BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Imunisasi 2.1.1 Pengertian Imunisasi Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal bayi pada usia 0-12 bulan untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan (Ranuh, 2008). Menurut Depkes RI (2009), imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak terpajan antigen serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Tubuh diberikan vaksin yang mengandung kuman yang sudah dilemahkan, caranya bisa diteteskan melalui mulut seperti imunisasi polio dan bisa juga melalui injeksi 2.1.2 Tujuan Pemberian Imunisasi Salah satu tujuan imunisasi adalah menurunkan angka kematian dan kesakitan yang ditimbulkan oleh penyakit. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan pelaksanaan program imunisasi rutin dan kegiatan tambahan imunisasi. Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini penyakit- Universitas Sumatera Utara penyakit tersebut adalah difteri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio, dan tuberkulosis (Notoatmodjo, 2007). Imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan terhadap tubuh anak. Caranya dengan pemberian vaksin. Vaksin ini berasal dari bibit penyakit tertentu yang dapat menimbulkan penyakit, tetapi penyakit ini terlebih dahulu dilemahkan /dimatikan sehingga tidak berbahaya lagi terhadap kelangsungan hidup manusia (Riyadi & Sukarmin, 2009). 2.1.3 Manfaat Imunisasi Manfaat imunisasi dapat dirasakan dalam tiga kategori yaitu secara individu, sosial, dan dalam menunjang sistem kesehatan nasional. Singkatnya, apabila seorang anak telah mendapatkan imunisasi maka akan bisa terhindar dari penyakit infeksi yang ganas. Makin banyak anak yang mendapat imunisasi, maka akan terjadi penurunan pada angka kesakitan dan kematian. Kekebalan individu ini akan mengakibatkan pemutusan rantai penularan penyakit dari anak ke anak lain atau kepada orang dewasa yang hidup bersamanya. Inilah yang disebut keuntungan sosial, karena dalam hal ini anak yang tidak diimunisasi akan juga terlindung (kekebalan komunitas). Menurunnya angka kesakitan akan menurunkan pula biaya pengobatan dan perawatan di rumah sakit, mencegah kematian dan kecacatan yang dapat terjadi yang akan menjadi beban seumur hidup. Dengan mencegah seorang anak dari penyakit infeksi, berarti akan meningkatkan kualitas hidup anak dan meningkatkan daya produktivitasnya kelak. Universitas Sumatera Utara Menurut Proverawati (2010) manfaat dari imunisasi yaitu : 1. Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian. 2. Untuk Keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit, Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak- kanak yang nyaman. 3. Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara. 2.2 Pelaksanaan Program Imunisasi Pelaksanaan program imunisasi dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 / Menkes / 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, yang menyangkut : 2.2.1 Kebijakan Program Imunisasi Di indonesia, program imunisasi merupakan kebijakan nasional. Program imunisasi di Indonesia dimulai pada tahun 1956 dan pada tahun 1990, Indonesia telah mencapai status Universal Child Immunization (UCI), yang merupakan suatu tahap dimana cakupan imunisasi di suatu tingkat administrasi telah mencapai 80 % atau lebih. Berbagai kebijakan telah ditetapkan untuk meningkatkan cakupan imunisasi dengan kualitas yang tinggi yaitu : a. Penyelenggaraan imunisasi dilaksanakan oleh pemerintah, swasta, dan Universitas Sumatera Utara masyarakat, dengan mempertahankan prinsip keterpaduan antara pihak terkait. b. Mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan imunisasi dengan melibatkan berbagai sektor terkait. c. Mengupayakan kualitas pelayanan yang bermutu. d. Mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui perencanaan program dan anggaran terpadu. e. Perhatian khusus diberikan untuk wilayah rawan sosial, rawan penyakit (KLB) dan daerah-daerah sulit secara geografis. 2.2.2 a. Strategi Program Imunisasi Pelaksanaan Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional (GAIN) UCI yang meliputi : 1. Penguatan PWS dengan memetakan wilayah berdasarkan cakupan dan analisa masalah untuk menyusun kegiatan dalam rangka mengatasi permasalahan setempat. 2. Menyiapkan sumber daya yang dibutuhkan termasuk tenaga, logistik (vaksin, alat suntik, dan safety box), biaya dan sarana pelayanan. 3. Pemberdayaan masyarakat melalui TOGA, TOMA, aparat desa dan kader. 4. Pemerataan jangkauan terhadap semua desa/kelurahan yang sulit atau tidak terjangkau pelayanan. b. Membangun kemitraan dengan lintas sektor, lintas program dalam meningkatkan cakupan dan jangkauan, misalnya dengan program malaria, gizi, dan KIA. c. Advokasi, sosialisasi dan pembinaan. Universitas Sumatera Utara 2.2.3 Pelaksanaan Kegiatan Imunisasi a. Pelaksanaan kegiatan imunisasi meliputi: 1) persiapan petugas (inventarisasi sasaran, persiapan vaksin dan peralatan rantai vaksin, persiapan ADS dan safety box); 2) persiapan masyarakat; 3) pemberian pelayanan imunisasi; 4) koordinasi. b. Kegiatan pelayanan imunisasi terdiri dari kegiatan imunisasi rutin dan tambahan. Dengan semakin mantapnya unit pelayanan imunisasi, maka proporsi kegiatan imunisasi tambahan semakin kecil. Vaksin yang diberikan pada imunisasi rutin meliputi :Hepatitis B, BCG, Polio, DPT dan Campak (pada bayi); DT,Campak dan TT (pada anak sekolah); TT (pada WUS). 