BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosialemosional (Santrock, 2007). Wong (2009) menyatakan usia remaja sekitar 11 sampai 12 tahun dan berakhir pada usia 18 sampai 20 tahun. Hurlock (2008) membagi masa remaja menjadi dua yaitu masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Towsend (2009) mengatakan usia remaja adalah 12 sampai 20 tahun. Para ahli perkembangan membedakan masa remaja menjadi periode awal dan periode akhir. Masa remaja awal terjadi perubahan di otak yang memungkinkan kemajuan dalam berfikir, perubahan fisik yang signifikan, mulai ada ketertarikan pada lawan jenis. Sedangkan masa remaja akhir kurang lebih terjadi pada pertengahan dasawarsa yang ke dua dari kehidupan. Minat karir, pacaran, dan eksplorasi identitas sering kali lebih menonjol pada masa remaja akhir dibandingkan dengan masa remaja awal. Tercapainya tumbuh kembang yang optimal tergantung pada potensi biologik. Tingkat tercapainya potensi biologik seorang remaja merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan biofisikopsikososial. Jika dipandang dari aspek psikologis dan sosialnya, masa remaja adalah suatu fenomena fisik yang berhubungan dengan pubertas. Perubahan 1 Pengaruh Pelatiha Keterampilan..., Wahyu Azizah , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017 2 pubertas ini lebih mengarah pada perubahan fisik. Perubahan ini yang sering menimbulkan masalah pada remaja, perubahan fisik yang dialami remaja mempengaruhi keadaan psikologis seperti perubahan fisik yang terjadi berkaitan dengan masalah penampilan. Permasalahan yang muncul pada diri remaja dapat juga dipengaruhi oleh kurangnya komunikasi dengan orang tua. Hal ini dikarenakan kurang adanya keterbukaan antara orang tua dengan remaja dan kurangnya pengetahuan yang dimiliki orang tua atau terhambat oleh sopan santun atau rasa malu. Kesenjangan yang sering berkembang antara remaja awal dan orang tua menghalangi remaja awal bertanya mengenai perubahan yang terjadi pada tubuhnya. Perubahan yang terjadi dapat mempengaruhi kepercayaan diri remaja, karena kurangnya informasi yang diterima. Hal ini sebagai akibat dari ketidakmatangan sosial dan kognitif (daya pikir) mereka, dihubungkan dengan perkembangan fisik yang lebih awal. Masa remaja adalah usia dimana individu berinteraksi dengan masyarakat. Seorang remaja menurut (Sarwono, 2006) harus memiliki interaksi sosial yang baik dengan lingkungannya. Interaksi sosial di kalangan remaja yaitu interaksi yang terjadi antara remaja dengan teman sebaya, remaja dengan lingkungan keluarga dan remaja dengan orang tua. Lingkungan keluarga adalah faktor utama yang sangat dibutuhkan oleh anak dalam proses perkembangan sosialnya yaitu kebutuhan akan rasa aman, dihargai, disayangi, diterima dan kebebasan untuk menyatakan diri dalam Pengaruh Pelatiha Keterampilan..., Wahyu Azizah , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017 3 keluarga (Ali & Asrori, 2012). Selain keluarga remaja juga sangat perlu untuk berinteraksi dengan orang lain. Interaksi sosial adalah titik awal berlangsungnya suatu peristiwa sosial. Menurut (Kolopaking dkk, 2003), interaksi sosial merupakan hubungan antara orang peroangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang-perorangan dengan kelompok manusia. Kontak antara orang-perorang menurut Rakhmat (2004) dapat dikatakan sebagai kegiatan komunikasi interpersonal, hubungan beberapa orang yang terjadi diantara mereka dapat dikatakan sebagai komunikasi kelompok. kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu (a) antara orang perorangan, misalnya antara seorang santri dengan temannya, (b) antara orang perorangan dengan suatu kelompok, misalnya antara seorang santri dengan keluarganya, dan (c) antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya, misalnya antara kelompok santri asal dengan ustad/ustadzah. Dalam berkomunikasi tentunya seseorang harus memiliki kemampuan komunikasi. Hal ini merupakan hal penting bagi seseorang dan terutama untuk remaja. kemampuan komunikasi adalah kemampuan seseorang dalam penyampaian informasinya dengan menggunakan bahasa yang dapat diterima dan memadai secara umum (Kridalaksana, 2000). Remaja yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik