BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan sektor industri manufaktur memiliki peran penting dalam perekonomian di Indonesia. Pada tahun 2012 industri manufaktur menyumbang 20,8% atau sekitar Rp 1.714,3 triliun dari total Produk Domestik Bruto (PDB) nasional sebesar Rp 8.241,9 triliun. Kontribusi sektor manufaktur juga diharapkan meningkat menjadi 40% dalam beberapa tahun ke depan (Kurniawan dalam Investor Daily, 2013). Selain itu, tingkat penyerapan tenaga kerja pada industri manufaktur menunjukkan posisi yang cenderung meningkat. Jumlah tenaga kerja pada sektor ini mencapai 12,8 juta orang atau 12,2% dari total tenaga kerja nasional. Angka ini meningkat 10% dari jumlah tenaga kerja pada tahun 2000 yaitu sebesar 11,6 juta orang (Thiono dalam Kompas, 2010). Sektor manufaktur juga memberi porsi yang cukup besar dalam jumlah emiten saham di pasar modal Indonesia. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga tahun 2011 mencapai 145 perusahaan dari 450 perusahaan atau setara dengan 32,3% dari seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI (ICMD 2012). Hal ini menunjukkan bahwa industri manufaktur berperan cukup besar dalam perekonomian Indonesia. Tujuan utama perusahaan adalah untuk memaksimalkan keuntungan pemegang saham, salah satunya dengan mencapai profit yang diharapkan. Profit perusahaan dapat dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau untuk 1 disimpan menjadi laba ditahan sehingga dapat dimanfaatkan perusahaan untuk berbagai kepentingan. Salah satu cara untuk memaksimalkan profit dari sisi operasional perusahaan adalah dengan efisiensi modal kerja. Modal kerja adalah nilai aset, aktiva atau harta likuid yang dapat segera diubah menjadi uang kas yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk kebutuhan sehari-hari, seperti membayar hutang, membayar gaji karyawan, membeli bahan baku, membayar biaya transportasi, dan lain-lain (Riyanto, 2008). Brigham dan Weston (1994) menjelaskan beberapa alasan mengapa keputusan modal kerja menjadi isu krusial dan memerlukan banyak pertimbangan. Pertama, perusahaan tidak mampu menjalankan kegiatan operasional harian tanpa adanya modal kerja. Kedua, alokasi waktu yang dihabiskan manajer untuk mengelola modal kerja sangat besar. Ketiga, perusahaan manufaktur memiliki jumlah aktiva lancar dengan proporsi cukup besar dari seluruh aset perusahaan. Hal ini membuat para manajer perusahaan khususnya perusahaan manufaktur harus dapat mengelola modal kerjanya dengan tepat. Perusahaan manufaktur menggunakan modal kerja untuk menjalankan kegiatan operasional sehari-hari. Manajemen modal kerja terkait dengan pengelolaan aset lancar dan kewajiban lancar perusahaan. Komponen aset lancar antara lain adalah kas, persediaan, piutang usaha dan akrual. Sedangkan salah satu bagian dari kewajiban lancar perusahaan adalah hutang usaha. Perusahaan manufaktur menjalankan kegiatan operasional dengan membeli barang dari pemasok baik secara tunai maupun kredit. Jika pembelian barang dari pemasok dilakukan secara kredit, maka hutang usaha akan bertambah. Kemudian, barang 2 tersebut disimpan dalam persediaan untuk selanjutnya diolah atau langsung dapat didistribusikan kepada konsumen. Penjualan pada konsumen dapat dilakukan secara tunai atau kredit. Konsumen yang melakukan pembelian secara kredit akan menimbulkan piutang usaha bagai perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan manufaktur memiliki beberapa komponen modal kerja yang dapat dikelola dalam jangka pendek atau kurang dari satu tahun. Pengukuran manajemen modal kerja dilakukan dengan metode Cash Conversion Cycle (CCC). CCC terdiri dari beberapa komponen yaitu periode persediaan atau Days of Inventory (DOI), periode piutang usaha atau Days Sales Outstanding (DSO), dan periode hutang usaha atau Days of Account Payable (DAP). Pada konsep zero working capital, perusahaan dapat meminimalkan CCC tanpa mengganggu operasi dengan mengurangi periode DOI dan DSO, serta memperpanjang periode DAP (Brigham dan Houston, 2010). Para peneliti menyatakan bahwa modal kerja merupakan salah satu faktor yang dapat dikelola manajemen perusahaan untuk meningkatkan profit. Penelitian Deloof (2003) menguji pengaruh manajemen modal