IERO 5-id.cdr - Macroeconomic Dashboard

advertisement
No. 4/Tahun II/Desember 2013
INDONESIAN ECONOMIC
REVIEW AND OUTLOOK
Foto : courtesy google
Macroeconomic Dashboard
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada
Kata Pengantar
Indonesian Economic Review and Outlook (IERO) merupakan
buletin kuartalan yang diterbitkan oleh Macroeconomic
Dashboard, Jurusan Ilmu Ekonomi – Fakultas Ekonomika dan
Bisnis, Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) yang bekerja
sama dengan PT Bank Mandiri, Tbk.
IERO kali ini mengangkat tema “Harapan Baru Ditengah
Ketidakpastian Ekonomi Di Tahun Pemilu 2014”, di mana
instabilitas ekonomi makro terus meningkat akibat nilai tukar
rupiah yang terus terdepresiasi dan inflasi yang tinggi. Selain
itu, perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak lepas dari memburuknya
ekonomi emerging economies serta kondisi ekonomi global yang masih penuh
ketidakpastian. Hal ini sejalan dengan hasil prediksi GAMA Leading Economic Indicator
(GAMA LEI).
GAMA LEI adalah acuan yang dihasilkan Macroeconomic Dashboard untuk
memprediksi keadaan ekonomi Indonesia di masa mendatang. Sejak IERO diluncurkan
pada Desember 2012, GAMA LEI telah membuktikan mampu meramalkan keadaan
ekonomi Indonesia secara akurat dan tepat. Tujuan dihasilkannya GAMA LEI adalah
untuk membantu para pembuat kebijakan publik dan pengambil keputusan bisnis agar
dapat memantau kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa depan, sehingga
mereka dapat mengantisipasi keadaan ekonomi.
Pada edisi ini, IERO juga mengemukakan economic outlook Indonesia memasuki tahun
pemilu 2014. Kajian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang kondisi
ekonomi Indonesia sehingga para stakeholder dapat mengambil kebijakan yang terbaik,
atau dapat mengantisipasi jika kondisi ekonomi memburuk.
Penerbitan IERO yang senantiasa menyajikan berbagai tema hangat diharapkan dapat
membantu para pembuat kebijakan publik dan pengambil keputusan bisnis serta civitas
academica dalam mendapatkan informasi yang aktual terkait perekonomian Indonesia.
Selamat membaca
Prof. Dr. Sri Adiningsih, M.Sc
Head of Researcher
Macroeconomic Dashboard
Indonesian Economic Review and Outlook
I. Perkembangan Ekonomi Terkini
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2013 lebih
lambat. Hal ini sesuai dengan perkiraan GAMA Leading Economic
Indicator dan hasil konsensus proyeksi indikator makroekonomi
yang diolah oleh tim Macroeconomic Dashboard. Hasil konsensus
tersebut memprediksi ekonomi Indonesia akan tumbuh sebesar
5,57% ± 0,28% di kuartal III-2013. Keakuratan prediksi GAMA LEI
dan hasil konsensus Macroeconomic Dashboard terbukti selaras
dengan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik bahwa
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2013 tercatat
sebesar 5,62% (y-o-y), melambat dibandingkan kuartal II-2013 yang
tumbuh sebesar 5,83% (y-o-y).
Faktor penyebab melambatnya pertumbuhan ekonomi di kuartal
III-2013 adalah pelemahan nilai tukar rupiah, kenaikan BI rate,
serta tingginya inflasi. Nilai tukar rupiah di bulan Juni 2013 berada
di level IDR 9.929 per USD menjadi IDR 11.613 per USD pada bulan
September 2013 berdampak terhadap perdagangan Indonesia.
Sementara itu, kenaikan BI rate dari 6% pada Juni 2013 menjadi 7,25%
pada September 2013 berpengaruh terhadap investasi biaya
produksi. Selain itu, daya beli masyarakat juga terpengaruh dengan
tingginya kenaikan inflasi dari 5,9% (y-o-y) pada Juni 2013 menjadi
8,4% (y-o-y) pada September 2013.
Dari sisi lapangan usaha, sektor yang mengalami pertumbuhan
tertinggi pada kuartal III-2013 adalah sektor Pengangkutan dan
Komunikasi, Real Estate dan Jasa Perusahaan, serta Konstruksi.
Namun dibandingkan kuartal sebelumnya, ketiga sektor tersebut
tumbuh melambat. Pada kuartal III-2013 sektor Pengangkutan dan
Komunikasi tercatat tumbuh sebesar 10,46% (y-o-y), padahal pada
kuartal sebelumnya mampu tumbuh mencapai 11,45% (y-o-y).
Sementara itu, sektor Real Estate dan Jasa Perusahaan tumbuh 8,09%
(y-o-y) pada kuartal III-2013, sedikit melambat dibandingkan kuartal
II-2013 yang tercatat sebesar 8,11% (y-o-y). Sektor Konstruksi di
kuartal III-2013 tumbuh sebesar 6,24%, turun dibandingkan kuartal
sebelumnya yang tumbuh mencapai 6,46% (y-o-y). Secara umum,
hampir seluruh sektor pada sisi pengeluaran tumbuh melambat
kecuali sektor Jasa yang tumbuh sebesar 5,62% (y-o-y) pada kuartal
III-2013, meningkat dibandingkan kuartal II-2013 yang tercatat
mencapai 4,48% (y-o-y).
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
1
Perkembangan Ekonomi Terkini
Gambar 1: Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2009 – 2013* (y-o-y, dalam %)
Tahun 2013 merupakan puncak keterpurukan perekonomian Indonesia setelah krisis finansial global
Sumber: BPS dan CEIC (2013)
*= kuartal 3 tahun 2013
Dari sisi pengeluaran, faktor utama penyebab melemahnya
pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah merosotnya laju
investasi dalam negeri. Hal ini seiring dengan meningkatnya suku
bunga dan melemahnya nilai tukar rupiah yang menurunkan laju
pertumbuhan investasi. Selain itu, kenaikan suku bunga acuan serta
kondisi perekonomian global yang masih dibayangi ketidakpastian
yang tinggi turut berdampak atas melemahnya pertumbuhan
investasi nasional. Pada kuartal III-2013 Pembentukan Modal Tetap
Bruto (PMTB/investasi) tumbuh sebesar 2,85% (q-to-q), merosot
signifikan dibandingkan kuartal II-2013 yang mencapai 5,22% (q-toq). Adapun dibandingkan secara tahunan (y-o-y), pertumbuhan pada
kuartal III-2013 ditopang oleh Konsumsi Pemerintah yang tumbuh
8,83%, Konsumsi Rumah Tangga tumbuh mencapai 5,48%, PMTB
tumbuh sebesar 4,51%, dan Ekspor Barang dan Jasa tumbuh sebesar
5,26%, serta Impor Barang dan Jasa tumbuh 3,8%.
Pelemahan ekonomi nasional turut memberikan dampak atas
melambatnya penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan data yang
dilansir BPS, jumlah angkatan kerja di Indonesia meningkat dari
118,05 juta orang pada Agustus 2012 menjadi 118,09 juta orang di
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
2
Indonesian Economic Review and Outlook
Gambar 2: Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Pengeluaran, Tahun 2009 – 2013* (y-o-y, dalam %)
Perekonomian Indonesia melemah seiring melambatnya pertumbuhan investasi
Sumber: BPS dan CEIC (2013)
*= kuartal 3 tahun 2013
bulan Agustus 2013. Dari jumlah tersebut, penduduk yang bekerja
pada Agustus 2013 tercatat sebesar 110,80 juta orang, menurun
sebesar 10.000 orang dibandingkan pada bulan Agustus 2012 yang
mencapai 110,81 juta orang. Akibatnya angka pengangguran pada
Agustus 2013 mengalami peningkatan sebanyak 150.000 orang dari
7,24 juta orang (6,14%) pada Agustus 2012 menjadi 7,39 juta orang
(6,25%) pada Agustus 2013.
Dilihat dari struktur lapangan pekerjaan utama, pada bulan
Agustus 2013 dibandingkan Agustus 2012 penurunan jumlah
tenaga kerja terjadi pada sektor pertanian, industri pengolahan,
dan konstruksi. Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian turun dari
38,88 juta orang pada Agustus 2012 menjadi 38,07 juta orang pada
Agustus 2013. Sementara itu, jumlah tenaga kerja di sektor industri
turun dari 15,37 juta orang pada Agustus 2012 menjadi 14,88 juta
orang di tahun berikutnya. Sedangkan peningkatan jumlah tenaga
kerja terjadi pada sektor perdagangan, transportasi, pergudangan,
dan komunikasi, serta sektor keuangan dan jasa kemasyarakatan.
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
3
Perkembangan Moneter
Gambar 3: Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Pengangguran Terbuka di Indonesia,
Februari 2005 - Agustus 2013 (dalam %)
Jumlah pengangguran meningkat 150.000 orang pada Agustus 2013 dibandingkan Agustus 2012
Sumber: BPS (2013)
II. Perkembangan Moneter
Selaras dengan melambatnya petumbuhan ekonomi domestik,
pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2) juga mengalami
perlambatan. Pertumbuhan M2 pada bulan Oktober 2013 melambat
menjadi 13,02% (y-o-y) dari 14,57% (y-o-y) pada bulan sebelumnya.
Sebaliknya, pertumbuhan uang beredar dalam arti sempit (M1)
meningkat menjadi 10,48% (y-o-y) dari 9,08% (y-o-y) pada bulan
sebelumnya.
Gambar 4 : Jumlah Uang Beredar, Tahun 2011 – 2013* (dalam IDR Triliun)
Pertumbuhan jumlah uang beredar M2 mengalami perlambatan di bulan November 2013, sebaliknya pertumbuhan M1
meningkat dibanding bulan sebelumnya.
Sumber : Bank Indonesia dan CEIC (2013)
*= Oktober 2013
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
4
Indonesian Economic Review and Outlook
Gambar 5: Tingkat Inflasi, Tahun 2011 – 2013* (y-o-y, dalam %)
Inflasi November 2013 mencapai 8,37% (y-o-y).
