BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam 30 tahun terakhir, pemerintah hanya menyediakan dana sekitar 820 juta Dolar Amerika Serikat (AS) untuk sector sanitasi, ini berarti bahwa setiap penduduk Indonesia hanya mendapatkan 200 rupiah pertahunnya. Jumlah ini sangat sedikit mengingat kebutuhan dana yang sebenarnya adalah 47 ribu rupiah per orang pertahun. (ISSDP & AMPL, 2006) Sanitasi sebagai suatu upaya pengendalian terhadap seluruh faktor-faktor fisik, kimia dan biologi yang menimbulkan suatu kerusakan atau terganggunya perkembangan dan kesehatan manusia baik fisik, mental maupun sosial serta kelangsungan kehidupan manusia dalam lingkungan. Upaya pengendalian tersebut dapat dilakukan melalui pembangunan dan penyediaan prasarana dan sarana sanitasi seperti penyediaan air minum, penyaluran dan pengolahan air limbah, pengelolaan persampahan dan drainase lingkungan. Kurangnya akses masyarakat terhadap sarana sanitasi menyebabkan lebih dari 25% masyarakat Indonesia masih membuang limbahnya secara langsung ke sungai, tempat terbuka dan sebagainya, yang sangat potensial mencemari lingkungan. Urbanisasi masyarakat dari pedesaan ke perkotaan merupakan salah satu faktor yang memberikan kontribusi terhadap terbentuknya kawasan kumuh (slum area) di perkotaan. Masyarakat pedesaan yang pada umumnya tidak memiliki ketrampilan yang memadai menggiring mereka untuk bekerja di sektor informal dengan pendapatan yang relatif rendah. Kalangan masyarakat inilah yang termarjinalkan menjadi masyarakat miskin perkotaan (urban poor). Tingginya harga lahan untuk permukiman di perkotaan menyebabkan masyarakat miskin perkotaan ini menempati lahan kota secara ilegal seperti bantaran sungai, pesisir pantai dan lahan terbuka kota lainnya, sehingga terbentuklah kawasan–kawasan kumuh. Buku Putih Sanitasi Kota Malang 1 Kawasan kumuh pada umumnya merupakan kawasan dengan sanitasi lingkungan yang buruk. Sebagaian besar masyarakat miskin perkotaan tidak memiliki kartu identitas (Kartu Tanda Penduduk) yang legal. Kondisi ini menyebabkan akses masyarakat miskin perkotaan ini terhadap berbagai pelayanan publik sangat rendah bahkan tertutup sama sekali. Sehingga, kawasan ini tidak memiliki sarana sanitasi yang memadai, baik dalam hal penyediaan air bersih, penyaluran air limbah, pengelolaan persampahan, maupun drainase lingkungan yang memadai. Di samping itu, laju perkembangan kawasan perkotaan dengan berbagai fungsi yang semakin kompleks tidak sejalan dengan pembangunan sarana sanitasi. Keterbatasan dana dan prioritas pelaksanaan berbagai sektor pembangunan yang tidak proporsional juga menyebabkan pembangunan sarana sanitasi belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan sarana sanitasi. Kondisi ini merupakan suatu tantangan bagi pemerintah dan masyarakat untuk dapat mencapai sasaran dari MDGs. Di Kota Malang telah dibentuk kelompok kerja sanitasi guna menyusun konsep dan strategi pengembangan sanitasi di wilayah perkotaan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat perkotaan. Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi bertugas untuk menyiapkan strategi pengembangan sanitasi di Kota Malang yang didampingi oleh tenaga konsultan yang berfungsi sebagai fasilitator. Agar diperoleh strategi yang tepat, dibutuhkan suatu proses pemetaan kondisi sanitasi yang tepat pula. Hasil pemetaan kondisi fisik sanitasi dan perilaku masyarakat kota, dituangkan dalam Buku Putih (White Book). Buku Putih Sanitasi inilah yang akan dijadikan dasar dalam penyusunan strategi sanitasi skala kota (City-wide Sanitation Strategy). 1.2 PENGERTIAN DASAR SANITASI Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Buku Putih Sanitasi Kota Malang 2 Bahaya ini mungkin bisa terjadi secara fisik, mikrobiologi dan agen-agen kimia atau biologis dari penyakit terkait. Bahan buangan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan terdiri dari: tinja manusia atau binatang, sisa bahan-bahan padat, air bahan industri dan bahan buangan pertanian. 1.3 MAKSUD DAN TUJUAN Buku Putih Sanitasi ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang jelas dan faktual mengenai kondisi sanitasi dan perilaku masyarakat yang berkaitan dengan sanitasi di Kota Malang pada saat ini. Pemetaan kondisi dan profil sanitasi (sanitation mapping) dilakukan untuk menetapkan zona sanitasi prioritas yang penetapannya berdasarkan urutan potensi resiko kesehatan lingkungan (priority setting). Dalam Buku Putih ini, priority setting dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang tersedia, hasil studi Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk Assessment) atau EHRA, dan persepsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota Malang yang menangani secara langsung pembangunan sektor sanitasi di Kota Malang. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam proses penyusunan Buku Putih ini adalah pembangunan kapasitas (capacity building) Pemerintah Kota beserta masyarakat pemangku kepentingan untuk mampu mengidentifikasi, memetakan, menyusun rencana tindak dan menetapkan strategi pengembangan sanitasi kota. Di samping itu, pembentukan Pokja Sanitasi diharapkan dapat menjadi cikal bakal suatu badan permanen yang akan menangani dan mengelola program pembangunan dan pengembangan sanitasi di tingkat kota. 1.4 PENDEKATAN DAN METODOLOGI Dalam penyusunan Buku Putih ini, langkah-langkah pendekatan dari bawah (bottom-up approach) yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. pertemuan secara berkala dengan anggota Pokja yang dikoordinasikan oleh Bappeda Kota Malang selaku Ketua Pokja Buku Putih Sanitasi Kota Malang 3 b. Meninjau tempat-tempat yang dilayani program sanitasi c. Diskusi yang bersifat teknis dan mendalam juga akan dilakukan dengan pihakpihak yang terlibat dalam sanitasi. Diskusi untuk memberikan gambaran yang lebih jelas terkait kondisi yang ada serta upaya-upaya yang telah, sedang dan akan dilakukan untuk meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat di bidang sanitasi d. Melaksanakan Lokakarya Penilaian dan Pemetaan Sanitasi Kota e. Adapun metode yang diterapkan dalam pengumpulan data adalah: Pengumpulan Data primer dengan survey langsung kepada masyarakat Pengumpulan Data sekunder dari SKPD terkait 1.5 POSISI BUKU PUTIH Buku putih adalah sebuah dokumen produk dari anggota Pokja yang anggotanya terdiri dari beberapa instansi terkait dan LSM pemerhati lingkungan, yang akan dijadikan acuan sebagai dasar penyusunan strategi sanitasi kota (SSK) yang merupakan program jangka menengah (3 s.d 5 tahun). Visi, misi, tujuan dan strategi pembangunan sanitasi diuraikan dalam buku ini. Buku Putih dijadikan dasar bagi instansi dan pemangku kepentingan dalam menjalankan program sanitasi. 1.6 SUMBER DATA Sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diambil secara langsung melalui survey ataupun observasi lapangan yang diwujudkan dalam Laporan EHRA (Environmental Health Risk Assessment) dan survey peran media. Data sekunder didapatkan dari : a. data dari instansi terkait b. studi kelembagaan pengelolaan sanitasi c. studi keuangan pengelolaan sanitasi d. studi partisipasi sektor swasta Buku Putih Sanitasi Kota Malang 4 e. studi penilaian partisipasi masyarakat dan isu jender 1.7 PERATURAN PERUNDANGAN Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun 2006 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21 Tahun 2006 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan. Buku Putih Sanitasi Kota Malang 5 BAB II GAMBARAN UMUM KOTA MALANG 2.1 GEOGRAFIS, TOPOGRAFI DAN GEOHIDROLOGI Secara geografis Kota Malang terletak pada koordinat 112o 06’ - 112o 07’ Bujur Timur dan 7o06’ - 8o02’ Lintang Selatan. Kota Malang dikelilingi oleh gunung-gunung yaitu Gunung Arjuno di sebelah utara, Gunung Semeru di sebelah Timur, gunung Kawi dan Panderman di sebelah Barat serta Gunung Kelud di sebelah Selatan. Wilayah Kota Malang merupakan daerah perbukitan dan dan dataran tinggi serta dilewati oleh sungai baik sungai besar maupun sungai kecil. Berikut adalah tipologi dari wilayah Kota Malang. A. Daerah Dataran Tinggi Daerah dengan ketinggian antara 200 – 499 meter dari permukaan air laut. Penyebaran Daerah wilayah dataran tinggi meliputi daerah kecamatan Klojen, Sukun, Lowokwaru, Blimbing dan Daerah Kecamatan Kedungkandang bagian barat. Tingkat kemiringan di dataran tinggi cukup bervariasi, di beberapa tempat merupakan suatu daerah dataran dengan kemiringan 2 – 5º, sedang dibagian lembah perbukitan rata-rata kemiringan 8 – 15% . Keadaan Fisik. Material dasar wilayah dataran tinggi batuannya terdiri dari alluvial kelabu bahan induk dari endapan batuan sedimen. Daerah dataran tinggi beriklim tropis, menurut klasifikasi Koppen digolongkan dalam tipe iklim tropis AW. Berdasarkan pada curah hujan rata-rata tahunan temperatur, musim hujan biasanya terjadi pada bulan Oktober sampai Pebruari sedangkan musim kemarau pada bulan Mei sampai September. Buku Putih Sanitasi Kota Malang 6 Sedangkan curah hujan rata-rata di daerah dataran tinggi antara 1000 - 1500 mm/th dengan keadaan angin di dataran tinggi rata-rata arah angin pada bulan Oktober - April bertiup dari arah barat laut dan bersifat basah/ penghujan. Dan untuk Bulan April Oktober bertiup dari arah tenggara angin bersifat kering/kemarau. Endapan yang terjadi di dataran tinggi relatif tipis sehingga tidak mempengaruhi aktivitas kehidupan. Matahari terbit antara pukul 5.15 - 5.30 WIB dan terbenam pukul 17.17 - 17.30 WIB. B. Daerah Perbukitan. Daerah dengan ketinggian antara 500 - 999 m dari permukaan laut. Daerah Perbukitan Rendah adalah daerah yang reliefnya relatif datar, dengan beda ketinggian antara 5 - 25 m, yang terdapat pada ketinggian 