evaluasi tingkah laku dan respon fisiologis

advertisement
EVALUASI TINGKAH LAKU DAN RESPON FISIOLOGIS
KAMBING PE BETINA YANG DIPELIHARA PADA
JENIS KANDANG BERBEDA DI DAERAH
PASCA TAMBANG PASIR
SKRIPSI
WAWAN DWI APRIANTO
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
WAWAN DWI A. D14080340. 2012. Evaluasi Tingkah Laku dan Respon
Fisiologis Kambing PE Betina yang Dipelihara pada Jenis Kandang Berbeda
di Daerah Pasca Tambang Pasir. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Muhamad Baihaqi, S. Pt., M.Sc.
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Mohamad Yamin, M.Agr.Sc.
Kambing PE merupakan ternak ruminansia yang berkontribusi dalam
pemenuhan kebutuhan daging dan susu. Produktivitas bisa dikatakan dengan baik
jika salah satu indikator kesejahteraan ternak baik. Salah satu indikator
kesejahteraan ternak dapat dilihat dari tingkah laku ternak. Pemeliharaan yang
dilakukan oleh kelompok peternak Simpay Tampomas menggunakan dua tipe
kandang yaitu kandang panggung dan kandang alas tanah. Perbedaan sistem
perkandangan tersebut perlu dikaji pengaruhnya terhadap tingkah laku hewan
tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perbedaan tingkah
laku kambing Peranakan Etawah di kandang panggung dan alas tanah di daerah
pasca penambangan pasir.
Sampel yang digunakan adalah Kambing Betina PE berumur 2,5 tahun
sebanyak 16 ekor, terdiri dari 8 ekor dipelihara di kandang panggung dan sisanya
di pelihara di kandang alas tanah. Data Frekuensi diolah menggunakan 2 uji yaitu
: uji Friedman untuk data pengamatan berulang dengan perlakuan lebih dari 2, dan
Mann Whiteney untuk data frekuensi yang independent, jika berbeda nyata
digunakan uji banding rataan, sedangkan data lama waktu kejadian diolah dengan
menggunakan uji t. Perbandingan dilakukan terdiri dari dua aspek yaitu durasi
waktu dan perbedaan kandang. Data fisiologis diolah dengan uji t untuk
mengetahui nilai rataan yang berbeda.
Hasil penelitian seluruh tingkah laku antara kandang panggung dengan
kandang alas tanah tidak berbeda nyata kecuali frekuensi tingkah laku agonistic
yang berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi di kandang alas tanah. Hasil penelitian
pada waktu yang berbeda di kandang alas panggung menunjukkan frekuensi
tingkah laku agonistic dan makan berbeda nyata (P<0,05) tertinggi pada sore hari,
lama waktu tingkah laku agonistic, makan, dan eliminasi berbeda nyata (P<0,05)
tertinggi pada sore hari. Hasil Penelitian pada waktu yang berbeda di kandang
tanah menunjukkan bahwa pada frekuensi tingkah laku agonistic berbeda nyata
(P<0,05) tertinggi pada pagi hari, akan tetapi lama waktu makan tingkah laku
agonistic berbeda nyata (P<0,05) tertinggi pada sore hari. Frekuensi tingkah laku
makan dan vokalisasi berbeda nyata (P<0,05) tertinggi pada sore hari, dan lama
waktu tingkah laku makan berbeda nyata (P,0,05) tertinggi pada sore hari.
Pengamatan pagi hari dengan waktu yang berbeda menunjukkan frekuensi dan
lama waktu tidak berbeda nyata (P>0,05) antara kandang panggung dan kandang
alas tanah. Pengamatan siang hari dengan waktu yang berbeda menunjukkan
frekuensi dan lama waktu tingkah laku makan berbeda nyata (P<0,05) antara
kandang panggung dan tanah. Sore hari frekuensi dan lama waktu tingkah laku
agonistic berbeda nyata antara kandang panggung dan kandang tanah. Hasil uji T
pengukuran data fisiologis menunjukkan bahwa denyut jantung dan suhu rektal
kambing PE pada pagi dan siang hari di kandang panggung nyata lebih tinggi
i
(P<0,01) dibandingkan di kandang alas tanah, denyut jantung pada sore hari di
kandang tanah menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan
kandang panggung.
Kesimpulan Lahan pasca tambang pada daerah penelitian ini memiliki suhu
dan kelembaban rata-rata relatif nyaman untuk ternak. Secara umum tingkah laku
keseluruhan antara kandang panggung dan kandang alas tanah pada daerah pasca
tambang pasir tidak berbeda nyata kecuali frekuensi tingkah laku agonistic tertinggi
berada dii kandang alas tanah. Berdasarkan frekuensi tingkah lagu agonistic dan
tingkah laku vokalisasi tertinggi pada kandang alas tanah. Secara umum suhu
rektum dan denyut jantung kambing betina PE antara kandang panggung dan
kandang alas tanah masih dikisaran suhu yang ideal walaupun dalam statistika
didapatkan hasil yang berbeda nyata, akan tetapi denyut jantung pada sore hari di
kandang alas tanah di atas normal. Hasil kajian dengan data tingkah laku dan
fisiologis ternak direkomendasikan peternak simpay tampomas untuk menggunakan
kandang panggung.
Kata Kunci : peranakan etawah, tingkah laku, fisiologis, tipe kandang, pasca
tambang pasir
ii
ABSTRACT
Evaluation Behaviors and Physiological Responds of Etawah Grade Doe
Maintained at Difference Types of Barn on Sand Reclamation Land
Aprianto, W. D., Baihaqi M. and Yamin, M.
This study was aimed to examine the effect of different barn type on doe Etawah
grade behavior at Simpay Tampomas farm, Sumedang. The study used 16 goats
(52.81 ± 5.49 kg) at the age of 2.5 – 3.0 years old. The doe Etawah grade behaviors
observed were at the different time: morning (6:00 am to 8:00 am), early afternoon
(12:00 am - 02:00 pm), and late afternoon (04:00 pm to 06:00 pm). The treatments
were types of stages: ground stage and stable stage. Parameters observed were eating
behavior, vocalizations, allelomimetic, eliminative, and agonistic. The Mann
Whiteney and Friedman test were used to analyzed difference of frequency, while
duration and physiology data were analyzed by using T test to analyzed animal
behavior difference. The result showed that agonistic behavior mostly occurred in the
morning, but eating behavior and vocalizations occurred in the afternoon, while
allelomimetic behavior mostly occurred during early afternoon, either on stable or
ground stage. The eliminative behavior had different characteristics. Goats in the
stable stage presented more eliminative behavior in the early noon, while the ground
stage the goat presented the behavior in the late noon. The heart rate and rectal
temperature of goat in both cages in the morning were significantly different
(P<0.01) from ones in the late noon. Heart rate of goats in the late noon was different
(P<0.05) between stables stage, but was not different (P>0.05) for rectal temperature.
In Conclusion overall behavior of goat on ground stage and stable stage were not
significant different except frequency of agonistic behavior. Behavior Etawah of
grade seen that the afternoon were prone to the existence of time that treatment more.
The physiological response of Etawah grade the best, on the stable stage.
Key words : etawah grade, behavior, physiological, barn, sand reclamation.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banyuwangi pada tanggal 18 April 1988 dari pasangan
almarhum Bapak Mustari dan almarhum Ibu Wastatik. Penulis mengawali
pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 1 Bulurejo pada tahun 1994 dan
diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama di mulai pada
tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2003 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
Negeri 1 Cluring. Penulis kemudian melanjutkan ke sekolah tingkat umum di
Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Purwoharjo pada tahun 2004 dan lulus pada
tahun 2006. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui
program SNMPTN (Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri). Pada
tahun 2009 penulis diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di kegiatan asisten
praktikum dan mengajar di bimbingan belajar RUSA.
EVALUASI TINGKAH LAKU DAN RESPON FISIOLOGIS
KAMBING PE BETINA YANG DIPELIHARA PADA
JENIS KANDANG BERBEDA DI DAERAH
PASCA TAMBANG PASIR
Wawan Dwi Aprianto
D14080340
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillahirabbil’alamin saya panjatkan atas kehadirat Allah
SWT karena dengan segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulisan skripsi ini
dapat terselesaikan. Skripsi ini berjudul Evaluasi Tingkah Laku dan Respon
Fisiologis Kambing PE Betina yang Dipelihara pada Jenis Kandang Berbeda di
Daerah Pasca Tambang Pasir. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang
penulis lakukan pada bulan Juli 2011 bertempat di Kelompok Peternak Kambing
Simpay Tampomas, berlokasi di lereng Gunung Tampomas, Desa Cibeureum Wetan,
Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini
mengamati tentang pengaruh kandang terhadap kesejahteraan ternak.
Kesejahteraan ternak selalu dikaitkan dengan tingkah laku stres pada ternak.
Salah satu cara menangani stres pada ternak, dengan cara membuat sistem
perkandangan yang baik. Perkandangan merupakan salah satu sarana yang dibuat
untuk memodifikasi pengaruh buruk lingkungan. Tujuan peletakan ternak di kandang
adalah untuk memudahkan penanganan pemeliharaan ternak, melindungi ternak dari
serangan hewan buas dan melindungi ternak dari cekaman panas. Penelitian ini
bertujuan mengevaluasi pengaruh tipe alas kandang yang berbeda (panggung dan
tanah) terhadap parameter yang diamati, berupa tingkah laku ternak dan fisiologis
ternak.
Penulis memahami bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, harapan besar penulis adanya sumbangan pemikiran
dari berbagai pihak untuk perbaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah ikut berperan sehingga penulisan
skripsi ini dapat terselesaikan. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi
semua pembaca.
Bogor, September 2012
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan
rahmat telah diberikan selama proses penulisan skripsi ini sehingga sekripsi ini
selesai dengan waktunya, penulis menerima banyak bantuan dari berbagai pihak,
baik berupa peminjaman buku, doa, semangat dan dorongan moril lainya. Ucapan
terimakasih setulus hati saya ucapkan kepada Muhamad Baihaqi S.Pt.MSc dan Dr.Ir.
Mohamad Yamin M.Agr.Sc,
yang bersedia meluangkan waktunya untuk
membimbing, membaca, mengarahkan penulis untuk membuat skripsi ini dengan
baik. Terimakasih saya ucapkan kepada Dr.Ir Afton Atabany M.Si dan Dr.Ir Asep
Sudarman sebagai dosen penguji sidang yang telah memberi masukan dan
mengevaluasi tulisan penulis agar lebih baik dan benar.
Akhirnya secara khusus penulis perlu sampaikan penghargaan dan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Almarhum Ayah dan Bunda, saya
mendoakan anda semoga diterima di sisiNya. Terimakasih kepada kakak tertua saya
Didik Eko Pujianto yang telah membiayai saya selama ini. Ucapan terimakasih yang
mendalam kepada Yayasan Karya Salemba Empat yang telah memberikan beasiswa
kepada saya, tim Penelitian Sumedang (Hendro, Euis, Nia, Atik, dan Dewi),
Bramada Winiar Putra S.Pt, Delvita Yuniza, dan Dinar Puspa Indah. Kepada
keluarga besar Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, FAPET IPB
terimakasih atas segala pelajaran dan pengalaman berharga sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir dengan baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk
penulis dan semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, September 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ................................................................................................
i
ABSTRACT ................................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ...........................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................
v
KATA PENGANTAR ...................................................................................
vi
DAFTAR ISI ................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL..........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................
xi
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
Latar Belakang ...................................................................................
Tujuan ................................................................................................
1
2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................
3
Kambing Etawah dan Peranakan Etawah ..........................................
Kandang .............................................................................................
Kandang Induk ............................................................................
Tingkah Laku .....................................................................................
Tingkah laku Makan ...................................................................
Tingkah Laku Agonistic ..............................................................
Tingkah Laku Kambing ..............................................................
Sistem Pemeliharaan Terhadap Tingkah Laku Kambing ..................
Suhu dan Kelembaban .......................................................................
Denyut Jantung ..................................................................................
Respon Fisiologis Terhadap Kandang ...............................................
Respon Fisiologis Terhadap Pakan dan Waktu Pemberian Pakan ....
3
3
4
5
5
6
7
7
8
9
10
10
MATERI DAN METODE .............................................................................
12
Lokasi dan Waktu ..............................................................................
Materi ................................................................................................
Ternak .........................................................................................
Alat ..............................................................................................
Pakan ...........................................................................................
Prosedur .............................................................................................
Pengambilan Data Tingkah Laku................................................
Data Pendukung ..........................................................................
12
12
12
12
15
15
16
18
viii
Rancangan dan Analsis Data .........................................................................
18
HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
20
Keadaan Umum .................................................................................
Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan
Alas Tanah ..................................................................................
Tingkah Laku Kambing PE Betina di Tipe Kandang Panggung
pada Waktu yang Berbeda ..........................................................
Tingkah Laku Kambing PE Betina di Tipe Kandang Alas Tanah
pada Waktu yang Berbeda ..........................................................
Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan
Kandang Alas Tanah pada Waktu yang Berbeda .......................
Kondisi Fisiologis Kambing PE Betina .............................................
Suhu Tubuh .................................................................................
Denyut Jantung ...........................................................................
21
23
26
31
35
41
42
43
KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................
45
Kesimpulan ........................................................................................
Saran ................................................................................................
45
45
UCAPAN TERIMAKASIH ..........................................................................
46
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
47
LAMPIRAN ................................................................................................
50
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Etogram atau Gambaran Tingkah Laku Kambing .................................
7
2.
Contoh Pengamatan Seluruh Tingkah Laku Kambing PE Betina ..........
16
3. Contoh Tabel Rataan dari Tabel 2 ..........................................................
17
Rataan Suhu dan Kelembaban di Kandang Panggung dan Tanah
pada Pagi, Siang, dan Sore .....................................................................
22
Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang
Panggung dan Tanah ..............................................................................
24
Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang
Panggung dan Tanah ..............................................................................
25
Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang
Panggung ...............................................................................................
27
Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang
Panggung ................................................................................................
28
Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang
Alas Tanah ..............................................................................................
32
10. Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di
Kandang Alas Tanah ..............................................................................
33
4.
5.
6.
7.
8.
9.
11. Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang
Panggung dan Tanah pada Pagi Hari .....................................................
36
12. Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang
Panggung dan Tanah pada Pagi Hari .....................................................
37
13. Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang
Panggung dan Tanah pada Siang Hari ...................................................
39
14. Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina
di Kandang Panggung dan Tanah pada Siang Hari ................................
40
15. Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang
Panggung dan Tanah pada Sore Hari .....................................................
41
16. Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang
Panggung dan Tanah pada Sore Hari .....................................................
42
17. Rataan Suhu Rektal Kambing PE Betina di Kandang Panggung
dan Tanah pada Waktu yang Berbeda ....................................................
43
18. Rataan Denyut Jantung Kambing PE Betina di Kandang Panggung
dan Tanah ...............................................................................................
44
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Tipe Kandang Panggung di Lokasi Penelitian .....................................
13
2. Tipe Kandang Alas Tanah di Lokasi Penelitian...................................
13
3. Layout Kandang Panggung dari Samping ............................................
14
4. Layout Kandang Panggung dari Atas...................................................
14
5. Layout Kandang Alas Tanah dari Samping .........................................
14
6. Layout Kandang Alas Tanah dari Atas ................................................
15
7. Lokasi Peternakan Simpay Tampomas di Kabupaten
Sumedang .............................................................................................
20
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Perbandingan Rataan Lama Waktu Kejadian Tingkah Laku
di Kandang Panggung dan Alas Tanah .....................................................
51
2. Perbadingan Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina
di Kandang Panggung ...............................................................................
51
3. Perbandingan Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina
di Kandang Alas Tanah.............................................................................
51
4. Perbandingan Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina
di Kandang Panggung dan Tanah pada Pagi Hari ....................................
51
5. Perbandingan Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina
di Kandang Panggung dan Tanah pada Siang Hari .................................
51
6. Perbandingan Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina
di Kandang Panggung dan Tanah pada Siang Hari ..................................
52
7. Perbandingan Rataan Suhu Rektal Kambing PE Betina di Kandang
Panggung dan Tanah ................................................................................
52
8. Perbandingan Rataan Denyut Jantung Kambing PE Betina
di Kandang Panggung dan Tanah .............................................................
52
9. Hasil Uji T Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing
PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah ............................................
52
10. Hasil Uji T Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing
PE Betina di Kandang Panggung ..............................................................
53
11. Hasil Uji T Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina
di Kandang Alas Tanah .............................................................................
53
12. Hasil Uji T Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina
di Kandang Panggung dan Alas Tanah pada Pagi,
Siang dan Sore ..........................................................................................
54
13. Hasil Uji T Rataan Denyut Jantung dan Suhu Rektal Kambing
PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah ............................................
54
14. Hasil Uji Friedmen Tingkah Laku Kambing PE Betina di
Kandang Panggung pada Waktu yang Berbeda ........................................
55
15. Hasil Uji Friedmen Tingkah Laku Kandang Alas Tanah
pada Waktu yang Berbeda ........................................................................
55
16. Hasil Uji Analis Ragam Rataan Suhu di Kandang Panggung ..................
55
17. Hasil Uji Analisis Ragam Rataan Suhu di Kandang Tanah ......................
56
18. Hasil Uji Analisis Ragam Rataan Kelembaban di Kandang Tanah ..........
56
19. Hasil Uji Analisis Ragam Rataan Kelembaban di Kandang Tanah ..........
56
xii
20. Hasil Uji Mann Whiteney Frekuensi Kejadian Seluruh Tingkah
Laku di Kandang Panggung dan Tanah ....................................................
56
21. Hasil Uji Mann Whiteney Frekuensi Kejadian Seluruh Tingkah
Laku di Kandang Panggung dan Tanah pada Pagi Hari ..........................
57
22. Hasil Uji Mann Whiteney Frekuensi Kejadian Seluruh Tingkah
Laku di Kandang Panggung dan Tanah pada Siang Hari .........................
57
23. Hasil Uji Mann Whiteney Frekuensi Kejadian Seluruh Tingkah
Laku di Kandang Panggung dan Tanah pada Sore Hari ...........................
