MODEL SPASIAL DURBIN EROR UNTUK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI JAWA TENGAH Albertus Revoliko Septiawan, Sri Sulistijowati Handajani, dan Titin Sri Martini Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstrak. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia sehingga menjelaskan bagaimana penduduk mengakses hasil pembangunan saat memperoleh pendapatan, kesehatan, dan pendidikan. Setiap tahun IPM di Jawa Tengah mengalami peningkatan ke arah yang lebih baik. Pada tahun 2016, IPM di Jawa Tengah sebesar 69,98%, atau meningkat sebesar 0,49% daripada tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan karena besarnya IPM di suatu daerah dipengaruhi oleh nilai IPM daerah yang berdekatan. Tujuan penelitian ini adalah menerapkan model spasial Durbin eror dengan menggunakan pembobot persinggungan sisi-sudut (queen contiguity) untuk mengukur IPM di Provinsi Jawa Tengah. Model spasial Durbin eror digunakan karena model mengatasi efek spasial eror dan efek depedensi spasial pada data. Faktor-faktor yang diteliti adalah angka harapan hidup waktu lahir, rata-rata lama sekolah, harapan lama sekolah, dan pengeluaran per kapita. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh model spasial Durbin eror untuk IPM di Jawa Tengah dengan faktor yang mempengaruhi adalah angka harapan hidup waktu lahir, rata-rata lama sekolah, harapan lama sekolah dan pengeluaran per kapita. Kata kunci: IPM, model spasial Durbin eror, efek spasial eror. 1. Pendahuluan Pembangunan manusia bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan rakyat menikmati umur panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif. Menurut Badan Pusat Statistik [3], keberhasilan kinerja pembangunan dapat dinilai dari seberapa besar persoalan yang paling mendasar dapat diatasi, seperti kemiskinan, pendidikan, dan ketahanan pangan. Perserikatan BangsaBangsa (PBB) menetapkan suatu ukuran standar untuk menentukan tingkat keberhasilan kinerja pembangunan, yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Menurut Badan Pusat Statistik [3], IPM di Indonesia dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup kesehatan, pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Untuk mengukur dimensi kesehatan pada IPM salah satunya dapat digunakan angka harapan hidup waktu lahir. Selanjutnya untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan gabungan antara indikator rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah. Adapun untuk mengukur dimensi kehidupan yang layak digunakan indikator rata-rata besarnya pengeluaran per kapita. Dalam penelitian ini digunakan data IPM di 35 kabupaten/kota dari tahun 2010-2016. Oleh karena itu, salah satu tipe data yang dapat digunakan untuk 1 Model Spasial Durbin Eror... mengukur IPM di Jawa Tengah adalah data panel. Data panel merupakan unit data cross section yang disusun secara berkala dari waktu ke waktu atau dalam unit time series. Faktor geografis dan demografis berperan dalam pertumbuhan IPM suatu wilayah. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya IPM di suatu daerah dapat mempengaruhi nilai IPM di daerah yang berdekatan. Terkait dengan hal itu, hukum pertama tentang ruang yang membahas tentang pengaruh kedekatan yang pernah dikemukakan oleh Tobler menyatakan bahwa segala sesuatu yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya tetapi sesuatu yang letaknya dekat mempunyai pengaruh lebih besar daripada sesuatu yang letaknya jauh (Anselin [2]). Hukum tersebut merupakan dasar dari suatu permasalahan yang mengandung efek spasial. Dalam mengatasi keberadaan efek spasial pada data panel dibutuhkan metode statistika yang dapat mengatasi efek spasial pada data panel yaitu model spasial panel. Model spasial panel merupakan metode untuk mendapatkan informasi pengamatan yang dipengaruhi oleh efek ruang atau unit lokasi yang ada pada data panel. Model panel spasial yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi dalam suatu pengamatan adalah model spasial Durbin eror. Menurut LeSage [6], dipilihnya model spasial Durbin eror karena dapat mengatasi hubungan autokorelasi spasial pada variabel independen serta dapat mengatasi efek spasial eror antar wilayah. Efek spasial eror terjadi akibat dari eror yang diperoleh dari suatu daerah bergantung pada eror di daerah yang berdekatan. Penelitian sebelumnya, diantaranya penelitian tentang pemodelan IPM di 24 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2010-2014 yang dilakukan oleh Hamdani [5] dengan model spasial Durbin efek tetap. Hasil penelitian ini diperoleh model spasial Durbin untuk IPM di Jawa Tengah, namun efek interaksi eror antar wilayah yang terjadi pada data IPM tidak teratasi di model spasial Durbin. Dalam penelitian ini diterapkan model spasial Durbin eror untuk IPM di Jawa Tengah dengan menambahkan efek interaksi eror antar wilayah dan efek spasial pada variabel independen. 2. Metode Penelitian 2.1. Data Penelitian. Penelitian ini mengambil data IPM di Provinsi Jawa Tengah yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah tahun 20102016. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas variabel dependen yaitu IPM (Y ) dan variabel independen yaitu angka harapan hidup saat lahir (life expectancy) sebagai variabel X1 , rata-rata lama sekolah (mean years of schooling) A. R. Septiawan, S. S. Handajani, T. S. Martini 2 2017 Model Spasial Durbin Eror... sebagai variabel X2 , pengeluaran per kapita (purchasing power parity) sebagai variabel X3 , dan harapan lama sekolah (expected years of schooling) sebagai variabel X4 . Data yang diambil dari 35 kabupaten atau kota di Provinsi Jawa Tengah sebagai unit cross section, sedangkan periode 2010-2016 merupakan unsur time series dalam data tersebut. Dengan demikian banyaknya variabel independen (k) adalah 4, unit cross section (N ) adalah 35, dan time series (T ) adalah 7. 2.2. Langkah Penelitian. Penelitian ini menggunakan software R untuk mengestimasi parameter model spasial Durbin eror. Langkah awal yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian ini adalah mengestimasi parameter model pooled least square (PLS), model efek tetap, dan model efek random. Selanjutnya menentukan model yang terbaik dengan membandingkan ketiga model dengan uji Chow dan uji Hausmann. Setelah itu menguji asumsi klasik dari model terbaik untuk data IPM, menguji pengaruh interaksi spasial menggunakan uji pengali Lagrange eror, menguji dependensi spasial autokorelasi antar lokasi dengan indeks Moran I, menetapkan matriks pembobot spasial (W ) dengan metode queen contiguity dan melakukan standardisasi, dan melakukan estimasi parameter model spasial Durbin eror dengan model regresi panel. Setelah diperoleh model, menghitung nilai R2 untuk mengetahui model spasial Durbin eror baik digunakan untuk IPM. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Deskripsi Data. IPM di Provinsi Jawa Tengah pada setiap tahunnya mengalami kenaikan. Untuk memprediksi besarnya IPM dengan mempertimbangkan keberadaan efek spasial dalam data dapat dilakukan dengan model spasial panel. Salah satu model spasial panel yang dapat digunakan adalah model spasial Durbin eror. Nilai k = 4, N = 35, dan T = 7, model spasial Durbin eror pada data panel untuk IPM di Provinsi Jawa Tengah adalah Yit = α + Xit β + W Xit θ + uit uit = λW uit + εit , dengan θ adalah koefisien autokorelasi spasial, Yit adalah variabel respon dari data pada unit observasi ke- i dan pada waktu ke- t, Xit adalah variabel prediktor dari data pada unit observasi ke- i dan pada waktu ke- t, W adalah matriks pembobot spasial terstandardisasi, β adalah koefisien variabel independen, α adalah parameter A. R. Septiawan, S. S. Handajani, T. S. Martini 3 2017 Model Spasial Durbin Eror... intercept, λ adalah koefisien spasial eror, uit adalah eror spasial pada daerah ke-j waktu ke-t, dan εit adalah eror model pada observasi ke-i dan waktu ke-t, dengan i = 1, 2, . . . , 35 t = 1, 2, . . . , 7. Untuk mengukur efek spasial pada data, terlebih dahulu dilakukan estimasi parameter dengan menggunakan model regresi panel yang terdiri dari model PLS, model efek tetap, dan model efek random. 