200 - 499 m dpal. Penyebaran daerah perbukitan wilayah Kota Malang dengan ketinggian antara 500 - 999 m di atas permukaan air laut yang terdapat di bagian timur Kecamatan Kedungkandang. Daerah berbukit ini memanjang dari utara ke selatan dengan permukaannya bergelombang yaitu Gunung Buring. Daerah perbukitan rata-rata mempunyai kemiringan lereng antara 15 - 40º. Bentuk daerah perbukitan merupakan bukit-bukit angkatan dengan batuan tuff vulkan dan batu pasir (land stone) yang luas. Keadaan fisik berupa perbukitan dengan komplek perumahan Buring Hill dan Perumahan Buring satelit dan ladang penduduk. Iklim. Daerah perbukitan beriklim tropis dengan type iklim tropis AW. C. Sungai-sungai 1. Sungai Brantas. Panjang 58.078 m dan lebar 50 meter. Debit air rata-rata maksimum 20.160 m3/detik, dengan debit air rata-rata minimum 8.181 m3/detik. Mata air berasal dari Gunung Anjasmoro. Dasar sungai berbentuk U terdiri dari batu granit dan arus air agak lemah pada musim kema meter rau dan sedangkan pada musin penghujan deras. Kedalaman air rata-rata 4 meter. 2. Sungai Bango. Panjang sungai kira-kira 11.061 meter dan lebar antara 30 meter. Debit air maksimum 16.240 m3/detik, sedangkan debit air minimum 11.342 m3/detik. Mata air berasal dari Gunung Tunggangan dengan dasar sungai berbentuk U, berbatu. Arus air lemah dimusim kemarau sedangkan di usim penghujan deras. Kedalaman air rata-rata 6 meter. 3. Sungai Amprong. Buku Putih Sanitasi Kota Malang 7 Panjang sungai kira-kira 44.831 meter dan lebar antara 30 meter. Debit air maksimum 10.261 m3 /detik. dan debit air minimum 7.011 m3/detik. Mata air berasal dari Gunung Batu. Dasar kali berbentuk U, berbatu. Arus air lemah dimusim kemarau dan musim penghujan deras dengan kedalaman air rata-rata 4 meter. 4. Sungai Mewek. Panjang sungai 8.647 m dan lebar 20 m. Debit air rata-rata maksimum 0.456 m3/detik dan debit air rata-rata minimum 0.228 m3/detik dengan dasar kali berbentuk U, berbatu. Arus air lemah dengan kedalaman air rata-rata 3 meter. 5. Sungai Kajar. Panjang sungai 11.318 meter lebar 15 meter. Debit air maksimum 0,672 m 3/detik dan debit air minimum 0,224 m3/detik. Dasar kali berbentuk U, berbatu, arus air lemah dengan kedalaman air rata-rata 2 meter. 6. Sungai Metro. Panjang sungai adalah berkisar antara 5.233 meter dan lebar 30 meter. Debit air maksimum 4.752 m3/detik dan debit air minimum 1.721 m3/detik. Dasar kali berbentuk U, berbatu dengan kedalaman air rata-rata 3 meter. Pada umumnya, sungai-sungai di Wilayah Kota Malang berfungsi untuk irigasi dan saluran pembuangan air dan juga di beberapa tempat dimanfaatkan sebagai air minum yang dikelola PDAM. D. Sumber air 1. Mata air. Kebutuhan air di Kota Malang disuplai dari Sumber air yang berasal dari sumber Polowijen I, Polowijen II dan Polowijen III dengan debit maksimum 25 l/dt, dan debit minimum 10 l/dt, sumber air debit maksimum 5 l/dt, dan minimum 3 l/dt. Penampungan air untuk Kodya Malang terdapat di Dinoyo dan Betek dengan kapasitas masing-masing 3.000 m3 berasal dari Sumber Wendit Kecamatan Pakis dan Sumber Karangan kecamatan Karangploso, Sumberbinangun, Kecamatan Batu serta Sumbersari, Kecamatan Karangploso. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Malang yang memproduksi air minum untuk kebutuhan Kota Malang dengan produksi air minum selama tahun 2004 sebesar Buku Putih Sanitasi Kota Malang 8 40.730.933 m3 dengan jumlah pelanggan sebanyak 79.465 pelanggan sedangkan yang didistribusi menurut jenis pelanggan sebesar 24.941.661 m3 terbagi untuk kebutuhan rumah tangga, niaga, industri, sosial, perkantoran, pelabuhan dan lain-lain. 2. Sumur Sumur yang ada di wilayah Kota Malang hampir tersebar di setiap kecamatan dengan kedalaman 5 - 25 m dengan warna air pada umumnya jernih. E. Lahan. Lahan di Wilayah Kota Malang berupa perkebunan, tegalan, sawah. Penggunaan lahan dipengaruhi oleh kondisi medan dan jenis tanahnya. 1. Perkebunan Jenis perkebunan yang terdapat di Kota Malang adalah perkebunan swadaya masyarakat sendiri yang memanfaatkan pekarangan ataupun lahan rumah. Penyebaran perkebunan terdapat di wilayah Kedungkandang, Lowokwaru, dan Sukun. Jenis tumbuhan perkebunan yang ditanam di daerah Kota Malang yaitu kelapa, kopi, dan cengkeh. Pengelolaan perkebunan pada umumnya dikelola oleh Pemerintah bersama rakyat serta perkebunan traditional yang dilakukan oleh masyarakat dengan bimbingan dari Pemda setempat. Pemanfaatan perkebunan yang ada dapat dimanfaatkan sebagai sumber logistik wilayah Kota Malang dan untuk meningkatkan penghasilan masyarakat serta pendapatan daerah. 