57
xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan ternak ruminansia yang
berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan daging dan susu di Indonesia. Menurut
Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011), populasi kambing di
Indonesia pada tahun 2007-2011 adalah 17.482.722 ekor. Jumlah tersebut memberi
kontribusi besar terhadap pemenuhan daging nasional setelah daging sapi dengan
rata–rata pemotongan kambing dalam satu tahun sebesar 2.425.764 ekor/tahun.
Menurut Devendra dan McLeroy (1982), produktivitas rata-rata biologis kambing
yaitu 8%-28% lebih tinggi dibandingkan sapi. Jumlah anak per kelahiran (litter size)
bervariasi dengan rata-rata satu sampai dengan tiga ekor dengan tingkat produksi
susu yang melebihi dari kebutuhan untuk anaknya, sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai produk komersial dan tidak mengganggu proses reproduksinya. Pemanfaatan
pola adaptasi yang baik terhadap lingkungan membuat kambing PE tetap lestari
hingga sekarang. Pola adaptasi suatu hewan dapat diamati dengan melihat tingkah
laku hewan tersebut, sebagai respon awal terhadap lingkungan yang dihadapi lebih
lanjut dengan respon yang telah diketahui.
Tingkah laku hewan merupakan cara hewan merespon pengaruh lingkungan
yang ada di sekitarnya. Identifikasi tingkah laku hewan merupakan awal untuk
melihat kesejahteraan ternak. Ternak bisa dikatakan sejahtera apabila produksi dan
tingkah lakunya normal, salah satu faktor yang mempengaruhi kesejahteraan ternak
adalah pemberian naungan. Pemberian naungan tidak terlepas dari sistem
perkandangan. Manfaat kandang membuat ternak nyaman sehingga menjamin
kesejahteraan ternak yang dipelihara. Kandang juga diperlukan untuk melindungi
ternak dari pencurian, gangguan alam, hujan, sinar matahari, gangguan binatang buas
dan kedinginan. Penggunaan tipe kandang yang lazim digunakan oleh masyarakat
adalah dua tipe yaitu, kandang panggung dan kandang alas tanah. Tata cara
perkandangan yang intensif akan sejalan dengan usaha perbaikan hidup..
Peternakan di Desa Cibeureum Wetan Kecamatan Cimalaka, Kabupaten
Sumedang, menggunakan model yang saling berintegrasi satu dengan lain yang
disebut dengan peternakan terpadu. Pola integrasi dari peternakan di Desa
Cibeureum Wetan dengan menggabungkan sektor pertanian dan peternakan. Sektor
1
pertanian di daerah tersebut adalah sektor penanaman serta pengembangbiakan bibit
Buah Naga, sedangkan sektor peternakan dengan membudidayakan ternak kambing
PE. Pemeliharaan kambing di area tersebut menggunakan sistem perkandangan
tradisional yang beralas tanah dan perkandangan semi-modern yang beralas
panggung. Perbedaan sistem perkandangan tersebut perlu dikaji pengaruhnya
terhadap tingkah laku hewan tersebut untuk mengetahui metode kandang tersebut
tetap memenuhi kesejahteraan ternak yang keberlanjutanya dapat menunjang
produksi ternak.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkah laku dan respon
fisologis kambing PE betina yang dipelihara di kandang alas panggung dan alas
tanah.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Kambing Etawah dan Peranakan Etawah
Kambing Etawah yaitu kambing yang berasal dari distrik Etawah daerah
antara sungai Yamuna dan Chambal Provinsi Uttar Pradesh, India (Mason, 1981).
Kambing Etawah didatangkan ke Indonesia bertujuan untuk memperbaiki kambing–
kambing lokal yang memilki tubuh kecil, dengan cara persilangan antara kambing
lokal dengan kambing Etawah, yang menghasilkan kambing Peranakan Etawah (PE).
Berdasarkan tipe kambing PE tipe kambing dwiguna yaitu kambing yang dapat
menghasilkan daging dan susu. Keunggulan Kambing PE dibandingkan ternak lokal
sejenis adalah kambing PE betina mampu menghasilkan susu 1,2 liter/ekor/hari
selama masa laktasi (Balai Penelitian Ternak, 2001). Kambing PE memiliki
karakteristik tubuh yang besar dengan bobot badan kambing jantan mencapai 90 kg,
sedangkan betina mencapai 60 kg. Sarwono (2008) menyatakan bahwa kambing PE
mempunyai ciri-ciri antara kambing kacang dengan kambing Etawah, yaitu bagian
hidung atas melengkung, panjang telinga antara 15-30 cm menggantung ke bawah,
sedikit kaku, warna bulu bervariasi antara hitam, putih, dan coklat. Kambing jantan
mempunyai bulu yang tebal dan agak panjang di bawah leher dan pundak, sedangkan
bulu kambing betina agak panjang terdapat di bagian bawah ekor ke arah garis kaki.
Kandang
Kandang memiliki arti yang sangat penting untuk menghindari pengaruh
lingkungan yang kurang menguntungkan bagi usaha peternakan sehingga dengan
adanya kandang maka penggunaan makanan untuk produksi dapat teratasi dengan
baik. Perkandangan juga berfungsi sebagai pencegahan dan pemberantasan penyakit
dan pengawasan terhadap pertumbuhan ternak (Sosromidjojo dan Soeraji, 1978). Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Budoyo (1978) menyatakan bahwa kandang
diperlukan untuk melindungi ternak dari pencurian, gangguan alam, hujan, sinar
matahari, gangguan binatang buas, dan kedinginan. Sosroamidjojo dan Soepardi
(1976) menyatakan bahwa dalam pembuatan kandang hal yang perlu diperhatikan
beberapa masalah antara lain: (1) biologi ternak masing–masing memiliki sistem
perkandangan tersendiri, (2) teknik konstruksi bangunan kandang harus bersih,
sirkulasi baik, ternak terhindar dari pengaruh cuaca yang merugikan, kandang harus
3
kuat, dan sesuai dengan ternak yang akan dikandangkan, dan (3) ekonomis, biaya
pembuatan kandang harus murah tetapi masih memenuhi persyaratan yang tercantum
pada poin 1 dan 2.
Menurut Devendra dan Buns (1994), ada dua tipe kandang kambing yang
umum dipakai di daerah tropis, yaitu kandang pada tanah dan kandang panggung.
Peternakan kambing di Indonesia umumnya menggunakan tipe kandang panggung.
Hal tersebut karena kandang panggung mempunyai kelebihan dalam mengurangi
pengaruh lingkungan yaitu suhu, kelembaban dan curah hujan, serta tergantung
tujuan berternak kambing untuk produksi susu atau produksi daging (Devendra dan
McLeroy, 1982). Pembuatan bangunan kandang harus bersih dan berventilasi agar
ternak dapat terjaga kesehatannya karena ternak dikandangkan setiap hari.
Kandang panggung yang baik memiliki tinggi kandang di atas tanah minimal
100 cm, pondasi kandang
terbuat dari beton atau batu sungai dengan bentuk
trapesium agar mudah dalam pembersihan kotoran, tinggi alas dengan tempat pakan
antara 50 – 60 cm, tujuannya adalah agar kambing mudah mengambil pakan dari
tempat pakan, celah kandang untuk keluar masuk kepala kambing mengambil pakan
adalah 20 x 25 cm. Pembuatan celah kandang kambing jantan harus lebih tinggi
daripada celah kandang pada kambing betina, tujuannya adalah untuk menjaga
kualitas rambut bagian leher kambing jantan akibat bergesekan dengan dinding
kandang. Tinggi celah kambing betina cenderung lebih pendek agar anak kambing
tidak keluar kandang melalui celah tersebut (Atabany, 2001).
Kandang Induk
Kandang induk merupakan tempat yang khusus untuk mengandangkan
kambing betina induk PE agar mempermudah dalam penanganan. Kandang induk
dibagi menjadi dua, yaitu kandang induk bunting dan kandang induk kering.
Kandang induk kering digunakan untuk mengelompokkan kambing betina yang
sudah tidak menyusui lagi anaknya (Sarwono, 2008), bentuk kandang induk masa
kering dibuat dengan menggunakan bentuk sistem kandang koloni atau berkelompok.
Kandang koloni berfungsi sebagai kandang perkawinan. Kambing biasanya
diletakkan di dalam kandang koloni dengan kepadatan ternak pada tiap kandang
sebanyak 5-10 ekor ternak dengan ukuran 3 x 5 m2. Kandang diberi sekat ruang
masing-masing sekat kandang bertujuan untuk diberi pintu untuk keluar masuknya
4
ternak. Bentuk kandang induk yang sedang bunting lebih dari tiga bulan dan induk
yang sedang mengasuh anak atau menyusui dibuat dengan sistem tipe kandang
tunggal atau individu. Ukuran kandang bersalin 1 x 1 m2 sampai 1,5 x 1,5 m2
(Mariono, 2007).
Tingkah Laku
Ethology merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku hewan. Tingkah
laku berasal dari kata ethos yang berarti karakter atau alam dan logos yang berarti
ilmu. Ilmu tingkah laku berkaitan dengan penentuan karakteristik hewan terhadap
lingkunganya serta respon berupa tingkah laku terhadap lingkungan yang
dihadapinya (Gonyou, 1991). Proses terjadinya tingkah laku hewan adalah ekspresi
dari upaya hewan untuk beradaptasi atau menyesuaikan dengan kondisi internal dan
eksternal yang berbeda, yaitu perilaku dapat digambarkan sebagai respon hewan
untuk stimulus. Studi tingkah laku perilaku (etologi) melibatkan tidak hanya hewan
apa saja yang diamati akan tetapi juga kapan, bagaimana, mengapa dan dimana
perilaku terjadi (Lehner, 1979).
Tingkah Laku Makan
Tingkah laku makan masing-masing ternak berbeda-beda dari tiap bangsa
yang berbeda. Peningkatan produksi dapat dicapai jika ternak makan dengan agresif
sehingga memakan pakan lebih banyak (Ensminger, 2002). Tingkah laku makan lain
adalah merumput, memakan hijauan hasil pemotongan atau penyimpanan, dan
konsentrat. Cara makan pada kambing adalah meramban browse leguminosa dan
tanaman yang agak lebih tinggi darinya) berbeda dengan domba yang cenderung
grazing (merenggut) rumput dengan bibir bagian atas hingga memotong bagian
bawah rumput (Ensminger, 2002).
Tingkah laku makan lain adalah ruminasi. Ruminasi adalah proses
mengunyah kembali pakan yang dikeluarkan dari retikulorumen, kemudian dikunyah
dengan bantuan saliva. Kambing melakukan ruminasi sebanyak 15 kali per hari
dengan lama waktu per ruminasi sekitar 1-120 menit, sehingga dalam satu hari total
waktu yang digunakan untuk ruminasi adalah antara 8-10 jam (Ensminger, 2002).
Menurut Tomaszewska et al. (1993), pengunyahan selama makan dan ruminasi dapat
mengurangi ukuran partikel dan mengubah bentuk pakan. Tingkat pengurangan
5
ukuran partikel pakan dicerna atau bahan yang diruminasi akan ditentukan oleh
waktu yang diperlukan untuk makan, ruminasi, dan jumlah kunyahan per satuan
waktu dalam setiap kegiatan dan oleh tingkat keefektifan pengunyahan.
Umumnya kambing menyukai berbagai jenis hijauan, karenanya dapat
membedakan antara rasa pahit, manis, asam, dan asin (Kilgour dan Dalton, 1984).
Tomaszewska et al. (1991) mengatakan bahwa pada siang hari dengan suhu yang
tinggi, kambing akan merumput lebih sedikit, waktu yang digunakan untuk ruminasi
lebih singkat dengan istirahat yang relatif lama.
Tingkah Laku Agonistic
Tingkah laku agonistic merupakan suatu kegiatan mengais, menanduk, dan
mendorong dengan bahu, lari bersama, dan menerjang (menendang, berkelahi,
melarikan diri, menanduk) pada kambing, terlentang sambil tidak bergerak,
menggigil (pada anak yang masih muda) mendengus, dan menghentakkan kaki pada
kambing (Hafez, 1968), menurut Frazer (1975), tingkah laku agonistic merupakan
tingkah laku yang memperlihatkan tingkah laku aktif dan pasif, tingkah laku aktif
seperti berkelahi, berlari, serta tingkah laku agresif. Tingkah laku agonistic juga
diperkuat oleh Ensminger (2002), mengatakan bahwa tingkah laku agonistic pada
kambing jantan diperlihatkan pada saat berkelahi dengan mundur terlebih dahulu
kemudian menyerang dengan cara menumbukkan kepalanya atau tanduknya pada
kepala lawan, kambing akan terus berkelahi sampai salah satu dari mereka berhenti
dan menyerah, biasanya kambing sebelum berkelahi akan mendengus.
Pola perilaku agonistic merupakan interaksi sosial antara satwa yang
dikategorikan beberapa tingkat konflik, yaitu dalam memperoleh makanan, pasangan
seksual, dan perebutan wilayah istirahat dengan melakukan tindakan yang bersifat
ancaman menyerang dan perilaku patuh (Hart, 1985). Perilaku agonistik ini
merupakan hal yang penting dalam menetapkan dan mempertahankan hubungan
dominan dan subordinat antara tingkatan sosial spesies. Kandungan hormon
testoteron yang tinggi pada mamalia jantan mengakibatkan tingkah laku berkelahi
lebih tinggi jika dibandingkan dengan betina (Ensminger, 2002).
6
Tingkah Laku Kambing
Keseluruhan tingkah laku kambing dapat dilihat pada Tabel 1 yang berbentuk
etogram.
Tabel 1. Etogram atau Gambaran Tingkah Laku Kambing.
Tingkah Laku
Ingestive
Gambaran Karakteristik
Browsing, makan legum-legum, ranting muda, menguyah,
menjilati garam, minum, dan menyusu.
Investigatory
Mengangkat kepala, mengarahkan mata, telinga, dan hidung
kearah gangguan. Mencium kambing lain atau benda lainnya.
Allelomimetik
Berlari bersama, tidur bersama, dan menumbuk rintangan dengan
kaki tegap bersamaan.
Agonistik
Mengais, mendorong dengan bahu, menanduk, lari bersama dan
menerjang,
bunching,
lari,
kedinginan,
mendengus
dan
menghentakan kaki.
Eliminatif
Kambing mengangkat ekor pada saat buang air besar dan
menghasilkan kotoran berbentuk pelet. Kambing betina jongkok
pada saat buang urin. Selama musim tak kawin, kambing jantan
membuang urinnya dengan sedikit dan tidak terjadi ekstensi dari
penis yang keluar dari prepotium.
Allow grooming Kambing menjilat-jilat dan membersihkan bulu,
bergantian
ataupun secara resiprok.
Sumber : Hafez (1968)
Sistem Pemeliharaan Terhadap Tingkah Laku Kambing
Pemeliharaan kambing dengan sistem penggembalaan bebas, di daerah sub
tropis periode merumput terjadi paling banyak ketika pagi sampai sore hari,
sedangkan pada daerah tropis siklus merumput, pada siang hari, ternak beristirahat di
bawah naungan atau dekat tempat air dan terdapat periode yang panjang pada malam
hari. Pola tingkah laku makan kambing pada saat makan, kambing akan menolak
setiap tanaman yang terkontaminasi dengan aroma air seni dan fesesnya, tingkah
laku makan pada kambing di alam liar dengan cara browsing. Tingkah laku browsing
ini bertujuan untuk memakan berupa kulit kayu, daun, tunas, semak, dan cabang
yang memiliki rasa yang lebih pahit dari rumput. Kemampuan kambing dalam
7
menoleransi terhadap pakan yang rasanya pahit dari pada pakan yang memiliki rasa
asin dan manis. Kebutuhan konsumsi air yang diperlukan kambing hanya 188
cc/kg/24 jam, hampir sama dengan unta yaitu 185 cc/kg/24 jam, sedangkan untuk
domba dan sapi adalah 197 cc/kg/24 jam dan 347 cc/kg/24 jam, mengakibatkan
kambing tahan terhadap daerah yang beriklim kemarau dengan curah hujan sedikit.
Efek dari pemberian air yang sedikit mengakibatkan terjadinya pengurangan ekskresi
urin dengan konsentrasi urea yang meningkat dan pekat (Cakra et al., 2008).
Kambing dipelihara di kandang intensif akan kehilangan ikatan berpasangan,
berkurangnya sifat agresif, dan perpanjangan musim kawin (Tomaszewska et al.,
1993). Menurut Roussel (1992) tingkah laku kambing yang sudah didomestikasi
sebagian besar kegiatannya dilakukan untuk makan dan menghabiskan sebagian
besar merumput di kandang. Kambing yang didomestikasi akan cenderung lebih baik
dalam reproduksi dan performa pertambahan bobot badan, hal ini karena manusia
akan memilih bangsa-bangsa kambing yang baik untuk disilangkan, sedangkan di
alam liar kesempatan untuk terjadi inbreeding sangat tinggi yang mengakibatkan
penurunan kualitas dari keturunan yang dihasilkan. Kambing yang sudah
terdomestikasi akan cenderung tidak takut jika didekati manusia, sedangkan kambing
yang masih liar akan cenderung menghindar dan lari jika bertemu dengan manusia.
Suhu dan Kelembaban
Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor iklim yang mempengaruhi
produksi dan reproduksi ternak, karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan
panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air, keseimbangan energi
dan
keseimbangan tingkah laku ternak (Esmay, 1982). Hasil penelitian Smith dan
Mangkuwidjojo (1988) menjelaskan bahwa kambing memerlukan suhu optimum
antara 18-30 oC untuk menunjang produksinya, sedangkan untuk suhu rektal
kambing pada kondisi normal adalah 38,5-40 oC dengan rataan 39,4 oC atau antara
38,5-39,7 oC. Kambing akan berusaha menurunkan suhu tubuhnya melalui proses
respirasi akibat suhu lingkungan yang tinggi (Yeates et al., 1975).
Keadaan lingkungan yang kurang nyaman juga membuat kambing
mengurangi konsumsi pakan dan meningkatkan konsumsi minum. Mekanisme
pelepasan panas tubuh dilakukan melalui empat cara yaitu : radiasi, konduksi,
konveksi, dan evaporasi. Radiasi adalah transfer energi secara elektromegnetik, tidak
8
memerlukan medium untuk merambat dengan kecepatan cahaya. Konduksi
merupakan transfer panas secara langsung antara dua materi padat yang berhubungan
langsung tanpa ada transfer panas molekul. Panas menjalar dari suhu tinggi ke suhu
yang rendah. Konveksi adalah suatu perambatan melalui aliran cair dan gas.
