BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Logistik atau disebut dengan manajemen logistik adalah bagian dari manajemen rantai pasok yang merencanakan, menerapkan, serta mengontrol aliran dan penyimpanan barang, jasa, dan segala macam informasi yang terkait dari titik pasokan sampai ke titik permintaan secara efisien dan efektif untuk dapat memenuhi permintaan pelanggan (Council of Supply Chain Management Professional, 2004). Manajemen logistik secara spesifik untuk perkotaan atau yang dikenal sebagai city logistics memiliki definisi yang cukup berbeda yaitu proses untuk mengoptimasi secara menyeluruh aktivitas logistik dan transportasi pada lokasi perkotaan dengan memperhatikan lalu lintas, kemacetan, dan konsumsi energi (Taniguchi dan Thompson, 1999). Sistem logistik yang dikelola dengan baik akan dapat meningkatkan perkonomian suatu daerah karena sistem logistik berkorelasi secara positif terhadap perkembangan ekonomi dari suatu wilayah (Yang et al., 2010). Hal tersebut dibuktikan bahwa sistem logistik memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap nilai GDP suatu daerah (Stroh, 2002). Beberapa faktor dalam sistem logistik yang mempengaruhi perkembangan ekonomi adalah infrastruktur dan arus pergerakan baik material, orang, maupun informasi (Navickas et al., 2011). Arus pergerakan khususnya material akan berjalan dengan baik dan lancar apabila terdapat sistem dan fasilitas transportasi atau distribusi yang baik pula. Oleh karena itu, masalah pendistribusian barang menjadi bagian yang penting dalam pengoptimalan sistem logistik. Permasalahan utama dalam hal transportasi atau distribusi adalah penentuan jalur atau rute yang ditempuh oleh kendaraan yang digunakan (vehicle routing). Hasil penelitian dari Taniguchi et al. (2001) menunjukkan bahwa penentuan rute optimal tidak hanya efektif mengurangi biaya total tetapi juga waktu operasi dan emisi CO2. 1 2 Salah satu isu yang berkembang dalam proses pendistribusian barang (goods distribution) khususnya dalam masalah pencarian rute adalah isu dinamis yang berkaitan dengan informasi kapan permintaan (request) dari konsumen. Dalam proses pengiriman barang pada umumnya, tujuan atau lokasi pengiriman sudah dijadwalkan sebelum hari pengiriman sehingga pada saat hari pengiriman, barang tinggal dikirim ke lokasi sesuai dengan rute yang telah ditentukan. Namun, terdapat kemungkinan bahwa pada saat proses pengiriman, terdapat lokasi baru yang membutuhkan barang (terdapat request saat kendaraan berjalan). Permasalahan tersebut sering disebut dengan Dynamic Vehicle Routing Problem (DVRP). Dengan adanya request yang terjadi saat proses pengiriman berlangsung menambah kompleks proses logistik karena pada saat terdapat pengiriman diperlukan keputusan apakah pengiriman akan tetap sesuai dengan jadwal atau harus mengubah lokasi tujuan dan rute. Dalam mengambil keputusan tersebut banyak faktor yang perlu dipertimbangkan untuk tetap sesuai jadwal atau mengubah lokasi tujuan dan rute yang dilalui yaitu seperti apakah lokasi permintaan baru dekat atau sejalur dengan rute yang sudah ditentukan, apakah permintaan baru tersebut urgent, dan yang lain. Pengambilan keputusan ini sangat penting karena akan berpengaruh terhadap performansi dari sistem logistik seperti jarak tempuh, ketidakpuasan pelanggan, lama waktu tunggu, dan indikator lain. Permasalahan yang kompleks seperti permasalahan dalam memodelkan suatu masalah khususnya yang berhubungan dengan sistem logistik dapat dipahami dan diselesaikan dengan tiga pendekatan yaitu pendekatan teoretis atau analitis, eksperimental, dan komputasional atau simulasi komputer (Castiglione, 2006). Pendekatan ketiga yaitu pemodelan simulasi dengan komputer (computational) ini lebih banyak digunakan karena sudah mencakup pendekatan teoretis dan eksperimental. Menurut Borschev dan Filippov (2012) terdapat tiga jenis metode yang termasuk dalam pendekatan pemodelan simulasi yaitu system dynamics (SD), discrete event simulation (DES), dan agent-based modeling (ABM). Selain ketiga metode tersebut terdapat pula metode cellular automata (CA) dan Bayesian network (BN) yang dapat digunakan dalam memodelkan suatu masalah. 3 Perbandingan dari kelima metode pemodelan simulasi tersebut ditunjukkan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Perbandingan Metode Pemodelan Simulasi Karakteristik Interdependency Emergence Interaction Adaptiveness Heterogeneity Discrete Stochastic Selforganization System Dynamics (SD) Discrete Event Simulation (DES) Cellular Automata (CA) Bayesian Network (BN) Agent-based Modeling (ABM) V X V X X X X V X V X V V V V V V V X V X V X V X X V X V V V V V V V X X V X V Sistem logistik merupakan sistem socio-technical yaitu sistem yang melibatkan manusia serta aspek teknis dan merupakan sistem kompleks yang adaptif (complex adaptive system) yaitu sistem yang dapat berubah sesuai dengan kondisi tertentu (Behdani, 2011). Karakteristik yang harus dimiliki oleh metode sehingga dapat memodelkan permasalahan sistem logistik seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1 yaitu adanya interdependensi, emergence, interaksi yang berjalan secara lokal, kemampuan beradaptasi, heterogenitas, dapat menyelesaikan permasalahan diskret dan stokastik, dan self-organization (emergent behavior yang berasal dari interaksi lokal). Pada Tabel 1.1 