3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohon-pohon yang menempati suatu tempat dimana terdapat hubungan timbal balik antara tumbuhan tersebut dengan lingkungannya. Pepohonan yang tinggi sebagai komponen dasar dari hutan memegang peranan penting dalam menjaga kesuburan tanah dengan menghasilkan serasah sebagai sumber hara penting bagi vegetasi hutan (Ewusie, 1990). Hutan berperan terhadap keseimbangan dan kestabilan alam. Parameter kestabilan dalam suatu komunitas hutan adalah keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi dalam suatu komunitas hutan dapat menjaga ruang lingkup ekosistem alam, walaupun ada gangguan lingkungan yang mempengaruhi komponenkomponenya (Agustina, 2010). Hutan memiliki manfaat bagi kehidupan manusia yaitu berupa manfaat langsung dirasakan maupun manfaat yang tidak langsung. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya sehingga dapat berfungsi secara optimal. Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan sosial dari hutan akan memberikan peranan nyata apabila pengelolaan sumber daya alam berupa hutan seiring dengan upaya pelestarian guna mewujudkan pembangunan nasional berkelanjutan yang tetap memperhatikan prinsip-prinsip konservasi (Zain, 1992). Indonesia merupakan negara yang mempunyai hutan hujan tropis yang sangat luas dan tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Secara geografis, Indonesia berada di antara dua benua, yaitu benua Asia dan benua Australia. Selain itu, Indonesia juga terletak di sekitar garis khatulistiwa dimana kondisi ini menyebabkan Indonesia memiliki bermacam-macam tipe hutan. Hutan hujan tropis adalah ciri hutan alam dimana masyarakat tumbuh tumbuhannya berada dalam formasi klimaks. Ciri lainnya dari hutan hujan tropis adalah adanya penampakan tajuk pohon yang berlapis-lapis dan tajuk pohon yang dominan berada pada lapisan atasnya (Dendang & Handayani, 2015). Universitas Sumatera Utara 4 Hutan mempunyai fungsi sangat penting bagi kehidupan. Tajuk pohon yang banyak dan berlapis-lapis pada tumbuhan yang ada di hutan akan sangat membantu untuk menahan energi potensial air hujan yang jatuh sehingga aliran air tidak terlalu besar. Hal ini akan mengurangi kerusakan tanah, baik erosi percikan maupun erosi alur. Kondisi ini akan membantu kesuburan tanah dan penyerapan air tanah. Hutan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida, habitat hewan, pelestari tanah, dan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting. Secara global hutan adalah paru-paru dunia karena akan menyerap karbon dioksida di udara dan melepaskan oksigen yang lebih banyak yang sangat bermanfaat bagi makhluk hidup di dunia (Julius dan Nagel, 2011). 2.2. Hutan Pegunungan Sumatera terdapat banyak gunung, beberapa diantaranya terbentuk dari penjulangan batu endapan seperti halnya kebanyakan pegunungan Bukit Barisan, sedangkan gunung lainnya seperti gunung Kerinci, Sinabung, Merapi, dan Singgalang adalah hasil dari letusan gunung berapi. Sifat-sifat lingkungan fisik berubah sepanjang lereng gunung, dan perubahan fauna dan flora dapat diikuti melalui perubahan tersebut. Perbedaan antara hutan dataran rendah yang kaya akan jenis, serta keadaan iklimnya yang panas dan lembab, dan keadaan puncak gunung yang umumnya tanpa pohon dan dingin, merupakan bahan studi yang menarik (Damanik et al., 1987). Di hutan pegunungan terdapat zona-zona vegetasi, dengan jenis, struktur dan penampilan yang berbeda. Zona-zona vegetasi tersebut dapat dikenali di semua gunung di daerah tropis meskipun tidak ditentukan oleh ketinggian saja. Di gunung yang rendah, semua zona vegetasi lebih sempit, sedangkan di gunung yang tinggi, atau di bagian tengah suatu jajaran