Besarnya konveksi tergantung pada luas kontak dan perbedaan suhu. Evaporasi
merupakan perubahan dari zat cair menjadi uap air. Pengaruh suhu dan kelembaban
yang tinggi menyebabkan evaporasi lambat sehingga pelepasan panas tubuh
terhambat (McDowell, 1972). Cekaman panas pada ternak akan mengakibatkan
energinya berkurang sehingga aktivitasnya terganggu, seperti laju pertumbuhan
menurun, laju penafasan, dan denyut jantung meningkat (Curtis, 1983).
Denyut Jantung
Jantung adalah struktur maskular berongga yang bentuknya menyerupai
kerucut. Jantung terdiri dari dua bagian kiri dan kanan. Masing-masing bagian terdiri
dari atrium yang berfungsi menerima curahan darah dari pembuluh vena, dan
ventrikel yang berfungsi memompakan darah dari jantung ke seluruh tubuh melalui
arteri (Frandson, 1992). Satu denyut jantung terdiri dari satu sistole dan diastole.
Siklus jantung terdiri atas satu periode relaksasi yang disebut diastole, yaitu periode
pengisian jantung dengan darah, kemudian diikuti oleh satu periode kontraksi yang
disebut sistol (Guyton, 1997).
Peningkatan laju denyut jantung akan meningkat seiring dengan peningkatan
suhu lingkungan, gerakan, dan aktivitas otot (Edey, 1983). Adisuwardjo (2001)
menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi denyut jantung yaitu (1)
aktivitas, (aktivitas yang tinggi meningkatkan frekuensi kerja jantung) (2) ion
kalsium, ion kalsium memicu sistol yaitu kontraksi salah satu ruangan jantung pada
proses pengosongan ruang tersebut, (3) kadar CO2, dapat menaikkan frekuensi
maupun kekuatan kontraksi jantung, (4) acetylcolin, mengurangi frekuensi jantung,
(5) adrenalin, dapat menaikkan frekuensi jantung, (6) morphin, dapat menurunkan
denyut jantung, (7) suhu tubuh, semakin tinggi suhu tubuh maka frekuensi denyut
jantung semakin meningkat, (8) berat badan, semakin berat badan seseorang
frekuensi denyut jantung semakin besar, dan (9) usia, usia muda memiliki frekuensi
denyut jantung lebih cepat.
9
Respon Fisiologis Terhadap Kandang
Suhu pada kandang alas tanah lebih tinggi dari pada suhu pada kandang
panggung hal ini dikarena gesekan aliran udara pada permukaan tanah lebih besar
sehingga aliran udara pada kandang alas tanah terhambat menyebabkan terhalangnya
pertukaran udara dari kandang ke lingkungan. Faktor lain yang menyebabkan suhu
kandang alas tanah lebih tinggi adalah feses yang tertampung pada tanah mengalami
proses fermentasi yang dapat menghasilkan gas metan dan amonia. Proses fermentasi
ini dapat meningkatkan suhu kandang yang akan mengakibatkan bertambahnya
beban panas. Kandang alas panggung keadaannya akan lebih nyaman dibandingkan
kandang alas tanah karena gaya gesek udara pada lantai panggung lebih rendah.
Pembuatan celah kandang dengan lantai slat bambu akan mengakibatkan aliran
udaranya lebih lancar karena dari sela-sela bilah bambu angin dapat masuk (Puspani
et al., 2008). Penurunan suhu kandang tidak hanya dengan modifikasi lantai kandang
saja, tetapi juga dengan penggunaan naungan atau atap.
Menurut Qiston dan Suharti (2011) penggunaan naungan atau atap dapat
menciptakan kondisi yang lebih nyaman yang ditunjukkan dengan lebih rendah suhu
rektal dan frekuensi denyut jantung. Rataan suhu rektal kambing yang diberi
naungan yaitu 38,7 oC dan rataan denyut jantung kambing yang diberi naungan
adalah dan 86,6 kali/menit, sedangkan rataan denyut jantung kambing yang tidak
diberi naungan yaitu 39,10oC dan dan suhu rektal kambing yang tidak diberi naungan
yaitu 107,7 kali/menit.
Respon Fisiologis Terhadap Pakan dan Waktu Pemberian Pakan
Tingkah laku kambing akan berubah dari kegiatan merumput atau
mengkonsumsi pakan untuk menghindari kondisi yang tidak menyenangkan. Respon
untuk menghindari kondisi tersebut kambing mengurangi konsumsi pakan dan energi
metabolis yang tersedia. Gangguan lain terhadap keseimbangan energi berasal dari
perubahan fisiologi, endokrin, dan pencernaan yang selanjutnya menurunkan energi
yang tersedia (Setianah, 2004). Meningkatnya suhu cenderung mengurangi konsumsi
pakan. Hal ini adalah upaya ternak untuk mengurangi produksi tubuh panas dengan
cara mengurangi pakan yang berserat, melakukan aktivitas fisik rendah, mencari
naungan, dan mengubah aktivitas merumput dari siang menjadi malam. Dampak
langsung dari stres panas dapat dilihat dalam perubahan konsumsi air dan konsumsi
10
pakan. Jika suhu naik, maka kebutuhan air juga akan naik sehingga harus
menyediakan banyak air. Namun, jika air langka, maka kambing akan menyesuaikan
diri dengan cara memanfaatkan kadar air pada hijauan (Cakra et al., 2008).
Pemberian pakannya pada pagi hari yaitu mulai pukul 08.00-14.00 WIB
berefek baik pada ternak karena pada pagi hari ternak memiliki waktu yang lama
untuk mengunyah makanan tersebut. Semakin banyak waktu yang diberikan kepada
ternak kambing untuk mengkonsumsi pakan, maka akan menghasilkan bobot badan
yang lebih optimal. Sebaliknya, pemberian pakan pada ternak kambing pada pukul
14.00- 17.30 WIB, ternak tidak memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk
mengkonsumsi pakan dan mengunyah pakan dengan baik, sehingga akan
menghasilkan bobot badan yang kurang optimal (Setianah, 2004).
Akibat Heat stress jangka panjang adalah terjadi penurunan produktivitas
anak pada ternak. Jika kambing bunting, terutama mendekati akhir kehamilan,
kurangnya makan akibat dari stres panas dapat mengurangi asupan nutrisi yang
diperlukan oleh janin dan mengakibatkan kelaparan pada janin. Di sisi lain, jika
kambing betina kekurangan pasokan energi karena stres panas akan menyebabkan
tidak adanya perkembangan folikel. Hal juga juga berlaku untuk reproduksi sperma.
Kondisi panas yang ekstrim dapat mempengaruhi reproduksi langsung yaitu : (1)
Terjadi degenerasi antara sperma dan ovum dalam saluran reproduksi, (2) penciptaan
ketidak seimbangan hormon melalui tindakan dari hipotalamus dan (3) menekan
libido dan tindakan fisik untuk kawin (Roussel, 1992).
11
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2011. Lokasi
penelitian di Kelompok Peternak Kambing Simpay Tampomas, berlokasi di lereng
Gunung Tampomas, Desa Cibeureum Wetan, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten
Sumedang, Propinsi Jawa Barat.
Materi
Ternak
Ternak yang digunakan adalah 16 ekor kambing PE betina dewasa (I3)
dengan berat badan yang relatif sama yaitu 52,81 ± 5,49 kg dengan koevisien
keseragaman 11,24%. Ternak kemudian diletakkan di kandang panggung dan
kandang tanah masing-masing 8 ekor. Kepadatan di tiap-tiap kandang 4 ekor/koloni.
Kambing PE tersebut diambil dari peternakan yang sama dengan sistem
pemeliharaan yang sama.
Alat
Peralatan yang digunakan meliputi pencatat waktu, thermohigrometer,
kamera, cat semprot, meteran, timbangan berat badan, thermometer klinis, stetoskop,
alat tulis dan komputer. Kandang yang digunakan adalah kandang kelompok alas
panggung dan kandang alas tanah. Kandang panggung di area peternakan Simpay
Tampomas, bahan terbuat dari bahan kayu dan bambu yang berasal dari sisa–sisa
bangunan yang kurang dimanfaatkan. Letak kandang berada di tengah kebun buah
naga, atap kandang terbuat dari genting, luas kandang 9,6 m2 dengan panjang 6 m
dan lebar 1,6 m, tidak terdapat kanopi pepohonan yang menaungi kandang tersebut,
ventilasi angin bebas keluar masuk, pondasi terbuat dari semen, lantai kandang
terbuat dari bambu dengan celah antara 1-2 cm, jarak antara lantai kandang dengan
tanah adalah 1 m dan arah kandang membujur dari utara ke selatan. Gambar
Kandang panggung dapat dilihat pada Gambar 1, 3, dan 4.
Kandang alas tanah di area penelitian, beratap genting, tinggi atap kandang
dari tanah adalah 2,5 m, luas kandang 12,5 m2 dengan panjang 5 m dan lebar 2,5 m,
Lantai kandang alas tanah ditumpuk dengan ranting sisa pakan hijauan, terdapat
dinding dari anyaman bambu yang rapat, pada ventilasi atas ada beberapa bagian
anyaman yang renggang sehingga ventilasi angin tidak bebas keluar masuk (Gambar
2), di dekat kandang terdapat kanopi pohon lamtoro (Leuaena leucocephala), ternak
langsung bersentuhan dengan tanah dan arah kandang dari arah melebar dari barat ke
timur. Gambar kandang alas tanah dapat dilihat pada Gambar 2, 5, dan 6
Bentuk tempat pakan kambing di lokasi penelitian umumnya trapesium dan
segi empat memanjang terbuat dari kayu dan bambu. Tempat makan mempunyai
ukuran rata–rata 200 cm2 dengan rataan panjang 40 cm dan lebar 50 cm / kandang
koloni. Celah kandang untuk keluarnya kepala kambing bila mengambil pakan
mempunyai ukuran yaitu 20,60 cm untuk kandang alas panggung, sedangkan untuk
kandang alas tanah 17,10 cm
Gambar 1. Tipe Kandang Panggung di Lokasi Penelitian
Gambar 2. Tipe Kandang Alas Tanah di Lokasi Penelitian
13
U
S
Gambar 3. Layout Kandang Panggung dari Samping
Tempat Pakan
Kandang Bunting
Kandang Anak
6m
1,6 m
Kandang
Penelitian 1
B
Jalan
Kandang
Penelitian 2
Kandang
Dara
T
Kandang
Pejantan
Tempat Pakan
0,46 m
Gambar 4. Layout Kandang Panggung dari Atas
T
B
2,5 m
Gambar 5. Layout Kandang Alas Tanah dari Samping
14
5m
2,5 m
Kandang
Penelitian 1
Kandang
Penelitian 2
0,5 m
Kandang
Dara
Kandang
Pejantan
U
Bak Pakan
S
Jalan
1, 25m
Bak Pakan
Kandang Anakan
Kandang Bunting
Gambar 6. Layout Kandang Alas Tanah dari Atas
Pakan
Pemberian pakan kambing PE di lokasi penelitian menggunakan sistem
potong angkut cut and carry yaitu pakan diambil di lokasi pegunungan Simpay
Tampomas kemudian dibawa ke kandang untuk diberikan ke ternak. Peternak
memberikan pakan kambing induk kering hanya berupa hijauan saja. Tenaga kerja di
lokasi penelitian terdiri dari 5 orang, terdiri dari 3 orang pencari rumput, 1 orang
manajer dan 1 orang pemberi pakan dan pembersih kandang. Populasi kambing PE di
areal penelitian adalah 225 ekor yang terdiri dari betina laktasi 23 ekor, betina
bunting 20 ekor, betina kering 85 ekor, pejantan dewasa 5 ekor, dan anak kambing
sebanyak 92 ekor. Pakan yang diberikan rata–rata perhari sebanyak 140 kg /16 ekor
berat segar. Frekuensi pemberian pakan di lokasi penelitian hanya sekali sehari yaitu
pada pukul 14.00 WIB. Pakan yang digunakan adalah pakan yang biasa digunakan di
peternakan ini yaitu pakan hijauan rumput gajah, pakan dari legum yaitu Calliandra
haematocephala dan Gliricidia sepium. Pemberian air minum pada kambing PE
dilokasi penelitian jarang dilakukan karena keterbatasan air. Ternak mendapat suplai
air berasal dari hijaun pakan segar yang diberikan pada ternak.
Prosedur
Ternak yang digunakan adalah 16 ekor kambing PE betina. Penimbangan
bobot badan dilakukan untuk mengetahui keseragaman bobot badan. Indentifikasi
ternak dilakukan dengan memberikan cat warna di bagian paha ternak. Penyesuaian
kandang dilakukan selama 2 minggu, digunakan untuk adaptasi ternak. Jumlah
15
perlakuan digunakan ada dua yaitu alas panggung dan alas tanah dengan ulangan 8
ekor ternak di setiap kandang.
Pengambilan Data Tingkah Laku
Pengamatan tingkah laku dengan mengamati tingkah laku kambing betina PE
yang dipelihara secara tradisional dan Semi-intensif. Pemeliharaan secara tradisional
dilakukan di kandang alas tanah, sedangkan pemeliharan secara Semi-intensif
dilakukan di kandang panggung. Pengambilan data pengamatan dilakukan selama
seminggu sekali, setiap pengamatan diambil data tiga kali dengan waktu sebagai
berikut, pagi (06.00 – 08.00 WIB), siang (12.00 – 14.00 WIB) dan sore hari pukul
(16.00 – 18.00 WIB). Peubah yang diamati adalah frekuensi dan lama waktu
kejadian tingkah laku. Pengamatan tingkah laku ini dilakukan sampai mendapatkan 5
kali ulangan.
Pengamatan tingkah laku ternak dengan menggunakan metode focal sampling
yaitu metode pengamatan tingkah laku ternak dengan cara menyeleksi tingkah laku
ternak yang dianggap penting dan menyeleksi ternak yang diamati tanpa
memperhatikan tingkah laku ternak yang lain (Altman, 1973). Pengambilan data ini
dilakukan dengan 16 ulangan ternak yang berbeda. Pengamatan tingkah laku
dilakukan setiap ekor selama 5 menit dan jeda antara pengamatan individu yang
berbeda adalah 1 menit. Tabel 2 menunjukkan contoh formulir pengamatan yang
digunakan untuk mengamati seluruh tingkah laku yang terjadi. Tabel 3 menunjukkan
contoh formulir pengamatan rataan interpretasi dari data Tabel 2.
Tabel 2. Contoh Pengamatan Seluruh Tingkah Laku Kambing PE Betina
No Kambing………………
Tingkah laku
Frekuensi
Waktu
Lama Waktu
Makan
3
0:00 – 2:18
2:18
Merawat diri
4
2:18 - 3:46
1:28
Membuang kotoran
1
3:46 – 3:52
0:06
Makan
2
3:52-4:46
0:54
Merawat diri
1
4:46-5:00
0:14
Total Menit
5
16
Tabel 3. Contoh Tabel Rataan dari Tabel 2
No Kambing…………..
Tingkah laku
Total frekuensi
Menit
Konversi/menit
Makan
5
3:12
3,2
Merawat diri
5
2:42
2,7
Vokalisasi
0
0
0
Buang kotoran
1
0:06
0,1
Melawan
0
0
0
Peubah–peubah yang diamati pada pengamatan tingkah laku kambing Betina
PE saat di kandang sebagai berikut :
1. Tingkah laku makan (ingestive), yaitu tingkah laku mengkonsumsi pakan
baik dalam bentuk padatan maupun cairan, serta tingkah laku ruminasi yaitu
suatu proses memamah kembali makanan yang berasal dari lambung dan
masih kasar kemudian dikeluarkan kembali dan dikunyah di mulut, kemudian
dicerna kembali. Apabila kambing melakukan tingkah laku makan dicatat
frekuensi dan waktunya.
2. Tingkah laku melawan (agonistic) yaitu tingkah laku perilaku agresivitas
yang mengarah pada temperamental, pertentangan. diperlihatkan dengan cara
menumbukkan tanduk, menghentakkan kaki, dan mendengus. Apabila
kambing melakukan tingkah laku melawan dicatat frekuensi dan waktunya.
3. Tingkah laku membuang kotoran yaitu perilaku membuang kotoran baik
feses maupun urin. Apabila kambing melakukan tingkah laku membuang
kotoran dicatat frekuensi dan waktunya.
4. Tingkah laku merawat diri (Care giving), kambing merawat tubuhnya dengan
cara menjilati tubuhnya dan kambing lain, menggaruk tubuhnya serta
menggosok tubuhnya sendiri kedinding kandang auto self grooming ataupun
saling menjilati allow grooming. Apabila kambing melakukan tingkah laku
merawat diri dicatat frekuensi dan waktunya.
5. Tingkah laku vokalisasi, yaitu tingkah laku mengeluarkan suara. Apabila
kambing melakukan tingkah laku vokalisasi dicatat frekuensi dan waktunya.
17
Data Pendukung
Peubah–peubah lain yang diamati sebagai data pendukung adalah mengukur
data mencatat suhu dan kelembaban di lingkungan kandang menggunakan alat
thermohigrometer diletakkan dibagian langit-langit kandang. Peletakan pengukuran
Thermohigrometer yang benar seharusnya diletakkan di dekat ternak sejajar dengan
ketinggian ternak. Pencatatan dilakukan pada pagi (06.00–08.00 WIB), siang (12.00–
14.00 WIB) dan sore hari pukul (16.00–18.00 WIB). Pengukuran fisiologi Kambing
PE. Pengukuran denyut jantung dilakukan dengan cara menggunakan stetoskop
diletakan pada bagian urat nadi dibagian sela antara kaki depan dengan dada.
Pengukuran dilakukan selama 15 detik kemudian untuk menghitung jumlah denyut
nadi per menit jumlah denyut nadi hasil pengukuran dikalikan empat. Pengukuran
suhu rektum dilakukan menggunakan thermometer kliniks. Thermometer kliniks
dimasukkan ke dalam anus dengan kedalaman 5 cm kemudian dilihat suhu yang
ditunjukkan setelah bunyi tanda tertentu. Pengukuran suhu rektal dan denyut jantung
dilakukan selesai pengambilan data tingkah laku.
