Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
.BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Pemasaran
Pemasaran memegang peranan yang sangat penting dalam suatu usaha,
terlebih dalam kondisi persaingan yang semakin kompetitif seperti sekarang ini.
Maka fungsi pemasaran sangatlah penting untuk mengantisipasi
adanya
persaingan dan perubahan pasar, untuk kemudian diadakan kebijaksanaan di
dalam
perusahaan
agar
terus
berusaha
memuaskan
pelanggan
secara
menguntungkan, efisien dan bertanggung jawab.
Pemasaran berhubungan dengan
mengidentifikasi dan memenuhi
kebutuhan manusia dan masyarakat. Salah satu dari definisi pemasaran terpendek
adalah memenuhi kebutuhan secara menguntungkan.
Pengertian pemasaran menurut American Marketing Association (AMA) yang
dikutip oleh Kotler dan Keller (2009;6) yang diterjemahkan oleh Benyamin
Molan adalah sebagai berikut :
“Satu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan,
mengomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan
mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan
organisasi dan para pemilik sahamnya”.
Sedangkan menurut Marketing Association of Australia and New Zealand
(MAANZ) yang dikutip oleh Buchari Alma (2009;3), memberikan pengertian
pemasaran sebagai berikut :
“Pemasaran adalah aktivitas yang memfasilitasi dan
memperlancar suatu hubungan pertukaran yang saling memuaskan
melalui penciptaan, pendistribusian, promosi dan penentuan harga
dari barang, jasa, dan ide”.
Berdasarkan
definisi-definisi
tersebut,
dapat
disimpulkan
bahwa
pemasaran merupakan suatu kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan melalui proses penciptaan, penawaran dan pertukaran (nilai) produk
dengan yang lain, dimana dalam pemasaran ini kegiatan bisnis dirancang untuk
mendistribusikan barang-barang dari produsen kepada konsumen untuk mencapai
sasaran serta tujuan organisasi.
2.2
Pengertian Jasa
Jasa terkadang cukup sulit dibedakan secara khusus dengan barang. Hal
ini disebabkan pembelian suatu barang kerap kali disertai jasa-jasa tertentu dan
begitu pula sebaliknya dengan pembelian jasa yang sering melibatkan barangbarang tertentu untuk melengkapinya. Untuk memahami hal ini, kita perlu
membahas pengertian, karakteristik dan klasifikasi jasa.
Jasa (service) menurut Kotler dan Keller (2009;214) :
“any act or performance that one party can offer another that is
essensially intangible and does not result in the ownership of anything.
It’s production may or not be tied to a physical product. “
Kotler mendefinisikan jasa adalah setiap aktifitas, manfaat atau
performance yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain yang bersifat
intangible dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun dimana
dalam produksinya dapat terikat maupun tidak dengan produk fisik.
Sedangkan Lovelock (2007;5) mendefinisikan terhadap arti jasa :
“ A service is an act or performance offered by one party to another.
Although the process may be tied to aphsycal product, the performance
a\ssentially intangible and does not normally result in ownership of
any of the factors of production”.
Berdasarkan definisi-definisi diatas terlihat perbedaan yang cukup jelas
antara produk yang berupa jasa dengan produk yang berupa barang. Jasa
merupakan serangkaian tindakan atau aktivitas yang ditawarkan oleh suatu pihak
kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud, dapat memberikan nilai
tambah tanpa menyebabkan perubahan kepemilikan (transfer of ownership)
walaupun dalam produksinya, jasa dapat melibatkan produk fisik untuk
mendukungnya.
2.2.1
Karakteristik Jasa
Karakteristik jasa adalah suatu sifat dari jasa yang ditawarkan oleh suatu
pihak kepada pihak lain yang berfungsi untuk membedakan dengan produk
barang.
Menurut Kotler dan Armstrong (2009;223) menerangkan empat karakteristik
jasa sebagai berikut :
1. Tidak berwujud (intangibility)
Jasa bersifat abstak dan tidak berwujud. Tidak seperti halnya produk fisik,
jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, dicium sebelum jasa itu
dibeli. Untuk mengurangi ketidak pastian tersebut, maka para calon
pembeli akan mencari tanda atau bukti dari mutu jasa. Konsumen mencari
bukti kualitas pelayanan jasa berdasarkan enam hal berikut ini :
a. Tempat (place)
Tempat yang mendukung seperti kebersihan yang terjaga,
kenyamanan untuk konsumen, dan suasana yang mendukung.
b. Orang (people)
Orang yang menangani mampu melaksanakan tugas dengan baik.
Sudah terlatih, cepat dalam menangani masalah dan lain-lain.
c. Peralatan (equipment)
Peralatan penunjang seperti komputer, meja, mesin fax, dan lain
sebagainya.
d. Komunikasi material (communication material)
Bukti-bukti berupa teks tertulis dan foto, misalnya kontrak atau
hasil jadi dalam foto.
e. Simbol (symbol)
Nama dan symbol pemberi jasa mencerminkan kemampuan dan
kelebihannya dalam melayani konsumen.
f. Harga (price)
Harga yang masuk akal dan dapat pula dipadukan dengan berbagai
macam promosi penjualan, seperti bonus, diskon dan lain-lain.