3.2. Model Regresi Panel. Menurut Baltagi [4], ada tiga macam model data panel yaitu model PLS, model efek random, dan model efek tetap. Selanjutnya dilakukan pemilihan model yang baik digunakan untuk mengestimasi IPM di Provinsi Jawa Tengah. Uji yang digunakan yaitu uji Chow dan uji Hausmann. 3.2.1. Uji Chow. Uji Chow digunakan untuk menentukan model yang digunakan mo- del PLS atau model efek tetap. Uji hipotesis untuk uji Chow adalah H0 : αi = 0 (model yang digunakan adalah model PLS), dan H1 : αi ̸= 0 (model yang digunakan adalah model efek tetap). Daerah kritis uji ini adalah {C|C> Fα;v1 ;v2 } dengan F(0,05;34;206) =1,48. H0 ditolak apabila nilai C ∈ daerah kritis. Diperoleh nilai C sebesar (RRSS−U RSS)/N −1 U RSS/((N T )−N −K = 22, 287. Karena nilai C ∈ daerah kritis sehingga H0 ditolak yang berarti model yang digunakan adalah model efek tetap. 3.2.2. Uji Hausmann. Uji Hausmann bertujuan untuk menentukan model efek ran- dom atau model efek tetap. Uji hipotesis untuk uji Hausmann adalah H0 : model yang digunakan adalah model efek random, dan H1 : model yang digunakan adalah model efek tetap. Daerah kritis uji ini adalah {H |H > χ2(v,α) } dengan χ2(0,05;1) =3,841. H0 ditolak apabila nilai H ∈ daerah kritis. Diperoleh nilai H sebesar ′ [bbRE − βbF E ] [ΩRE − ΩF E ]−1 [bbRE − βbF E ]=135,15. Karena nilai H ∈ daerah kritis sehingga H0 ditolak yang berarti model yang digunakan adalah model efek tetap. Dari dua uji ini diperoleh kesimpulan bahwa model yang baik digunakan untuk mengestimasi parameter IPM adalah model efek tetap. Hasil model efek tetap untuk IPM adalah Ybit = αi + 0, 44312X1it + 1, 3374X2it + 0, 0010085X3it + 1, 0842X4it . Selanjutnya dilakukan uji asumsi kenormalan, non autokorelasi, non multikolinearitas, dan homokesdastisitas untuk mengetahui model efek tetap memenuhi asumsi regresi. Untuk mengetahui bahwa model efek tetap memenuhi asumsi-asumsi tersebut, perlu dilakukan uji pada masing-masing asumsi. Pada uji non autokorelasi diperoleh bahwa terdapat autokorelasi. Berdasarkan uji pada masing-masing asumsi, dapat ditarik kesimpulan bahwa asumsi kenormalan, non multikolinearitas, A. R. Septiawan, S. S. Handajani, T. S. Martini 4 2017 Model Spasial Durbin Eror... dan homokesdastisitas terpenuhi sedangkan asumsi non autokorelasi tidak dipenuhi. Selanjutnya dilakukan uji indeks Moran I untuk mengetahui adanya autokorelasi spasial pada setiap variabel model efek tetap. 3.3. Indeks Moran I. Residu yang diperoleh dari hasil analisis dilakukan uji Moran I untuk mengetahui apakah terdapat efek keberagaman antar lokasi atau terdapat efek spasial dalam data. Dengan indeks Moran I dirumuskan sebagai berikut. IM = n ∑n ∑n wij (xi − x)(xj − x) i=1 ∑n j=1,j̸=i ∑n 2 j=1,j̸=i wij i=1 (xi − x) dengan nilai i, j = 1, . . . , 35. Berikut perhitungan indeks Moran I pada masingmasing variabel independen (Xk ) yang disajikan pada pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai indeks Moran I untuk masing-masing variabel Xk X1 X2 X3 X4 IM identifikasi Pola Autokorelasi Jenis Autokorelasi 0,006203379 IM1 > I0 Mengelompok Positif -0,09346353 IM2 < I0 Menyebar Negatif -0,11941419 IM3 < I0 Menyebar Negatif -0,10390050 IM4 < I0 Menyebar Negatif Nilai ekspektasi dari indeks Moran I dinyatakan sebagai −1 = −0, 0294118. n−1 E(IM) = I0 = Berdasarkan Tabel 1, nilai IM pada setiap variabel menunjukkan bahwa terdapat autokorelasi pada setiap variabel independen sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi spasial setiap variabel independen. 