Sumber : BPS dan CEIC (2013)
*= Oktober 2013
Tren meredanya tekanan terhadap inflasi sejak Agustus 2013
sedikit tersendat di bulan November 2013. Secara y-o-y laju inflasi
November 2013 sebesar 8,37%, sedikit meningkat dibandingkan
bulan sebelumnya yang mencatat inflasi sebesar 8,32%. Pada bulan
November 2013, secara y-o-y inflasi inti mencapai 4,8%, harga diatur
pemerintah tercatat sebesar 16,16%, dan harga bergejolak sebesar
12,97%. Sementara itu, secara m-t-m pada November 2013 terjadi
inflasi sebesar 0,12% sehingga laju inflasi tahun kalender (Januari –
November 2013) mencapai 7,79%. Angka inflasi November 2013
(0,12%) secara m-t-m lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 0,09%.
Pendorong terbesar inflasi bulan November 2013 adalah kenaikan
harga komoditas perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar yang
tercatat mencapai inflasi sebesar 0,68% (m-t-m). Hal ini tidak lepas
dari adanya kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif listrik
sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral No.30/2012 tentang Tarif Tenaga Listrik. Berdasarkan
peraturan tersebut, pemerintah melakukan Penyesuaian tarif listrik
secara bertahap sepanjang tahun 2013. Tahap pertama dilakukan
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
5
Perkembangan Moneter
Gambar 6: Tingkat Inflasi Menurut Kelompok Pengeluaran, Tahun 2011 – 2013* (m-t-m, dalam %)
Salah satu penyebab inflasi November 2013 adalah kenaikan tarif listrik sehingga harga komoditas perumahan,
air, listrik dan bahan bakar mencapai inflasi 0,68%.
Sumber : BPS dan CEIC (2013)
*=November 2013
pada 1 Januari – 31 Maret 2013; tahap kedua pada 1 April – 30 Juni
2013; tahap ketiga pada 1 Juli – 30 September 2013; dan tahap
keempat pada 1 Oktober 2013. Sumber inflasi lainnya adalah
komoditas makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau, sebesar
0,27% (m-t-m).
Komponen energi pada November 2013 mengalami inflasi sebesar
1,10% (m-t-m) atau terjadi kenaikan indeks dari 148,24 pada
Oktober 2013 menjadi 149,87 pada November 2013. Inflasi
komponen energi untuk tahun kalender (Januari – November) 2013
sebesar 20,48%. Sementara itu, komponen energi pada bulan
November 2013 memberikan sumbangan terhadap inflasi nasional
sebesar 0,01%.
Selanjutnya, dari 66 kota tersurvei, 38 kota mengalami inflasi dan
sebanyak 28 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di
Maumere 1,54% (m-t-m), sementara inflasi terendah terjadi di
Mataram dan Sibolga masing-masing sebesar 0,03% (m-t-m). Deflasi
tertinggi terjadi di Sorong, mencapai 1,29% (m-t-m) dan deflasi
terendah terjadi di Bengkulu 0,02% (m-t-m). Berdasarkan pernyataan
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
6
Indonesian Economic Review and Outlook
BPS, sebagian kota di wilayah tanah air mengalami deflasi karena
angkutan udara sudah menurunkan tarif. Selain itu, pemerintah juga
mengklaim berhasil menurunkan harga komoditas harga bergejolak,
khususnya untuk sayur dan buah.
Bank sentral kembali menaikkan suku bunga acuan (BI rate)
menjadi 7,50% pada 13 November 2013. Kenaikan BI rate ini untuk
menekan defisit neraca transaksi, serta antisipasi kebijakan tapering
off dan debt ceiling Amerika Serikat. BI terakhir kali menaikkan suku
bunga acuan pada Rapat Dewan Gubernur 12 September 2013, naik
25 basis poin dari 7% menjadi 7,25%.
Selain itu, beberapa hal lainnya yang menjadi pertimbangan BI untuk
menaikkan BI rate adalah untuk menekan defisit neraca transaksi
berjalan sehingga lebih sehat. Meskipun saat ini impor sudah mulai
menurun, namun penurunannya belum sebesar yang diharapkan.
Di samping itu, pertumbuhan kredit yang cenderung tinggi, tercatat
sebesar 23,1% (y-o-y) pada September 2013, lebih tinggi
dibandingkan bulan Agustus 2013 yang tumbuh 22,2% (y-o-y). Oleh
sebab itu, BI menaikkan suku bunga acuannya untuk menekan
pertumbuhan kredit tersebut.
Gambar 7: Perkembangan BI Rate, Suku Bunga SBI, Deposito, dan Penjaminan,
Tahun 2009 - 2013* (dalam % )
BI rate pada November 2013 tertinggi dalam tiga tahun terakhir
Sumber : Bank Indonesia dan CEIC (2013)
*= november 2013
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
7
Perkembangan Moneter
Gambar 8 : Cadangan Devisa Indonesia Tahun 2011- 2013* (dalam USD Miliar)
Cadangan devisa di bulan Oktober 2013 meningkat tipis
Sumber : Bank Indonesia dan CEIC (2013)
*= Oktober 2013
Cadangan devisa pada akhir Oktober 2013 mencapai USD 97
miliar, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat
mencapai USD 95,7 miliar. Pada umumnya kenaikan cadangan
devisa disebabkan oleh adanya surplus dari neraca perdagangan
saat ekspor lebih besar daripada impor, atau surplus neraca modal
saat aliran uang masuk lebih tinggi daripada uang yang keluar.
Selain itu, kenaikan cadangan devisa juga bisa disebabkan oleh
adanya aliran dana masuk terutama untuk membeli surat berharga
negara dan sertifikat bank Indonesia. Penguatan cadangan devisa
periode Oktober 2013 tidak lepas dari kebijakan pemerintah
menerbitkan sukuk global pada September 2013. Surat Berharga
Syariah Negara tersebut diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Pengelolaan Utang Kementrian Keuangan senilai USD 1,5 miliar.
Hal ini otomatis menambah cadangan devisa di tanah air. Selain itu,
meningkatnya cadangan devisa juga didorong oleh mulai masuknya
kembali dana asing jangka pendek serta upaya bank sentral menarik
dana asing melalu Sertifikasi Bank Indonesia dan deposito
berjangka valas yang mulai mendatangkan hasil. Kenaikan
cadangan devisa sebesar USD 1,3 miliar pada Oktober 2013
merupakan hasil perpaduan kebijakan BI dan pemerintah. Posisi
cadangan devisa bulan Oktober 2013 setara dengan 5,5 bulan impor
atau setara dengan 5,3 bulan impor dan pembayaran utang luar
negeri pemerintah.
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
8
Indonesian Economic Review and Outlook
Gambar 9 : Nilai Tukar dan Harga Saham, Tahun 2011 - 2013*
Bank Indonesia intervensi menjaga rupiah
Sumber : Bursa Efek Indonesia, Bank Indonesia dan CEIC (2013)
*= November 2013
Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) melemah
semakin dalam kuartal terakhir ini. Melemahnya rupiah berarti
dollar AS semakin mahal. Akibatnya, untuk mendapatkan dollar AS
dibutuhkan rupiah dalam jumlah yang semakin besar. Mahalnya
dollar AS diakibatkan oleh permintaan tinggi dan penawaran
terbatas. Oleh karena itu, Bank Indonesia melakukan intervensi
pasar untuk menjaga ketersediaan valuta asing. Permintaan akan
dollar AS yang tinggi antara lain berhubungan dengan kebutuhan
atas dollar AS untuk pembayaran utang luar negeri. Utang luar
negeri Indonesia per September 2013 tercatat sebesar USD 159,867
miliar. Rencana pembayaran pokok dan bunga utang pada Oktober –
Desember 2013 senilai USD 21,025 miliar.
Hingga akhir November 2013, rupiah semakin mendekati IDR 12.000
per USD. Oleh karena itu, Bank Indonesia tetap melakukan
intervensi pasar untuk menjaga ketersediaan valuta asing.
Berdasarkan data Bank Indonesia, nilai tukar rupiah per 30
November 2013 mencapai IDR 11.977 per USD. Sejak November
2008, posisi ini menunjukkan keberadaan rupiah yang paling
terpuruk. Meskipun pemerintah telah menerapkan 4 paket
kebijakan ekonomi bersama Bank Indonesia dan Otoritas Jasa
Keuangan pada Agustus 2013 untuk mencegah krisis ekonomi yang
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
9
Perkembangan Fiskal dan Keuangan Negara
salah satu tujuannya adalah memperbaiki neraca transaksi berjalan
dan menjaga nilai tukar rupiah, namun upaya tersebut belum
membuahkan hasil yang menggembirakan.
Sementara itu, di tengah pergerakan rupiah yang semakin melemah,
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menjadi tidak berkutik.
IHSG merosot ke level 4256 per November 2013 dibandingkan bulan
sebelumnya yang tercatat berada pada level 4510. Pelemahan ini
tidak lepas dari turunnya indeks saham bluechips
III. Perkembangan Fiskal dan Utang Negara
A. Perkembangan Fiskal
Turunnya pertumbuhan ekonomi mempengaruhi penerimaan
pajak. Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun pada tahun
2013, di mana secara y-o-y pada kuartal I tumbuh 6,05%, kuartal II
5,83%, kuartal III 5,62%, lebih rendah dari asumsi APBN-P 2013
sebesar 6,2% , sehingga berdampak pada penerimaan pajak.
Tabel 1: Penerimaan Pajak dalam Negara Periode 1 Januari-31 Oktober 2013
Tahun anggaran tinggal 2 bulan lagi, tetapi realisasi penerimaan baru 71,75% dari target
pada APBN-P 2013.
Sumber: Kementerian Keuangan (2013)
Gambar 10: Realisasi Belanja Negara 5 Tahun Terakhir
Sejak 2009, realisasi belanja negara konsisten menurun
Sumber: Kementerian Keuangan dan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian
Pembangunan (UKP4) (2013)
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
10
Indonesian Economic Review and Outlook
Tabel 2: Perbandingan Asumsi Makro dalam APBN 2013, APBN-P 2013 dan APBN 2014
Pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2014 lebih rendah dibanding APBN-P 2013.