2. Bervariasi (variability)
Jasa bersifat nonstandard dan sangat variable. Berbeda dengan kualitas
produk fisik yang sudah terstandar, kualitas pelayanan jasa bergantung
pada siapa penyedianya, kapan, dimana, dan bagaimana jasa itu diberikan.
Oleh karena itu jasa sangat bervariasi dan berbeda satu dengan lainnya.
3. Tidak dapat dipisahkan (inseparability)
Jasa umumnya diproduksi dan dikonsumsi pada waktu yang bersamaan
dengan partisipasi konsumen di dalamnya.
4. Tidak dapat disimpan (pershability)
Jasa tidak mungkin disimpan dalam bentuk persediaan. Nilai jasa hanya
ada pada saat jasa tersebut diproduksi dan langsung diterima oleh si
penerimanya. Karakteristik seperti ini berbeda dengan barang berwujud
yang dapat diproduksi terlebih dahulu, disimpan dan dipergunakan lain
waktu.
2.2.2
Klasifikasi Jasa
Klasifikasi jasa menurut Lovelock yang dikutip oleh Tjiptono dalam
(2008:8-12), terdapat tujuh kriteria sebagai berikut :
1. Segmen Pasar
Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa kepada
konsumen akhir (misalnya taksi, asuransi jiwa, dan pendidikan) dan jasa
kepada konsumen organisasional (misalnya jasa akuntansi dan perpajakan,
jasa konsultasi manajemen, dan jasa konsultasi hukum).
2. Tingkat Keberwujudan (Tangibility)
Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dan
konsumen. Berdasarkan kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu :
a. Rented Goods Service
Dalam jenis ini konsumen menyewa dan menggunakan produkproduk tertentu berdasarkan tarif selama waktu tertentu pula.
Konsumen hanya dapat menggunakan produk tersebut, karena
kepemilikannya tetap berada pada pihak perusahaan yang
menyewakan. Contohnya penyewaan mobil, kaset video, vila dan
apartement.
b. Owned Goods Service
Pada Owned goods service, produk-produk yang dimiliki
konsumen direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan (untuk
kerja), atau dipelihara/dirawat oleh perusahaan jasa, contohnya jasa
reparasi (arloji, mobil dan lain-lain).
c. Non Goods Service
Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat
intangible (tidak berwujud) ditawarkan kepada para pelanggan
contohnya sopir, dosen, pemandu wisata, dan lain-lain.
3. Keterampilan Penyedia Jasa
Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, jasa terdiri atas
profesional service (misalnya konsultan manajemen, konsultan hukum,
konsultan pajak) dan non profesional (misalnya sopir taksi, penjaga
malam).
4. Tujuan Organisasi Jasa
Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat dibagi menjadi commercial
service atau profit service (misalnya bank, penerbangan) dan non-profit
(misalnya sekolah, yayasan, panti asuhan, perpustakaan dan museum).
5. Regulasi
Dari aspek regulasi, jasa dapat dibagi menjadi regulated service (misalnya
pialang, angkutan umum dan perbankan) dan non-regulated service
(seperti katering dan pengecetan rumah).
6. Tingkat Intensitas Karyawan
Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja), jasa
dapat dikelompokan menjadi dua macam, yaitu equipment-based service
(seperti cuci mobil otomatis, ATM (automatic teller machine) dan poeplebased service (seperti satpam, jasa akuntansi dan kosultan hukum).
7. Tingkat Kontak Penyedia Jasa dan Pelanggan
Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi
high-contact service (misalnya bank, dan dokter) dan low-contact service
(misalnya bioskop). Pada jasa yang tingkat kontak dengan pelanggannya
tinggi, kecenderungan interpersonal karyawan harus diperhatikan oleh
perusahaan jasa, karena kemampuan membina hubungan sangat
dibutuhkan dalam berurusan dengan orang banyak, misalnya keramahan,
sopan santun, dan sebagainya. Sebaliknya pada jasa yang kontaknya
dengan pelanggan rendah, justru keahlian teknis karyawan yang paling
penting.
2.3
Kualitas Pelayanan Jasa
Definisi kualitas pelayanan jasa berpusat pada upaya pemenuhan
kebutuhan dan kerugian pelanggan serta ketetapan penyampaian untuk
mengimbangi harapan pelanggan. Pengertian kualitas pelayanan jasa menurut
Tjiptono (2008:59), yaitu kualitas pelayanan jasa adalah tingkat keunggulan yang
diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi
keinginan pelanggan. Dengan kata lain ada dua faktor utama yang mempengaruhi
kualitas pelayanan jasa yaitu dirasakan expected service dan perceived service.
Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang
diharapkan, maka kualitas pelayanan jasa dipresepsikan baik dan memuaskan.
Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas pelayanan
jasa dipresepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya, jika jasa diterima lebih
rendah dari pada yang diharapkan maka kualitas pelayanan jasa dipresepsikan
buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas pelayanan jasa tergantung pada
kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara
konsisten.
