BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori 1. Futsal a. Pengertian dan Sejarah Futsal “Futsal adalah singkatan dari futbol (sepak bola) dan sala (ruangan) dari bahasa Spanyol atau Futebol dari bahasa Portugal atau Brazil Futsal dan salon dari bahasa Prancis” (Tenang, 2008:15). “Futsal merupakan permainan sepak bola yang dilakukan di dalam ruangan” (Lhaksana, 2011:5). Jadi dapat disimpulkan bahwa futsal adalah olahraga sepak bola yang permainannya dilaksanakan didalam ruangan yang jenis permainannya tidak jauh berbeda dengan sepak bola. “Permainan ini sendiri dimainkan oleh lima pemain setiap tim berbeda dengan sepak bola konvensional yang pemainnya berjumlah sebelas orang setiap tim, ukuran lapangan dan bolanya pun lebih kecil dibandingkan ukuran yang digunakan dalam sepak bola lapangan rumput” (Lhaksana, 2011:5). Seperti yang diketahui futsal merupakan modifikasi dari olahraga sepak bola, yang dimodifikasi disini adalah gawang, bola, ukuran lapangan, bentuk lapangan, peraturan permainan dan jumlah pemain. Dengan bermain futsal, pemain bisa mengembangkan kemampuan dengan baik. Menurut Mahaendro (2004:92) “futsal adalah permainan yang hampir sama dengan sepakbola, tetapi hanya lima pemain di mana dua tim memainkan dan memperebutkan bola di antara para pemain dengan tujuan dapat memasukkan bola lawan dan mempertahankan gawang kemasukkan bola”. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa futsal merupakan permainan bola yang hampir sama dengan permainan sepak bola, dimainkan dalam ruangan oleh dua tim, yang masing-masing beranggotakan lima orang pemain utama dan pemain cadangan yang bertujuan untuk memasukkan bola ke gawang lawan, dengan memanipulasi bola dengan kaki untuk memenangkan suatu pertandingan futsal. “Asal muasal futsal muncul di Montevideo, Uruguay, pada tahun 1930 ketika Juan Carlos Cereira membuat versi sepak bola untuk lima pemain dalam satu tim (a five-a-side version of soccer) untuk dipertandingkan dalam kompetisi 12 13 usia muda di YMCAs (Young Mens Christian Association” (Marhaendro, 2004:91). Setelah futsal dikenalkan oleh Juan Carlos Cereira pada tahun 1930.Seiring berjalannya waktu futsal menjadi salah satu olahraga yang populer khususnya di Amerika Selatan, futsal menjadi pilihan utama pada saat hari hujan. “Pada 1965, kompetisi internasional futsal digelar untuk kali pertama. Kejutan pun terjadi dengan sukses Paraguay menjadi juara Piala Amerika selatan. Pada tahun berikutnya sampai 1979, Brazil mendominasi dan merengkuh enam trofi juara berturut-turut” (Tenang, 2008:16). Jadi olahraga futsal berasal dari Amerika Selatan, selain itu negara-negara di Amerika Selatan juga yang mendominasi kekuatan futsal di dunia hingga saat ini, terbukti dengan hasil piala dunia futsal yang diselenggarakan di Thailand pada 2012 lalu, Brazil sebagai juara di kompetisi tersebut. b. Teknik Dasar Futsal Pada dasarnya permainan futsal merupakan suatu usaha untuk menguasai bola dan untuk merebutnya kembali bila sedang dikuasai oleh lawan. Oleh karena itu, untuk dapat bermain futsal harus menguasai teknik-teknik dasar futsal yang baik. Untuk dapat menghasilkan permainan futsal yang optimal, maka seorang pemain harus dapat menguasai teknik-teknik dasar dalam permainan. Teknik dasar bermain futsal merupakan kemampuan untuk melakukan atau mengerjakan gerakan-gerakan yang mendasari permainan futsal. Seiring dengan perkembangan futsal yang semakin modern, permainan futsal tidak hanya mengandalkan kemampuan skill individu seorang pemain saja tetapi teknik dan strategi bermain futsal juga sangat dibutuhkan, terutama untuk mencapai kemenangan. Menurut Lhaksana (2011:7) “futsal adalah permainan yang sangat cepat dan dinamis. Dari segi lapangan yang relatif kecil hampir tidak ada ruangan untuk membuat kesalahan. Oleh karena itu diperlukan kerjasama antar pemain lewat passing yang akurat, bukan hanya untuk melewati lawan”. Aspek-aspek yang berkaitan dengan teknik-teknik dasar bermain futsal merupakan hal yang penting karena akan menentukan gerak keseluruhan dari seorang atlet. Menurut Harsono (1998:100) “Latihan teknik adalah latihan untuk memahirkan teknik-teknik gerakan yang diperlukan untuk melakukan cabang 14 olahraga yang dipelukan atlet misalnya teknik menendang bola, menangkap bola. Latihan teknik adalah latihan yang khusus dimaksudkan guna membentuk dan memperkembangkan kebiasaan-kebiasaan atau perkembangan neuromuscular”. Futsal dimainkan di lapangan yang kecil maka pemain dituntut untuk bisa mengolah bola dengan baik di bawah tekanan lawan. Untuk mengolah bola dan bermain futsal dengan baik, pemain harus dibekali dengan teknik dasar yang baik. Pemain yang memiliki teknik dasar yang baik cenderung dapat bermain futsal dengan baik pula. Menurut Hermans & Engler (2011:23-41) beberapa teknik dasar futsal yang harus dikuasai seorang pemain adalah “ball reception (penerimaan bola), dribbling and ball control (menggiring dan mengontrol bola), passing (mengoper bola), shooting, feints and trick (trik dan gerak tipuan), goal keeping technique (teknik penjaga gawang)”. Selain itu federasi sepak bola dan futsal dunia FIFA (2012:3) juga mengemukakan bahwa “teknik dasar futsal meliputi passing, control, running with the ball, dribbling past opponets, dan shooting”. Lhaksana (2011:5) juga mengemukakan bahwa “pemain diperlukan menguasai teknik dasar bermain futsal seperti a) teknik dasar mengumpan (passing), b) teknik dasar menahan bola (control), c) teknik dasar mengumpan lambung (chipping), d) teknik dasar menggirirng bola (dribbling) dan, e) teknik dasar menembak bola (shooting)”. c. Kemampuan Fisik Dominan pada Futsal Kemampuan fisik yang baik merupakan salah satu faktor penting bagi seorang pemain futsal untuk mencapai puncak prestasi, maka dari itu seorang pelatih harus memiliki model-model latihan fisik yang baik dan sesuai dengan kebutuhan bagi pemain futsal. “Perkembangan kondisi fisik yang menyeluruh amatlah penting, tanpa kondisi fisik yang baik atlet tidak akan dapat mengikuti latihan-latihan dengan sempurna, komponen kondisi fisik yang perlu dikembangkan adalah, daya tahan kardiovaskular, daya tahan kekuatan, strength, kelentukan, kecepatan, stamina, kelincahan dan power” (Harsono, 1988:100). Pencapaian prestasi yang optimal pada permainan futsal tidak saja dibutuhkan keterampilan teknik, pengetahuan dan penguasan taktik tetapi kondisi fisik yang baik juga harus dimiliki oleh setiap pemain. Teknik dan taktik dalam 15 permainan futsal, tidak mungkin dapat diterapkan secara sempurna apabila tidak ditunjang dengan kondisi fisik yang baik dari pemain. Dengan kondisi fisik yang baik, pemain akan lebih mudah untuk menampilkan permainan cepat dan dinamis sebagaimana dituntut dalam permainan futsal yang saat ini sudah memasuki era yang modern. Kondisi fisik yang baik membuat orang terus menerus lari bergerak mengawal lawan secara ketat dan membebaskan diri dari kawalan. Kondisi fisik sangat penting untuk mendukung pergerakan seorang pemain. Gerakan yang terampil bisa dilakukan apabila kondisi fisiknya baik. Menurut Harsono (2001:4) “apabila kondisi fisik atlet baik, maka atlet akan lebih cepat pula dalam menguasai teknik-teknik gerakan yang dilatihkan. Karena latihan teknik, taktik, dan keterampilan akan mampu dilakukan secara maksimal, artinya meskipun harus mengulang gerakan pola taktik tertentu atlit tidak cepat lelah”. Mempersiapkan kondisi fisik merupakan suatu hal yang penting dalam masa persiapan sebuah tim untuk mencapai prestasi yang maksimal. Melalui latihan fisik, kondisi pemain yang kurang baik akan meningkat, setalah melakukan latihan fisik yang terprogram dengan baik, hasil dari latihan tersebut dapat dilihat dari meningkatnya penampilan seorang pemain yang akhirnya berdampak positif pada penampilan tim dan dapat mencapai prestasi maksiamal. Untuk menunjang para pemain futsal agar lebih mudah dalam menguasai teknik, taktik dan strategi agar dapat mencapai prestasi yang maksimal para pemain harus dibekali dengan kondisi fisik yang baik pula. Adapun aspek-aspek atau model latihan fisik yang dibutuhkan dalam permainan futsal yaitu, “daya tahan (endurance), kekuatan (strength), kecepatan (speed), kelemah-lembutan (suppleness), koordinasi (coordination)” (FIFA, 2012:69-71). Selain itu dalam buku yang ditulis Lhaksana (2011:17-18) mengemukakan bahwa “berikut komponen kondisi fisik yang harus dimiliki pemain futsal, daya tahan, kekuatan, kecepatan, kelincahan, daya ledak, kelenturan, ketepatan, koordinasi, keseimbangan, reaksi. Komponen latihan fisik yang dominan dimiliki pemain futsal adalah daya tahan, kekuatan, kecepatan dan tentunya tanpa meninggalkan komponen fisik yang lain”. 16 Tabel 2.1 Perkiraan Kebugaran Energi dan Otot pada Olahraga Futsal Sport or Activity Energy Fitness Muscular Fitness Aerobik Anaerobik Flexibility Strenght Endurance Speed Power Futsal (posisi H H M M M-H H lainnya) Futsal (penjaga L M-H M-H M L-M H gawang) Keterangan : L = Low ; M = Medium ; H = High (Martens, 2012:235). M-H 2. Latihan Teknik Dasar Futsal a. Tinjauan dari Perspektif Belajar Gerak (Motor Learning) 1) Pengertian Belajar Gerak (Motor Learning) Menurut Schmidt (1991:153) “belajar gerak (motor learning) adalah serangkaian proses dengan praktek atau pengalaman yang mengarah pada perubahan yang relatif permanen dalam kemampuan untuk keterampilan performa”. Sedangkan menurut Oxendine (1984:8) “belajar gerak (motor learning) didefinisikan sebagai perubahan terus-menerus dengan potensi perilaku gerakan sebagai hasil dari latihan atau pengalaman”. Kluka (1999:29) mengemukakan bahwa “belajar gerak (motor learning) adalah seperangkat proses internal yang menghasilkan perubahan relatif permanen dalam gerakan manusia melalui praktek“. “Belajar gerak adalah suatu proses adaptasi perilaku yang berkenaan dengan perilaku gerak dan respon muskular yang relatif permanen, sebagai hasil usaha mengembangkan kemampuan melakukan tugas melalui praktik dan pengalamanyang melibatkan faktor-faktor fisik dan psikologis secara terpadu” (Sugiyanto, 2015:4). Pada dasarnya belajar gerak adalah suatu proses yang dilakukan seorang melalui suatu praktek, latihan dan pengalaman untuk memperoleh suatu perubahan keterampilan yang bersifat permanen. Konsep belajar gerak adalah bagaimana individu belajar tentang keterampilan gerak dan faktor-faktor yang mempengaruhi kemamapuan fisik, yang dapat memberikan informasi penting kepada pelatih. Diharapkan pada pelaku olahraga hendaknya memahami tentang konsep belajar gerak, dalam melaksanakan atau melakukan latihan pelatih harus M 17 menyesuaikan dengan orang yang dilatih. Sangat penting sekali teori belajar gerak (motor learning) ini dujadikan sebagai landasan dalam suatu kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas fisik. 2) Keterampilan Gerak (Motor Skill) “Keterampilan gerak (motor skill) adalah suatu tingkat kualitas penguasaan dalam melakukan aktifitas gerak tubuh dimana koordinasi beberapa bagian tubuh atau keseluruhan bagian tubuh dapat berfungsi dengan baik” (Sugiyanto, 2015:28). “Keterampilan gerak adalah perilaku yang diperlihatkan secara halus, baik yang terkendali dan dikoordinasi gerakan otot” (Oxendine, 1984:14). Menurut Sugiyanto (2015:28) gerakan keterampilan dapat dapat diklasifikasi berdasarkan berbagai sudut pandang yaitu. a) Berdasarkan Kecermatan Gerak 1. Keterampilan gerak kasar (gross motor skill) “Keterampilan gerak kasar (gross motor skill) adalah gerak yang melibatkan kelompok otot besar. Pada keterampilan olahraga seperti lompat tinggi, jump shoot, menendang bola” (Oxendine, 1984:18). Sedangkan menurut Drowatzky (1981:16) “gerak yang memerlukan interaksi dari banyak otot dengan aktifitas badan atau tubuh pada umumnya seperti lari, menangkap, melempar dan keterampilan menggunakan raket”. Unsur-unsur keterampilan gerak kasar (gross motor skill) juga terdapat dalam olahraga futsal yang terdapat salam teknik dasar futsal seperti menggirirng (dribble), menembak bola (shooting), mengoper bola (passing), dan umpan lambung (chipping). 