2.3 Kinerja 2.3.1 Pengertian Kinerja Menurut Ilyas (2001), untuk mengetahui faktor yang memengaruhi kinerja personal dilakukan pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Secara teoritis ada tiga kelompok variabel memengaruhi perilaku kinerja dan kerja yaitu variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut memengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kerja personal. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas. Kinerja adalah kelakuan atau kegiatan yang berhubungan dengan tujuan organisasi, dimana organisasi tersebut merupakan keputusan dari pimpinan. Dikatakan Universitas Sumatera Utara bahwa kinerja bukan outcome, konsekuensi atau hasil dari perilaku atau perbuatan. Tetapi kinerja adalah perbuatan atau aksi itu sendiri, disamping itu kinerja adalah multi dimensi sehingga untuk beberapa pekerjaan spesifik mempunyai beberapa bentuk komponen kerja, yang dibuat dalam batas hubungan variasi dengan variabel lain. Kinerja dengan prestasi kerja yaitu proses melalui mana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan (Bernardin et.al, 1998). Penampilan kerja atau job performance sebagai bagian dari profisiensi kerja adalah menyangkut apa yang dihasilkan seseorang dari perilaku kerja. Tingkat sejauh mana seseorang berhasil menyelesaikan tugasnya disebut profesi (level of performance). Individu ditingkat prestasi kerja disebut produktif, sedangkan prestasi kerjanya tidak mencapai standar disebut tidak produktif. Job performance (penampilan kerja) adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku dalam pekerjaan yang bersangkutan. Menurut teori Atribusi atau Expectancy Theory, penampilan kerja dirumuskan sebagai berikut: P=MxA, dimana P (Performance), M (Motivasi), A (Ability). Sehingga dapat dijelaskan bahwa performance adalah hasil interaksi antara motivasi dengan ability (kemampuan dasar). Dengan demikian orang yang tinggi motivasinya, tetapi memiliki kemampuan dasar yang rendah akan menghasilkan performance yang rendah, begitu pula halnya dengan orang yang sebenarnya mempunyai kemampuan dasar yang tinggi tetapi rendah motivasinya (Wijono, 2000). Universitas Sumatera Utara 2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Untuk mengetahui faktor yang memengaruhi kinerja personal, dilakukan kajian terhadap teori kinerja. Secara teori ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi perilaku dan kinerja yaitu: Variabel individu, Variabel organisasi, dan Variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut memengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kinerja personal. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran atau suatu jabatan atau tugas (Gibson et al, 1996). Gibson et al (1996) menyampaikan model teori kinerja dan melakukan analisis terhadap sejumlah variabel yang memengaruhi perilaku dan kinerja adalah variabel individu, psikologi dan organisasi. Variabel individu terdiri dari kemampuan dan ketrampilan, latar belakang dan demografi. Kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi kinerja individu. Variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu. Variabel organisasi yang memengaruhi kinerja individu terdiri dari sumber daya, sarana kerja, kepemimpinan, supervisi dan imbalan. Variabel psikologis terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya. Variabel psikologis seperti sikap, kepribadian, dan pembelajaran merupakan hal yang kompleks, sulit di ukur dan sukar mencapai kesepakatan tentang pengertian dari variabel tersebut, karena seorang individu masuk dan bergabung dengan organisasi Universitas Sumatera Utara kerja pada usia, etnis, latar belakang budaya dan ketrampilan yang berbeda satu dengan lainnya. 2.4.1 Karakteristik Individu Menurut Sutrisna (1994) bahwa karakteristik individu merupakan suatu proses psikologis yang memengaruhi individu dalam memperoleh, mengkonsumsi serta menerima barang dan jasa serta pengalaman. Karakteristik individu merupakan faktor internal (inter personal) yang menggerakkan dan memengaruhi perilaku. Menurut Mathis (2001), bahwa ciri-ciri pribadi meliputi jenis kelamin, status perkawinan, usia pendidikan, pendapatan keluarga, tanggung jawab dan masa jabatan. Karakteristik individu secara tidak langsung memengaruhi pelaksanaan kegiatan dalam organisasi, baik ditingkat manajemen maupun teknis pelaksanaan. Demikian halnya dalam pelaksanaan cakupan imunisasi, karakteristik individu seperti pengetahuan, sikap, pendidikan, umur, ketrampilan, kemampuan, jenis kelamin, tempat tinggal dan lama kerja secara tidak langsung memengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagai tenaga kesehatan dalam serangkaian kegiatan program imunisasi. Unsur-Unsur Karakteristik Individu meliputi : a. Umur Umur adalah lamanya hidup dihitung sejak dilahirkan hingga saat ini. Umur merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan baru. Pada masa ini merupakan usia produktif, masa bermasalah, masa ketegangan emosi, masa keterasingan sosial, masa komitmen, masa ketergantungan, masa perubahan Universitas Sumatera Utara nilai, masa penyesuaian dengan cara hidup baru dan masa kreatif. Pada masa dewasa ditandai oleh adanya perubahan jasmani dan mental, kemahiran dan keterampilan professional yang dapat menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian (Soekanto, 1990). Umur berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan atau maturitas karyawan. Kedewasaan adalah tingkat kedewasaan teknis dalam melaksanakan tugas-tugas maupun kedewasaan psikologis. Umumnya kinerja personel meningkat sejalan dengan peningkatan usia pekerja. Pekerja usia 20-30 tahun mempunyai motivasi kerja relatif lebih rendah dibandingkan pekerja yang lebih tua, karena pekerja lebih muda belum berpijak pada realitas, sehingga seringkali mengalami kekecewaan dalam bekerja. Hal ini menyebabkan rendahnya kinerja dan kepuasan kerja (Notoatmodjo, 2003). b. Jenis Kelamin Diasumsikan bahwa bukan perbedaan jenis kelamin itu sendiri yang menyebabkan perbedaan kinerja tetapi berbagai faktor berkaitan dengan jenis kelamin misalnya perbedaan mendapatkan formasi, besarnya gaji dan lain-lain. Siagian (2006) mengemukakan bahwa tidak ada perbedaan produktivitas kerja antara karyawan wanita dan perawat pria. Walaupun demikian jenis kelamin perlu diperhatikan karena sebahagian besar tenaga kesehatan berjenis kelamin wanita dan sebahagian kecil berjenis kelamin pria. Pada pria dengan beban keluarga tinggi akan meningkatkan jam kerja perminggu, sebaliknya wanita dengan beban keluarga tinggi akan mengurangi jam kerja perminggu. Universitas Sumatera Utara c. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2003). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003), dari hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam dirinya orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu: 1. Awarenes (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek). 2. Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus. 3. Evaluation, orang sudah mulai menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. 4. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru. 5. Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. d. Pendidikan Latar belakang pendidikan dan masa kerja seseorang akan memengaruhi kemampuan pemenuhan kebutuhannya. Sesuai dengan tingkat pemenuhan kebutuhan yang berbeda-beda akhirnya memengaruhi motivasi kerja seseorang. Pendidikan Universitas Sumatera Utara dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian materi guna mencapai perubahan dan tingkah laku (Notoatmodjo, 2003). Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk memengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Terdapat 3 unsur dalam pendidikan yaitu input, proses dan output. Unsur-unsur pendidikan (Notoatmodjo, 2003) yakni: 1. Input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan pendidikan (pelaku Pendidikan). 2. Proses adalah upaya yang direncanakan untuk memengaruhi orang lain. 3. Output adalah melakukan apa yang diharapkan . Konsep dasar dari pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam pendidikan terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, perubahan kearah yang lebih baik, lebih dewasa sehingga dapat menghasilkan perubahan perilaku pada diri individu, kelompok atau masyarakat. Pekerja yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi akan mewujudkan motivasi kerja yang berbeda dengan pendidikan yang lebih rendah. Siagian (2006) menyatakan bahwa latar belakang pendidikan mempengaruhi motivasi kerja seseorang. Tenaga kesehatan yang berpendidikan tinggi motivasinya akan lebih baik karena telah memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang berpendidikan rendah. Hal serupa dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa melalui pendidikan seseorang dapat meningkatkan kematangan intelektual sehingga dapat membuat keputusan Universitas Sumatera Utara dalam bertindak. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin tinggi produktivitas kerjanya. e. Kemampuan Kemampuan kerja adalah kapasitas individu dalam menyelesaikan berbagai tugas dalam sebuah pekerjaan. Kemampuan menyeluruh seorang karyawan meliputi kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intekektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk mengerjakan kegiatan-kegiatan mental misalnya pemahaman verbal, deduksi, persepsual, visualisasi ruang lingkup dan ingatan, sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kekuatan dan ketrampilan. Kadar kemampuan dan keterampilan ini dapat diperoleh melalui pendidikan, pelatihan maupun pengalaman, tampa mengabaikan kepatuhan terhadap prosedur dan pedoman yang ada menjalankan dan menyelesaikan tugas suatu pekerjaan. (Muchlas, 1997). Menurut Gibson et al (1996) kemampuan mental sama dengan intelegensia merupakan kemampuan mengingat konfigurasi fisual, kemampuan untuk mengutarakan dan mengkaji hipotesis, kemampuan untuk mengingat kembali dengan sempurna dan pengetahuan tentang kata-kata dan artinya. Keterampilan merupakan suatu kecakapan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya terutama dalam hal ini yaitu pencatatan pelaporan program imunisasi seperti pencatatan pelaporan KIA pada waktu yang tepat (Soekanto, 1990). Kemampuan diartikan kesanggupan suatu individu melakukan tugas secara maksimal sehingga menghasilkan hasil yang maksimal pula. Kemampuan merupakan Universitas Sumatera Utara sifat yang dimiliki oleh tenaga kesehatan yang diperolehnya dari proses pembelajaran yang memungkinkannya dapat menyelesaikan atau melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga kesehatan (Notoatmodjo, 2003). f. Keterampilan Keterampilan merupakan suatu