mampu mengatasi dan mengarahkan dirinya, memperhatikan dunia luar. Kemampuan komunikasi yang dimiliki oleh remaja harus dikembangkan sehingga remaja memiliki kemampuan komunikasi yang baik (Rakhmat, 2007). Pengaruh Pelatiha Keterampilan..., Wahyu Azizah , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017 4 Aspek- aspek komunikasi menurut De Vito (2011) meliputi keterbukaan, empati, sikap suportif, perasaan positif dan kesetaraan. Keterbukaan menunjukkan keinginan untuk membuka diri atau berbagi infomasi yang biasanya ditutupi oleh seseorang, Empati dimaksudkan kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain atau mencoba merasakan apa yang sedang dialami oleh orang lain. Sikap suportif dapat menciptakan suasana sehingga individu menjadi bebas dan tidak malu dalam mengungkapkan perasaan. Perasaan positif dalam hal ini memberikan penghargaan yang positif untuk seseorang atau orang lain dengan memberikan respon yang positif. Komunikasi akan berlangsung efektif jika situasi yang diciptakan antara pembicara dan pendengar sejajar. Dalam proses pembentukan kemampuan komunikasi remaja dibutuhkan dukungan. Santrock (2006) mengemukakan bahwa dukungan sosial adalah sebuah informasi atau tanggapan dari pihak lain yang disayangi dan dicintai yang menghargai dan menghormati dan mencakup suatu hubungan komunikasi dan situasi yang saling bergantung. (Sarwono, 2006), seorang remaja harus memiliki interaksi sosial yang baik dengan lingkungannya. Interaksi sosial di kalangan remaja yaitu interaksi yang terjadi antara remaja dengan teman sebaya, remaja dengan lingkungan keluarga dan remaja dengan orang tua. Lingkungan keluarga adalah faktor utama yang sangat dibutuhkan oleh anak dalam proses perkembangan sosialnya yaitu kebutuhan akan rasa aman, dihargai, disayangi, diterima dan kebebasan untuk menyatakan diri dalam keluarga (Ali & Asrori, 2012). Pengaruh Pelatiha Keterampilan..., Wahyu Azizah , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017 5 Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Molaei Fini dan Shikhi (2015). Dengan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kemampuan komunikasi dan kesehatan mental dengan prestasi kerja staf Melli Bank of Bandar Abbas pada tahun 2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kemampuan komunikasi (p = 0,001) dimensi kesehatan mental (p = 0,001) prestasi kerja. Oleh karena itu, keterampilan komunikasi dan dimensi kesehatan mental merupakan indikator yang baik untuk menjelaskan prestasi kerja para staf . Seiring dengan masa perkembangannya, remaja memiliki tugas perkembangan yang mana dituntut untuk mempersiapkan diri dalam memasuki masa tersebut agar remaja dapat memiliki keutuhan pribadi dalam arti yang seluas-luasnya (Sarwono, 2011). adanya perubahan tugas yang dialami masa perkembangan ini menjadikan beban dalam kehidupannya. Sebagaimana dinyatakan oleh Sofia (2009) bahwa pertumbuhan fisik masa remaja akan diikuti oleh adanya gejolak dan permasalahan baik secara medis maupun psikososial. Gejolak dan permasalahan ini dapat disebabkan oleh kondisi remaja yang sedang mencari jati diri terhadap norma-norma baru yang berlaku di dalam lingkungannya. Mengembangkan jati diri remaja salah satunya dapat dikembangkan melalui proses pendidikan. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003 Pasal 13 ayat 1 dinyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal, non-formal dan informal. Pondok pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan non formal. Pengaruh Pelatiha Keterampilan..., Wahyu Azizah , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017 6 Secara umum pondok pesantren dibagi menjadi dua yaitu pondok pesantren tradisional (salafi) dan pondok pesantren modern (khalafi). Pondok Pesantren tradisional mengajarkan pengajaran kitab-kitab Islam klasik tanpa mengajarkan pengajaran pengetahuan umum, sedangkan pesantren modern telah memasukkan pengajaran pengetahuan umum dalam lingkungan pesantren dengan sistem pendidikan klasikal (Dhofier, 2011). Pondok Pesantren Darul Mujahadah merupakan pondok Pesantren modern. Sistem pendidikan yang diajarkan tentang kitab-kitab klasik dan juga mengajarkan pengajaran pengetahuan