Sedangkan menurut Menurut Tjiptono (2008;80) mengidentifikasikan
lima gap (kesenjangan) yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa,
mengungkapkan formulasi model kualitas pelayanan jasa yang diperlukan dalam
pelayanan jasa. Dalam model ini dijelaskan ada lima kesenjangan yang dapat
menimbulkan kegagalan penyampaian jasa, kelima gap tersebut adalah :
1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen.
Pada kenyataannya pihak manajemen suata perusahaan tidak selalu dapat
atau memahami apa yang di inginkan para pelanggan secara tepat.
Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya
di desain, dan jasa-jasa pendukung atau sekunder apa yang diinginkan oleh
pelanggan.
2. Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap pelanggan dan
spesifikasi kualitas pelayanan jasa.
Kadang kala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang
diinginkan pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar kinerja
tertentu yang jelas. Hal ini bisa dikarenakan tiga factor, yaitu tidak adanya
komitmen total manajemen terhadap kualitas pelayanan jasa, kekurangan
sumber daya, atau karena adanya kelebihan permintaan.
3. Kesenjangan antara spesifikasi mutu jasa dan penyampaian jasa.
Ada beberapa terjadinya gap ini, misalnya karyawan kurang terlatih
(belum menguasai tugasnya), beban kinerja melampaui batas, tidak dapat
memenuhi standar kinerja, atau bahkan tidak memenuhi standar kinerja
yang ditetapkan.
4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal.
Sering kali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau
janji yang dibuat oleh perusahaan, resiko yang dihadapi oleh perusahaan
adalah janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi.
5. Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan.
Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi
perusahaan dengan cara yang berlainan, atau bisa juga keliru
mempersepsikan kualitas pelayanan jasa tersebut.
Kesimpulan dari model kualitas pelayanan jasa tersebut meliputi:
1. Penilaian pelanggan terhadap kualitas pelayanan jasa adalah hasil dari
pertandingan antara harapan (sebelum menerima jasa) dan pengalaman
mereka (setelah menerima jasa). Jika harapannya terpenuhi, maka mereka
akan puas dan persepsinya positif, dan sebaliknya jika tidak terpenuhi
maka tidak puas dan persepsinya negatif.
2. Sedangkan bila kinerja jasa melebihi harapannya, mereka bahagia
(melebihi dari sekedar puas).
3. Penilaian pelanggan pada kualitas pelayanan jasa dipengaruhi oleh proses
penyampaian jasa dan output dari jasa.
4. Kualitas pelayanan jasa ada dua macam yaitu kualitas dari jasa yang
normal dan kualitas dari deviasi jasa yang normal.
5. Apabila timbul masalah perusahaan harus meningkatkan kontaknya
dengan pelanggan.
Gambar 2.1
Model Kualitas pelayanan jasa
KONSUMEN
Komunikasi dari
mulut ke mulut
Kebutuhan
personal
Pengalaman
yang lalu
Jasa yang
diharapkan
GAP 5
Jasa yang
dirasakan
PEMASAR
Penyampaian
jasa
GAP 3
Penjabaran
spesifikasi
GAP 1
GAP 2
Persepsi
manajemen
GAP 4
Komunikasi
eksternal
Sumber : Fandy Tjiptono, Manajemen Jasa (2008;82)
2.3.1
Pengertian Kualitas dan Kualitas Pelayanan jasa
Kualitas atau mutu produk perlu mendapat perhatian besar dari manajer,
sebab kualitas mempunyai hubungan langsung dengan kemampuan bersaing dan
tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan. Kualitas yang rendah akan
menempatkan perusahaan pada posisi yang kurang menguntungkan.Apabila
pelanggan merasa kualitas dari suatu produk tidak memuaskan, maka kemugkinan
besar ia tidak akan menggunakan produk atau jasa perusahaan lagi.
Sebuah perusahaan jasa dapat memenangkan persaingan dengan
menyampaikan secara konsisten layanan yang berkualitas tinggi dibandingkan
para pesaing dan yang lebih tinggi daripada harapan pelanggan.
Menurut Tjiptono (2008;51) yang dimaksud kualitas adalah :
“Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan.”
Dengan kata lain, ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa,
yaitu expected service dan perceived service. Apabila jasa yang diterima atau
dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas
pelayanan jasa dipersepsikan baik dan memuaskan.
Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas
pelayanan jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa
yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan
jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas pelayanan jasa
tergantung pada
kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi
harapan
pelanggannya secara konsisten.
Menurut Tjiptono (2008;59) menyatakan sebagai berikut :
“Kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi
keinginan pelanggan.”
2.3.2
Prinsip-prinsip Kualitas Pelayanan Jasa
Untuk menciptakan suatu gaya manajemen dan lingkungannya harus
kondusif bagi perusahaan jasa untuk memperbaiki kualitas, perusahaan harus
mampu memenuhi enam prinsip utama yang berlaku baik bagi perusahaan
manufaktur maupun perusahan jasa. Keenam prinsip tersebut sangat barmanfaat
tepat untuk melaksanakan penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan
dengan didukung oleh pemasok, karyawan dan pelanggan.