kecakapan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya terutama dalam hal ini yaitu pencatatan pelaporan program imunisasi seperti pencatatan pelaporan KIA pada waktu yang tepat. Keterampilan juga sangat berpengaruh dari bimbingan, jika kemampuan dasar diasah dengan benar dan di bimbing secara intensif tentu akan dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dan bernilai bagi diri sendiri dan orang lain. (Soekanto, 1990). g. Tempat Tinggal Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), petugas kesehatan yang bertempat tinggal dirumah jabatan memiliki kinerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan petugas kesehatan yang tidak bertempat tinggal dirumah dinas atau rumah jabatan. Hal ini sangat logis karena dari fakta yang ditemukan responden yang tidak bertempat tinggal dirumah jabatan dan jaraknya jauh dari puskesmas sebagian waktu kerjanya habis tersita oleh perjalanan pulang pergi dari tempat tinggal ke puskesmas. h. Masa Kerja Masa kerja adalah lamanya seseorang bekerja pada suatu organisasi, masa kerja ada karena adanya hubungan kerja. Setiap organisasi pelayanan kesehatan menginginkan turn overnya rendah dalam arti tenaga atau karyawan aktif yang lebih Universitas Sumatera Utara lama bekerja dikantor tersebut tidak pindah ke unit kerja lain, sebab dengan turn over yang tinggi menggambarkan kinerja unit kerja tersebut. Siagian (2006) mengatakan bahwa semakin banyak tenaga aktif yang meninggalkan organisasi dan pindah ke organisasi lain mencerminkan ketidakberesan organisasi tersebut. Lebih lanjut dikatakan bahwa semakin lama seseorang bekerja dalam suatu organisasi maka semakin tinggi motivasi kerjanya. 2.4.2 Karakteristik Psikologi Karakteristik psikologis secara tidak langsung memengaruhi pelaksanaan kegiatan dalam organisasi. Demikian halnya dalam pelaksanaan cakupan imunisasi, karakteristik psikologis seperti: persepsi, sikap, kepribadian, pembelajaran, dan motivasi. Unsur-unsur karakteristik Psikologi terdiriri dari : a. Persepsi Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menginterprestasikan impresi sensorinya supaya dapat memberikan arti kepada lingkungan sekitarnya, meskipun persepsi sangat dipengaruhi oleh pengobyekan indra maka dalam proses ini dapat terjadi penyaringan kognitif atau terjadi modifikasi data. Persepsi diri dalam bekerja memengaruhi pekerjaan tersebut memberikan tingkat kepuasaan dalam dirinya (Gibson et al, 1996) b. Sikap Merupakan sebuah itikat dalam diri seseorang untuk tidak melakukan atau melakukan pekerjaan tersebut sebagai bagian dari aktivitas yang menyenangkan. Universitas Sumatera Utara Sikap yang baik adalah sikap dimana dia mau mengerjakan pekerjaan tersebut tanpa terbebani oleh sesuatu hal yang menjadi konflik internal. Ambivalensi sering kali muncul ketika konflik internal psikologis muncul. Perilaku bekerja seseorang sangat dipengaruhi oleh sikap dalam bekerja. Sedangkan sikap seseorang dalam memberikan respon terhadap masalah dipengaruhi oleh kepribadian seseorang. Kepribadian ini dibentuk sejak lahir dan berkembang sampai dewasa. Kepribadian seseorang sulit dirubah karena elemen kepribadiannya yaitu ide, ego dan super ego yang dibangun dari hasil bagaimana dia belajar saat dikandungan sampai dewasa. Dalam hubungannya dengan bekerja dan bagaimana seseorang berpenampilan diri terhadap lingkungan, maka seseorang berperilaku. Perilaku ini dapat dirubah dengan meningkatkan pengetahuan dan memahami sikap yang positif dalam bekerja. Sikap merupakan faktor penentu perilaku, karena sikap berhubungan dengan persepsi, kepribadian, dan motivasi. Sikap (Attitude) adalah kesiap-siagaan mental, yang dipelajari dan diorganisasi melalui pengalaman, dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap oranglain, obyek, dan situasi yang berhubungan dengannya (Gibson et al, 1996). Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap yang obyek tadi. Jadi sikap senantiasa terarah terhadap suatu hal, suatu obyek, tidak ada sikap tanpa obyek Sikap merupakan suatu pandangan, tetapi dalam hal ini masih berbeda dengan suatu pengetahuan yang dimiliki oleh orang lain (Luthans, 1992) Universitas Sumatera Utara Menurut Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2003), Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. c. Kepribadian Kepribadian adalah semua cara dimana individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain atau organisasi internal dari proses psikologis dan kecenderungan perilaku seseorang. Jadi kepribadian itu merupakan perangkat gambaran diri yang terintegrasi, yang membuat diri kita ini menjadi unik, dengan perilaku yang spesifik. Didalam perilaku organisasi sering dikatakan bahwa kepribadian orang dewasa itu dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkungan dengan variabel antara berupa kondisi situasional (Robin, 1996) d. Pembelajaran Belajar dibutuhkan seseorang untuk mencapai tingkat kematangan diri. Kemampuan diri untuk mengembangkan aktivitas dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh usaha belajar, maka belajar merupakan sebuah upaya ingin mengetahui dan bagaimana harus berbuat terhadap apa yang akan dikerjakan (Nursalam, 2002). Universitas Sumatera Utara Proses belajar seseorang akan berpengaruh pada tingkat pendidikannya sehingga dapat memberikan respon terhadap sesuatu yang dating dari luar. Orang berpendidikan tinggi akan lebih rasional