Mahasiswa Farmasi Temukan Metode Deteksi Psikotropika Jenis Baru UNAIR NEWS – Di daerah Kalimantan hingga perbatasan Malaysia, tanaman kratom (Mytragina speciosa) tumbuh subur. Kratom biasa digunakan oleh warga setempat untuk sekadar menjadi teman minum teh, dan obat-obatan tradisional. Namun, siapa sangka, tanaman itu justru berpotensi untuk disalahgunakan. Livia Elsa mahasiswa program studi S-2 Ilmu Forensik, Sekolah Pascasarjana, Universitas Airlangga (Foto: Istimewa) Adalah Livia Elsa, mahasiswa program studi S-2 Ilmu Forensik, Sekolah Pascasarjana, Universitas Airlangga yang melakukan uji terhadap bahan yang dimiliki tanaman khas Borneo itu. Hasil uji bahan itu ia tuangkan dalam karya tesisnya yang berjudul “Pengembangan Metode Isolasi dan Identifikasi Mitragynine dari Daun Kratom”. Salah satu yang melatarbelakangi penelitiannya adalah masih jarangnya peneliti di Indonesia yang tertarik untuk meneliti kandungan senyawa dari daun ini, karena daun kratom masih dianggap sebagai tanaman yang tumbuh liar. “Sudah banyak penelitian sebelumnya di Malaysia dan Thailand. Dalam penelitian itu sudah banyak disebutkan bahwa itu adalah salah satu jenis psikotropika. Saya merasa tertarik karena di Indonesia masih belum banyak meneliti soal itu,” tutur Livia. “Orang-orang sudah banyak menggunakan namun tidak ada semacam perhatian khusus karena dianggap belum ada undang-undang yang melarang. Orang-orang dengan mudah saja menggunakan tanaman itu, yang ternyata efeknya bisa lebih besar daripada narkotika yang sudah dilarang,” imbuhnya. Untuk mendapatkan bahan berupa daun kratom, ia mendapatkan daun dari salah satu penjual di media sosial. Setelah ada wacana peringatan dari pihak yang berwenang, ia mengaku harus membeli dengan harga yang relatif mahal. Daun tersebut diperoleh dari wilayah Kalimantan Barat. Dari daun dan serbuk yang ia peroleh, ia membandingkan kandungan antara bubuk dan daun kratom. Kandungan kratom sudah berbentuk serbuk atau bubuk akan susah dikenali. Ia akhirnya mencari suatu metode untuk menguji kandungan kratom itu. “BNN pun memerlukan metode untuk bisa mendeteksi barang yang ditemukan atau barang bukti. Dapat dipastikan dengan metode yang saya dapatkan ini ada dari daun kratom bukan daun lainnya misalnya daun ganja,” ungkap Livia. Dalam melakukan pengujian, gadis kelahiran Bandung itu menggunakan alat bernama GCMS (Gaschromatography Mass Spectrometry) yang terdapat di Unit Layanan Pengujian, Fakultas Farmasi, UNAIR. Hal itu ia lakukan untuk mengidentifikasi senyawa mitragynine dalam kratom. “Secara singkatnya, saya mencari suatu metode yang bisa menentukan senyawa mitragynine dalam kratom dengan menggunakan GCMS dengan alat yang paling canggih,” tutur Livia. Guru Besar FF UNAIR sekaligus Direktur ULP Prof. Dr.rer.nat. Mochammad Yuwono, MS., Apt, mengatakan penelitian yang dilakukan oleh Livia tergolong menarik. Sebab, ia telah membuktikan bahwa tanaman kratom itu memang mengandung senyawa mitragynine itu. Prof. Yuwono menambahkan, kandungan senyawa itu memang perlu dibuktikan melalui uji lab. “(Identifikasi) tidak bisa dilakukan oleh orang awam. Secara mikroskopik juga nggak mampu. Nah kelihatannya hasil penelitian itu, menerapkan metode atau caranya untuk mengetahui itu,” terang Prof. Yuwono yang juga menjadi pembimbing tesis Livia. Penulis : Defrina Sukma S. Editor : Nuri Hermawan