Enam prinsip pokok tersebut menurut Tjiptono (2007:75), yaitu:
1. Kepemimpinan
Strategi kualitas perusahaan harus inisiatif dan komitmen dari manajemen
puncak,
manajemen
puncak
harus
memimpin
perusahaan
untuk
meningkatkan kinerja kualitasnya. Tanpa adanya kepemimpinan dari
manajemen puncak maka usaha untuk meningkatkan kualitas hanya
berdampak kecil terhadap perusahaan.
2. Pendidikan
Semua personil perusahaan dari manajer puncak sampai karyawan
operasional harus memperoleh pendidikan mengenai kualitas. Aspekaspek yang perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan tersebut
meliputi konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik
implementasi kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi kualitas,
dan peranan eksekutif dalam implementasi strategi kualitas.
3. Perencanaan
Proses perencanaan strategi harus mencakup pengikuran dan tujuan
kualitas yang dipergunakan dalam mengarahkan perusahaan mencapai
visinya.
4. Review
Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi
manajemen untuk mengubah perilaku operasional. Proses ini merupakan
suatu mekanisme yang menjamin adanya perhatian konstan dan terus
menerus untuk mencapai tujuan kualitas.
5. Komunikasi
Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses
komunikasi dalam perusahaan. Komunikasi harus dilakukan dengan
karyawan pelanggan, dan stakeholder perusahaan lainnya, seperti :
pemasok, pemehang saham, pemerintah, masyarakat umum, dan lain-lain.
6. Pengharapan dan pengakuan (Total Human Reward)
Penghargaan dan pengukuan merupakan aspek yang penting dalam
implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan yang berprestasi baik
perlu diberi penghargaan dan prestasi tersebut diakui dengan demikian
setiap orang dalam organisasi yang pada gilirannya dapat memberikan
kontribusi besar bagi perusahaan dan bagi pelanggan yang dilayani.
2.3.3
Mengukur Kualitas Pelayanan Jasa
Menurut Kotler (2009:284) mengungkapkan ada terdapat lima faktor
dominan atau penentu kualitas kualitas pelayanan jasa,
kelima faktor dominan tersebut diantarnya yaitu:
1. Berwujud (Tangible), yaitu berupa penampilan fisik, peralatan dan
berbagai materi komunikasi yang baik.
2. Empati (Empathy), yaitu kesediaan karyawan dan pengusaha untuk lebih
peduli memberikan perhatian secara pribadi kepada pelanggan. Misalnya
karyawan harus mencoba menempatkan diri sebagai pelanggan. Jika
pelanggan mengeluh maka harus dicari solusi segera, agar selalu terjaga
hubungan harmonis, dengan menunjukan rasa peduli yang tulus. Dengan
cara perhatian yang diberikan para pegawai dalam melayani dan
memberikan tanggapan atas keluhan para konsumen.
3. Cepat tanggap (Responsiveness), yaitu kemauan dari karyawan
dan
pengusaha untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat
serta mendengar dan mengatasi keluhan konsumen. Dengan cara
keinginan para pegawai dalam membantu dan memberikan pelayanan
dengan tanggap, kemampuan memberikan pelayanan dengan cepat dan
benar, kesigapan para pegawai untuk ramah pada setiap konsumen,
kesigapan para pegawai untuk bekerja sama dengan konsumen.
4. Keandalan (Reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan jasa sesuai
dengan yang dijanjikan, terpercaya dan akurat, serta konsisten. Contoh
dalam hal ini antara lain, kemampuan pegawai dalam memberikan
pelayanan yang terbaik, kemampuan pegawai dalam menangani kebutuhan
konsumen dengan cepat dan benar, kemampuan perusahaan dalam
memberikan pelayanan yang baik sesuai dengan harapan konsumen.
5. Kepastian (Assurance), yaitu berupa kemampuan karyawan untuk
menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah
dikemukakan kepada konsumen. Contoh dalam hal ini antara lain,
pengetahuan dan keterampilan pegawai dalam menjalankan tugasnya,
pegawai dapat diandalkan, pegawai dapat memberikan kepercayaan
kepada konsumen, pegawai memiliki keahlian teknis yang baik.
Sedangkan menurut Tjiptono (2007:68) terdapat delapan dimensi
kualitas pelayanan jasa dan dapat digunakan sebagai kerangka dan perencanaan
strategis dan analisis. Dimensi tersebut adalah:
1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti,
misalnya kecepatan, konsumsi listrik, jumlah kapasitas yang dapat dipakai
konsumen, kemudahan dan kenyaman dalam menggunakan jasa tersebut,
dan sebagainya.
2. Ciri-ciri keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder
atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior seperti AC,
sound system, kursi, meja, dan sebagainya.
3. Kehandalan (reliability), yaitu kemungkinan akan mengalami kerusakan
atau gagal dipakai, misalnya komputer yang tidak sering mengalami
kendala dalam proses penggunaan.