2. Keterampilan gerak halus (fine motor skill) “Keterampilan gerak halus (fine motor skill) adalah keterampilan yang melibatkan kelompok otot kecil atau gerakan dengan rentangan yang sangat terbatas. Aktivitas tersebut biasanya melibatkan kemampuan manipulatif dari tangan dan jari” (Oxendine, 1984:18). Sedangkan menurut Cratty (1973:17) “keterampilan gerak halus (fine motor skill) adalah tindakan gerak yang melibatkan kelompok otot-otot yang lebih kecil untuk bekerja”. Dalam permainan futsal keterampilan gerak halus (fine motor skill) sangat 18 dibutuhkan terutama pada seorang penjaga gawang pada saat menangkap bola, melempar bola. b) Berdasarkan Titik Awal dan Akhir Gerakan 1. Keterampilan gerak diskrit (discrete motor skill) “Keterampilan gerak diskrit (discrete motor skill) adalah keterampilan gerak yang satuan geraknya dapat ditandai dengan jelas awak dan akhirnya. Misalnya gerak melempar bola” (Sugiyanto, 2015:29). Sedangkan menurut Drowatzky (1981:17) “keterampilan gerak diskrit (discrete motor skill) adalah peristiwa tunggal dengan satu permulaan dan akhir digambarkan secara jelas”. Dalam olahraga futsal gerakan ini dapat dilihat pada melempar bola, menendang bola. 2. Keterampilan gerak serial (serial motor skill) “Keterampilan gerak serial (serial motor skill) adalah keterampilan gerak diskret yang dilakukan berulang-ulang. Misalnya gerak mengguling depan beberapa kali berturut-turut” (Sugiyanto, 2015:29). Sedangkan menurut Oxendine (1984:16) “keterampilan gerak serial (serial motor skill) adalah gerak serial tugasnya sama dengan tugas-tugas gerak diskrit yang memiliki gerakan awal dan akhir yang berbeda”. Dalam olahrag futsal contok gerak ini adalah pada saat melakukan mengoper bola (passing) secara berpasangan dan silakukan secara terus menerus. 3. Keterampilan gerak kontinyu (continuous motor skill) “Keterampilan gerak kontinyu (continuous motor skill) adalah keterampilan gerak yang merupakan rangkaian gerakan yang dilakukan secara berlanjut. Misalnya gerakan berenang” (Sugiyanto, 2015:29). Oxendine (1984:16) berpendapat bahwa “keterampilan gerak kontinyu (continuous motor skill) adalah keterampilan yang tidak memiliki titik terminasi yang ditentukan. Seperti berjalan, berenang, juggling, ski”. Pada futsal contoh keterampilan gerak ini adalah pada saat melakukan dribbling. c) Berdasarkan Stabilitas Lingkungan 1. Keterampilan gerak tertutup (close motor skill) “Keterampilan gerak tertutup (close motor skill) adalah keterampilan gerak yang dilakukan dalam lingkungan hidup yang stabil atau dapat 19 diprediksi daimana pelaku menentukan kapan akan memulai tindakan. Contohnya mengancingkan baju, memanjat tangga” (Magill, 2001:7). Sedangkan menurut Sugiyanto (2015:29) “keterampilan gerak tertutup (close motor skill) adalah keterampilan gerak yang dilakukan pada lingkungan yang stabil dan dapat siprediksi, dilakukan karena stimulus dari dalam diri pelaku, tanpa dipengaruhi stimulus dari luar. Misalnya berjalan, berlari, melempar”. Pada olahraga futsal keterampilan ini terdapat pada saat melakukan passing, shooting. 2. Keterampilan gerak terbuka (open motor skill) “Keterampilan gerak terbuka (open motor skill) adalah keterampilan gerak yang melibatkan lingkungan hidup yang sulit prediksi kestabilannya, dimana suatu objek atau konteks lingkungan dalam gerak dan menentukan kapan memulai tindakan. Misalnya, mengendarai mobil, melangkah ke eskalator yang bergerak, menangkap bola” (Magill, 2001:7). Sedangkan menurut Sugiyanto (2015:29) “keterampilan gerak terbuka (open motor skill) adalah keterampilan gerak yang dilakukan dalam kondisi yang terus berubahubah, dilakukan selain karena stimulus dari dalam juga dipengaruhi oleh stimulus dari luar. Misalnya bermain sepak bola, bertinju”. Pada olahraga futsal keterampilan ini terdapat pada saat berlari mengejar bola, berlari menjaga lawan. d) Berdasarkan Kompleksitas Rangkaian Gerakan 1. Keterampilan gerak sederhana (simple motor skill) “Keterampilan gerak sederhana (simple motor skill) adalah keterampilan gerak yang hanya terdiri atas satu atau dua elemen gerak saja. Misalnya menangkap bola, melempar bola, menendang bola” (Sugiyanto, 2015:29). Pada olahraga futsal contohnya adalah pada saat penjaga gawang menangkap bola, pada saat pemain melakukan passing, shooting. 2. Keterampilan gerak sederhana (complex motor skill) “Keterampilan gerak sederhana (complex motor skill) adalah keterampilan gerak yang terdiri atas beberapa elemen gerak yang harus dikoordinasikan menjadi satu rangkaian gerak. Misalnya menyemes bolavoli, rangkaian gerak senam lantai, loncat indah” (Sugiyanto, 2015:29). Pada 20 olahraga basket keterampilan ini pada saat pemain melakukan dribble bola melewati lawan, melakukan gerakan tipuan saaat mendribel bola. 3) Fase-Fase Belajar Gerak Deskripsi yang paling masuk akal dari fase atau langkah-langkah yang terlibat dalam pembelajaran keterampilan gerak yang dikembangkan oleh Fitts (1964). Model ini telah dikomentari dan diperluas oleh beberapa penulis lain. Menurut Fitts dalam Oxendine (1984:22) “ada tiga fase dalam memperoleh keterampilan gerak dari awal sampai ke tingkat penguasaan, ini meliputi (1) tahap awal atau fase kognitif, (2) tahap menengah atau fase asosiatif, (3) tahap akhir atau fase otonom”. a. Tahap awal atau fase kognitif “Tahap kognitif ditandai dengan usaha pada bagian dari pelajar untuk memahami tugas yang harus dilakukan, bantuan instruktur dalam proses ini dengan menyediakan semua informasi penting tentang tugas. Pemahaman awal dari tugas dibantu oleh penjelasan, demonstrasi, film, grafik, diskusi, dan percobaan awal” (Oxendine, 1984:22). “Pada tahap ini, pemula difokuskan pada masalah yang berorientasi kognitif. Kinerja selama tahap ini ditandai dengan sejumlah kesalahan dan tahap ini sangat bervariasi. Meskipun pemula mungkin tahu bahwa mereka melakukan sesuatu kesalahan, umumnya mereka tidak menyadari apa yang harus dilakukan” (Magill, 2001:184). Sedangkan menurut Sugiyanto (2015:35) “fase kognitif merupakan fase awal dalam belajar gerak keterampilan baru. Pelajar menggunakan fikirannya untuk mengetahui gerak keterampilan yang akan dilakukan. Pada fase kognitif pelajar berusaha memahami ide atau konsep gerakan melalui mendengarkan penjelasan atau melihat contoh gerakan”. Fase awal ini disebut fase kognitif karena pemain menjadi tahu tentang gerakan yang dipelajari, sedangkan pengusaan geraknya sendiri masih belum baik karena masih dalam tahap mencoba gerakan. Fase kognitif ini dapat diterapkan pada saat memberi materi teknik dasar futal dengan cara pemain diperlihatkan video atau diberi contoh cara melakukan teknik dasar secara langsung, dengan rangkaian gerak yang jelas dan mudah dipahami oleh 21 pemain. Setelah melihat dan memahami gerakan yang di contohkan, dengan harapan pada fikiran pemain muncul konsep gerakan yang akan dilakukan. b. Tahap menengah atau fase asosiatif “Konsep gerak keterampilan yang difahami pada fase kognitif kemudian dicoba untuk dilaksanakan dalam praktik. Konsep gerak yang kemudian menjadi rencana gerak, yang ada di dalam fikiran dicoba untuk di praktikkan dalam wujud gerak tubuh” (Sugiyanto, 2015:34). “Fase ini, disebut asosiatif, fiksasi atau praktek, di mana individu mendekati efisiensi yang maksimal dalam tugas. Pelajar menerima umpan balik yang sedang berlangsung, secara bertahap menghilangkan kesalahan, dan menemukan penyesuaian. Kualitas temporal tugas disempurnakan dalam fase ini” (Oxendine, 1984:23). Fase asosiatif disebut juga fase menengah. Fase ini ditandai dengan tingkat pengusaan gerakan dimana pemain sudah mampu melakukan gerakagerakan dalam bentuk rangkaian yang lancar pelaksanaannya setelah dilakukan secara berulang-ulang. Pemain diminta untuk melakukan gerakan-gerakan teknik dasar futsal secara berulang-ulang agar pemain semakin menguasai teknik dasar futsal yang dipelajari. c. Tahap akhir atau fase otonom “Fase ototnom dapat dikatakan sebagai fase akhir dalam mempelajari gerak keterampilan yang baru, atau merupakan puncak pencapaian keterampilan gerak. Pelajar mampu melakukan gerakan keterampilan secara otonom dan otomatis” (Sugiyanto, 2015:35). Sedangkan menurut Oxendine (1984:23) “fase otonom atau tahap akhir ini adalah dimana tugas dilakukan dengan mudah dan dengan kontrol sadar. Keterampilan pada akhirnya menjadi terbiasa sejauh program eksekutif didirikan untuk mengambil kendali semua aspek kinerja. Semua orang memiliki sejumlah keterampilan yang telah dikembangkan ke tingkat ini”. Fase otonom atau fase akhir ini ditandai dengan tingkat pengusaan gerakan dimana pemain mampu melakukan gerakan keterampilan secara otomatis. Pemain harus melakukan latihan teknik dasar secara terus menerus dan berulang-ulang dalam melakukannya harus secara teratur dan 22 berkelanjutan. Teknik dasar harus dilakukan dengan benar karena akan sangat sulit memperbaiki dan membetulkan gerakan yang salah apabila sudah mencapat pada tahap otonom. b. Macam-Macam Latihan Teknik Dasar Futsal Untuk mencapai tujuan dari permainan futsal, maka setiap pemain dituntut untuk memiliki kemampuan dari aspek fisik, teknik, taktik dan mental. Menurut Harsono (1988:100) mengemukakan bahwa “ada empat aspek latihan yang perlu diperhatikan dan dilatih secara seksama oleh atlet, yaitu: latihan fisik, latihan teknik, latihan taktik, dan latihan mental”. Untuk mencapai prestasi yang maksimal, maka setiap cabang olahraga harus memperhatikan beberapa aspek latihan, salah satunya adalah penguasaan teknik dasar yang sempurna. Oleh Karena itu penguasaan teknik dasar mutlak diperlukan agar prestasi dapat ditingkatkan. Seperti yang telah dikemukakan oleh para ahli diatas berikut adalah beberapa model latihan teknik dasar futsal yang harus dikuasai atau dipelajari oleh pemain futsal. 1) Passing (Mengoper Bola) “Passing merupakan salah satu teknik dasar permainan futsal yang sangat dibutuhkan pemain. Lapangan yang rata dan ukuran lapangan yang kecil dibutuhkan passing yang keras dan akurat karena bola meluncur sejajar dengan tumit pemain disebabkan hampir sepanjang permainan futsal menggunakan passing” Lhaksana (2011:30). Passing adalah Passing digunakan paling banyak sepanjang permainan, dibandingkan dengan teknik dasar yang lain. Passing merupakan salah satu teknik dasar permainan futsal yang sangat dibutuhkan oleh setiap pemain, karena dengan lapangan yang rata dan ukuran yang kecil dibutuhkan passing yang keras dan akurat. “Kata ”pass” dapat diartikan sebagai mempersembahkan, oleh sebab itu dalam melakukan passing, pemain harus mempersembahkan (dalam kontek yang baik dan enak) bola kedapa teman lain dalam satu tim” (Marhaendro, dkk, 2009:149-150). Sesuai dengan karakteristik permainan futsal, maka teknik passing yang dominan digunakan secara datar atau menyusur lantai. “Passing 23 bisa dilakukan dengan menggunakan sisi kaki, tumit, atau sisi bawah. Namun yang paling baik adalah menggunakan kaki dalam dengan arah mendatar, operan ini memiliki akurasi paling baik dibanding yang lainnya” (Kurniawan dalam Noviada, dkk, 2014:4-5). Teknik mengoper bola (passing) hampir sama dengan melakukan tendangan. Menurut Hermans & Engler (2011:32) jenis passing dapat di klasifikasikan yakni, “inside of the shoes, forefoot, outside of the foot, inside of the foot, lob atau chip pass”. Berikut ini merupakan gambar dari cara melakukan teknik dasar passing. Gambar 2.1 Jenis passing dengan menggunakan inside of the shoes Gambar 2.2 Jenis passing dengan menggunakan forefoot 24 Gambar 2.3 Jenis passing dengan menggunakan outside of the foot Gambar 2.4 Jenis passing dengan menggunakan inside of the foot Gambar 2.5 Jenis passing dengan menggunakan lob atau chip pass 25 2) Control (Mengontrol Bola atau Menahan Bola) “Teknik dasar dalam keterampilan control (menahan bola) harus lah menggukana telapak kaki (sole). Dengan permukaan lapangan yang rata, bola akan bergulir cepat sehingga para pemain harus dapat mengontrol dengan baik. Apabila menahan bola jauh dari kaki, lawan akan mudah merebut bola” (Lhaksana, 2011:31). “Kontrol yang baik pada saaat menerima bola, memastikan penguasaan bola dan membantu untuk memulai langkah berikutnya lebih cepat dan efektif” (FIFA, 2012:30). Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa control merupakan teknik dasar yang paling penting untuk menghentikan laju bola. Pada permainan futsal control haruslah menggunakan alas kaki atau sole sepatu agar bola dapat terhenti tanpa terlepas dari penguasaan kaki. “Ada beberapa cara menontrol bola yakni, dengan kaki, dada, paha dan kepala. Tekniknya juga berbeda ketika menerima bola datar (ground balls) dan bola lambung (bouncing balls)” (Tenang, 2008:69). Berikut ini gambar dari teknik dasar control. Gambar 2.6 Teknik control dalam futsal menggunakan alas kaki (sole), paha, dada dan kepala 26 Jika mengontrol bola dengan kaki, ada tiga cara yang harus dilakukan yakni dengan menggunakan kaki bagian alas sepatu (sole), sisi dalam sepatu (inside sole), dan sisi luar sepatu (outside sole), dengan mengginakan punggung atau depan kaki (forefoot). Berikut ini gambar teknik dasar mengontrol dengan kaki. Gambar 2.7 Teknik control dengan menggunakan sole, inside sole, outside sole dan forefoot 3) Dribling (Menggiring Bola) “Dribbling berarti teknik yang memungkinkan pemain untuk bergerak dengan bola dalam arah tertentu dengan bola yang tidak dapat diambil oleh lawan” (Hermans & Engler 2011:28). “Teknik dribbling merupakan keterampilan penting dan mutlak harus dikuasai oleh setiap pemain futsal. Dribbling merupakan kemampuan yang dimiliki setiap pemain dalam menguasai bola sebelum diberikan kepada temannya untuk menciptakan peluang dalam mencetak gol” (Lhaksana, 2011:33). Sedangkan menurut Mahhaendro, dkk (2009:150) “Dribbling adalah kemampuan pemain dalam menguasai bola dengan baik tanpa dapat direbut oleh lawan, baik dengan berjalan, berlari, berbelok maupun berputar”. 27 Menggiring bola hanya dilakukan pada saat-saat yang menguntungkan saja, yaitu di saat terbebas dari lawan. Prinsip utama dalam dribbling adalah menciptakan ruang, mempertahankan penguasaan bola dan melewati lawan. Dalam futsal dribbling sama halnya dengan sepakbola, namun terdapat penambahan dalam dribbling di futsal yaitu dribbling menggunakan telapak kaki atau sole sepatu. Selain itu, dengan ukuran lapangan yang relatif lebih kecil dan juga rata, mengharuskan sentuhan kaki setiap pemain dengan bola tidak terlalu jauh. Hal tersebut adalah untuk mempertahankan keseimbangan tubuh serta penguasaan bola. Tujuan dribbling adalah untuk melewati lawan, mengarahkan bola ke ruang kosong, melepaskan diri dari kawalan lawan, mmbuka ruang untuk kawan,serta menciptakan peluang untuk melakukan shooting ke gawang. Menurut Hermans & Engler (2011:28) Terdapat beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang pemain futsal agar dapat melakukan dribling dengan baik yakni, “kreativitas, imajinasi, mobilitas, koordinasi tubuh dan kemampuan untuk mengubah kecepatan”. Gambar 2.8 teknik dribling (menggiring bola) dengan menggunakan inside foot, outside foot dan sole 28 4) Shooting (Menembak Bola) Dalam bermain futsal tujuan akhir penyerangan adalah melakukan shooting atau menendang bola ke gawang. Semakin banyak suatu tim melakukan shooting ke gawang, maka semakin besar pula peluang untuk menciptakan gol. Menurut Tenang (2008:84) “shooting adalah menendang bola dengan keras ke gawang guna mencetak gol. Ini juga merupakan bagian tersulit karena perlu kematangan dan kecerdikan pemain alam menendang bola agar tidak bisa dijangkau atau ditangkap kiper”. “Shooting tujuannya adalah puncak dari penyerangan dan teknik yang paling menentukan ketika datang untuk memenangkan pertandingan” (FIFA, 2012:36). Shooting mempunyai ciri khas laju bola yang sangat cepat dan keras serta sulit diantisipasi oleh penjaga gawang. Namun demikian shooting yang baik harus memadukan antara kekuatan dan akurasi tembakan. Shooting dapat dilakukan dengan semua bagian kaki, terutama pada punggung kaki, sisi kaki bagian dalam, dan sisi kaki bagian luar. Menurut Lhaksana (2011:34) “shooting dapat dibagi menjadi dua teknik, yaitu teknik shooting menggunakan punggung kaki dan shooting menggunakan ujung sepatu atau ujung kaki”. Gambar 2.9 Teknik shooting dengan menggunakan punggung kaki dan ujung sepatu atau ujung kaki 29 5) Goal Keeper Technique (Teknik Penjaga Gawang) Penjaga gawang atau kiper merupakan satu-satunya pemain dalam olahraga futsal yang boleh menggunakan tangan untuk menghalau ataupun menangkap bola yang bertujuan untuk mencegah pemain lawan mencetak gol, posisi posisi sebagai penjaga gawang juga sering dikatakan sebagai posisi spesial pada permainan futsal. Menurut Lhaksana (2011:42) “dalam permainan futsal, kiper atau penjaga gawang mempunyai peran yang sangat besar. Serangan dan bertahan dimulai dari penjaga gawang. Dengan distribusi bola melalui lemparan dan tendangan passing ke arah pemain depan, sebuah serangan dapat diawali”. “Bila di sepakbola konvensional seorang kiper masih sering bias beristirahat sejenak di antara satu serangan dengan serangan berikutnya, dalam futsal seorang kipper hamper tidak bias beristirahat atau santai sejenak. Serangan terus dating bertubi-tubi” (Shceunemann, 2011:97). “Kiper futsal modern jauh lebih penting dari kiper sepakbola yang memiliki peran hanya melindungi gawang dari gol, sedangkan kiper futsal modern harus mengantisipasi situasi dan berpartisipasi aktif dalam permainan” (Hermans & Engler 2011:41). Kecilnya area pertandingan dan kecepatan bola bergulir membuat seorang penjaga gawang harus cepat mengambil keputusan apakah dengan menangkap, blocking, dan menendang. Tugas dari seorang penjaga gawang adalah memperkecil dan sebisa mungkin menggagalkan kesempatan lawan untuk membuat gol dengan teknik dan taktik yang benar. Selain harus memiliki mental, fisik dan teknik yang baik seorang penjaga gawang juga memiliki beberapa sapek lagi untuk menjalankan tugasnya sebagai pemain yang berfungsi sebagai benteng atau pertahanan terakhir dari sebuat tim. Menurut Lhaksana (2011:42) “seorang penjaga gawang futsal membutuhkan kekuatan, kecepatan, dan kelincahan dalam menjalankan tugasnya karena frekuensi berhadapan dengan lawan maupun berbenturan dengan bola membuat kemungkinan lawan untuk menciptakan golmenjadi tinggi”. Selain itu Hermans & Engler (2011:41) juga berpendapat bahwa “kiper futsal harus memiliki kemampuan kecepatan dasar, kecepatan reaksi, kekuatan umum, fleksibelitas, dan kewaspadaan”. 30 Menurut Lhaksana (2011:44) terdapat beberapa latihan teknik yang harus dikuasai oleh seorang penjaga gawang adalah “menangkap bola, blocking, melempar bola, passing”. Sedangkan Hermans & Engler (2011:4245) juga mengemukakan beberapa teknik yang harus dikuasai oleh seorang penjaga gawang adalah “receiving the ball (menerima bola), catching the ball (menangkap bola), goal kick (tendangan gawang), stopping the ball with the foot (menghentikan bola dengan kaki), goal throw (lemparan gawang), diving catch , punching the ball (meninju bola)”. Gambar 2.10 goal keeping technique (teknik penjaga gawang) 3. Latihan Fisik Futsal a. Komponen Latihan Fisik Futsal 1) Daya Tahan (Endurance) Harsono (1988:155), menyatakan, “Daya tahan adalah keadaan atau kondisi tubuh yang mampu bekerja untuk waktu lama tanpa mengalami kelelehan yang berlebihan setelah menyelesaikan pekerjaan”.Sedangkan Menurut Indrayana (2012:4) “Daya tahan adalah kemampuan untuk bekerja, berlatih dalam waktu yang lama.Atlet yang memiliki dayatahan yang baik adalah atlet yang dapat berlatih dalam waktu relatif singkat, kondisinya telah kembali seperti sebelum latihan”. Sedangkan Bompa (1994:344), menyatakan bahwa “daya tahan berkenaan dengan batas waktu kerja dalam satu intensitas yang dapat dikerjakan”. “Daya tahan adalah kemampuan seseorang dalam mempergunakan sistem jantung, pernapasan dan peredaran darahnya, secara efektif dan efisien dalam menjalankan kerja terus menerus yang melibatkan kontraksi sejumlah 31 otot dengan intensitas tinggi dalam waktu yang cukup lama” (Sajoto, 1988:58). Selain itu Lutan (1990:112) juga berpendapat bahwa “daya tahan adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kerja dalam waktu yang relatif lama, istilah lain yang sering digunakan adalah respiration-cardio-vasculair endurance yakni daya tahan yang bertalian dengan pernafasan, jantung, dan peredaran darah”. Jadi dapat disimpulkan bahwa daya tahan atau yang sering disebut dengan endurance dapat mempengaruhi performa seorang baik pada saat bekerja, berlatih maupun pada saat bertanding. “Ketahanan dapat dikelompokkan menurut jenis, jangka waktu, dan sistem energi yang digunakan” (Sukadiyanto & Muluk, 2011:61). Menurut jenisnya daya tahan dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu daya tahan umum dan daya tahan khusus (Bompa, 1994:344). “Daya tahan umum adalah kapasitas melakukan suatu kegiatan yang mengakibatkan beberapa kelompok otot dan kardiorespirasi selama waktu yang panjang. Sedangkan untuk daya tahan khusus sering kali menunjuk pada daya tahan dalam olahraga dalam permainan, lari cepat dan lainnya tergantung kepentingan setiap cabang olahraga atau mengulang-ulang gerakan pada setiap cabang olahraga” Daya tahan umum dan khusus memiliki perbedaan pada saat melakukan latihan daya tahan umum dalam jangka waktu yang panjang, sedangkan daya tahan khusus lebih kepada olahraga permainan dan tergantung pada setiap cabang olahraga. Ditinjau dari lamanya kerja menurut Bompa (1994: 344-345) daya tahan dapat dibedakan menjadi lima “1) ketahanan jangka panjang, 2) ketahanan jangka menengah, 3) ketahanan jangka pendek, 4) ketahanan otot, 5) ketahanan kecepatan”. Sedangkan daya tahan yang ditinjau dari penggunaan sistem energi menurut Sukadiyanto & Muluk (2011:63) yaitu “ketahanan aerobik, ketahanan anaerobik alaktik, dan ketahanan anaerobik alaktik”. Menurut Sukadiyanto & Muluk (2011:60) “tujuan dari latihan ketahanan adalah untuk meningkatkan kemampuan olahragawan agar dapat mengatasi kelelahan selama aktifitas kerja berlangsung”. Kelelahan yang terjadi pada olahragawan dapat terjadi baik secara fisik maupun psikis. “Kemampuan ketahanan seorang olahragawan dipengaruhi oleh beberapa 32 faktor diantaranya: faktor kecepatan, kekuatan otot, kemampuan teknik untuk menampilkan gerak secara efisien, kemampuan memanfaatkan potensi secara psikologis, dan keadaan psikologis saat bertanding atau berlatih” (Sukadiyanto & Muluk, 2011:61). Selain itu Nossek (1982:106) berpendapat bahwa “kualitas ketahanan yang dikembangkan dengan baik sangat penting dalam memungkinkan olahragawan untuk mempertahankan tingkat intensitas tinggi selama priode pekerjaan diperpanjang, mempengaruhi pemulihan secara cepat, ketahanan yang umum memungkinkan untuk membebani olahragawan secara maksimal dengan latihan yang berbeda”. Komponen biomotor daya tahan dipengaruhi oleh kondisi kebugaran otot dan kebugaran energi dari olahragawan. “Keberhasilan dalam latihan daya tahan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, 1) sistem syaraf pusat, 2) kemauan olahragawan, 3) kapasitas aerobik, 4) kapasitas anaerobik dan 5) kecepatan cadangan” (Bompa, 1994:345-348). Sedangkan menurut Sukadiyanto & Muluk (2011:64-66) “faktor yang mempengaruhi kemampuan ketahanan seseorang adalah, sistem syaraf pusat, kemauan (motivasi) olahragawan, kapasitas aerobik, kapasitas anaerobik, kecepatan cadangan, intensitas, frekuensi, durasi latihan, faktor keturunan, umur dan jenis kelamin“. Metode latihan daya tahan adalah suatu cara untuk meningkatkan daya tahan olahragawan. “Sasaran dalam melatih komponen biomotor ketahanan selalu melibatkan kebugaran energi dan kebugaran otot, sehingga sasaran latihannya tidakdapat dipisahkan secara mutlak diantara keduanya” (Sukadiyanto & Muluk, 2011:66). Unsur ketahanan merupakan komponen biomotor dasar yang melandasi latihan untuk mengembangkan berbagai kemampuan biomotor yang lainnya. Pada saat latihan daya tahan pentahapan yang harus diperhatikan adalah mengacu pada piramida latihan. Menurut Martens (2012:258) dalam piramida latihan untuk menuju puncak prestasi dimulai dari latihan yang mengembangkan kemampuan aerobik, selanjutnya ambang rangsang anaerobik (anaerobik threshold), anaerobi, dan puncaknya adalah kecepatan. 33 Tabel 2.2 Piramida Latihan Intensity of exercise (% of maximum HR) Kecepatan (speed) Intensitas maksimal dengan memindahkan tubuh secepat mungkin untuk durasi yang pendek. Latihan Anaerobik Push over the threshold to train the anaerobic energypathway through intense, shortbouts of exercise. Latihan Ambang Laktat Intensitas menigkat untuk melatih dibatas atas dari jalur energi aerobik untuk meningkatkan ambang laktat. 95 – 100 % 90 – 94 % 85 – 89 % Fondasi Aerobik Intensitas rendah, aktivitas durasi panjang seperti lati, dayung, bersepeda dan berenang. 