umum seperti mata pelajaran ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial. Selain sistem pengajaran, Pondok Darul Mujahadah mengajarkan penguasaan bahasa lisan yang dipraktekkan untuk kehidupan sehari-hari seperti diwajibkan untuk menggunakan bahasa Inggris dan Arab selama satu minggu secara bergantian. Remaja yang tinggal di Pondok Pesantren atau tidak tinggal di Pesantren keduanya sama-sama memiliki syarat mutlak untuk terjadinya interaksi sosial yaitu adanya interaksi sosial atau adanya komunikasi. Interaksi sosial tidak hanya dengan anggota keluarga, tetapi juga terjadi dengan orang lain di luar keluarga seperti teman atau masyarakat sekitar tempat tinggal. Di lingkungan Pondok Pesantren para santri dapat melakukan kontak sosial dan komunikasi dengan sesama santri, pengurus pesantren, dan ustad/ustadzah. Hal ini sama seperti remaja yang tinggal bersama keluarga. Menurut penlitian oleh Pratama (2013) tentang pola komunikasi bagi santri di lingkungan Pondok Pesantren An-Nawawi dengan hasil penelitian Pengaruh Pelatiha Keterampilan..., Wahyu Azizah , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017 7 menunjukan bahwa 1) pola komunikasi antar individu di dalam komunitas pondok pesantren An-Nawawi berpengaruh besar dengan dilatar belakangi oleh pendidikan kyai dan para pengasuhnya, 2) faktor pendukung a) adanya penerapan tauladan yang baik dari pendiri pondok , dukungan dari pengasuh, hubungan baik antar pengasuh dan orang tua wali, dan adanya kritikan yang bersifat membangun dan saran dari setiap kalangan b) sikap yang kurang dewasa, komunikasi yang terbatas, perbedaan budaya, santri yang terasa asing dengan tradisi dan peraturan-peraturan, dan salah dalam pergaulan. Menurut observasi pada remaja dipondok dan yang tinggal di luar pondok, remaja yang tinggal bersama keluarga sudah terbiasa beradaptasi dengan remaja tanpa ada batas dan peraturan, mereka lebih mempunyai banyak pengalaman dalam berinteraksi dengan orang lain. Berbeda dengan remaja yang tinggal di Pondok Pesantren, mereka cenderung jika keluar pondok merasa mempunyai keterbatasan komunikasi dengan remaja diluar Pondok Pesantren, mereka merasa malu dan menganggap kehidupan mereka berbeda dengan remaja yang tinggal dirumah. Remaja yang tinggal di pondok mereka hanya merasa nyaman jika berbicara dengan teman sebaya dipondoknya. Jadi santri memiliki kecenderungan memiliki rasa tidak percaya diri untuk berkomunikasi dengan orang lain. Di Pondok Pesantren Darul Mujahadah Margasari terdapat berbagai kegiatan yang mana melatih kemampuan komunikasi seperti muhadatsah (percakapan) setiap satu minggu dua kali, mukhadoroh (perkumpulan) dilaksanakan pada hari Kamis dan malam Jumat, serta berkomunikasi dengan Pengaruh Pelatiha Keterampilan..., Wahyu Azizah , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017 8 menggunakan bahasa Arab dan Inggris setiap harinya, begitu pun dengan perlombaan yang diadakan di Pondok. Namun tidak banyak santri yang merasa dirinya tidak percaya diri dan sangat membutuhkan dukungan orang yang disayanginya seperti keluarga dan teman dekatnya di Pondok akan tetapi dukungan keluarga tidak bisa mereka dapatkan setiap hari dikarenakan mereka tidak tinggal bersama keluarga. Remaja akan merasa minder, kurang percaya diri jika merasa ada kekurangan yang ada pada dirinya. Jika hal ini terjadi pada mereka bisa menimbulkan keinginan untuk menutup diri, selain karena konsep diri yang negatif timbul dari kurangnya kepercayaan kepada kemampuan mereka sendiri. Orang yang tidak menyenangi dirinya sendiri merasa bahwa dirinya tidak akan mampu mengatasi persoalan. Hal ini timbul karena kurangnya komunikasi dengan orang tua atau orang dewasa lain dalam memecahkan masalahnya. Walaupun remaja yang tinggal dipondok tidak tinggal dengan orang tuanya akan tetapi mereka bisa berinteraksi dengan teman-teman, ustad/ustadzah, serta pengasuh pondok lainnya. Oleh karena itu untuk dapat mengatasi ketakutan dan kegalauan atas semua perubahan baik fisik maupun psikis, serta mampu melaksanakan tugas perkembangan pada masa remaja, hendaknya remaja mampu mengenali, memahami, menerima keadaan dirinya, yang tentunya sangat membutuhkan pengertian dan dukungan