4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification), yaitu sejauh
mana karakterisik desain dan opersai memenuhi standar-standar yang telah
ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan ruangan penyedia
jasa, apakah tersedia peralatan keamanan apabila terjadi suatu kejadian
yang tidak diinginkan seperti kebakaran atau gempa bumi.
5. Daya tahan (durability), yaitu berkaitan dengan berapa lama suatu produk
dapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun
ekonomis penggunaan komputer.
6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah
diperbaiki, serta penanganan keluhan yang memuaskan.
7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera, misalnya bentuk
fisik yang menarik, model desain yang artistik, warna, dan sebagainya.
8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi
produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.
Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Bery yang dikutip oleh Tjiptono
(2008:69) mengidentifikasi ada sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas
pelayanan jasa.
Kesepuluh faktor tersebut adalah:
1. Reliability,
mencakup
dua
hal
pokok,
yaitu
konsistensi
kerja
(performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal ini
berarti perusahaan yang bersangkutan memenuhi janjinya, misalnya
menyampaikan jasanya sesuai jadwal yang disepakati.
2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk
memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan.
3. Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki
keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan
jasa tertentu.
4. Access, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti
lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak
terlalu lama, saluran komunikasi perusahaan mudah dihubungi, dan lainlain.
5. Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, dan keramahan
yang dimiliki para contact personnel (seperti resepsionis, teller, operator
telepon, dan lain-lain).
6. Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam
bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengar saran dan
keluhan pelanggan.
7. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup
nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakteristik contact personnel,
dan interaksi dengan pelanggan.
8. Security, yaitu aman dari bahaya, risiko, atau keraguan. Aspek ini meliputi
keamana secara fisik, keamanan finansial, dan kerahasiaan.
9. Understanding, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan.
10. Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa, bias berupa fasilitas fisik, peralatan
yang digunakan, representasi fisik dari jasa misalnya unit komputer yang
digunakan.
2.4 Pengertian Loyalitas
Loyalitas didefinisikan sebagai suatu sikap yang ditujukan oleh konsumen
terhadap penyediaan produk atau jasa. Seorang konsumen akan menunjukan sikap
loyalnya jika suatu perusahaan mampu memberikan kepuasan kepada
konsumennya. Konsumen yang loyal adalah seorang konsumen yang selalu
membeli kembali dari provider atau penyedia jasa yang sama dan memilihara
suatu sikap positif terhadap penyedia jasa itu dimasa yang akan datang (Griffin,
2007;4).
Menurut Jill, Griffin (2007;4) pengertian Loyalitas adalah:
“Loyalitas pelanggan adalah perilaku pembelian yang didefinisikan
pembelian nonrandom yang diungkapkan dari waktu ke waktu oleh
beberapa unit pengambil keputusan”.
Menurut Oliver yang dikutip oleh Kotler dan Keller (2009:138),
mendefinisikan loyalitas (loyalty) sebagai berikut:
“Komitmen yang dipegang secara mendalam untuk membeli atau
mendukung kembali produk atau jasa yang disukai di masa depan
meski
pengaruh
situasi
dan
usaha
pemasaran
berpotensi
menyebabkan pelanggan beralih.”
Sedangkan menurut Griffin (2007:274), definisi loyalitas disebutkan
sebagai berikut:
“Perilaku pembelian yang didefinisikan sebagai pembelian non
random yang diungkapkan dari waktu ke waktu oleh beberapa unit
pengambilan keputusan.”
Menurut definisi-definisi mengenai loyalitas tersebut dapat disimpulkan
bahwa loyalitas adalah suatu perilaku pembelian yang mengarah kepada suatu
komitmen untuk membeli atapun mendukung kembali produk atau jasa di masa
depan.
Dan menurut Tjiptono (2007 ;110) mengatakan bahwa :
“Loyalitas pelanggan sebagai komitmen pelanggan terhadap suatu merek,
toko, pemasok berdasarkan sikap yang sangat positif tercermin dalam
pembelian ulang yang konsisten.”
Dari kedua definisi loyalitas diatas maka dapat disimpulkan bahwa konsep
loyalitas lebih mengarah pada perilaku (behavior) dibandingkan dengan sikap
(attitude) dan seorang konsumen yang loyal akan memperlihatkan perilaku
pembelian yang didefinisikan sebagai pembeli yang teratur dan diperlihatkan
sepanjang waktu oleh beberapa unit pembuatan keputusan. Tujuan utama atau
misi perusahaan adalah mencapai tingkat loyalitas yang tinggi dari konsumen. Hal
ini dikarenakan dengan mendapatkan sikap loyalitas dari konsumen berarti
perusahaan dihadapkan kepada keuntungan ditambah lagi apabila penerapannya
dalam jangka panjang, maka sudah dapat dipastikan bahwa perusahaan akan
menerima keuntungan jangka panjang pula. Loyalitas pelanggan merupakan
dorongan perilaku untuk melakukan pembelian secara berulang-ulang dan untuk
membangun kesetiaan pelanggan terhadap suatu produk atau jasa yang dihasilkan
oleh perusahaan tersebut membutuhkan waktu yang lama melalui suatu proses
pembelian yang berulang-ulang tersebut.
