Anuraga Jayanegara

advertisement
Anuraga Jayanegara | Argumentasi, Lelaki Shalih, dan Cinta
Copyright Anuraga Jayanegara [email protected]
http://anuragaja.staff.ipb.ac.id/2010/11/26/argumentasi-lelaki-shalih-dan-cinta/
Argumentasi, Lelaki Shalih, dan Cinta
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2010/argumentasi-lelaki-shalih-dan-cinta/
“Bila seorang laki-laki yang kamu ridhai agama dan akhlaqnya meminang,” kata
Rasulullah mengandaikan sebuah kejadian sebagaimana dinukil Imam At Tirmidzi,
“Maka, nikahkanlah dia.” Rasulullah memaksudkan perkataannya tentang lelaki
shalih yang datang meminang putri seseorang.
“Apabila engkau tidak menikahkannya,” lanjut beliau tentang pinangan lelaki
shalih itu, “Niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas.”
Di sini Rasulullah mengabarkan sebuah ancaman atau konsekuensi jika pinangan
lelaki shalih itu ditolak oleh pihak yang dipinang. Ancamannya disebutkan secara
umum berupa fitnah di muka bumi dan meluasnya kerusakan.
Bisa jadi perkataan Rasulullah ini menjadi hal yang sangat berat bagi para
orangtua dan putri-putri mereka, terlebih lagi jika ancaman jika tidak menurutinya
adalah fitnah dan kerusakan yang meluas di muka bumi. Kita bisa mengira-ngira
jenis kerusakan apa yang akan muncul jika seseorang yang berniat melamar
seseorang karena mempertahankan kesucian dirinya dan dihalang-halangi serta
dipersulit urusan pernikahannya. Inilah salah satu jenis kerusakan yang banyak
terjadi di dunia modern ini, meskipun banyak di antara mereka tidak meminang
siapapun.
Mari kita belajar tentang pinangan lelaki shalih dari kisah cinta sahabat Rasulullah
dari Persia, Salman Al Farisi. Dalam Jalan Cinta, Salim A Fillah mengisahkan
romansa cintanya. Salman Al Farisi, lelaki Persia yang baru bebas dari perbudakan
fisik dan perbudakan konsepsi hidup itu ternyata mencintai salah seorang
muslimah shalihah dari Madinah. Ditemuinya saudara seimannya dari Madinah,
Abud Darda’, untuk melamarkan sang perempuan untuknya.
“Saya,” katanya dengan aksen Madinah memperkenalkan diri pada pihak
perempuan, “Adalah Abud Darda’.”
page 1 / 8
Anuraga Jayanegara | Argumentasi, Lelaki Shalih, dan Cinta
Copyright Anuraga Jayanegara [email protected]
http://anuragaja.staff.ipb.ac.id/2010/11/26/argumentasi-lelaki-shalih-dan-cinta/
“Dan ini,” ujarnya seraya memperkenalkan si pelamar, “Adalah saudara saya,
Salman Al Farisi.” Yang diperkenalkan tetap membisu. Jantungnya berdebar.
“Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam
dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah,
sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk
mewakili saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya,” tutur Abud
Darda’ dengan fasih dan terang.
“Adalah kehormatan bagi kami,” jawab tuan rumah atas pinangan Salman,
”Menerima Anda berdua, sahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan
bagi keluarga ini bermenantukan seorang sahabat Rasulullah yang utama. Akan
tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada putri kami.” Yang dipinang
pun ternyata berada di sebalik tabir ruang itu. Sang putri shalihah menanti dengan
debaran hati yang tak pasti.
”Maafkan kami atas keterusterangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata sang ibu
yang bicara mewakili putrinya. ”Tapi, karena Anda berdua yang datang, maka
dengan mengharap ridha Allah, saya menjawab bahwa putri kami menolak
pinangan Salman.”
Ah, romansa cinta Salman memang jadi indah di titik ini. Sebuah penolakan
pinangan oleh orang yang dicintainya, tapi tidak mencintainya. Salman harus
membenturkan dirinya dengan sebuah hukum cinta yang lain, keserasaan. Inilah
yang tidak dimiliki antara Salman dan perempuan itu. Rasa itu hanya satu arah
saja, bukan sepasang.