2. Tegalan Jenis tanaman yang ada, yaitu berupa tanaman sayur mayur, padi, jagung, ubi jalar serta tanaman keras berumur pendek. Fungsinya, digunakan untuk menanam tanaman pangan dan untuk tanaman lainnya yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah Kota Malang. Lokasi dan luas penyebarannya, tegalan dan pekarangan penyebarannya terdapat di Kedungkandang dan Sukun, dan Lowokwaru. Tegalan umumnya ditanam berbagai ragam tumbuhan berupa padi, jagung, ubi jalar. Pemanfaatan hasil dari lahan tegalan dapat digunakan sebagai sumber bahan pangan masyarakat setempat. 3. Sawah Buku Putih Sanitasi Kota Malang 9 Jenis. Jenis sawah yang dominant adalah sawah irigasi tehnis seluas 1.523,343 ha dan sederhana non tehnis seluas 6.918,156 ha. Sawah dapat difungsikan sebagai lahan pertanian dengan hasil utama padi. Lokasi persawahan terdapat di wilayah Kedungkandang , Sukun dan Lowokwaru. Tanaman yang ada di persawahan berupa tanaman padi, dan sayur mayur. Mengingat adanya sistim pengairan tehnis yang intensif maka lahan pertanian yang ada cukup baik. Ada persawahan yang dapat dikembangkan dengan penanganan secara intensif terutama di sepanjang aliran sungai (DAS). F. Batuan dan Tanah 1. Batuan Jenis batuan yang ada adalah batuan sedimen yang berasal dari sedimen kwarter berupa napal, batu kapur, kerikil dan sebagainya. Batuan pasir dan batu kapur dapat digunakan untuk bahan bangunan, misalnya pembuatan jalan, bendungan, jembatan, rumah dan lain-lain. 2. Tanah Jenis tanah di Wilayah Kota Malang dapat dikelompokan menjadi empat: Alluvial Terbentuk oleh bahan alluvial dan koluvial. Topografinya datar sampai sedikit bergelombang di daerah dataran, daerah cekung dan daerah aliran sungai. Tekstur tanahnya liat dan berpasir. Konsistensi teguh (lembab) plastik bila basah dan keras bila kering. Kepekaan erosinya besar. Kandungan organik rendah. Permeabilitas rendah. Pemanfaatan tanah ini untuk persawahan dan tanah pertanian. Daya dukung untuk kepentingan militer, dalam kondisi tanah yang kering bagus, dapat dilalui oleh semua jenis kendaraan militer karena bertekstur pasir. Untuk tanah yang basah, dapat menghambat gerakan pasukan, terutama pasukan kavaleri dan artileri medan. Persebaran tanah ini terdapat di seluruh wilayah Blimbing, Kedungkandang, Lowokwaru, Sukun dan Klojen. Tanah Litosol Terbentuk oleh batuan beku,sedimen keras, bahan induknya tuff vulkan. Topografinya bergelombang. Tekstur aneka, berpasir. Konsistensi teguh (Lembab), lekat/lengket bila basah dan keras bila kering. Kepekaan erosi besar, kandungan organic rendah. Permeabilitas beraneka. Persebaran tanah ini terdapat di wilayah Kedungkadang. Buku Putih Sanitasi Kota Malang 10 Tanah Andosol Terbentuk oleh abu dan tuff vulcano, topografinya datar, bergelombang melandai dan berbukit. Tekstur tanah lempung hingga debu,liat menurun. Konsistensi gembur, licin rasanya dijari. Struktur tanah, makin kebawah agak gumpal. Kepekaan erosi besar baik terhadap erosi air, angin. Kandungan mineral tanah sedang. Permeabilitas sedang dan persebarannya di daerah Lowokwaru dan Sukun. Komplek Mediteran Bahan induknya terbentuk oleh batu kapur keras, batuan sedimen dan tuf volkan basa. Topografinya berombak hingga berbukit. Tekstur tanahnya lempung hingga liat. Konsistensi gembur hingga teguh. Struktur gumpal hingga gumpal bersudut. Kepekaan erosi besar Kandungan unsur hara tergantung dari bahan induk umumnya relatif tinggi kadarnya. Permeabilitas sedang. Kepekaan erosi besar hingga sedang, dan persebarannya. di Klojen, Sukun dan Lowokwaru. G. Iklim Kondisi iklim Kota Malang selama tahun 2006 tercatat rata-rata suhu udara berkisar antara 22,2°C - 24,5°C. Sedangkan suhu maksimum mencapai 32,3°C dan suhu minimum 17,8°C . Rata kelembaban udara berkisar 74% - 82%. dengan kelembaban maksimum 97% dan minimum mencapai 37%. Seperti umumnya daerah lain di Indonesia, Kota Malang mengikuti perubahan putaran 2 iklim, musim hujan, dan musim kemarau. Dari hasil pengamatan Stasiun Klimatologi Karangploso Curah hujan yang relatif tinggi terjadi pada bulan Januari, Pebruari, Maret, April, dan Desember. Sedangkan pada bulan Juni, Agustus, dan Nopember curah hujan relatif rendah. 2.2 ADMINISTRATIF Kota Malang merupakan wilayah di Propinsi Jawa Timur yang terdiri dari 5 (lima) wilayah kecamatan dan 57 desa. Mencakup luas wilayah 110,06 km2 dengan perincian sebagai berikut: a. Kecamatan Klojen dengan luas 8,83 km2, terbagi menjadi 89 RW dan 674 RT b. Kecamatan Kedungkandang dengan luas 39,89 km2, terbagi menjadi 110 RW dan 822 RT. c. Kecamatan Blimbing dengan luas 17,77 km2, terbagi menjadi 123 RW dan 880 Buku Putih Sanitasi Kota Malang 11 RT. d. Kecamatan Sukun dengan luas 20,97 km2; terbagi menjadi 86 RW dan 820 RT; dan e. Kecamatan Lowokwaru dengan luas 22,60 km2 terbagi menjadi 118 RW dan 739 RT. Tabel 2.1: Nama-nama KelurahanMenurut Kecamatan KECAMATAN Klojen Kedungkandang Blimbing Sukun Lowokwaru Kauman Madyopuro Arjosari Mulyorejo Tunjungsekar Kasin Cemorokandang Purwodadi Pisangcandi Tulusrejo Bareng Wonokoyo Blimbing Tanjungrejo Ketawanggede Samaan Bumiayu Purwantoro