Pelanggan (customer) berbeda dengan konsumen (consumer), seseorang
dapat dikatakan sebagai pelanggan apabila seseorang tersebut mulai membiasakan
diri untuk membeli produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Kebiasaan
tersebutdapat dibangun melalui pembelian berulang-ulang dalam jangka waktu
tertentu, apabila dalam jangka waktu tertentu tidak melakukan pembelian ulang,
maka seseorang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai pelanggan tetapi sebagai
seorang pembeliu atau konsumen.
2.4.1 Karakteristik Loyalitas
Menurut Griffin (2007;33) Loyalitas dapat didefinisikan berdasarkan
perilaku membeli. Adapun karekteristik pelanggan yang loyal adalah orang yang :
1. Melakukan pembelian berulang yang teratur;
Pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu produk atau jasa
sebanyak dua kali atau lebih.
2. Membeli antar lini produk dan jasa;
Pelanggan tersebut membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan dan
mereka butuhkan. Para pelanggan tersebut membelin secara teratur,
hubungan dengan jenis pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama serta
membuat mereka tidak terpengaruh oleh produk pesaing.
3. Mereferensikan kepada orang lain;
Membeli barang atau jasa ditawarkan dan yang mereka butuhkan, serta
melakukan pembelian secara teratur. Selain itu, mereka mendorong orang
lain agar membeli barang atau jasa perusahaan tersebut. Secara tidak
langsung, mereka telah melakukan pemasaran untuk perusahaan dan
membawa konsumen kepada perusahaan.
4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing.
Seorang konsumen dikatakan loyal jika ia mempunyai suatu komitmen
yang kuat untuk menggunakan lagi jasa yang diberikan secara rutin.
Banyak perusahaan meluncurkan program – program tertentu yang
tujuannya meningkatkan loyalitas konsumen misalnya :
A. Pemberian Reward, cara ini biayanya tinggi dan jika tidak dikelola
dengan baik akan menjadi bumerang bagi perusahaan dan sulit
dihentikan apabila dihentikan akan menimbulkan ketidakpuasan
konsumen.
B. Memberikan
pelayanan
dengan
menyajikan
keunggulan
dan
diferensiasi di mata konsumen, hal ini dapat menimbulkan ketertarikan
konsumen terhadap produk/jasa lain.Tetapi program – program untuk
meningkatkan loyalitas pelanggan sebaiknya tidak dilakukan secara
terus menerus karena konsumen nantinya tidak dapat membedakan
antara produk inti atau extra service.
2.4.2 Loyalitas dan Siklus Pembelian
Penting bagi pemasar untuk memahami bagaimana menciptakan loyalitas
pelanggan dan mengapa loyalitas pelanggan dapat tercipta. Oleh karena itu,
salah satu usahanya adalah dengan mengenali proses siklus pembelian
pelanggan.
Griffin (2007:18) menjelaskan bahwa bagi pembeli pertama-kali akan
bergerak melalui lima langkah: pertama, menyadari produk, dan kedua,
melakukan pembelian awal. Kemudian, pembeli bergerak melalui dua tahap
pembentukan sikap, yang satu disebut “evaluasi pasca-pembelian” dan yang
lainnya disebut “keputusan membeli kembali”. Bila keputusan membeli
kembali telah disetujui, langkah kelima, pembelian kembali, akan mengikuti.
Urutan dari kelima langkah tersebut akan membentuk lingkaran pembelian
kembali yang berulang beberapa kali bahkan beberapa ratus kali, selama
terjalin hubungan antara pelanggan dengan perusahaan dan produk serta
jasanya.
Gambar 2.1
Siklus Pembelian
Pembelian kembali
Keputusan membeli
Lingkaran Pembelian
Kembali
Kesadaran
Pembelian awal
Evaluasi pasca-pembelian
Sumber: Griffin (2007:18)
2.4.3 Jenis Loyalitas
Setelah membahas karakteristik loyalitas pelanggan diatas, adapun jenis
loyalitas pelanggan. Jenis ini akan membantu perusahaan dalam membidik serta
mengetahui tipekal pelanggan suatu perusahaan tersebut. Terdapat empat jenis
loyalitas menurut Griffin (2007) yang dikemukakan menurut gambar 2.2 yaitu :
Gambar 2.2 Empat Jenis Loyalitas
Tinggi
Rendah
Tinggi
Loyalitas premium
Loyalitas tersembunyi
Rendah
Loyalitas yang lemah
Tanpa loyalitas
Sumber : Jill, Griffin (2007;22), Customer Loyalty.