dan kreatif serta terbuka dalam menerima adanya bermacam usaha pembaharuan, ia juga akan lebih dapat menyesuaikan diri terhadap berbagai pembaharuan (Gibson et al, 1996). Suharsono (1999) menyatakan bahwa proses pembelajaran atau belajar didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang relatif permanen yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman hidup dan dapat dikatakan bahwa perubahan-perubahan perilaku itu menunjukkan telah terjadinya proses belajar dan proses belajar itu sendiri adalah perubahan dalam perilaku. Jadi jelasnya kita tidak melihat proses belajarnya tetapi melihat perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat dari proses belajar tersebut. e. Motivasi Menurut Gibson (1996) bahwa motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu yang menyebabkan timbulnya sikap antusias dan persistensi dalam melaksanakan kegiatan tertentu. Berdasarkan beberapa definisi diatas disimpulkan motivasi adalah bagaimana menggerakkan orang agar mau bekerja dengan semangat dan menunjukkan kemampuan yang dimiliki untuk mencapai tujuan sesuai dengan peran fungsi untuk keberhasilan suatu organisasi. Universitas Sumatera Utara 2.4.3 Karakteristik Organisasi Menurut Gibson et al (1996) karakteristik organisasi yang memengaruhi kinerja individu terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, insentif, struktur dan desain pekerjaan. Karakteristik organisasi juga memengaruhi pelaksanaan kegiatan dalam organisasi, demikian halnya dalam pelaksanaan program imunisasi, karakteristik organisasi seperti sumber daya, kepemimpinan dan imbalan secara tidak langsung memengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagai tenaga kesehatan dalam serangkaian kegiatan program imunisasi. Unsur-unsur karakteristik Organisasi terdiriri dari : a. Sumber Daya Menurut Notoatmojo (2003), sumber daya terdiri dari sumber daya manusia (SDM), sarana, dana dan metoda merupakan bagian dari unsur masukan yang keberadaannya dalam suatu organisasi merupakan hal yang paling pokok karena merupakan modal dasar untuk dapat berfungsinya suatu organisasi. Pada peneltian ini, sumber daya yang dimaksudkan adalah sumber daya manusia tenaga kesehatan yang terdiri dari koordinator imunisasi dan petugas kesehatan yang memegang peranan penting dalam pelaksanaan program imunisasi, hal ini sesuai dengan salah satu tugas pokok koordinator imunsasi dan petugas kesehatan yaitu melaksanakan pelayanan kesehatan Ibu dan Anak (KIA), khususnya pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin dan Ibu nifas, pelayanan kesehatan bayi dan anak balita termasuk imunisasi (Depkes RI, 2006). Universitas Sumatera Utara b. Kepemimpinan Gibson et al (1996) berpendapat kepemimpinan adalah merupakan fungsi pokok dari segala jenis organisasi. Kepemimpinan adalah sebagai suatu proses untuk dapat memengaruhi perilaku pengikutnya. Kepemimpinan terjadi dalam dua bentuk yaitu: formal dan informal. Kepimpinan formal terbentuk melalui pemilihan atau pengangkatan dengan wewenang formal, sedangkan kepemimpinan informal terbentuk karena keterampilan, keahlian atau karena wibawa yang dapat memenuhi kebutuhan orang lain. Kepemimpinan adalah proses memengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, memengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga memengaruhi interprestasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitasaktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerjasama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerjasama dengan orang-orang diluar kelompok atau organisasi (Rivai, 2007). Menurut Siagian (2006) kepemimpinan adalah kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja, untuk memengaruhi perilaku orang lain terutama bawahannya untuk memberikan sumbangsih nyata dalam pencapaian tujuan organisasi. Pencapaian tujuan organisasi akan sangat ditentukan oleh kemampuan atau efektivitas pemimpin dalam menggerakkan dan mendorong anggota organisasi untuk melaksanakan pekerjaannya. Oleh karena itu, kepemimpinan merupakan faktor yang vital bagi keberhasilan suatu Universitas Sumatera Utara organisasi. Seorang pimpinan yang efektif sebaiknya memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan bawahan, membangkitkan motivasi kerja bawahan, mengkoordinasi pekerjaan bawahan dan melakukan supervisi pekerjaan bawahan. c. Imbalan Imbalan yang diterima karyawan baik berupa honorarium maupun dalam bentuk fasilitas yang lain, berhubungan langsung dengan kebutuhan-kebutuhan pokok karyawan, seperti kebutuhan ekonomi masa sekarang dan mendatang. Kebutuhan pokok yang relatif cukup terpenuhi menyebabkan karyawan lebih berkonsentrasi terhadap pekerjaannya. Pendapat Gibson et al (1996) mengenai imbalan terbagi dalam dua macam, yaitu imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik. Imbalan intrinsik adalah imbalan yang merupakan bagian dari pekerjaan itu sendiri, imbalan tersebut mencakup rasa penyelesaian (completion), pencapaian prestasi (achievement) otonomi (autonomy) dan pertumbuhan pribadi (personal growth) sedangkan imbalan ekstrinsik adalah imbalan yang berasal dari pekerjaan imbalan tersebut mencakup uang status, promosi, dan rasa hormat. Imbalan-imbalan instrinsik adalah imbalan-imbalan yang dinilai didalam dan dari mereka sendiri. Imbalan intrinsik melekat/inheren pada aktivitas itu sendiri dan pemberiannya tidak tergantung