Bakalankrajan Tasikmadu Rampal Celaket Tlogowaru Bunulrejo Karangbesuki Tlogomas Kidul Dalem Kedungkandang Kesatrian Sukun Merjosari Penanggungan Lesanpuro Polehan Ciptomulyo Dinoyo Gading Kasri Sawejajar Jodipan Kebonsari Mojolangu Klojen Buring Balearjosari Gadang Jatimulyo Sukoharjo Mergosono Polowijen Bandungrejosari Tulungwulung Oro-oro Dowo Arjowinangun Pandanwangi Bandulan Sumbersari Kotagama Lowokwaru Sumber: BPS Kota Malang Batasan wilayah administratif dari Kota Malang adalah di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Singosari dan Kecamatan Karang Ploso Kabupaten Malang, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pakis dan Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tajinan dan Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang, dan Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Wagir dan Kecamatan Dau Kabupaten Malang. Buku Putih Sanitasi Kota Malang 12 Buku Putih Sanitasi Kota Malang 13 Buku Putih Sanitasi Kota Malang 14 2.3 KEPENDUDUKAN Data kependudukan sangat diperlukan dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan karena penduduk merupakan subyek dan sekaligus sebagai obyek pembangunan. Data penduduk dapat diperoleh melalui beberapa cara yaitu melalui Sensus Penduduk, Registrasi Penduduk, dan Survei survey kependudukan. Menurut hasil Proyeksi Penduduk pada tahun 2007 penduduk Kota Malang sebanyak 816.444 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 407.959 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 408.485 jiwa. Dengan demikian rasio jenis kelamin penduduk Kota Malang sebesar 99,87. Ini artinya bahwa setiap 100 penduduk perempuan terdapat 99 penduduk laki-laki. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2000, pada periode 1990–2000 rata-rata laju pertumbuhan penduduk setiap tahunnya adalah 0,86 %. Dilihat dari penyebarannya,diantara 5 kecamatan yang ada Kecamatan Lowokwaru memiliki penduduk terbanyak yaitu sebesar 194.331 jiwa, kemudian diikuti oleh kecamatan Kedungkandang (182.534 jiwa), Kecamatan Sukun (170.201 jiwa), Kecamatan Blimbing ( 167.555 jiwa) dan KecamatanKlojen (101.823 jiwa). Sedangkan wilayah dengan kepadatan penduduk tertinggi terjadi di wilayah Kecamatan Klojen yaitu mencapai 11.531 jiwaper Km2, sedangkan terendah diwilayah Kecamatan Kedungkandang sebesar 4.576 jiwa per Km2 . Diagram Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan Tahun 2007 Buku Putih Sanitasi Kota Malang 15 Tabel 2.2: Banyaknya Penduduk Menurut Kecamatan Dirinci Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin Tahun 2007 Kecamatan Jumlah Penduduk Jumlah Rasio Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan (1) (2) (3) (4) (5) Kedungkandang 78.229 78.734 156.963 99.36 Sukun 90.269 89.330 179.599 101.05 Klojen 61.211 63.975 125.186 95.68 Blimbing 85.790 85.435 171.225 100.42 Lowokwaru 86.904 82.090 168.994 105.86 Jumlah 402.403 399.564 801.967 100.71 Sumber: Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil 2.4 PENDIDIKAN Kota Malang dikenal sebagai kota pendidikan, hal ini karena banyaknya fasilitas pendidikan yang tersedia mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak, SD sampai Pendidikan Tinggi dan jenis pendidikan non-formal seperti kursus bahasa asing dan kursus komputer, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Diagram Rasio Murid Terhadap Guru Menurut Tingkat Sekolah 2007/2008 Sumber: Dinas Pendidikan Kota Malang Buku Putih Sanitasi Kota Malang 16 Pada tingkat sekolah dasar (SD) jumlah sekolah yang ada sebanyak 252. Jumlah murid seluruhnya 72.837 murid dan 2.989 guru. Sedangkan jumlah SMP sebanyak 90 sekolah, SMU sebanyak 48 sekolah dan SMK sebanyak 46 sekolah. Sedangkan rasio murid terhadap guru SD, SMP, SMU, SMK masing-masing 24, 14, 10, 12. Banyaknya sekolah MI 48 unit, MTs 24 unit dan MA 13 unit. Perguruan tinggi negeri (PTN) di Kota Malang sebanyak 4 PTN. 2.5 KESEHATAN Peningkatan pelayanan kesehatan tidak terlepas dari ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai. Berikut adalah table sarana kesehatan jenis penyakit yang banyak diderita di tingkat Puskesmas. Tabel 2.3: Jumlah Sarana Kesehatan Menurut Jenis Tahun 2007 Sarana Kesehatan Tahun 2007 1. Rumah Sakit Umum 9 2. Rumah Sakit Khusus Bedah 1 3. Rumah Sakit Anak dan Bersalin 6 4. Rumah Sakit Bersalin 3 5. Rumah Bersalin 10 6. Puskesmas 15 7. Puskesmas Pembantu 33 8. Puskesmas Keliling 15 9. BP di luar Rumah Sakit 63 10. BP Gigi di Luar Rumah Sakit 20 11. Klinik KB 49 12. Apotik 145 13. Rumah Obat 10 14. Laboratorium Medis 21 Sumber; Dinas Kesehatan Kota Malang Buku Putih Sanitasi Kota Malang 17 Tabel 2.4: Jumlah Penderita Dirinci menurut Sepuluh Jenis Penyakit Terbanyak Penderitanya di Puskesmas Tahun 2007 Jenis Penyakit Penderita Infeksi akut lain pada saluran pernafasan bagian atas 170,111 2 Penyakit pada Sistem Otot dan Jaringan