BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Kista ovarium adalah tumor ovarium yang bersifat neoplastik dan non neoplastik. (Wiknjosastro, 2005) Ovarium merupakan sumber hormonal wanita yang paling utama, sehingga mempunyai dampak kewanitaan dalam pengatur proses menstruasi. Ovarium terletak antara rahim dan dinding panggul, dan digantung ke rahim oleh ligamentum ovari propium dan ke dinding panggul oleh ligamentum infudibulo-pelvikum.Fungsinya sebagai tempat folikel, menghasilkan dan mensekresi estrogen dan progesteron. Fungsi ovarium dapat terganggu oleh penyakit akut dan kronis. Salah satu penyakit yang dapat terjadi adalah kista ovarium. (Tambayong, 2002) Ovarektomi adalah tindakan operatif untuk dilakukan pengangkatan ovarium. (Wiknjosastro, 2005) Jadi, dapat disimpulkan ovarektomi dextra atas indikasi kista ovarium adalah suatu keadaan dimana pasien dilakukan operasi pengangkatan ovarium bagian kanan karena adanya neoplasma jinak. 8 B. Anatomi Sistim Reproduksi Perempuan Sistem reproduksi wanita terdiri atas organ reproduksi eksterna dan organ reproduksi interna. 1. Organ genetalia eksterna Organ reproduksi wanita eksterna sering disebut sebagai vulva yang mencakup semua organ yang dapat dilihat dari luar, yaitu yang dimulai dari mons pubis, labia mayora, labia minora, klitoris, himen, vestibulum, kelenjar bartholini dan berbagai kelenjar serta pembuluh darah. Gambar 2. 1 : Organ Reproduksi Eksterna pada wanita. (Sumber: Wiknjosastro, 2005) 9 a. Mons veneris Disebut juga gunung venus, menonjol ke bagian depan menutup tulang kemaluan. Setelah pubertas, kulit monsveneris tertutup oleh rambut ikal yang membentuk pola distribusi tertentu yaitu pada wanita berbentuk segitiga. b. Labia Mayora Berasal dari monsveneris, bentuknya lonjong menjurus ke bawah dan bersatu dibagian bawah. Bagian luar labia mayora terdiri dari kulit berambut, kelenjar lemak, dan kelenjar keringat, bagian didalamnya tidak berambut dan mengandung kelenjar lemak, bagian ini mengandung banyak ujung saraf sehingga sensitive saat hubungan seks. c. Labia minora Merupakan lipatan kecil dibagian dalam labia mayora. Bagian depannya mengelilingi klitoris. Kedua labia ini mempunyai pembuluh darah, sehingga dapat menjadi besar saat keinginan seks bertambah. Labia ini analog dengan kulit skrotum pada pria. d. Klitoris Merupakan bagian yang erektil, seperti penis pada pria. Mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf, sehingga sangat sensitif saat hubungan seks. 10 e. Hymen Merupakan selaput yang menutupi bagian lubang vagina luar. Pada umumnya hymen berlubang sehingga menjadi saluran aliran darah menstruasi atau cairan yang dikeluarkan oleh kelenjar rahim dan kelenjar endometrium (lapisan dalam rahim) f. Vestibulum Bagian kelamin yang dibasahi oleh kedua labia kanan – kiri dan bagian atas oleh klitoris serta bagian belakang pertemuan labia minora. Pada bagian vestibulum terdapat muara vagina (liang senggama), saluran kencing, kelenjar Bartholini, dan kelenjar Skene. g. Orifisium Uretra Lubang atau meatus uretra terletak pada garis tengah vestibulum, 1 sampai 1,5 cm di bawah arkus pubis dan dekat bagian atas liang vagina. Meatus uretra terletak di dua pertiga bagian bawah uretra terletak tepat di atas dinding anterior vagina. h. Orifisium Vagina Terletak dibagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup lapisan tipis bermukosa yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa robekan. 11 i. Vagina Vagina atau liang kemaluan merupakan suatu tabung yang dilapisi membran dari jenis epithelium bergaris khusus, dialiri banyak pembuluh darah dan serabut saraf. Panjang vagina dari vestibulum sampai uterus adalah 7,5 cm. Bagian ini merupakan penghubung antara introitus vagina dan uterus. Pada puncak vagina menonjol leher rahim yang disebut porsio. Bentuk vagina sebelah dalam berlipat – lipat disebut rugae. Vagina mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai saluran luar dari uterus yang dilalui secret uterus dan aliran menstruasi, sebagai organ kopulasi wanita dan sebagai jalan lahir. j. Perinium Perineum terletak diantara vulva dan anus, panjang perineum kurang lebih 4 cm. Jaringan utama yang menopang perineum adalah diafragma pelvis dan urogenital. 