di atas, dapat dilihat bahwa metode system dynamics (SD) dan metode bayesian network (BN) merupakan metode yang paling kurang cocok digunakan dalam memodelkan sistem logistik. Hal ini dikarenakan kedua metode ini memodelkan suatu masalah secara top-down (top-down modeling) (Heath et al., 2011). Pemodelan jenis ini tidak dapat memodelkan heterogenitas yang dimiliki oleh sistem yang kompleks karena pemodelan ini memodelkan entitas secara homogen dan direpresentasikan oleh kuantitasnya (Rahmandad dan Sterman, 2008). Kedua metode ini dapat memodelkan kemampuan adaptif dari suatu sistem, namun pada sistem kompleks, adaptif ini terjadi pada level individual bukan level 4 sistem secara keseluruhan sehingga metode ini tidak dapat memodelkan sistem kompleks yang adapatif. Metode yang lebih baik dalam memodelkan sistem logistik yaitu metode discrete event simulation (DES). Metode ini termasuk dalam pemodelan bottom-up sehingga dapat memodelkan heterogenitas dan ketidakpastian yang dimiliki oleh sistem kompleks. Walaupun metode ini dapat memodelkan heterogenitas, namun metode ini tetap tidak dapat memodelkan sistem yang adapatif sama seperti metode SD. Kedua metode yaitu SD dan DES sama-sama tidak dapat memodelkan emergence yang dihasilkan oleh behavior dari suatu sistem kompleks dan pengambilan keputusan yang terdesentralisasi (self-organization). Hal tersebut disebabkan karena SD bukan merupakan pendekatan pemodelan secara individu sedangkan DES memang mengabaikan self-organization karena sistemlah yang mengatur pergerakan dan perilaku dari suatu entitas (Siebers et al., 2010). Metode yang lebih baik dari ketiga metode yang telah disebutkan di atas adalah celular autómata (CA) dan agent-based modeling (ABM). Kedua metode ini mampu memodelkan sistem hingga ke entitas terkecilnya. Selain itu dapat mengakomodasi atribut dan sifat-sifat tertentu dari individu terkecil pada sebuah sistem. Individu atau yang sering disebut sebagai agen dapat merepresentasikan sebuah entitas sebagai dirinya sendiri serta interaksi antar agen. Interaksi ini dapat dispesifikkan melalui rules dan operasi logika. Kedua metode ini juga dapat memodelkan perilaku (behavior) dari tiap individu dan dari interaksi antar perilaku ini akan menghasilkan emergent (Siebers et al., 2010). Selain itu, juga dapat memodelkan adaptifnya sistem dan self-organization karena agen yang dimodelkan bersifat otonom dalam pengambilan keputusan yang memiliki rule dan dapat mengubaj bagaimana cara interaksi dengan agen lain dan lingkungannya (Heath et al., 2011). Perbedaan kedua metode ini yaitu metode CA tidak dapat memodelkan heterogenitas dan adanya ketidakpastian (stokastik) dari sistem kompleks sedangkan ABM mampu memodelkan kedua hal ini sehingga ABM merupakan metode yang paling cocok digunakan dalam menyelesaikan permasalahan sistem logistik yang kompleks. 5 Oleh karena pentingnya dan kompleksnya masalah sistem logistik khususnya masalah adanya permintaan barang yang bersifat dinamis, maka diperlukan pemodelan sistem logistik dengan menggunakan pendekatan agentbased modeling yang dapat mengakomodasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan pada saat terdapat permintaan yang bersifat dinamis tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas, maka diperlukan pengembangan suatu model dengan pendekatan agent-based modeling yang dapat mengakomodasi adanya kedinamisan permintaan (request) sehingga dapat menyelesaikan permasalahan pencarian rute dinamis dari suatu retail modern. 1.3 Asumsi dan Batasan Masalah Penelitian ini dilakukan dengan asumsi dan batasan sebagai berikut: 1. Pengiriman barang ke retail yang telah dijadwalkan menggunakan satu kendaraan selama satu hari penuh dan apabila ada jadwal pengiriman baru, pengiriman dilakukan pada hari selanjutnya. 2. Waktu yang dibutuhkan untuk mengirimkan barang baik dari DC ke retail maupun retail ke retail diasumsikan sebesar 1 jam. 3. Apabila pengiriman ke retail pindah ke hari berikutnya, waktu tunggu retail tersebut diasumsikan selisih urutan pengiriman rute baru dengan rute lama tanpa memperhatikan efek pindah hari. 4. Jumlah retail tidak puas untuk retail yang pindah hari pengiriman diasumsikan merupakan perkalian dengan nilai waktu tunggu retail tersebut. 5. Jalan protokol yang digunakan dalam model diasumsikan merupakan jalan lurus dan persimpangan dan jalan dapat dilalui secara bolak balik (dua arah). 6 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengembangkan model yang dapat mengakomodasi adanya permintaan (request) yang bersifat dinamis dalam proses pencarian rute. 2. Melakukan eksperimen untuk mengetahui pengaruh adanya permintaan dinamis terhadap indikator performansi logistik yaitu jarak tempuh, jumlah pelanggan yang tidak puas, waktu tunggu pelanggan, dan utilitas kendaraan. 3. Melakukan eksperimen untuk mengetahui pengaruh digunakannya toleransi keterlambatan dalam pencarian rute terhadap indikator performansi logistik. 4. Mengetahui pengaruh jumlah dynamic request atau degree of dynamism (dod) terhadap indikator performansi logistik. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah model yang dikembangkan dapat mengakomodasi adanya permintaan yang bersifat dinamis sehingga dapat diketahui keputusan yang akan diambil pada saat terjadi situasi tersebut dengan melihat indikator performansi logistik.