3.4. Uji Efek Spasial. Menurut Anselin [1], prosedur model tes untuk menentukan model spasial diperoleh dari penarikan kesimpulan pada uji pengali Lagrange sebagai acuan utamanya. Dalam penelitian ini, uji pengali Lagrange yang digunakan sebagai acuan adalah uji pengali Lagrange eror. Uji pengali Lagrange eror digunakan untuk mengetahui adanya dependensi spasial dalam nilai sesatan model atau yang disebut dengan efek spasial eror. Uji hipotesis untuk kasus ini adalah H0 : λ = 0 (tidak ada efek spasial dalam eror model) dan H1 : λ ̸= 0 (terdapat efek spasial dalam eror model). Daerah kritis untuk uji ini adalah {LMλ |LMλ > χ2α,1 } dengan χ2(0,05;1) =3,841. H0 ditolak apabila LMλ ∈ daerah kritis. Diperoleh nilai LMλ sebesar LMλ = (e T (I T ⊗ σ b2 W )e 2 T × Tw A. R. Septiawan, S. S. Handajani, T. S. Martini 5 ) = 30, 95907. 2017 Model Spasial Durbin Eror... Karena nilai LMλ ∈ daerah kritis sehingga H0 ditolak yang berarti terdapat dependensi spasial eror (λ ̸= 0) dalam model. Diperoleh kesimpulan bahwa model spasial Durbin eror dapat diuji untuk IPM di Provinsi Jawa Tengah. 3.5. Model Spasial Durbin Eror. Model spasial Durbin eror diterapkan dengan menambahkan spasial lag pada variabel prediktor yaitu angka harapan hidup, rata-rata lama sekolah, pengeluaran per kapita, dan harapan lama sekolah dan efek spasial eror. Model spasial Durbin eror menggunakan pendekatan area untuk mengestimasi parameternya. Oleh karena itu, matriks pembobot spasial yang digunakan adalah matriks queen contiguity yang didasarkan pada persinggungan sisi maupun sudut antar lokasi (Lesage [6]). Untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen, spasial lag dan efek spasial eror secara simultan atau serentak terhadap variabel dependen dapat dilakukan dengan uji simultan, dengan hipotesis H0 : semua variabel tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, dan H1 : paling tidak terdapat satu variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Daerah kritis untuk uji ini adalah {Fhitung | Fhitung > F(0,05,38,206) = 1, 40702} dengan H0 ditolak jika nilai dari uji Fhitung ∈ daerah kritis. Statistik uji dapat ditulis sebagai Fhitung = R2 /(N + k − 1) = 42, 23961, (1 − R2 )/(N T − N − k) dengan R2 merupakan nilai koefisien determinasi dari model spasial Durbin eror. Nilai Fhitung ∈ daerah kritis, sehingga H0 ditolak. Artinya paling tidak terdapat satu variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, sehingga perlu dilakukan uji parsial untuk masing-masing parameter model. Dengan hipotesis bahwa H0 : koefisien parameter tidak berpengaruh signifikan terhadap model, dan H1 : koefisien parameter berpengaruh signifikan terhadap model. Daerah kritis untuk uji ini adalah {thitung |thitung < −t α2 ;n atau thitung > t α2 ;n } dengan t0,025;206 = 1, 982264 dan t0,05;206 = 1, 658785. H0 ditolak jika nilai dari uji thitung ∈ daerah kritis. Diperoleh nilai uji parsial untuk parameter λ, β, θ, dan konstanta yang ditunjukkan pada Tabel 2. Nilai uji parsial untuk parameter λ, β dan θ adalah thitung ∈ daerah kritis sehingga H0 ditolak yang berarti koefisien parameter β dan θ berpengaruh signifikan terhadap model. Nilai uji parsial untuk parameter konstanta adalah thitung ∈ / daerah kritis sehingga H0 tidak ditolak yang berarti koefisien parameter konstanta tidak berpengaruh signifikan terhadap model. Menurut LeSage [6], variabel yang tidak A. R. Septiawan, S. S. Handajani, T. S. Martini 6 2017 Model Spasial Durbin Eror... signifikan didalam model spasial disebut sebagai omitted variabel, yang timbul di model spasial karena faktor yang tidak terobservasi dalam variabel tersebut seperti fasilitas lokasi, aksebilitas jalan raya dan lain sebagainya yang dapat memberi pengaruh pada variabel dependen. Tabel 2. Nilai estimasi parameter β, θ, dan konstanta dan thitung model spasial Durbin eror Variabel Nilai estimasi konstanta 3,8664 λ -0,33669 β1 -0,2824 β2 1,5161 β3 0,000861 β4 1,1909 θ1 0,30135 θ2 0,40747 θ3 0,00037496 θ4 0,3994 thitung 0,7519 -1,8432 9,9047 27,0285 20,0433 28,3017 4,5702 3,8823 