ANALISIS PENGARUH STORE ATMOSPHERE, MERCHANDISING, PROMOSI, DAN PELAYANAN RITEL TERHADAP IMPULSE BUYING PADA LARIS TOSERBA DAN SWALAYAN DI KLATEN PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis oleh: DWI JAYANTO B 100 120 305 PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016 1 ANALISIS PENGARUH STORE ATMOSPHERE, MERCHANDISING, PROMOSI, DAN PELAYANAN RITEL TERHADAP IMPULSE BUYING PADA LARIS TOSERBA DAN SWALAYAN DI KLATEN Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh store atmosphere, merchandise, promosi dan pelayanan terhadap impulse buying pada Swalayan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten. Desain penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Klaten dengam mengambil objek di salah satu ritel modern yang terdapat di Kabupaten Klaten yaitu Laris Toserba dan Swalayan. Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 150 orang. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan alat analisis regresi linier dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa store atmospherem merchandising, promosi dan pelayanan ritel berpengaruh signifikan terhadap impulse buying pada pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten. Kata kunci: Store atmosphere, merchandise, promosi, pelayanan ritel, impulse buying. Abstract This study aimed to analyze the effect of store atmosphere, merchandise, promotions and services to impulse buying at Laris Supermarkets department stores and Supermarkets in Klaten. This study was quantitative research. This research was conducted in the district of Klaten demgam retrieving objects in one of modern retailing contained in Klaten regency is Laris Department Store and Supermarket. The number of respondents who were taken in this study as many as 150 people. Testing the hypothesis in this study using linear regression analysis with Ordinary Least Square method (OLS). Based on the survey results revealed that atmospherem store merchandising, promotions and retail services significantly influence impulse buying at department stores and Supermarkets Laris customers in Klaten. Keywords: store atmosphere, merchandise, promotion, retail services, impulse buying 1. PENDAHULUAN Sebagai salah satu industri yang paling dinamis saat ini, pemilik bisnis retail, terutama yang berbasis toko (store based retailing), harus mampu mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi di dalam pasar dan dengan tanggap mengadaptasinya pada bisnis mereka sehingga selalu sesuai dengan life style. Menurut Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia, bisnis retail pada tahun 2015 akan banyak terjadi persaingan, seperti masalah harga, promosi dan pemasaran, 1 namun seiring membaiknya perekonomian global pada 2016, omset perusahaan diperkirakan akan kembali mendekati pertumbuhan yang normal (Kusumowidagdo, 2010). Oleh karena itu, bisnis retail harus dapat berinovasi dan berkesinambungan dalam merespon dinamika ini dalam cara pandang yang penuh terobosan dan inovasi. Salah satu dari sepuluh cara sukses dalam bisnis retail adalah dengan menjual experience (Karmela dan Junaedi, 2011). Produk yang dijual memang menjadi daya tarik, namun juga pengalaman terhadap proses mereka berbelanja. Berdasarkan riset dari Nielsen, 93% dari konsumen Indonesia menjadikan retail sebagai tempat rekreasi. Konsumen ini tentunya akan semakin banyak berbelanja dengan semakin banyaknya experience baru yang diciptakan oleh peretail lewat berbagai sensasi indera (misalnya tampilan secara visual, bunyi, bau dan tekstur). Desain store atmosphere sebagai atmospheric stimuli ini juga perlu dirumuskan pada tatanan yang strategis. Hal ini sejalan dengan pendapat Levy dan Weitz (2008). Desain desain store atmosphere haruslah memperhatikan elemen strategis lainnya seperti halnya lokasi, pilihan barang dan positioning atas konsep toko, keragaman produk dan harga serta pelayanan pelanggan. Rencana strategi