A. Identitas Nama : Nissa (Nama Samaran) Umur : 18 tahun Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Pekerjaan : Siswa Asal Sekolah : SMA Negeri 1 Sanden Kelas : XII Semester :1 Alamat : Bantul B. Deskripsi Kasus Konseli adalah seorang siswa perempuan yang saat ini sedang bersekolah di SMA Negeri 1 Sanden. Pada awalnya Konseli kerap kali menyambangi Konselor di ruang BK. Awalnya berkonsultasi tentang masa depan setelah lulus SMA. Konseli sempat mengalami kebingungan dengan jurusan apa yang akan dipilihnya kelak sewaktu sudah lulus SMA. Bermula dari seringnya konslutasi, Konselor meangkap Konseli memiliki beberapa permasalahan yang harus diselesaikan melalui konseling. Ketika konseli datang kepada konselor, konseli bercerita bahwa dia memiliki masalah kecemasan dirinya yang tidak panadai mengatur waktu. Konseli mengaku memiliki banyak kegiatan setelah memasuki kelas XII. Kegiatan tersebut meliputi jam pelajaran tambahan hingga 16.30 WIB, mengikuti bimbel di lembaga pendidikan hingga pukul 19.30 dan selepas itu Konseli harus mengisi pengajian yang ada di masjid dekat rumahnya hingga pukul 22.00 WIB. Konseli menyampaikan bahwa tidak memiliki waktu belajar yang cukup. Sementara guru di Sekolah mengharapkan semua siswa dapat aktif di kelas. Akan tetapi harapan itu tidak dapat dipenuhi oleh Konseli yang sering kesulitan menjawab pertanyaan lisan dari guru atau bahkan kadang sering mengantuk dan tertidur di kelas. Menurut penuturan Konseli, kegiatan yang padat dan tidak pandainya ia dalam mengatur waktu membuat konsentrasi di kelas sering hilang. Pada hari-hari sekolah Konseli kesulitan dalam belajar karena banyak kegiatan baik di sekolah mauun di lembaga pendidikan, sementara saat libur (hari minggu) Konseli merasa harus membantu pekerjaan rumah orang tua yang tidak sedikit, hal ini juga yang menyebabkannya tidak memiliki waktu belajar dan kesulitan mengatur waktu. Akan tetapi, saat di tanya bagaimana sikap orang tua melihat kesibukan Konseli, Konseli menjawab tidak masalah dan semua dirasa baik-baik saja. Konseli memiliki kemauan untuk memperbaiki keadaan yang menyulitkannya saat ini, akan tetapi Konseli masih memiliki kesulitan untuk mengatur waktu dan dirinya sendiri. Saat ditanya bagaimana hubungan dengan temantemannya, Konseli menjawab sering merasa minder karena tidak aktif di kelas dan tidak menguasai pelajaran yang diberikan oleh guru yang mengajar. C. Kerangka Kerja Teoritik Menurut Ellis dalam Gerald Corey di bukunya “Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi” terapi rasional emotif behaviour adalah pemecahan masalah yang fokus pada aspek berpikir, menilai, memutuskan, direktif tanpa lebih banyak berurusan dengan dimensidimensi pikiran ketimbang dengan dimensi-dimensi perasaan. Konsep-konsep dasar terapi rasional emotif ini mengikuti pola yang didasarkan pada teori A-B-C, yaitu: A = Activating Experence (pengalaman aktif) Ialah suatu keadaan, fakta, peristiwa, atau tingkah laku yang dialami individu. B = Belief System (Cara individu memandang suatu hal). Pandangan dan penghayatan individu terhadap A. C = Emotional Consequence (akibat emosional). Akibat emosional atau reaksi individu positif atau negative. Menurut pandangan Ellis, A (pengalaman aktif) tidak langsung menyebabkan timbulnya C (akibat emosional), namun bergantung pada B (belief system). Hubungan dan teori A-B-C yang didasari tentang teori rasional emotif dari Ellis. Fokus dari teori kepribadian REBT adalah model A-B-C dari kepribadian. Individu-individu memiliki tujuan yang dapat didukung atau di hambat dengan keadaan (As). Kemudian mereka akan memberikan reaksi, sadar atau tidak sadar, hal ini biasa dikatakan dengan belief (B), melalui respon terhadap keadaan yang ada, misalnya “Ini baik.” Mereka juga merasakan konsekuensi baik secara emosional maupun perilaku dari keadaan yang mereka alami. Sistem ini bekerja dengan baik untuk individu ketika situasi tersebut menyenangkan dan mendukung tujuan mereka. Saat keadaan tersebut tidak menyenangkan, ada kemungkinan sistem itu akan terganggu. Peluang hadir pada