Pengikat 54,268 3 Penyakit Tekanan Darah Tinggi 39,574 4 Tukak lambung (+ gastritis ) 31,163 5 Infeksi lain pada saluran pernafasan bagian atas 30,669 6 Penyakit kulit alergi 23,009 7 Penyakit gusi dan jaringan periodental 21,741 8 Penyakit pulpa dan jaringan periapikal 20,649 9 Diare ( termasuk tersangka kolera ) 17,955 10 Stomatitis 16,442 12. Lain-lain 127,670 Sumber; Dinas Kesehatan Kota Malang 2.6 SOSIAL MASYARAKAT Masyarakat Kota Malang menganut beragam jenis agama, hal ini menunjukkan adanya toleransi yang baik antar agama. Agama yang dianut oleh masyarakat Kota Malang adalah islam, Kristen, katolik, hindu dan budha. Selain kelima agama tersebut ada sebagian masyarakat yang menganut kepercayaan lain. Pada tebel berikut ditunjukkan jumlah penduduk menurut jenis agama dan keyakinan yang dianut. Tabel 2.5: Jumlah Penduduk Menurut Agama dan Kecamatan Tahun 2007 Kecamatan Agama Islam Kristen Katolik Hindu Budha Lain-lain Kedungkandang 155,240 1,350 3,229 248 140 - Sukun 142,242 14,101 15,638 3,681 2,090 19 Klojen 108,576 7,368 8,864 1,375 1,582 103 Blimbing 131,844 19,995 15,373 1,750 1,520 60 Lowokwaru 149,781 7,339 7,108 790 1,111 - Jumlah 687,683 50,153 50,212 7,844 6,443 182 Sumber: Kantor Departemen Agama Kota Malang Buku Putih Sanitasi Kota Malang 18 Jumlah pencari kerja pada tahun 2006 yang terdaftar sebanyak 26.703 orang pencari kerja laki-laki dan perempuan sebanyak 22.446 orang. Sementara jumlah lowongan kerja yang tersedia 2.003 orang. Dengan demikian masih terjadi kesenjangan antara jumlah pencari kerja dengan jumlah lowongan kerja yang tersedia. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun2006 penduduk usia 10 tahun ke atas yang bekerja berdasarkan lapangan usaha tercatat paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor Perdagangan, Jasa jasa dan Industri, masing masing sebesar 32,50 persen; 30,38 persen dan 16,04 persen. Tabel 2.6 Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas yang BekerjaMenurut Lapangan Usaha Utama Lapangan Usaha Umum Jumlah Tenaga Kerja Persentase 1. Pertanian 6,595 1.80 2. Pertambangan & Penggalian 1,263 0.35 3. Industri 69,512 16.04 4. Listrik Gas & Air 2,018 0.55 5. . Konstruksi 16,657 4.55 6. Perdagangan 123,974 32.50 7. Angkutan dan Komunikasi 17,975 4.91 8. Keuangan 15,397 4.21 9. Jasa-jasa 108,226 30.38 10. Lainnya 4,419 1.21 366,036 96.50 Jumlah Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional 2007, BPS Kota Malang 2.7 PEREKONOMIAN Salah satu cara untuk mengetahui kinerja dari suatu wilayah antara lain dengan melihat seberapa besar nilai tambah yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi yang ada di suatu wilayah. Besaran nilai tambah yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi tersebut umumnya disebut dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Penghitungan besaran PDRB tersebut dapat dihitung dengan tiga pendekatan yaitu endekatan produksi, pendapatan, dan pengeluaran. Berdasarkan pendekatan produksi, dari seluruh factor produksi yang ada dikelompokkan ke dalam sembilan sektor, dimana faktor produksi tersebut dinilai berdasarkan atas harga tahun berjalan /berlaku dan atas harga dasar pada tahun dasar Buku Putih Sanitasi Kota Malang 19 (konstan) tertentu. Tahun yang dipergunakan sebagai tahun dasar penghitungan adalah tahun 2000. Dari hasil penghitungan, besaran nominal PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2007sebesar 20.543.001,92 (Juta Rp), sedangkan atas dasar harga konstan sebesar 11.380.769,63 (juta Rp). Sektor yang memberikan andil yang cukup signifikan secara berurutan adalah Sektor Industri Pengolahan; Perdagangan, Hotel dan Restoran; Jasa-jasa; Keuangan, persewaan dan Jasa Perusahaan; Angkutan dan Komunikasi. Salah satu indikator lain yang dapat menggambarkan kemajuan suatu wilayah adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tersebut dapat dihitung dari perubahan PDRB atas dasar harga konstan, dimana keadaan ini dapat menggambarkan kenaikan jumlah produksi dengan menghilangkan faktor perubahan harga. Pertumbuhan ekonomi Kota Malang pada tahun 2007 adalah 5,98 persen. Sektor yang mendukung pertumbuhan ekonomi antara lain sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan (7,12 persen); Perdagangan, Hotel dan Restoran (6,68 persen); Bangunan (0,28); Jasa-jasa (5,79 persen); Industri Pengolahan (5,41) Angkutan dan Komunikasi (4,0) dan Listrik, Gas dan Air Bersih (3,54). 