70 – 84 % Sumber : (Martens, 2012:258) Setiap jenis latihan apabila dijalani dengan benar, tepat dan sesuai kaidah prinsip dan sasaran latihan tentunya akan memberikan dampak yang baik atau peningkatan keadaan fisiologis maupun psikologis olahragawan. Menurut Bowers dan Fox dalam Sukadiyanto & Muluk (2011:80) perubahan penting yang terjadi pada otot antara lain, konsentrasi mioglobin, pembakaran karbohidrat dan lemak, simpanan glikogen otot dan trigliserit, anaerobik glikolisis (sistim asam laktat), simpanan phosphagen, serta ukuran dan jumlah serabut otot”. Dengan demikian latihan daya tahan dapat mempengaruhi peningkatan terhadap kebugaran energi, jasmani dan kebugaran otot. Tabel 2.3 Metode Latihan Daya Tahan dan Sasarannya Bentuk Aktifitas latihan Sasaran Denyut Durasi Intensitas Latihan Jantung Berenang Berlari Anaerobik 160 – 180 Alaktik 5 – 20 detik Anaerobik 60 – 90 180 – 190 Laktik detik Toleransi Asam 90 – 120 190 – 200 Laktat detik Tipe A Toleransi 20 – 120 190 – 200 Asam detik Renang 98%, lari maksimal 95 – 98 % 10 x 25 m t.r : 60 – 90 detik 10 x 75 m t.r : 60 – 90 detik 6 x 150 m 6 x 400 m t.r : 4 – 5 menit t.r : 4 – 5 menit 95 % 6 x (150-120 m) t.r : 2 – 3 menit 4 x 600 m t.r : 3-5 menit 90 – 95% 8 x (100-200 m) t.r : 20 – 30 6 x 400 m t.r : 30 detik 34 Laktat Tipe B VO2 max Aerobik 190 – 200 Maksimal detik 2–5 Menit 90 – 95% 6 x 300 m t.r : 60 – 90 detik 2 x 1600 m t.r : 5 – 7 menit Lari 20 – 30 3 x 800 m menit, 80 – 90% t.r : 2 – 3 menit kecepatan sub maksimal Renang Lari menempuh 15 Menit Aerobik 120 – 150 70 – 80% menempuh jarak 10 – 35 – 2 Jam jarak 1000 m km Sumber : (Pyke dalam Sukadiyanto & Muluk, 2011:80) Ambang 15 – 30 Rangsang 170 – 180 Menit Anaerobik Berdasarkan beberapa metode latihan daya tahan dan cara meningkatkan sistem energi, Bompa (1994:358-360) mengemukakan bahwa metode latihan untuk meningkatkan sistim energi yaitu “1) latihan untuk toleransi asam laktat, 2) latihan untuk konsumsi oksigen, 3) latihan untuk ambang rangsang anaerobik, 4) latihan untuk sistim phosphat, 5) latihan untuk ambang rangsang aerobik”. Selain itu Rushall dan Pyke (1992:201-210) juga mengelompokkan model latihan daya tahan menjadi “1) latihan kontinyu (latihan kontinyu intensitas rendah dan latihan kontinyu intensitas tinggi), 2) latihan fartlek, 3) latihan interval (latihan interval panjang, latihan interval menengah dan latihan interval pendek)”. Pada dasarnya melatih komponen daya tahan olahragawan harus memperhatikan sasaran yang akan dicapai agar latihan yang dilakukan dapat dicapai dengan hasil yang mmaksimal. Sasaran yang harus dicapai dari latihan daya tahan ini antara lain kebugaran otot dan kebugaran energi. 2) Kekuatan (Strenght) “Kekuatan (Strenght) adalah komponen kondisi fisik yang menyangkut masalah kemampuan seorang atlit pada saat mempergunakan otot-ototnya, menerima beban dalam jangka waktu tertentu” (Sajoto, 1988:58). Selain itu Sukadiyanto & Muluk (2011:90) mengemukakan bahwa “kekuatan (Strenght) merupakan salah satu komponen dasar biomotor yang diperlukan dalam setiap cabang olahraga”. “Kekuatan adalah kemampuan otot untuk membangkitkan tegangan terhadap suatu tahanan” (Harsono, 2001:25). “Strenght merupakan 35 salah satu komponen dasar biomotor yang diperlukan dalam setiap cabang olahraga dan sangat penting dalam proses mencetak atlet” (Mylsidayu & Kurniawan, 2015:98). Jadi dapat disimpulakan bahwa kekuatan (strenght) merupakan salah satu metode latihan atau komponen dasar yang berkaitan dengan penggunaan dan kemampuan otot dari olahragawan dalam cabang olahraga tertentu. Meskipun bayak aktifitas olahraga lebih memerlukan kelincahan, kelenturan, kecepatan, keseimbangan, koordinasi, daya tahan dan sebagainya, akan tetapi faktor-faktor tersebut tetap harus dikombinasikan dengan faktor kekuatan (strenght) agar bisa diperoleh hasil yang lebih baik dan maksimal. Kekuatan tetap merupakan komponen yang besar dari semua komponen kondisi fisik. Setiap cabang olahraga, olahragawan membutuhkan kekuatan yang berbeda-beda, karena tuntutan kebutuhan kekuatan dari setiap cabang olahraga berbeda, sehingga setiap cabang olahraga membutuhkan latihan kekuatan yang lebih khusus sesuai dengan spesifikasi cabang olahraga masingmasih olahragawan. Akan tetapi setiap olahragawan harus memiliki kekuatan yang cukup dan sesuai dengan cabang olahraganya, agar mampu melaksanakan kegiatan olahraganya secara efisien dan tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan akibat dari kekurangan kekuatan. “Tingkat kekuatan olahragawan diantaranya dipengaruhi oleh, panjang pendeknya otot, besar kecilnya otot, jauh dekatnya titik beban dengan titik tumpu, tingkat kelelahan, jenis otot merah atau putih, potensi otot, pemanfaatan potendi otot, teknik dan kemampuan kontraksi otot” (Sukadiyanto & Muluk, 2011:91). Selain itu Budiwanto (2012:34) juga berpendapat bahwa faktorfaktor yang menentukan kekuatan ialah, “a) luas potongan melintang otot sebagai akibat hipertropi otot, b) jumlah fibril otot yang terlibat dalam melawan beban, c) ukuran rangka tubuh, d) inervasi otot, e) sistem kimia otot, f) tonus otot saat istirahat, semakin rendah tonus otot semakin kuat saat bekerja, g) usia, h) jenis kelamin, i) psikologis”. Macam-macam latihan kekuatan dapat dilakukan sebagai berikut, Budiwanto (2012:35) “1) latihan dengan mengatasi atau dengan menggunakan berat badan sendiri terutama bagi atlet usia anak-anak, 2) latihan menggunakan 36 beban yang diangkat, ditarik, didorong dan ditahan, 3) latihan bermain dengan menggunakan alat-alat yang diperberat, 4) latihan dengan menggunakan alatalat yang spesifik”. Bompa (1994:320) berpendapat bahwa “suatu program latihan kekuatan untuk memperbesar otot (hypertropi) merupakan hasil dari faktor-faktor berikut, a) besar myofibril (benang halus dari serabut otot) setiap serabut otot meningkat (hypertropi), b) peningkatan kepadatan kapiler setiap serabut otot, c) peningkatan banyaknya protein, d) peningkatan total banyaknya serabut otot”. Terdapat tiga macam kontraksi otot menurut Rushall dan Pyke (1992:218-219) yaitu “kontraksi isotonik, kontraksi isometrik, kontraksi isokenetik. Bompa (1994:322) mengolongkan tiga tipe kontraksi otot yaitu “kontraksi concentric, kontraksi eccentric, dan kontraksi plyomeric”. Ketiga macam kontraksi otot dan tipe kontraksi otot tersebut saling berkaitan dan mendunkung satu sama lain pada saat latihan. Dalam latihan kekuatan diperlukan metode latihan yang berbeda-beda disesuaikan dengan macam kontraksi dan tipe kontraksi ototnya. “Latihan-latihan kekuatan haruslah selalu merupakan latihan-latihan kekuatan yang progresif (progressive resistance training) dan tidak berhenti pada satu berat beban atau bobot tertentu” (Harsono, 2001:25). a. Kontraksi Isometrik (statis) “Kontraksi isometrik adalah meningkatnya ketegangan otot pada saat memanjang, sehingga panjang otot dalam keadaan tetap atau tidak berubah tetapi berkontraksi” (Sukadiyanto & Muluk, 2011:91). “Dalam kontraksi isometris otot-otot tidakk memanjang atau memendek sehingga tidak akan nampak suatu gerakan yang nyata, atau dengan perkataan lain tidak ada jarak yang ditempuh” (Harsono, 1988:179). Kontraksi isometrik ini bisa diartikan bahwa tidak ada gerakan persendian atau melawan benda, dapat disebut bahwa kontraksi dalam keadaan diam atau kontraksi otot bersifat statis. Kontraksi isometrik juga dapat dilakukan dengan menahan berat badan dan kekuatan otot olahragawan sendiri. Contoh kontraksi isometrik adalah mendororng, mengangkat, menahan, mendorong suatu obyek atau 37 benda yang tidak dapat bergerak, menekan kedua telapak tangan sekuat tenaga di depan dada, plank, side plank. Gambar 2.11 Contoh gerakan kontraksi isometrik Untuk memperoleh hasil yang efektif, kontraksi isometrik harus dipertahankan selama beberapa detik. Latihan akan bermanfaat bagi orangorang yang dalam tugas sehari-harinya harus banyak duduk. Menurut Harsono (1988:181) latihan isometrik memiliki beberapa keuntungan diantaranya, “1) latihan dapat dilakukan dalam sembarang posisi, 2) tidak memerlukan alat yang khusus, 3) tidak memerlukan waktu yang lama, 4) dapat memperkembang kekuatan pada setiap sudut sendi yang diperlukan, 5) tidak menimbulkan sakit otot, 6) pada saat atlet istirahat karena cidera, latihan isometrik dapat dilakukan”. b. Kontraksi Isotonik (Dinamis) Kontraksi isotonik juga dapat disebut kontraksi otot pada saat otot sedang mengalami pemanjangan maupun pemendekan pada saat latihan. “Dalam tipe kontraksi isotonik akan nampak bahwa akan terjadi suatu gerakan dari anggota-anggota tubuh kita yang disebabkan oleh memanjang dan memendeknya otot-otot sehingga terdapat perubahan dalam panjang otot” (Harsono, 2001:25). “Kontraksi isotonik adalah meningkatnya ketegangan ototpada saat otot dalam keadaan memanjangdan memendek” (Sukadiyanto & Muluk, 2011:92). Kontraksi isotonik terbagi lagi dalam dua macam kontraksi yaitu kontraksi konsentrik (otot memendek) dan kontraksi eksentrik (otot memanjang). 38 Gambar 2.12 Contoh kontraksi isotonik konsentrik (kiri) dan ekstrinsik (kanan) Jenis kontraksi isotonik pada umumnya terjadi pada cabang olahraga yang dalam aktivitasnya bersifat dinamis. Kontraksi isotonik termasuk dalam kategori gerak yang siklus. Contoh dari kontraksi isotonik adalah push-up, sit-up, back-up, yang semuanya dimulai dari posisi badan menyentuh lantai. “Salah satu latihan latihan kekuatan secara isotonis yang paling populer dalam olahraga adalah weight training” (Harsono, 1988:185). “Weight training adalah latihan-latihan yang sistimatis dimana beban dipakai hanya sebagai alat untuk menambah kekuatan otot guna mencapai berbagai tujuan tertentu, seperti memperbaiki kondisi fisik, kesehatan, kekuatan, prestasi dalam suatu cabang olahraga dan sebagainya” (Harsono, 1988:185). Kebanyakan pelatih berpendapat bahwa latihan weight training ini dapat membahayakan dan menyebabkan atlet menjadi cidera atau yang sering disebut dengan “muscle bound” yang dapat mengakibatkan atlet akan menjadi lamban dan kaku. Persepsi yang menyebutkan bahwa model latihan weight training dapat menyebabkan atlet mengalami muscle bound dapat dihilangkan dari pikiran para pelatih dan atlit, dengan cara penerapan dan pelaksanaan weight training ini dilakukan dengan tepat dengan memenuhi prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Harsono (1988:186) berpendapat bahawa “apabila weight training dilaksanakan dengan benar, selain dapat memperbaiki kesehatan fisik secara keseluruhan, juga dapat memeperkembangkan kecepata, power, kekuatan dan daya tahan, yaitu faktor-faktor yang penting bagi setiap atlet”. 39 c. Kontraksi Isokenetik Para ahli dalam weight training berpendapat bahwa latian kekuatan yang menganut metode kontraksi isokenetik, yang aplikasinya adalah kombinasi kontraksi isometrik dan isotonik adalah yang paling efektif. “Kontraksi isokinetik adalah kontraksi otot yang secara terus menerus pada saat otot dalam keadaa memanjang dan memendek sepanjang luas gerak yang dilakukan” (Sukadiyanto & Muluk, 2011:93). Bila ditinjau dari segi tipe kontraksinya pada jenis kontraksi isokinetik juga merupakan gabungan dari tipe kontraksi eccentric dan concentric. Contoh gerakan kontraksi isokinetik yaitu sama seperti pada gambar 2.12 di atas yang dilakukan dengan cara mengangkat dan menurunkan beban secara terus menerus. Kontraksi isokinetik memungkinkan otot untuk bekerja maksimal pada setiap sudut sendi atau pada seluruh ruang gerak sendi. Pada saat latihan otot dalam keadaan memendek dan memanjang tetap berkontraksi secara terus menerus sehingga dalam aktifitasnya tidak ada waktu relaksasi. “Pada waktu melatih strenght dengan cara isokinetik, pelatih harus perhatikan bahwa kecepatan gerakan mengangkat, mendorong dan menarik harus lah mirip dengan gerakan yang dilakukan dalam cabang olahraga yang bersangkutan” (Harsono, 1988:206). 