retail ini biasanya mengidentifikasikan mengenai target market yang akan dituju, produk-produk yang akan diperdagangkan dan pelayanan purna jual dan bagaimana dapat bertahan dan memiliki keunggulan bersaing dalam dunia retail. Sebagai bagian dari strategi retail, desain atmospheric stimuli harus tetap fokus sesuai dengan rencana yang digariskan. Ritel merupakan mata rantai yang penting dalam proses distribusi barang dan merupakan mata rantai terakhir dalam suatu proses distribusi. Melalui ritel, suatu produk dapat bertemu langsung dengan penggunanya. Industri ritel di sini didefinisikan sebagai industri yang menjual produk dan jasa pelayanan yang telah diberi nilai tambah untuk memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga, kelompok, atau pemakai akhir. Produk yang dijual kebanyakan adalah pemenuhan kebutuhan rumah tangga termasuk sembilan bahan pokok (Soliha, 2008). Peningkatan pendapatan konsumen menyababkan kebutuhan konsumen juga ikut meningkat. Keadaan ini seperti dilihat oleh toko sebagai suatu peluang yang 2 bagus yaitu, dimana pihak toko bekerja sama dengan Bank untuk memberikan fasilitas layanan dengan menggunakan kartu kredit (Kurniawan dan Kunto, 2013). Konsumen sering kali membeli suatu produk tanpa direncanakan terlebih dahulu. Keinginan untuk membeli sering sering kali muncul di toko atau di mal. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut. Misal, display pemotongan harga 50%, yang terlihat mencolok akan menarik perhatian konsumen. Konsumen akan merasakan kebutuhan untuk membeli produk tersebut. Suasana atau atmosfer dalam gerai merupakan salah satu dari berbagai unsur dalam retail marketing mix. Suasana dalam gerai atau store atmosphere berperan penting memikat pembeli, membuat mereka nyaman dalam memilih barang belanjaan. Suasana yang dimaksud adalah dalam arti atmosfer dan ambience yang tercipta dari gabungan unsur-unsur desain toko/gerai, perencanaan toko, komunikasi visual, dan merchandising (Ma’ruf, 2006). Merchandise adalah bagian dari ritail marketing mix dimana perusahaan melakukan kegiatan pengadaan produk-produk yang sesuai dengan bisnis yang dijalani toko untuk disediakan dalam jumlah, waktu dan harga yang sesuai untuk mencapai sasaran toko atau perusahaan ritel (Ma’ruf, 2006). Hal tersebut dapat mendorong konsumen untuk melakukan impulse buying. Menurut Machfoedz (2005) Promosi penjualan adalah suatu aktivitas dan atau materi yang berfungsi sebagai persuasi langsung, yang menawarkan nilai tambah suatu produk kepada penjual atau konsumen. Metode promosi penjualan dapat digolongkan dalam dua kategori yaitu promosi penjualan konsumen dan promosi penjualan perdagangan. Promosi sangat berpengaruh terhadap pembelian impulsif, semakin baik kegiatan promosi yang dilakukan maka akan meningkatkan pembelian impulsif (Elizabet, 2015). Retail service (pelayanan ritel) bertujuan menfasilitasi para pembeli saat mereka berbelanja di gerai terdiri atas layanan pelanggan, personal selling, layanan transaksi berupa cara pembayaran yang mudah, layanan keuan gan berupa penjualan dengan kredit dan fasilitas-fasilitas lainnya (Ma’ruf, 2006). Salah satu peritel lokal yang mampu mempertahankan eksistensinya dalam persaiangan bisnis ritel di Kota Klaten ialah Laris Toserba dan Swalayan. Masyarakat Kota 3 Klaten sudah tidak asing lagi dengan Laris Toserba dan Swalayan. Toko Laris merupakan toko serba ada dan swalayan. Toko Laris Toserba dan Swalayan terletak di Jalan Pemuda no.164, dan mempunyai tiga tempat yang berbeda. Selain lengkap harga di Toko Laris tergolong murah tetapi tidak murahan. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti “Pengaruh Store Atmosphere, Merchandising, Promosi, dan Pelayanan Ritel Terhadap Impulse Buying Pada Laris Toserba Dan Swalayan Di Klaten”. 2. METODE PENELITIAN Desain penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif dengan melakukan uji hipotesis. Data yang digunakan adalah data Primer berupa jawaban kuesioner yang disebarkan peneliti ke konsumen Laris Toserba dan Swalayan di Kabupaten Klaten. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Klaten dengan mengambil objek di salah satu ritel modern yang terdapat di Kabupaten Klaten yaitu Laris Toserba dan Swalayan. Adapun subjek penelitian ini adalah konsumen Laris Toserba dan Swalayan, minimal pendidikan SMA, dan minimal berumur 18 tahun. Objek penelitian ini adalah impulse buying pelanggan pada Laris Toserba dan swalayan yang terkait dengan store atmosphere, merchandising, promosi dan pelayanan ritel. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model regresi linier berganda. Regresi Linier Berganda adalah alat analisis yang dipergunakan untuk memprediksi pengaruh variabel-variabel kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan. Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Sir Francis Galton (Ghozali, 2005). Adapun Model regresi yang digunakan dalam menentukan hipotesis disini adalah dengan formula OLS (Ordinary Least Square) yang dirumuskan sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 +e Di mana: a = Konstanta b = Koefisien Regresi Y = Impulse Buying X1 = Store Atmosphere 4 X2 = Merchandise X3 = Promosi X4 = Pelayanan Ritel e = Error 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis regresi berganda bertujuan mengetahui pengaruh store atmosphere, merchandise, promosi dan pelayanan berpengaruh terhadap impulse buying pada pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten. Adapun berdasarkan perhitungan diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 1 Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda Variabel Coefficient Beta thitung (Constant) -3,412 -1,717 Store Atmosphere 0,411 0,318 2,528 Merchandise 0,328 0,178 2,236 Promosi 0,513 0,359 3,333 Pelayanan Ritel 0,348 0,318 2,684 2 Adj. R = 0,895 Fhitung = 45,189 Ftabel = 2,43 ttabel = 1,984 Sumber: data primer diolah 2016 Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh store p 0,098 0,009 0,034 0,003 0,013 atmosphere, merchandise, promosi dan pelayanan ritel terhadap impulse buying pada Laris Toserba dan Swalayan di Klaten diperoleh hasil sebagai berikut: 3.1.Pengaruh Store Atmosphere terhadap Impulse Buying pada Pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten. Pengaruh store atmosphere terhadap impulse buying pada pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten diperoleh nilai thitung sebesar 2,825 dan p= 0,009 dengan nilai koefisien regresi (b1) sebesar 0,411 dengan parameter positif; hal ini menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan store atmosphere, maka akan meningkatkan impulse buying pada pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten sebesar 0,411 dengan asumsi variabel yang lain konstan. Oleh karena nilai thitung lebih besar dari ttabel (2,825 > 1,984) dan p= 0,009 < 0,05; maka H1 diterima, 5 yang berarti bahwa store atmosphere berpengaruh signifikan terhadap impulse buying pada pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten. Menurut Ujang Sumarwan (2014), Store atmosphere terdiri dari: a) lokasi toko; b) layout toko; c) musik; dan d) warna. Para pengelola toko selalu berusaha mencari lokasi yang sangat strategis, yang sangat mudah terlihat dan terjangkau oleh konsumen. Lokasi toko sangat sangat mempengaruhi keingin seorang konsumen untuk datang untuk berbelanja. Layout toko adalah tata letak produk, kasir, dan arus lalu lalang konsumen di dalam toko. Musik adalah bagian penting yang melengkapi kenyamanan suatu toko. Tata suara penting sebagai media komunikasi langsung antara pengelola toko dengan konsumen. Warna adalah unsur penting dalam interior sebuah toko. Pengelola harus menentukan kombinasi warna interior toko dan warna eksterior tokonya, sehingga lebih menarik konsumen. Suasana lingkungan (atmosphere) merupakan salah satu faktor penting dalam bisnis eceran karena dalam melakukan pembeliannya, konsumen tidak hanya memberikan respon terhadap barang dan jasa yang ditawarkan tetapi juga memberikan respon terhadap lingkungan pembelian yang diciptakan oleh toko tersebut. Store atmosphere merupakan salah satu faktor penting yang harus dimiliki toko untuk menarik konsumen. Menurut Levy dan Weitz (2001:576) mendefenisikan store atmosphere sebagai sebuah desain lingkungan melalui komunikasi visual seperti pencahayaan, warna, musik,dan aroma untuk merangsang persepsi dan emosi pelanggan untuk mempengaruhi perilaku belanja mereka. 