12 2. Alat Kelamin Dalam (Genetalian Interna) Genetalia interna adalah alat reproduksi yang berada didalam dan tidak dapat dilihat kecuali dengan cara pembedahan. Organ genetalia terdiri dari : Gambar 2.2 : Organ Interna Wanita (Bobak & Lowdermilk, 2004) a. Rahim (Uterus) Bentuk rahim seperti buah pir, dengan berat sekitar 30 gr. Terletak di panggul kecil diantara rectum (bagian usus sebelum dubur) dan di depannya terletak kandung kemih. Hanya bagian bawahnya disangga oleh ligament yang kuat, sehingga bebas untuk tumbuh dan berkembang saat kehamilan. Ruangan rahim berbentuk segitiga, dengan bagian besarnya di atas. Dari bagian atas rahim (fundus) 13 terdapat ligament menuju lipatan paha (kanalis inguinalis), sehingga kedudukan rahim menjadi kearah depan. Rahim juga merupakan jalan lahir yang penting dan mempunyai kemampuan untuk mendorong jalan lahir. Uterus terdiri dari : 1) Fundus uteri (dasar rahim) Bagian uterus yang terletak antara pangkal saluran telur. Pada pemeriksaan kehamilan, perabaan fundus uteri dapat memperkirakan usia kehamilan 2) Korpus uteri Bagian uterus yang terbesar pada kehamilan, bagian ini berfungsi sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri atau rongga rahim. 3) Serviks uteri Ujung serviks yang menuju puncak vagina disebut porsio, hubungan antara kavum uteri dan kanalis servikalis disebut ostium uteri internum. Lapisan – lapisan uterus meliputi endometrium, myometrium, parametrium. b. Tuba Fallopi Tuba fallopi berasal dari ujung ligamentum latum berjalan kearah lateral, dengan panjang sekitar 12cm. Tuba fallopi 14 merupakan bagian yang paling sensitif terhadap infeksi dan menjadi penyebab utama terjadinya kemandulan (infertilitas). Fungsi tuba fallopi sangat vital dalam proses kehamilan, yaitu menjadi saluran spermatozoa dan ovum, mempunyai fungsi penangkap ovum, tempat terjadinya pembuahan (fertilitas), pertumbuhan hasil menjadi saluran dan tempat pembuahan sebelum mampu menanamkan diri pada lapisan dalam rahim. c. Indung Telur (Ovarium) Indung telur terletak antara rahim dan dinding panggul, dan digantung ke rahim oleh ligamentum ovari proprium dan ke dinding panggul oleh ligamentum infundibulopelvicum. Indung telur merupakan sumber hormonal wanita yang paling utama, sehingga mempunyai dampak kewanitaan dalam pengatur proses menstruasi. Indung telur mengeluarkan telur (ovum) setiap bulan silih berganti kanan dan kiri. d. Parametrium (Penyangga Rahim) Merupakan lipatan peritoneum dengan berbagai penebalan, yang menghubungkan rahim dengan tulang panggul, lipatan atasnya mengandung tuba fallopi dan ikut serta menyangga indung telur. Bagian ini sensitif tehadap infeksi sehingga mengganggu fungsinya. 15 Hampir keseluruhan alat reproduksi wanita berada di rongga panggul. Setiap individu wanita mempunyai bentuk dan ukuran rongga panggul (pelvis) yang berbeda satu sama lain. Bentuk dan ukuran ini mempengaruhi kemudahan suatu proses persalinan. (Tambayong, 2002) C. Etiologi Kista ovarium merupakan jenis yang paling sering terjadi terutama yang bersifat non neoplastik, seperti kista retensi yang berasal dari korpus luteum. Tetapi di samping itu ditemukan pula jenis yang merupakan neoplasma. Oleh karena itu kista ovarium dibagi dalam 2 golongan: 1. Non-neoplastik (fungsional) a. Kista folikel Kista ini berasal dari folikel yang menjadi besar semasa proses atresia foliculi. Setiap bulan, sejumlah besar folikel menjadi mati, disertai kematian ovum disusul dengan degenerasi dari epitel folikel. Pada masa ini tampaknya sebagai kista-kista kecil. Tidak jarang ruangan folikel diisi dengan cairan yang banyak, sehingga terbentuklah kista yang besar, yang dapat ditemukan pada pemeriksaan klinis. Tidak jarang terjadi perdarahan yang masuk ke dalam rongga kista, sehingga terjadi suatu haematoma folikuler. b. Kista lutein Kista ini dapat terjadi pada kehamilan, lebih jarang di luar kehamilan. Kista lutein yang sesungguhnya, umumnya berasal dari 16 corpus luteum haematoma. Perdarahan ke dalam ruang corpus selalu terjadi pada masa vascularisasi. Bila perdarahan ini sangat banyak jumlahnya, terjadilah corpus luteum haematoma, yang berdinding tipis dan berwarna kekuning-kuningan. Secara perlahan-lahan terjadi reabsorpsi dari unsur-unsur darah, sehingga akhirnya tinggalah cairan yang jernih atau sedikit bercampur darah. Pada saat yang sama dibentuklah jaringan fibroblast pada bagian dalam lapisan lutein sehingga pada kista corpus lutein yang tua, sel-sel lutein terbenam dalam jaringan-jaringan perut. 