RS UNAIR Tangani Kasus Facial Cleft untuk Pertama

advertisement
RS UNAIR Tangani Kasus Facial
Cleft untuk Pertama Kali
UNAIR NEWS – Gadis asal Lumajang bernama Tutik Handayani itu
sedikit berbeda dengan teman sebayanya. Tutik tumbuh dengan
kondisi wajah abnormal dan kehilangan fungsi penglihatan pada
matanya. Ada beberapa celah yang membuat bentuk wajahnya tidak
dapat menyatu seperti wajah normal pada umumnya. Dalam medis,
kondisi tersebut dikenal dengan istilah facial cleft.
Facial cleft adalah kelainan dalam ketidaksesuaian
(malformasi) kongenital bentuk pada tengkorak dan wajah yang
mencakup celah dan berkembang ke dalam berbagai bentuk.
Insidensi malformasi kongenital adalah 1 dari 33 kelahiran.
Facial cleft sendiri melibatkan daerah sekitar mulut dan
hidung hingga jaringan lunak dan tulang pada dagu, mata,
telinga, kening dan dapat sampai ke batas rambut.
Menurut dr. Indri Lakshmi Putri, Sp.BP-RE (KKF) selaku tim
dokter bedah plastik Rumah Sakit Universitas Airlangga (RS
UNAIR) yang menangani kasus Tutik, mengatakan bahwa operasi
facial cleft termasuk kasus sulit akibat terlambat ditangani.
Pasalnya, Tutik baru saja melaksanakan operasi tahap pertama
saat dirinya sudah menginjak usia remaja. Operasi tahap
pertama Tutik dilaksanakan di RS UNAIR, Kamis (18/8). Sekadar
informasi, operasi facial cleft ini baru pertama kali
dilakukan di RS UNAIR.
Keterlambatan penanganan terhadap kasus yang dialami Tutik
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan kondisi ekonomi.
Ditambah pula kesalahpahaman saat pengurusan rujukan BPJS
Kesehatan. “Pasien terkendala ketidaktahuan dan keuangan.
Sehingga, saat ini mata pasien sudah buta keduanya karena
terlambat operasinya. Selain itu kesalahpahaman saat rujukan
BPJS Kesehatan juga menyebabkan tertundanya operasi hingga
selama ini,” ujar dokter Putri.
Adanya anggapan bahwa operasi Tutik tergolong operasi
kecantikan menyulitkan proses bantuan biaya pengobatan.
Padahal definisi operasi kecantikan adalah ketika kondisi
normal yang ingin dibuat supernormal. Sedangkan, untuk
mengubah kondisi tidak normal menjadi normal tergolong operasi
rekonstruksi, sama halnya dengan kasus Tutik.
Selain kehilangan fungsi penglihatan, beberapa fungsi pada
alat indera lainnya juga berkembang tidak normal. Seperti
fungsi mengunyah karena bentuk gigi yang berkembang tidak
normal, dan fungsi bicara yang terganggu akibat celah di
langit-langit sehingga mengganggu proses keluarnya suara.
Operasi tahap pertama dilakukan untuk menutup celah pada
wajah. Dokter yang tergabung dalam tim ini terdiri dari ahli
anestesi, bedah plastik, dan mata. Pada operasi yang berjalan
selama delapan jam itu difokuskan untuk menangani jaringan
lunak sekitar kelopak mata, dan bibir. Sedangkan, pada tahap
selanjutnya akan dilakukan penutupan celah langit-langit dan
sudut bibir yang nantinya disesuaikan dengan perkembangan
hasil operasi tahap pertama.
Penulis: Okky Putri Rahayu
Editor: Defrina Sukma S.
Download