BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Tumbuhan Tumbuhan sirih

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Uraian Tumbuhan
Tumbuhan sirih merah (Piper porphyrophyllum N.E.Br.) tergolong langka
karena tidak tumbuh disetiap tempat atau daerah. Sirih merah tumbuh subur di
tempat berhawa dingin dan jika terlalu banyak terkena sinar matahari, batangnya
cepat mengering, tetapi jika disiram secara berlebihan akar dan batang cepat
membusuk. Tumbuhan sirih merah akan tumbuh dengan baik jika mendapatkan
60-70% cahaya matahari. Sehingga, perlakuan khusus sangat dibutuhkan dalam
upaya menjaga syarat tumbuhnya. Banyak orang menanam tumbuhan sirih merah,
tetapi tidak banyak yang mengerti syarat tumbuhnya, sehingga gagal dan
tanamannya sering mati. Jika terkena sinar matahari langsung pada siang hari
secara terus-menerus warna merah daunnya bias menjadi pudar, buram, dan
kurang menarik (Sudewo, 2005).
2.1.1. Nama Daerah
Nama daerah: suruh, sedah (Jawa), seureuh (Sunda); ranub (Aceh);
cambai (Lampung) (Anonim, 2009).
2.1.2 Morfologi Tumbuhan
Tumbuhan sirih merah (Piper porphyrophyllum N.E.Br) tumbuh menjalar
seperti halnya sirih hijau. Batangnya bulat berwarna hijau keunguan dan tidak
berbunga. Daunnya bertangkai membentuk jantung dengan bagian atas
meruncing, bertepi rata (Sudewo, 2005). Tumbuhan ini tumbuh menjalar yang
tampak berwarna hijau gelap berbintik putih pada bagian atas dan berwarna ungu
pada bagian bawah daun, memiliki 5 tulang daun yang menbentuk seperti jala.
Universitas Sumatera Utara
Tumbuhan ini mempunyai ukuran panjang 4-6 inci, lebar 3-5.5 inci. Tumbuhan
ini tumbuh liar di hutan diatas tanah dan mililit pohon (Ridley, 1924). Tumbuhan
sirih merah (Piper porphyrophyllum N. E. Br.) biasanya hidup dikepulauan
Malaysia, tapi ditemukan hidup secara liar (Burkill, 1935).
2.1.3. Sistematika Tumbuhan
Sistematika tumbuhan daun sirih merah (Piper porphyrophyllum N.E.Br.)
adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi
: Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Magnoliidae
Ordo
: Piperales
Famili
: Piperaceae
Genus
: Piper
Spesies
: Piper porphyrophyllum N.E.Br.
2.1.4. Penggunaan Tumbuhan
Tumbuhan sirih merah (Piper porphyrophyllum N.E.Br.) digunakan dalam
berbagai jenis pengobatan di Malaysia seperti pada pengobatan sakit kepala dan
sakit tulang, dada sesak, lepra, sakit perut pada anak-anak, untuk wanita setelah
melahirkan, serta untuk penyakit kulit yg disebut ‘sopak’. Tumbuhan ini
ditemukan pada saat pengobatan gajah yang terluka akibat terkena tembakan
(Burkill, 1935).
Universitas Sumatera Utara
Efek zat aktif yang terkandung daun sirih merah dapat merangsang saraf
pusat dan daya fikir. Di samping itu, juga memiliki efek pencegah ejakulasi dini,
antikejang, antiseptik, analgetik, antiketombe, antidiabetes, pelindung hati,
antidiare, mempertahankan kekebalan tubuh, dan penghilang bengkak. Daun sirih
merah juga mampu mengatasi radang paru, radang pada tenggorok, radang pada
gusi, radang pada payudara, hidung berdarah, dan batuk berdarah (Sudewo, 2005).
Bentuk-bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan
dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar, dan
ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia. Masyarakat
juga bisa didorong untuk menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas
dengan pembuktian secara ilmiah, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau
sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku (Anonim, 2009).