2. Neoplastik Yang termasuk golongan ini ada 3 jenis: a. Cystadenoma mucinosum Jenis ini dapat mencapai ukuran yang besar. Ukuran yang terbesar yang pernah dilaporkan adalah 328 pound. Tumor ini mempunyai bentuk bulat, ovoid atau bentuk tidak teratur, dengan permukaan yang rata dan berwarna putih atau putih kebiru-biruan. b. Cystadenoma serosum Jenis ini lebih sering terjadi bila dibandingkan dengan mucinosum, tetapi ukurannya jarang sampai besar sekali. Dinding luarnya dapat menyerupai kista mucinosum. Pada umumnya kista ini berasal dari epitel permukaan ovarium (germinal ephitelium). 17 c. Kista dermoid Tumor ini merupakan bagian dari teratoma ovary bedanya ialah bahwa tumor ini bersifat kistik, jinak dan elemen yang menonjol ialah eksodermal. Sel-selnya pada tumor ini sudah matang. Kista ini jarang mencapai ukuran yang besar. Penyebabnya saat ini belum diketahui secara pasti. Namun ada salah satu pencetusnya yaitu faktor hormonal, kemungkinan faktor resiko yaitu: 1. Faktor genetik/ mempunyai riwayat keluarga dengan kanker ovarium dan payudara. 2. Faktor lingkungan (polutan zat radio aktif) 3. Gaya hidup yang tidak sehat 4. Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron, misalnya akibat penggunaan obat-obatan yang merangsang ovulasi dan obat pelangsing tubuh yang bersifat diuretik. 5. Kebiasaan menggunakan bedak tabur di daerah vagina (Wiknjosastro, 2005) D. Patofisiologi Banyak tumor tidak menunjukkan gejala dan tanda, terutama tumor ovarium yang kecil. Sebagian besar gejala dan tanda yaitu akibat dari pertumbuhan, aktivitas endokrin dan komplikasi tumor. 18 1. Akibat pertumbuhan, Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan pembenjolan perut. Tekanan terhadap alat – alat disekitarnya disebabkan oleh besarnya tumor atau posisinya dalam perut. Apabila tumor mendesak kandung kemih dan dapat menimbulkan gangguan miksi, sedangkan kista yang lebih besar tetapi terletak bebas di rongga perut kadang – kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam perut serta dapat juga mengakibatkan obstipasi edema pada tungkai. 2. Akibat aktivitas hormonal Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu sendiri mengeluarkan hormon. 3. Akibat Komplikasi a. Perdarahan ke dalam kista Biasanya terjadi sedikit – sedikit sehingga berangsur – angsur menyebabkan pembesaran luka dan hanya menimbulkan gejala – gejala klinik yang minimal. Akan tetapi kalau perdarahan terjadi dalam jumlah yang banyak akan menimbulkan nyeri di perut. b. Putaran Tangkai Terjadi pada tumor bertangkai dengan diameter 5 cm atau lebih. Adanya putaran tangkai menimbulkan tarikan melalui ligamentum infundibulopelvikum terhadap peritoneum parietal dan ini menimbulkan rasa sakit. 19 c. Infeksi pada tumor Terjadi jika di dekat tumor ada sumber kuman pathogen. Kista dermoid cenderung mengalami peradangan disusul penanahan. d. Robek dinding Kista Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat trauma, seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada saat persetubuhan. Jika robekan kista disertai hemoragi yang timbul secara akut, maka perdarahan bebas berlangsung ke uterus ke dalam rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus disertai tanda – tanda abdomen akut. e. Perubahan keganasan Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang seksama terhadap kemungkinn perubahan keganasan. Adanya asites dalam hal ini mencurigakan. (Wiknjosastro,2005) Kista dermoid adalah tumor yang diduga berasal dari bagian ovum yang normalnya menghilang saat maturasi. Asalnya tidak teridentifikasi dan terdiri atas sel – sel embrional yang tidak berdiferensiasi. Kista ini tumbuh dengan lambat dan ditemukan selama pembedahan yang mengandung material sebasea kental, berwarna kuning, yang timbul dari lapisan kulit. Kista dermoid hanya merupakan satu tipe lesi yang dapat terjadi. Banyak tipe lainnya dapat terjadi dan pengobatannya tergantung pada tipenya. (Smeltzer and Bare, 2001) 20 E. Manifestasi Klinis Kebanyakan wanita yang memiliki kista ovarium tidak memiliki gejala. Namun kadang – kadang kista dapat menyebabkan beberapa masalah seperti : 1. Bermasalah dalam pengeluaran urin secara komplit 2. Nyeri selama hubungan seksual 3. Masa di perut bagian bawah dan biasanya bagian – bagian organ tubuh lainnya sudah terkena. 