pegunungan, zona-zona itu lebih luas (MacKinnon et al., 2000). Hutan pegunungan berperan besar dalam proses pengaturan kelembaban udara regional, aliran air sungai, pengurangan erosi dan sedimentasi. Dalam bentang hutan inilah terkonsentrasi keragaman hayati di daratan. Hutan pegunungan juga menyediakan sumberdaya penting baik kayu maupun non kayu untuk daerah yang sangat luas (Sumedi et al., 2012). Universitas Sumatera Utara 5 2.3. Sapling Sapling adalah salah satu fase permudaan tegakan hutan yang sangat berperan dalam menentukan wajah hutan dan kelestarian hutan dimasa akan datang. Vegetasi strata sapling berperan penting dalam menentukan perkembangan tumbuhan selanjutnya menuju pohon dewasa (Nursal et al., 2012). Sapling adalah anakan pohon yang tingginya ≥ 1,5 meter sampai diameter < 10 cm (Wahyudi et al., 2014). Anakan pohon di masa mendatang akan tumbuh menggantikan pohon yang sudah tua, sehingga ekosistem hutan selalu dalam kondisi yang stabil (Utami et al., 2011). Kelestarian hutan di masa yang akan datang baik karena jumlah individu permudaan jauh lebih banyak dari pada jumlah individu pohon dewasa, dimana stok permudaan tersebut sangat penting untuk memelihara kemampuan regenerasi hutan bagi terbentuknya hutan klimaks. Namun konsekuensi dari fenomena ini adalah akan hilangnya beberapa jenis yang jumlah individunya relatif lebih sedikit, dan timbulnya jenis-jenis dominan dari jenis-jenis pohon yang regenerasinya cukup melimpah (Syaukani et al., 2005). 2.4. Regenerasi Tegakan Hutan Proses regenerasi tegakan hutan pada kawasan konservasi pada umumnya dibiarkan terjadi secara alami, hal itu dimaksudkan agar wujud komunitas tumbuhan hutan yang terbentuk secara alami. Suatu komunitas atau ekosistem hutan yang terbentuk secara alami akan memiliki estetika alami dan ciri-ciri khas spesies setempat yang pada umumnya lebih mampu beradaptasi terhadap kondisi tempat tumbuhnya dibandingkan dengan spesies-spesies tumbuhan asing (exotic). Keberadaaan anakan spesies pohon dalam hutan akan mencerminkan kemampuan hutan untuk beregenerasi, sedangkan banyaknya spesies pohon akan mencerminkan potensi keanekaragaman hayati sekaligus potensi plasma nutfah dalam kawasan hutan (Indriyanto, 2006). Regenerasi merupakan fenomena alam di mana pohon yang muda akan menggantikan pohon dewasa karena sesuatu sebab, misalnya ditebang, terbakar, tumbang (bencana alam) atau mati secara fisiologis. Adapun regenerasi jenis tumbuhan yang lengkap ada di setiap strata: pohon, pancang dan semai Universitas Sumatera Utara 6 (Samsoedin, 2010). Kelestarian hutan akan ditentukan oleh proses regenerasi tegakan pohon sebagai penyusun utama hutan (Utami et al., 2011). Di dalam permudaan hutan secara alamiah yang sangat perlu diperhatikan adalah regenerasi dari spesies pohon berharga. Mengigat hutan tropik Indonesia terdiri atas beribu spesies pohon yang hingga saat sekarang belum semua dimanfaatkan. Sebetulnya sangat sulit untuk mengetahui proses regenerasi satu spesies yang spesifik karena di dalam hutan tropik terdapat berbagai spesies pohon dengan sifat yang berbeda bercampur dalam suatu komunitas hutan. Satusatunya cara untuk mengetahui gambaran proses regenerasi tegakan hutan secara alamiah melalui penarikan contoh atau sampling. Proses regenerasi tegakan hutan dapat berlangsung secara alamiah yang lazim disebut pemudaan alamiah, juga dapat berlangsung melalui penanganan manusia sehingga disebut pemudaan buatan. Keberhasilan pemudaan alamiah bergantung kepada tersedianya benih dalam jumlah cukup dari pepohonan induk dalam kawasan hutan, kemampuan benih untuk berkecambah di bawah tegakan alam, dan kondisi lingkungan tempat tumbuh yang mendukung pertumbuhan anakan pohon (Indriyanto, 2008). 