2.2. Kandungan Kimia tumbuhan
2.2.1. Flavonoid
Flavonoid ditemukan sangat luas pada berbagai tumbuhan. Flavonoid
berfungsi sebagai pigmen pemberi warna pada bunga dan buah. Secara tidak
langsung manusia mengonsumsi flavonoid yang terdapat banyak pada buahbuahan dan sayur-sayuran. Kata flavonoid berasal dari bahasa latin yaitu ‘flavus’,
yang artinya kuning dan golongan flavonoid termasuk warna kuning dalam warna.
Flavonoid yang termasuk antosianidin adalah berwarna merah, biru, dan ungu.
Flavonoid juga terdapat pada daun, yaitu sebagai pelindung pada tumbuhan untuk
melawan pengaruh buruk radiasi ultraviolet (Mills, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom
karbon, terdiri dari dua cincin benzen yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai
alifatik yang terdiri dari tiga atom karbon. Kerangka ini dapat juga ditulis sebagai
sistem C6-C3-C6 (Manitto, 1981). Senyawa ini dapat dibagi menjadi beberapa anak
golongan berdasarkan perbedaan-perbedaan pada struktur cincin heterosiklikoksigen tambahan dan gugus hidroksil yang terdapat pada flavonoid tersebut.
Sebagian besar flavonoid mempunyai cincin piran yang menghubungkan rantai
tiga karbon dengan salah satu dari cincin benzen (Robinson, 1995). Umumnya
senyawa flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga
menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan
spektrum sinar tampak, umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut
dengan glikosida (Harborne, 1996).
Senyawa flavonoid biasanya terdapat pada semua bagian tumbuhan
termasuk daun, akar, kayu, kulit batang, tepung sari, bunga, buah, biji, dan
merupakan pigmen yang paling umum dijumpai pada seluruh tanaman mulai dari
fungus sampai tumbuhan angiospermae. Sebagai pigmen bunga flavonoid
berperan dalam menarik burung dan sengaja penyerbuk bunga, disamping itu
beberapa senyawa flavonoid mempunyai rasa pahit sehingga dapat bersifat
menolak sejenis ulat tertentu (Markham, 1988; Robinson, 1995; Sastrohamidjojo,
1996).
Flavon dan flavonol merupakan senyawa yang paling tersebar luas dari
semua pigmen tumbuhan tinggi (Robinson, 1995). Flavon sering terdapat sebagai
glikosida. Aglikon flavonol yang umum. Aglikon flavonol yang paling umum,
yaitu kaemferol, kuersetin dan mirisetin. Flavon juga terdapat sebagai glikosida
Universitas Sumatera Utara
tetapi jenis glikosidanya lebih sedikit daripada jenis glikosida pada flavonol. Jenis
yang paling umum yaitu : 7-glukosida. Flavon berbeda dengan flavonol karena
pada flavon tidak terdapat gugus 3-hidroksi. Hal ini mempengaruhi serapan
ultraviolet, gerakan kromatografi, serta reaksi warnanya (Harborne, 1987).
Senyawa flavonon dan flavononol hanya terdapat dalam jumlah yang paing
sedikit sekali jika dibandingkan dengan golongan flavonoid lainnya (Robinson,
1995).
Isoflavon merupakan golongan flavonoid yang jumlahnya sangat sedikit
dan penting sebagai fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam
tumbuhan sebagai pertahanan terhadap serangan penyakit. Senyawa ini berkhasiat
sebagai antioksidan dan isiflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas
dengan pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon berwarana biru muda
dibawah sinar ultraviolet bila diberi uap ammonia, tetapi kebanyakan yang lain
tampak sebagai bercak lembayung dan dengan ammonia berubah menjadi coklat
(Harborne,1987).
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan tersebar luas
dalam tumbuhan, digunakan sebagai pembentuk dasar pigmen merah, ungu dan
biru pada tanaman, terutama sebagai ewarna bunga dan buah-buahan. Sebagian
besar antosianin alam adalah glikosida dan aglikonnya disebut dengan
antosianidin yang terbentuk bila antosianin dihidrolisis dengan menggunakan
asam. Antosianidin yang paling umum adalah sianidin yang menyebabkan warna
merah lembayung (Harborne, 1987; Sastrohamidjojo, 1996).
Khalkon merupakan pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat
dengan sinar ultraviolet bila dikromatografi kertas dan di uapi dengan ammonia
Universitas Sumatera Utara
maka warnanya berubah atau tetap. Khalkon menunjukkan
puncak yang lebar
antara 365-390 nm didaerah spektrum tampak (Harborne, 1987).