Rancangan dan Analisis Data
Analisis data suhu dan kelembaban menggunakan uji analisis ragam.
Sebelum dilakukan analisis ragam dilakukan terlebih dahulu uji asumsi yang terdiri
dari uji kenormalan, kehomogenan ragam, kebebasan galat, dan keaditivan, jika nilai
analisis ragam berbeda nyata di lakukan uji lanjut Tukey. Analisis data penilaian
frekuensi kejadian tingkah laku dianalisis dengan uji non parametrik Mann
Whiteney, digunakan untuk data yang mengandung unsur dengan pengukuran tidak
berulang dengan n = 2, sedangkan analisis Friedman digunakan untuk data yang
mengalami pengukuran berulang dengan perlakuan lebih dari dua, jika setelah di uji
dengan Uji Friedman berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji banding rataan atau
Multiple Comparison of Means Ranks, dengan rumus sebagai berikut :
[Ri – Rj] ≤ Z [ k (N + 1) / 6 ]0,5
Jika [Ri – Rj] lebih besar dari Z [ k (N + 1) / 6 ]0,5, maka perbedaan Ri dan Rj adalah
nyata pada taraf .
18
Rumus uji Friedman :
t H  t / 2; db  (k  1)(n  1)
nk (k  1)
6
Rumus Uji Man Whiteney :
Data lama waktu kejadian tingkah laku dan fisiologis ternak dianalisis dengan
menggunakan uji t untuk mengetahui nilai rataan yang berbeda. Rumus uji t :
Keterangan :
t
= Nilai t.
N
= Banyaknya Sempel.
X
= Nilai Rata–Rata
SD = Standar Deviasi.
µ0
= Rataan standard deviasi.
19
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum
Kecamatan Cimalaka memiliki populasi kambing PE sebanyak 1.858 ekor.
Keberadaan kambing PE di kecamatan Cimalaka diawali dengan adanya usaha
pemanfaatan lahan kritis, akibat penggalian tambang pasir yang merusak lingkungan.
Pemanfaatan lahan kritis yang dipelopori oleh seorang petani pelestari lingkungan,
yaitu Uha Juhari dari desa Cibeureum Wetan, Kecamatan Cimalaka (Hariyadi et al.,
2002). Lahan yang digunakan kelompok peternak Simpay Tampomas adalah lahan
bekas galian penambangan pasir. Luas keseluruhan dari peternakan Simpay
Tampomas adalah 20-25 hektar, dengan jumlah populasi kambing yang dipelihara
500–630 ekor ternak. Lahan di daerah penelitian berbatu, sehingga tidak bisa
ditanami oleh tanaman pangan. Tanaman yang tumbuh di daerah penelitian adalah
Calliandra haematocephala dan Gliricidia sepium. Kambing dipelihara dengan
sistem semi intensif baik di kandang alas tanah ataupun di kandang alas panggung.
Kandang di area penelitian terdiri dari kandang koloni dan kandang individu.
Kandang koloni digunakan untuk kambing betina kering, kandang betina menyusui,
kandang anakan, lepas sapih, sedangkan kandang individu digunakan untuk kambing
pejantan. Lokasi di desa Cibeureum Wetan, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten
Sumedang, bisa dilihat di peta pada gambar di bawah ini.
Sumber : www.map.google.com
Gambar 7. Lokasi Peternakan Simpay Tampomas di Kabupaten Sumedang
Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor iklim yang mempengaruhi
produksi dan reproduksi ternak, karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan
panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air, keseimbangan energi, dan
keseimbangan tingkah laku ternak (Esmay, 1982). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa suhu dan kelembaban di lokasi penelitian tidak konstan antara siang dan
malam hari. Rataan suhu dan kelembaban yaitu 24,67±3,83oC dan 59,38%±12,90%,
akan tetapi setelah dilakukan uji T mendapatkan hasil yang tidak berbeda nyata
(P>0,05). Menurut Smith dan Mangkuwidjojo, (1988) keadaan suhu optimal dimiliki
oleh Indonesia dengan rataan harian wilayah Indonesia adalah 29 oC pada musim
hujan dan 30-32 oC pada musim kemarau sedangkan kisaran suhu dan kelembaban
optimal kambing adalah 18-300C dengan kelembaban dibawah 75%. Suhu dan
kelembaban di kedua kandang relatif sama hal ini terjadi karena pengambilan data
suhu dan kelembaban dilakukan di setiap kandang hampir bersamaan sehingga
selisih perbedaan suhu antara kandang panggung dan kandang tanah kecil.
Suhu lingkungan di kandang panggung dan kandang alas tanah masih dalam
cakupan suhu nyaman bagi ternak dengan rataan suhu yaitu 24,67±3,83 oC, dan
mempunyai kelembaban relatif rendah (59,38%±12,90%), hal ini berpengaruh
nyaman pada ternak yaitu pada saat ternak terkena heat stress, ternak cenderung
lebih mudah melepaskan uap air ke udara. Kelembaban di kandang alas tanah lebih
tinggi daripada kandang panggung karena ventilasi di dalam kandang alas tanah lebih
sedikit sehingga kandungan uap air yang ada di dalam kandang alas tanah
terperangkap sehingga mengakibatkan sirkulasi udara tidak lancar, sedangkan di
kandang panggung memiliki ventilasi yang banyak mengakibatkan kandungan uap
air di dalam kandang mudah terbawa oleh angin mempermudah dalam terjadinya
sirkulasi udara. Pada suhu lingkungan yang tinggi maka kambing berusaha
menurunkan suhu tubuhnya melalui pernafasan dan kulit (Yeates et al., 1975).
Hasil analisis ragam pada Tabel 4 di kandang panggung menunjukkan bahwa
suhu pada pagi hari nyata lebih rendah (P<0,05) daripada siang atau sore hari,
sedangkan pada siang dan sore hari setelah dilakukan uji statistik hasilnya tidak
berbeda nyata (P>0,05). Pagi hari menunjukkan suhu yang rendah karena lokasi
tempat berada di lereng gunung dan lokasi berada 800 m di atas permukaan laut
(Balai Penelitian Ternak, 2001). Suhu pada siang hari dan sore setelah dilakukan uji
21
statistik adalah tidak berbeda nyata (P>0,05). Rataan suhu di kandang panggung
tertinggi pada sore hari dikarenakan lokasi kandang panggung terkena letak kandang
panggung membujur dari utara ke seletan sehingga mengakibatkan terkena radiasi
sinar matahari yang maksimal pada sore hari. Menurut Yani (2006) cekaman panas
maksimal dari radiasi matahari pada pukul 13.00–14.00 WIB dimana pada waktu
tersebut nilai intensitas radiasi matahari dapat mencapai 480 kkal/m /jam. Hasil
2
penelitian setelah dilakukan uji statistik suhu di kandang panggung berbeda nyata
(P<0,05) dengan pagi ataupun siang hari, rataan suhu tertinggi terjadi pada siang hari
yaitu 26,86 ± 3,74 0C
Tabel 4. Rataan Suhu dan Kelembaban di Kandang Panggung dan Tanah pada Pagi,
Siang, dan Sore
Kandang
Panggung
Tanah
Suhu(oC)
Kelembaban (%)
Pagi
20,26 ± 1,11a
72,20 ± 12,01c
Siang
26,86 ± 3,74b
43,80 ± 7,53b
Sore
26,92 ± 1,38b
56,30 ± 4,09a
Pagi
19,84 ± 1,21a
74,00 ± 7,38c
Siang
28,44 ± 1,47c
52,60 ± 8,17a
Sore
25,70 ± 0,69b
57,40 ± 3,97b
Waktu
Keterangan : Superskrip huruf yang berbeda pada kolom dan jenis kandang yang sama menunjukkan
berbeda nyata (P<0,05)
Pagi (06.00-08.00 WIB), Siang (12.00-14.00 WIB), dan Sore (16.00-18.00 WIB)
Lokasi kandang panggung berada di tengah areal lahan buah naga
mengakibatkan pancaran sinar matahari lebih banyak diterima oleh kandang
panggung. Tingginya suhu lingkungan area sekitar kandang panggung dan tanah
karena lahan merupakan bekas penambangan pasir. Areal lokasi kandang terkena
sinar matahari langsung mengakibatkan terjadinya aliran panas secara radiasi
gelombang pendek. Ketika suhu lingkungan optimum, maka tubuh ternak
memproduksi panas tubuh minimum diluar suhu optimum ternak. Perolehan panas
dari luar tubuh (heat gain) akan menambah beban panas bagi ternak, apabila suhu
udara lebih tinggi dari suhu nyaman. Sebaliknya, akan terjadi kehilangan panas tubuh
(heat loss) apabila suhu udara lebih rendah dari suhu nyaman (Yani, 2006).
Hasil analisis ragam menunjukkan kelembaban pada kandang panggung pada
pagi hari berbeda nyata (P<0,05) antara siang ataupun sore hari, dan juga berbeda
22
nyata (P<0,05) pada siang dan sore hari. Kelembaban berkaitan erat dengan suhu.
Kelembaban pada pagi hari tinggi karena suhu lingkungan pada pagi hari rendah.
Kelembaban akan turun seiring dengan kenaikan suhu. Kelembaban di kandang alas
tanah dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pada sore
hari suhu dan kelembaban berbeda nyata (P<0,05) antara pagi dan siang hari dan
juga berbeda nyata (P<0,05) antara siang dan sore hari, hal ini karena pada kandang
alas tanah terdapat kanopi pepohonan sehingga mengurangi radiasi sinar matahari,
akibatnya adalah suhu pada kandang alas tanah pada sore hari lebih rendah daripada
suhu di kandang panggung. Hal ini juga mengakibatkan kelembaban tertinggi terjadi
pada kandang alas tanah. Suhu dan kelembaban yang tinggi menyebabkan evaporasi
lambat sehingga pelepasan panas tubuh terhambat (McDowell, 1972).
Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Alas Tanah
Kandang merupakan sarana yang dibuat oleh peternak untuk mempermudah
dalam menghandling ternak. Menurut Williamson dan Payne (1993) kandang yang
baik adalah kandang yang ringan, berventilasi baik, drainase baik, dan mudah
dibersihkan. Dua tipe kandang kambing yang digunakan di daerah tropis yaitu
kandang alas tanah dan kandang panggung. Hasil data uji Mann Whiteney dan uji T
dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6. Hasil statistik setelah dilakukan uji Mann Whiteney
menunjukkan bahwa frekuensi tingkah laku agonistic pada kandang alas tanah
berbeda nyata (P<0,05) yaitu (0,61±1,21 kali/5 menit) lebih tinggi daripada kandang
panggung, akan tetapi lama waktu terjadi tingkah laku agonistic pada Tabel 6 tidak
berbeda nyata. Tingginya frekuensi tingkah laku agonistic di kandang tanah karena
di dalam kandang tanah terdapat kambing yang dominan dan subordinat. Kambing
dominan ketika melakukan tingkah laku makan cenderung mengusir kambing
subordinat dengan cara menanduk. Kambing subordinat cenderung tidak melawan
dan pergi ketika kambing dominan melakukan tingkah laku agonistic.
Kejadian ini mengakibatkan frekuensi tingkah laku agonistic banyak akan
tetapi lama waktu kejadian sedikit. Tabel 6 memperlihatkan rataan lama waktu
tingkah laku agonistic tertinggi di kandang panggung, akan tetapi setelah dilakukan
Uji T mendapatkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05), hal ini dikarenakan kambing
di kandang panggung memiliki sifat dominan yang hampir sama sehingga ketika
23
kambing melakukan tingkah laku agonistic cenderung terjadi perkelahian yang lama,
mengakibatkan lama waktu yang diperlukan untuk melakukan tingkah laku agonistic
banyak akan tetapi frekuensi kejadian tingkah laku agonistic sedikit. Menurut Craig
(1981) kambing betina memiliki sifat agonistic akan tetapi frekuensinya sangat kecil,
hal ini karena kambing betina memproduksi hormon androgen tetapi jumlahnya tidak
sebanyak yang dihasilkan oleh kambing jantan. Tingkah laku berikutnya yang
diamati adalah tingkah laku makan.
Tabel 5. Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung
dan Tanah
Jenis Kandang
Frekuensi Tingkah Laku Kambing
Agonistik
Makan
Merawat Diri
Vokalisasi
Eliminasi
--------------------------------kali/ 5 menit--------------------------------Panggung
0,38±1,02a
2,65±2,87
2,13±2,31
0,06±0,33
0,18±0,64
Tanah
0,61±1,21b
3,24±,3,08
2,45±2,25
0,13±0,54
0,13±0,42
Keterangan : Superskrip huruf dan baris yang berbeda pada kolom yang sams menunjukkan berbeda
nyata (P<0,05)
Tingkah laku makan merupakan karakteristik hewan dari segala karakteristik.
Hewan tidak akan bisa hidup tanpa makan. Tingkah laku makan kambing cenderung
browsing, yaitu ternak tersebut suka mengambil makanannya dari semak–semak dan
daun tanaman (Ensminger, 2002). Frekuensi tingkah laku makan tertinggi terdapat di
kandang alas tanah. Akan tetapi setelah dilakukan uji Mann Whiteney menunjukkan
bahwa frekuensi tingkah laku makan tidak berbeda nyata (P>0,05) antara kandang
panggung dan kandang alas tanah. Kambing di kandang alas tanah cenderung banyak
melakukan frekuensi makan karena pada saat kambing subordinat makan kambing
dominan mengusir kambing subordinat dengan melakukan tingkah laku agonistic.
Tabel 6 menunjukkan lama waktu tingkah laku makan di kandang panggung
dan kandang alas tanah, hasil uji T menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05),
antara kandang panggung dan kandang alas tanah. Kambing di dalam kandang
panggung lebih tenang ketika melakukan tingkah laku makan daripada kambing di
kandang alas tanah. Temperatur lingkungan yang tinggi pada kandang alas tanah
menekan nafsu makan pada kambing. Konsumsi pakan dan produksi panas berkaitan,
temperatur yang meningkat menyebabkan konsumsi pakan menurun, kambing akan
24
mengurangi aktivitas kegiatannya bertujuan agar mengurangi produksi panas dalam
tubuhnya. Penurunan produksi panas dilakukan melalui penurunan konsumsi pakan,
ruminasi, dan penurunan aktivitas (Devendra dan Burn, 1994).
Tabel 6. Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang
Panggung dan Tanah
Jenis Kandang
Lama Waktu Tingkah Laku Kambing
Agonistik
Makan
Merawat Diri
Vokalisasi
Eliminasi
---------------------------------Menit/ 5 Menit---------------------------Panggung
0,24±0,33 1,48±1,36
0,27±0,27
0,03±0,12
0,02±0,08
Tanah
0,14±0,52 1,39±0,69
0,28±0,21
0,01±0,02
0,01±0,31
Hasil uji Mann Whiteney dan uji T menunjukkan bahwa frekuensi tingkah
laku dan lama waktu kejadian merawat diri antara kandang panggung dan kandang
alas tanah tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa
kambing PE sama-sama melakukan tingkah laku merawat diri di kandang panggung
dan kandang alas tanah. Tingkah laku lain yang muncul adalah tingkah laku
vokalisasi dan eliminasi. Hasil uji statsitik tidak terjadi perbedaan antara tingkah laku
vokalisasi di kandang panggung dan kandang alas tanah. Tingkah laku vokalisasi
sering muncul bersamaan dengan tingkah laku agonistic dan tingkah laku makan.
Tingkah laku vokalisasi yang terjadi di kandang alas tanah hanya terjadi pada 2
kambing dari 8 kambing yang diamati sehingga tingginya tingkah laku vokalisasi
terjadi karena faktor individu kambing dalam merespon rangsangan dari lingkungan.
Tingkah laku yang diamati berikutnya adalah tingkah laku membuang kotoran.
Rataan tertinggi frekuensi dan lama waktu tingkah laku membuang kotoran
tertinggi berada di kandang panggung, akan tetap setelah dilakukan uji statistik Mann
Whiteney dan Uji T pada tingkah laku membuang kotoran menunjukkan tidak
berbeda nyata antara kandang panggung dan kandang alas tanah (P>0,05), hal ini
karena kambing melakukan tingkah laku membuang kotoran jarang terjadi baik di
kandang panggung dan kandang alas tanah. Hasil pengamatan diperoleh data yang
sedikit karena pada saat pengambilan data, hanya dilakukan pengambilan data
sebentar atau pada saat pengamatan bukan merupakan waktu yang tepat untuk
kambing melakukan tingkah laku eliminasi. Menurut Tomaszewka et al. (1993)
25
kambing melakukan tingkah laku eliminasi disamping untuk mengurangi heat stress
tetapi juga untuk membuang racun sisa dari metabolisme tubuh dan mengurangi
panas tubuh pada ternak guna dilepaskan ke lingkungan agar terjadi homeostatis
antara suhu ternak dan suhu lingkungan.
Tingkah Laku Kambing PE Betina di Tipe Kandang Panggung
pada Waktu yang Berbeda
Kandang merupakan
sarana dan prasarana
yang digunakan untuk
memudahkan dalam menghandling ternak. Ada dua tipe kandang kambing yang
umum dipakai di daerah tropis yaitu kandang alas tanah dan kandang panggung.
Peternakan kambing di Indonesia umumnya menggunakan tipe kandang panggung.
Hal tersebut karena kandang panggung mempunyai kelebihan yaitu untuk
mengurangi pengaruh lingkungan yaitu suhu, kelembaban dan curah hujan, serta
tergantung tujuan berternak kambing untuk produksi susu atau produksi daging
(Devendra dan McLeroy, 1982). Keunggulan kandang panggung adalah mudah
dibersihkan dan mudah dalam penanganan. Perkandangan merupakan salah satu
aspek yang penting dalam pemeliharaan kambing. Perkandangan yang baik dapat
membantu penanganan ternak sehingga memperlancar usaha ternak. Kegunaan
kandang adalah membantu dan mempermudah tenaga kerja dalam melaksanakan
pekerjaannya dengan lebih efektif dan efisien, serta membantu dalam meningkatkan
konversi pakan dan laju pertumbuhan serta kesehatan ternak (Devendra dan Burn
1994). Tabel 7 dan Tabel 8 menunjukkan frekuensi dan lama waktu tingkah laku
kambing betina PE di kandang panggung.
Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa frekuensi tingkah laku agonistic pada
pagi hari tidak berbeda nyata (P>0,05) antara siang hari dan sore hari, akan tetapi
pada siang hari dengan sore hari berbeda nyata (P<0,05). Frekuensi tingkah laku
agonistic tertinggi di kandang panggung pada sore hari yaitu (0,68±0,24 kali/5
menit). Kambing melakukan tingkah laku agonistic dengan cara menandukkan
kepalanya ke kepala kambing lain, menandukkan kepalanya ke pagar pembatas, dan
menandukkan kepalanya ke tubuh kambing lain. Tujuan melakukan tingkah laku
agonistic untuk menentukan dominasi di kelompok. Tingkah laku agonistic berkaitan
erat dengan tingkah laku makan. Tingkah laku agonistic terjadi pada pagi hari karena
perebutan mencari pakan hijauan yang mulai menipis. Menurut Ensminger (2002),
26
tingkah laku agonistic terjadi ketika ternak melakukan perebutan makanan,
perebutan wilayah, dan perebutan pasangan kawin. Hasil penelitian tingkah laku
agonistic berdasarkan lama waktu kejadian pada Tabel 8 menunjukkan bahwa pada
pagi hari tidak berbeda nyata dengan siang hari (P>0,05), akan tetapi pada pagi hari
berbeda nyata dengan sore hari (P<0,05), sedangkan tingkah laku agonistic pada
siang hari berbeda nyata dengan sore hari (P<0,05). Rataan tertinggi lama waktu
kejadian tingkah laku agonistic terjadi pada sore hari (0,69±0,12 menit), hal ini
menunjukkan bahwa frekuensi pemberian pakan juga berpengaruh terhadap lama
waktu terjadinya tingkah laku agonistic.
Tabel 7. Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung
Tingkah laku
Frekuensi Tingkah Laku Kambing pada Waktu yang Berbeda
Pagi
Siang
Sore
Rataan
--------------------------------kali/ 5 menit--------------------------------0,38±0,43ab
0,08±0,15b
0,68±0,24a
0,38±1,02
Makan
2,98±1,75
a
0,43±0,35
b
4,55±1,00
c
2,65±2,87
Merawat diri
2,05±1,22
2,45±1,84
1,90±1,06
2,13±2,31
Vokalisasi
0,00±0,00a
0,00±0,00a
0,18±0,36b
0,06±0,33
Eliminasi
0,13±0,10
0,35±0,65
0,08±0,15
0,18±0,64
Agonistik
Keterangan : Superskrip huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata
(P<0,05)
Pagi (06.00-08.00 WIB), Siang (12.00-14.00 WIB), dan Sore (16.00-18.00 WIB)
Hasil uji Friedman menunjukkan frekuensi tingkah laku makan pada pagi,
siang, dan sore hari berbeda nyata antara satu dengan yang lain (P<0,05), hal ini
karena manajemen pemberian pakan yang dilakukan pada pukul 14.00 WIB sehingga
membuat frekuensi tingkah laku makan cenderung tinggi pada sore hari (4,55±1,00
kali/5 menit). Tingkah laku makan juga terjadi pada pagi hari yaitu (2,98±1,75 kali/5
menit). Tujuan kambing makan pada pagi hari untuk meningkatkan suhu tubuhnya
agar terjadi keseimbangan homeostasis antara suhu tubuh ternak dengan suhu
lingkungan. Menurut Devendra dan Burns (1994), kambing mempunyai kebiasaan
makan yang berbeda dengan ruminansia lainnya. Bibirnya yang tipis mudah
digerakkan dengan lincah untuk mengambil pakan. Kambing mampu makan rumput
yang pendek dan merenggut dedaunan, disamping itu kambing merupakan pemakan
27
yang lahap dari pakan yang berupa berbagai macam tanaman dan kulit pohon.
Rangkaian tingkah laku makan pada kambing diawali dengan mencium makanan.
Kambing akan memakan makanan tersebut jika makanan tersebut cocok untuk
dimakan. Umumnya kambing menyukai berbagai jenis hijauan. Kambing juga dapat
membedakan antara rasa pahit, manis, asam, dan asin (Kilgour dan Dalton, 1984).
Rangkaian tingkah laku selanjutnya adalah merenggut.
Tabel 8. Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang
Panggung
Tingkah laku
Lama Waktu Tingkah Kambing Laku Pada Waktu yang Berbeda
Pagi
Siang
Sore
Rataan
--------------------------------menit/ 5 menit--------------------------------0,03±0,03a
0,00±0,01a
0,69±0,12b
0,24±0,33
Makan
a
1,01±0,96
0,29±0,36
a
3,13±0,22
b
1,48±1,36
Merawat diri
0,26±0,24
0,16±0,11
0,41±0,37
0,27±0,27
Vokalisasi
0,00±0,00
0,00±0,00
0,01±0,02
0,03±0,12
Eliminasi
0,01±0,01
0,05±0,01
0,00±0,01
0,02±0,08
Agonistik
Keterangan Superskrip huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata
(P<0,05)
Pagi (06.00-08.00 WIB), Siang (12.00-14.00 WIB), dan Sore (16.00-18.00 WIB)
Kambing akan langsung merenggut pakan yang disukainya. Pakan yang
direnggut dapat berupa rumput, daun, dan semak belukar. Selain itu kambing juga
dapat memakan akar kering, ranting, kulit tumbuh-tumbuhan, dan daun-daun yang
sudah kering. Kambing merenggut pakan dengan cara menarik dan mendorong mulut
ke depan-atas atau belakang-bawah, jika daun-daunan terdapat pada tanaman yang
tinggi, maka kambing mempunyai kemampuan untuk meramban. Kambing
meramban dengan cara mengangkat kedua kaki depan pada batang tumbuhan dan
bertumpu pada kedua kaki belakang. Kepala dijulurkan ke daun tumbuhan yang
dipilihnya. Kondisi hijauan yang masih segar dan banyak membuat kambing
memiliki selera makan yang sangat tinggi. Tingkah laku ini termasuk tingkah laku
stres yang menyenangkan bagi kambing.
Kambing di area penelitian jarang di beri air minum, hal ini karena daerah
penelitian susah dalam mendapatkan mata air. Untuk memenuhi kebutuhan air,
kambing diberikan hijauan segar yang mengandung kadar air tinggi yang berasal dari
28
daerah pegunungan. Menurut Cakra et al. (2008) Konsumsi kebutuhan air yang
diperlukan kambing hanya 188 cc/kg/24 jam, hampir sama dengan unta yaitu 185
cc/kg/24 jam, sedangkan untuk domba dan sapi adalah 197 cc/kg/24 jam dan 347
cc/kg/24 jam, mengakibatkan kambing tahan terhadap daerah yang beriklim kemarau
dengan curah hujan sedikit. Efek dari pemberian air yang sedikit mengakibatkan
terjadinya pengurangan ekskresi urin dengan konsentrasi urea yang meningkat dan
pekat. Hijauan yang diberikan pada kambing adalah Calliandra haematocephala dan
Gliricidia sepium
Hasil uji T lama waktu kejadian tingkah laku makan menunjukkan bahwa
pada pagi hari, tingkah laku makan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan siang hari,
akan tetapi tingkah laku makan pada pagi hari berbeda nyata pada sore hari (P<0,05),
sedangkan pada siang hari lama waktu tingkah laku makan berbeda nyata pada sore
hari (P<0,05). Lama waktu makan di kandang panggung tertinggi pada sore hari
yaitu (3,13±0,22 menit) karena waktu pemberian pakan terjadi pada sore hari.
Frekuensi dan lama waktu kejadian tingkah laku makan pada pagi hari tidak setinggi
pada sore hari karena pakan yang dimakan pada pagi hari merupakan sisa pakan dari
kemarin sore hari sehingga sisa pakan yang tersedia pada pagi hari tinggal sedikit,
tidak segar lagi membuat nafsu makan kambing menjadi berkurang. Rataan frekuensi
dan lama waktu kejadian tingkah laku makan pada siang hari, merupakan rataan
terkecil yaitu (0,43±0,35 kali/5 menit) dan (0,29±0,36 menit). Siang hari kambing
akan lebih banyak melakukan istirahat. Kambing apabila dihadapkan pada cekaman
panas, prioritas tingkah laku kambing akan berubah dari kegiatan merumput atau
mengkonsumsi pakan ke diam untuk menghindari kondisi yang tidak menyenangkan.
Konsekuensi yang cepat adalah mengurangi konsumsi pakan dan energi metabolisme
yang tersedia. Gangguan lain terhadap keseimbangan energi berasal dari perubahan
fisiologis, endokrin, dan pencernaan yang selanjutnya menurunkan energi yang
tersedia (Roussel, 1992). Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Tomaszewka et al.
(1991) bahwa pada siang hari dengan suhu yang tinggi, kambing akan merumput
lebih sedikit, waktu yang digunakan untuk ruminasi lebih singkat dengan istirahat
yang relatif lama.
Hasil analisis pada Tabel 7 dan 8 pada pagi, siang, dan sore frekuensi dan
lama waktu pengamatan tingkah laku merawat diri di kandang panggung tidak
29
berbeda nyata (P>0,05). Hasil data menunjukkan bahwa rataan total frekuensi
tingkah laku merawat diri adalah (2,13±2,31 kali/5 menit). Kondisi kambing pada
siang hari, kambing cenderung untuk melakukan tingkah laku istirahat. Tingkah laku
istirahat yang dilakukan adalah berbaring di lantai, selain melakukan istirahat,
kambing berbaring di lantai bertujuan untuk membuang panas yang ada dalam
tubuhnya dengan cara mekanisme konduksi. Kambing di areal peternakan jarang
dimandikan, hal ini mengakibatkan ektoparasit menempel pada kulit kambing
sehingga membuat kambing merasa gatal mengakibatkan terjadi tingkah laku
merawat diri, sedangkan rataan lama waktu kejadian kambing melakukan tingkah
laku merawat diri total adalah (0,27±0,27 menit), hal ini karena kambing adalah
hewan diurnal pada malam hari kambing melakukan aktivitas tidur, aktivitas tidur
kambing dilakukan dengan cara berbaring di lantai kandang. Pagi hari merupakan
awal aktivitas kambing setelah melakukan aktivitas tidur, karena berbaring di lantai
dengan waktu yang lama mengakibatkan ektoparasit banyak menempel di kulit
kambing saat kambing tidur berbaring di lantai sehingga pada pagi hari kambing
cenderung lama membersihkan bulunya dengan melakukan tingkah laku merawat
diri. Tingkah laku merawat diri dilakukan oleh kambing di kedua kandang
ditunjukkan kambing dengan cara menjilati punggung dan menggosokkan tubuh
kambing ke kandang. Menurut Tomaszewka et al. (1993) tingkah laku merawat diri
pada kambing bertujuan merawat bulu dan mengangkat ektoparasit.
Tingkah laku vokalisasi yaitu tingkah laku mengeluarkan suara. Kambing
melakukan tingkah laku vokalisasi saat mengalami gangguan dan saat waktu
pemberian pakan tiba. Selama pengamatan sangat sedikit sekali terjadi tingkah laku
vokalisasi. Hanya kambing yang dominan saja yang melakukan tingkah laku
vokalisasi. Tujuan kambing dominan melakukan tingkah laku vokalisasi adalah
untuk menandai wilayah teritorial kekuasaannya kepada kambing subordinat lain.
Selain itu, tingkah laku vokalisasi terjadi pada saat pemberian pakan. Hasil analisis
statistik menunjukkan bahwa rataan total frekuensi tingkah laku vokalisasi pada pagi
hari tidak berbeda nyata dengan siang hari (P>0,05), akan tetapi pada pagi hari
berbeda nyata dengan sore hari (P<0,05), sedangkan pada siang hari berbeda nyata
dengan sore hari (P<0,05) dengan rataan vokalisasi tertinggi berada pada sore hari
yaitu (0,18±0,15 kali/ 5 menit). Setelah dilakukan uji T lama waktu tingkah laku
30
vokalisasi kambing tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan rataan total (0,03±0,12
menit).
Tingkah laku lain yang diamati adalah tingkah laku membuang kotoran
terdiri dari tingkah laku membuang feses dan membuang urin. Tingkah laku
eliminasi di kandang panggung tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan rataan total
frekuensi dan lama waktu terjadi tingkah laku eliminasi di kandang panggung yaitu
(0,18±0,64 kali/5) menit dan (0,01±0,31 menit). Tingkah laku eliminasi dipengaruhi
oleh pakan yang dimakan serta karakter fisiologis dari tiap hewan tersebut (Hart,
1985). Frekuensi membuang kotoran yang rendah dikarenakan waktu pengamatan
yang pendek dan ada kemungkinan waktu pengamatan yang dilakukan bukan waktu
biasa untuk kambing melakukan tingkah laku eliminasi. Kambing betina dalam
melakukan tingkah laku membuang kotoran dengan cara melengkungkan kaki ke
belakang sehingga tubuh bagian belakang agak rendah.
Tingkah Laku Kambing PE Betina di Tipe Kandang Alas Tanah pada
Waktu yang Berbeda
Tingkah laku yang diamati pada kambing betina di kandang alas tanah adalah
tingkah laku agonistic, tingkah lalu makan, tingkah laku membuang kotoran, tingkah
laku merawat diri, dan tingkah laku vokalisasi. Rataan frekuensi dan lama waktu
kejadian tingkah laku dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa frekuensi tingkah laku agonistic di kandang alas tanah pada
pagi hari berbeda nyata dengan siang hari (P<0,05), frekuensi tingkah laku agonistic
pada pagi hari tidak berbeda nyata dengan sore hari (P>0,05), akan tetapi tingkah
laku agonistic pada siang hari berbeda nyata dengan sore hari (P<0,05). Tingkah laku
agonistic terjadi pada pagi hari yaitu (2,93±0,54 kali/5 menit). Kambing di kandang
alas tanah pada pagi hari cenderung banyak melakukan tingkah laku agonistic
dikarenakan terjadi perebutan hijauan pakan yang tinggal sedikit jumlahnya. Hasil
analisis statistik uji T lama waktu kejadian tingkah laku agonistic pada pagi hari
tidak berbeda nyata dengan siang hari (P>0,05), akan tetapi lama waktu tingkah laku
agonistic pada pagi hari berbeda nyata pada sore hari (P<0,05), sedangkan tingkah
laku agonistic pada siang hari berbeda nyata dengan sore hari (P<0,05).
Tingkah laku agonistic pada pagi hari jika dilihat pada lama waktu kejadian,
terjadi dalam waktu yang sebentar yaitu (0,03±0,05 menit), hal ini menunjukkan
31
bahwa tingkah laku agonistic dilakukan oleh kambing dominan kepada kambing
subordinat di koloninya. Kambing subordinat cenderung menghindar dan pergi saat
terjadi perkelahian yang dilakukan oleh kambing dominan. Tujuan dari kambing
dominan melakukan tingkah laku agonistic adalah motif dalam perebutan makanan.
Kandang kambing yang diberi sekat pemisah antara kepala dan badannya memberi
perlindungan yang sempurna kepada kambing subordinat untuk makan sama banyak
dengan kambing dominan, sedangkan percobaan dengan menggunakan kandang
koloni tanpa adanya sekat pemisah, kambing subordinat akan menunggu kambing
dominan selesai makan baru setelah itu melakukan tingkah laku makan setelah
kambing dominan kenyang (Tomaszewka et al., 1993).
Tabel 9. Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Alas
Tanah
Tingkah laku
Frekuensi Tingkah Kambing Laku pada Waktu yang Berbeda
Pagi
Siang
Sore
Rataan
--------------------------------kali/ 5 menit--------------------------------Agonistik
2,93±0,54a
0,15±0,28b
1,33±0,38a
0,61±1,21
Makan
3,78±1,29a
1,58±0,61b
4,38±1,34a
3,24±3,08
Merawat diri
2,93±1,28
2,68±0,75
1,75±0,72
2,45±2,25
Vokalisasi
0,00±0,00
a
0,00±0,00
a
0,38±0,57
b
0,13±0,54
Eliminasi
0,13±0,15
0,08±0,15
0,18±0,17
0,13±0,42
Keterangan : Superskrip huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata
(P<0,05)
Pagi (06.00-08.00 WIB), Siang (12.00-14.00 WIB), dan Sore (16.00-18.00 WIB).
Tingkah laku agonistic juga terjadi pada sore hari. Hasil penelitian frekuensi dan
lama waktu kejadian tingkah laku agonistic pada sore hari adalah (1,33±0,38 kali/5
menit) dan (0,36±0,35 menit), pada sore hari cenderung terjadi tingkah laku
agonistic karena kambing mendapat stimulus berupa makanan yang melimpah.
Kambing dominan cenderung menyerang kambing subordinat di dekatnya. Lama
waktu tingkah laku agonistic paling banyak pada sore hari karena kambing
subordinat bertahan dari serangan ternak dominan guna mendapatkan makanan,
sehingga membuat lama waktu kejadian tingkah laku agonistic tinggi. Siang hari
cenderung ternak jarang melakukan tingkah laku agonistic. Tabel 9 dan Tabel 10
menunjukkan frekuensi dan lama waktu kejadian tiangkah laku agonistic yaitu
32
(0,15±0,28 kali/5 menit) dan (0,01±0,02 menit). Kambing melakukan tingkah laku
agonistic pada siang hari dengan cara kambing menanduk–nandukkan kepalanya di
pagar. Aktivitas kambing pada siang hari adalah istirahat. Istirahat pada kambing
dilakukan dengan cara berdiri dan merebahkan tubuhnya di alas kandang juga
melakukan tingkah laku merawat diri.