2.5. Struktur dan Komposisi Hutan Keberadaan vegetasi dapat digambarkan dengan menganalisis struktur vegetasi. Struktur vegetasi didefinisikan sebagai organisasi tumbuhan dalam ruang yang membentuk tegakan dan secara lebih luas membentuk tipe vegetasi (Efendi et al., 2016). Komposisi merupakan langkah awal studi komunitas untuk mengetahui jenis atau kelompok organisme penyusun komunitas dan biasanya disusun dalam bentuk tabel berdasarkan taksonomi, sedangkan struktur merupakan studi selanjutnya yang mempelajari tentang kontribusi dari masing-masing jenis komunitas, dan bagaimana jenis-jenis organisme itu hidup bersama dalam menyusun komunitas (Suin, 2002). Menurut Irwanto (2006), struktur vegetasi terdiri dari 3 komponen, yaitu: 1) Stuktur vegetasi berupa vegetasi secara vertikal yang merupakan diagram profil yang melukiskan lapisan pohon, tiang, sapihan, semai, dan herba penyusun vegetasi diatas. Universitas Sumatera Utara 7 2) Sebaran, horizontal jenis-jenis penyusun yang menggambarkan letak dari suatu individu terhadap individu lain 3) Kelimpahan (abudance) setiap jenis dalam suatu komunitas. Menurut Indriyanto (2008), berdasarkan ketinggian tempat tumbuhnya, hutan hujan tropik dibedakan menjadi tiga zona, yaitu: a. Zona 1 = 0-1000 m dari permukaan laut disebut hutan hujan bawah. Penyebaran hutan yang masuk ke dalam zona hutan hujan bawah berada di pulau Sumatera, Kalimantan, serta beberapa pulau di Maluku. Hutan hujan bawah di dominasi anggota famili Dipterocarpaceae. Jenis pohon lainnya yang dapat dijumpai misalnya jenis pohon anggota famili Lauraceae, Myrtaceae dan Ebenaceae. b. Zona 2 = 1.000-3.300 m dari permukaan laut disebut hutan hujan tengah. Jens-jenis pohon yang umumnya terdapat di hutan hujan tengah biasanya dari genus Quercus, Castanopsis, Nothofagus juga jenis pohon dari famili Magnoliaceae dan Ulmus. Di beberapa tempat terdapat kekhususan, misalnya di Aceh dan Sumatera Utara, pada hutan hujan tropik tengahnya terdapat jenis Albizzia montana dan Anaphalis javanica. c. Zona 3 = 3.300-4.100 m permukann laut disebut hutan hujan atas. Kelompok hutan yang terpisah-pisah oleh padang rumput dan belukar. 2.6. Analisi Vegetasi Vegetasi merupakan kumpulan dari beberapa jenis tumbuh-tumbuhan yang tumbuh bersama-sama pada satu tempat di mana antara individu-individu penyusunnya terdapat interaksi yang erat, baik diantara tumbuh-tumbuhan maupun dengan hewan-hewan yang hidup dalam vegetasi dan lingkungan tersebut (Ruslan, 1986). Dengan demikian berarti bahwa vegetasi bukan hanya kumpulan dari individu-individu tumbahan saja, akan tetapi merupakan suatu kesatuan dimana individu-individu penyusunannya saling tergantung satu sama lain dan disebut suatu komunitas tumbuhan (Martono, 2012). Vegetasi yang dominan sering kali mempunyai pertumbuhan yang masif yang khas dan kaya akan cabangcabang dan tidak memiliki akar-akar banir (Polunin, 1990). Universitas Sumatera Utara 8 Kehadiran vegetasi sangat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem dalam skala yang lebih luas, diantaranya terkait dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah, dan pengaturan tata air tanah, serta berperan untuk mengurangi laju erosi (Hamidun & Baderan, 2013). Meskipun secara umum kehadiran vegetasi pada suatu area memberikan dampak positif, tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada suatu daerah (Arrijani et al., 2006). Analisis vegetasi merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi, dan tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui komposisi spesies dan struktur komunitas pada suatu wilayah yang dipelajari (Indriyanto, 2006). Universitas Sumatera Utara