Salman ditolak. Padahal dia adalah lelaki shalih. Lelaki yang menurut Ali bin Abi
Thalib adalah sosok perbendaharaan ilmu lama dan baru, serta lautan yang tak
pernah kering. Ia memang dari Persia, tapi Rasulullah berkata tentangnya, “Salman
Al Farisi dari keluarga kami, ahlul bait.” Lelaki yang bertekad kuat untuk
membebaskan dirinya dari perbudakan dengan menebus diri seharga 300 tunas
pohon kurma dan 40 uqiyah emas. Lelaki yang dengan kecerdasan pikirnya
mengusulkan strategi perang parit dalam Perang Ahzab dan berhasil dimenangkan
Islam dengan gemilang. Lelaki yang di kemudian hari dengan penuh amanah
melaksanakan tugas dinasnya di Mada’in dengan mengendarai seekor keledai,
page 2 / 8
Anuraga Jayanegara | Argumentasi, Lelaki Shalih, dan Cinta
Copyright Anuraga Jayanegara [email protected]
http://anuragaja.staff.ipb.ac.id/2010/11/26/argumentasi-lelaki-shalih-dan-cinta/
sendirian. Lelaki yang pernah menolak pembangunan rumah dinas baginya, kecuali
sekadar saja. Lelaki yang saking sederhana dalam jabatannya pernah dikira kuli
panggul di wilayahnya sendiri. Lelaki yang di ujung sekaratnya merasa terlalu
kaya, padahal di rumahnya tidak ada seberapa pun perkakas yang berharga. Lelaki
shalih ini, Salman Al Farisi, ditolak pinangannya oleh perempuan yang dicintanya.
Salman ditolak. Alasannya ternyata sederhana saja. Dengarlah. “Namun, jika Abud
Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka putri kami telah
menyiapkan jawaban mengiyakan,” kata si ibu perempuan itu melanjutkan
perkataannya. Anda mengerti? Si perempuan shalihah itu menolak lelaki shalih
peminangnya karena ia mencintai lelaki yang lain. Ia mencintai si pengantar, Abud
Darda’. Cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak.
Ada juga kisah cinta yang lain. Abu Bakar Ash Shiddiq meminang Fathimah binti
Muhammad kepada Rasulullah. Ia ingin mempererat kekerabatannya dengan Sang
Rasul dengan pinangan itu. Saat itu usia Fathimah menjelang delapan belas tahun.
Ia menjadi perempuan yang tumbuh sempurna dan menjadi idaman para lelaki
yang ingin menikah. Keluhuran budi, kemuliaan akhlaq, kehormatan keturunan,
dan keshalihahan jiwa menjadi penarik yang sangat kuat.
“Saya mohon kepadamu,” kata Abu Bakar kepada Rasulullah sebagaimana
dikisahkan Anas dalam Fatimah Az Zahra, “Sudilah kiranya engkau menikahkan
Fathimah denganku.” Dalam riwayat lain, Abu Bakar melamar melalui putrinya
sekaligus Ummul Mukminin Aisyah.
Mendapat pinangan dari lelaki shalih itu, Rasulullah hanya terdiam dan berpaling.
“Sesungguhnya, Fathimah masih kecil,” kata beliau dalam riwayat lain. “Hai Abu
Bakar, tunggulah sampai ada keputusan,” kata Rasulullah. Yang terakhir ini
diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam Ath Thabaqat. Maksud Rasulullah dengan
menunggu keputusan adalah keputusan dari Allah atas kondisi dan keadaan itu,
apakah menerima pinangan itu atau tidak.
Ketika Umar bin Khathab mendengar cerita ini dari Abu Bakar langsung, ia
mengatakan, “Hai Abu Bakar, beliau menolak pinanganmu.”
page 3 / 8
Anuraga Jayanegara | Argumentasi, Lelaki Shalih, dan Cinta
Copyright Anuraga Jayanegara [email protected]
http://anuragaja.staff.ipb.ac.id/2010/11/26/argumentasi-lelaki-shalih-dan-cinta/
Kemudian Umar mengambil kesempatan itu. Ia mendatangi Rasulullah dan
menyampaikan pinangannya untuk menikahi Fathimah binti Muhammad.