3) Kecepatan (Speed) Kecepatan merupakan salah satu komponen dasar biomotor yang diperlukan dalam setiap cabang olahraga. “Kecepatan (speed) adalah kemampuan seseorang dalam melakukan gerak berkesinambungan, dalam bentuk yang sama dalam waktu sesingkat-singkatnya. Dalam masalah kecepatan ini, ada kecepatan gerak dan kecepatan explosive” (Sajoto, 1988:58). Selain itu Nala (1998:66) berpendapat bahwa “kecepatan adalah kemampuan untuk berpindah atau bergerak dari tubuh atau anggota tubuh dari satu titik ke titik lainnya atau untuk mengerjakan suatu aktifitas berulang yang sama serta berkesinambungan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya”. “Kecepatan adalah jarak tempuh per satuan waktu yang diukur dalam menit atau skala kuantitas atau kemampuan melakukan gerakan dalam priode waktu yang 40 pendek” (Budiwanto, 2012:38). Jadi kecepatan yaitu suatu kegiatan yang dilakukan dengan jarak dalam ukuran waktu yang sesingkat-singkatnya, kecepatan juga merupakan unsur dasar bagi seorang atlit setelah kekuatan dan daya tahan mencapai hasil yang maksimal. “Secara umum kecepatan mengandung pengertian kemampuan seseorang untuk melakukan gerak atau serangkaian gerak secepat mungkin sebagai jawaban terhadap rangsangan” (Sukadiyanto & Muluk, 2011:116). Dalam menjawab rangsangan kecepaatan bentuk gerak atau serangkaian gerak dapat dilakukan secepat mungkin. Verducci dalam Budiwanto (2012:38) menyebutkan bahwa “kecepatan dibedakan dalam dua komponen, yaitu waktu reaksi dan waktu gerak”. Selain itu Sukadiyanto & Muluk (2011:116) juga berpendapat bahwa “ada dua macam kecepatan, yaitu kecepatan reaksi (kecepatan reaksi dibedakan lagi menjadi dua yaitu, reaksi tunggal dan reaksi majemuk) dan kecepatan gerak (kecepatan gerak dibedakan lagi menjadi dua yaitu, gerak siklus dan gerak non siklus)”. a) Kecepatan reaksi “Kecepatan reaksi adalah kemampuan seseorang dalam menjawab suatu rangsang dalam waktu sesingkat mungkin” (Mylsidayu & Kurniawan, 2015:115). Sedangkan menurut Suharno dalam Budiwanto (2012:39) “kecepatan reaksi yaitu kemampuan suatu otot atau sekelompok otot untuk bereaksi dalam tempo yang singkat setelah mendapat suatu rangsangan. Kecepatan reaksi dipengaruh oleh sistem syaraf pusat, kemampuan berorientasi terhadap situasi, kemampuan panca indera dalam menerima rangsang, kecepatan gerak dan power”. (1) Kecepatan reaksi tunggal “Kecepatan reaksi tunggal adalah kemampuan seseorang untuk menjawab rangsang yang telah diketahui arah dan sasarannya dalam waktu sesingkat mungkin” (Sukadiyanto & Muluk, 2011:117). Dapat ditarik kesimpulan bahwaw kecepatan reaksi tunggal yaitu seseorang melakukan gerakan yang arah dan tujuan gerakannya sudah ada dalam benak pikirannya sehingga rangsangan atau stimulis dapat diprediksi pada saat melakukannya. Sebagai contoh, seorang pelatih 41 mengintruksikan altelnya bahwa apabila mendengarkan pliut satu kali atlit harus jogging, ketika mendengarkan pliut dua kali atlit harus sprint dan apabila mendengarkan pluit tiga kali atlit harus jalan. (2) Kecepatan reaksi majemuk “Kecepatan reaksi majemuk adalah kemampuan seseorang untuk menjawab rangsang yang belum diketahui arah dan sasarannya dalam waktu sesingkat mungkin” (Sukadiyanto & Muluk, 2011:117). Jadi kecepatan reaksi majemuk ini berbanding terbalik dengan kecepatan reaksi tunggal. Pada kecepatan reaksi majemuk seorang atlit sebelum melakukan gerak atlit tersebut belum mengetahui arah dan sasaran gerak yang dilakukan. Contoh, seorang pelatih memegang bola basket di tangan kiri dan kanannya dengan kedua lengan diluruskan, atlit berdiri menghadap kepada pelatih. Tugasnya menangkap bola yang dijatuhkan oleh pelatih sebelum bolanya memantul untuk kedua kalinya. b) Kecepatan gerak “Kecepatan gerak adalah kemampuan seseorang melakukan gerak atau serangkaian gerak dalam waktu yang sesingkat mungkin” (Sukadiyanto & Muluk, 2011:118). (1) Kecepatan gerak siklus “Kecepatan gerak siklus adalah kemampuan sistem neuromoskuler untuk melakukan serangkaian gerak dalam waktu yang sesingkat mungkin” (Sukadiyanto & Muluk, 2011:118). Pada bagian ini aktivitas dilakukan secara berkesinambungan atau gerakan yang berangkai. Contoh, jalan, lari, berenang, bersepeda. (2) Kecepatan gerak non siklus “Kecepatan gerak non siklus adalah kemampuan sistem neuromoskuler untuk melakukan gerak tunggal dalam waktu yang sesingkat mungkin” (Sukadiyanto & Muluk, 2011:118). Gerak non siklus ini sering disebut dengan gerak tunggal. Contoh, melempar, menendang, memukul, melompat. Umumnya latihan kecepatan dilakukan setelah atlet dilatih ketahanan dan kekuatan. Menurut Bompa (1994:368-370) “faktor-faktor yang mempengaruhi 42 kecepatan antara lain, keturunan, waktu reaksi, kemampuan mengatasi beban, teknik, konsentrasi dan kemauan, elastisitas otot”. Selain itu Dick dalam Budiwanto (2012:38-39) juga berpendapat bahwa “kecepatan tergantung pada beberapa faktor yaitu, inervasi sistem saraf, elastisitas otot, biokimia otot, kemampuan otot untuk reaksi, konsentrasi dan kemauan, kemampuan menggunakan otot dengan cepat yang tepat untuk bergerak dan bereaksi”. Selain itu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas kecepatan disajikan dalam tinjauan berbentuk grafis oleh Nossek (1982:87). Proses gerakan syaraf KECEPATAN Perangsang perhentian Elastisitas otot Kontraksi relaksasi Peregangan dan kontraksi kapasitas otot-otot Kekuatan, kecepatan dan dayatahan Teknik olahraga Daya kehendak Koordinasi otot antara sinergis dan antagonis Gambar 2.13 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kecepatan 4) Kelenturan (Flexibility) Fleksibilitas merupakan salah satu unsur yang penting dalam rangka pembinaan olahraga prestasi, dimana tingkat fleksibilitas seseorang akan berpengaruh terhadap kmponen-komponen biomotor lainnya. “Fleksibelitas atau kelenturan merupakan kualitas fisik yang sangat mudah untuk dikembangkan. Kelenturan memanfaatkan lebar juga ayunan dapat diartikan gerakan-gerakan kemampuan dalam untuk sendi-sendi ke kemampuan maksimal” (Nossek, 1982:138). “Kelenturan adalah luas daerah gerak pada suatu sendi, dengan kata lain kelenturan adalahkemampuan untuk dapapt menggerakkan bagian atau anggota badan dengan luas gerak tertentu pada suatu sendi” (Budiwanto, 2012:40). Menurut Harsono (1988:163) 43 “fleksibilitas adalah kemampuan untuk melakukan gerakan dalam ruang gerak sendi. Kecuali oleh ruang gerak sendi, kelentukan juga ditentukan oleh elastis tidaknya otot-otot, tendon dan ligamen”. Dengan demikian fleksibilias sangat dibutuhkan oleh semua kalangan baik olahragawan maupun bukan olahragawan, seseorang yang memiliki fleksibilitas yang baik mempunyai ruang gerak yang luas, dalam sendi-sendinya dan mempunyai otot-otot yang lentur. Terdapat beberapa keuntungan bagi olahragawan yang memiliki kualitas fleksibilitas yang baik antara lain, “1) akan memudahkan atlet dalam menampilkan berbagai kemampuan gerak dan keterampilan, 2) menghindarkan diri dari kemungkinan akan terjadinya cidera pada saat melakukan aktivitas fisik, 3) memungkinkan atlet untuk dapat melakukan gerak yang ekstrim, 4) memperlancar aliran darah sehingga sampai pada serbut otot” (Sukadiyanto & Muluk, 2011:137). Kelenturan merupakan salah satu unsur dasar dari kondisi fisik yang harus dikembangkan dan ditingkatkan terutama pada atlet-atlet yang masih muda. “Kelenturan dapat ditentukan oleh beberapa faktor, terutama adalah jaringan ikat didalam dan sekitar sendidan otot yaitu ligamentum, tendo, bungkus sendi, dan bentuk sendi” (Budiwanto, 2012:40-41). Latihan yang kurang sempurna akan menurunkan kelenturan, kurang aktif bergerak dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan jaringan pengikat menjadi kaku sehingga mengakibatkan keleluasaan gerak menjadi kaku. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi komponen biomotorik kelenturan yaitu, “genetik, otot, umur dan jenis kelamin, suhu, waktu, kekuatan otot, kelelahan dan emosi” (Bompa, 1994:376-377). Selain itu Sukadiyanto & Muluk (2011:138) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap fleksibilitas seseoang adalah “elastisitas otot, tendo dan ligamen, susunan tulang, bentuk persendian, suhu atau temperatur tubuh, umur, jenis kelamin, dan bioritme”. Meningkatkan komponen kelenturan penting sekali sebab hampir semua cabang olahraga memerlukan komponen ini. Beberapa metode latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan dan mengembangkan kelenturan atau fleksibilitas adalah “1)peregangan dinamis atau yang sering disebut dengan peregangan balistik, 2) peregangan statis, 3) peregangan pasif, 4) peregangan 44 kontraksi – rileksasi atau yang sering disebut proprioceptive neuromuscular facilitation (PNF)” (Harsono, 1988:164-170). Selain itu Rushall & Pyke (1992:275) menyebutkan “ada tiga metode untuk meningkatkan fleksibilitas, 1) slow active stretching (SAS), 2) proprioceptive neuromuscular facilitation (PNF), 3) ballistic stretching”. Berikut ini penjelasan tentang jenis-jenis dari metode untuk meningkatkan fleksibelitas. a) Peregangan Dinamis (Dynamic Stretching) Peregangan dinamis ini sering disebut dengan metode yang tradisional untuk melatih kelenturan. “Peregangan dinamis biasanya dilakukan dengan menggerak-gerakkan tubuh atau anggota tubuh secara ritmis (berirama) dengan gerakan-gerakan memutar atau memantul- mantulkan anggota tubuh sedemikian rupa sehingga otot-otot terasa teregangkan, dan yang maksudkannya adalah untuk secara bertahap meningkatkan ruang gerak sendi” (Harsono, 1988:164). Selain itu Sukadiyanto & Muluk (2011:144) menjelaskan bahwa “peregangan dinamis adalah gerakan peregangan yang dilakukan dengan melibatkan otot-otot dan persendian, gerakan peregangan dinamis dilakukan secara perlahan dan terkontrol dengan pengkal pergerakannya adalah pada persendian”. Sasaran pada peregangan dinamis ini adalah untuk meningkatkan kelenturan persendian, tendo, ligamen, dan otot. Gerakan pada peregangan dinamis yaitu diregang-regangkan secara aktif seluas ruang gerak persendian yang dilatih. Berikut ini contoh-contoh pergerakan pada peregangan dinamis. Gambar 2.14 Gerakan patahan ke kiri-kanan Gambar 2.15 Gerakan menengok ke kiri-kanan Gambar 2.16 Gerakan mengayunkan salah satu tungkai (bergantian) 45 b) Peregangan Statis (Static Stretching) “Peregangan statis adalah gerakan peregangan pada otot-otot yang dilakukan secara perlahan-lahan hingga terjadi ketegangan dan mencapai rasa nyeri atau rasa tidak nyaman (discomfort zone) pada otot tersebut” (Sukadiyanto & Muluk, 2011:142). “Peregangan statis sebenarnya sudah lama dipraktekkan oleh penggemar yoga, kini semakin benyak penganutnya dan banyak dilakukan dalam program latihan kesegaran jasmani” (Harsono, 1988:166). Sasaran pada peregangan statis adalah untuk meningkatkan dan memelihara kelentukan otot-otot yang diregangkan. “Peregangan statis dilakukan secara perlahan-lahan dan dipertahankan selama 10 deetik atau lebih” (Pate, McClenaghan & Rotella, 1984:331). Menurut Harsono (1988:167-168) beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam melakukan latihan peregangan statis adalah sebagai berikut. (1)Regangkan otot secara perlahan-lahan dan tanpa kejutan (2)Apabila teras ada regangan pada otot berhentilan sebentar, kemudian lanjutkan regangan sampai terasa agak sakit, berhenti lagi, akhirnya lanjutkan regangan sampai sedikit melewati titik rasa sakit. (3)Pertahankan sikap terakhir ini secara statis untuk selama 20-30 detik. (4)Seluruh anggota tubuh lainnya tinggal relax, terutama otot-otot antagonisnya (yang diregangkan) agar ruang gerak sendi mampu untuk meregang lebih luas. (5)Bernafaslah terus, jangan menahan nafas. (6)Selesai mempertahankan sikap statis selama 20-30 detik, kembalilah kesikap semula secara perlahan-lahan. Beberapa contoh peregangan statis sebagai berikut. Gambar 2.17 Gerakan A dan B Sasaran otot-otot bahu Gambar 2.18 Sasaran otot quadriceps 46 c) Peregangan Balistik (Ballistic Stretching) “Peregangan balistik menggerakkan otot secara refleksi, ekstensi dan berayunpada satu lengan atau tungkai, sedangkan tungkai atau lengan satunya diam. Dapat pula melenturkan tubuh bagian atas dengan berayun kedepan (membungkuk) dan kebelakang atau badan condong ke kiri dan kanan” (Nala, 1998:72). Sedangkan menurut Fox & Bowers dalam Sukadiyanto & Muluk (2011:140) “peregangan balistik bentuknya sama dengan senam calisthenics, yaitu bentuk dari peregangan pasif yang dilakukan dengan cara gerakan yang aktif”. “Adapun ciri-ciri dari pergerakan balistik adalah dilakukan secara aktif dengan cara gerakanya dipantul-pantul (bouncing or bobbing)” (Bompa, 1992:379). Gerakan pada otot yang sama dan pada sendi yang sama dilakukan secara berulang-ulang. Berikut ini contoh gerakan peregangan balistik. Gambar 2.19 Loncat dan buka tutup kaki dan tepuk tangan Gambar 2.20 Awalan berdiri, ayunkan kedua lengan lurus dan tangan menyentuh ujung kaki d) Proprioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF) Peregangan proprioceptive neuromuscular facilitation (PNF) ini juga dikenal sebagai peregangan kontraksi-reaksi. “Pada peregangan model proprioceptive neuromuscular facilitation (PNF) ini diperlukan adanya bantuan orang lain atau menggunakan peralatan lain untuk membantu memudahkan gerakan peregangan agar mencapai target” (Sukadiyanto & Muluk, 2011:146). Bantuan