4. Nyeri hebat saat menstruasi dan gangguan siklus menstruasi 5. Wanita post monopouse : nyeri pada daerah pelvik, disuria, konstipasi atau diare, obstruksi usus dan asietas. F. Pemeriksaan Penunjang 1. Laparaskopi Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk menentukan sifat-sifat tumor itu. 2. Ultrasonografi Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah tumor kistik atau solid, dan dapatkah dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak. 21 3. Foto Rontgen Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat gigi dalam tumor. 4. Parasentesis Telah disebut bahwa fungsi pada asites berguna menentukan sebab asites. Perlu diingatkan bahwa tindakan tersebut dapat mencemari cavum peritonei dengan isi kista bila dinding kista tertusuk (Wiknjosastro, 2005). G. Penatalaksanaan a.Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan bedah, misal laparatomi, kistektomi atau laparatomi salpingooforektomi. b. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan menghilangkan kista. c. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen dengan satu pengecualian penurunan tekanan intra abdomen yang diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan gurita abdomen sebagai penyangga. 22 d.Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada klien tentang pilihan pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik / tindakan kenyamanan seperti kompres hangat pada abdomen atau teknik relaksasi napas dalam, informasikan tentang perubahan yang akan terjadi seperti tanda – tanda infeksi, perawatan insisi luka operasi ( Lowdermilk.dkk. 2005). e. Jenis – jenis anestesi Anestesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran disertai hilangnya sakit yang sifatnya sementara. Anestesi ada setiap keadaan membawa masalah – masalah tersendiri sesuai dengan kondisi penderita, sebab obat – obat anestesi bersifat mendepresi kerja organ – organ vital. 1) Anestesi Umum Anestesi umum adalah menghilangkan rasa nyeri secara sentral yang disertai dengan hilangnya kesadaran dengan melalui proses obat masuk kedalam pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar jaringan dan yang pertama terpengaruh adalah jaringan yang kaya pembuluh darah yaitu otak, sehingga kesadaran menurun atau hilang. Efek anestesi umum yaitu : mempengaruhi keadaan umum penderita karena kesadaran menurun, disebabkan karena terjadinya gangguan fungsi pada sel terjadinya hambatan fungsi neuron menghambat konsumsi oksigen, dapat membentuk mikro kristal dengan air dalam membran sel neuron dan ini menyebabkan stabilisasi membran sel (Muchtar, 2002). 23 Jenis dan cara pemberian obat anestesi umum : a) Melalui Intravena 1. Benzodiazepine Anggota tertentu dalam kelompok obat sedative hypnosis seperti diazepam, lorazepam, dan midazolam, yang dipergunakan pada prosedur anestesi (dasar-dasar farmakologi benzodiazepin) diazepam dan lorazepan tidak larut dalam air dan penggunaan intravenanya memerlukan vehikulum yang tidak encer, sehingga pemberian intravena dapat menyebabkan iritasi luka. Formulasi mudah larut dalam air dan kurang iritasi tetapi mudah larut dalam lemak pada pH fisiologis serta mudah melewati pembuluh darah otak. 2. Anestesi analgesik opioid Dosis besar analgesik opioid telah digunakan untuk anestetik umum, terutana pada penderita operasi jantung atau operasi besar lainnya ketika sirkulasi dalam keadaan minimal. Pemberian morfin, secara intravena dengan dosis 1 sampai 3 per kg digunakan dalam keadaan sirkulasi yang berat. 3. Etomidat Etomidat merupakan imidazol karboksilasi yang digunakan untuk induksi anestesi dan teknik anestesi secara seimbang yang tidak boleh diberikan untuk jangka lama. Kelebihan utama dari anestestik ini yaitu depresi kardiovaskular dan respirasi yang minimal. 24 4. Ketamin Ketamin menimbulkan anestesi disosiatif yang ditandai dengan kataton, amnesia, dan analgesia. Mekanisme kerjanya adalah dengan cara menghambat efek membrane eksitator neurotrasmiter asam glutamate pada subtype reseptor. b) Melalui rectum Tiopental : : anestesi injeksi pada pembedahan kecil seperti di mulut, efek samping menekan pernafasan. c) Melalui inhalasi Halotan : : efek sampingnya yaitu dengan menekan pernafasan, aritmia, dan hipotensi (Mochtar, 2002). 