uji urease,
sitrat, dan indol. Uji fermentasi gula, glukosa, manitol, sukrosa, laktosa, dan
maltosa menujukan hasil yang positif. Menurut Carter dan Cole (1990),
Pasteurella sp. memberikan hasil yang beragam pada pertumbuhan di agar
Mac-Conkey, uji indol, uji urease, dan uji fermentasi gula. Kebanyakan
Pasteurella sp. memberikan hasil negatif pada uji urease. Hasil negatif juga
ditunjukkan pada uji indol, kecuali untuk spesies P. multocida. Hasil uji
fermentasi glukosa, manitol, sukrosa, laktosa, dan maltosa memberikan hasil
positif.
Pasteurella adalah bakteri Gram negatif, tidak motil, anaerob fakultatif, dan
berbentuk batang atau kokobasil (Carter & Cole 1990). Pasteurella adalah flora
normal yang dapat ditemukan di bagian oral, saluran pernafasan, saluran genital,
dan saluran gastrointestinal dari berbagai hewan domestik maupun satwa liar
(Microbewiki 2012). Pasteurella skyensis dilaporkan menjadi penyakit emerging
pada ikan, terutama salmon. Pertama kali dilaporkan terjadi pada ikan salmon di
Skotlandia pada tahun 1995 hingga 1998 (Toranzo et al. 2004). P. skyensis
berasal dari pulau Skye di Skotlandia (Birkbeck et al. 2002)
Infeksi P. skyensis menunjukkan lesio katarak dan penurunan bobot badan.
Pemeriksaan bagian dalam pada ikan yang telah mati ditemukan ptechie pada
sekum dan peritoneum, dan fokus fokus lesio pada ginjal, limpa, dan jantung.
Sampel lain menunjukkan adanya pericarditis, peritonitis, dengan granuloma
(Toranzo et al. 2004). P. skyensis bersifat pleomorfik, tidak motil, berbentuk
batang, dan anaerob fakultatif (Birkbeck et al. 2002)
Gambar 31 Pasteurella sp.
Staphylococcus aureus
Bedasarkan pewarnaan Gram, bakteri ini bewarna ungu dan berbentuk
kokus. Uji katalase memberikan hasil yang positif dan penanaman pada MSA agar
juga
memberikan
reaksi
positif.
Menurut
Carter
dan
Cole
(1990),
Staphylococcus aureus bersifat katalase positif, koagulase positif, β-hemolisis,
dan mampu memfermentasi manitol.
Staphylococcus adalah bakteri Gram positif, berbentuk kokus, tersusun
secara gerombol, berpasangan, atau sendiri, tidak berflagel, tidak motil, tidak
membentuk spora, dan bersifat aerob tetapi juga bersifat fakultatif anaerob (Ryan
& Ray 2004). Staphylococcus banyak ditemukan sebagai bakteri komensal di kulit
dan mukosa membran hewan dan manusia (Carter & Cole 1990). Staphylococcus
juga ditemukan dalan jumlah lebih sedikit di udara, air, dan tanah (Percival et al.
2004). Spesies Staphylococcus yang menjadi bakteri patogen pada ikan
diantaranya S. aureus, S. epidermidis, dan S. warneri (Austin B dan Austin D
2007).
Ikan yang mati akibat infeksi S. aureus menunjukkan kelainan pada mata,
kornea menjadi kemerahan akibat vaskularisasi, kemudian menjadi opaque.
Selanjutnya terjadi degenerasi pada jaringan mata dan menyebabkan terbentuknya
hollow cup. Infeksi menyebar hingga ke saraf optik. Ikan hidup yang terinfeksi
S. aureus menunjukkan gejala letarghi dan melanosis pada kulit. Organ dalam
ikan tidak terinfeksi oleh S. aureus (Austin B dan Austin D 2007).
Mengkonsumsi ikan yang terinfeksi S. aureus dapat menyebabkan gastroenteritis
akibat dari toksin yang diproduksi. Kontaminasi S. aureus dapat terjadi tidak
hanya pada pembudidayaan, tetapi juga dalam proses pengolahan (Novotny et al.
2004).
Staphylococcus epidermidis
Bedasarkan pewarnaan Gram, bakteri ini bewarna ungu dan berbentuk
kokus. Uji katalase memberikan hasil yang positif dan penanaman pada MSA agar
memberikan
reaksi
negatif.
Staphylococcus epidermidis
Menurut
bersifat
Carter
koagulase
dan
positif,
Cole
(1990),
katalase
positif,
β-hemolisis fakultatif, tidak mampu memfermentasi manitol, dan patogen
oportunistik.
S. epidermidis terdapat dimana-mana dan kasus infeksi S. epidermidis sering
terjadi. S. epidermidis dapat diisolasi dari kulit, rongga hidung, dan saluran telinga
manusia (Ryan & Ray 2004). Infeksi S. epidermidis pada ikan menyebabkan
exophthalmia, kongesti, dan ulserasi di ekor. Ikan mati yang terinfeksi S.
epidermidis dapat ditemukan lesio hemoragi pada operkulum dan sirip pelvis.