Tabel 10. Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Alas
Tanah
Tingkah laku
Lama Waktu Tingkah Laku Kambing pada Waktu yang Berbeda
Pagi
Siang
Sore
Rataan
-------------------------------Menit/ 5 Menit--------------------------------Agonistik
0,03±0,05a
0,01±0,02a
0,36±0,35b
0,14±0,52
Makan
1,33±0,36a
0,89±0,50b
1.95±0,73a
1,39±0,69
Merawat diri
0,26±0,19
0,29±0,26
0,29±0,19
0,28±0,21
Vokalisasi
0,00±0,00
0,00±0,00
0,02±0,03
0,01±0,02
Eliminasi
0,01±0,01
0,01±0,02
0,01±0,01
0,01±0,31
Keterangan : Superskrip huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata
(P<0,05)
Pagi (06.00-08.00 WIB), Siang (12.00-14.00 WIB), dan Sore (16.00-18.00 WIB).
Hasil uji Friedman frekuensi tingkah laku makan pada pagi hari berbeda
nyata dengan siang hari (P<0,05), frekuensi tingkah laku makan pada pagi hari tidak
berbeda nyata dengan sore hari (P>0,05), dan frekuensi tingkah laku makan pada
siang hari berbeda nyata dengan sore hari (P<0,05). Hasil uji T pada lama waktu
kejadian tingkah laku makan pada pagi hari berbeda nyata dengan siang hari
(P<0,05), lama waktu
makan pada pagi tidak berbeda nyata dengan sore hari
(P>0,05), dan lama waktu tingkah laku makan pada siang hari berbeda nyata pada
sore hari (P<0,05). Rataan frekuensi dan lama waktu tingkah laku makan kambing di
kandang alas tanah tertinggi pada sore hari (4,38±1,34 kali/5 menit) dan (1,98±0,73
menit). Tingkah laku makan kambing pada sore hari, kambing dominan dan
subordinat aktif dalam melakukan tingkah laku makan sehingga membuat frekuensi
kejadian dan lama waktu kejadian tingkah laku makan tinggi. Tingkah laku makan
kambing betina PE pada sore hari, kambing dominan cenderung mengusir kambing
subordinat dalam mengambil pakan, untuk menyikapi hal tersebut kambing
subordinat mencuri-curi makanan dari tempat pakan lalu pergi menghindari kambing
33
dominan mengakibatkan waktu kejadian pada sore hari tidak setinggi pada kambing
yang berada pada kandang panggung.
Pengamatan pada pagi hari menunjukkan frekuensi dan lama waktu tingkah
laku makan yang tinggi yaitu (3,78±1,29 kali/5 menit) dan (1,33±0,36 menit). Pagi
hari cenderung kambing dominan melakukan tingkah laku istirahat, sedangkan
kambing subordinat aktif dalam melakukan tingkah laku makan. Kambing
melakukan tingkah laku makan paling sedikit pada siang hari dengan frekuensi
(1,58±0,61 kali/5 menit) dan waktu (0,89±0,50 menit). Jumlah pakan pada siang hari,
mulai menipis. Kambing pada siang hari memakan sisa pakan berupa dedaunan dan
kulit dari ranting, hal ini dikarenakan hijauan pakan yang tersedia di bak pakan
tinggal sedikit. Faktor lain yang mempengaruhi kambing untuk tidak makan banyak
pada siang hari karena suhu tinggi mengakibatkan kambing menurunkan konsumsi
pakan guna melepaskan panas tubuhnya (Yeates et al., 1975).
Hasil Friedman dan uji T frekuensi dan lama waktu kejadian tingkah laku
merawat diri tidak terjadi beda nyata antara pengamatan pada pagi, siang, dan sore
hari (P>0,05). Hasil penelitian rataan total tingkah laku merawat diri di kandang
tanah adalah (2,45±2,25 kali/5 menit), sedangkan lama waktu kejadian tingkah
lakunya adalah (1,39±0,69 menit). Kambing melakukan tingkah laku merawat diri
bertujuan untuk membersihkan bulu dari kotoran dan mengangkat ektoparasit.
Keterbatasan air di daerah penelitian membuat kambing jarang dimandikan sehingga
ektoparasit dan jamur dapat mudah berkembang di sekitar kulit kambing yang
mengakibatkan rasa gatal. Tingkah laku merawat diri kambing pada siang hari
dilakukan dengan cara berbaring sedangkan pada pagi hari tingkah laku merawat diri
dilakukan dengan cara berdiri. Sore hari kambing juga melakukan tingkah laku
merawat diri, akan tetapi frekuensi dan lama waktu kejadian kecil. Kecilnya tingkah
laku merawat diri pada sore hari karena cenderung saat pengamatan kambing
mendapat stimulus makanan sehingga cenderung melakukan tingkah makan, akan
tetapi kambing tetap melakukan tingkah laku merawat diri tetapi durasinya hanya
sebentar, hal ini dapat dijelaskan bahwa untuk mengurangi rasa gatal pada kulitnya
kambing melakukan tingkah laku merawat diri.
Hasil uji Friedman frekuensi tingkah laku vokalisasi menunjukkan tidak
berbeda nyata antara pagi dan siang hari (P>0,05) akan tetapi pada pagi dan sore hari
34
berbeda nyata (P<0,05) dan frekuensi tingkah laku vokalisasi pada siang hari berbeda
nyata dengan sore hari (P<0,05). Rataan frekuensi tertinggi terjadi pada sore hari
yaitu (0,38±0,57 kali/5 menit). Hasil uji T lama waktu kejadian tingkah laku
vokalisasi pada pagi, siang, dan sore hari menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)
dengan rataan total yaitu (0,01±0,01 menit). Tingkah laku vokalisasi terjadi saat
kambing mendapat rangsangan berupa makanan ataupun bahaya. Rangsangan pakan
yang diberikan pada sore hari membuat kambing melakukan vokalisasi. Tingkah laku
vokalisasi ini terjadi hanya pada 2 betina dominan yang ada di kandang alas tanah.
Tingkah laku lain yang diamati yaitu tingkah laku membuang kotoran. Tingkah laku
membuang kotoran yang diamati ada dua yaitu defikasi dan urinasi.
Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa frekuensi tingkah laku membuang
kotoran tidak berbeda nyata antara pagi, siang, dan sore hari. Rataan tingkah laku
eliminasi di kandang tanah adalah (0,13±0,42 kali/5 menit) dan (0,01±0,31 menit),
hal ini dikarenakan waktu pengamatan yang terlalu pendek dan ada kemungkinan
pada waktu pengamatan tersebut bukan waktu yang biasa kambing dalam melakukan
tingkah laku membuang kotoran. Hasil uji T menunjukkan bahwa lama waktu
kejadian tingkah laku membuang kotoran tidak berbeda nyata antara pagi, siang dan
sore hari (P>0,05), hal ini menunjukkan bahwa aktivitas tingkah laku membuang
kotoran jarang terjadi saat pengamatan dan waktu terjadi kejadian tingkah laku
membuang kotoran ini hanya sebentar.
Tingkah laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Kandang Alas
Tanah pada Waktu yang Berbeda
Hasil uji Mann Whiteney dan uji T frekuensi dan lama waktu tingkah laku
makan, agonistic, merawat diri, vokalisasi, dan eliminasi di pagi hari antara kandang
panggung dan kandang alas tanah dapat dilihat pada Tabel 11 sampai Tabel 16. Hasil
uji stastistik tingkah laku agonistic pada pagi hari menunjukkan tidak berbeda nyata
(P>0,05). Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkah laku agonistic yaitu tingkat
agresivitas, kondisi kandang yang tidak nyaman mengakibatkan sirkulasi udara tidak
bebas keluar masuk, bau kotoran ternak dan urin amoniak yang tinggi membuat
kondisi tidak nyaman bagi ternak. Hasil penelitian lama waktu kejadian pada Tabel
12 menunjukkan bahwa tingkah laku agonistic menunjukkan tidak berbeda nyata
(P>0,05), hal ini menunjukan kambing subordinat cenderung menghindar ketika
35
diserang oleh kambing dominan. Tingkah laku agonistic berkaitan dengan tingkah
laku makan, yang membedakan dari kedua tingkah laku tersebut adalah semakin
tinggi tingkah laku makan maka menunjukkan produktivitas ternak tinggi. Semakin
banyak ternak makan maka pertambahan berat badan ternak akan tinggi, sedangkan
semakin tinggi tingkah laku agonistic mengakibatkan penurunan produktivitas
ternak. Perkelahian antar ternak memicu stres pada ternak, jika ternak mengalami
stres maka akan menurunkan produktivitas ternak.
Tabel 11. Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang
Panggung dan Tanah pada Pagi Hari
Jenis kandang
Frekuensi Tingkah Laku Kambing pada Kandang yang Berbeda
Agonistik
Makan
Merawat Diri
Vokalisasi
Eliminasi
--------------------------------kali/ 5 menit--------------------------------Panggung
0,38±0,43
2,98±1,75
2,05±1,22
0,00±0,00
0,13±0,10
Tanah
2,93±0,54
3,78±1,29
2,93±1,28
0,00±0,00
0,13±0,15
Menurut Roussel (1992), tingkah laku kambing yang sudah didomestikasi
sebagian besar kegiatanya dilakukan untuk makan dan menghabiskan sebagian besar
merumput di kandang. Hasil analisis tingkah laku makan pada pagi hari tidak
berbeda nyata (P>0,05) antara kandang panggung dengan kandang tanah. Kambing
melakukan tingkah laku makan pada pagi hari karena pada pagi hari kambing
subordinat di kandang alas tanah melakukan tingkah laku makan ketika kambing
dominan melakukan tingkah laku istirahat. Tingkah laku tersebut dilakukan karena
pada sore hari kambing subordinat kalah berkompetisi dalam perebutan pakan,
sehingga kambing subordinat memenuhi kebutuhan pakannya dengan cara makan di
pagi hari. Rataan lama waktu makan yang tinggi pada pagi hari mengindikasikan
bahwa kambing lebih nyaman makan karena ancaman dari kambing yang dominan
berkurang. Kambing dominan pada pagi hari cenderung melakukan istirahat dengan
cara berbaring di lantai. Manajemen pemberian pakannya pada pagi hari yaitu mulai
pukul 08.00-14.00 WIB memberi efek baik pada ternak karena pada pagi hari ternak
memiliki waktu yang lama untuk mengunyah makanan tersebut. Semakin banyak
waktu yang diberikan kepada ternak kambing untuk mengkonsumsi pakan, maka
36
akan menghasilkan bobot badan yang lebih optimal (Setianah, 2004). Tingkah laku
berikutnya yang diamati adalah tingkah laku merawat diri
Tabel 12. Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang
Panggung dan Tanah pada Pagi Hari
Jenis Kandang
Lama Waktu Tingkah Laku Kambing pada Kandang yang Berbeda
Agonistik
Makan
Merawat Diri
Vokalisasi
Eliminasi
-----------------------------------Menit/ 5 Menit---------------------------Panggung
0,03±0,03
1,01±0,96
0,26±0,24
0,00±0,00
0,01±0,01
Tanah
0,03±0,05
1,33±0,36
0,26±0,19
0,00±0,00
0,01±0,01
Frekuensi dan lama waktu tingkah laku merawat diri pada pagi hari antara
kandang tanah dan panggung pada Tabel 11 dan 12 jika dilihat pada tabel tertinggi
terjadi pada kandang tanah. Akan tetapi, setelah dilakukan uji statistik Mann
Whiteney dan uji T tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini berindikasi bahwa pada
pagi hari ternak baik di kandang panggung dan alas tanah sama-sama nyaman.
Tingginya tingkah laku merawat diri di pagi hari karena kambing adalah hewan
diurnal pada malam hari kambing melakukan aktivitas tidur. Aktivitas tidur kambing
dilakukan dengan cara berbaring di lantai kandang. Pagi hari merupakan awal
aktivitas kambing setelah melakukan aktivitas tidur, karena lama berbaring di lantai
kandang maka banyak ektoparasit
yang menempel pada kulit kambing,
mengakibatkan rasa gatal. Untuk menghadapi respon tersebut kambing melakukan
tingkah laku merawat diri guna mengurangi rasa gatal akibat gigitan ektoparasit.
Tingkah laku vokalisasi adalah tingkah laku ternak mengeluarkan suara. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tingkah laku vokalisasi tidak terjadi pada pagi hari
dan siang hari. Tingkah laku vokalisasi pada kambing ketika kambing mendapat
rangsangan dari luar ketika diberi pakan. Hasil uji statistik tingkah laku vokalisasi
pada pagi hari menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). Sedikitnya data diperoleh
karena pengamatan dilakukan hanya sebentar. Tingkah Laku berikutnya yang
diamati adalah tingkah laku eliminasi. Tingkah laku eliminasi antara kandang
panggung dan kandang alas tanah sedikit terjadi pada pagi hari karena pada saat suhu
dingin ternak akan menaikkan metabolisme tubuhnya dengan sedikit membuang
kotoran (Yani, 2006). Hal yang dilakukan untuk menaikan suhu tubuh adalah dengan
37
melakukan banyak aktivitas gerak dan makan pada pagi hari. Hasil uji statistik
Mann Whiteney dan uji T menunjukkan tidak berbeda nyata antara kedua kandang
(P>0,05). Waktu pengamatan yang sebentar membuat frekuensi dan lama waktu
kejadian kecil atau pada saat dilakukan pengamatan bukan waktu untuk kambing
melakukan tingkah laku eliminasi.
Tingkah laku kambing yang dilakukan pada siang hari menunjukkan bahwa
aktivitas yang dilakukan kambing di kandang alas tanah dan panggung paling sedikit,
hal ini dikarenakan pada siang hari ternak mengalami cekaman panas maksimal
sehingga ternak menurunkan tingkat metabolisme tubuhnya dengan cara istirahat.
Jika dilihat rataan tingkah laku agonistic tertinggi pada kandang alas tanah, akan
tetapi setelah dilakukan uji statistik menunjukkan bahwa tingkah laku agonistic pada
siang hari tidak berbeda nyata (P>0,05). Kambing melakukan tingkah laku agonistic
di siang hari terkesan seperti bermain yaitu menandukkan kepalanya di pagar.
Tingkah laku berikutnya yang diamati adalah tingkah laku makan.
Frekuensi dan lama tingkah laku makan pada Tabel 13 dan 14 tertinggi di
kandang tanah. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa frekuensi dan lama waktu
tingkah laku makan kambing pada siang hari berbeda nyata (P<0,05) yaitu
(1,58±0,61 kali /5 menit) dan (0,89±0,50 menit). Tingkah laku makan tertinggi pada
siang hari karena di kandang alas tanah masih tersisa hijauan sedangkan di kandang
panggung sudah tidak tersisa lagi hijauan, akan tetapi jika dilihat dari konsumsi
pakannya tertinggi pada kandang panggung memiliki sisa konsumsi pakan lebih
sedikit daripada di kandang alas tanah walaupun diberi jumlah pakan yang sama
yaitu 70 kg berat basah di masing-masing kandang. Tingkah laku berikutnya yang
diamati adalah tingkah laku merawat diri.
Tabel 13 dan 14 menunjukkan tingkah laku merawat diri tertinggi pada
kandang alas tanah, akan tetapi setelah dilakukan uji statistik menunjukkan bahwa
frekuensi dan lama waktu kejadian tingkah laku merawat diri tidak berbeda nyata
(P>0,05). Kambing melakukan tingkah laku merawat diri pada siang hari sembari
dengan melakukan istirahat berbaring di lantai kandang. Tingkah laku berikutnya
yang diamati adalah tingkah laku eliminasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
frekuensi dan lama waktu tingkah laku eliminasi pada siang hari tidak berbeda nyata
(P>0,05). Kecilnya hasil data tingkah laku eliminasi ini dikarenakan bahwa
38
pengamatan ini dilakukan dengan cara discontinue dan pengambilan data yang
sebentar di setiap individu mengakibatkan kambing melakukan tingkah laku
eliminasi pada saat bukan jam pengamatan.
Tabel 13. Rataan Frekuensi Tingkah Laku kambing PE Betina di Kandang Panggung
dan Tanah pada Siang Hari
Jenis Kandang
Frekuensi Tingkah Laku Kambing pada Kandang yang Berbeda
Agonistik
Makan
Merawat Diri
Vokalisasi
Eliminasi
--------------------------------kali/ 5 menit--------------------------------Panggung
0,08±0,15 0,43±0,35a
2,45±1,84
0,00±0,00
0,35±0,65
Tanah
0,15±0,28 1,58±0,61b
2,68±0,75
0,00±0,00
0,08±0,15
Keterangan : superskrip huruf yang berbeda (a,b) pada kolom yang sama menunjukkan berbeda
nyata (P<0,05)
Perilaku agonistic ini merupakan hal yang penting dalam menetapkan dan
mempertahankan hubungan dominan dan subordinat antara tingkatan sosial spesies
(Hart, 1985). Hasil uji statistik Frekuensi dan lama waktu kejadian tingkah laku
agonistic pada sore hari dapat dilihat pada Tabel 15 dan 16. Hasil uji statistik
frekuensi dan lama waktu kejadian tingkah laku agonistic pada sore hari di kedua
kandang berbeda nyata (P<0,05). Rataan tertinggi berada pada kandang alas tanah
yaitu (1,33±0,38 Kali/ 5 menit) akan tetapi lama waktu kejadian tingkah laku
agonistic tertinggi di kandang panggung (0,69±0,12 menit). Tingkah laku agonistic
meningkat pada sore hari karena adanya rangsangan berupa makanan. Kambing di
kandang alas panggung memiliki sifat agonistic yang hampir sama mengakibatkan
lama waktu kejadian tingkah laku agonistic tinggi. Berbeda pada kandang alas tanah,
pada saat kambing dominan melakukan tingkah laku agonistic ternak subordinat
cenderung lari untuk menghindar. Tingkah laku yang diamati berikutnya adalah
tingkah laku makan.
Frekuensi dan lama waktu kejadian tingkah laku makan tertinggi di kandang
panggung, akan tetapi setelah dilakukan uji statistik menunjukkan bahwa frekuensi
dan lama waktu tingkah laku makan pada sore hari tidak berbeda nyata (P>0,05).
Kambing di kandang panggung hampir semua individu melakukan tingkah laku
makan sehingga membuat frekuensi dan lama waktu kejadian tingkah laku tinggi.