kerja yang diwakili oleh empat variabel pada profitabilitas 1009 perusahaan non finansial di Belgia selama 1992-1996. Variabel periode persediaan atau DOI merupakan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mengubah bahan baku menjadi barang jadi untuk kemudian dijual kepada konsumen (Brigham dan Houston, 2010). Penelitian Deloof (2003) menjelaskan bahwa variabel DOI yang semakin rendah dapat meningkatkan profit perusahaan. Perusahaan dapat mengatur tingkat persediaan sama dengan tingkat penjualan agar tidak menimbulkan biaya perawatan 3 persediaan dan biaya kesempatan. Sehingga alokasi biaya-biaya tersebut dapat direinvestasi untuk memperoleh laba lebih besar. Variabel kedua dari modal kerja adalah periode piutang usaha atau DSO. DSO adalah rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mengkonversi piutang usaha menjadi uang tunai (Brigham dan Houston, 2010). Penelitian Deloof (2003) menunjukkan bahwa peningkatan profit dipengaruhi oleh tingkat DSO yang semakin rendah. Semakin cepat perusahaan dapat menagih piutang usahanya maka kas masuk yang diterima perusahaan semakin besar dan dapat digunakan untuk mendanai aktivitas operasional, investasi maupun menghasilkan penjualan. Kemudian, variabel modal kerja yang ketiga adalah periode hutang usaha atau DAP. DAP merupakan rata-rata waktu antara pembelian bahan baku dan tenaga kerja dengan pembayaran tunai atas dua hal tersebut (Brigham dan Houston, 2010). Lazaridis dan Tryfonidis (2006) yang meneliti pengaruh manajemen modal kerja pada profitabilitas 131 perusahaan di Bursa Efek Athena selama 2001-2004 menemukan bahwa DAP memiliki korelasi positif dengan laba. DAP mempengaruhi profit melalui strategi memperpanjang waktu pembayaran hutang yang seharusnya dibayarkan perusahaan. Dana yang seharusnya dibayarkan tersebut dapat dimanfaatkan terlebih dahulu untuk diinvestasikan kembali guna meningkatkan laba perusahaan. Komponen modal kerja yang terakhir adalah siklus konversi kas (CCC). CCC didefinisikan sebagai selisih waktu antara pengeluaran untuk pembelian bahan baku dan pengumpulan hasil penjualan barang jadi (Brigham dan Houston, 2010). Penelitian Lazaridis dan Tryfonidis (2006) menemukan bahwa CCC 4 mempengaruhi profit perusahaan ketika terjadi optimalisasi manajemen modal kerja. Periode CCC yang lebih singkat akan menghasilkan frekuensi perputaran barang dan kas yang lebih banyak, sehingga tingkat penjualan perusahaan akan semakin meningkat. Perusahaan manufaktur memiliki jumlah aset lancar hingga mencapai setengah bagian atau lebih dari total aset perusahaan (Van Horne dan Wachowicz, 2007). Perusahaan harus mempertimbangkan berapa jumlah aktiva lancar yang dimiliki, salah satunya adalah kepemilikan kas (cash holding). Kepemilikan kas dalam jumlah yang besar memberi manfaat pada perusahaan seperti keuntungan dari potongan dagang (trade discount), menjaga posisi perusahaan dalam peringkat kredit (credit rating), dan untuk membiayai unexpected expenses atau kebutuhan akan kas yang tidak terduga (Brigham dan Daves, 2004). Sehingga ketersediaan kas menjadi hal krusial bagi perusahaan terutama dalam pembiayaan kegiatan operasional perusahaan manufaktur. Keputusan penggunaan aliran kas dapat menimbulkan konflik agensi antara pemegang saham dan manajer. Selama ekspansi ekonomi yang diikuti oleh meningkatnya cadangan kas, manajer dapat membuat keputusan strategis mengenai pengelolaan aliran kas. Kepentingan pribadi manajer dengan adanya fleksibilitas dalam mengelola akumulasi cadangan kas berlebih, berlawanan dengan kepentingan para pemegang saham yang berharap mendapatkan aliran kas sebagai dividen. Pada umumnya para manajer lebih bergantung pada kas karena mereka dapat berinvestasi dan akuisisi tanpa menghadapi resiko yang besar 5 (Jensen, 1986). Hal ini dikarenakan kas tidak menimbulkan biaya transaksi yang tinggi bagi perusahaan (Ozkan dan Ozkan, 2004). Pemanfaatan kas untuk meningkatkan profit dipengaruhi oleh kondisi manajemen perusahaan dan ketersediaan investasi yang menguntungkan. Perusahaan dengan jumlah kas yang besar memerlukan investasi yang potensial (Boyle dan Guthrie, 2003). Kemudian, manajemen tata kelola perusahaan yang buruk cenderung menginvestasikan kas lebih