2) Anestesi Spinal Anestesi spinal adalah tindakan anestesi yang banyak digunakan untuk tindakan operasi ekstremitas bawah dan paling sering adalah bedah cesar. Efek anestesi spinal : oksigenasi tidak adekuat dengan pernafasan buatan menggunakan oksigen, tremor atau kejang, depresi sirkulasi diatasi dengan pemberian vasopressor secara bolus dilanjutkan dengan drip dalam infus, adanya henti jantung . Komplikasi anestesi spinal : a. Komplikasi dini : a) Hipotensi. Hipotensi sering terjadi selama anestesi spinal, terutama akibat kehilangan kompensasi vasokonstriksi eketremitas bawah, 25 menurunnya curah jantung, berkurangnya tonus arteriole sedikit kontribusinya terhadap terjadinya hipotensi, kecuali tahanan pembuluh darah perifer meningkat sebelum anestesi spinal. Terapi hipotensi dimulai dengan tindakan yang cepat seperti koreksi posisi kepala, pemberian cairan intravena dan pemberian vasopressor sesuai kebutuhan. Jika cairan yang diberikan tidak dapat mengoreksi bradikardi atau kontraktilitas melemah, terapi yang disukai untuk spinal hipotensi adalah kombinasi cairan untuk mengoreksi hipovolemi dengan alfa dan beta adrenergik agonis (seperti efedrin) dan atropin (untuk bradikardi) tergantung pada situasi. b) Anestesi spinal tinggi dan Blokade total spinal Pasien dengan tingkat anestesi yang tinggi dapat mengalami kesulitan dalam pernapasaan . Harus dibedakan secara hati-hati apa penyebabnya untuk memberikan terapi yang tepat. Hampir semua dispnea tidak disertai paralysis otot pernapasan tetapi adalah kehilangan sensasi proprioseptif tersebut mengakibatkan dyspnea walaupun fungsi otot pernapasan dan pertukaran gas adekuat. c) Henti jantung yang tiba-tiba. Henti jantung yang tiba-tiba telah dilaporkan pada pasien yang mendapatkan spinal anestesi. Pasien yang mendapat sedatif dan 26 hipotensi sampai tejadinya henti jantung yang tiba-tiba terbukti sulit untuk diterapi. Respon kardiovaskuler terhadap hiperkarbia dan hipoksia karena sedatif dan narkotik mengakibatkan pasien tidak mempunyai respon terhadap hipoksemia yang progresif, asidosis dan hiperkarbia. d) Mual dan Muntah Mual selama anestesi spinal biasa terjadi oleh karena hipoperfusi serebral atau tidak terhalanginya stimulus vagus usus. Biasanya mual adalah tanda awal hipotensi. Bahkan blok simpatis mengakibatkan tak terhalangnya tonus parasimpatis yang berlebihan pada traktus gastrointestinal. e) Paresthesia. Paresthesia dapat terjadi selama penusukan jarum spinal atau saat menginjeksikan obat anestetik. Pasien mengeluh sakit atau terkejut singkat pada ektremitas bawah, hal ini disebabkan jarum spinal mungkin mengenai akar saraf. Jika pasien merasakan adanya parestesia persiten atau paresthesia saat menginjeksikan anesthetik local, jarum harus digerakkan kembali dan ditempatkan pada interspace yang lain untuk mengcegah kerusakan yang permanen. Ada atau tidaknya paresthesia dicatat pada status anesthesia. 27 Jenis dan cara pemberian obat anestesi spinal : 1. Lidokain Lidokain merupakan obat anestesi yang digunakan untuk mencegah depolarisasi pada membran sel melalui penghambatan masuknya ion natrium pada kanal natrium. Efek samping lidokain bersifat toksik pada susunan saraf. Efek yang terjadi akibat toksisitas dapat berupa kejang, disorientasi, pandangan kabur, dan mengantuk. 2. Bupivakain Bupivakain merupakan anestesi yang mempunyai masa kerja yang panjang dengan efek blockade terhadap sensorik lebih besar daripada motorik. Efek bupivakain lebih popular digunakan untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa pasca pembedahan. 3. Tetrakain Tetrakain digunakan untuk segala macam anestesi, pada anestesi spinal tetrakain memerlukan dosis yang besar dan mula kerjanya lambat, dimetabolisme lambat sehingga berpotensi toksik. (Joyce L, 1996) g. Proses penyembuhan luka operasi pengangkatan kista adalah sama dengan yang lainnya. Perbedaan terjadi menurut waktu pada tiap-tiap fase penyembuhan dan waktu granulasi jaringan (Sjamsuhidayat, 2001). 28 1. Fase penyembuhan luka: a) Fase inflamasi Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kirakira hari ke lima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikanya dengan vasokontriksi, penerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis. Sel dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi, penyerbukan sel radang, disertai vasodilatasi yang menyebabkan udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinis reaksi radang menjadi jelas yang berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), rasa hangat (kalor), nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor). b) Fase ploriferatif Fase ploferatif disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu tiga. Pada fase ini serat-serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka. Kekuatan regangan mencapai 25% jaringan normal. 