BAB V PENUTUP A. PENGANTAR Bab ini terdiri dari simpulan dan saran dari penelitian yang telah dilakukan. Simpulan dimaksudkan untuk menggambarkan secara komprehensif tentang temuan penelitian, dan hasil perbandingan strategi komunikasi green branding yang telah dilakukan oleh Greenhost Hotel dan Hotel Santika Premiere Yogyakarta untuk membangun brand image. Pada bagian saran, peneliti mencoba memberikan saran-saran untuk mengembangkan penelitian dalam bidang green branding agar kedepannya bisa memberikan hasil yang lebih baik di berbagai bidang. Pada bagian ini dijabarkan pula rekomendasi penelitian atas pokok bahasan lain yang kiranya dapat memperdalam dan mengembangkan penelitan ini, dan bisa memberikan manfaat nyata terhadap kajian Ilmu Komunikasi, khususnya yang berhubungan dengan bidang brand management. B. KESIMPULAN Topik utama dalam penelitian ini adalah untuk mencari jawaban atas pertanyaan "bagaimana", lebih khusus lagi ingin melihat bagaimana perbandingan strategi komunikasi yang digunakan oleh Greenhost Hotel dan Hotel Santika Premiere Yogyakarta dalam membangun brand image. Dengan mengacu pada pertanyaan bagaimana, penelitian ini melihat lebih jauh pada asas manfaat dari menjadi green hotel sebagai motif utama hotel melakukan green branding. Itulah mengapa dalam pendekatannya, penelitian ini menggunakan pemikiran Oopen (2006) untuk mengulas strategi komunikasi berbasis sustainable development. Selain itu, yang mendorong perusahaan untuk mencari solusi hijau terbaik adalah potensi ekonomi yang mungkin dimaksimalkan. Bila dilihat ke belakang, motif yang mendasari perusahaan menjadi green hotel dapat dikategorikan menjadi dua hal. Pertama perusahaan dari awal berdiri mencoba untuk menghindari ancaman dan melihat potensi 116 pasar yang besar dikemudian hari. Dan kedua adalah perusahaan yang mencoba menambahkan nilai pada produknya untuk menjadi lebih eco-friendly. Meskipun demikian, memilih untuk menjadi green hotel juga tidak mudah karena memiliki banyak konsekuensi teknis maupun manajerial. Belum lagi bisnis dengan klaim perusahaan yang ramah lingkungan memiliki risiko besar bila ditemukan ketidaksesuaian dengan janji. Berdasar hasil pembahasan pada bab empat dan bertumpu pada landasaran teori yang digunakan, setidaknya peneliti menemukan tujuh poin kesimpulan. Poin kesimpulan ini menunjukkan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi dan strategi komunikasi mana yang lebih kuat daripada lainnya. 1) Brand value memiliki pengaruh dalam implementasi green branding. Penentuan value merupakan landasan utama dari strategi untuk membangun brand image. Dalam penelitian ini kedua objek penelitian yaitu Greenhost Hotel dan Hotel Santika Premiere Yogyakarta telah menerapkan nilai-nilai lingkungan dalam esensi brand masing-masing. Yang membedakan keduanya adalah Greenhost Hotel menggunakan aspek green ini sebagai core value mereka sejak pertama didirikan, sedangkan pada Hotel Santika Premiere Yogyakarta, aspek ”green” hanya dijadikan sebagai added value saja. Uniknya, meskipun keduanya telah menggunakan konsep “green” dan sama-sama telah menerapkan 10 konsep menurut Oopen (2006), dalam praktik komunikasinya, Greenhost Hotel berhasil lebih banyak menyampaikan informasi kepada publik melalui lebih banyak media. Padahal keduanya memiliki potensi yang sama untuk dikenal sebagai green hotel. Sehingga untuk memaksimalkan implementasi dari green branding, maka perusahaan seharusnya menempatkan aspek green sebagai core value bagi perusahaan sejak awal berdiri. 2) Kemampuan memahami target audiens merupakan salah satu strategi green branding dalam membangun brand image. Hal ini dapat dilihat dari apa yang dilakukan oleh kedua objek penelitian. Greenhost Hotel maupun Hotel Santika Premiere Yogyakarta sama-sama melakukan pemberdayaan masyarakat sekitar untuk diberikan pelatihan maupun 117 aktivitas yang bermanfaat sehingga tercipta nilai sustainability diantara keduanya. Penentuan masyarakat sekitar sebagai salah satu target audiens merupakan bagian dari fungsi melibatkan kelompok strategis. Dengan aktivitas ini, publik dapat lebih mengenal hotel dengan persepsi yang lebih baik. Bila mampu membuat program yang tepat diwaktu yang tepat, bukan tidak mungkin aktivitas ini juga akan diliput oleh media dan menambahkan penilaian positif dari masyarakat. Melibatkan kelompok strategis dalam pelaksanaan green branding akan sangat membantu perusahaan dalam membangun brand image, sebagaimana tujuan akhir dari green branding sebagai identitas dan pembeda. 