3.2.Pengaruh Merchandise terhadap Impulse Buying pada Pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten. Pengaruh merchandise terhadap impulse buying pada pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten diperoleh nilai thitung sebesar 2,236 dan p= 0,034 dengan nilai koefisien regresi (b2) sebesar 0,328 yang berparameter positif; hal ini menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan merchandise, maka akan meningkatkan impulse buying pada pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten sebesar 0,328 dengan asumsi variabel yang lain konstan. Oleh karena nilai 6 thitung lebih besar dari ttabel (2,236 > 1,984) dan nilai p = 0,034 < 0,05; maka berarti H2 diterima, yang berarti bahwa merchandise berpengaruh signifikan terhadap impulse buying pada pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten. Merchandising merupakan kegiatan pedagang eceran atau peritel meliputi perdagangan yang menjual produk dan jasa langsung kepada konsumen (Muslim dan Mudianto, 2012). (Utami, 2008 : 27) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Barang Dagangan dalam Bisnis Ritel mengatakan kunci untuk merealisasikan angka penjualan agar terus mengalami peningkatan dalam bisnis ritel adalah menjual atau menyediakan barang dengan mutu atau kualitas yang baik dan variatif sehingga mampu menjawab kebutuhan pelanggan. Jika peritel mempunyai barang dagangan yang tidak terjual, peritel harus menurunkan barang dagangan tersebut, membersihkan dari rak pajang (display) dan seharusnya diganti dengan barang yang memiliki prospek penjualan yang lebih baik. Iqbal dkk., (2011) menyatakan bahwa visual merchandising sebagai seni presentasi yang menempatkan merchandiser di fokus yang bertujuan memiliki ketrampilan khusus dalam mendisplay barang pada toko. Visual merchandising dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang pelanggan amati, baik eksterior maupun interior, yang menciptakan citra positif dari bisnis dan hasil dalam perhatian, interest, dan reaksi pada bagian dari pelanggan (Bastow Shoop et al., 1991 dalam Gajayanake dan Surangi, 2011). Penempatan visual dalam metode merchandise supermarket, telah terjadi peningkatan penekanan pada jenis tata letak toko, bangunan toko, perlengkapan, peralatan, penampilan warna, alat komunikasi diam, tampilan jendela dan akhirnya pendapat melalui bangunan di dalam toko yang menampilkan seni ritel untuk frame aplikasi yang lebih tinggi (Iqbal dkk., 2011). 3.3.Pengaruh Promosi terhadap Impulse Buying pada Pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten. Pengaruh promosi terhadap impulse buying pada pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten diperoleh nilai thitung sebesar 3,333 dan p= 0,003 dengan nilai koefisien regresi (b3) sebesar 0,513; hal ini menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan promosi, maka akan meningkatkan impulse buying pada pelanggan 7 Laris Toserba dan Swalayan di Klaten sebesar 0,513 dengan asumsi variabel yang lain konstan. Oleh karena nilai thitung lebih besar dari ttabel (3,333 > 1,984) dan p= 0,003 < 0,05; maka ini menunjukkan H3 diterima, yang berarti bahwa, . Promosi adalah upaya pemasaran yang bersifat media dan non media untuk merangsang coba-coba dari konsumen, meningkatkan permintaan dari konsumen atau untuk memperbaiki kualitas produk (Sutisna, 2008). Menurut