29 Fase fibroplasia ini, luka akan dipenuhi sel radang, fibroblast, dan kalogen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang menonjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri atas sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka, proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase penyembuhan c) Fase penyudahan Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terjadi atas penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Udema dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapilerbaru menutup dan diserap kembali, kalogen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. 30 b. Pengkajiaan fokus Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting dilakukan baik saat klien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit. 1. Biodata Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku / bangsa, pendidikan pekerjaan, alamat dan nomor register. 2. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan utama : nyeri di sekitar area jahitan. 2. Riwayat Kesehatan sekarang: mengeluhkan ada atau tidaknya gangguan ketidaknyamanan. 3. Riwayat Kesehatan dahulu : pernahkah menderita penyakit seperti yang diderita sekarang, pernahkah dilakukan operasi. 4. Riwayat Kesehatan Keluarga: adakah anggota keluarga yang menderita tumor atau kanker terutama pada organ reproduksi. 5. Riwayat obsetrikus, meliputi: 1. Menstruasi : menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau. 2. Riwayat perkawinan : berapa kali menikah, usia pernikahan 3. Riwayat persalinan 4. Riwayat KB 31 3. Pengkajian post operasi. 1. Kaji tingkat kesadaran 2. Ukur tanda – tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu, Respiration Rate. 3. Auskultasi bunyi nafas 4. Kaji turgor kulit 5. Pengkajian Abdomen 1.Inspeksi ukuran dan kontur abdomen 2.Auskultasi bising usus 3.Palpasi terhadap nyeri tekan dan massa 4.Tanyakan tentang perubahan pola defekasi 5.Kaji status balutan 6. Kaji terhadap nyeri atau mual 7. Periksa laporan operasi terhadap tipe anestesi yang diberikan dan menanyakan lamanya dibawah anestesi. 4. Data Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium pemeriksaan darah lengkap (Hemoglobin, hematokrit, lekosit) 2. Terapi : terapi yang diberikan post operasi baik injeksi maupun peroral sesuai program dari dokter. 5. Perubahan Pola Fungsi Data yang diperoleh dalam kasus kista ovarium menurut Doenges (2000) adalah sebagai berikut : 32 1. Aktivitas / istirahat Gejala : kelemahan atau keletihan, adanya perubahan pola istirahat dan jam kebiasaan tidur. Adanya faktor – faktor yang mempengaruhi tidur, misal: ansietas, nyeri, keterbatasan, partisipasi dalam hobi dan latihan. 2. Makanan / cairan Gejala : mual atau muntah, anoreksia, perubahan pada berat badan 3. Neurosensori Gejala : pusing 4. Nyeri / kenyamanan Gejala : tidak ada nyeri / derajat bervariasi, misalnya : ketidaknyamanan ringan sampai berat (dihubungkaan dengan proses penyakit). 5. Eliminasi Gejala : Perubahan pada pola defekasi. Perubahan eliminasi urinarius misalnya : nyeri atau rasa terbakar pada saat berkemih, hematuria. Tanda : perubahan pada bising usus, distensi abdomen. 6. Pernapasan Gejala : Merokok, pemajanan abses. 7. Integritas Ego Gejala : Faktor stress dan cara mengatasi stress, masalah tentang perubahan dalam penampilan insisi pembedahan, perasaan tidak berdaya, putus asa, depresi, menarik diri. 33 8. Sirkulasi Gejala : palpitasi, nyeri dada perubahan pada tekanan darah. 9. Keamanan Gejala : pemadaman pada kimia toksik, karsinogen pemajanan matahari lama, berlebihan, demam, ruam kulit/ ulserasi. 10. Seksualitas Gejala : perubahan pada tingkat kepuasan. 11. Interaksi Sosial Gejala : ketidakadekuatan / kelemahan sistim pendukung, riwayat perkawinan, masalah tentang fungsi (Doenges, 1999). 