dari pihak orang dewasa, khususnya keluarga. Pengaruh Pelatiha Keterampilan..., Wahyu Azizah , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017 9 Menurut penelitian oleh Nurjanah (2011) hasil penelitian menunjukan bahwa identitas diri remaja meningkat sebanyak 5,13 poin ( pvalue< 0,05) pada kelompok intervensi setelah mendapatkan terapi generalis dan keterampilan sosial yang dilakukan dalam 5 sesi. Penelitian ini merekomendasikan perlunya terapi generalis dan keterampilan sosial untuk meningkatkan pencapaian identitas diri remaja. Kenaikan poin yang menunjukan pencapaian identitas diri ditunjukan pada kelompok yang diberikan terapi generalis dan latihan keterampilan sosial. oleh karena itu terapi generalis dan pelatihan ketrampilan sosial perlu dilakukan untuk pencapaian identitas diri. Fateme Nequee, dkk (2013) melakukan penelitian pada SMA di kota Mahallat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sepuluh sesi pelatihan keterampilan yang efektif dalam meningkatkan kemampuan orang (P <0/0001) Dengan kata lain; metode ini bisa meningkatkan keterampilan sosial yang positif dan mengurangi keterampilan negatif di kalangan mahasiswa. Temuan mengungkapkan bahwa lokakarya diterapkan pada kelompok eksperimen (30 = n) telah efektif. Membandingkan skor pre-test dan post-test dari kelompok eksperimen dan membandingkan dengan kelompok kontrol menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pelatihan keterampilan sosial meningkat keterampilan sosial yang positif dan penurunan keterampilan sosial negatif dalam kelompok intervensi. Pengaruh Pelatiha Keterampilan..., Wahyu Azizah , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017 10 Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 2 Oktober 2016 Di Pondok Pesantren Darul Mujahadah Margasari pada santri dan ustadzah melalui wawancara, didapatkan permasalahan yang ada di pondok pesantren tersebut diantaranya terdapat santri yang ketika berbicara dengan ustad/ustdzah menunduk seperti tidak berani menatap wajah, dan juga terdapat santri yang memiliki ketidak percayaan diri santri dalam menunjukan kemampuan karena di pondok pesantren tersebut banyak kegiatan yang membutuhkan kepercayaan diri diantaranya latihan berpidato setiap seminggu satu kali, muhadatsah (percakapan) setiap seminggu dua kali, dari tiga santri yang diwawancarai terdapat dua santri yang mengatakan jika ada masalah ia lebih nyaman bercerita dengan temannya dan satu santri memilih untuk tidak cerita dengan teman atau ustadzahnya, ia lebih memilih untuk memceritakannya dengan orang tuanya, bermain peran dalam kegiatan lomba drama bahasa dan lain sebagainya. Selain peneliti mendapatkan informasi dari pengasuh pondok pesantren peneliti pun mengobservasi keseharian remaja, dan peneliti sebagai alumni pondok pesantren Darul Mujahadah oleh karena itu peneliti mengambil permaslaahan yang ada dipondok. Berdasarkan permasalahan diatas dapat disimpulkan bahwa santri yang memiliki ketidak percayaan diri dalam berkomunikasi membutuhkan pelatihan keterampilan sosial terhadap kemampuan komunikasi bagi remaja pondok pesantren. Pengaruh Pelatiha Keterampilan..., Wahyu Azizah , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017 11 Dari latar belakang yang telah dipaparkan peneliti diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan pelatihan keterampilan sosial terhadap kemampuan komunikasi pada remaja di Pondok Pesantren Darul Mujahadah. B. Rumusan Masalah “Apakah ada pengaruh pelatihan keterampilan sosial terhadap kemampuan komunikasi pada remaja di pondok pesantren Darul Mujahadah ? “ C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis pengaruh pelatihan keterampilan terhadap kemampuan komunikasi pada remaja di pondok pesantren Darul Mujahadah 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan karakteristik remaja di pondok pesantren Darul Mujahadah b. Mendeskripsikan kemampuan komunikasi remaja kelompok intervensi dan kontrol sebelum dilakukan pelatihan keterampilan sosial pada kelompok intervensi. c. Mendeskripsikan kemampuan komunikasi remaja kelompok intervensi dan kontrol sesudah dilakukan pelatihan keterampilan sosial pada kelompok intervensi. d. Menganalisa perbedaan