orang lain atau menggunakan alat memiliki tujuan untuk membantu meregangkan otot hingga mencapai posisi statis dan dapat dipertahankan posisinya dalam beberapa detik. Menurut (Pate, McClenaghan & Rotella, 1984:332) “teori menyarankan bahwa prosedur ini 47 dapat membantu relaksasi otot secara penuh selama masa peregangan dengan merangsang secara keras organ badan golgi selama masa kontraksi”. Menurut Harsono (1988:171) Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan peregangan proprioceptive neuromuscular facilitation (PNF) ini adalah sebagai berikut, “a) lakukan warm-up sebelumnya, b) dalam melakukan kontraksi isometris, jangan meregangkan otot secara eksplosif, tetapi lambat-lambat, makin lama makin keras, c) setelah kontraksi isometris, temannya secara perlahan-lahan meregangkan otot-otot pelakuk, sedangkan pelaku tinggal pasif”. Berikut ini beberapa contoh dari peregangan proprioceptive neuromuscular facilitation (PNF). Gambar 2.21 Sasaran otot hamstring Gambar 2.22 Sasaran otot punggug dan hamstring 5) Kelincahan (Agility) “Kelincahan adalah kemampuan mengubah arah atau posisi badan secara cepat dan melakukan gerakan lanjutan yang lainnya” (Budiwanto, 2012:39). Menurut Lutan (1990:116) kelincahan (agility) adalahkemampuan seseorang untuk dapat mengubah arah dengan cepat dan tepat pada waktu bergerak tanpa kehilangan keseimbangan, kelincahan berkaitan erat dengan tingkat kelentukan”. Selain itu Sajoto (1998:59) juga menjelaskan bahwa “kelincahan adalah kemampuan seseorang dalam merubah arah, dalam posisi di arena tertentu, dari satu posisi kesatu posisi yang berbeda dengan kecepatan tinggi dan koordinasi gerak yang baik”. Menurut Nossek (1982:144) “Kelincahan temasuk pada kelompok kualitas fisik. Kelincahan merupakan kualitas yang sangat kompleks. Kelincahan ini mencakup interaksi kualitaskualitas fisik yang lain (kecepatan reaksi, kecepatan, kekuatan, kelentukan, keterampilan gerak, dsb), karena semua ini bereaksi bersama”. Jadi seseorang 48 yang memiliki kelincahan dapat merubah posisi dan arahnya secara cepat, selain itu juga dapat mengkoordinasikan teknik-teknik yang kompleks, kelincahan juga berkaitan dengan kelenturan seseorang. “Faktor-faktor yang menentukan kelincahan adalah kecepatan reaksi dan kecepatan gerak, kemampuan mengadaptasi dan mengantisipasi, kemampuan berorientasi terhadap masalah yang sedang dihadapi, kemampuan mengatasi keseimbangan saat bergerak, kelenturan persendian, kemampuan melakukan koordinasi, dan kemampuan melakukan gerakan” (Suharno dalam Budiwanto, 2012:40). Menurut Mylsidayu & Kurniawan (2015:148-149) faktor-faktor yang mempengaruhi kelincahan adalah “a) komponen biomotor yang meliputi kekuatan otot, speed, power otot, waktu reaksi, keseimbangan dan koordinasi, b) tipe tubuh, c) umur, d) jenis kelamin, e) berat badan, f) kelelahan”. Ciri-ciri latihan kelincahan menurut (Budiwanto, 2012:40) adalah, “1) bentuk latihan harus ada gerakan mengubah posisi dan arah badan dengan kecepatan tinggi, 2) rangsangan terhadap syaraf pusat sangat menentukan keberhasilan latihan kelincahan, karena koordinasi sangat penting sebagai unsur kelincahan, 3) adanya rintangan-rintangan untuk bergerak dan mempersulit kondisi alat atau lapangan”. Bentuk-bentuk latihan untuk mengembangkan kelincahan tentunya adalah bentuk-bentuk latihan yang mengharuskan orang untuk bergerak dan mengubah arah dengan cepat. Dalam melakukan latihan kelincahan seorang atlit tidak boleh kehilangan keseimbangan dan harus bisa mengontrol posisi tubuhnya. 6) Koordinasi (Coodination) Dijelaskan oleh Bompa (1994:380) “koordinasi adalahkemampuan yang sangat kompleks, ditandai adanya saling keterkaitan yang erat antara kecepatan kekuatan, daya tahan dan kelenturan saat melakukan gerakan”. Sedangkan Kent dalam Budiwanto (2012:43) “koordinasi adalah kemampuan untuk mempersatukan sistem indera, sistem saraf dan sistem otot menjadi serangkaian gerak untuk mengatur bagian-bagian badan secara terpisah, terlibat dalam satu pola gerak yang rumit dan mempersatukan bagian-bagian tersebut 49 menjadi gerak tunggal, mulus, berhasil mencapai beberapa tujuan”. Koordinasi merupakan gabungan dari berbagai kemampuan komopnen biomotorik lainnya kompoten yang erat kaitannya dengan koordinasi adalah kecepata, kekuatan, daya tahan, kelenturan, kelincahan, keseimbangan dan lain sebagainya. Pada dasarnya koordinasi dibedakan menjadi dia macam yaitu, “koordinasi umum (setiap atlet harus mempunyai komponen koordinasi dasar sehingga dapat melakukan berbagai aktifitas fisik umum dalam olahraga), koordinasi khusus (koordinasi ini sangat dibutuhkan pada penampilan gerakan olahraga yang cepat dan memerlukan ketenangan, kesempurnaan dan ketepatan)” (Bompa, 1994:380-381). Koordinasi umum dan koordinasi khusus kedua-duanya sangat diperlukan dalam cabang olahraga sebab keduanya saling berpengaruh terhadap keterampilan gerak seseorang. Koordinasi umum juga merupakan dasar untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan koordinasi khusus. Tanpa memiliki kemampuan koordinasi yang baik maka atlet akan kesulitan dalam melakukan teknik secara baik. Keuntungan bagi atlet yang memiliki kemampuan koordinasi yang baik adalah mampu menampilkan keterampilan dengan sempurna dan dapat dengan cepat mengatasi permasalahan gerak atau teknik yang muncul selama latihan. Selain itu atlit yang memiliki kemampuan koordinasi yang baik akan mudah dan cepat dapat melakukan keterampilan yang masih baru bagi atlet tersebut. Menurut Bompa (1994:382-383) “beberapa faktor yang mempengaruhi koordinasi yaitu, kemampuan berfikir atau intelegensi atlet, kebaikan dan ketelitian organ-organ indra, pengalaman gerak, tingkat perkembangan kemampuan gerak yang alin seperti kecepatan, kekuatan, daya tahan dan kelenturan”. Latihan koordinasi yang baik untuk memperbaiki koordinasi adalah dengan melakukan berbagai variasi gerak dan keterampilan. Seorang atlet harus dilatih dengan keterampilan-keterampilan baru dari cabang olahraganya maupun cabang olahraga lainnya. Apabila kemampuan koordinasi seorang atlet tidak dapat berkembang maka kemampuan untuk mempelajari gerak baru juga akan menurun. “Dalam melatih keterampilan, faktor kesulitan dan kompleksifitas gerakan harus senantiasa ditingkatkan” (Harsono, 1988:221). 50 “pada latihan koordinasi harus melibatkan berbagai unsur keterampilan gerak dari cabang olahraga lain. Keterampilan gerak cabang olahraga yang menggunakan peralatan bola baik yang besar maupun yang kecil, atau peralatan lain dengan bentuk lari, lompat, loncat, lempar, tangkap, memukul, menendang dan meluncur” (Sukadiyanto & Muluk, 2011:150-151). Menurut Bompa (1994:383) terdapat sepuluh metode latihan untuk mengembangkan koordinasi, yaitu sebagai berikut. 1) Latihan dengan sikap permulaan yang tidak biasa dilakukan. 2) Melakukan keterampilan menggunakan anggota badan yang berlawanan. 3) Melakukan gerakan dengan kecepatan atau irama yang berganti-ganti. 4) Melakukan gerakan dengan ruang gerak yang terbatas. 5) Mengubah-ubah bagian teknik atau keterampilan. 6) Menambah kesulitan latihan dengan melakukan geraka tambahan. 7) Menggabungkan keterampilan-keterampilan yang barudikenal. 8) Menambah lawan atau beban sebagai pasangan. 9) Membuat kreasi kondisi gerakan yang tidak biasa. 10) Melakukkan kegiatan olahraga yang berbeda dengan olahraga pilihannya. b. Prinsip-Prinsip Latihan Fisik Prinsip latihan merupakan hal-hal yang harus ditaati, dilaksanakan dan dihindari agar tujuan latihan dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Menurut Sukadiyanto & Muluk (2011:13) “prinsip-prinsip latihan memiliki peranan penting terhadap aspek fisiologis dan psikologis olahragawan, dengan memahami prinsip-prinsip latihan akan mendukung upaya dalam meningkatkan kualitas latihan”. Dalam pertemuan latihan seluruh prinsip latihan diterapkan secara bersamaan dan saling mendukung, apabila ada prinsip latihan yang tidak diterapkan maka akan berpengaruh terhadap keadaan fisik dan psikis olahragawan. Untuk itu, para pelatih harus betul-betul memahami prinsip latihan dan dapat menerapkannya dalam proses latihan. Penerapan prinsip latihan yang benar akan dapat menghindari olahragawan dari cedera selama proses latihan. Menerapkan prinsip-prinsip latihan harus hari-hati dan sesuai dengan kebutuhan, serta memerlukan ketelitian dan ketepatan dalam penyusunan dan 51 pelaksanaan program latihan. “Syarat pelaksanaan latihan harus mengacu dan dan berpedoman pada prinsip-prinsip latihan, proses latihan yang menyimpang dari prinsip latihan, seringkali akan mengakibatkan kerugian bagi olehragawanmaupun pelatih” (Sukadiyanto & Muluk, 2011:13). Beberapa prinsip latihan yang paling penting untuk dijadikan pedoman oleh siapapun yang ingin meningkatkan performa fisik serta prestasinya dalam olahraga adalah sebagai berikut. 1) Prinsip Perkembangan Multilateral (Multilateral Development) “Perkembangan multilateral berbagai unsur lambat laun saling berkaitan antara seluruh organ dan sistem manusia serta antara proses fisiologi dan psikologi” (Bompa, 1999:29). Menurut Harsono (1988:108) “dasar perkembangan multilateral, terutama perkembangan fisik merupakan salah satu syarat untuk memungkinkan terciptanya perkembangan fisik khusus dan penguasaan keterampilan yang sempurna dari cabang olahraganya”. Dalam olahraga tidak jarang terlihat olahragawan-olahragawan muda yang begitu cepat perkembangan prestasinya, terkecuali karena bakat hal ini disebabkan karena para olahragawan juga ikut melibatkan diri dalam berbagai aktivitas sehingga dapat mempengaruhi perkembangan yang menyeluruh, terutama dalam kondisi fisiknya seperti kekuatan, daya tahan, kecepatan, kelincahan, koordinasi gerak, fleksibilitas, dan sebagainya. Olahragawan harus diberikan keleluasaan dalam mengikuti berbagai cabang olahraga, pelatih tidak boleh mengekang pemain seperti melarang olahragawan untuk mengikuti kegiatan yang tidak sesuai dengan spesialisasi cabang olahraganya. 2) Prinsip Beban Berlebih (Overload) “Untuk menigkatkan tingkat kebugaran, atlit harus melakukan lebih dari apa yang digunakan tubuh mereka pada saat melakukan sesuatu” (Martens, 2012:240). “Beban latihan pada suatu waktu harus merupakan beban lebih dari sebelumnya. Beban latihan cukup berat yang diberikan akan menimbulkan kelelahan fisiologis dan anatomis, akibat pemberian beban fisik tersebut organisme akan mengalami perubahan dan beradaptasi selanjutnya atlet akan mengalami kenaikan kemampuan” (Budiwanto, 2012:17). Selain itu Harsono (1988:103-104) berpendapat bahwa “prinsip overload adalah prinsip latihan yang paling medasar akan tetapi paling penting, tanpa penerapan prinsip ini dalam 52 latihan, tidak mungkin prestasi akan meningkat. Prinsip ini bisa berlaku baik dalam melatih aspek-aspek fisik, teknik, taktik mau pun mental”. Beban latihan harun mencapai atau melampaui sedikit diatas batas ambang rangsang. Pemberian beban latihan yang terlalu berat akan mengakibatkan tubuh tidak akan mampu mengadaptasikannya, sedangkan bila pemberian beban yang terlalu ringan tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas fisik. Dalam meningkatkan kualitas fisik cara yang dapat dilakukan adalah berlatih dengan melawan atau mengatasi beban latihan, apabila tubuh sudah mampu menghadapi beban latihan yang diberikan maka beban berikutnya harus ditambah atau ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan kemampuan dan adaptasi dari olahragawan. “Peningkatan beban yang terus menerus diistilahkan dengan orogressive overloading. Progressive overloading dengan beban yang progressive ini merupakan titik sentral dalam setiap program latihan”. (Harsono, 1988:104). “Adapun cara meningkatkan beban latihan dapat dengan cara diperbanyak, diperberap, dipercepat dan diperlama” (Sukadiyanto & Muluk, 2011:19). Selain itu Martens (2012:240) berpendapat bahwa “peningkatan beban latihan berkaitan dengan tiga faktor yakni, frekuensi, durasi dan intensitas”. Penambahan frekuensi latihan dapat dilakukan dengan cara menambah sesi latihan. Untuk penambahan durasi dapat dilakukan dengan cara menambah lamanya waktu latihan, atau dapat juga dilakukan dengan memperpendek waktu recovery dan interval sehingga kualitas latihanmenjadi naik. Sedangakan untuk intensitas latihan dapat dapat dilakukan denga cara meningkatkan kualitas pembebanan dari latihan. 