3) Memanfaatkan komunikasi tersier atau word of mouth (WOM) dengan lebih efektif. Word of mouth menjadi salah satu strategi utama dari Greenhost Hotel. Menurut penuturan Gatot Susilo selaku Marketing Communicationnya, cara ini terbilang sangat efektif. Meskipun pada dasarnya WOM ini tidak dapat dikontrol, namun dengan memberikan trigger yang sesuai, maka strategi ini dapat sangat mendukung green branding dalam pembentukan citra. Dalam konteks Greenhost, trigger yang dimaksud adalah konten visual dan value yang dimiliki. Meskipun konsep WOM bukan merupakan strategi utama dari Hotel Santika Premiere, Dono Prasetyo, Marketing Communication Hotel Santika Premiere Yogyakarta, menyatakan bahwa komunikasi tersier ini memang efektif. Menurutnya dengan mengetahui habit dari target audiens, word of mouth dapat menjadi alat yang efektif meskipun disisi lain WOM juga dapat menjadi ancaman apabila pelayanan yang diberikan oleh hotel buruk. 4) Menggunakan strategi based on experience. Maksudnya adalah customer dapat diajak untuk mendapatkan pengalaman langsung tentang layanan atau fasilitas yang dimiliki. Sebagai contoh di Greenhost Hotel mereka membolehkan tamu untuk memetik sayuran sendiri di balkon ataupun di roof top Hotel, dimana sayuran tersebutlah yang nanti akan dimasak oleh chef dan disajikan. Dalam konteks ini, pelaksanaan green branding dengan strategi based on experience lebih 118 kuat terdapat pada Greenhost Hotel dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh Hotel Santika Premiere Yogyakarta. 5) Memaksimalkan penggunaan media sosial online. Pada kasus Greenhost Hotel, trigger berupa konten visual yang eye cathing dimanfaatkan sebagai strategi agar tamu ataupun pengunjung yang datang dapat berfoto dan membagikannya di media sosial seperti Instagram. Kolaborasi antara media sosial, word of mouth, dan based on experience merupakan katalisator untuk mendapatkan dampak yang maksimal. Berdasar pada observasi peneliti, sebenarnya Hotel Santika Premiere Yogyakarta juga sudah melihat media sosial sebagai potensi yang besar, namun sayangnya belum semua media sosial yang dimiliki saat penelitian ini berlangsung dikelola dengan baik. 6) Dengan liputan media atau memaksimalkan peran dari public relations. Untuk strategi ini baik Greenhost Hotel maupun Hotel Santika Premiere Yogyakarta telah memanfaatkan dengan baik. Beberapa sumber data sekunder dalam penelitian ini yang juga didapat dari liputan media kedua objek penelitian. Liputan media menjadi efektif digunakan sebagai strategi komunikasi green branding untuk membangun brand image karena informasi dalam bentuk teks dapat mencangkup banyak hal. Dengan melakukan strategi ini setidaknya pendekatan fungsional yang dimaksud oleh Patrick Hartmann (2005) dapat terwakili. 7) Dengan melakukan kolaborasi antara pendekatan emosional dan fungsional. Menurut pemikiran Patrick Hartmann, green branding dapat dilihat dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu fungsional dan emosional. Peneliti melihat bahwa dalam kedua objek penelitian, telah melakukan strategi ini meskipun dengan cara yang berbeda. Hotel Santika Premiere Yogyakarta berkomunikasi dengan publiknya menggunakan sertifikasi dan capaian proper biru sebagai media. Hal ini dapat merupakan pendekatan emosional atas kepercayaan sertifikasi dan sekaligus fungsional karena informasi tentang bagaimana cara untuk mendapatkan sertifikasi tersebut tentu menarik bagi publik. Berbeda dengan hotel bintang empat tersebut, Greenhost Hotel 119 menggunakan media sosial sebagai alat untuk mendapatkan pendekatan fungsional seperti penggunaan Youtube, fact sheet, maupun official apps. Serta menggunakan pendekatan emosional seperti kula nuwun atau permisi terlebih dahulu dengan warga sekitar sebelum hotel tersebut dibangun. Selain itu temuan menarik lainnya adalah persoalan sertifikasi green hotel. Menurut Dasa dari Greenhost Hotel, pihaknya pernah