pelatihan keterampilan sosial terhadap kemampuan komunikasi remaja pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pengaruh Pelatiha Keterampilan..., Wahyu Azizah , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017 12 e. Menganalisa pengaruh pelatihan keterampilan sosial terhadap kemampuan komunikasi remaja. D. Manfaat Penelitian a. Bagi santri Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi pada santri di Pondok pesantren Darul Mujahadah. b. Bagi peneliti Dapat menambah wawasan tentang pengaruh keterampilan social terhadap kemampuan komunikasi pada remaja c. Bagi pengasuh Diharapkan bagi pengasuh pondok pesantren Darul mujahadah dapat memberikan motivasi dan dukungan kemampuan komunikasi terhadap remaja di pondok. d. Bagi profesi keperawatan Untuk menjadikannya sebagai dasar pertimbangan dalam menetapkan standar asuhan dan standar praktek keperawatan pada klien yang mempunyai kekurangan dalam berkomunikasi. E. Keaslian Penelitian 1. Nurjanah, S. (2011) dengan judul “Pengaruh terapi generalis dan ketrampilan sosial terhadap pencapaian identitas diri remaja panti asuhan di kabupaten banyumas” Penelitian desain quasi experimental with pre-post test control group melibatkan remaja usia 12-20 tahun di 3 panti asuhan berjumlah 60 orang (30 orang Pengaruh Pelatiha Keterampilan..., Wahyu Azizah , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017 13 kelompok intervensi dan 30 orang control ) yang dipilih dengan purposive sampling. Hasil penelitian menunjukan identitas diri remaja meningkat sebanyak 5,13 poin ( p value < 0,05) pada kelompok interveni setelah mendapatkan terapi generalis dan keterampilan sosial. Penelitian ini merekomendasikan perlunya terapi generalis dan keterampilan sosial untuk meningkatkan pencapaian identitas diri remaja. Persamaan dengan penelitian di atas yaitu sama-sama memberikan keterampilan sosial pada remaja. perbedaan dengan penelitian diatas yaitu responden yang diteliti oleh Nurjanah (2011) adalah remaja panti asuhan, sedangkan responden dalam penelitian ini remaja pondok pesantren. 2. Pangesti, M. (2016) dengan judul “Konseling Behavior dan Pelatihan Keterampilan Sosial untuk Meningkatkan Interaksi Sosial pada Pasien Skizofrenia” Dalam penelitian ini menggunakan studi kasus. Pengumpulan data dengan menggunakan wawancara dan observasi serta pemberian alat tes berupa grafis, SSCT, WWQ, TAT, dan WAIS. SSCT yaitu salah satu test kepribadian non verbal yang bersifat proyektif. Subjek penelitian seorang laki-laki berusia 31 tahun yang mengalami gangguan skizofrenia. TAT ialah test proyeksi dalam yang pelaksanaannya subjek diberi 31 kartu dan dibagikan lalu subjek diperintahkan untuk menganalisis isi gambar tersebut. WAIS merupakan alat test dengan menggunakan test verbal Pengaruh Pelatiha Keterampilan..., Wahyu Azizah , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017 14 dan test performance, test ini dapat digunakan pada subjek yang mempunyai keterbatasan bicara. WWQ adalah salah satu test intelegence yang termasuk test individual dan test dengan menggunaka verbal dan non verbal. Intervensi yang diberikan sebanyak tujuh sesi. Hasil intervensi yang dilakukan menunjukan dampak positif pada diri subjek. Subjek dapat menyapa walaupun subjek masih merasa ragu ketika pertama kali memulai menyapa orang lain dan subjek juga dapat berbicara dengan orang lain dan mampu bernteraksi dengan orang lain. Persamaan dengan peneliti di atas yaitu sama-sama memberikan terapi keterampilan sosial. perbedaan dengan penelitian di atas yaitu responden dan desain penelitian. 3. Hapsari, M.I, Hasanat, N.UI. (2010) dengan judul “ efektifitas pelatihan ketrampilan sosial pada remaja dengan gangguan kecemasan sosial” penelitian ini dilakukan terhadap 16 remaja (12 perempuan dan 4 laki-laki) 8 subjek sebagai kelompok eksperimen dan 8 sebagai kelompok kontrol. hasil penelitian setalah 6 bulan pelatihan ada perbedaan tingkat gangguan kecemasan social berdasarkan skor Skala Kecemasan Sosial Remaja (SKSR) digunakan dalam pengukuran pra perlakuan, segera sesudah perlakuan dan 6 bulan setelah perlakuan. pada kelompok eksperimen, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebagai waiting list. tingkat gangguan kecemasan sosial pada Pengaruh Pelatiha Keterampilan..., Wahyu Azizah , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017 15 kelompok eksperimen menunjukkan penurunan yang signifikan dibandingkan kelompok kontrol. jadi pelatihan ketrampilan sosial efektif untuk menurunkan tingkat gangguan kecemasan sosial pada kelompok usia remaja. Persamaan dengan peneliti di atas yaitu sama-sama memberikan terapi keterampilan sosial. perbedaan dengan penelitian di atas yaitu variabel dan desain penelitian. 