Sumber: Kementerian Keuangan dan Tempo (25/10/2013)
Penerimaan dari sektor pajak masih jauh dari target yang
ditetapkan. Namun, jika dibandingkan periode yang sama tahun
2012 (y-o-y), penerimaan perpajakan mengalami kenaikan 7,72%.
Dirjen Perbendaharaan Negara mencatat realisasi penerimaan dari
perpajakan sebesar IDR 634,6 triliun atau 71,75% dari target yang
ditetapkan pada APBN-P 2013 per 31 Oktober 2013. Masih
rendahnya realisasi penerimaan pajak hingga Oktober 2013 akan
membuat pemerintah sulit untuk mencapai targetnya.
Realisasi belanja negara di periode kedua pemerintahan SBY
konsisten menurun. Sejak 2010, realisasi belanja negara selalu di
bawah 90%. Tahun 2013 boleh jadi pembeda jika mampu mencapai
angka 95% - 96% seperti estimasi Menteri Keuangan. Realisasi
belanja negara atau penyerapan anggaran per Oktober 2013 baru
mencapai 71,7%. Angka ini lebih tinggi dibanding periode yang
sama tahun sebelumnya, tetapi masih di bawah target dari Tim
Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran (TEPPA) yaitu
83,21%. Hal ini mengindikasikan kembali akan terulangnya
penumpukan belanja di akhir tahun. Sebagai perbandingan,
realisasi belanja yang terjadi di Desember 2012 mencapai 18,57%,
sehingga total penyerapan di akhir tahun sebesar 85,62%.
Pembahasan mengenai APBN 2014 telah selesai dan disahkan.
APBN 2014 bernilai IDR 1.842 triliun. Sementara target pendapatan
negara IDR 1.667,14 triliun, sehingga APBN akan defisit sekitar IDR
175,3 triliun atau 1,69% dari PDB. Berikut asumsi makro yang
ditetapkan dalam APBN 2014 (lihat Tabel 2)
Seiring dengan target pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah,
defisit anggaran di 2014 juga lebih kecil. Dalam APBN 2014, defisit
ditetapkan sebesar IDR 175,4 triliun atau 1,69% dari PDB, lebih kecil
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
11
Perkembangan Fiskal dan Keuangan Negara
Tabel 4: Defisit Anggaran dalam APBN-P 2013, RAPBN 2014 dan APBN 2014 (IDR Triliun)
Defisit anggaran APBN 2014 ditetapkan 1,69%
Sumber: Kementerian Keuangan (2013) dan Jurnas (25/10/2013)
dibandingkan APBN-P 2013 yaitu IDR 224,2 triliun. Namun, defisit
pada APBN 2014 lebih besar dibandingkan yang diajukan
pemerintah sebelumnya pada RAPBN 2014 yaitu IDR 154,2 triliun
atau 1,49% dari PDB.
B. Perkembangan Utang Negara dan Utang Luar Negeri
Total Surat Berharga Negara (SBN) outstanding yang dapat
diperdagangkan per Oktober 2013 mencapai IDR 1.351,12 triliun
meningkat sebesar IDR 28,69 triliun dibandingkan dengan SBN
outstanding per September 2013 yang tercatat sebesar IDR 1.322,42
triliun. Komposisi SBN outstanding periode Oktober 2013 paling
besar adalah obligasi negara dengan bunga tetap, tercatat sebesar
IDR 739,01 triliun. Sementara itu, Surat Perbendaharaan Negara
(SPN)/Treasury Bills, pada Oktober 2013, tercatat sebesar IDR 34,4
triliun telah menunjukkan penurunan sebesar IDR 0,2 triliun
dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar IDR 34,6 triliun.
Sedangkan Surat Berharga Negara dengan tingkat bunga
mengambang tidak mengalami perubahan sejak Januari 2013
hingga Oktober 2013, yaitu sebesar IDR 122,754 triliun. Surat
Berharga Syariah Negara/Government Islamic Securities tercatat
sebesar IDR 87,87 triliun pada Oktober 2013, meningkat sebesar IDR
184 miliar dari bulan September 2013, meningkat sebesar IDR 24,83
triliun dari awal tahun 2013, dan meningkat sebesar IDR 24,84 triliun
dari Oktober 2012. SBN outstanding Denominasi Valas/Foreign
Currency Denominated juga mengalami peningkatan. Pada Oktober
2013, SBN Denominasi Valas tercatat sebesar IDR 367,07 triliun.
Tercatat mengalami peningkatan sebesar IDR 12,49 triliun dari bulan
September 2013, meningkat sebesar IDR 102,25 triliun dari awal
tahun 2013, dan meningkat sebesar IDR 119,05 triliun dari Oktober
2012.
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
12
Indonesian Economic Review and Outlook
Gambar 11: Surat Berharga Negara Outstanding
Surat Berharga Negara outstanding secara umum mengalami peningkatan.
Sumber: Kementerian Keuangan dan CEIC (2013)
Total kepemilikan asing atas SBN menunjukkan peningkatan
sebesar IDR 10,81 triliun dari awal tahun 2013 hingga Agustus 2013
dari IDR 273,2 triliun menjadi IDR 284,01 triliun. Sedangkan
kepemilikan asing atas saham menunjukkan peningkatan sebesar
IDR 76,33 triliun dari awal tahun 2013 hingga Juli 2013 menjadi IDR
1693,2 triliun. Namun, total kepemilikan asing atas SBN
menunjukkan penurunan sebesar IDR 18,93 triliun dari Mei 2013.
Total kepemilikan asing atas ekuitas, obligasi pemerintah, dan SBI
secara umum mulai mengalami peningkatan. Obligasi pemerintah
naik sebesar IDR 15,17 triliun menjadi IDR 318,11 triliun pada
Oktober 2013. Kepemilikan asing atas SBI menunjukkan
peningkatan sejak Agustus 2013 sebesar IDR 4,5 triliun menjadi IDR
5,44 triliun pada Oktober 2013. Naik sebesar IDR 1,58 triliun dari
bulan sebelumnya dan naik sebesar IDR 4,7 triliun dari bulan yang
sama tahun 2012. Sejak Mei 2013, kepemilikan asing atas ekuitas
turun sebesar IDR 251,94 triliun menjadi IDR 1.541,93 triliun hingga
Oktober 2013.
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
13
Perkembangan Fiskal dan Keuangan Negara
Total kepemilikan asing atas SBN menunjukkan peningkatan
sebesar IDR 10,81 triliun dari awal tahun 2013 hingga Agustus
2013 dari IDR 273,2 triliun menjadi IDR 284,01 triliun. Sedangkan
kepemilikan asing atas saham menunjukkan peningkatan sebesar
IDR 76,33 triliun dari awal tahun 2013 hingga Juli 2013 menjadi IDR
1693,2 triliun. Namun, total kepemilikan asing atas SBN
menunjukkan penurunan sebesar IDR 18,93 triliun dari Mei 2013.
Total kepemilikan asing atas ekuitas, obligasi pemerintah, dan
SBI secara umum mulai mengalami peningkatan. Obligasi
pemerintah naik sebesar IDR 15,17 triliun menjadi IDR 318,11 triliun
pada Oktober 2013. Kepemilikan asing atas SBI menunjukkan
peningkatan sejak Agustus 2013 sebesar IDR 4,5 triliun menjadi IDR
5,44 triliun pada Oktober 2013. Naik sebesar IDR 1,58 triliun dari
bulan sebelumnya dan naik sebesar IDR 4,7 triliun dari bulan yang
sama tahun 2012. Sejak Mei 2013, kepemilikan asing atas ekuitas
turun sebesar IDR 251,94 triliun menjadi IDR 1.541,93 triliun hingga
Oktober 2013.
Debt Service Ratio (DSR), indikator yang menunjukkan rasio
pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap
penerimaan hasil ekspor suatu negara, menurun. Pada kuartal III
Gambar 12: Kepemilikan Asing atas Surat Berharga Indonesia
Kepemilikan asing atas ekuitas turun, sedangkan kepemilikan asing atas obligasi pemerintah dan SBI meningkat.
Sumber: BAPEPAM, Bank Indonesia, dan CEIC (2013)
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
14
Indonesian Economic Review and Outlook
tahun 2013, DSR Indonesia sebesar 39,1%. Secara umum DSR
meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini, meskipun DSR
September 2013 mengalami penurunan dibandingan dengan DSR
Juni 2013. Kondisi ini berbahaya apabila pelemahan rupiah terus
terjadi karena beban utang Indonesia akan semakin berat.
Secara umum total utang luar negeri Indonesia terus meningkat,
terutama utang luar negeri swasta. Total utang luar negeri
Indonesia pada September 2013 sebesar USD 259,86 miliar naik
sebesar USD 2,38 miliar dari bulan sebelumnya, meningkat sebesar
USD 8 miliar dari awal tahun 2013, dan meningkat sebesar USD 16,21
miliar dari bulan September tahun 2012.
Nilai utang luar negeri swasta pada Mei 2012 sebesar USD 118,48
miliar telah melebihi utang luar negeri pemerintah sejak bulan
Mei 2012. Pada bulan September 2013, nilai utang luar negeri swasta
mencapai USD 136,65 miliar, lebih besar sebesar USD 23,06 miliar
dari nilai utang luar negeri pemerintah bulan September 2013 yang
mencapai USD 113,59 miliar dan lebih besar sebesar USD 13,44
miliar dari nilai utang luar negeri pemerintah dan bank sentral bulan
September 2013 yang mencapai USD 123,21 miliar.