Auron merupakan pigmen kuning yang terdapat dalam bunga tertentu,
dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak berupa bercak
kuning pada kromatogram kertas, warna kuning kuat berubah menjadi merah
jingga bila diberi uap ammonia. Senyawa ini menunjukkan puncak yang lebar
antara 390-450 nm pada daerah spektrum tampak (Harborne, 1987; Robinson,
1995).
Senyawa flavonoid baik dalam bentuk glikosida maupun dalam bentuk
aglikon mempunyai sejumlah gugus hidroksil sehingga merupakan senyawa yang
bersifat polar yang larut dalam pelarut polar. Adanya gula yang terikat pada
flavonoid (bentuk glikosida) cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah larut
dalam air dengan demikian campuran pelarut polar selain air dengan air
merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida (Markham, 1988).
2.2.2. Glikosida
Glikosida
adalah
suatu
senyawa
yang
jika
dihidrolisis
akan
menghasilkan bagian gula yang disebut glikon dan bagian bukan gula disebut
aglikon. Gula yang dihasilkan biasanya adalah glukosa, ramnosa dan lain
sebagainya. Jika bagian gulanya adalah glukosa maka disebut glukosida,
sedangkan jika bagian gulanya selain glukosa disebut glikosida (Harborne, 1987)
2.2.3. Tanin
Tanin adalah senyawa fenol yang tersebar luas pada tumbuhan
berpembuluh biasanya terdapat pada daun, buah, kulit kayu atau batang. Kadar
tanin yang tinggi mempunyai arti penting bagi tumbuhan yaitu untuk pertahanan
Universitas Sumatera Utara
bagi tumbuhan dan membantu mengusir hewan pemakan tumbuhan. Beberapa
tanin terbukti mempunyai aktivitas antioksidan dan menghambat pertumbuhan
tumor (Harborne, 1987).
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan senyawa kimia dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu. Terdapat
beberapa macam metode ekstraksi, diantaranya adalah maserasi, perkolasi dan
sokletasi (Depkes, 1979).
Pembagian metode ekstraksi yaitu:
A. Cara Dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan
(kamar). Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu.
Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Ditjen POM, 2000).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
yang umum dilakukan pada temperatur ruangan. Prosesnya terdiri dari tahapan
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetasan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh perkolat
yang jumlahnya 1-5 kali jumlah bahan (Ditjen POM, 2000).
Universitas Sumatera Utara
B. Cara Panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temparatur titik didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna
(Ditjen POM, 2000).
2. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen
POM, 2000).
3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan adanya pengadukan kontinu pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara
umum dilakukan pada temperatur 40-50◦ C (Ditjen POM, 2000).
4. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana
infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur pada suhu 9698◦C selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM, 2000).
5. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama
≥30◦C)
( dan temperatur
sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).
Universitas Sumatera Utara
2.4 Kromatografi Kertas
Kromatografi kertas (KKt) merupakan cara kromatografi yang paling
umum dan berguna, yang dilakukan oleh kimiawan pada saat ini, satu keuntungan
utama KKt ialah kemudahan dan kesederhanaan pada pelaksanaan pemisahan ,
yaitu
hanya pada lembaran kertas
saring yang berlaku sebagai medium
pemisahan. Pada KKt, senyawa biasanya dideteksi sebagai bercak berfluoresensi
ultraviolet setelah direaksikan dengan penampak bercak (Markham,1988).
Pada kromatografi kertas sebagai fase diam digunakan sehelai kertas
dengan susunan serabut tebal yang cocok. Pemisahan dapat dilakukan
menggunakan pelarut tunggal
dan proses analog
dengan kromatografi
penyerapan atau menggunakan dua pelarut yang tidak dapat bercampur dengan
proses analog dengan kromatografi pembagian, fase gerak merambat perlahanlahan melalui fase diam yang membungkus serabut kertas (Depkes, 1995).
Kadang-kadang bercak yang terdiri atas dua bercak atau lebih pada kromatografi
kertas tidak terpisah dengan baik. Jika dalam suatu fase gerak kelompok bercak
ini
kecepatannnya
cukup,
maka
kromatografi
lewat
kembang
dapat
memisahkannya dengan lebih baik (Markham, 1988).