Lupiyoadi (2006) promosi merupakan salah satu variable dalam bauran pemasaran yang sangat penting dilaksanakan oleh perusahaan dalam memasarkan produk jasa. Kegiatan promosi bukan saja berfungsi sebagai alat komunikasi antara perusahaan dengan konsumen, melainkan juga sebagai alat untuk mempengaruhi konsumen dalam kegiatan pembelian atau penggunaan jasa sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Promosi penjualan menurut Fandy Tjiptono (2007) adalah bentuk persuasif langsung melalui penggunaan berbagai intensif yang dapat diatur untuk merangsang pembelian produk dengan segera atau meningkatkan jumlah barang yang dibeli pelanggan. Promosi menunjukkan pada berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan atau peritel untuk mengkomunikasikan kebaikan produknya dan membujuk para pelanggan dan konsumen sasaran untuk membeli produk itu. Karena itu perusahaan atau peritel harus memasang iklan. Menyelenggarakan promosi penjualan, mengatur publikasi dan menyebarkan para tenaga penjualan untuk mempromosikan produk-produknya (Kotler, 1985). 3.4.Pengaruh Pelayanan Ritel terhadap Impulse Buying pada Pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten. Pengaruh pelayanan ritel terhadap impulse buying pada pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten diperoleh nilai thitung sebesar 2,684 dan p= 0,013 dengan nilai koefisien regresi (b4) sebesar 0,348 yang berparameter positif; hal ini menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan pelayanan ritel, maka akan meningkatkan impulse buying pada Pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten sebesar 0,348 dengan asumsi variabel yang lain konstan. Oleh karena nilai thitung lebih besar dari ttabel (2,684 > 1,984) dan nilai p= 0,013 < 0,05; maka H4 8 diterima, yang berarti bahwa pelayanan ritel berpengaruh signifikan terhadap impulse buying pada Pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten. Menurut Kotler dalam Laksana (2008) pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Sedangkan Gronroos dalam Tjiptono (2005) menyatakan bahwa pelayanan merupakan proses yang terdiri atas serangkaian aktivitas intangible yang biasa (namun tidak harus selalu) terjadi pada interaksi antara pelanggan dan karyawan, jasa dan sumber daya, fisik atau barang, dan sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atas masalah pelanggan. Retailer harus memberikan pelayanan yang optimal kepada konsumen, yang memudahkan mereka membeli dan memanfaatkan produk yang dijual retailer. Memberikan pelayanan dalam hal ini bukan hanya melayani konsumen yang berbelanja ditoko, melainkan juga memberikan pelayanan yang bersifat tidak langsung, misalnya display yang memudahkan konsumen mencari barang yang dibutuhkan, kejelasan dan kesesuaian harga dirak dan pos, kebersihan lingkungan toko, penjelasan mengenai manfaat produk, bahkan kegesitan menghitung transaksi di kasir. Retail service memfasilitasi para pembeli saat mereka berbelanja di gerai. Retail service bersama unsur-unsur bauran pemasaran ritel lainnya mempunyai fungsi memenuhi kebutuhan pembeli dalam berbelanja. Meskipun yang dijual oleh sebuah gerai eceran berupa barang yang tangible (kasat mata), pada hakikatnya pembeli mencari barang untuk memenuhi kebutuhannya. 3.5.Pengaruh Store Atmospehere, Merchandise, Promosi dan Pelayanan Ritel terhadap Impulse Buying pada Pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten. Berdasarkan hasil analisis uji F diperoleh nilai Fhitung sebesar 45,189 dengan probabilitas sebesar 0,000. Oleh karena hasil perhitungan menunjukkan bahwa Fhitung > Ftabel dan p < 0,05, maka model di atas sudah tepat (fit) atau berarti bahwa pemilihan variabel store atmosphere, merchandise, promosi dan pelayanan ritel sebagai prediktor dari impulse buying pada pelanggan Laris Toserba dan 9 Swalayan di Klaten sudah tepat. Hasil perhitungan diperoleh angka koefisien determinasi atau Adj. R2 sebesar 