4,8507 6,5173 t α2 ;206 Kesimpulan 1,982264 H0 tidak ditolak 1,658785 H0 ditolak 1,982264 H0 ditolak 1,982264 H0 ditolak 1,982264 H0 ditolak 1,982264 H0 ditolak 1,982264 H0 ditolak 1,982264 H0 ditolak 1,982264 H0 ditolak 1,982264 H0 ditolak Variabel ini masih memiliki pengaruh dalam model yang dihasilkan sehingga tidak dihilangkan. Model spasial Durbin eror yang dinyatakan sebagai Ybit = 3, 8664 − 0, 2824X1it + 1, 5161X2it + 0, 000861X3it + 1, 1909X4it + 0, 30135W X1jt + 0, 40747W X2jt + (3.1) 0, 00037496W X3jt + 0, 3994W X4jt + uit , uit = −0, 33669W uit , (3.2) dengan nilai R2 sebesar 0,8862573. Nilai R2 mendekati nilai 1, dapat disimpulkan bahwa variasi variabel dependen yaitu IPM dijelaskan dengan baik oleh model sehingga model regresi baik digunakan. Dapat diinterpretasikan bahwa 88,62573% IPM di Jawa Tengah tahun 2010 sampai dengan 2016 dapat dijelaskan oleh semua variabel. Berdasarkan model spasial Durbin eror untuk IPM pada (3.1) dan (3.2), koefisien λ dapat diinterpretasikan jika suatu wilayah yang dikelilingi oleh beberapa wilayah lain, maka pengaruh wilayah-wilayah yang mengelilingi dapat diukur sebesar -0,33669 dikalikan dengan rata-rata eror spasial di sekitarnya. Sehingga meningkatkan nilai IPM akibat dari pengaruh eror di sekitar daerah tersebut. Variabel spasial lag pada variabel prediktor terdiri dari koefisien variabel angka harapan hidup (X1 ), rata-rata lama sekolah (X2 ), pengeluaran per kapita (X3 ), dan harapan lama sekolah (X4 ) dengan pembobot spasial terboboti bernilai positif. A. R. Septiawan, S. S. Handajani, T. S. Martini 7 2017 Model Spasial Durbin Eror... Koefisien θ1 , θ2 , θ3 , dan θ4 diinterpretasikan jika suatu wilayah yang dikelilingi oleh beberapa wilayah lain, maka pengaruh wilayah-wilayah yang mengelilingi masingmasing dapat diukur sebesar 0,30135 dikalikan dengan rata-rata dari angka harapan hidup di daerah sekitarnya, 0,40747 dikalikan dengan rata-rata dari angka ratarata lama sekolah di daerah sekitarnya, 0,00037496 dikalikan dengan rata-rata dari pengeluaran per kapita di daerah sekitarnya, dan 0,3994 dikalikan dengan rata-rata dari harapan lama sekolah di daerah sekitarnya. Koefisien variabel angka harapan hidup bernilai negatif. Hal ini menunjukkan untuk setiap kenaikan satu tahun angka harapan hidup saat lahir X1 akan menurunkan IPM Y sebesar 0,2824 %. Koefisien rata-rata lama sekolah, pengeluaran per kapita, dan harapan lama sekolah bernilai positif. Hal ini menunjukkan untuk setiap kenaikan satu tahun rata-rata lama sekolah X2 , satu satuan (seribu rupiah) pengeluaran per kapita X3 , dan satu tahun harapan lama sekolah X4 akan meningkatkan IPM Y masing-masing sebesar 1,5161 %, 0,000861 %, dan 1,1909 %. 4. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat diambil dua kesimpulan bahwa (1) Model spasial Durbin eror untuk IPM di 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dinyatakan sebagai berikut Ybit = 3, 8664 − 0, 2824X1it + 1, 5161X2it + 0, 000861X3it + 1, 1909X4it + 0, 30135W X1jt + 0, 40747W X2jt + 0, 00037496W X3jt + 0, 3994W X4jt + uit , uit = −0, 33669W uit . (2) Hasil perhitungan R2 dapat diinterpretasikan bahwa 88,62573% IPM di Jawa Tengah tahun 2010-2016 dapat dijelaskan oleh semua variabel. DAFTAR PUSTAKA 1. Anselin, L., Spatial Econometrics, Bruton Center, University of Texas at Dallas, 1999. 2. Anselin, Luc, Spatial Multipliers, and Spatial Econometrics , Internasional Regional Science Review, University of Illnois, Urbana, 2003. 3. Badan Pusat Statistik, Indeks Pembangunan Manusia 2006-2007, BPS, Jakarta, 2008. 4. Baltagi, B.H., Econometric Analysis of Panel Data, 3nd ed., John Wiley and Son, Ltd., England, 2005. 5. Hamdani, K., Analisis Model Spasial Durbin Efek Tetap Data Panel, Jurnal Universitas Hasanuddin (2015). 6. LeSage, J. P., Intoduction to Spatial Econometrics, CRC Press Taylor and Francis Group, Florida, 2009. A. R. Septiawan, S. S. Handajani, T. S. Martini 8 2017