2.8 VISI DAN MISI KOTA 2.8.1 Visi Pemerintah Kota Malang dalam pelaksanaan pembangunan berpedoman pada PROPEDA dimana dialamnya termuat Visi Kota Malang, yaitu : "TERWUJUDNYA KOTA MALANG YANG MANDIRI, BERBUDAYA, SEJAHTERA DAN BERWAWASAN LINGKUNGAN" Mandiri, artinya bahwa kedepan Kota Malang diharapkan mampu membiayai sendiri seluruh penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan dengan memanfaatkan segala sumber daya lokal (SDA, Potensi Daerah SDM yang dimiliki). Berbudaya, artinya bahwa pelaksanaan otonomi daerah tetap mengedepankan nilainilai Ke-Tuhanan, nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai kehidupan sosial masyarakat Kota Malang dan mengembangkan pendidikan untuk mengantisipasi perkembangan Kota Malang menuju kota Metropolis. Buku Putih Sanitasi Kota Malang 20 Sejahtera, artinya bahawa pelaksanaan pembangunan yang di laksanakan di Kota Malang kesemuanya diarahkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Kota, baik secara materiil maupun spirituil. Berwawasan Lingkungan, artinya bahwa pelaksanaan pembangunan yang di laksanakan tetap berupaya untuk menjaga kelestarian alam dan kualitas lingkungan serta pemukiman Kota Malang. 2.8.2 Misi Dalam rangka mewujudkan Visi Kota Malang tersebut, penjabaran Misi Kota Malang untuk tahun 2004 - 2008 adalah : 1. Mewujudkan Kota Malang sebagai kota pendidikan melalui peningkatan kualitas pendidikan bagi masyarakat miskin perkotaan; 2. Mewujudkan Kota Malang sebagai Kota Sehat melalui peningkatan kualitas kesehatan masyarakat bagi masyarakat kurang mampu dan meningkatkan penghijauan kota; 3. Mewujudkan semangat dan cita-cita reformasi dalam upaya pemulihan ekonomi kota menuju terwujudnya Indonesia baru berlandaskan pada: negara dengan pondasi system kehidupan ekonomi, social, budaya yang dijiwai prinsip-prinsip demokrasi kebangsaan dan keadilan social dalam ikut serta menertibkan persatuan dan kesatuan, serta kerukunan Kota Malang; 4. Mewujudkan tuntutan reformasi dalam tatanan system politik pemerintahan dan tatanan paradigma pembangunan berdasarkan pada: wawasan kebangsaan, demokrasi, persatuan dan kesatuan, otonomi daerah, iman dan takwa, budi pekerti, hak asasi manusia, dan keadilan sosial; 5. Mewujudkan upaya reformasi melalui pembenahan system administrasi publik dan system administrasi kebijakan publik, dengan syarat rasa kebersamaan seluruh masyarakat yang pluralistic, persatuan dan kesatuan, kerjasama dan merupakan gerakan rakyat; 6. Menjadikan tekad mengentaskan kemiskinan menjadi landasan prioritas pembangunan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa; 7. Mendayagunakan secara optimal potensi penduduk, posisi georafis strategis, dan sumberdaya alam yang memadai untuk memajukan masyarakat kota Malang dan kontribusi maksimal bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Buku Putih Sanitasi Kota Malang 21 BAB III PROFIL SANITASI KOTA 3.1 PROFIL SANITASI KOTA Dalam usahanya untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup di Kota Malang pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan tetap berupaya untuk menjaga kelestarian alam dan kualitas lingkungan serta pemukiman Kota Malang. Salah satu aspek yang penting dalam menjaga kulaitas lingkungan adalah dengan menjaga kondisi sanitasi kota. Profil sanitasi kota sebagai gambaran kondisi sanitasi Kota Malang ditinjau dalam bebrbagai aspek yaitu kesehatan lingkungan kesehatan dan pola hidup masyarakat, kuantitas dan kualitas air, limbah cair rumah tangga, limbah padat (sampah), drainase lingkungan, pencemaran udara, limbah industry dan penanganan limbah medis. Aspek aspek tersebut merupakan gambran kondisi riil yang saat ini sedang berjalan di Kota Malang. Tinjauan lebih jauh untuk masing masing aspek disajikan dalam sub bab berikut ini. 3.1.1. Kesehatan Lingkungan Kondisi kesehatan lingkungan di Kota Malang semakin menurun hal ini ditunjukkan oleh adanya peningkatan pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah maupun udara. Peningkatan pencemaran ini terjadi seiring dengan perkembangan jumlah penduduk kota yang harus diimbangi dengan berbagai fasilitas penunjang. Sebagai contoh adalah terjadinya pencemaran air baik di sungai maupun air tanah. Hal ini terjadi karena semakin banyaknya air limbah yang dihasilkan baik di tingkat rumah tangga, komersial maupun industri yang dibuang ke sungai atau diresapkan ke dalam tanah dengan atau tanpa pengolahan. Menurut data tahun 2005 di Kota Malang hanya terdapat jamban yang memenuhi syarat sebanyak 61.114 buah, dan yang belum memenuhi syarat sebanyak 126.371 buah, hal ini menunjukkan bahwa kondisi penanganan air limbah rumah tangga di Kota Malang masih sangat kurang. Sebagai dampaknya adalah kemungkinan timbulnya pencemaran terhadap air tanah yang mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit yang ditularkan melalui air. Hampir sama dengan kondisi di pencemaran air adalah adanya timbulan sampah yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan fasilitas penunjang Buku Putih Sanitasi Kota Malang 22 yang juga meningkat. Sebagai akibatnya masih sering terjadi kewalahan dalam penangan sampah mulai dari sumber sampah hingga ke tempat pemrosesan akhir sampah. Kondisi kesehatan lingkungan untuk udara juga semakin menurun karena semakin banyaknya polusi udara yang bersumber dari berbagai fasilitas penunjang kehidupan. Fasilitas tersebut diantaranya adalah kebutuhan perumahan yang mengakibatkan berkurangnya ruang terbuka hijau. Akibat dari berkurangnya ruang terbuka hijau bisa dirasakan saat ini suhu di Kota Malang semakin meningkat dan kuantitas air bersih semakin berkurang. Namun demikian berbagai upaya sudah dilakukan oleh pemerintah Kota Malang bersama pihak lain untuk meningkatkan kesehatan lingkungan. Usaha tersebut adalah dengan melakukan penghijauan dan peningkatan sarana sanitasi secara komunal di beberapa daerah dan mengupayakan pengelolaan sampah mulai dari tingkat rumah tangga. 