34 Pathways Keperawatan Penyebab - Ketidakseimbangan esterogen dan progesterone Pertumbuhan folikel yang tidak terkontrol Degenerasi ovarium Gaya hidup tidak sehat (konsumsi alcohol,merokok,kurang olahraga,dll) Kista Ovarium Ovarektomi Anestesi Spinal Anestesi umum Hilangnya kesadaran Proses obat masuk Pembuluh darah (otak) Kesadaran menurun Gangguan fungsi neuron pada sel Menghambat konsumsi oksigen Melalui intravena Melalui rectum Tiopental Benzodiazepine Analgesik opoid Vehibulum tidak ncer Sirkulasi yang berat Iritasi luka Resiko infeksi Ketamin Menekan Menghambat pernafasan efek membrane Sesak eksitator Amnesia,analgesia nafas Anestesi disosiatif Sub type reseptor Gangguan pola nafas Melalui inhalasi Fungsi otot pernafasan menurun Halotan Oksigen tidak Curah jantung adekuat menurun Hipotens i Jalan nafas tidak adekuat Pembuluh darah perifer Luka operasi Jaringan saraf terputus Port Vasokontriksi Merangsang de entry ekstremitas area bawah sensorik Curah jantung menurun Nyeri Hipotensi Daya tahan tubuh berkurang Perdarahan Jaringan terbuka Zat beku darah berkurang Resiko timggi infeksi Cairan dalam tubuh berkurang Trombosit Kelemahan turun fisik Hb menurun Kurang perawatan diri Kurangnya oksigen Kelemahan Sumber : Joyce,1996 dan Mochtar,2002 Intoleransi aktivitas 35 J. DIAGNOSA KEPERAWATAN Post Operasi 1. Risiko tinggi aspirasi berhubungan dengan tingkat kesadaran sekunder akibat : ansietas. (Carpenito, 2006) Tujuan : aspirasi tidak terjadi Kriteria hasil : individu tidak mengalami aspirasi, mengungkapkan tindakan yang untuk mencegah aspirasi. Intervensi a. Kaji posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak ada yang jatuh ke belakang, menyumbat jalan napas. Rasional : memastikan tidak ada sumbatan jalan napas. b. Jaga bagian kepala tempat tidur tetap tinggi, jika tidak ada kontraindikasi. Rasional : mengoptimalkan pola napas jika tidak ada kontraindikasi. c. Pertahankan posisi berbaring miring jika tidak ada kontraindikasi. d. Bersihkan sekresi dari mulut dan tenggorokan dengan tisu atau penghisap dengan perlahan-lahan. Rasional : membersihkan jalan napas, pola napas tetap normal. e. Anjurkan pada keluarga untuk tidak memberikan minum saat klien belum sadar penuh. Rasional : menghindari terjadinya aspirasi. 36 2. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran. (Carpenito, 2006) Tujuan : individu menyatakan cedera lebih sedikit dan rasa takut cedera berkurang, cedera tidak terjadi. Kriteria Hasil : mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi risiko cedera, mengungkapkan maksud untuk melakukan tindakan pencegahan tertentu (misalnya menggunakan kacamata untuk mengurangi silau), meningkatkan aktivitas harian bila memungkinkan. Intervensi : a. Awasi individu secara ketat selama beberapa malam pertama untuk menjaga keamanan. Rasional : memantau aktivitas pasien. b. Ajarkan penggunaan kruk, tongkat dan wolker. Rasional : membantu dalam aktivitas. Meringankan beban. c. Gunakan tempat tidur yang rendah dengan pagar terpasang. Rasional : memudahkan pasien untuk berpindah tempat dan mencegah jatuh saat mobilisasi yang tidak disadari. d. Ciptakan lingkungan yang aman : lantai kering tidak basah. Rasional : mencegah agar tidak terpeleset dan jatuh. e. Letakkan pispot dekat tempat tidur atau pispot kursi di depan pasien. 37 Rasional : mengurangi kelelahan dengan menghemat tenaga klien untuk ke kamar mandi. 3. Nyeri (akut) : nyeri abdomen berhubungan dengan insisi pada abdomen. (Doenges, 1999) Tujuan : nyeri berkurang atau hilang. Kriteria Hasil : klien rileks, mampu tidur atau istirahat dengan tepat. Intervensi a. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik nyeri, beratnya (0-10). Rasional : perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan adanya masalah, memerlukan evaluasi medik dan intervensi. b. Pertahankan istirahat dengan posisi supinasi Rasional : menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi telentang. c. Anjurkan klien untuk mobilisasi dini. Rasional : meningkatkan normalisasi fungsi organ, menurunkan ketidaknyamanan. d. Ajarkan penggunaan manajemen nyeri (teknik relaksasi, distraksi). Misal dengan latihan tarik napas dalam. Rasional : meningkatkan kontrol terhadap nyeri dan meningkatkan partisipasi pasien secara aktif. e. Berikan analgetik sesuai indikasi. Rasional : menghilangkan nyeri, mempermudah kerja sama dengan terapi lain. 38 4. Kurang perawatan diri : personal hygiene berhubungan dengan kelemahan. (Carpenito, 2006) Tujuan : klien dapat memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri. Kriteria Hasil : ungkapkan rasa nyaman dan puas, melakukan kegiatan perawatan diri sesuai kemampuan. Intervensi a. Kaji derajat ketidakmampuan klien dalam melakukan kegiatan. Rasional : mempengaruhi pemilihan intervensi yang tepat. b. Motivasi klien untuk melakukan kegiatan kebersihan diri sesuai kemampuan seperti gosok gigi. Rasional : mempertahankan pemenuhan kebutuhan dasar klien, klien dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan perawatan diri sesuai kemampuan. c. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan seperti : makan, mandi, personal hygiene. Rasional : mempertahankan pemenuhan kebutuhan dasar klien. 5. Resiko infeksi berhubungan dengan invasi kuman sekunder terhadap pembedahan.(Doenges, 1999) Tujuan Kriteria hasil : tidak terjadi infeksi : meningkatnya penyembuhan luka dengan benar,bebas tanda infeksi/inflamasi, drainase purulen,eritema, dan demam. 39 Intervensi a. Awasi tanda – tanda vital Rasional : dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses. b. Lakukan pencucian tangan dengan baik dan perawatan luka aseptik. Rasional : menurunkan resiko penyebaran bakteri. c. Lihat insisi dan balutan. Rasional : memberikan deteksi dini terjadi proses infeksi, dan /atau pengawasan penyembuhan. d. Berikan informasi yang tepat,jujur pada pasien dan orang terdekatnya. Rasional : pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi ,membantu menurunkan ansietas. e. Berikan antibiotik sesuai indikasi. Rasional : mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya. f. Bantu irigasi dan drainase bila diperlukan. Rasional : dapat diperlukan untuk mengalirkan abses terlokalisir. 6. Resiko konstipasi berhubungan dengan pembedahan abdominal. (Carpenito, 2006) Tujuan : tidak terjadi konstipasi. Kriteria hasil : menunjukan bunyi bising usus / aktivitas peristaltik usus aktif, mempertahankan pola eliminasi biasanya 40 Intervensi a. Auskultasi bising usus Rasional : indikator adanya perbaikan ileus, mempengaruhi pilihan intervensi. b. Bantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan. Rasional : ambulasi dini membantu merangsang fungsi intestinal dan mengembalikan peristaltik. c. Dorong pemasukan cairan adekuat,termasuk sari buah, bila pemasukan peroral dimulai. d. Berikan rendam duduk. Rasional : meningkatkan relaksasi otot, minimalkan ketidaknyamanan. e. Batasi pemasukan oral sesuai indikasi. Rasional : mencegah mual /muntah sampai peristaltic kembali ( 12 hari) f. Berikan obat, contoh pelunak feses,minyak mineral, laksatif sesuai indikasi. Rasional : meningkatkan pembentukan / pasase pembentuk feses. 7. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah,intake nutrisi.(Doenges, 1999) Tujuan : nutrisi dapat terpenuhi 41 Kriteria hasil : mendemonstrasikan pemeliharaan / kemajuan penambahan berat badan yang diinginkan dengan normalisasi nilai laboratorium, tak ada tanda – tanda malnutrisi. Intervensi a. Tinjau faktor – faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna / makan makanan, missal : status puasa, mual, ileus paralitik setelah selang dilepaskan. Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi b. Timbang berat badan sesuai indikasi. Catat masukan dan pengeluaran. Rasional : mengidentifikasikan status cairan serta memastikan kebutuhan metabolik. c. Auskultasi bising usus Rasional : menentukan kembalinya peristaltik. d. Berikan cairan 1V, misalnya : albumin, lipid, elektrolit. Suplemen vitamin dengan perhatian tertentu terhadap vitamin K,secara parental. Rasional : memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit. Menggunakan katartik praoperasi ( persiapan usus) dapat mengurangi suplemen vitamin dan atau masalah usus dapat menghambat absorbs vitamin. 42 e. Berikan obat – obatan sesuai indikasi : antiematik,missal proklorpromazin. Rasional : mencegah muntah. 8. Kurang pengetahuan tentang penyakit yang diderita berhubungan dengan kurang informasi. Tujuan : klien dapat mendapat informasi yang benar. Kriteria hasil : klien dapat berpratisipasi dalam program pengobatan,mengungkapkan pemahaman informasi. Intervensi a. Kaji pengetahuan klien tentang penyakit yang diderita Rasional : memvalidasi tingkat pemahaman saat ini, mengidentifikasi kebutuhan belajar. b. Berikan informasi tentang penyakit yang diderita dengan bahasa yang jelas dan mudah dimengerti. Rasional : memberikan pengetahuan dimana klien dapat kooperatif dan memudahkan untuk mengingat informasi yang diberikan. c. Dorong partisipasi keluarga dalam perawatan Rasional : membantu penanganan dan perawatan pasien. 43