Gerakan noda suatu senyawa dalam pengembang tertentu disebut bilangan
Rf senyawa itu dalam pengembang tersebut. Bilangan Rf didefenisikan sebagai
jarak yangditempuh oleh senyawa dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh garis
depan fase gerak (diukur dari garis awal). Karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil
dari 1,0 (Markham, 1988). Cara yang lebih efektif yang dilaksanakan untuk
mengisolasi flavonoid adalah kromatografi kertas preparatif, merupakan cara
yang cocok dalam pemisahan komponen. Ekstrak tidak ditotolkan sebagai bercak
Universitas Sumatera Utara
bundar pada garis awal tetapi berupa pita lebar 1-3 cm. Setelah pengembangan,
pita yang terjadi dapat dipotong-potong dan diekstraksi dengan pelarut (Markham,
1988).
2.5 Spektroskopi Serapan Ultraviolet
Spektroskopi serapan ultraviolet adalah cara yang berguna untuk
menganalisis struktur flavonoid. Cara tersebut digunakan untuk membantu
mengidentifikasi jenis flavonoid dan menentukan pola oksigenasi. Disamping itu
kedudukan gugus hidroksil fenol bebas pada inti flavonoid dapat ditentukan
dengan penambahan pereaksi geser kedalam larutan cuplikan dan mengamati
pergeseran puncak serapan yang terjadi (Markham, 1988). Spektrum flavonoid
biasanya ditentukan dalam pelarut metanol. Spektrum khas terdiri atas dua
maksima pada rentang 240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I) (Markam,
1988).
Beberapa istilah dalam spektrofotometri ultraviolet antara lain :
a. Auksokrom ; merupakan gugus jenuh dengan adanya electron bebas (tidak
terikat), dimana jika gugus ini bergabung dengan kromofor, akan
mempengaruhi panjang gelombang dan intensitas absorban.
b. Pergeseran batokromik ; merupakan pergeseran absorban ke daerah
panjang gelombang yang lebih panjang karena danya substitusi atau efek
pelarut.
c. Pergeseran hipsokromik ; merupakan pergeseran absorban ke daerah
panjang gelombang yang lebih pendek karena adanya substitusi atau efek
pelarut.
d. Efek hiperkromik ; merupakan peningkatan intensitas absorban.
Universitas Sumatera Utara
e. Efek hiperkromik ; merupakan penurunan intensitas absorban.
f. Kromofor ; merupakan gugus yang tak jenuh yang bertanggung jawab
terhadap terjadinya absorbsi elektronik.
2.5.1 Spektrum Natrium Metoksida
Natrium metoksida adalah merupakan basa kuat yang dapat mengionisasi
hampir semua gugus hidroksil yang terdapat pada inti flavonoida. Spektrum ini
biasanya merupakan petunjuk sidik jari pola hiroksilasi. Degradasi atau
pengurangan kekuatan spektrum setelah waktu tertentu merupakan petujuk baik
akan adanya gugus yang peka tehadap basa. Pereaksi pengganti natrium
metoksida adalah larutan natrium hidroksida 2 N dalam air (Markham, 1988).
2.5.2 Spektrum Natrium Asetat
Natrium asetat hanya menyebabkan pengionan yang berarti pada gugus
hidroksil flavonoida. Natrium
asetat digunakan terutama untuk mendeteksi
adanya gugus 7 hidroksil (Markham, 1988).
2.5.3 Spektrum natrium asetat/asam borat
Menjembatani kedua gugus hidroksil pada gugus orto-dihidroksi dan
digunakan untuk mendeteksinya (Markham, 1988).
2.5.4 Spektrum AlCl3/HCl
Karena membentuk kompleks antara gugus hidroksil dan keton yang
bertetangga dan membentuk kompleks dengan gugus orto-dihidroksil, pereaksi ini
dapat digunakan untuk mendeteksi kedua gugus tersebut. Jadi spekrum AlCl3
merupakan penjumlahan pengaruh semua kompleks hidroksi keton (Markham,
1988).
Universitas Sumatera Utara
Download