Tujuannya tidak terlalu berbeda dengan Abu Bakar. Bahkan jawaban yang
diberikan Rasulullah kepada Umar pun sama dengan jawaban yang diberikan
kepada Abu Bakar. “Sesungguhnya, Fathimah masih kecil,” ujar beliau. “Tunggulah
sampai ada keputusan,” kata Rasulullah.
Ketika Abu Bakar mendengar cerita ini dari Umar bin Khathab langsung, ia
mengatakan, “Hai Umar, beliau menolak pinanganmu.”
Kita bisa membayangkan itu? Dua orang lelaki paling shalih di masa hidup
Rasulullah pun ditolak pinangannya. Abu Bakar adalah sahabat paling utama di
antara seluruh sahabat yang ada. Kepercayaannya kepada Islam dan kerasulan
begitu murni, tanpa reverse ataupun setitis keraguan. Karena itulah ia mendapat
julukan Ash Shiddiq. Ia adalah lelaki yang disebutkan Al Qur’an sebagai pengiring
jalan hijrah Rasulullah di dalam gua. Ia adalah dai yang banyak memasukkan para
pembesar Mekah dalam pelukan Islam. Ia adalah pembebas budak-budak muslim
yang senantiasa tertindas. Ia adalah lelaki yang menginfakkan seluruh hartanya
untuk jihad, dan hanya menyisakan Allah dan Rasul-Nya bagi seluruh keluarganya.
Ia adalah orang yang ingin diangkat sebagai kekasih oleh Rasulullah. Ia adalah
salah satu lelaki yang telah dijamin menginjakkan tumitnya di kesejukan taman
jannah. Namun, lelaki shalih ini ditolak pinangannya secara halus oleh Rasulullah.
Sementara, siapa tidak mengenal lelaki shalih lain bernama Umar bin Khathab. Ia
adalah pembeda antara kebenaran dan kebathilan. Ia dan Hamzah lah yang telah
mengangkat kemuliaan kaum muslimin di masa-masa awal perkembangannya di
Mekah. Ia lelaki yang seringkali firasatnya mendahului turunnya wahyu dan
ayat-ayat ilahi kepada Rasulullah. Ia adalah lelaki yang dengan keberaniannya
menantang kaum musyrikin saat ia akan berangkat hijrah, ia melambungkan nama
Islam. Ia lelaki yang sangat mencintai keadilan dan menegakkannya tatkala ia
menggantikan posisi Rasulullah dan Abu Bakar di kemudian hari. Ia pula yang di
kemudian hari membuka kunci-kunci dunia dan membebaskan negeri-negeri untuk
menerima cahaya Islam. Namun, lelaki shalih ini ditolak pinangannya secara halus
oleh Rasulullah.
Mari kita simak kenapa pinangan dua lelaki shalih ini ditolak Rasulullah. Ketika itu,
Ali bin Abi Thalib datang menemui Rasulullah. Shahabat-shahabatnya dari Anshar,
keluarga, bahkan dalam sebuah riwayat termasuk pula dua lelaki shalih terdahulu
page 4 / 8
Anuraga Jayanegara | Argumentasi, Lelaki Shalih, dan Cinta
Copyright Anuraga Jayanegara [email protected]
http://anuragaja.staff.ipb.ac.id/2010/11/26/argumentasi-lelaki-shalih-dan-cinta/
mendorongnya untuk datang meminang Fathimah binti Muhammad kepada
Rasulullah. Ia menemui Rasulullah dan memberi salam.
“Hai anak Abu Thalib,” sapa Rasulullah pada Ali dengan nama kunyahnya, ”Ada
perlu apa?”
Simaklah jawaban lugu yang disampaikan Ali kepada Rasulullah sebagaimana
dinukil Ibnu Sa’d dalam Ath Thabaqat. “Aku terkenang pada Fathimah binti
Rasulullah,” katanya lirih hampir tak terdengar. Dengar dan rasakan kepolosan dan
kepasrahan dari setiap diksi yang terucap dari Ali bin Abi Thalib itu. Kepolosan dan
kepasrahan seorang pecinta akan cintanya yang demikian lama. Ia menggunakan
pilihan kata yang sangat lembut di dalam jiwa, “Terkenang.” Kata ini mewakili
keterlamaan rasa dan gelora yang terpendam, bertunas menembus langit-langit
realita, transliterasi rasa.