3) Prinsip Spesialisasi “Penerapan prinsip spesialisasi kepada anak-anak dan atlet-atlet muda harus dilakukan dengan hati-hati dan dengan pertimbangan yang cerdik dengan selalu berpedoman bahwa latihan multilateral harus merupakan basis bagi perkembangan multilateral” (Harsono, 1988:109). “Latihan harus bersifat khusus sesuai dengan kebutuhan olahraga dan pertandingan yang akan dilakukan, perubahan anatomis dan fisiologis dikaitkan dengan kebutuhan olahraga dan pertandingan tersebut” (Bompa, 1994:33). Menurut Budiwanto (2012:18) “prinsip spesialisasi atau kekhususan latihan adalah bahwa latihan harus dikhususkan sesuai dengan kebutuhan pada setiap cabang olahraga dan tujuan latihan”. Setiap 53 bentuk latihan yang dilakukan oleh olahragawan memiliki tujuan yang khusus, oleh karena itu setiap bentuk latihan akan direspon secara khusus oleh olahragawan sehingga materi latihan harus dipilih sesuai dengan kebutuhan cabang olahraganya. Sebagai pertimbangan dalam menerapkan prinsip latihan spesifikasi menurut Sukadiyanto & Muluk (2011:19) antara lain “spesifikasi kebutuhan energi, spesifikasi bentuk dan model latihan, spesifikasi ciri gerak dan kelompok otot yang digunakan, dan waktu periodisasi latihannya”. Spesialisasi menunjukkan unsur penting yang diperlukan untuk mencapai suatu prestasi olahraga. Menyangkut maslah spesialisasi dalam latihan Ozolin dalam Bompa (1994:34) menyarankan bahwa “tujuan latihan atau lebih khusus aktivitas gerak digunakan untuk meperoleh hasil latihan yang dibagi menjadi dua yakni, 1) latihan sesuai dengan olahraga spesialisasinya, 2) latihan untuk mengembangkan kemampuan biomotor”. 4) Prinsip Individual “Individualisasi dalam latihan adalah satu kebutuhan yang penting dalam masa latihan dan itu bermanfaat pada kebutuhan bagi setiap atlet, dengan mengabaikan tingkat prestasi dilakukan secara individual sesuai kemampuan dan potensinya, karakteristik belajar, dan kekhususan cabang olahraga” (Budiwanto, 2012:19). Setiap atlet memberikan reaksi atau respon yang berbeda-beda terhadap beban yang diberikan oleh pelatih. Sehingga beban latihan bagi setiap olahragawan tidak dapat disamakan antara olahragawan yang satu dengan yang lainnnya. Latihan akan selalu menjati suatu persoalan pribadi bagi setiap olahragawan, sehingga tidak dapat disamaratakan bagi semua olahragawa. Bompa (1994:36-37) berpendapat bahwa “latihan harus memperhatikan dan memperlakukan atlet sesuai dengan tingkat kemampuan, potensi, karakteristik belajar, dan kekhususan olahraga, terlepas dari tingkat kinerja atlet. Seluruh konsep latihan harus direncanakan sesuai dengan karakteristik fisiologis dan psikologis atlet sehingga tujuan latihan dapat ditingkatkan secara wajar”. Analisis lengkap tentang kapasitas kerja atlet dan perkembangan kepribadian diperlukan untuk menentukan batas tertinggi dari kemampuan yang dilakukan. Setiap 54 kapasitas kemampuan individu disebabkan oleh pengaruh beberapa faktor menurut Sukadiyanto & Muluk (2011:15) yakni, faktor keturunan, faktor kematangan, faktor gizi, faktor waktu istirahat dan tidur, faktor tingkat kebugaran, faktor pengaruh lingkungan, faktor rasa sakit dan cidera, faktor motivasi”. Faktorfaktor diatas tentunya juga harus diperhatikan dalam penerapan prinsip latihan individu, mulai dari materi latihan hingga penekanan dalam latihan. Selain itu perbedaaan pada jenis kelamin juga berperan penting dalam memperhatikan kemampuan dan kapasitas olahragawan dalam latihan, terutama selama masa pubertas, menstruasi, hamil dan menyusui. 5) Prinsip Variasi “Pogram latihan yang baik harus disusun secara variatif untuk menghindari kejenuhan, keengganan dan keresahan yang merupakan kelelahan secara psikologis” Sukadiyanto & Muluk (2011:20). Sedangkan Mylsidayu & Kurniawan (2015:62) berpendapat bahwa “variasi latihan adalah satu dari komponen kunci yang diperlukan untuk merangsang penyesuaian pada respon latihan, prinsip variasi bertujuan untuk menghindari kejenuhan, keengganan, dan keresahan yang merupakan kelelahan secara psikologis”. Dalam upaya mengatasi kebosanan dari olahragawan pada saat melakukan latihan, seorang pelatih dituntut untuk kreatif dengan memiliki banyak pengetahuan dan berbagai jenis latihan sehingga latihan dapat diberikan secara bervariasi dan berganti-ganti tetapi tanpa menghilangkan kaidah yang ada di dalam latihan itu sendiri. Keterampilan dan latihan dapat diperkaya dengan mengadopsi pola gerak teknik yang sama, atau dapat mengembangkan kemampuan gerak yang diperlukan dengan olahraga. Menurut Bompa (1994:40) bependapat bahwa “variasi latihan dapat menggunakan half squat, leg press, jumping squats, step ups, jumpung atau latihan lompat kursi, latihan dengan bangku, dan dept jump. Pelatih memugkinkan mengubah periodik suatu latihan ke latihan lain, jadi kebosanan dikurangi tetepi tetap memperhatikan pengaruh latihan”. Sukadiyanto & Muluk (2011:20) berpendapat bahwa “cara untuk memveriasi latihan dapat dengan mengubah bentuk, tempat, sarana dan prasarana latihan, atau teman berlatih. Meskipun unsur-unsur tersebut dapat diubah tatapi tujuan utama latihan tentu tidak boleh berubah”. Variasi latihan yang dikreasi dan diterapkan secara berfariatif tanpa 55 menghilangkan tujuan utama dari latihan dapat menjaga dan bahkan meningkatkan fisik maupun mental olahragawan. 6) Prinsip Partisipasi Aktif Prinsip ini mengandung makna bahwa untuk menghasilkan prestasi yang maksimal atlet harus terlibat secara aktif dalam proses latihan yang telah dipilihnya. “Partisipasi aktif tidak terbatas hanya pada waktu latihan, seorang atlet akan melakukan kegiatannya meskipun tidak dibawah pengawasan dan perhatian pelatih” (Budiwanto, 2012:24). Prinsip ini sering luput dari perhatian atlet dan juga pelatih. Atlet berpartisipasi secara pasif, hanya mengikuti saja apa yang diperintahkan atau menunggu pemberian motivasi dari pelatih tanpa didasari atas kesungguhan untuk melakukan latihan bahwa latihan adalah suatu kebutuhan. Bompa (1994:28) mengemukakan “pemahaman yang jelas dan teliti tentang tiga faktor prinsip ini yakni, lingkup dan tujuan latihan, kebebasan dan peran kreativitas atlet, dan tugas-tugas selama tahap persiapan”. Atlet harus merasakan bahwa pelatihnya membawa perubahan dan perbaikan pada keterampilan, kemampuan gerak, kualitas fifik dalam upaya mengatasi kesulitan yang dialami dalam latihan. Latihan adalah suatu bentuk kerja sama antara atlet dan pelatih yang memiliki resiko. Atlet harus memahami tujuan latihan dan rencana yang telah disusun oleh pelatih. Tidak ada pelatih yang selalu mengetahui bagaimana reaksi tubuh dan pikiran atlet terhadap rangsangan latihan yang diterimanya. Atlet harus memberikan umpan balik dan bekerja sama dengan pelatih untuk mencapai efek latihan yang optimal. Ritter dalam Bompa (1994:29) menyarankan bahwa ketentuan-ketentuan yang diperlukan prinsip ini adalah, “1) pelatih harus bekerja sama mencapai tujuan latihan bersama atletnya, 2) atlet harus aktif berpartisipasi dalam perencanaan program latihan jangka panjang dan pendek, 3) atlet secara periodik harus melakukan tes dan standar pencapaian, 4) atlet harus melakukan latihan secara mandiri atau tanpa pengawasan pelatihnya”. 7) Prinsip Pulih Asal (Recovery) “Pada waktu menyusun program latihan yang menyeluruh harus mencantumkan waktu pemulihan yang cukup, apabila tidak memperhatikan waktu pemulihan ini maka atlet akan mengalami kelelahan yang luar biasadan berakibat 56 pada menurunnya penampilan” (Budiwanto, 2012:19). Menurut Rushall & Pyke (1992:60) “faktor paling penting yang mempengaruhi status kesehatan atlet adalah pemilihan rangsangan beban bertambah dengan waktu pulih asal yang cukup diantara setiap melakukan latihan”. Program latihan sebaiknya disusun berselangseling antara latihan berat dan latihan ringan, tujuannya adalah untuk menghindari terjadinya kelelahan saat latihan (overtraining) atau bahkan dapat menyebabkan terjadinya cidera. 8) Prinsip Berkebalikan (Reversibility) “Prinsip berkebalikan (reversibility) artinya bila olahragawan berhenti dari latihan dalam waktu tertentu bahkan dalam waktu lama, maka kualitas organ tubuhnya akan mengalami penurunan fungsi secara otomatis” (Sukadiyanto & Muluk, 2011:22). Rushall & Pyke (1992:71) menjelaskan bahawa “juka waktu pulih asal diperpanjang yaitu hasil yang telah diperoleh selama latihan akan kembali ke asal seperti sebelum latihan jika tidak dipelihara”. Oleh sebab itu latihan harus dilakkukan secara berkesinambungan dengan tujuan untuk memelihara kondisi fisik dari olahragawan. “Seseorang yang menyelesaikan istirahat total diperkirakan kehilangan kebugaran kardiovaskular sebesar 10% dalam seminggu” (Martees, 2012:241). Dengan demikian wajar jika terdapat olahragawan yang mengalami cidera dan harus menjalani istirahat total sehingga tidak dapat menjalani latihan secara kontinyu akan menurunkan prestasi dan kemampuannya baik dari segi kemampuan fisik maupun keterampilan. 9) Prinsip Peningkatan (Progresif) “Prinsip latihan secara progresif menekankan bahwa atlet harus menambah waktu latihan secara progresif dalam keseluruhan program latihan. Prinsip latihan ini dilaksanakan setelah proses latihan berjalan menjelang pertandingan” (Budiwanto, 2012:22-23). Sedangkan Mylsidayu & Kurniawan (2015:61) “latihan progresif artinya dalam pelaksanaan latihan dilakukan dari yang mudah ke yang sukar, sederhana ke kompleks, umum ke khusus, bagian ke keseluruhan, ringan ke berat, dan dari kuantitas ke kualitas, serta dilaksanakan secara ajeg, maju dan berkelanjutan”. Peningkatan beban latihan yang dilakukan secara bertahap akan memberikan dampak pada otrag-organ tubuh untuk lebih berkembang dalam mengatasi beban latihan yang diterima. 57 Pada prinsip latihan progresif ini harus memperhatikan komponen dari latihan seperti frekuensi, voliume, intensitas dan durasi pada setiap program latihan harian, mingguan, bulanan maupun tahunan. “Prinsip pogresif tidak berarti dalam meningkatkan beban latihan secara terus-menerus tanpa waktu recovery dan interval, pemberian waktu recovery dan interval yang benar merupakan salah satu faktor penentu ketepatan penampilan puncak yang diinginkan” (Sukadiyanto & Muluk, 2011:19). 10) Prinsip Model dalam Proses Latihan “Model Pelatihan adalah suatu pelatihan simulasi, suatu bentuk pelatihanyang mirip atau hampir menyerupai permainan atau pertandingan yang sesungguhnya. Pelatihan simulasi ini disusun berdasarkan atas unsur spesifik dari fenomena yang dicari” (Nala, 1998:31). Bompa (1994:40) juga menjelaskan bahwa “model merupakan sebuah tiruan, simulasi suatu kenyataan, disusun dari elemen yang khusus dari sejumlah fenomena yang dapat diawasi dan diselidiki. Ini juga merupakan sebuah isomorphus (sama dengan pertandingan) dari suatu gambaran, yang diperoleh secara abstrak”. Ketika menciptakan sebuah model latihan seseorang pelatih harus mampu membangun suatu imajinasi atau hipotesis pelatih dimana kemajuan maupun hasilnya dapat dianalisis. Tujuan, metode dan isi dari model latihan hendaknya sejalan dengan apa yang akan dihadapkan pada saat pertandingan. Dalam menyusun model latihan ada dua unsur yang peru mendapatkan perhatian yaitu, “1) unsur kualitatif (unsur yang terdiri atas intensitas pelatihan, teknik, strategi, dan aspek psikologis dari atlet), 2) unsur kuantitatif (menyangkut volume pelatihan yakni jumlah repetisi (ulangan), set, serta lama latihan dan frekuensi yang dibutuhkan untuk menunjang unsur kualitatif)” (Nala, 1998:32). Pembuatan model latihan dimulai dengan fase pemikiran, selama ini pelatih mengawasi dan menganalisis keadaan yang sebenarnya dari latihan. Sebuah model harus sesuai dengan kekhususan individu atau tim, pelatih tidak boleh terpaku atau mencontoh model latihan dari seorang atlet yang juara karena kebutuha setiap atlet berbeda antara yang satu dengan yang lain sehingga model latihan yang harus diterapkan juga bersifat individu. Bompa (1994:42) 58 menjelaskan urutan pengembangan sebuah model latihan melalui gambar berikut ini. Aplikasi Model Akhir Uji Coba Model dalam Pertandingan Eksebisi Hasil Validasi Model Penyempurnaan Model Secara Kuantitatif Penyempurnaan Model Secara Kualitatif Pengenalan Elemen Kuantitatif Baru Pengenalan Elemen Kualutatif Baru Kesimpulan Kontemplasi Gambar 2.23 Urutan pengembangan sebuah model latihan 4. Media Flip Book Maker a. Pengertian Media Flip Book Maker Pada zaman era digital yang serba modern seperti saat ini setiap orang selalu berkaitan dan berhubungan dengan data, baik