sebuah sistem belief yang menjadi irasional atau disfungsional, yang mana dapat mengganggu lebih jauh dari itu. Pandangan REBT terhadap manusia REBT didasarkan pada asumsi bahwa makhluk hidup dilahirkan dengan sebuah potensi, baik potensi keyakinan yang rasional maupun keyakinan yang irasional. Individu memiliki kecenderungan untuk memelihara diri dengan bahagia, berpikir dan berbicara, mencintai, berkumpul dengan orang lain dan tumbuh serta mengaktualisasi diri. Mereka juga memiliki kecenderungan untuk merusak diri, menghindari pemikiran, menunda pekerjaan, melakukan kesalahan, tidak toleran, perfeksionis dan menyalahkan diri sendiri serta menghindari pontensi aktualisasi diri. REBT mengarahkan individu untuk menerima diri sendiri walaupun akan melakukan banyak kesalahan. Pandangan terhadap gangguan emosional REBT didasarkan pada sebuah premis yang kita sebut sebagai keyakinan yang irasional dari ketidakmampuan selama masa kecil dan tercipta kembali pada kehidupan kita saat ini. Individu dengan aktif mendebat diri dengan keyakinannya melalui sugesti otomatis dan pengulangan, dan kita melakukan hal tersebut secara konsisten. Tujuan utama dari REBT adalah untuk mengarahkan konseli mengurangi emosi reaktifnya, sebagai contoh dengan merasakan kesedihan dan kecewa terhadap keragaman hidup itu lebih baik daripada merasakan cemas, depresi, dan malu. Ellis menyatakan sumber utama gangguan emosi adalah penyalahan diri sendiri. Jika kita ingin sehat secara psikologis, lebih baik kita berhenti menyalahkan diri sendiri dan orang lain serta belajar sepenuhnya dan tanpa syarat dalam menerima orang diri sendiri termasuk ketidaksempurnaan kita. Ellis memiliki sebuah hipotesis yang mengatakan bahwa kita memiliki kecenderungan yang kuat untuk merubah keinginan dan pilihan kita ke dogma-dogma “harus”, “sebaiknya” “alangkah baiknya” “permintaan” dan “perintah”. Saat kita terganggu, saat tersebut adalah waktu yang baik bagi kita untuk melihat kedalam diri kita tentang dogma “harus”, “sebaiknya”, “alangkah lbih baiknya” “permintaan dan keharusan dalam hidup kita. Dibawah ini adalah 3 keharusan dasar (keyakinan irasional) (Ellis & Dryden, 2007): 1. Saya harus melakukan dengan baik dan memenangkan sesuatu 2. Orang lain harus meladeniku dengan baik 3. Saya harus mendapatkan apa yang saya inginkan ketika saya menginginkannya. Permasalahan yang konseli alami masuk ke dalam beberapa persyaratan yang dapat ditangani melalui terapi ini. Dalam kasus konseli, terdapat pola A-B-C yang dapat dikatakan memenuhi kriteria teori. Konseli mengalami suatu keadaan dimana ia merasa kesulitan dan tidak mampu dalam mengatur waktu. Hal ini menyebabkan waktu dijalaninya terasa sangat sulit dan ia tidak mampu menyediakan waktu untuk belajar. Hal ini yang menyatakan pengalaman atau keadaan yang di alami (As). Dari keadaan tersebut muncul reaksi dari pikiran konseli berupa pikiran irasional atau negatif tentang keadaan dirinya yang merasa tidak percaya diri saat mendapatkan pelajaran di kelas dan saat berhadapan dengan teman-temannya. Hal ini yang di masukan ke dalam bagian sistem belief (B). Sementara itu, konsekuensi yang muncul dari pikiran irasional yang dimiliki oleh konseli berupa kesulitan dalam memahami pelajaran yang diberikan oleh guru dan ketidakmampuan dalam menjawab pertanyaan lisan yang sering diberikan oleh guru di kelas. Poin ini yang masuk ke dalam bagian akibat emosional (C). Berkaitan dengan pandangan konseli terhadap manusia, pada kondisi konseli terlihat adanya potensi untuk berpikir yang rasional dan berpikir yang irasional. Beberapa hal yang konseli ceritakan berhubungan dengan usahanya untuk dapat mengatur waktu dengan baik, akan tetapi potensi keyakinan yang irasional dengan intensitas lebih tinggi kerap mengalahkan potensi keyakikan rasional yang dimilikinya. D. Diagnosis Menurut hasil analisis yang telah dipaparkan diatas, Konseli diperkirakan mengalami kesulitan mengatur waktu. Konseli juga mengalami sedikit kecemasan terhadap dirinya. Kecemasan adalah kondisi jiwa yang penuh dengan ketakutan dan kekhawatiran