banyak dan menghabiskan kas yang tersedia dengan lebih cepat. Selain itu, manajer dalam pengawasan lemah juga lebih memilih menggunakan kas untuk berinvestasi eksternal melalui akuisisi dan merger sehingga dapat mengurangi profitabilitas perusahaan (Harford et al. 2006). Kepemilikan kas yang terlalu banyak (excess cash) dapat menghilangkan kesempatan perusahaan untuk memperoleh laba karena kas bersifat idle fund atau tidak memberikan pendapatan jika hanya disimpan. Bahkan kas dapat berkurang karena pengaruh pengenaan pajak (William dan Fauzi, 2013). Keputusan manajer mengenai jumlah kas yang dipegang perusahaan membutuhkan pertimbangan atas faktor-faktor di atas. Selain itu, jumlah kas yang besar akan menjadi idle fund dan berpotensi menimbulkan konflik agensi yang dapat berdampak pada menurunnya profitabilitas perusahaan. Penelitian mengenai pengaruh jumlah kepemilikan kas terhadap laba perusahaan sejauh ini belum banyak diuji. Namun, terdapat dua hasil penelitian yang tidak konsisten yaitu penelitian Chen (2008) pada 1500 perusahaan terbuka di Amerika Serikat yang menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara kepemilikan kas dengan profitabilitas. Perusahaan membutuhkan modal yang besar untuk menjalankan 6 peluang investasi yang berpotensi memberi laba tinggi. Sedangkan penelitian Kalcheva dan Lins (2006) mempelajari pengaruh jumlah kas pada 5102 perusahaan di 31 negara di luar Amerika Serikat. Penelitian tersebut menemukan bahwa jumlah kas yang tinggi berpengaruh negatif pada nilai perusahaan dan profitabilitas perusahaan. Oleh karena itu, penelitian kali ini akan membahas bagaimana laba dipengaruhi oleh jumlah kas yang dipegang perusahaan manufaktur di Indonesia. Mengingat faktor likuiditas menjadi bagian yang harus diperhatikan manajemen perusahaan. Penelitian pada beberapa negara maju (developed country) seperti di Amerika (Shin dan Soenen (1998), Singapura (Manoouri dan Muhammad, 2012), serta perusahaan-perusahaan di Eropa (Garcia, et al. 2011), telah berhasil membuktikan bahwa manajemen modal kerja yang optimal (CCC minimal) berdampak pada peningkatan profitabilitas perusahaan. Hasil yang sama juga ditemukan pada beberapa negara berkembang (emerging market) seperti penelitian di India (Ashraf, 2012), Malaysia (Azhar dan Noriza, 2010) serta Turki (Vural, et al. 2012). Hal ini menunjukkan bahwa modal kerja yang dikelola dengan baik dapat berdampak pada kinerja perusahaan yang tercermin pada tingkat profitnya. Namun, hasil yang tidak konsisten juga turut ditemukan pada negara maju seperti penelitian Gill et al. (2010) di Amerika, serta pada negaranegara berkembang seperti India (Sharma dan Kumar, 2011) dan Nigeria (Akinleye, et al. 2012). Penelitian-penelitian tersebut menemukan bahwa perusahaan yang memiliki siklus konversi kas lebih panjang memiliki tingkat profit lebih tinggi. 7 Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di kawasan Asia yang perekonomiannya didukung oleh sektor riil. Perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri manufaktur dapat mengelola modal kerjanya secara optimal untuk meningkatkan laba. Namun, penelitian-penelitian sebelumnya tentang pengaruh modal kerja menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Bahkan hal tersebut terjadi baik pada negara berkembang maupun negara maju. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan bagaimana manajemen modal kerja yang diterapkan perusahaan di Indonesia mampu mempengaruhi tingkat profitabilitas perusahaan. Tentunya setiap keputusan yang diambil perusahaan akan berdampak pada tingkat penjualan dan keuntungan bersih yang diperoleh. Begitu pula pengelolaan modal kerja maupun jumlah kepemilikan kas yang secara tidak langsung berpengaruh pada profitabilitas perusahaan. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka penulis akan menggunakan model penelitian awal milik Deloof (2003), Lazaridis dan Tryfonidis (2006), Kalcheva dan Lins (2006) serta Chen (2008). Alasan penulis menggunakan model awal penelitian tersebut adalah pentingnya pengaruh kelima variabel independen yaitu variabel modal kerja meliputi DOI, DSO, DAP, CCC serta variabel CASH pada profit perusahaan yang diproksikan dalam laba atas total aset (ROA). Penelitian ini dibedakan berdasarkan waktu dan tempat yaitu perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama 2009-2012, yang diberi judul “Pengaruh Working Capital dan Cash Holding Terhadap Profitabilitas Perusahaan Manufaktur di Indonesia”. 