itu data kuliah maupun data yang berkaitan dengan pekerjaan. Berkaitan dengan data tersebut seperti halnya mahasiswa, karyawan, dosen, guru, maupun kalangan pemerintahan harus bisa memanfaatkan apa yang dinamakan kemajuan teknologi. Salah satu kemudahan yang diberikan teknologi adalah membuat buku dalam bentuk digital. Buku digital saat ini telah dapat menggantikan buku konvensional. Dalam satu folder bisa digunakan untuk menyimpan puluhan hingga ribuan file buku tanpa harus menyiapkan lemari yang besar untuk menyimpan berbagai 59 macam tumpukan buku konvensional. Buku digital tentu akan sangat mengamankan aset atau data yang dimiliki dan apabila membutuhkan data tersebut akan sangat mudah dalam mencarinya kembali. Buku digital ini bisa diakses tidak hanya menggunakan komputer atau laptop tapi juga bisa disimpan dengan menggunakan gadget atau smartphone. Salah satu cara membuat buku digital ini adaalah dapat dengan menggunakan media flip book maker. Media flip book maker merupakan salah satu media yang diharapkan dapat mempermudahkan seseorang dalam menyimpan buku dalam bentuk digital dan mengakses berbagai macam hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, tentunya dengan menyajikan tampilan yang menarik. “Flip book maker merupakan salah satu software yang dapat digunakan untuk menyajikan modul dapat tampilan elektronik” (Wijayanto & Zuhri, 2014:626). Menurut Sugiyanto dkk dalam Rasiman (2014:37) “flipbook maker merupakan software yang digunakan untuk membuat tampilan buku atau bahan ajar lainnya menjadi sebuah buku elektronik digital berbentuk flipbook”. Selain itu Wijayanto dalam Rasiman (2014:37) menyatakan “Flip book maker adalah sebuah software yang mempunyai fungsi untuk membuka setiap halaman menjadi layaknya sebuah buku. Hasil akhir dapat disimpan dalam format .swf, .exe, .html”. Media flip book maker adalah perangkat lunak yang dirancang untuk mengkonversi file PDF atau image ke digital. “Software ini dapat mengubah tampilan file PDF menjadi lebih menarik seperti layaknya sebuah buku dalam bentuk digital. Dengan menggunakan perangkat lunak tersebut, tampilan media akan lebih variatif karena tidak hanya dalam bentuk teks” (Sugiyanto, dkk dalam Rasiman & Rahmawati, 2014:645). Selain membuat file PDF menjadi seperti buku, flip book maker juga dapat memberi efek suara dan fasilitas lain ketika software ini dibuka sehingga e-book yang disajikan menjadi lebih menarik. Selain itu software ini juga dapat digunakan untuk membuka foto slide. “Pada media flip book maker ini dapat menambahkan file-file gambar, file pdf, file swf dan file video berformat FLV dan MP4” (Istiyanto, 2013). Dengan menggunakan flip book maker, diharapkan hasil penelitian pengembangan ini lebih mudah diakses oleh semua kalangan. Selain itu 60 membuat semua kalangan lebih tertarik untuk mempelajari tentang teknik dasar bermain futsal dan model latihan fisik futasl karena di dalamnya memuat tampilan-tampilan yang lebih menarik. b. Cara Membuat Media Flip Book Maker Media flip book maker merupakan salah satu media yang menyajikan suatu tampilan yang menarik, mudah diakses dalam keadaan dan situasi apapun. Untuk memperoleh hasil yang menarik dari media flip book maker ini dapat dilakukan dengan beberapa langkah pembuatan media flip book maker, yaitu sebagai berikut. 1) Terlebih dahulu pastikan aplilkasi atau program media flip book maker sudah terinstall. 2) Setelah terinstall, buka aplikasi atau program flip book maker, pada tampilan program terdapat tiga macam menu yaitu add file, style, dan publish. Berikut ini contoh tampilan utama pada aplikasi atau program flip book maker. Gambar 2.24 Tampilan utama pada flip book maker 3) Langkah 1 klik menu add file hal utama yang dilakukan adalah dengan cara mengimport file yang akan dijadikan flip book dengan menekan tombol yang ada di tengah (pada gambar dalam kotak tengah). File dapat di import dengan berbagai macam jenis file yaitu, PDF, file gambar, file video ataupun file SWF. 61 Gambar 2.25 Langkah mengimport file 4) Setelah mengimport file yang ingin dijadikan flip book akan muncul tampilan seperti pada gambar 2.26. Dimana pada tampilan tersebut terdapat penentuan ukuran tampilan media flip book yang akan digunakan. Gambar 2.26 Tampilan pengaturan ukuran media flip book 5) Langkah ke 2 setelah semua file yang ingin dijakikan flip book terimport kemudian pilih menu style, pada menu style ini tersedia berbagai macam animasi flip book dari template yang disediakan. Gambar 2.27 Tampilan menu style 62 Pada gambar 2.27 tampilan flip book sebelum diberi efek style dan animasi, untuk memberi efek style dan animasi dapat memilih pada pilihan disebelah kirinya (pada gambar). 6) Langkah ke 3 langkah ini merupakan langkah terakhir. Pilih menu publish, untuk mempublis flip book yang telah dibuat. Untuk mempublis flip book yang telah dibuat dapat menggunakan beberapa format file yaitu, HTML, EXE, ZIP, EMAIL, SWF atau flash, APP screen server. Gambar 2.28 Tampilan menu publish 7) Pilih file yang dibuat akan disimpan dalam format apa. Setelah dipilih akan muncul seperti pada gambar 2.29. Gambar 2.29 Tampilan penyimpanan flip book a. Pilih file folder untuk menentukan tempat hasil publish flip book. 63 b. Beri nama untuk menyimpan flip book pada kolom file name. c. Pilih tombol start untuk menyimpan media flip book maker. 5. Penuangan Model Latihan Teknik Dasar dan Model Latihan Fisik Futsal pada Media Flip Book Maker Media flip book maker merupakan salah satu media yang diharapkan dapat mempermudahkan seseorang dalam menyimpan buku dalam bentuk digital dan mengakses berbagai macam hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, tentunya dengan menyajikan tampilan yang menarik. Dalam rancangan pembuatan media flip book maker ini terdiri dari beberapa aspek yaitu, pengkajian teori dari model latihan teknik dasar dan latihan fisik futsal, pembuatan model latihan teknik dasar, pembuatan model latihan fisik futsal, pembuatan gambar dan video dari model latihan yang telah dibuat. Setelah semua tahapan pembutan model latihan terselesaikan, hasil dari pembuatan tersebut dituangkan kedalam bentuk media flip book maker. Untuk pembuatan media flip book maker dirancang terlebih dahulu objek-objek yang akan digunakan dalam media flip book maker seperti teks atau teori tentang model latihan teknik dasar dan latihan fisik futsal, animasi yang akan digunakan, suara, gambar, video dan narasi. Tahapan penyusunan media flip book maker yang telah dibuat dengan melakukan penggabungan antara teori, animasi, gambar, video dan suara menjadi satu kesatuan dalam tampilan akhir dari media flip book maker ini. Pada hasil akhir dari pengembangan media flip book maker ini, terdapat tentang teori model latihan teknik dasar dan latihan fisik futsal, video, gambar, dan beberapa keterangan yang berkaitan dengan model latihan teknik dasar dan latihan fisik futsal. B. Penelitian yang Relevan Secara umum pengembangan model latihan teknik dasar bermain futsal dan model latiihan fisik futsal berbasis media flip book maker belum banyak dilakukan sehingga peneliti belum menemukan penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan sekarang. 64 C. Kerangka Berfikir Kerangka berpikir merupakan argumentasi teoritik terhadap hipotesis yang diajukan. Dalam penelitian pengembangan kerangka berpikir memberikan arahan tentang langkah-langkah metodologis yang akan diambil, penelitian ini menggunakan metode pengembangan research and development Borg dan Gall (1983). Penelitian ini dapat dibagi ke dalam beberapa bagian yaitu, penelitian dasar, terapan, evaluasi, pengembangan dan mendesak. Penelitian pengembangan bukan hanya sekedar penelitian yang digunakan untuk menguji teori, tetapi apa yang sudah dihasilkan dari pengembangan ini dilakukan pengujian model produk yang dihasilkan dilapangan, kemudian melakukan tahap dimensi dan direvisi hingga hasilnya dapat diimplementasikan dan diterima sehingga hasil produk pengembangan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Penelitian pengembangan merupakan suatu tahapan proses atau langkah untuk mengembangkan sejumlah model produk baru atau memodifikasi kembali produk yang ada sehingga menjadi lebih sempurna. Penelitian pengembangan ini sudah dipastikan akan menghasilkan produk-produk hasil dari pengembangan sebuah model. Untuk memperoleh hasil produk yang baik, peneliti harus melalui beberapa proses seperti melakukan uji coba produk, melakukan uji ahli dan eveluasi model oleh para ahli, sehingga produk yang dihasilkan berkualitas dan tentunya dapat dipertanggung jawabkan. Pada penelitian pengembangan ini produk yang dihasilkan dapat dituangkan dengan berbagai macam bentuk, dapat dituangkan dalam bentuk alat, multimedia, buku, dan aplikasi. Pemilihan metode pengembangan ini karena dianggap sesuai dengan permasalahan yang akan diangkat pada topik penelitian. Secara garis besar metode pengembangan ada tiga tahap, yang pertama pendahuluan, kedua tahap uji produk, dan tahap uji efektivitas produk. Pada penelitian pengembangan ini peneliti bermaksud untuk mengembangkan dua aspek penting yang ada pada permainan futsal yaitu teknik dasar dan latihan fisik. Hasil pengembangan ini peneliti berencana untuk menuangkan hasil pengembangan model latihan teknik dasar futsal dan model latihan fisik futsal ke dalam bentuk media berupa flip book maker. Penentuan model latihan yang akan dikembangkan pada teknik dasar dan 65 latihan fisik adalah mengacu pada penjabaran kajian teori yng telah dijelaskan diatas. Tahap pendahuluan terdiri analisis kebutuhan, kajian teoritik dan pengembangan produk awal. Analisis kebutuhan dilakukan untuk mengetahui proses latihan teknik dasar dan latihan fisik hingga menemukan masalah yang akan diangkat menjadi maslah penelitian. Kemudian dilanjutkan kajian teoritik yang relevan dengan topik masalah penelitian yang diangkat. Langkah selanjutnya pengembangan produk awal yaitu mengembangkan model latihan teknik dasar bermain futsal dan model latihan fisik futsal. Tahap uji coba produk ada dua yaitu uji coba ahli dan uji coba lapangan, pada tahap ini bertujuan untuk mendapatkan penilaian dari ahli futsal, ahli latihan fisik, ahli media dan pemain futsal di Kota Malang. Hasil evaluasi dari para ahli dan pemain futsal dijadikan sebagai acuan dan masukan untuk perbaikan model latihan yang dikembangkan oleh peneliti. Tahap uji efektivitas produk dengan menggunakan rancangan eksperimen. Rancangan eksperimen yang digunakan adlah eksperimen semu, penggunaan rancangan ini dimaksudakn untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melihat kelompok kontrol dan kelompok eksperimental. Uji efektivitas terdiri dari tiga tahapan yaitu, tes awal, perlakuan dan tes akhir. Tes awal menggunakan instrumen tes teknik dasar futsal dan latihan fisik, skala penilaian teknik dasar futsal bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal keterampilan teknik dasar futsal antara kelompok coba dan kelompok kontrol. Sedangkan untuk aspek latihan fisik, skala penilaiannya bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal aspek latihan fisik antara kelompok coba dan kelompok kontrol. Setelah melakukan tes awal kelompok coba dan kelompok kontrol diberikan perlakuan berupa model latihan teknik dasar dan model latihan fisik futsal yang sebelumnya telah dibuat oleh peneliti. Tes akhir menggunakan instrumen tes teknik dasar futsal dan latihan fisik, skala penilaian penilaian yang digunakan bertujuan untuk mengetahui apakah ada peningkatan atau perubahan dari kelompok coba dan kelompok kontrol seteleh diberikannya perlakukan. 66 D. Spesifikasi Produk Pada penelitian ini peneliti akan mengembangkan model latihan teknik dasar bermain futsal dan model latihan fisik futsal, memperhatikan tahapan pelaksanaan latihan, yang dilakukan dari yang mudah ke yang sukar, dari yang sederhana ke yang kompleks, dari jarak dekat ke yang jauh, dan dari tingkat kesulitan yang rendah ke yang tinggi. Kemudian akan menjelaskan tentang apa saja teknik dasar bermain futsal dan latihan fisik futsal yang dibutuhkan oleh pemain futsal. Penyusunan draft produk hasil pengembangan model latihan teknik dasar dan model latihan fisik pada futsal ini, diutamakan pada teknik dasar futsal dan latihan fisik futsal. Model-model kegiatan latihannya mengarah pada pengkondisian terhadap penguasaan keterampilan teknik dasar dan kemampuan latihan fisik.