Gambar 13: Debt Service Ratio
Debt Service Ratio menurun
Sumber: Kementerian Keuangan dan CEIC (2013)
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
15
Perkembangan Internasional
Gambar 14: Utang Luar Negeri Pemerintah dan Swasta
Utang Luar Negeri Pemerintah dan Swasta Meningkat
Sumber: Kementerian Keuangan dan CEIC (2013)
Nilai utang luar negeri swasta jangka pendek by original maturity
adalah utang yang dihitung mulai dari timbulnya kewajiban utang
sampai dengan jatuh tempo. Pada September 2013, nilai utang luar
negeri swasta jangka pendek by original maturity sebesar USD 40,128
miliar, meningkat sebesar USD 1,58 miliar dari bulan Agustus 2013 dan
meningkat sebesar USD 3,54 miliar dari bulan September tahun 2012.
Nilai utang luar negeri swasta jangka pendek by remaining maturity
adalah posisi utang yang dihitung dengan menjumlahkan posisi utang
jangka pendek berdasarkan original maturity dan posisi utang jangka
panjang yang akan dibayar dalam jangka waktu maksimal satu tahun
ke depan dari posisi bulan pelaporan. Pada September 2013, utang
swasta jangka pendek by remaining maturity sebesar USD 43,12 miliar,
meningkat sebesar USD 4,18 miliar dari bulan Agustus 2013 dan
meningkat sebesar USD 4,9 miliar dari bulan September tahun 2012.
IV. Perkembangan Internasional
Kinerja neraca perdagangan Indonesia membaik pada bulan Oktober
2013. Kinerja neraca perdagangan Indonesia yang pada September 2013
turun menjadi defisit USD 0,8 miliar, kembali meningkat menjadi
surplus USD 0,04 miliar pada Oktober 2013. Membaiknya kinerja neraca
perdagangan ini ditopang oleh nilai ekspor yang meningkat sebesar
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
16
Indonesian Economic Review and Outlook
Gambar 15: Neraca Perdagangan, 2011-2013*
Neraca perdagangan Indonesia kembali surplus pada Oktober 2013.
Sumber: Badan Pusat Statistik dan CEIC (2013)
* = Oktober 2013
6,9% dari bulan September 2013, disaat impor hanya naik sebesar 1,06%
pada periode yang sama.
Dilihat dari sisi neraca perdagangan migas dan nonmigas, perbaikan
kinerja neraca perdagangan pada Oktober 2013 didukung oleh
menurunnya defisit neraca perdagangan migas dan meningkatnya
surplus neraca perdagangan nonmigas. Neraca perdagangan
nonmigas meningkat dari surplus USD 0,5 miliar pada September 2013
menjadi surplus USD 0,79 miliar pada Oktober 2013, sedangkan pada
periode yang sama defisit neraca perdagangan migas turun dari defisit
USD 1,3 miliar menjadi defisit USD 0,7 miliar. Penurunan defisit neraca
perdagangan migas pada Oktober 2013 disebabkan oleh meningkatnya
ekspor migas sebesar 12,8% pada saat impor migas turun 6,5% dari
September 2013. Penurunan impor migas terutama terjadi pada impor
migas jenis premium atau RON 88. Penurunan impor migas jenis
premium ini menunjukkan konsumsi migas dalam negeri yang mulai
menurun. Sedangkan dari sisi neraca perdagangan nonmigas,
peningkatan nilai ekspor nonmigas sebesar 5,7% merupakan faktor
utama yang menyebabkan surplus neraca perdagangan nonmigas
meningkat.
Secara kumulatif dari bulan Januari-Oktober 2013 neraca
perdagangan Indonesia tercatat defisit USD 6,4 miliar. Jumlah ini
meningkat drastis dari defisit neraca perdangan Indonesia pada
Januari-Oktober 2012 yang hanya USD 0,85 miliar.
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
17
Perkembangan Internasional
Kinerja neraca perdagangan migas mengalami perbaikan pada
Oktober 2013. Neraca perdagangan migas yang semula defisit USD 1,3
miliar pada September 2013, menurun menjadi defisit USD 0,7 miliar
pada Oktober 2013. Penurunan defisit neraca perdagangan ini ditopang
oleh meningkatnya ekspor migas sebesar 12,8% (m-t-m), pada saat
impor migas menurun sebesar 5,7% (m-t-m).
Ekspor migas yang meningkat pada Oktober 2013 ditopang oleh
peningkatan ekspor hasil minyak dan gas. Pada Oktober 2013, ekspor
hasil minyak meningkat sebesar 27,2% dan ekspor gas meningkat
sebesar 43,4% dari September 2013. Sementara itu, pada periode yang
sama ekspor minyak mentah sebaliknya tercatat menurun 26,6%.
Peningkatan juga terjadi pada sisi volume ekspor migas yang meningkat
sebesar 2,8% dari bulan September 2013. Meskipun volume ekspor
meningkat pada Oktober 2013, namun dalam kurun waktu 5 tahun
terakhir, produksi minyak Indonesia terus menurun hingga 30%. Lebih
buruk lagi, situasi di lapangan menunjukkan bahwa produksi migas
lebih gencar dilakukan daripada penemuan cadangan minyak baru, hal
ini menyebabkan semakin berkurangnya cadangan minyak dan gas
Indonesia. Dari sisi harga, harga minyak mentah Indonesia (ICP)
mengalami penurunan dari yang sebelumnya USD 109,69 barel pada
bulan September 2013 menjadi USD 106,39 barel pada Oktober 2013.
Penurunan harga ICP ini antara lain disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain melemahnya perekonomian dunia yang diindikasikan
Gambar 16: Neraca Perdagangan Migas, 2011- 2013*
Defisit neraca perdagangan migas kembali menurun.
Sumber: Badan Pusat Statistik dan CEIC (2013)
*= Oktober 2013
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
18
Indonesian Economic Review and Outlook
dengan penurunan perkiraan angka pertumbuhan ekonomi Amerika
Serikat, belum membaiknya tingkat pertumbuhan ekonomi negaranegara zona Eropa, dan meningkatnya produksi minyak mentah OPEC
yang disebabkan situasi politik negara Timur Tengah yang mulai stabil.
Dari sisi impor migas, penurunan nilai impor migas menyebabkan
kinerja neraca perdagangan migas membaik. Penurunan impor migas
pada Oktober 2013 terutama disebabkan oleh menurunnya impor gas
sebesar 24,8% yang diikuti penurunan impor minyak mentah sebesar
6,6% dan impor hasil minyak sebesar 4,2% dari bulan September 2013.
Secara keseluruhan dari Januari-Oktober 2013 neraca perdagangan
migas Indonesia tercatat defisit USD 10,6 miliar. Nilai ini memburuk
jika dibandingkan dengan neraca perdagangan migas pada JanuariOktober 2012 yang defisit USD 3,5 miliar. Memburuknya neraca
perdagangan pada periode ini disebabkan oleh penurunan nilai ekspor
migas dan meningkatnya nilai impor migas.
Kinerja neraca perdagangan nonmigas meningkat pada Oktober 2013.
Neraca perdagangan nonmigas yang semula surplus USD 0,5 miliar
pada September 2013, meningkat menjadi surplus USD 0,79 miliar pada
Oktober 2013. Peningkatan surplus neraca perdagangan nonmigas pada
Oktober 2013 ini disebabkan oleh nilai ekspor migas yang meningkat
sebesar 5,7% (m-t-m), lebih besar dari peningkatan impor nonmigas
yang hanya meningkat sebesar 3,4% (m-t-m).
Peningkatan ekspor nonmigas terbesar pada Oktober 2013 terjadi
pada komoditas bahan bakar mineral yang meningkat sebesar USD
107,5 juta (m-t-m), komoditas bijih, kerak, dan abu logam sebesar
USD 86,8 juta(m-t-m), dan karet dan barang dari karet sebesar USD
70,9 juta (m-t-m). Tujuan utama ekspor nonmigas Indonesia pada
Oktober 2013 masih diduduki oleh negara Cina, Jepang, dan Amerika
Serikat. Dari sisi impor nonmigas, peningkatan impor nonmigas pada
Oktober 2013 terbesar terjadi pada golongan serealia yang meningkat
sebesar 85,5% (m-t-m). Masyarakat yang saat ini gemar mengkonsumsi
gandum menyebabkan impor serealia ikut terdongkrak. Pertahunnya,
nilai impor gandum Indonesia mencapai USD 5 miliar. Nilai impor
nonmigas terbesar selanjutnya diikuti oleh golongan sisa industri
makanan yang meningkat sebesar 67,6% (m-t-m), bahan kimia organik
sebesar 13,74% (m-t-m), dan kendaraan bermotor dan bagiannya 9,36%
(m-t-m).
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
19
Perkembangan Internasional
Gambar 17: Neraca Perdagangan Non Migas Indonesia, 2011 – 2013*
Surplus neraca perdagangan non migas kembali meningkat.
Sumber: Badan Pusat Statistik dan CEIC (2013)
* = Oktober 2013
Secara kumulatif dari Januari-Oktober 2013, kinerja neraca
perdagangan nonmigas meningkat jika dibandingkan dengan
kinerja neraca perdagangan nonmigas pada Januari-Oktober 2012.
Neraca perdagangan nonmigas meningkat dari surplus USD 2,6 miliar
pada Januari-Oktober 2012 menjadi surplus USD 4,3 miliar pada
Januari-Oktober 2013. Sementara itu, besarnya impor nonmigas pada
Januari-Oktober 2013 terutama disumbang oleh golongan mesin dan
peralatan mekanik sebesar 18,92% (y-o-y) serta mesin dan peralatan
listrik sebesar 12,98% (y-o-y). Meski laju pertumbuhan sektor industri
menurun namun komponen impor pada sektor industri Indonesia pada
periode Januari-Oktober 2013 masih cukup besar.
Defisit transaksi berjalan masih berlangsung pada kuartal III-2013.
Hal ini dapat ditunjukkan oleh kinerja neraca transaksi berjalan yang
tidak jauh berbeda dari kuartal sebelumnya, meskipun terjadi sedikit
perbaikan pada kuartal III-2013. Defisit transaksi berjalan menurun dari
USD 9,9 miliar pada kuartal II-2013 menjadi USD 8,4 miliar pada kuartal
III-2013. Menurunnya defisit transaksi berjalan disebabkan oleh
menurunnya defisit neraca perdagangan barang, neraca perdagangan
jasa, dan neraca pendapatan.