0,895. Hal ini berarti variasi perubahan pada impulse buying pada pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten 89,5% dapat dijelaskan oleh perubahan pada store atmosphere, merchandise, promosi dan pelayanan ritel, sementara sisanya sebesar 10,5% dijelaskan di dalam model lain. Peningkatan pendapatan konsumen menyababkan kebutuhan konsumen juga ikut meningkat. Keadaan ini seperti dilihat oleh toko sebagai suatu peluang yang bagus yaitu, dimana pihak toko bekerja sama dengan Bank untuk memberikan fasilitas layanan dengan menggunakan kartu kredit (Kurniawan dan Kunto, 2013). Konsumen sering kali membeli suatu produk tanpa direncanakan terlebih dahulu. Keinginan untuk membeli sering sering kali muncul di toko atau di mal. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut. Misal, display pemotongan harga 50%, yang terlihat mencolok akan menarik perhatian konsumen. Konsumen akan merasakan kebutuhan untuk membeli produk tersebut. Display tersebut telah membangkitkan kebutuhan konsumen yang tertidur, sehingga konsumen merasakan kebutuhan yang mendesak untuk membeli produk yang di promosikan tersebut (Sumarwan, 2015). Belanja impulsif atau impulse buying adalah proses pembelian barang yang terjadi secara spontan atau secara tiba-tiba. Ada tiga jenis pembelian impulsif pembelian tanpa direncana sama sekali, pembelian yang setengah tak direncanakan, dan barang pengganti yang tak direncanakan (Ma’ruf, 2006). Suasana atau atmosfer dalam gerai merupakan salah satu dari berbagai unsur dalam retail marketing mix. Suasana dalam gerai atau store atmosphere berperan penting memikat pembeli, membuat mereka nyaman dalam memilih barang belanjaan. Suasana yang dimaksud adalah dalam arti atmosfer dan ambience yang tercipta dari gabungan unsur-unsur desain toko/gerai, perencanaan toko, komunikasi visual, dan merchandising (Ma’ruf, 2006). Merchandise adalah bagian dari ritail marketing mix dimana perusahaan melakukan kegiatan pengadaan produk-produk yang sesuai dengan bisnis yang dijalani toko untuk disediakan dalam jumlah, waktu dan harga yang sesuai untuk 10 mencapai sasaran toko atau perusahaan ritel (Ma’ruf, 2006). Hal tersebut dapat mendorong konsumen untuk melakukan impulse buying. Menurut Machfoedz (2005) Promosi penjualan adalah suatu aktivitas dan atau materi yang berfungsi sebagai persuasi langsung, yang menawarkan nilai tambah suatu produk kepada penjual atau konsumen. Metode promosi penjualan dapat digolongkan dalam dua kategori yaitu promosi penjualan konsumen dan promosi penjualan perdagangan. Promosi sangat berpengaruh terhadap pembelian impulsif, semakin baik kegiatan promosi yang dilakukan maka akan meningkatkan pembelian impulsif (Elizabet, 2015). Retail service (pelayanan ritel) bertujuan menfasilitasi para pembeli saat mereka berbelanja di gerai terdiri atas layanan pelanggan, personal selling, layanan transaksi berupa cara pembayaran yang mudah, layanan keuan gan berupa penjualan dengan kredit dan fasilitas-fasilitas lainnya (Ma’ruf, 2006:217). 4. PENUTUP 4.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh store atmosphere, merchandise, promosi dan pelayanan ritel terhadap impulse buying pada Laris Toserba dan Swalayan di Klaten dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Store atmosphere berpengaruh signifikan terhadap impulse buying pada pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten, sehingga H1 terbukti kebenarannya, hal ini menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan store atmosphere, maka akan meningkatkan impulse buying pada pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten. 2. Merchandise berpengaruh signifikan terhadap impulse buying pada pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten, sehingga H2 terbukti kebenarannya, hal ini menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan merchandise, maka akan meningkatkan impulse buying pada pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten. 3. Promosi berpengaruh signifikan terhadap impulse buying pada pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten, sehingga H3 terbukti kebenarannya, hal 11 ini menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan promosi, maka akan meningkatkan impulse buying pada pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten. 4. Pelayanan ritel berpengaruh signifikan terhadap impulse buying pada Pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten, sehingga H4 terbukti kebenarannya, hal ini menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan pelayanan ritel, maka akan meningkatkan impulse buying pada Pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten. 5. Store atmosphere, merchandise, promosi dan pelayanan ritel secara bersamasama berpengaruh terhadap impulse buying pada pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten, sehingga H5 terbukti kebenarannya. 4.2. Saran Berdasarkan pada keterbatasan dan saran di atas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Laris Toserba dan Swalayan di Klaten sebaiknya mengoptimalkan penggunaan store atmospehere, merchandise, promosi dan pelayanan ritel sebagai ujung tombak dalam berbagai kegiatan dan khususnya dalam meningkatkan impulse buying pelanggan, sehingga dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. 2. Optimalisasi penggunaan store atmospehere, merchandise, promosi dan pelayanan ritel diharapkan senantiasa mendapatkan perhatian dari pengelola, sehingga mampu meningkatkan impulse buying pada pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten. 3. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui secara pasti mengenai faktorfaktor yang berkaitan dengan impulse buying pada pelanggan Laris Toserba dan Swalayan di Klaten dengan mempertimbangkan pada faktor-faktor lain di luar penelitian. 12 5. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Praktek (Revisi VI). Jakarta: PT. Rineka Cipta. Suatu Pendekatan Arum, S., dan Nurkhayati, I., 2013. Pengaruh Retail Marketing Mix Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada KFC Cabang Banyumanik Semarang. Teknis Volume 8, Nomor 1. Assauri, Sofjan, 2007. Manajemen Pemasaran, Rajawali Pers, Jakarta. Charles W. Lamb, Joseph F. Hair, Carl McDaniel. 2001. Pemasaran. Edisi. Pertama, Salemba Empat, Jakarta. Djarwanto PS, dan Subagyo, Pangestu. 2005. Statistik Induktif. Edisi Kelima. Yogyakarta : BPFE. Fatkhurrohman, H. 2004. Perilaku Konsumen Dalam Pemasaran. Surakarta: Universitas Muhammdiyah. Gajanayake, Ridmi dan Surangi. 2011. The Impact of Selected Visual Merchandising Techniques On Patronage Intentions In Supermarkets. International Conference. Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS, Badan. Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM. SPSS 19 (edisi kelima.) Semarang: Universitas Diponegoro Gilbert, David. 2003. Retailing Marketing Management. 2th Edition. England, Endinburgh Gate: Pearson Educated Limited. Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar : Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga. Iqbal, Azmiya et. al. 2011. Visual Merchandising and Customer Appeal, Bahrain: Birla Institute of Technology. Karmela, L. dan Junaedi, J. 2011. Pengaruh Store Atmosphere terhadap Minat Beli Kosumen pada Toserba Griya Kuningan. Equilibrium, 5(9). Kotler, P. dan Armstrong, G. 1996. Dasar-dasar Pemasaran. Edisi Keenam Jilid 2. Jakarta: Intermedia. Kotler, Philip. 1985. Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan dan Pengendalian. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga. Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller, 2008. Manajemen Pemasaran, Jilid 1,. Penerbit Erlangga. Jakarta. Kotler, Philip, dan Kevin Lane Keller. 