Lama waktu kejadian yang tinggi mengindikasikan bahwa kambing di kandang
39
panggung melakukan tingkah laku makan dengan tenang dan jarang berebut, berbeda
pada kambing di kandang alas tanah kecilnya lama waktu kejadian mengindikasikan
bahwa kambing gelisah saat makan dan sering berebut pakan. Kegelisahan tersebut
dilakukan oleh kambing subordinat yang diganggu kambing dominan saat melakukan
tingkah laku makan. Percobaan penelitian yang dilakukan Setianah (2004),
pemberian pakan pada ternak kambing pada pukul 14.00-17.30 WIB, ternak tidak
memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk mengkonsumsi pakan dan mengunyah
pakan dengan baik, sehingga akan menghasilkan bobot badan yang kurang optimal
Tingkah laku berikutnya yang diamati adalah merawat diri.
Tabel 14. Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang
Panggung dan Tanah pada Siang Hari
Jenis Kandang
Lama Waktu Tingkah Laku Kambing pada Kandang yang Berbeda
Agonistik
Makan
Merawat Diri
Vokalisasi
Eliminasi
-----------------------------------Menit/ 5 Menit---------------------------Panggung
0,00±0,01
0,29±0,36a
0,16±0,11
0,00±0,00
0,05±0,01
Tanah
0,01±0,02
0,89±0,50b
0,29±0,26
0,00±0,00
0,01±0,02
Keterangan : superskrip huruf yang berbeda (a,b) pada kolom yang sama menunjukkan berbeda
nyata (P<0,05)
Frekuensi dan lama waktu tingkah laku merawat diri tertinggi di panggung,
akan tetapi setelah dilakukan uji statistik menunjukkan frekuensi dan lama waktu
kejadian tingkah laku merawat diri tidak berbeda nyata (P>0,05). Tujuan kambing
melakukan tingkah laku merawat diri adalah untuk merawat bulunya. Tingkah laku
berikutnya yang diamati adalah tingkah laku vokalisasi. Hasil uji statistik tingkah
laku vokalisasi tidak berbeda nyata antara kandang panggung dengan kandang alas
tanah (P>0,05), tingkah laku vokalisasi ini dilakukan oleh kambing dominan untuk
menandai wilayahnya agar kambing subordinat menjauh dari wilayah makan
kambing dominan. Hasil uji statistik tingkah laku eliminasi pada sore hari tidak
berbeda nyata di kedua kandang (P>0,05). Kambing cenderung melakukan tingkah
laku eliminasi pada siang hari guna untuk mengurangi cekaman panas yang ada pada
tubuhnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kambing melakukan tingkah laku
eliminasi jarang dan waktunya sebentar.
40
Tabel 15. Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang
Panggung dan Tanah pada Sore Hari
Jenis Kandang
Frekuensi Tingkah Laku Kambing pada Kandang yang Berbeda
Agonistik
Makan
Merawat Diri
Vokalisasi
Eliminasi
--------------------------------kali/ 5 menit--------------------------------Panggung
Tanah
0,68±0,24a
4,55±1,00
1,90±1,06
0,18±0,36
0,08±0,15
b
4,38±1,34
1,75±0,72
0,38±0,57
0,18±0,17
1,33±0,38
Keterangan : superskrip huruf yang berbeda (a,b) pada kolom yang sama menunjukkan berbeda
nyata (P<0,05)
Hasil penimbangan berat badan kambing sebelum dan sesudah pengamatan
tingkah laku menunjukkan bahwa sebelum penelitian berat badan total kambing
betina PE adalah 52,81±5,49 kg turun menjadi 52,50±6,00 kg. Terjadi penurunan
berat badan antara sebelum pengamatan dan sesudah pengamatan. Jika diamati data
tiap-tiap kandang menunjukkan bahwa di kandang panggung berat badan kambing
sebelum dan sesudah pengamatan adalah sama yaitu 53,86±6,13 kg, sedangkan berat
badan kambing di kandang alas tanah sebelum pengamatan adalah 51,75±4,95 kg,
setelah pengamatan turun menjadi 51,13±5,22 kg. Hal ini mengindikasikan produksi
kambing betina PE lebih baik jika diletakkan di kandang panggung daripada di
kandang tanah.
Tabel 16. Tabel Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang
Panggung dan Tanah pada Sore Hari
Jenis Kandang
Lama Waktu Tingkah Laku Kambing pada Kandang yang Berbeda
Agonistik
Makan
Merawat Diri
Vokalisasi
Eliminasi
-----------------------------------Menit/ 5 Menit---------------------------Panggung
Tanah
0,69±0,12a 3,13±0,22
0,36±0,35
b
1,95±0,73
0,41±0,37
0,01±0,02
0,00±0,01
0,29±0,19
0,02±0,03
0,01±0,01
Keterangan : superskrip huruf yang berbeda (a,b) pada kolom yang sama menunjukkan berbeda
nyata (P<0,05)
Kondisi Fisiologis Kambing PE Betina
Respon fisiologis kambing merupakan tanggapan kambing terhadap berbagai
macam faktor lingkungan di sekitarnya. Respon fisiologis pada kambing dapat
diketahui diantaranya dengan melihat suhu tubuh dan denyut jantung. Hewan
41
membutuhkan lingkungan yang cocok untuk kebutuhan fisiologisnya, jika tidak
sesuai dengan lingkunganya, misalnya kondisi terlalu panas atau terlalu dingin akan
mengakibatkan stres dan berakibat pada turunnya produktivitas ternak, sehingga
pertumbuhan dan perkembangan produksi ternak akan menurun. Secara fisiologis
tubuh ternak akan bereaksi terhadap rangsangan yang mengganggu fisiologis normal.
Sebagai ilustrasi ternak akan mengalami cekaman panas dari sekelilingnya lebih
besar daripada rataan panas yang dikeluarkan dari tubuh, sampai terjadi homeostastis
antara suhu ternak dengan suhu lingkungan (Devendra dan Burns, 1994).
Suhu Tubuh
Suhu rektum merupakan indikator yang baik untuk menggambarkan suhu
internal tubuh ternak. Suhu rektum juga sebagai parameter yang dapat menunjukkan
efek dari cekaman panas terhadap kambing. Rataan suhu tubuh kambing betina PE
tertera pada Tabel 17.
Tabel 17. Rataan Suhu Rektum Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan
Tanah pada Waktu yang Berbeda
Waktu
Suhu Rektum pada Kandang yang berbeda (0C)
Panggung
Tanah
Pagi (06.00-08.00 WIB)
38,15 ± 0,20A
38,53 ± 0,11 B
Siang (12.00-14.00 WIB)
38,46 ± 0,15A
38,73 ± 0,20 B
Sore (16.00-18.00 WIB)
39,02 ± 0,22
39,04 ± 0,19
Keterangan : superskrip pada baris yang sama (A,B) menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01).
Suhu rektum harian, terendah terjadi pada pagi hari. Hasil uji T menunjukkan
pada pagi hari berbeda sangat nyata antara kandang panggung dan kandang alas
tanah (P<0,01). Pengamatan suhu rektum pada pagi hari tertinggi di kandang alas
tanah adalah yaitu (38,53±8,66). Suhu rektum pada siang hari di dua tipe kandang
yang berbeda setelah dilakukan uji T menunjukkan bahwa (P<0,01), Suhu rektum
tertinggi berada di kandang alas tanah yaitu (38,73±0,12). Sore hari menunjukkan
bahwa suhu rektum kambing di 2 tipe kandang tidak menunjukkan berbeda nyata
(P>0,05).
Hasil
penelitian
mengindikasikan
bahwa
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi suhu rektum pada kambing di area penelitian selain suhu lingkungan
42
adalah aktivitas yang dikerjakan kambing. Meskipun nilai rataan suhu tubuh pada
kondisi berbeda namun suhu tubuh keduanya masih berada dalam kisaran normal.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Qisthon dan Suharti (2011), rataan suhu
rektum kambing PE yang diberi naungan adalah 38,7 0C menurut Otoikhian (2009)
suhu rektum kambing di daerah tropis 36,5 oC – 39,5 oC.
Suhu lingkungan pada pagi hari di kandang panggung lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu lingkungan pada pagi hari di kandang tanah, hal ini dapat
mempengaruhi tingginya suhu tubuh pada kambing. Rataan suhu rektum pada pagi
hari di kandang tanah lebih tinggi daripada di kandang panggung menunjukkan
kambing di kandang tanah lebih banyak melakukan tingkah laku makan sehingga
saat pengukuran suhu rektum kambing di kandang alas tanah lebih tinggi daripada di
kandang panggung. Siang hari menunjukkan bahwa suhu rektum tertinggi berada di
kandang tanah. Konstruksi dan kondisi kandang yang tidak sesuai mengakibatkan
mekanisme pelepasan panas oleh hewan terganggu (Devendra dan Burns, 1994).
Ventilasi udara kandang tanah tidak lancar karena di kandang alas tanah ditutupi
dengan pagar dari anyaman bambu sangat erat sehingga mengakibatkan mekanisme
perpindahan panas melalui konveksi terganggu. Sore hari menunjukkan nilai suhu
rektum tertinggi. Pengukuran suhu rektum tertinggi pada sore hari karena pada sore
hari merupakan feeding time pada ternak. Tingginya suhu rektum pada sore hari
merupakan manifestasi dari tingkah laku makan dan tingkah laku agonistic
mengakibatkan stres.
Denyut Jantung
Jantung adalah struktur maskular berongga yang bentuknya menyerupai
kerucut. Jantung terdiri dari dua bagian kiri dan kanan. Masing-masing bagian terdiri
dari atrium yang berfungsi menerima curahan darah dari pembuluh vena, dan
ventrikel yang berfungsi memompakan darah dari jantung ke seluruh tubuh melalui
arteri (Frandson, 1992). Hewan melakukan satu kali denyut jantung terdiri dari sistol
dan diastol. Siklus jantung terdiri atas periode relaksasi disebut diastol, pada periode
ini jantung diisi dengan darah. Pengisian darah pada jantung juga dilakukan dengan
satu periode kontraksi (Gayton, 1997). Fungsi jantung adalah memompa darah ke
seluruh tubuh untuk mempertahankan jaringan agar selalu disuplai dengan darah
(Gayton, 1997). Hasil penelitian rataan denyut jantung dapat dilihat pada Tabel 18.
43
Tabel 18. Rataan Denyut Jantung Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan
Tanah
Waktu
Denyut Jantung pada Kandang yang Berbeda
(kali/menit)
Panggung
Tanah
Pagi (06.00-08.00 WIB)
72,50 ± 9,22A
95,70 ± 8,66B
Siang (12.00-14.00 WIB)
77,20 ± 7,22A
94,10 ± 9,75B
Sore (16.00-18.00 WIB)
92,70 ± 9,89a
103,10 ± 4,26b
Keterangan : Superskrip (a,b) pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata, superskrip (A,B)
pada baris yang sama menunjukkan berbeda yang sangat nyata (P<0,01).
Denyut jantung kambing PE menurut Qisthon dan Suharti (2011) adalah
adalah 87 kali tiap menit. Menurut Otoikhian (2009) denyut jantung kambing di
daerah tropis 67–95 kali/menit. Tingginya peningkatan laju denyut disebabkan oleh
peningkatan suhu lingkungan, gerakan, dan aktivitas otot (Edey, 1983). Hasil uji T
menunjukkan bahwa denyut jantung pada pagi hari sangat berbeda nyata (P<0,01)
rataan denyut jantung tertinggi berada pada kandang alas tanah yaitu (95,70±8,66).
Frekuensi denyut jantung pada siang hari juga menunjukkan sangat berbeda nyata
(P<0,01) dengan rataan tertinggi di kandang alas panggung yaitu (94,10 ± 9,75).
Hasil nilai rataan frekuensi denyut jantung pada sore hari menunjukkan bahwa nilai
(P<0,05) dengan rataan tertinggi berada di kandang alas tanah yaitu (103,10 ± 0,26).
Frekuensi denyut jantung pada pagi hari tinggi di kandang tanah karena suhu
lebih dingin daripada suhu di kandang panggung mengakibatkan kambing melakukan
aktivitas untuk menghangatkan diri dengan cara melakukan tingkah laku makan dan
agonistic. Yani (2006), mengatakan bahwa peningkatan denyut jantung merupakan
respon dari tubuh ternak untuk menyebarkan panas yang diterima ke dalam organorgan yang lebih dingin. Siang hari rataan denyut jantung tertinggi di kandang alas
tanah, hal ini dikarenakan kambing di kandang tanah banyak melakukan tingkah laku
makan sehingga mengakibatkan rataan denyut jantung tinggi. Sore hari rataan denyut
tertinggi jantung berbeda nyata (P<0,05). Tingkah laku ternak pada sore hari
didominasi oleh tingkah laku makan dan tingkah laku agonistic. Akibat dari tingkah
laku tersebut frekuensi denyut jantungnya naik. Sesuai dengan pendapat Edey (1983)
peningkatan laju denyut jantung akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu
lingkungan, gerakan, dan aktivitas otot.
44
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Lahan pasca tambang pada daerah penelitian ini memiliki suhu dan
kelembaban rata-rata relatif nyaman untuk ternak. Suhu tertinggi pada siang hari
memicu terjadinya heat stress pada ternak. Tingkah laku kambing secara umum
tingkah laku keseluruhan antara kandang panggung dan kandang alas tanah pada
daerah pasca tambang pasir tidak berbeda nyata kecuali frekuensi tingkah laku
agonistic tertinggi berada dii kandang alas tanah. Berdasarkan frekuensi tingkah lagu
agonistic dan tingkah laku vokalisasi menunjukkan bahwa berbeda nyata hanya pada
pagi hari, sedangkan di kandang alas tanah tingkah laku agonistic dan vokalisasi
berbeda nyata pada pagi dan sore hari. Suhu rektum dan denyut jantung kambing
betina PE antara kandang panggung dan kandang alas tanah masih dikisaran suhu
yang ideal walaupun dalam pengujian statistik didapatkan hasil yang berbeda nyata,
akan tetapi denyut jantung pada sore hari di kandang alas tanah di atas normal. Hasil
kajian dengan data tingkah laku dan fisiologis ternak merekomendasikan kepada
peternak simpay tampomas untuk menggunakan kandang panggung.
Saran
Daerah tropis dengan suhu lingkungan yang berfluktuatif disarankan untuk
menggunakan tipe kandang panggung karena mempunyai kecenderungan yang baik
terhadap respon fisiologis kambing. Manajemen pemberian pakan seharusnya
dilakukan pada pagi dan sore hari untuk mengurangi aktivitas cekaman terhadap
stres. Kambing harus dimandikan setidaknya satu bulan sekali untuk mengurangi
ektoparasit agar tingkah laku merawat diri bisa dikurangi dan memisahkan kambing
yang memiliki agresivitas tinggi agar tidak terjadi tingkah laku agonistik.
DAFTAR PUSTAKA
Adisuwardjo, D. 2001. Buku Ajar Dasar Fisiologi Ternak. Fakultas Peternakan.
Unsoed, Purwokerto.
Altman, J. 1973. Observational Study of Behavior Sampling Methods. Universitas of
Chicago, Chicago.
Atabany, A. 2001. Studi kasus produksi kambing peranakan etawah dan kambing
saanen pada peternakan kambing perah Barokah dan PT. Taurus Diary Farm.
Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Balai Penelitian Ternak. 2001. Standarisasi Pengembangan Mutu Kambing
Peranakan Etawah. Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat.
Cakra. I G. L. O, N. W Siti. & I M Mudita. 2008. Koefesien cerna bahan kering dan
nutrien ransum kambing Peranakan Etawah yang diberi hijauan dengan
suplementasi konsentrat molamik. Met.Pet 1: 853-899.
Curtis, S. E. 1983. Enviromental Managerment in Animal Agriculture. Iowe State
Unversity press, Iowa.
Devendra, C & G.B, McLeroy. 1982. Goat and Sheep Production in the Tropics.
Intermediate Tropical Agriculture Series. Longman Group Ltd. Essex, UK. P.
231.
Devendra, C. & M. Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Penerbit
Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Statistik Peternakan dan
Kesehatan Hewan 2011. Kementrian Pertanian Republik Indonesia. ISBN :
978-979-628-019-3
Edey, T. N. 1983. The Genetic Pool of Sheep and Goat. Dalam: Goat and Sheep
Production in The Tropics. ELBS. Longman Group Ltd, Essex
Ensminger, M. E. 2002. Sheep and Goat Science. Sixth Edition. Interstate Publisher
.Inc, New York.
Esmay.1982. Effect of thermal on livestock structure. Transacsion on ASAE, 24 (4)
: 1030-1034
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Frazer, F.A. 1975. Farm Animal Behavior. The Macmillan Publishing Company Inc.
New York.
Gonyou, H.W. 1991. Behavioral Methods to Answer the Question about Sheep. J.
Anim Sci. 69 : 4155-4159
Guyton, A. C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Terjemahan:
Irawati, S. EGC, Jakarta.
Hafez, E.S.E. 1968. The Adaption of Domestic Animals. Lea Febiger, Philadelphia.
P: 74-116
Hariyadi, D., A. Anang. D., A. Budinuryanto, & M.H. Hadiana. 2002. Standardisasi
mutu bibit domba garut. Lembaga Penelitian. Univesitas Padjajaran–Dinas
Propinsi Jawa Barat, Bandung.
Hart, B.L. 1985. The Behavior of Domestik Animal.W.H. Freeman, New York.
Kilgour, R. & C. Dalton. 1984. Livestock Behaviour. Granada, London.
Lehner, P.N. 1979. Handbook of Ethological Methods.Garland STPM Press, N.Y.
and London. P: 8-9.
Mariono. 2007. Petunjuk Teknis Teknologi Inovasi Pakan Murah Untuk Usaha
Pembibitan Sapi Potong Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
Badan Peternakan. Grati–Jawa Timur.
Mason, I.L. 1981. Goat. In: Evolution of Domesticated Animals.I.L. Mason, ed.
London and New York, Longman.
McDowell, R.E. 1972. Improvement Of Livestock Production in Warm Climate.
W.H. Freeman and Co., San Francisco: 1-128
Otoikhian, C. S. O. , 2009. Physiological response of local (West African Dwarf) and
adapted Switzerland (White Bornu) goat breed to varied climatic conditions
in South-South Nigeria.AJGH 5: 1
Puspani. E, I. M. Nuriyasa, A.A.P Putrawibawa, & D.P.M.A Candrawati. 2008.