Defisit neraca perdagangan barang mengalami penurunan pada
kuartal III-2013. Defisit neraca perdagangan barang menurun dari USD
0,7 miliar pada kuartal II-2013 menjadi USD 7 juta pada kuartal III-2013.
Begitupun defisit neraca perdagangan jasa yang menurun dari USD 3,1
miliar menjadi USD 2,6 miliar. Penurunan defisit neraca perdagangan
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
20
Indonesian Economic Review and Outlook
barang terutama didukung oleh kenaikan surplus neraca
perdagangan yang disebabkan oleh melambatnya impor nonmigas.
Sedangkan penurunan defisit pada neraca perdagangan jasa
disebabkan oleh berkurangnya pembayaran jasa freight yang sejalan
dengan penurunan impor nonmigas. Selama ini diketahui bahwa
dalam melakukan ekspor-impor, Indonesia menggunakan kapal
berbendera asing. Perbaikan defisit neraca jasa juga sejalan dengan
penurunan defisit neraca pendapatan. Neraca pendapatan kuartal
III-2013 tercatat defisit USD 6,7 miliar lebih rendah dari defisit neraca
pendapatan kuartal sebelumnya yaitu USD 7,1 miliar. Penurunan
defisit neraca pendapatan didukung oleh penurunan pembayaran
bunga dan deviden atas kepemilikan surat berharga oleh asing.
Secara umum, meskipun terjadi perbaikan pada neraca transaksi
berjalan, namun situasi ketidakpastiaan masih membayangi
transaksi berjalan Indonesia. Ketidakpastiaan perekonomian global
memperlambat kinerja neraca perdagangan Indonesia yang
memiliki korelasi dengan komponen neraca transaksi berjalan yang
lain. Hal ini menyebabkan tingginya defisit neraca transaksi
berjalan belum dapat dihindari.
Dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun sebelumnya,
kinerja transaksi berjalan Indonesia pada kurtal III-2013
memburuk. Pada kuartal III-2012 transaksi berjalan Indonesia
defisit USD 5,3 miliar, lebih rendah dari defisit transaksi berjalan
pada kuartal III-2013.
Transaksi modal dan finansial juga tercatat memburuk pada
kuartal-III 2013. Terjadi penurunan surplus transaksi modal dan
finansial yang semula USD 8,4 miliar pada kuartal II-2013 menjadi
USD 4,9 miliar pada kuartal III-2013. Penurunan kinerja transaksi
modal dan finansial ini disebakan oleh penurunan surplus investasi
portfolio dan menurunnya kinerja investasi lainnya yang semula
surplus menjadi defisit, meskipun pada periode yang sama investasi
langsung mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Investasi
langsung yang masih tinggi ini didukung oleh tingginya optimisme
pebisnis yang ditunjukkan oleh peningkatan indeks tendensi bisnis
yaitu 106,12 pada kuartal III-2013, setelah pada kuartal sebelumnya
sebesar 103,88.
Investasi portfolio menurun dari USD 3,4 miliar pada kuartal II2013 menjadi USD 1,9 miliar pada kuartal III-2013. Penurunan
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
21
Perkembangan Internasional
Gambar 18: Transaksi Berjalan Indonesia, 2009 - 2013*
Meskipun masih tercatat defisit, namun terjadi sedikit perbaikan pada neraca transaksi berjalan Indonesia.
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2013)
* = kuartal 3 tahun 2013
Gambar 19: Transaksi Modal dan Finansial, 2009 - 2013*
Penurunan nilai investasi portfolio dan investasi lainnya berkontribusi terhadap penurunan kinerja transaksi
modal dan finansial.
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2013)
* = kuartal 3 tahun 2013
Gambar 20: Neraca Pembayaran Indonesia, 2009 - 2013*
Defisit neraca pembayaran masih berlangsung.
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2013)
* = kuartal 3 tahun 2013
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
22
Indonesian Economic Review and Outlook
investasi portfolio ini disebabkan ketidakpastiaan perekonomian
global antara lain Government Shutdown, Debt Ceiling, maupun
kebijakan Tapering Off yang akan dilakukan oleh pemerintah Amerika
Serikat. Kebijakan ini membuat para investor mulai menarik dananya
dari Indonesia dan menunggu hingga situasi menjadi lebih stabil.
Secara internal, tingginya inflasi akibat kenaikan tarif listrik dan BBM
membuat investor enggan masuk ke Indonesia. Masalah infrastruktur
dan ketidakstabilan upah buruh membuat investasi berjalan lambat.
Selain itu kondisi transaksi berjalan Indonesia yang memburuk juga
menjadi faktor yang menyebabkan para investor ragu menanamkan
modalnya di Indonesia.
Kinerja yang memburuk juga dialami investasi lainnya. Terjadi
penurunan kinerja investasi lainnya yang menurun dari surplus
USD 1,2 miliar pada kuartal II-2013 menjadi defisit USD 2,1 miliar
pada kuartal III-2013. Penurunan kinerja ini disebabkan meningkatnya
simpanan swasta di perbankan luar negeri yang semula surplus USD
4,6 miliar pada kuartal II-2013 menjadi defisit USD 2,1 miliar pada
kuartal III-2013.
Dibandingkan dengan kinerja transaksi modal dan finansial pada
kuartal III-2012, kinerja transaksi modal dan finansial pada kuartal
III-2013 mengalami penurunan. Transaksi modal dan finansial pada
kuartal III-2013 adalah sebesar surplus USD 5,9 miliar sedangkan nilai
neraca transaksi modal dan finansial pada kuartal III-2012 sebesar
surplus USD 4,9 miliar.
Secara umum tidak terjadi perubahan yang signifikan atas kinerja
neraca pembayaran Indonesia. Meskipun begitu, kinerja neraca
pembayaran Indonesia pada kuartal III-2013 mengalami sedikit
penurunan. Defisit neraca pembayaran meningkat dari USD 2,4 miliar
pada kuartal II-2013 menjadi USD 2,6 miliar pada kuartal III-2013.
Menurunnya kinerja neraca pembayaran disebabkan oleh
penurunan surplus transaksi modal dan finansial sebesar 41,5% (qto-q). Penurunan surplus transaksi modal dan finansial ini masih jauh
lebih besar daripada penurunan defisit transaksi berjalan yang
menurun sebesar 15,11% (q-to-q). Meskipun terjadi perbaikan pada
transaksi berjalan tetapi besarnya penurunan surplus transaksi modal
dan finansial menyebabkan neraca pembayaran kuartal III-2013 masih
defisit dan relatif sama dengan kuartal sebelumnya. Defisit transaksi
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
23
GAMA Leading Economic Indicator
berjalan yang masih cukup besar disebabkan oleh masih lebarnya
defisit neraca pendapatan, neraca perdagangan jasa, dan neraca
perdagangan barang meskipun pada kuartal ini defisit neraca
perdagangan barang tercatat paling kecil dibandingkan defisit neraca
perdagangan jasa maupun neraca pendapatan. Sedangkan pada
transaksi modal dan finansial, menurunnya surplus transaksi modal
dan finansial disebabkan menurunnya kinerja investasi portofolio dan
investasi lainnya pada kuartal III-2013 sebagai dampak dari
ketidakpastian ekonomi global.
Dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun sebelumnya, kinerja
neraca pembayaran pada kuartal III-2013 dinilai lebih buruk
daripada kuartal III-2012. Neraca pembayaran tercatat surplus USD 0,8
miliar pada kuartal III-2012. Nilai ini menurun drastis dan berubah
menjadi defisit USD 2,6 miliar pada kuartal III-2013.
V. GAMA Leading Economic Indicator
Leading Economic Indicator merupakan salah satu model early
warning system untuk memprediksi pergerakan ekonomi di masa
depan. GAMA Leading Economic Indicator (GAMA LEI) merupakan
model peramalan yang dikembangkan oleh Tim Macroeconomic
Dashboard FEB UGM. Peramalan yang dihasilkan dalam model GAMA
LEI ini mampu memprediksi arah pergerakan perekonomian Indonesia
dalam beberapa waktu ke depan. Arah pergerakan ekonomi Indonesia
diprediksi dengan melihat pergerakan ataupun titik balik yang
dihasilkan dalam model GAMA LEI selama beberapa waktu tertentu.
GAMA LEI disusun berdasarkan uji kuantitatif serta kualitatif yang
sangat ketat dan menggunakan variabel-variabel pilihan untuk
menghasilkan peramalan terbaik.
Gambar 21: GAMA LEI Indonesia, Tahun 2000 – 2013
* = kuartal 3 tahun 2013
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
24
Indonesian Economic Review and Outlook
Keakuratan peramalan GAMA LEI telah teruji kehandalannya
karena berhasil meramalkan pergerakan ekonomi Indonesia
selama empat kali berturut-turut. Peramalan model GAMA LEI
mampu meramalkan secara akurat pergerakan ekonomi Indonesia
dari 2012:Q4 hingga 2013:Q3. Adanya perubahan arah
perekonomian Indonesia pada 2013:Q1 mampu diprediksi secara
tepat oleh model GAMA LEI di 2014:Q4. Begitu juga adanya
perlambatan perekonomian Indonesia pada 2013:Q2 dan 2013:Q3
mampu diprediksi oleh pergerakan GAMA LEI di 2013:Q1 dan
2013:Q2. Dalam edisi ini, GAMA LEI meramalkan kondisi
perekonomian Indonesia di akhir tahun 2013 serta di awal tahun
politik 2014.