“Ahlan wa sahlan!” kata Rasulullah menyambut perkataan Ali. Senyum mengiringi
rangkaian kata itu meluncur dari bibir mulia Rasulullah. Kita tidak usah sebingung
Ali memahami jawaban Rasulullah. Jawaban itu bermakna bahwa pinangan Ali
diterima oleh Rasulullah seperti yang dipahami rekan-rekan Ali.
Mari kita biarkan Ali dengan kebahagiaan diterima pinangannya oleh Rasulullah.
Mari kita melihat dari perspektif yang lebih fokus untuk memahami penolakan
pinangan dua lelaki shalih sebelumnya dan penerimaan lelaki shalih yang ini. Kita
boleh punya pendapat tersendiri tentang masalah ini.
Ketika Rasulullah menjelaskan alasan kepada Abu Bakar dan Umar berupa
penolakan halus, kita tidak bisa menerimanya secara letter lijk. Sebab bisa jadi itu
adalah bahasa kias yang digunakan Rasulullah. Misalnya ketika Rasulullah
mengatakan bahwa Fathimah masih kecil, tentu saja ini tidak bisa diterjemahkan
sebagai kecil secara harfiah, sebab saat itu usia Fathimah sudah hampir delapan
belas tahun. Sebuah usia yang cukup matang untuk ukuran masa itu dan bangsa
Arab. Sementara Rasulullah sendiri berumah tangga dengan Aisyah pada usia
setengah usia Fathimah saat itu. Maka, kita harus memahami kalimat penolakan
itu sebagai bahasa kias.
page 5 / 8
Anuraga Jayanegara | Argumentasi, Lelaki Shalih, dan Cinta
Copyright Anuraga Jayanegara [email protected]
http://anuragaja.staff.ipb.ac.id/2010/11/26/argumentasi-lelaki-shalih-dan-cinta/
Saat Rasulullah meminta Abu Bakar dan Umar bin Khathab untuk menunggu
keputusan, ini juga diterjemahkan sebagai penolakan sebagaimana dipahami dua
lelaki shalih itu. Jadi, pernyataan Rasulullah itu bukan pernyataan untuk
menggantung pinangan, sebab jika pinangan itu digantung, tentu saja Umar dan
Ali tidak boleh meminang Fathimah. Pernyataan itu adalah sebuah penolakan
halus.
Atau bisa jadi, saat itu Rasulullah punya harapan lain bahwa Ali bin Abi Thalib akan
melamar Fathimah. Beliau tahu sebab sejak kecil Ali telah bersamanya dan banyak
bergaul dengan Fathimah. Interaksi yang lama dua muda mudi sangat potensial
menumbuhkan tunas cinta dan memekarkan kuncup jiwanya. Ini dibuktikan dari
pernyataan Rasulullah untuk meminta dua lelaki shalih itu menunggu keputusan
Allah tentang pinangannya. Jadi, dalam hal ini kemungkinan Rasulullah mengetahui
bahwa putrinya dan Ali telah saling mencintai. Sehingga Rasulullah pun punya
harapan pada keduanya untuk menikah. Rasulullah hanya sedang menunggu
pinangan Ali. Di masa mendatang sejarah membuktikan ketika Ali dan Fathimah
sudah menikah, ia berkata kepada Ali, suaminya, “Aku pernah satu kali merasakan
jatuh cinta pada seorang pemuda.” Saya yakin kita tahu siapa yang dimaksud oleh
Fathimah. Ini perspektif saya.
Hal ini diperkuat oleh pernyataan singkat Ali, “Aku terkenang pada Fathimah binti
Rasulullah.” Satu kalimat itu sudah mewakili apa yang diinginkan Ali. Rasulullah
sangat memahami ini. Beliau adalah seseorang yang sangat peka akan apa-apa
yang diinginkan orang lain dari dirinya. Beliau memiliki empati terhadap orang lain
dengan demikian kuat. Beliau memahami bentuk sempurna keinginan seseorang
seperti Ali dengan beberapa kata saja.