Bagian dalam dapat ditemukan ptechie dan ascites. Isolasi dari saluran pencernaan
yang terinfestasi oleh cacing pita juga dapat ditemukan S. epidermidis (Austin B
dan Austin D 2007).
Gambar 32 Staphylococcus sp.
Streptococcus sp.
Berdasarkan pewarnaan Gram, bakteri ini berwarna ungu dengan bentuk
kokus. Pemeriksaan mikroskopis terlihat susunan bakteri tidak terlalu berantai, hal
ini diduga disebabkan karena proses pembuatan preparat pewarnaan Gram. Uji
katalase menunjukkan hasil negatif.
Streptococcus merupakan bakteri gram positif yang tersusun berantai.
Streptococcus ditemukan di oropharynx sebagai mikroflora (Ryan & Ray 2004).
Streptococcus yang sering menyebabkan infeksi pada ikan diantaranya,
S. difficilis, S. iniae, dan S. agalactiae (Austin B dan Austin D 2007).
Streptococcosis sangat kontagius dan transmisi antar ikan dapat dengan sangat
mudah terjadi (Noga 2010).
Infeksi S. difficilis menyebabkan lethargi, kebengkakan abdomen, perut dan
usus dipenuhi dengan massa yang bersifat gelatin dan berwarna kuning. Beberapa
ikan yang terinfeksi terlihat adanya hemoragi pada mata, exophthalmia, dan
kornea yang opaque. Hati mengalami pembesaran, limpa dan ginjal mengalami
kongesti, dan akumulasi cairan di peritoneum (Austin B dan Austin D 2007).
Ikan nila yang terinfeksi S. iniae menunjukkan gejala lethargi dan
tetany-like. Infeksi pada jenis ikan lain menyebabkan septikemia dengan
kerusakan pada otak, meningitis, perubahan warna kulit menjadi lebih gelap, dan
kehilangan orientasi (Austin B dan Austin D 2007). S. iniae juga menyebabkan
infeksi pada manusia dengan lesio abrasi kulit dan luka-luka. Transmisi terjadi
ketika manusia kontak dengan ikan yang terinfeksi S. iniae (Noga 2010)
Pretto-Giordano et al. (2010) melakukan penelitian menginfeksi ikan nila
dengan Streptococcus agalactiae dan didapatkan hasil bahwa S. agalactiae
menyebabkan lethargia, anoreksia, erractic swimming, exophthalmia pada
unilateral atau bilateral, ascites, hemoragi kulit, dan mortalitas yang tinggi. Hati
dan Limpa mengalami pembesaran, dan pada rongga perut ditemukan ascites.
Gambar 33 Streptococcosis pada Ikan Nila dengan Gejala Tetany-Like Akibat
Kontraksi Otot
Sumber: Noga 2010
Gambar 34 Streptococcosis pada Ikan Atlantic Menhaden dengan Hemoragi
Operkulum
Sumber: Noga 2010
Gambar 35 Streptococcus sp.
Vibrio parahaemolyticus
Hasil uji TSIA menunjukkan daerah slant berwarna merah dan daerah butt
berwarna kuning, serta tidak disertai pembentukan gas. Uji urease didapatkan
hasil negatif, sedangkan uji indol dan sitrat didapatkan hasil yang positif. Hasil uji
fermentasi gula menujukkan hasil positif pada fermentasi glukosa, manitol,
sukrosa, laktosa, dan maltosa. Merwad et al. (2011) menyebutkan bahwa
Vibrio parahaemolyticus menunjukkan hasil positif pada uji sitrat dan negatif
pada uji urease. Menurut Alcaide et al. (1999), Vibrio parahaemolyticus mampu
memfermentasi
glukosa,
manitol,
dan
arabinosa,
tetapi
tidak
mampu
memfermentasi sukrosa dan laktosa. Perbedaan ini mungkin terjadi karena
karakteristik bakteri dapat berubah.
V. parahaemolyticus adalah bakteri gram negatif yang dapat ditemukan di
perairan muara. V. parahaemolyticus bersifat motil, berbentuk batang, dan
anaerob fakultatif. V. parahaemolyticus dapat ditemukan di air laut, sedimen,
plankton, ikan laut, kerang laut, kepiting, lobster, dan hewan laut lainnya
(Nelapati et al. 2012). V. parahaemolyticus juga dapat diisolasi dari ikan nila dan
ikan patin serta menyebabkan infeksi (Noorlish et al. 2011).
Lesio yang ditemukan pada infeksi V. parahaemolyticus di ikan nila adalah
adanya spot merah di kulit seperti infeksi yang disebabkan oleh V. anguillarum
(Tang 1998). Infeksi oleh V. parahaemolyticus jarang terjadi dibandingkan
dengan V. anguillarum yang menyebabkan penyakit red pest pada ikan laut
(Austin B dan Austin D 2007).
V. parahaemmolyticus dapat menyebabkan gastroenteritis akut yang dapat
sembuh dengan sendirinya, akan tetapi beberapa kasus dapat menjadi septikemia.
Transmisi terjadi akibat dari mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi V.
parahaemolyticus (Novotny et al. 2004).
Gambar 36 Vibrio parahaemolyticus
Download