Secara umum, pergerakan indikator-indikator penyusun GAMA
LEI masih menunjukan penurunan kinerja dari 2013:Q1 hingga
2013:Q3. GAMA LEI selalu disusun dari berbagai indikator yang
berasal dari variabel ekonomi mikro maupun ekonomi makro agar
mampu menggambarkan siklus perekonomian Indonesia. Dari sisi
ekonomi makro, adanya kecenderungan kontraksi pada variabel
seperti Foreign Direct Investment Realization, nilai ekspor ke
negara-negara tujuan ekspor utama Indonesia (Cina dan Eropa),
pergerakan IHSG, dan market capitalization pasar modal berimplikasi
pada pelemahan perekonomian Indonesia pada waktu yang akan
datang. Dari sisi mikro, masih adanya kecenderungan kontraksi
pada belanja masyarakat seperti variabel penjualan mobil dan
konsumsi semen sedikit banyak akan mempengaruhi pergerakan
ekonomi Indonesia beberapa waktu mendatang.
Hasil peramalan GAMA LEI pada edisi ini masih menunjuk
adanya perlambatan perekonomian Indonesa dalam beberapa
waktu ke depan, khususnya di akhir tahun 2013 dan di awal tahun
politik 2014. Pergerakan GAMA LEI di 2013:Q3 masih belum
menunjukan titik balik atau perubahan arah pergerakan
perekonomian menuju kondisi yang lebih baik. Hal ini menunjukan
bahwa perekonomian Indonesia masih akan mengalami
perlambatan pada 2013:Q4 dan awal tahun 2014. Jika pemerintah
tidak melakukan langkah antisipatif untuk meredam perlambatan
perekonomian maka diperkirakan adanya tahun politik 2014 akan
ikut menambah beban kerja pemerintah dalam menjaga
pertumbuhan.
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
25
GAMA Leading Economic Indicator
Konsensus Proyeksi Indikator Makroekonomi
Survei ini memprediksi tiga indikator makro utama Indonesia,
yaitu: pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan nilai tukar yang secara
umum masih tidak menggembirakan. Estimasi ini diperoleh
berdasarkan survei yang dilakukan oleh tim Macroeconomic
Dashboard dengan responden dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomika dan Bisnis UGM.
Pertumbuhan PDB riil Indonesia tahun 2013 dibandingkan
dengan tahun 2012 secara umum menurun. Masih turunnya
pertumbuhan hingga akhir tahun ini disebabkan oleh faktor
eksternal yaitu masih lesunya perekonomian dunia. Sedangkan dari
faktor internal disebabkan oleh kecenderungan kinerja perdagangan
yang masih defisit dan investasi yang merosot .
Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika masih diprediksi akan
berfluktuasi dan memiliki tren yang melemah. Fluktuasi dan
pelemahan rupiah akan banyak dipengaruhi oleh jatuh tempo dan
besaran pembayaran utang luar negeri pemerintah dan swasta yang
akan menyebabkan pelemahan serta potensi capital outflow jika
Federal Reserve jadi mengurangi ekspansi moneternya
Inflasi secara umum pada tahun 2013 lebih tinggi dibandingkan
dengan tahun 2012. Peningkatan ini semakin didesak oleh kurs
rupiah yang melemah terhadap Amerika Serikat. Namun, inflasi
pada tahun 2014 diprediksikan menurun.
Tabel 5 : Estimasi Pertumbuhan PDB (y-o-y, dalam %)
Sumber: Data primer, diolah (2013)
Tabel 6 : Estimasi Inflasi (y-o-y, dalam %)
Sumber: Data primer, diolah (2013)
Tabel 7 : Estimasi Nilai Tukar
Sumber: Data primer, diolah (2013)
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
26
Indonesian Economic Review and Outlook
VI. Ekonomi ASEAN : Pertumbuhan Melambat, Perbaikan
Tidak Secepat Harapan
Mendekati penghujung tahun 2013, pertumbuhan ekonomi negaranegara kawasan anggota Association of South East Asian Nations
(ASEAN) menunjukkan pertumbuhan yang masih tidak
menggembirakan. Kecenderungan pertumbuhan negara-negara utama
di kawasan belum menunjukkan arah pertumbuhan yang stabil ataupun
kecenderungan pertumbuhan positif secara bersama. Indonesia, Filipina
dan Thailand adalah negara-negara utama di kawasan ASEAN yang
mencatatkan pertumbuhan ekonomi pada Kuartal III-2013 yang lebih
rendah daripada pertumbuhan ekonomi pada Kuartal II-2013 (y-o-y)
sementara Malaysia, Singapura dan Vietnam adalah negara-negara
utama di kawasan yang berhasil mencatatkan pertumbuhan ekonomi
pada Kuartal III-2013 yang lebih baik daripada kuartal sebelumnya.
Negara-negara yang tingkat pertumbuhan Kuartal III-2013 yang
mengalami penurunan dibandingkan pertumbuhan Kuartal II-2013
paling signifikan terjadi pada negara Thailand (2,2% menjadi 1,3%)
diikuti Filipina (7,5% menjadi 7,0%) dan Indonesia (5,8% menjadi 5,6%).
Sementara negara utama kawasan yang menunjukkan pertumbuhan
ekonomi yang membaik dalam rentang kuartalan secara berturut-turut
adalah Singapura (3,8% menjadi 5,1%), Malaysia (4,4% menjadi 5,0%)
serta Vietnam (5,0% menjadi 5,5%).
Gambar 22: Tingkat Pertumbuhan PDB Negara Anggota ASEAN Berdasarkan Harga Konstan,
Tahun 1998–2013* (y-o-y, dalam %)
Perekonomian ASEAN masih cenderung melambat hingga tutup tahun ditengah ketidakpastian ekonomi global
Sumber: IMF, CEIC (2013)
* = kuartal 3 tahun 2013
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
27
Ekonomi Asean
Pada Kuartal III-2013, Filipina masih menunjukkan kinerja ekonomi
yang paling pesat di kawasan. Walaupun diperkirakan pertumbuhan
ekonomi Filipina kedepannya akan mendapatkan tekanan dari
dampak Bencana Topan Haiyan (dalam bahasa lokal disebut sebagai
Topan Yolanda) yang mengakibatkan kerusakan langsung di
beberapa provinsi utama di Filipina dan diperkirakan juga akan
memberikan dampak tidak langsung kepada aktivitas ekonomi
nasional secara keseluruhan, namun kinerja kebijakan pemerintah
Filipina pada Kuartal III-2013 masih memberikan kontribusi yang
positif pada perekonomian nasionalnya diakibatkan perekonomian
Filipina adalah perekonomian yang secara tradisional tidak memiliki
tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap aktivitas ekspor impor.
Filipina adalah sedikit dari negara di kawasan ASEAN yang
mencatatkan pertumbuhan ekonominya terutama diakibatkan oleh
akumulasi tingkat investasi nasional serta akumulasi tingkat
pengeluaran pemerintah dibandingkan dengan negara-negara lain di
kawasan yang secara umum lebih mengandalkan pada aktivitas
ekspor-impor sehingga di tengah perekonomian global yang masih
diliputi ketidakpastian ini memberikan dampak langsung maupun
tidak langsung pada negara bersangkutan.
Tingkat inflasi yang terjadi di negara-negara anggota ASEAN masih
menjadi faktor utama yang menghambat laju ekonomi dan
peningkatan nilai kesejahteraan di kawasan untuk mencapai
Gambar 23: Tingkat Inflasi Negara Anggota ASEAN Tahun 2000- 2013* (y-o-y, dalam %)
Tekanan inflasi masih menunjukkan trend penguatan
Sumber: Bloomberg (2013)
*= kuartal 3 tahun 2013
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
28
Indonesian Economic Review and Outlook
tingkat potensi optimalnya. Secara berturut-turut pada bulan
Oktober 2013 ini, tingkat inflasi tertinggi dicapai oleh Indonesia
(8,32%), sejajar dengan berbagai negara yang bukan negara utama di
kawasan ASEAN seperti Laos (6,87%) dan Vietnam (5,87%). Inflasi
sebagai salah satu indikator yang menunjukkan tingkat penciptaan
nilai kesejahteraan di suatu negara menunjukkan bahwa di tengah
k e c e n d e r u n g a n n e g a r a k a wa s a n ya n g r e r a t a m a m p u
mempertahankan inflasi pada tingkat dibawah 3%, Indonesia, Laos
dan Vietnam terbukti belum mampu meredam gejolak kenaikan
harga di negaranya terlebih ketika sementara dalam waktu dekat
akan menghadapi potensi ancaman kenaikan harga-harga barang
secara umum pada momen akhir tahun nantinya. Tekanan pada
perekonomian yang diakibatkan oleh masih tingginya tingkat inflasi
ini diiringi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang belum
mencapai kapasitas optimal akan berpengaruh pada persiapan
negara-negara kawasan untuk menyongsong Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) 2015.
Kondisi menurunnya kinerja pasar saham dan pasar uang
sebagaimana yang terekam pada situasi perekonomian pada
Kuartal II-2013 yang lalu ternyata masih menunjukkan
kecenderungan serupa pada Kuartal III-2013 ini. Secara umum
pasar saham di beberapa negara utama di kawasan menunjukkan
tanda perbaikan yang secara tidak langsung juga menyiratkan
meningkatnya tingkat kepercayaan (confident) para investor
Tabel 8: Indeks Saham Negara ASEAN: 2009- 2013* (y-o-y, dalam %)
Perkembangan Pasar Saham bervariasi di ASEAN
y-o-y
Sumber: Bloomberg (2013)
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
29
Ekonomi Asean
Tabel 9: Nilai Tukar Negara ASEAN Terhadap USD, Tahun 2009- 2013* (y-o-y, dalam %)
Nilai Tukar Mata Uang Negara ASEAN Terus Mengalami Pelemahan
Sumber: Bloomberg (2013)
terhadap kinerja perekonomian negara-negara kawasan ASEAN.
Namun selama Kuartal III-2013 ini perbaikan kinerja yang dialami
pada sektor pasar saham tidak seperti yang diharapkan sehingga
secara tidak langsung menunjukkan belum semua investor secara
umum teryakinkan dengan potensi cerah perekonomian di kawasan
ASEAN. Perbaikan kinerja yang terjadi di pasar saham ternyata
tidak serta merta terjadi juga pada sektor pasar uang dimana hampir
semua mata uang negara kawasan menunjukkan pelemahan nilai
tukar yang cukup signifikan. Pelemahan nilai tukar di kawasan
ASEAN terutama terjadi di Indonesia (-22,19%) dan juga Myanmar (14,60%) yang mana kedua negara ini merupakan sedikit negara yang
mengalami pelemahan nilai tukar hingga lebih dari 10% (dua digit)
dibandingkan dengan tingkat nilai tukar mata uangnya
sebagaimana dimulai pada awal tahun 2013 lalu.