kepada kehadiran atau tindakan-tindakan dari orang lain atau hal-hal lainnya. Tipe–tipe imbalan intrinsik paling lazim yang relevan terhadap perilaku organisasi adalah jenis-jenis perasaan yang berbeda yang dialami oleh orang-orang sebagai akibat kinerja mereka pada pekerjaan. Universitas Sumatera Utara Menurut Simamora (2004) bentuk imbalan-imbalan dan sistem kompensasi didalam organisasi mempunyai dua tipe dasar atau kategori. Kedua tipe diartikan sebagai imbalan-imbalan intrinsik (intrinsic reward) dan imbalan imbalan ekstrinsik (extrinsic reward). Siagian (2006) menyatakan bahwa imbalan erat kaitannya dengan prestasi kerja seorang karyawan. Imbalan merupakan salah satu faktor ekternal yang memengaruhi motivasi seseorang, disamping faktor ekternal lainnya seperti jenis dan sifat pekerjaan, kelompok kerja dimana seseorang bergabung dalam organisasi tempat bekerja dan situasi lingkungan pada umumnya. Ada dua jenis imbalan, pertama imbalan intrinsik yaitu imbalan yang diterima individu untuk diri mereka sendiri mencakup prestasi, otonomi dan pengembangan karier, kedua imbalan ekstrinsik yaitu imbalan yang diterima dari lingkungan di sekitar konteks kerja mencakup uang, status, promosi dan penghargaan (Rivai, 2007). Menurut Notoatmodjo (2003), imbalan adalah insentif kerja yang dapat diperoleh dengan segera atau insentif yang diperoleh dalam jangka panjang. Imbalan juga dipakai untuk meningkatkan motivasi para pekerja, hal ini terlihat dalam bentuk perbuatan dan kelakuan pekerja terlihat bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu perbuatan yang positif secara berulang-ulang. Insentif kerja di bagi dalam tujuh jenis, yaitu: (a) Insentif primer Yaitu imbalan yang berhubungan dengan kebutuhan fasilitas (makan, minum, kontak fisik, dan sebagainya). Universitas Sumatera Utara (b) Insentif sensoris Yaitu umpan balik sensoris dari lingkungan (misalnya main musik untuk memperoleh umpan balik sensoris berupa bunyi musik yang dimainkan). (c) Insentif sosial Yaitu manusia akan melakukan sesuatu untuk memperoleh penghargaan atau diterima dilingkungannya. Penerimaan atau penolakkan tersebut akan lebih berfungsi secara efektif sebagai imbalan/hukuman daripada reaksi yang berasal dari individu. (d) Insentif yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi (upah, kenaikan pangkat, penambahan tunjangan, dan sebagainya). (e) Insentif berupa aktifitas Beberapa aktifitas/kegiatan fisik dapat memberikan nilai insentif tersendiri pada individu. (f) Insentif status dan pengasuh Dengan kedudukan tinggi dimasyarakat, dapat menikmati imbalan materi, penghargaan sosial, kepatuhan dan sebagainya (g) Insentif yang berupa terpenuhinya standar internal Insentif ini berasal dari tingkat kepuasan dari dalam diri seseorang yang diperolehnya dari pekerjaan. d. Supervisi Menurut Koentjoroningrat (1997) secara umum mengemukakan supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian apabila ditemukan Universitas Sumatera Utara masalah segera diberikan petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya. Supervisi harus dilakukan secara rutin dan berkala agar mengarah secara jelas ke tujuan program yang dicanangkan sehingga menghasilkan capaian yang memuaskan. Tujuan supervisi adalah mengorientasi, melatih kerja, memimpin, memberi arahan dan mengembangkan kemampuan personil. Sedangkan fungsinya untuk mengatur dan mengorganisir proses atau mekanisme pelaksanaan kebijaksanaan diskripsi dan standar kerja. Supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung, pada supervisi modern diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah. Umpan balik dan perbaikan dapat dilakukan saat supervisi. Supervisi dapat juga dilakukan secara tidak langsung yaitu melalui laporan baik tertulis maupun lisan, supervisor tidak melihat langsung apa yang terjadi dilapangan sehingga mungkin terjadi kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara tertulis. Menurut Notoatmodjo (2003) apabila supervisi dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat. Manfaat yang dimaksud apa bila ditinjau dari sudut manajemen dapat dibedakan atas dua macam yakni: 1) dapat lebih meningkatkan efektivitas kerja; 2) dapat lebih meningkatkan efisiensi kerja. Universitas Sumatera Utara 2.5 Penilaian Kinerja 2.5.1 Penilaian Berorientasi waktu Menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang, meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas. Menurut Rivai (2005) pada dasarnya ada dua model penilaian kinerja : a. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu 1. Skala Peringkat (Rating Scale) Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam penilaian prestasi, dimana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Metode ini mengharuskan penilai harus teliti dan cermat. 2. Daftar Pertanyaan (Checklist) Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilaihanya perlu kata atau pertanyaan yang mengambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan. Keuntungan dari checklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilaianya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi. Universitas Sumatera Utara 3. Metode dengan Pilihan Terarah Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama. 4. Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method) Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait langsung dengan pekerjaannya. Karyawan sendiri juga langsung dapat menilai kinerjanya serta melakukan evaluasi. 