Pengaruh tipe lantai kandang dan kepadatan ternak terhadap tabiat makan
ayam pedaging umur 2-6 minggu. Met. Pet .3: 853-899.
Qisthon, A. & S. Suharti. 2011. Pengaruh naungan terhadap respon termoregulasi
dan produktivitas kambing Peranakan Etawah. Met.Pet. 7:505-502.
Roussel J. D.1992. Goat Handbook. Pennsylvania. United States of Amerika.
Sarwono, B. 2008. Beternak Kambing Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta.
Setianah, R. 2004. Tingkah laku makan kambing lokal persilangan yang
digembalakan di lahan gambut : studi kasus di Kalampangan, Palangkaraya,
Kalimantan Tengah. Met.Pet. 27: 111 – 222.
Smith, J. B. & S. Mangkuwidjoyo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan
Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Cetakan pertama. UI press, Jakarta.
Sosromidjojo, M.S. & Soeradji. 1978. Peternakan Umum. CV Yasa guna, Jakarta.
Tomaszewska, M., I.M. Mastika, A. Djajanegara, S. Gardiner & T. R.Wiradarya.
1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University
Press, Surakarta.
48
Tomaszewska, W. M., I.K. Sutama, I. G. Putu., & T. D. Chaniago. 1991. Reproduksi
Tingkah Laku dan Produksi Ternak di Indonesia. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Williamson, G. & Payne, W. J. A. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Gadjah Mada university. Press, Yogyakarta.
Yani, A. 2006. Pengaruh iklim mikro terhadap respon fisiologis sapi peternakan
friesholland
dan
modifikasi
lingkungan
untuk
meningkatkan
produktivitasnya. Met. Pet. 1: 35-46.
Yeates, N. T. M., T. N. Edey & M.K. Hill. 1975. Animal Science, Reproduction,
Climate, Meat and Wool. Pegamon Press, Armidale.
49
LAMPIRAN
50
Lampiran 1. Perbandingan Rataan Lama Waktu Kejadian Tingkah Laku di
KandangPanggung dan Alas Tanah
Tingkah laku
Panggung
Tanah
Agonistik
Makan
Merawat Diri Vokalisasi Eliminasi
----------------------------Menit/ 5 Menit-------------------------------0,24±0,33 1,48±1,36
0,27±0,27
0,03±0,12
0,02±0,08
0,14±0,52 1,39±0,69
0,28±0,21
0,01±0,02
0,01±0,31
Lampiran 2. Perbadingan Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing Betina PE di
Kandang Panggung
Lama Waktu Tingkah Laku di Kandang Panggung
Pagi
Siang
Sore
----------------------------Menit/ 5 Menit-------------------------------0,03±0,03
0,00±0,01
0,69±0,12
1,01±0,96
0,29±0,36
3,13±0,22
0,26±0,24
0,16±0,11
0,41±0,37
0,00±0,00
0,00±0,00
0,01±0,02
0,01±0,01
0,05±0,01
0,00±0,01
Tingkah laku
Agonistik
Makan
Merawat diri
Vokalisasi
Eliminasi
Lampiran 3. Perbandingan Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina
di Kandang Alas Tanah
Tingkah laku
Agonistik
Makan
Merawat diri
Vokalisasi
Eliminasi
Lama Waktu Tingkah Laku di Kandang Panggung
Pagi
Siang
Sore
----------------------------Menit/ 5 Menit-------------------------------0,03±0,05
0,01±0,02
0,36±0,35
1,33±0,36
0,89±0,50
1.95±0,73
0,26±0,19
0,29±0,26
0,29±0,19
0,00±0,00
0,00±0,00
0,02±0,03
0,01±0,01
0,01±0,02
0,01±0,01
Lampiran 4. Perbandingan Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina
di Kandang Panggung dan Tanah pada Pagi Hari
Tingkah laku
Pagi
Panggung
Tanah
Agonistik Makan
Merawat Diri Vokalisasi Eliminasi
----------------------------Menit/ 5 Menit-----------------------------0,03±0,03 1,01±0,96
0,26±0,24
0,00±0,00 0,01±0,01
0,03±0,05 1,33±0,36
0,26±0,19
0,00±0,00 0,01±0,01
Lampiran 5. Perbandingan Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina
di Kandang Panggung dan Tanah pada Siang Hari
Tingkah laku
Siang
Panggung
Tanah
Merawat
Vokalisasi Eliminasi
Diri
----------------------------Menit/ 5 Menit-----------------------------0,00±0,01 0,29±0,36 0,16±0,11 0,00±0,00 0,05±0,01
0,01±0,02 0,89±0,50 0,29±0,26 0,00±0,00 0,01±0,02
Agonistik
Makan
51
Lampiran 6. Perbandingan Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina
di Kandang Panggung dan Tanah pada Sore hari
Tingkah laku
Sore
Panggung
Tanah
Merawat
Vokalisasi Eliminasi
Diri
----------------------------Menit/ 5 Menit-----------------------------0,69±0,12 3,13±0,22 0,41±0,37 0,01±0,02 0,00±0,01
0,36±0,35 1,95±0,73 0,29±0,19 0,02±0,03 0,01±0,01
Agonistik
Makan
Lampiran 7. Perbandingan Rataan Suhu Rektal Kambing PE Betina di Kandang
Panggung dan Tanah
Waktu
Pagi (06.00-08.00 WIB)
Siang (12.00-14.00 WIB)
Sore (16.00-18.00 WIB)
Kandang
Panggung
38,15 ± 0,20
38,46 ± 0,15
39,02 ± 0,22
Tanah
38,53 ± 0,11
38,73 ± 0,20
39,04 ± 0,19
Rataan
38,34±0,25
38,59±0,19
39,03±0,20
Lampiran 8. Perbandingan Rataan Denyut Jantung Kambing PE Betina di Kandang
Panggung dan Tanah
Waktu
Pagi (06.00-08.00 WIB)
Siang (12.00-14.00 WIB)
Sore (16.00-18.00 WIB)
Kandang
Panggung
72,50 ± 9,22
77,20 ± 7,22
92,70 ± 9,89
Tanah
95,70 ± 8,66
94,10 ± 9,75
103,10 ± 4,26
Lampiran 9. Hasil Uji T Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di
Kandang Panggung dan Tanah
Tingkah laku yang Diamati
Tingkah Laku Kambing
Betina PE di Kandang
Panggung dan Alas Tanah
Perbandingan
AGO PGN vs AGO TNH
MKN PGN vs MKN TNH
MRD PGN vs MRD TNH
VOK PGN vs VOK TNH
ELM PGN vs ELM TNH
Keterangan
tn
tn
tn
tn
tn
Keterangan : AGO = Agonistik, MKN = Makan, MRD = Merawat Diri, VOK = Vokalisasi, ELM =
Eliminasi, PGI = Pagi, SNG = Siang, SRE = Sore, PGN = Panggung, TNH = Tanah, tn
= Tidak Berbeda Nyata. * = Berbeda Nyata, ** = Sangat Berbeda Nyata.
52
Lampiran 10. Hasil Uji T Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di
Kandang Panggung
Tingkah laku yang
Diamati
Tingkah Laku Kambing
Betina PE di Kandang
Panggung
Perbandingan
AGO PGI vs AGO SNG
AGO PGI vs AGO SRE
AGO SNG vs AGO SRE
MKN PGI vs MKN SNG
MKN PGI vs MKN SRE
MKN SNG vs MKN SRE
MRD PGI vs MRD SNG
MRD PGI vs MRD SRE
MRD SNG vs MRD SRE
VOK PGI vs VOK SNG
VOK PGI vs VOK SRE
VOK SNG vs VOK SRE
ELM PGI vs ELM SNG
ELM PGI vs ELM SRE
ELM SNG vs ELM SRE
Keterangan
tn
**
**
tn
**
**
tn
tn
tn
tn
*
*
tn
tn
tn
Keterangan : AGO = Agonistik, MKN = Makan, MRD = Merawat Diri, VOK = Vokalisasi, ELM =
Eliminasi, PGI = Pagi, SNG = Siang, SRE = Sore, PGN = Panggung, TNH = Tanah, tn
= Tidak Berbeda Nyata. * = Berbeda Nyata, ** = Sangat Berbeda Nyata.
Lampiran 11. Hasil Uji T Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di
Kandang Alas Tanah
Tingkah laku yang
Diamati
Tingkah Laku Kambing
Betina PE di Kandang
Tanah
Perbandingan
AGO PGI vs AGO SNG
AGO PGI vs AGO SRE
AGO SNG vs AGO SRE
MKN PGI vs MKN SNG
MKN PGI vs MKN SRE
MKN SNG vs MKN SRE
MRD PGI vs MRD SNG
MRD PGI vs MRD SRE
MRD SNG vs MRD SRE
VOK PGI vs VOK SNG
VOK PGI vs VOK SRE
VOK SNG vs VOK SRE
ELM PGI vs ELM SNG
ELM PGI vs ELM SRE
ELM SNG vs ELM SRE
Keterangan
*
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
**
tn
tn
tn
tn
tn
Keterangan : AGO = Agonistik, MKN = Makan, MRD = Merawat Diri, VOK = Vokalisasi, ELM =
Eliminasi, PGI = Pagi, SNG = Siang, SRE = Sore, PGN = Panggung, TNH = Tanah, tn
= Tidak Berbeda Nyata. * = Berbeda Nyata, ** = Sangat Berbeda Nyata.
53
Lampiran 12. Hasil Uji T Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di
Kandang Panggung dan Alas Tanah pada Pagi, Siang dan Sore
Tingkah laku yang
Diamati
Perbandingan
AGO PGN vs AGO TNH
Tingkah Laku kambing
MKN PGN vs MKN TNH
Betina PE di Kandang
MRD PGN vs MRD TNH
Panggung dan Tanah pada
VOK PGN vs VOK TNH
Pagi Hari
ELM PGN vs ELM TNH
AGO PGN vs AGO TNH
Tingkah Laku kambing
MKN PGN vs MKN TNH
Betina PE di Kandang
MRD PGN vs MRD TNH
Panggung dan Tanah pada
VOK PGN vs VOK TNH
Siang Hari
ELM PGN vs ELM TNH
AGO PGN vs AGO TNH
Tingkah Laku kambing
MKN PGN vs MKN TNH
Betina PE di Kandang
MRD PGN vs MRD TNH
Panggung dan Tanah pada
VOK PGN vs VOK TNH
Sore Hari
ELM PGN vs ELM TNH
Keterangan
tn
tn
tn
tn
tn
tn
**
tn
tn
tn
**
tn
tn
tn
tn
Keterangan : AGO = Agonistik, MKN = Makan, MRD = Merawat Diri, VOK = Vokalisasi, ELM =
Eliminasi, PGI = Pagi, SNG = Siang, SRE = Sore, PGN = Panggung, TNH = Tanah, tn
= Tidak Berbeda Nyata. * = Berbeda Nyata, ** = Sangat Berbeda Nyata.
Lampiran 13. Hasil Uji T Rataan Denyut Jantung dan Suhu Rektal Kambing PE
Betina di Kandang Panggung dan Tanah
Tingkah laku yang Diamati
Perbandingan
Suhu Rektal Kambing Betina PGI PGN vs PGI TNH
PE di Kandang Panggung dan SNG PGN vs SNG TNH
Tanah
SRE PGN vs SRE TNH
PGI PGN vs PGI TNH
Denyut Jantung Kambing
Betina PE di Kandang
SNG PGN vs SNG TNH
Panggung dan T
SRE PGN vs SRE TNH
Keterangan
**
**
tn
**
**
**
Keterangan : AGO = Agonistik, MKN = Makan, MRD = Merawat Diri, VOK = Vokalisasi, ELM =
Eliminasi, PGI = Pagi, SNG = Siang, SRE = Sore, PGN = Panggung, TNH = Tanah, tn
= Tidak Berbeda Nyata. * = Berbeda Nyata, ** = Sangat Berbeda Nyata.
54
Lampiran 14. Hasil Uji Friedmen Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang
Panggung pada Waktu yang Berbeda
Tingkah laku
Agonistik
Makan
Merawat Diri
Vokalisasi
Eliminasi
Perlakuan
Pagi
Siang
Sore
Pagi
Siang
Sore
Pagi
Siang
Sore
Pagi
Siang
Sore
Pagi
Siang
Sore
Rataan Rinkng
2,00
1,85
2,15
2,06
1,28
2,66
2,06
1,93
2,01
1,95
1,95
2,10
2,00
2.06
1,94
N
Chi-Square
Db
P-Value
40
6,55
2
0,038
40
44,22
2
0,000
40
0,50
2
0,777
40
8,00
2
0,18
40
1,35
2
0,509
Lampiran 15. Hasil Uji Friedmen Tingkah Laku Kandang Alas Tanah pada Waktu
yang Berbeda
Tingkah laku
Agonistik
Makan
Merawat Diri
Vokalisasi
Eliminasi
Perlakuan
Pagi
Siang
Sore
Pagi
Siang
Sore
Pagi
Siang
Sore
Pagi
Siang
Sore
Pagi
Siang
Sore
Rataan Rinkng
1,83
1,71
2,46
2,14
1,50
2,36
2,03
1,93
2,03
1,91
1,91
2,18
2,01
1,94
2,05
N
Chi-Square
Db
P-Value
40
22,27
2
0,000
40
17,31
2
0,000
40
0,25
2
0,88
40
14,00
2
0,01
40
1,56
2
0,46
Lampiran 16. Hasil Uji Analisis Ragam Rataan Suhu di Kandang Panggung
SK
Db
Perlakuan
Total
DF
2
12
14
JK
146,532
68,492
215,02
KT
73,2660
5,7077
F
12,84
P
0,0010
55
Lampiran 17. Hasil Uji Analisis Ragam Rataan Suhu di Kandang Tanah
SK
Db
Perlakuan
Total
DF
2
12
14
JK
193,012
16,424
209,436
KT
96,5060
1,3687
F
70,51
P
0,0000
Lampiran 18. Hasil Uji Analisis Ragam Rataan Kelembaban di Kandang Panggung
SK
Db
Perlakuan
Total
DF
2
12
14
JK
2026,03
878,40
2904,43
KT
1013,02
73,20
F
13,84
P
0,0000
Lampiran 19. Hasil Uji Analisis Ragam Rataan Kelembaban di Kandang Tanah
SK
Db
Perlakuan
Total
DF
2
12
14
JK
1260,93
548,40
1809,33
KT
630,467
45,700
F
13,80
P
0,00
Lampiran 20. Hasil Uji Mann Whiteney Frekuensi Kejadian Seluruh Tingkah Laku
di Kandang Panggung dan Tanah
Tingkah
Laku
Agonistik
Makan
Merawat
Diri
Vokalisasi
Eliminasi
Jenis
kandang
N
Panggung
Tanah
Panggung
Tanah
Panggung
Tanah
Panggung
Tanah
Panggung
Tanah
120
120
120
120
120
120
120
120
120
120
X
∑X
Rinking Rinking
112,71
128,29
112,90
128,10
110.41
130,59
118,97
122,03
121,98
119,02
13525
15395
13548
15372
13249
15671
14276
14644
14638
14282
Mann
Whiteney
Uji Statistik
Wilcoxon
Z
P
Value
62625
13525
-2,40
0,17
6288
13548
-1,73
0,08
5986
13249
-2,28
0,02
7016
14276
-0.94
0,35
7022
14282
-0.63
0,53
56
Lampiran 21. Hasil Uji Mann Whiteney Frekuensi Kejadian Seluruh Tingkah Laku
di Kandang Panggung dan Tanah pada Pagi Hari
Tingkah
Laku
Agonistik
Makan
Merawat
Diri
Vokalisasi
Eliminasi
Jenis
kandang
N
Panggung
Tanah
Panggung
Tanah
Panggung
Tanah
Panggung
Tanah
Panggung
Tanah
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
X
∑X
Rinking Rinking
40,15
40,85
38,13
42,88
36,13
44,48
40,55
40,55
40,94
40,06
1606
1634
1525
1715
1445
1795
1620
1620
1637,5
1602,5
Mann
Whiteney
Uji Statistik
Wilcoxon
Z
P
Value
786
1606
-0,21
0,83
705
1525
-0,93
0,35
625
1445
-1,71
0,87
800
1620
-0,00
1,00
782,5
1602
-0,31
0,95
Lampiran 22. Hasil Uji Mann Whiteney Frekuensi Kejadian Seluruh Tingkah Laku
di Kandang Panggung dan Tanah pada Siang Hari
Tingkah
Laku
Agonistik
Makan
Merawat
Diri
Vokalisasi
Eliminasi
Jenis
kandang
N
Panggung
Tanah
Panggung
Tanah
Panggung
Tanah
Panggung
Tanah
Panggung
Tanah
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
X
Rinking
39,51
41,49
33,38
47,63
38,41
42,59
40,50
40,50
42,55
38,45
∑X
Rinking
1580,5
1659,5
1335
1905
1536,5
1703,5
1620
1620
1702
1538
Mann
Whiteney
Uji Statistik
Wilcoxon
Z
P
Value
760,5
1580
-0,83
0,40
515
1335
-3,15
0,002
716,5
1536
-0,82
0,42
800
1620
0,00
1,00
718
1538
-1,52
0,13
Lampiran 23. Hasil Uji Mann Whiteney Frekuensi Kejadian Seluruh Tingkah Laku
di Kandang Panggung dan Tanah pada Sore Hari
Tingkah
Laku
Agonistik
Makan
Merawat
Diri
Vokalisasi
Eliminasi
X
∑X
Rinking Rinking
Jenis
kandang
N
Panggung
Tanah
Panggung
Tanah
Panggung
Tanah
Panggung
Tanah
40
40
40
40
40
40
40
40
34,51
46,49
41,00
40,00
36,89
44,11
38,90
42,10
1380,5
1859,5
1640
1600
1475,5
1764,5
1556
1684
Panggung
Tanah
40
40
39,42
41,58
1577
1663
Mann
Whiteney
Uji Statistik
Wilcoxon
Z
P
Value
560
1380,5
-2,57
0,01
780
1600
-1,94
0,85
655
1475,5
-1,41
0,16
736
1556
-1,03
0,30
757
1577
-0,79
0,42
57
Download