8 1.2 Rumusan Masalah Penelitian terdahulu mengenai pengaruh modal kerja dan kepemilikan kas pada profitabilitas perusahaan di beberapa negara berkembang dan negara maju telah memberikan hasil yang tidak searah. Hasil penelitian terdahulu yang tidak konsisten menimbulkan pertanyaan apakah manajemen modal kerja dan jumlah kepemilikan kas mempengaruhi kinerja perusahaan manufaktur di Indonesia selama 2009-2012 yang tercermin pada tingkat profitabilitas perusahaan. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka pertanyaan penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Apakah periode persediaan (DOI) berpengaruh negatif pada profitabilitas perusahaan manufaktur di Indonesia? 2. Apakah periode piutang usaha (DSO) berpengaruh negatif pada profitabilitas perusahaan manufaktur di Indonesia? 3. Apakah periode hutang usaha (DAP) berpengaruh positif pada profitabilitas perusahaan manufaktur di Indonesia? 4. Apakah siklus konversi kas (CCC) berpengaruh negatif pada profitabilitas perusahaan manufaktur di Indonesia? 5. Apakah jumlah kepemilikan kas (CASH) berpengaruh negatif pada profitabilitas perusahaan manufaktur di Indonesia? 9 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini merupakan replikasi penelitian sebelumnya dengan tujuan penelitian sebagai berikut : 1. Untuk mengidentifikasi pengaruh periode persediaan (DOI) pada profitabilitas perusahaan manufaktur di Indonesia. 2. Untuk mengidentifikasi pengaruh periode piutang usaha (DSO) pada profitabilitas perusahaan manufaktur di Indonesia. 3. Untuk mengidentifikasi pengaruh periode hutang usaha (DAP) pada profitabilitas perusahaan manufaktur di Indonesia. 4. Untuk mengidentifikasi pengaruh siklus konversi kas (CCC) pada profitabilitas perusahaan manufaktur di Indonesia. 5. Untuk mengidentifikasi pengaruh jumlah kepemilikan kas (CASH) pada profitabilitas perusahaan manufaktur di Indonesia. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis. Penelitian ini diharapkan dapat lebih memahami secara mendalam mengenai manajemen modal kerja, sekaligus dapat mengaplikasikannya dalam praktek pendidikan maupun di dunia kerja. 10 2. Bagi Perusahaan. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi yang dapat membantu eksekutif keuangan dalam mengelola modal kerja agar dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan dan menambah nilai bagi pemegang saham. 3. Bagi peneliti. Penelitian ini berguna sebagai pengembangan ilmu pengetahuan tentang manajemen modal kerja. Sedangkan hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Supaya permasalahan yang diteliti tidak terlalu luas, maka peneliti membuat batasan masalah sebagai berikut: 1. Objek penelitian. Objek penelitian yang digunakan yaitu perusahaan manufaktur di Indonesia yang terdaftar Bursa Efek Indonesia selama periode waktu terbatas yakni 2009-2012. Periode ini dipilih karena krisis yang terjadi pada tahun 2008 dapat berdampak pada ketersediaan data dan kinerja perusahaan. 2. Sumber data penelitian. Data sampel perusahaan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data OSIRIS. Pada penelitian terdahulu menunjukkan adanya perbedaan jumlah sampel antara beberapa sumber seperti OSIRIS, Bloomberg dan ICMD (Indonesian Capital Market Directory). 11 1.7 Sistematika Penulisan Bab I PENDAHULUAN Mencakup latar belakang masalah yang akan diteliti, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, lingkup penelitian dan sistematika penulisan. Bab II LANDASAN TEORI Berisi teori-teori yang diperlukan untuk menjelaskan variabel-variabel hipotesis yang akan diteliti. Bab III METODE PENELITIAN Bab ini berisikan tentang metode yang digunakan dalam penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data, serta metode analisis data. Bab IV ANALISIS DATA Bab ini membahas tentang pengolahan dan analisis data-data yang dilakukan berdasarkan data sekunder yang diperoleh. Bab V KESIMPULAN DAN SARAN Berisi kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak perusahaan. 12