VII. Isu Terkini
Economic Outlook 2014
Oleh Prof. Mudrajad Kuncoro, Ph.D1
Melemahnya nilai tukar rupiah dan merosotnya Indeks Harga
Saham Gabungan membuat panik pelaku bisnis. Pengusaha tahutempe, barang elektronik, dan sejumlah usaha yang memiliki
kandungan impor tinggi mulai berteriak karena dollar tinggi.
Benarkah faktor eksternal semata ataukah fundamen ekonomi
Indonesia yang “rapuh” sehingga rawan terhadap guncangan
eksternal?
1. Prof. Mudrajad Kuncoro adalah Guru Besar Ilmu Ekonomi dan Manajer Kantor Publikasi FEB UGM
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
30
Indonesian Economic Review and Outlook
Gambar 24 : Perkembangan Kurs dan IHSG pada masa SBY
Sumber: Bank Indonesia, beberapa tahun
Penyebab utama anjloknya IHSG dan terpuruknya nilai tukar rupiah
sebetulnya adalah struktur ekonomi kita yang sejak lama ”tidak
sehat”, tetapi diberi obat yang tak cespleng. Tanpa perubahan
mendasar kebijakan makro dan sektoral, ancaman krisis di pasar
modal dan valas, cepat atau lambat akan merembet ke semua sektor,
termasuk pasar tradisional dan UMKM. Selama kurun 1 Januari-23
Agustus 2013, nilai tukar rupiah melemah sekitar 12 persen terhadap
dollar AS dan IHSG melorot sekitar 4,1 persen. Pada 23 Agustus 2013,
kurs rupiah bertengger di angka IDR 10.848 per USD dan IHSG pada
4.169,83 (lihat Gambar 24). Bahkan pada tanggal 28 November 2013,
kurs rupiah merosot hingga IDR 11.870-11.990 per USD, atau
mengalami depresiasi sekitar 24% dalam satu tahun. Bandingkan
dengan awal 2013, saat kurs IDR 9.685 dan IHSG 4.346,48.
Faktor Eksternal
Dari sisi eksternal, ada beberapa faktor di balik rentannya pasar
valas dan modal kita. Pelemahan rupiah dipengaruhi sentimen
negatif terkait dengan meningkatnya ketidakpastian global akibat
pertumbuhan ekonomi dunia cenderung turun. Sejak Januari 2012,
rupiah terdepresiasi terus-menerus, dari IDR 9.000-an awal Januari
2012 menembus di atas IDR 11.000 per USD minggu terakhir
Agustus 2013. Rupiah dan rupee India melemah paling tajam dua
minggu terakhir akibat banyak investor asing menarik investasi
mereka di Asia seiring dengan rencana bank sentral AS (The Fed)
mengurangi kebijakan quantitative easing (QE).
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
31
Isu Terkini
Gambar 25 : Pergerakan Nilai Kurs Rp/USD, IHK, dan Indeks Dow Jones
Sumber: Kemenkeu (2013); BI (2013)
QE adalah kebijakan moneter yang diterapkan The Fed untuk
mendorong perekonomian karena kebijakan moneter yang standar
menjadi tak efektif dan suku bunga sudah amat rendah mendekati nol.
Caranya, The Fed membeli sejumlah aset finansial (obligasi jangka
panjang dan US Treasury Notes) di bank komersial ataupun lembaga
keuangan lain. The Fed melakukan QE yang pertama (QE1) pada 25
November 2008 hingga akhir Maret 2010, tadinya hanya 600 miliar
dollar AS, tetapi akhirnya mencapai USD 1,75 triliun. Pada tahap kedua
(QE2), The Fed membeli USD 600 miliar selama November 2010-Juni
2011. Pada 12 September 2012, The Fed mengumumkan akan membeli
surat berharga jangka panjang USD 40 miliar per bulan.
Gejolak di Bursa Efek Indonesia (BEI), banyak terpengaruh program QE
AS, telah mendorong investor membeli aset-aset berisiko, terutama
yang dimiliki negara berkembang, termasuk Indonesia. Setelah QE1,
QE2, dan QE3 diberlakukan, terjadi tren yang sangat bullish pada
indeks Dow Jones dan IHSG (lihat Gambar 25). Namun, sebaliknya
apabila QE dikurangi, likuiditas di pasar AS menurun seiring dengan
dikuranginya pembelian aset. Hal ini membawa performa indeks saham
negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, memasuki tren
bearish seiring keluarnya dana asing. Berdasarkan data Kustodian
Sentral Efek Indonesia, kepemilikan saham asing per kuartal II-2013
adalah 57-58%dari total saham yang diperdagangkan di BEI.
Penyakit Kronis
Faktor internal yang memperburuk adalah defisit neraca perdagangan
dan transaksi berjalan yang masih berlanjut (lihat Tabel 10). Inilah
penyakit kronis yang menggerogoti ekonomi kita dan membuat tak
sehat. Statistik BPS 1 Agustus 2013 mencatat nilai ekspor Indonesia Juni
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
32
Indonesian Economic Review and Outlook
2013 mencapai USD 14,74 miliar, turun 8,63% dibandingkan dengan
Mei 2013, atau penurunan 4,54% dibandingkan dengan Juni 2012.
Ekspor migas turun 5,81% (dari USD 2.926,3 juta menjadi USD
2.756,3 juta), sedangkan ekspor nonmigas merosot 9,26%(dari USD
13.207,1 juta menjadi USD 11.984,4 juta). Meski harga minyak
mentah Indonesia di pasar dunia naik dari USD 99,01 menjadi USD
99,97 per barrel selama Mei-Juni 2013, volume ekspor migas Juni
2013 dibandingkan dengan Mei 2013 untuk minyak mentah dan
hasil minyak turun 21,6%dan 4,2%, gas naik 4,2%. Secara kumulatif,
ekspor Indonesia Januari−-Juni 2013 sebesar USD 91,05 miliar, turun
6% dibandingkan dengan periode sama pada 2012.
Selama beberapa tahun terakhir, hampir semua produk dan sektor
Indonesia mengalami penurunan kinerja dari surplus menjadi
defisit perdagangan. Jika tadinya defisit perdagangan hanya dialami
sektor migas, mulai triwulan II-2013 neraca perdagangan defisit
USD 0,6 miliar akibat penurunan kinerja ekspor nonmigas dan
neraca perdagangan migas terus defisit. Defisit ini pertama kali
terjadi selama tiga dasawarsa terakhir. Penyebabnya adalah
menurunnya lifting minyak, hingga kini kita importir neto minyak,
dan iklim investasi sektor migas yang kurang mendorong eksplorasi
ladang minyak baru. Menurunnya ekspor nonmigas disebabkan
banyaknya perusahaan yang menutup usaha akibat krisis global
ataupun kalah bersaing dengan negara-negara pengekspor produk
sama. Selain itu, harga dan permintaan komoditas ekspor di pasar
internasional masih cenderung menurun akibat pelambatan
ekonomi di negara mitra dagang utama kita.
Masalah mendasar perdagangan kita adalah menurunnya kinerja
perdagangan dan lemahnya daya saing produk ekspor. Pemerintah
perlu menyelesaikan sejumlah ”pekerjaan rumah” terkait dengan
rantai ekspor dan sejumlah faktor penyebab ekonomi biaya tinggi.
Setidaknya masalah yang masih belum dipecahkan dengan tuntas
adalah; pertama, biaya mengurus kontainer di pelabuhan masih
tertinggi di ASEAN. Ini masih ditambah biaya parkir dan lewat
kontainer yang memberatkan. Kedua, biaya pungutan liar yang
minimal 7,5%dari biaya ekspor masih ditemui di jembatan timbang,
jalan raya, pelabuhan, dan pelayanan perizinan, baik di pusat
maupun daerah. Ketiga, masih sangat tingginya kandungan impor
bahan baku, bahan antara, dan komponen seluruh industri, sebesar
28-90%. Masalah industri lainnya mencakup lemahnya penguasaan
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
33
Isu Terkini
Tabel 10: Neraca Pembayaran Indonesia, 2011-2013.Q3
Sumber: Bank Indonesia (2013)
dan penerapan teknologi karena industri masih banyak bertipe ”tukang
jahit” dan ”tukang rakit”. Padahal kontribusi ekspor produk industri
terhadap ekspor nonmigas 62%.
Membaca laporan Bank Dunia yang berjudul Doing Business 2014
(Db2014), Indonesia menempati peringkat 120 dari 189 negara. Ini
menurun 4 tingkat dibanding tahun sebelumnya yang menempati
peringkat ke-116. Bagi para pengambil keputusan, DB2014 menyajikan
bagaimana kemudahan berbisnis di suatu negara dibanding negara lain.
Dibanding negara tetangga kita di ASEAN, peringkat Indonesia
menempati posisi paling bawah. Malaysia melakukan banyak reformasi
kebijakan hingga menempati peringkat ke-6, diikuti Thailand dan
Filipina yang masing-masing berada peringkat 18 dan 108. DB2014
mencatat indikator yang masih buruk terutama adalah memulai bisnis,
melaksanakan kontrak, mengatasi insolvensi, membayar pajak, dan
mendapatkan listrik. Memulai bisnis di Indonesia masih membutuhkan
10 prosedur, memakan waktu 48 hari, memakan biaya hingga 20,5% dari
pendapatan per kapita, dan memerlukan modal minimal yang dibayar
38,5% dari pendapatan per kapita.