5. Metode Catatan Prestasi Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional. Contohnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan. 6. Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored Rating Scal e= BARS) Penggunaan metode ini menuntut diambilnya tiga langkah, yaitu: (a) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja, (b) Menentukan kategori prestasi kerja dengan skala peringkat, (c) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku karyawan yang dinilai dengan jelas. Universitas Sumatera Utara 7. Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method) Disini penilai turun kelapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut. 8. Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation) Metode ini menggunakan dua ujian, yaitu ujian tertulis dan ujian praktik. Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian parktik yang langsung diamati oleh penilai. 9. Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach) Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis. Perbandingan kinerja tiap karyawan berperan penting, metode ini juga dianggap dapat memotivasi karyawan untuk lebih giat dalam bekerja. b. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan 1. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal) Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang. Universitas Sumatera Utara 2. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective) Merupakan suatu bentuk penilaian dimana karyawan dan penyelia bersamasama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja karyawan secara individu di waktu yang akan datang. 3. Penilaian dengan Psikolog Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi, diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia. Penilaian ini dilakukan secara bertahap dan berskala untuk melihat setiap individu karyawan. c. Pada organisasi dengan tingkat manajemen majemuk, personel biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi. Penilaian termasuk yang dilakukan oleh penyelia atau atasan langsung kepadanya laporan kerja personel disampaikan. Penilaian ini dapat juga melibatkan manajer lini unit lain. Sebagai contoh, personel bagian pembelian dapat dinilai oleh manajer produksi sebagai sebagai pemakai barang yang dibeli. Hal ini normal terjadi bila interaksi antara personel dan unit lain cukup tinggi. Sebaiknya penggunaan penilaian atasan dari bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana individu sering melakukan interaksi. Pada penilaian manajer, biasanya dilakukan oleh beberapa atasan manajer dengan tingkat lebih tinggi yang sering bekerja sama dalam kelompok kerja. Penilaian kerja kelompok akan sangat bernilai jika penilaian dilakukan dengan bebas dan kemudian dilakukan mufakat dengan diskusi. Hasil penilaian akhir seharusnya tidak dihubungkan dengan kemungkinan adanya perbedaaan pendapat diantara penilai. Penilaian kelompok dapat menghasilkan Universitas Sumatera Utara gambaran total kinerja personel lebih tepat, tetapi kemungkinan terjadi bias dengan kecenderungan penilaian lebih tinggi sehingga menghasilkan penilaian yang merata. Penilaian atasan langsung sangat penting dari seluruh sistem penilaian kinerja. Hal ini disebabkan karena mudah untuk memperoleh hasil penilaian atasan dan dapat diterima oleh akal sehat. Para atasan merupakan orang yang tepat untuk mengamati dan menilai kinerja bawahannya. Oleh sebab itu, seluruh sistem penilaian umumnya tergantung evaluasi yang dilakukan oleh atasan (Rivai, 2005). 2.5.2 Penilaian Kinerja Metode 360 Derajat Pada konsep penilaian 360 derajat feedback, setiap individu tenaga kerja atau karyawan menilai diri mereka sendiri dan menerima feedback dari karyawan lain atau rekan sekerja, atasan, maupun konsumen. Seluruh personel perusahaan dengan proses penilaian 360 derajat feedback bertanggung jawab menilai kinerja karyawannya. Setiap karyawan berusaha menunjukkan kinerja yang berkualitas dihadapan atasan, bawahan, rekan kerja, konsumen dan pihak eksternal lainnya. Karyawan mendapat umpan balik dari berbagai sumber termasuk dari dirinya sendiri dalam mengevaluasi kontribusinya untuk perusahaan. Menurut Antonioni (1996) perusahaan dalam mengembangkan proses penilaian kinerja 360 derajat feedback akan mendapatkan manfaat seperti: meningkatkan kesadaran individu terhadap apa yang diharapkan oleh penilai (appraiser), meningkatkan management learning, mengurangi penilaian buruk atau prasangka terhadap appraiser dan meningkatkan kinerja. Perusahaan harus menetapkan tujuan yang akan dicapai dari penerapan penilaian kinerja. Untuk Universitas Sumatera Utara mendapatkan manfaat optimal dari sistem penilaian kinerja 360 derajat feedback, perusahaan harus mempersiapkan persyaratan minimal. Menurut Edward dan Ewen (1996), perusahaan harus memiliki persyaratan minimal, seperti: kejelasan proses komunikasi, training untuk mendukung kelancaran informasi, partisipasi stakeholder terhadap multisource assessment, kesiapan sarana penilaian yang valid dan dukungan teknologi yang tepat dan proses penilaian secara jujur. Perusahaan harus mempersiapkan sarana dan teknologi sebagai proses penilaian feedback dan mempertimbangkan kondisi eksternal atau pihak yang berkaitan langsung selama proses penilaian, seperti: tingkat permintaan pasar, kredibilitas dan validitas hasil penilaian, dukungan konsultasi perusahaan dan dukungan karyawan dan pengalaman melakukan penilaian. (Edward dan Ewen: 1996) Penelitian Tornow dan London menemukan bahwa sistem penilaian 360 derajat feedback digunakan untuk memperkirakan kebutuhan training, menentukan produk dan layanan, dan layanan baru yang dibutuhkan oleh konsumen, mengukur reaksi anggota tim dan memprediksi permasalahan perusahaan. 