mendapat tawaran sertifikasi dengan syarat adanya biaya tambahan, seperti biaya administrasi dan pengiriman. Biaya yang dimaksud menurutnya pun irasional dan tidak masuk akal karena bukan terbilang dalam jumlah yang sedikit. Apabila memang demikian yang terjadi, maka sertifikasi hanya sebagai alat untuk mendapatkan kepercayaan konsumen melalui uang dan bukan karena layak untuk mendapatkannya. Meskipun demikian, sertifikasi memang penting namun harus dilihat terlebih dahulu siapa dan dalam kapabilitas apa organisasi tersebut memberikan sertifikasi. Disisi lain Hotel Santika Premiere Yogyakarta misalnya, berhasil mendapatkan sertifikasi green hotel dari Kementerian Pariwisata Republik Indonesia. Berdasar akumulasi pengumpulan data dari peneliti, Hotel Santika Premiere Yogyakarta memang layak mendapatkan sertifikasi tersebut. Dengan melakukan perbandingan pada kedua objek yakni Greenhost Hotel dan Hotel Santika Premiere Yogyakarta, penelitian ini melihat temuan strategi mana yang lebih baik diantara keduanya, sama-sama baik, atau bahkan keduanya belum baik. Namun, satu hal yang perlu dipahami bahwa penelitian ini tidak dimaksudkan untuk memenangkan satu diantara keduanya karena tidak ada sebuah strategi komunikasi green branding manapun yang berlaku bagi semua kasus atau semua objek. Greenhost Hotel dengan latar belakangnya yang menempatkan core value sebagai hotel yang eco-friendly tentu akan berbeda dengan hotel bintang empat yang menjadikan aspek green sebagai added value. Meskipun demikian setidaknya ada pattern strategi komunikasi green branding yang terlihat dan dapat coba diaplikasikan dalam konteks bisnis yang berbeda untuk membangun brand image sebuah perusahaan. Dari keseluruhan konsep yang dipaparkan para ahli untuk membedah strategi komunikasi dari kedua objek penelitian, peneliti melihat keduanya sudah melaksanakan keseluruhan 120 konsep, hanya saja dalam praktiknya strategi komunikasi Greenhost Hotel masih lebih baik daripada Hotel Santika Premiere Yogyakarta. Selain itu, meskipun kedua hotel melabeli diri sebagai green hotel, pada kenyataannya hotel belum benar-benar menjadi hijau, karena yang sebenarnya telah dan akan mereka terus lakukan adalah dengan menjadi hotel lebih hijau (greener). C. SARAN Berdasar hasil kesimpulan yang telah dibahas di atas, pada akhirnya penelitian atas strategi komunikasi green branding di Greenhost Hotel dan Hotel Santika Premiere Yogyakarta dalam membangun citra ini diharapkan bisa menjadi masukan dan referensi bagi penelitian selanjutnya. Adapun peneliti menyampaikan beberapa saran untuk pengembangan berbagai pihak. a. Dalam melakukan green branding, perusahaan sejak awal diharapkan merancang strategi yang berkesinambungan tehadap lingkungan, baik dengan alam dan manusia agar menghindari greenwash dan potensi krisis yang akan ditimbulkan dikemudian hari. Hal yang perlu digarisbawahi adalah sebuah perusahaan tidak mungkin untuk menjadi benar-benar hijau, yang perlu dilakukan adalah dengan menjadi lebih hijau (greener) dan mengomunikasikannya kepada publik. b. Rancangan membangun strategi komunikasi brand image green branding dalam rangka bersifat penting. Namun demikian, implementasi dari rancangan strategi komunikasi tersebut harus terus dikontrol dan dievaluasi dalam setiap tahapan. c. Untuk menciptakan brand image positif, perusahaan diharapkan melakukan perpaduan antara pendekatan emosional dan fungsional. Kedua objek penelitian telah melaksanakan dengan baik konsep ini, hanya saja akan lebih baik apabila keduanya dapat meningkatkan komunikasinya pada publik. d. Berdasar hasil penelitian yang dilakukan, peneliti melihat ada beberapa keterbatasan yang tidak diteliti, antara lain. 121 e. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, dimana studi ini menempatkan perusahaan sebagai objek penelitian. Padahal untuk melihat studi tentang brand image pada perusahaan yang melakukan strategi komunikasi green branding diperlukan juga untuk melihat dari perspektif khalayak. f. Peneliti menempatkan variabel brand image sebagai salah satu tujuan yang ingin dicapai dari strategi green branding. Pada tataran yang lebih kompleks, studi tentang brand equity juga layak untuk menjadi penelitian berikutnya. 122