2009. Manajemen Pemasaran Jilid 1, edisi Ketiga Belas, Terjemahan Bob Sabran, MM. Jakarta: Penerbit Erlangga. Kurniawan, Denny. dan Kunto, Y.S. 2013. Pengaruh Promosi dan Store Atmosphere terhadap Impulse Buying dengan Shopping Emotion sebagai Variabel Intervening Studi Kasu di Matahari Department Store Cabang 13 Supermall Surabaya. Jurnal Manajemen Pemasaran Petra Vol.1 hal 1. Surabaya: Universitas Kristen Petra. Kusumowidagdo, Astrid. 2010. Pengaruh Desain Atmosfer Toko Terhadap Perilaku Belanja. Jurnal Manajemen Bisnis. Vol 3 (1). 17-32. Kusuma. 2014. Pengaruh Fashion Involvement, Hedonic Consumption Tendency dan Positive Emotion terhadap Fashion-Oriented Impulse Buying Kalangan Remaja di Surabaya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. Vol. 3, No. 2. Kouchekian, Milad dan Gharibpoor, Mahshid. 2012. Investigation the Relationship between Visual Merchandising and Customer Buying Decision Case Study: Isfahan Hypermarkets. International Journal of Academic Research in Economics and Management Science, Volume 1, Nomor 2. Laksana. Fajar, 2008. Manajemen Pemasaran, edisi pertama. Yogyakarta: Graha. Ilmu. Leba, Elizabet. 2015. Pengaruh Atmosfer Gerai dan Promosi Terhadap Pembelian Impulsif Yang Dimediasi Emosi Positif. Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen Vol.4 hal 16. Surabaya: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia. Levy, Michael dan Weitz, Barton A. 2008. Retailing Management. New York, America: McGraw-Hill/Irwin. Lupiyoadi, Rambat. 2006. Manajemen Pemasaran Jasa, Jakarta: Salemba Empat. Machfoedz, Mahmud. 2005. Pengantar Pemasaran Modern. Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN. Ma’ruf, Hendri. 2006. Pemasaran Ritel. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Muslim, M. I., dan Mudiantono. 2012. Analisis Pengaruh Merchandise, Promosi, Atmosfir Dalam Gerai, Pelayanan Ritel, Dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian. Jurnal Pemasaran. Universitas Diponegoro Semarang. Pindyck, Robert S. dan Rubinfeld, Daniel L. 2007. Mikroekonomi Edisi 6 Jilid 1. Jakatra: Indeks. Setiaji, Bambang. 2006. Panduan Riset Dengan Pendekatan Kuantitatif. Surakarta: UMS Press. Selvaraj, C dan Swaminathan. 2011. Brunt Of Visual Merchandise On Retail Store Penchant. JM International Journal of Marketing Management. Volume 1 Soliha, Euis. 2008. Analisis Industri Ritel di Indonesia. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE). 152(2). Vol.15 hal 128. Semarang: Universitas Stikubang. Sudjana, Asep. 2005. Manajemen Ritel Modern. Yogyakarta : Graha ilmu. Sugiarta, I. 2011. Panduan Praktis dan Strategis: Retail Consumer Goods, Jakarta: Expose (Mizan Group). 14 Sumarwan, Ujang. 2015. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran edisi kedua. Bogor: Ghalia Indonesia. Suryani, Alit dan Sari, Dewa Ayu Taman. 2012. Pengaruh Merchandising, Promosi dan Atmosfir Toko Terhadap Impulse Buying. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali Sutisna, 2008. Perilaku Konsumen Dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Swastha, Basu, dan Irawan. 2002. Manajemen Pemasaran Modern, Edisi Kedua Cetakan Kesebelas, Liberty Offset, Yogyakarta. Tjiptono, Fandy. 2005. Pemasaran Jasa, Malang: Bayumedia Publishing. Tjiptono, Fandy. 2007. Strategi Pemasaran, Yogyakarta: Andi Offset. Tjiptono, Fandy. 2008. Strategi Bisnis Pemasaran. Andi. Yogyakarta. Utami, C.W., 2008. Manajemen Barang Dagangan Dalam Bisnis Ritel, Malang: Bayumedia Publishing. Yistiani, Ni Nyoman Manik., Ni Nyoman Kerti Yasa., dan I.G.A Ketut Gede Suasana. 2012. Pengaruh Atmosfer Gerai dan Pelayanan Ritel Terhadap Nilai Hedonik dan Pembelian Impulsif Pelanggan Matahari Departement Store Duta Plaza di Denpasar. Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis, dan Kewirausahaan, Vol. 6(2) hal 147. Bali: Universitas Udayana. Yulianti. Reni, Hardi dan Rusli. 2014. Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran, Kesulitan Sasaran Anggaran, Pengendalian Akuntansi, dan Sistem Pelaporan terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. JOM FEKON Vol.1 No. 2 Oktober 2014. 15