Faktor internal lain yang perlu dicermati adalah utang swasta yang
sebagian besar akan jatuh tempo September 2013. Jumlah kumulatif
utang yang jatuh tempo sekitar USD 25,6 miliar. Saat ini total utang luar
negeri Indonesia (pemerintah, BI, swasta), telah mencapai 250 miliar
dollar AS. Masalahnya, total utang luar negeri ini didominasi swasta
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
34
Indonesian Economic Review and Outlook
yang berjumlah USD 133 miliar. Melorotnya nilai tukar rupiah
berpotensi menyulut utang macet dalam bentuk valas. Apalagi 20-22%
utang luar negeri swasta nasional, atau USD 26,8 miliar – USD 29,5
miliar, belum memiliki lindung nilai (hedging). Defisit transaksi berjalan
tercatat meningkat relatif tinggi. Neraca transaksi berjalan, atau sering
disebut current account, mencatat bukan hanya neraca perdagangan
barang, melainkan juga neraca jasa, penghasilan, serta transfer berjalan.
Defisit terjadi karena didorong terus menurunnya ekspor akibat
pelambatan ekonomi global, penurunan tajam harga komoditas global,
di tengah masih tingginya impor, baik migas maupun nonmigas. Defisit
transaksi berjalan juga dipengaruhi pembayaran bunga utang yang
cukup besar pada triwulan II-2013.
Rasio defisit transaksi berjalan terhadap PDB melonjak di atas 3%. Ini
menurunkan cadangan devisa, yang akhir Juli 2013 tercatat USD 92,67
miliar atau setara 5,1 bulan impor. Bandingkan dengan posisi cadangan
devisa pada akhir tahun 2006 yang hanya sebesar USD 34,7 milyar,
merayap naik menjadi USD 55,1 miliar pada 7 Desember 2007, dan
melonjak selama 2011-2012 menjadi sekitar USD 110-113 milyar.
Laporan Neraca Pembayaran BI edisi Agustus 2013 memberikan
peringatan bahwa tingkat kecukupan cadangan devisa untuk
memenuhi kewajiban luar negeri jangka pendek menurun.
Butuh Obat ”Cespleng”
Pemerintah dan BI merespons dengan menyampaikan paket kebijakan
penyelamatan ekonomi, meliputi paket kebijakan fiskal, moneter, pasar
modal, hingga industri, yang mencakup 13 langkah (Kompas, 23/8). BI
menerbitkan sejumlah kebijakan moneter guna meningkatkan pasokan
valas secara lebih efektif dan dalam rangka pendalaman pasar uang.
Agaknya masih perlu ”obat” yang mampu menyembuhkan Indonesia
dari penyakit kronis. Melemahnya rupiah dan IHSG perlu dicari akar
masalahnya. Faktor eksternal hanya pemicu, tetapi sumber penyakit
kronis yang membikin struktur ekonomi tak sehat perlu diprioritaskan
dan dipilih obatnya. Tanpa ada QE di AS pun, neraca perdagangan dan
transaksi berjalan yang tak sehat mengakibatkan pelemahan rupiah,
hanya tunggu waktu.
Dibandingkan dengan krisis Asia 1998 dan krisis global 2008,
penurunan kurs dan IHSG selama Agustus-November 2013 belum
masuk tahap ”krisis” sehingga belum bisa diterapkan protokol krisis.
Menurut UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
35
Isu Terkini
Pasal 45, definisi ”krisis pada sistem keuangan” adalah kondisi
sistem keuangan yang sudah gagal menjalankan fungsi dan
perannya secara efektif dalam perekonomian nasional yang
ditunjukkan dengan memburuknya berbagai indikator ekonomi
dan keuangan antara lain berupa kesulitan likuiditas, masalah
solvabilitas, dan/atau penurunan kepercayaan publik terhadap
sistem keuangan.
Implikasinya, masih banyak “pekerjaan rumah” bagi pemerintah
pusat dan daerah yang harus diprioritaskan. langkah antisipatif dan
proaktif bernuansa jangka pendek dan panjang agaknya amat
ditunggu pelaku bisnis dan rakyat. Kita perlu obat yang ”tak
generik”, tetapi mengobati ”penyakit kronis” yang beberapa tahun
menggerogoti ekonomi Indonesia. Sudah saatnya berhenti menebar
pesona dan hanya peduli “politik pencitraan”. Meski kita masuk
dalam tahun politik, perubahan orientasi kebijakan, bagaimana
respon kebijakan, dan upaya serius memperbaiki implementasi
kebijakan perlu diprioritaskan. Semoga harapan perubahan yang
diinginkan rakyat, investor, dan pengusaha tidak hanya sekedar
”angin surga” yang bertiup kencang menjelang pemilu dan pilkada.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Perencanaan Statistik (BPS). (2012).Data Strategis BPS. Jakarta: BPS.
BPS. (2011). Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. Jakarta: BPS, 11 April
2011.
Bank Indonesia. (2013). Indonesia’s Balance of Payments Report second
Quarter 2013, Jakarta: BI.
Kuncoro, Mudrajad. (2013a).”Mengobati Penyakit Ekonomi”. Kompas, 3
September 2013.
Kuncoro, Mudrajad. (2013b).”Doing Business 2014”, Investor Daily,11
November 2013.
Kuncoro, Mudrajad. (2012a). Perencanaan Daerah: Bagaimana Membangun
Ekonomi Lokal, Kota, dan Kawasan, Jakarta: Salemba Empat.
Kuncoro, Mudrajad. (2012b). Ekonomika Aglomerasi. Yogyakarta: UPP
STIM YKPN.
Kuncoro, Mudrajad. (2011a).”Koridor Ekonomi Indonesia”. Investor Daily,
28 Februari 2011.
Kuncoro, Mudrajad. (2011b).“MP3EI: Mitos atau Realitas”, Kompas,
1/8/2011.
Kuncoro, Mudrajad. (2009).”Debottlenecking Infrastruktur”. Investor
Daily, 16 November 2009.
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
36
Indonesian Economic Review and Outlook
VIII. Economic Outlook
Ekonomi Indonesia memasuki kuartal ketiga tahun 2013
menghadapi tekanan yang cukup besar. Instabilitas ekonomi makro
meningkat yang dapat dilihat dari inflasi yang meningkat dan nilai
mata uang rupiah yang melemah signifikan. Sementara itu kinerja
ekonomi internasional dilihat dari neraca transaksi berjalan dan
neraca pembayaran masih terus defisit. Memburuknya instabilitas
ekonomi makro telah membuat laju pertumbuhan investasi juga
melemah sehingga laju pertumbuhan ekonomi pada kuartal 3 tahun
2013 seperti yang diramalkan oleh Gama Leading Economic Indicator
(GAMA LEI) terus menurun. Meskipun berbagai kebijakan ekonomi
untuk mengatasi instabilitas ekonomi ataupun meningkatkan
pertumbuhan ekonomi telah dilakukan oleh otoritas ekonomi.
Pada akhir tahun 2013 kondisi ekonomi domestik yang suram masih
dibayang-bayangi dengan ketidakpastian ekonomi global,
khususnya kebijakan tapering off yang akan dilaksanakan oleh bank
sentral AS Federal Reserve, telah membuat ekonomi Indonesia yang
terbuka dan menerima banyak dana jangka pendek dari pasar
internasional mudah terombang-ambingkan oleh kondisi pasar
global, khususnya pasar valas, sehingga volatilitas rupiah
meningkat, bahkan hampir menembus IDR12.000 tiap dolar AS,
sementara inflasi tetap tinggi. Tentu saja suasana yang muram pada
ekonomi Indonesia tersebut juga terekam oleh GAMA LEI yang
meramalkan lagi kemerosotan pertumbuhan ekonomi pada masa
mendatang.
Meningkatnya instabilitas ekonomi makro yang disertai dengan
prospek ekonomi yang memburuk tentu saja membahayakan
ekonomi Indonesia. Apalagi tahun 2014 adalah tahun pemilu. Jika
pemilu tidak berlangsung dengan lancar dan damai bisa dipastikan
ekonomi Indonesia bisa semakin terpuruk. Oleh karena itu penting
bagi Indonesia untuk menjaga agar pemilu 2014 berjalan dengan
aman dan damai agar supaya ekonomi tidak semakin memburuk,
serta berharap akan muncul pemimpin baru hasil pemilu yang bisa
membawa perubahan dalam pengelolaan ekonomi sehingga bangsa
Indonesia bangkit dari keterpurukkannya, ekonominya tumbuh dan
berkembang, membawa bangsa Indonesia maju dan makmur.
Semoga.
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
37
INDONESIAN ECONOMIC REVIEW AND OUTLOOK
MACROECONOMIC DASHBOARD TEAM
Prof. Dr. Sri Adiningsih, M.Sc.
Prof. Dr. Tri Widodo, M.Ec.Dev.
Head of Researcher
[email protected]
+62 274 548 517 ext 373
Senior Researcher
[email protected]
+62 274 548 517 ext 373
Prof. Dr. Samsubar Saleh, M.Soc. Sc.
Rosa Kristiadi, M.Comm
Senior Researcher
[email protected]
+62 274 548 517 ext 373
Researcher
rosa.kristiadimacroeconomicdashboard.com
+62 274 548 517 ext 373
Azka Khairina, S.E.
Galih Adhidharma, S.E.
Junior Researcher
Junior Researcher
[email protected] [email protected]
+62 274 548 517 ext 373
+62 274 548 517 ext 373
Ganendra Widigdya
Reinardus Adhiputra Suryandaru, S.E.
Research Assistant
[email protected]
+62 274 548 517 ext 373
Junior Researcher
[email protected]
+62 274 548 517 ext 373
Fandi Gunawan, S.E.
Ade Febriady
Web Developer and Layout
[email protected]
+62 274 548 517 ext 373
Research Assistant
[email protected]
+62 274 548 517 ext 373
MACROECONOMIC DASHBOARD
FAKULTAS EKONOMIKA dan BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
th
Pertamina Tower Building 4 fl. Room 4.1
Jl. Humaniora No. 1 Bulaksumur, Yogyakarta 55281
Phone : +62 274 548 517 ext 373
Email : [email protected]
Website : www.macroeconomicdashboard.com
Download