Terdapat empat jenis loyalitas menurut Griffin (2007;22) adalah sebagai berikut :
1. Tanpa Loyalitas
Untuk berbagai alasan, beberapa pelanggan tidak mengembangkan
loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu. Keterikatannya yang rendah
terhadap produk atau jasa tersebut dikombinasikan dengan tingkat pembelian
berulng yang rendah menunjukkan tidak adanya loyalitas. Secara umum,
perusahaan harus menghindari membidik para pembeli jenis ini karena
mereka tidak akan pernah menjadi pelanggan yang loyal; mereka hanya
berkontribusi sedikit pada kekuatan keuangan perusahaan. Tantangannya
adalah menghindari membidik sebanyak mungkin orang-orang seperti ini dan
lebih memilih pelanggan yangn loyalitasnya dapat dikembangkan.
2. Loyalitas yang Lemah
Keterikan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi
menghasilkan loyalitas yang lemah (inertia loyality). Pelanggan ini membeli
karena kebiasaan. Ini adalah jenis pembelian “karena kami selalu
menggunakannya” atau “karena sudah terbiasa”. Dengan kata lain, factor
nonsikap dan factor situasi merupakan alas an utama untuk membeli. Pembeli
ini merasakan tingkat kepuasan tertentu dengan perusahaan, atau minimal
tiada ketidakpuasan yang nyata. Loyalitas jenis ini paling umum terjadi pada
produk yang sering dibeli. Pembeli ini rentan beralih ke produk pesaing yang
dapat menunjukkan manfaat yang jelas. Memungkinkan bagi perusahaan
untuk mengubah loyalitas lemah ke dalam bentuk loyalitas yang lebih tinggi
dengan secara aktif mendekati pelanggan dan meningatkan diferensiasi positif
dibenak pelanggan mengenai produk atau jasa suatu perusahaan dengan
produk lain.
3. Loyalitas Tersembunyi
Tingkat preferensi yang relatif tinggi digabung dengan tingkat
pembelian berulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi (latent
loyalty). Bila pelanggan memiliki loyalitas yang tersembunyi, pengaruh
situasi dan bukan pengaruh sikap yang menentukan pembelian berulang.
Dengan memahami faktor situasi yang berkontribusi pada loyalitas
tersembunyi, perusahaan dapat menggunakan strategi untuk mengatasinya.
4. Loyalitas Premium
Loyalitas premium, jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan,
terjadi bila ada tingkat keterikatan yang tinggi dan tingkat pembeliabn
berulang yang juga tinggi. Ini merupakan jenis loyalitas yang lebih disukai
untuk semua pelanggan disetiap perusahaan. Pada tingkat preferensi paling
tinggi tersebut, orang bangga karena menemukan dan menggunakan produk
tertentu dan senang membagi pengetahuan mereka dengan rekan atau
keluarga.
2.4.4 Tahap-tahap Loyalitas Konsumen
Dalam proses untuk menjadi pelanggan yang benar-benar loyal,
pelanggan akan melalui beberapa tahapan. Proses ini harus sangat dipahami
oleh para pemasar karena pada setiap tahapnya memiliki kebutuhan khusus.
Griffin (2007:35) menyebutkan bahwa, dengan mengenali setiap tahap dan
memenuhi kebutuhan khusus dari tiap tahap tersebut, perusahaan mempunyai
peluang yang lebih besar untuk mengubah pembeli menjadi pelanggan atau
klien yang loyal. Dan kemudian Griffin membahas tiap tahapannya sebagai
berikut:
1.Suspect
Merupakan orang yang mungkin membeli produk atau jasa perusahaan.
2.Prospect
Prospek adalah orang yang membutuhkan produk atau jasa perusahaan dan
memiliki kemampuan membeli. Meskipun prospek belum membeli dari
perusahaan, mereka mungkin telah mendengar, membaca atau bahkan ada
seseorang yang telah merekomendasikan mengenai perusahaan kepada
mereka.
3.Disqualified Prospect (prospek yang didiskualifikasi)
Prospek yang didiskualifikasi adalah prospek yang telah cukup dipelajari
oleh perusahaan untuk mengetahui bahwa mereka (prospek) tidak
membutuhkan, atau tidak memiliki kemampuan membeli produk
perusahaan.
4.First Time Customer (pelanggan pertama-kali)
Adalah orang yang telah membeli dari perusahaan satu kali. Orang
tersebut bisa menjadi pelanggan perusahaan dan juga sekaligus pelanggan
pesaing perusahaan.
5.Repeat Customer (pelanggan berulang)
Pelanggan berulang adalah orang-orang yang telah membeli produk atau
jasa perusahaan lebih dari satu kali.
6.Clients
Klien adalah orang yang membeli secara teratur. Klien membeli apapun
yang perusahaan tawarkan dan dapat mereka gunakan. Klien memiliki
hubungan yang kuat dan berlanjut dengan perusahaan, yang menjadikan
klien dapat kebal terhadap tarikan pesaing.
7.Advocates (penganjur)
Seperti klien, penganjur juga membeli apapun yang perusahaan tawarkan
dan dapat mereka gunakan serta membelinya secara teratur. Namun,
penganjur juga mendorong orang lain untuk mengkonsumsi produk atau
jasa dari perusahaan. Mereka melakukan pemasaran bagi perusahaan dan
dapat membawa pelanggan kepada perusahaan.