2.6 Program Imunisasi Menurut Depkes RI (2009) tahap–tahap pelaksanaan program imunisasi dasar yang harus dilakukan petugas kesehatan di wilayah kerjanya sebagai berikut: a. Persiapan Persiapan petugas kesehatan dalam rangka pelaksanaan program imunisasi dasar adalah: (1) sosialisasi pentingnya imunisasi dasar, (2) penyuluhan langsung Universitas Sumatera Utara tentang imunisasi dasar kepada semua ibu yang mempunyai bayi, (3) penyuluhan lewat media seperti pemasangan spanduk dan poster di posyandu. b. Perencanaan Perencanaan merupakan salah satu unsur yang penting dalam pengelolaan program imunisasi. Perencanaan program imunisasi meliputi : 1. Menentukan target cakupan, yaitu menetapkan berapa besar cakupan imunisasi yang akan dicapai pada tahun yang direncanakan untuk mengetahui kebutuhan vaksin yang sebenarnya 2. Menghitung jumlah sasaran. Pada program imunisasi menentukan jumlah sasaran merupakan suatu unsur yang paling penting. Menghitung jumlah sasaran bayi berdasarkan besarnya angka persentasi kelahiran bayi dari jumlah penduduk masing-masing wilayah atau dapat berdasarkan besarnya jumlah sasaran bayi tahun lalu yang diproyeksikan untuk tahun ini. 3. Lokasi pelayanan. Lokasi pelayanan imunisasi dilakukan di semua komponen pelayanan kesehatan baik swasta maupun pemerintah. Pelayanan bias melalui kunjungan rumah oleh petugas kesehatan di desa. 4. Menghitung kebutuhan logistik. Setelah menghitung jumlah sasaran imunisasi, menentukan target cakupan maka data-data tersebut digunakan untuk menghitung kebutuhan vaksin. c. Prosedur Pelaksanaan Imunisasi Program imunisasi dituntut untuk melaksanakan ketentuan program secara efektif dan efisien. Agar dapat mencapai tujuan dan target program imunisasi, maka Universitas Sumatera Utara diidentifikasi strategi pelayanan sebagai berikut: memberikan akses (pelayanan) kepada masyarakat dan swasta, membangun kemitraan dan jejaring kerja , menjamin ketersediaan dan cakupan vaksin, peralatan rantai vaksin dan alatsuntik, menerapkan sistem Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) untuk menentukan prioritas kegiatan serta tindakan perbaikan, pelayanan imunisasi dilaksanakan oleh tenaga profesional/terlatih, pelaksanaan sesuai standar, memanfaatkan perkembangan metode dan teknologi yang lebih efektif, berkualitas dan efisien, meningkatkan advokasi, fasilitasi dan pembinaan. d. Indikator Penilaian Program Imunisasi Keberhasilan program imunisasi dasar diukur dari persentase cakupan masingmasing jenis imunisasi dasar dengan membandingkan jumlah yang mendapatkan imunisasi dibagi total bayi lahir x 100%. Mengacu kepada Direktorat PPM&PL, (2006) tentang modul kegiatan lima imunisasi dasar lengkap disebutkan bahwa target pencapaian imunisasi: BCG, Polio1–IV, DPTI–III, HB1–III serta Campak. Berdasarkan uraian tentang program imunisasi, maka standar kinerja petugas imunisasi dalam pelaksanaan program imunisasi meliputi: persiapan petugas, inventarisasi sasaran, persiapan vaksin, peralatan rantai vaksin, persiapan ADS, pesiapan safety box, persiapan sasaran, pemberian imunisasi dan koordinasi. Keseluruhan indikator kinerja petugas kesehatan tersebut ketiga faktor yang mempengaruhi kinerja, yaitu karakteristik individu terkait dengan pengetahuan dan kemampuan melakukan persiapan petugas, inventarisasi sasaran, persiapan vaksin, persiapan sasaran serta pemberian imunisasi. Universitas Sumatera Utara Indikator yang terkait dengan karakteristik organisasi adalah ketersediaan peralatan rantai vaksin, persiapan ADS, pesiapan safety box. Sedangkan indikator yang terkait dengan karakteristik psikologis adalah sikap dan motivasi petugas kesehatan dalam melakukan koordinasi. 2.7 Kerangka Teori Menurut Gibson et al (1996), karakteristik individu dan organisasi secara tidak langsung mempengaruhi pelaksanaan kegiatan dalam organisasi. Demikian halnya dalam pelaksanaan program imunisasi, secara teoritis ada tiga kelompok variable yang memengaruhi perilaku dan kinerja yaitu: Variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut, menurut teori kinerja Gibson et al (1996) dapat digambarkan sebagai berikut: Karakteristik individu - Kemampuan - Pengalaman - Umur Perilaku Individu (apa yang dikerjakan orang) Kinerja (Hasil yang dicapai) Karakteristik Psikologis - Persepsi - Sikap - Motivasi Karakteristik Organisasi - Kepemimpinan - Supervisi - Sarana kerja Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : Gibson, Ivanicevich dan Donnelly (1996) Universitas Sumatera Utara 2.8 Kerangka Konsep Berdasarkan landasan teori dan tujuan penelitian, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Karakteristik Individu (X1) 1. Umur 2. Kemampuan Petugas 3. Pengalaman Karakteristik Organisasi (X2) KINERJA 1. Kepemimpinan (Penilaian Metode 360 Derajat) 2. Supervisi 3. Sarana Kerja Karakteristik Psikologi (X3) 1. Persepsi 2. Sikap 3. Motivasi Gambar 2.2 Kerangka Konsep Universitas Sumatera Utara