Dan jawaban Rasulullah pun menunjukkan hal yang serupa, “Ahlan wa sahlan!”
Ungkapan sambutan selamat datang atas sebuah penantian.
Jadi, dengan perspektif ini, kita akan memahami bahwa lelaki shalih yang datang
untuk meminang bisa ditolak pinangannya, tanpa akan menimbulkan fitnah di
muka bumi ataupun kerusakan yang meluas. Wanita shalihah yang dipinang
Salman Al Farisi telah menunjukkan kepada kita, bahwa ia mencintai Abud Darda’
dan menolak pinangan lelaki shalih dari Persia itu. Rasulullah pun telah
menunjukkan pada kita bahwa ia menolak pinangan dua lelaki tershalih di
masanya karena Fathimah mencintai lelaki shalih yang lain, Ali Bin Abu Thalib. Di
sini, kita belajar bahwa cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak, dan
page 6 / 8
Anuraga Jayanegara | Argumentasi, Lelaki Shalih, dan Cinta
Copyright Anuraga Jayanegara [email protected]
http://anuragaja.staff.ipb.ac.id/2010/11/26/argumentasi-lelaki-shalih-dan-cinta/
cinta adalah argumentasi yang shahih untuk mempermudah jalan bagi kedua
pecinta berada dalam singgasana pernikahan.
Mari kita dengarkan sebuah kisah yang dikisahkan Ibnu Abbas dan diabadikan oleh
Imam Ibnu Majah. Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah. “Wahai
Rasulullah,” kata lelaki itu, “Seorang anak yatim perempuan yang dalam
tanggunganku telah dipinang dua orang lelaki, ada yang kaya dan ada yang
miskin.”
“Kami lebih memilih lelaki kaya,” lanjutnya berkisah, “Tapi dia lebih memilih lelaki
yang miskin.” Ia meminta pertimbangan kepada Rasulullah atas sikap yang
sebaiknya dilakukannya. “Kami,” jawab Rasulullah, “Tidak melihat sesuatu yang
lebih baik dari pernikahan bagi dua orang yang saling mencintai, lam nara lil
mutahabbaini mitslan nikahi.”
Cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak. Di telinga dan jiwa lelaki ini,
perkataan Rasulullah itu laksana setitis embun di kegersangan hati. Menumbuhkan
tunas yang hampir mati diterpa badai kemarau dan panasnya bara api.
Seakan-akan Rasulullah mengatakannya khusus hanya untuk dirinya. Seakan-akan
Rasulullah mengingatkannya akan ikhtiar dan agar tiada sesal di kemudian hari.
“Cinta itu,” kata Prof. Dr. Abdul Halim Abu Syuqqah dalam Tahrirul Ma’rah fi ‘Ashrir
Risalah, “Adalah perasaan yang baik dengan kebaikan tujuan jika tujuannya adalah
menikah.” Artinya yang satu menjadikan yang lainnya sebagai teman hidup dalam
bingkai pernikahan.
Dengan maksud yang serupa, Imam Al Hakim mencatat bahwa Rasulullah
bersabda tentang dua manusia yang saling mencintai. “Tidak ada yang bisa dilihat
(lebih indah) oleh orang-orang yang saling mencintai,” kata Rasulullah, “Seperti
halnya pernikahan.” Ya, tidak ada yang lebih indah. Ini adalah perkataan
Rasulullah. Dan lelaki ini meyakini bahwa perkataan beliau adalah kebenaran.
Karena bagi dua orang yang saling mencintai, memang tidak ada yang lebih indah
selain pernikahan. Karena cintalah yang menghapus fitnah di muka bumi dan
memperbaiki kerusakan yang meluas, insya Allah.
page 7 / 8
Anuraga Jayanegara | Argumentasi, Lelaki Shalih, dan Cinta
Copyright Anuraga Jayanegara [email protected]
http://anuragaja.staff.ipb.ac.id/2010/11/26/argumentasi-lelaki-shalih-dan-cinta/
Cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak, dan cinta adalah
argumentasi yang shahih untuk mempermudah jalan bagi kedua pecinta berada
dalam singgasana pernikahan.
page 8 / 8
Download