2.4.5 Manfaat Loyalitas
Bagi organisasi terdapat empat manfaat utama yang berkaitan dengan
loyalitas konsumen. Pertama, loyalitas meningkatkan pembelian konsumen.
Kedua, Loyalitas konsumen menurunkan biaya yang ditanggung perusahaan
untuk melayani konsumen. Ketiga, loyalitas konsumen meningkatkan komunikasi
yang positif dari mulut ke mulut. Manfaat utama yang terakkhir dari loyalitas
konsumen adalah retensi karyawan. Karyawan-karyawan pada bisnis jasa sering
dipengaruhi
oleh
interaksi
harian
mereka
dengan
konsumen-konsumen
perusahaan, karena orang cenderung lebih suka bekerja dengan organisasi–
organisasi yang konsumennya loyal dan puas .
Griffin (2007;13) mengemukakan keuntungan jika perusahaan memiliki
pelanggan yang loyal yaitu :
a) Penjualan naik karena pelanggan membeli lebih banyak;
b) Memperkuat posisi perusahaan di pasar karena pembeli membeli produk
kita daripada produk pesaing
c) Biaya pemasaran menurun karena tidak perlu mengeluarkan uang untuk
memikat pelanggan berulang;
d) Lebih terlindungi dari persaingan harga karena pelanggan yang loyal kecil
kemungkinannya terpikat dengan diskon;
e) Pelanggan yang puas cenderung mencoba lini produk kita dengan
demikian membantu kita mendapatkan pangsa pelanggan yang lebih besar.
2.5.
Pengaruh Kualitas pelayanan jasa terhadap Loyalitas Konsumen
Konsumen yang menjadi loyal terhadap suatu barang dan jasa tertentu
disebabkan oleh kualitas pelayanan jasa yang baik dan memuaskan. Jika kualitas
pelayanan jasa yang diberikan baik dan memuaskan serta dapat memberikan
keuntungan yang maksimal bagi konsumennya maka konsumen pun akan merasa
loyal dan akan memberikan sikap yang positif terhadap produsen (penyedia jasa)
tersebut secara konsisten.
Kualitas pelayanan jasa menurut Tjiptono (2007:59) yaitu:
“Kualitas pelayanan jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan
dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi
keinginan pelanggan”.
Dengan terciptanya kepuasan pelanggan maka akan memberikan banyak
manfaat bagi kedua belah pihak antara lain membina hubungan yang harmonis
antara konsumen dengan perusahaan, memberikan dasar bagi pembelian ulang
dan terciptanya konsumen yang loyal, serta membentuk komunikasi dari mulut ke
mulut (word of mouth).
Apabila kualitas pelayanan jasa yang diterima oleh konsumen lebih baik
atau sama dengan yang konsumen bayangkan, maka konsumen cenderung akan
mencobanya kembali.
Pengertian loyalitas yang didefinisikan oleh Tjiptono (2007;23) yaitu:
“Loyalitas adalah situasi dimana konsumen bersikap positif terhadap
produk atau produsen (penyedia jasa) dan disertai pola pembelian
ulang yang konsisten”.
Dalam hal ini, para konsumen akan melakukan konsumsi/aktivitas yang sama
dengan sebelumnya atau akan melakukan pemakaian jasa yang lebih besar lagi
sehingga hubungan dengan konsumen yang bertahan lama untuk jangka panjang
akan tercapai. Selain itu juga para konsumen akan cenderung menolak terhadap
produk/jasa perhotelan dari para pesaing, serta memberikan referensi mengenai
produk perusahaan kepada orang lain.
Adanya keterkaitan antara kualitas pelayanan jasa terhadap loyalitas
konsumen diungkapkan oleh Zethaml yang dikutip oleh Ponirin (2005;30)
bahwa:
Customer loyality depends on the level of customers services quality and
they believe that there is a positive correlation between customer service
quality and customer loyality.
Artinya bahwa loyalitas konsumen tergantung kepada tingkat dari kualitas
pelayanan jasa yang diberikan kepada konsumen dan mereka meyakini bahwa
ada hubungan yang positif antara kualitas pelayanan jasa konsumen dengan
loyalitas konsumen.
Dari definisi diatas terlihat jelas akan adanya hubungan yang positif antara
kualitas pelayanan jasa dengan loyalitas konsumen. Dimana dengan peningkatan
kualitas pelayanan jasa yang dilakukan secara berkelanjutan oleh pihak
perusahaan maka akan menimbulkan loyalitas dari para konsumennya terhadap
perusahaan dan memberikan suatu dorongan kepada konsumen untuk menjalin
ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka ikatan seperti ini
dapat membuat perusahaan untuk lebih memahami dengan seksama harapan
konsumen serta kebutuhan mereka.
Pengaruh kualitas pelayanan jasa terhadap loyalitas pelanggan telah diuji
oleh Winarti Setyorini, dengan judul penelitian “Pengaruh Kualitas Pelayanan
terhadap Loyalitas Pelanggan Pada Hotel Mahkota di Pangkalan Bun”
Download