4. Pratama, R.J. (2013) dengan judul “pola komuniikasi bagi santri di lingkungan pondok pesantren an-nawawi berjan purworejo jawa tengah” dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis datanya menggunakan deskriptif. Subjek penelitian ini sebanyak 16 subjek yang terdiri dari pimpinan pondok an-nawawi 3 ustad dan 2 ustadzah serta 5 santriwati dan 5 santriwan. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa 1) pola komunikasi antar individu di dalam komunitas pondok pesantren An-Nawawi berpengaruh besar dengan dilatar belakangi oleh pendidikan kyai dan para penagsuhnya 2) faktor pendukung a) adanya penerapan tauladan yang baik dari pendiri pondok , dukungan dari pengasuh, hubungan baik antar pengasuh dan orang tua wali, dan adanya kritikan yang bersifat membangun dan saran dari setiap kalangan b) sikap yang kurang dewasa, komunikasi yang Pengaruh Pelatiha Keterampilan..., Wahyu Azizah , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017 16 terbatas, perbedaan budaya, santri yang terasa asing dengan tradisi dan peraturan- peraturan, dan salah dalam pergaulan. Persamaan dengan peneliti diatas ialah variabel serta tempat penelitian dipondok pesantren. perbedaan dengan peneliti di atas adalah desain penelitian dan subjek penelitian. 5. Nequee, F., Rahmani, A., Jadidoleslam, S., & Rahimi, A. (2013) dengan judul “ the effectiveness of social skill training on communication empowering deprived students “ dalam penelitiannya mengungkapkan melakukan penelitian kepada siswa SMA di kota Mahallat dipilih secara acak dengan metode clustering dan dievaluasi dengan menggunakan keterampilan sosial persediaan pelatihan (Indrebitzen dan Foster, 1992). Menurut sejumlah keterampilan sosial Inventory dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok intervensi dan kelompok control, Anggota kelompok evaluasi sebelum dan setelah 10 sesi pelatihan. ANCOVA digunakan untuk perbandingan kelompok pre-test dan post-test. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pelatihan keterampilan sosial meningkat, keterampilan sosial yang positif dan penurunan keterampilan sosial negatif dalam kelompok intervensi. Persamaan dengan peneliti diatas ialah sama-sama melakukan pelatihan keterampilan sosial. perbedaan dengan peneliti di atas adalah desain penelitian dan subjek penelitian serta metode penelitian. Pengaruh Pelatiha Keterampilan..., Wahyu Azizah , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017 17 6. Molaei Fini, F., Shikhi Fini, AA (2015) dengan judul “A Study on the Relationship between Communication Skills and Mental Health and Job Performance” dalam penelitiannya mengungkapkan melakukan penelitian di karyawan kerja staf Melli Bank of Bandar Abbas pada tahun 2005. Populasi penelitian meliputi 560 subyek. Ukuran sampel yang dipilih menggunakan rumus Cochran, yang sama dengan 142 subjek. Sampel penelitian dipilih secara acak. Penelitian diperlukan data dikumpulkan dengan menggunakan metode lapangan. Spreitzer Psychological Pemberdayaan Angket (1990), Mental Kuesioner Kesehatan (SCL 90 R) dan Komunikasi Keterampilan Angket merupakan data alat koleksi penelitian. Uji regresi multivariat digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kemampuan komunikasi (p = 0,001) dan dimensi kesehatan mental (p = 0,001) dan prestasi kerja. Oleh karena itu, keterampilan komunikasi dan dimensi kesehatan mental merupakan indikator yang baik untuk menjelaskan prestasi kerja para staf . Persamaan dengan peneliti diatas ialah variabel. perbedaan dengan peneliti di atas adalah desain penelitian dan subjek penelitian. Pengaruh Pelatiha Keterampilan..., Wahyu Azizah , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017