tentang apa yang mungkin terjadi, baik berkaitan dengan permasalahan yang terbatas maupun hal-hal yang aneh. Kecemasan yang dimunculkan berupa kecemasan realistik. Kecemasan realistik yaitu rasa takut terhadap ancaman atau bahaya-bahaya nyata yang ada dilingkungan maupun di dunia luar. Konseli mencemaskan dirinya yang tidak dapat mengatur waktu dengan baik sehingga menganggu waktu belajar, apalagi saat ini Konseli sudah memasuki kelas XII. E. Prognosis Berdasarkan data di atas, masalah yang dihadapi oleh Konseli dapat ditangani. a. Masalah yang dialami Konseli bersumber dari pikirannya sendiri yaitu rasa cemas karena tidak dapat mengatur waktu dengan baik dan mengalami kesulitan dalam menyediakan waktu belajar. b. Penanganan masalah konseli dapat dilakukan dengan waktu yang cukup singkat. c. Penanganan menggunakan REBT (Rational Emotive Behavior Therapy) karena dipandang mampu untuk membantu konseli dalam meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari konseli dan membantu konseli untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik". Tujuan psikoterapis yang lebih baik adalah menunjukkan kepada konseli bahwa verbalisasi-verbalisasi diri mereka telah dan masih merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialami oleh mereka. Selain hal tersebut terapi ini juga dapat memperbaiki dan mengubah segala perilaku yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan dirinya dan menghilangkan gangguan emosional yang merusak. F. Pendekatan dan Teknik Pendekatan yang digunakan untuk membantu konseli adalah Rational Emotive Behavior Theraphy. Di dalam kegiatan ini akan ada pertanyaan-pertanyaan yang membuat konseli berpikir lebih kritis akan keyakinan dalam dirinya dan pemikiran irrasional apa yang harus dibenahi agar menjadi rasional. Kemudian teknik yang digunakan untuk menghilangkan gangguan emosional yang dimiliki oleh konseli adalah self management. TAHAP-TAHAP KONSELING Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) membantu konseli mengenali dan memahami perasaan, pemikiran dan tingkah laku yang irasional. Dalam proses ini konseli diajarkan untuk menerima bahwa perasaan, pemikiran dan tingkah laku tersebut diciptakan dan diverbalisasi oleh konseli sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut, konseli membutuhkan konselor untuk membantu mengatasi permasalahannya. Dalam proses konseling dengan pendekatan REBT terdapat beberapa tahap yang dikerjakan oleh konselor dan konseli. Tahap 1 Proses dimana konseli diperlihatkan dan disadarkan bahwa mereka tidak logis dan irasional. Proses ini membantu konseli memahami bagaimana dan mengapa menjadi irasional. Pada tahap ini konseli diajarkan bahwa mereka memiliki potensi untuk mengubah hal tersebut. Proses ini juga mampu menunjukkan hubungan gangguan yang irrasional dengan ketidakbahagiaan dan gangguan emosional yang dialami. Tahap 2 Pada tahap ini konseli dibantu untuk yakin bahwa pemikiran dan perasaan negatif tersebut dapat ditantang dan diubah. Pada tahap ini konseli mengeksplorasi ide-ide untuk menentukan tujuan-tujuan rasional. Konselor juga mendebat pikiran irasional konseli dengan menggunakan pertanyaan untuk menantang validitas ide tentang diri, orang lain dan lingkungan sekitar. Pada tahap ini konselor menggunakan teknik-teknik konseling Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) untuk membantu konseli mengembangkan pikiran rasional. Tahap 3 Tahap akhir ini, konseli dibantu untuk secara terus menerus mengembangkan pikiran rasional serta mengembangkan filosofi hidup yang rasional sehingga konseli tidak terjebak pada masalah yang disebabkan oleh pemikiran irasional. Konselor memberikan penugasan terkait dengan tanggung jawab yang Konseli lakukan sehari-hari. Penugasan berupa pencatatan apa yang harus dikerjakan, apa yang menjadi prioritas dan apa yang selanjutnya akan dikerjakan disertai dengan waktu yang sesuai dengan kegiatan yang dilakukan. Dalam penugasan tersebut Konselor meminta Konseli untuk menyertakan waktu belajar. Konseli diminta untuk berkomitmen terhadap tugas yang diberikan.