3.1.2. Kesehatan dan Pola Hidup Masyarakat Sekitar 40.000 anak Indonesia meninggal setiap tahun akibat diare (Unicef, 2002; dikutip dari facts sheet ISSDP, 2006). Bukan hanya itu, diare juga ikut menyumbang pada angka kematian balita yang disebabkan faktor gizi buruk. Dalam studi global disimpulkan bahwa dari 3,6 juta kematian akibat gizi buruk, sekitar 23% ternyata disebabkan oleh diare (Fishman, dkk., 2004). Diare sebagai salah satu indicator penyakit akibat dari sanitasi yang buruk. Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Malang ditemui kasus diare di puskesmas sebesar 17,955 kasus sepanjang tahun 2007. Hal ini menunjukkan bahwa pola hidup masyarakat di Kota Malang masih perlu ditingkatkan menjadi lebih baik. Kesehatan dan pola hidup masyarakat dapat ditinjau melalui berbagai perilaku diantaranya adalah penerapan pola hidup bersih dan sehat. Pola hidup bersih dan sehat ini ditinjau dari berbagai aspek yaitu kebiasaan mencuci tangan, pola pembuangan sampah, kebiasaan buang air besar, kondisi drainse dan sumber air minum. Di Kota Malang kesadaran untuk mencuci tangan pakai sabun sebesar 95% hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Kota Malang memiliki tingkat kesadaran cukup tinggi. Namun pola pembuangan sampah masih dijumpai pola pembuangan yang kurang baik sedangkan untuk kebiasaan buang air besar juga masih dijumpai masyarakat yang tidak memiliki jamban yang memadai. Sebagai akibatnya penyebaran penyakit akibat sanitasi buruk masih sering dijumpai. Buku Putih Sanitasi Kota Malang 23 3.1.3. Kuantitas dan Kualitas Air Akses air bersih bagi Kota Malang didapatkan dari PDAM, air sumur, hidran umum dan sebagian kecil berasal dari sumber mata air. Sebagian besar akses air bersih dilayani oleh PDAM (perusahaan daerah air minum). Produksi air bersih oleh PDAM selama tahun 2007 sebesar 42.074.109 m3, dengan jumlah pelanggan PDAM di tahun 2007 sebanyak 86.840 pelanggan dengan konsumsi air minum sebanyak 23.367.064 m3. Namun demikian masih ada pula penduduk yang masih memanfaatkan air sumur atau hidran umum untuk pemenuhan kebutuhan air bersih sehari hari. Berikut adalah data jumlah pelanggan PDAM pada tahun 2007. Kualitas air PDAM Kota Malang telah memenuhi standar kualitas air minum, atau sudah sesuai dengan Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990. Hasil pemerikasaan labortorium yang dilakukan oleh pihak PDAM Kota Malang meliputi tiga parameter utama yaitu parameter fisik, kimia dan biologi. Hasil uji parameter untuk fisika berupa bau, kadar tds 120, dengan tingkat kekeruhan satu dan tidak berasa menunjukkan bahwa dari paremeter ini sudah masuk dalam standar baku mutu. Pemeriksaan parameter kimia menunjukkan bahwa tidak ada bahan kimia berbahaya misalnya air raksa, aluminium, fluoride dan berbagai kimia berbahaya lainnya. Untuk pemeriksaan mikrobiologi berupa kolofirmtinja dan total koliform tidak ditemukan di dalam air PDAM Kota Malang 3.1.4. Limbah Cair Rumah Tangga Kondisi limbah cair rumah tangga di Kota Malang ada sebagian yang sudah melalui proses pengolahan ada pula yang langsung di salurkan menuju sungai atau diresapkan ke dalam tanah. Pengelolaan limbah cair rumah tangga di Kota Malang sebagian besar masih memanfaatkan sistim pengolahan konvensional yaitu menggunakan septic tank di masingmasing rumah tangga, namun demikian kondisi septic tank ini belum menjamin bahwa hasil pengolahan sudah memenuhi persyaratan. Selain penggunaan septic tank pribadi terdapat pula sistim pengolahan secara komunal di berbagi tempat seperti di Kelurahan Mergosono, Ciptomulyo, Tlogomas dan lainlain. Buku Putih Sanitasi Kota Malang 24 3.1.5 Limbah Padat (Sampah) Pola penanganan sampah yang umum dilakukan oleh masyarakat di Kota Malang adalah dengan cara pengumpulan di masing-masing sumber sampah untuk kemudian diambil oleh petugas dan pada akhirnya dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah. Pola penanganan tersebut diatas banyak diterapkan di daerah pusat kota. Lain halnya untuk daerah pinggiran kota dan daerah di sepanjang bantaran Sungai Brantas. Pada daerah pinggiran kota yang tidak mendapatkan akses pengangkutan oleh petugas lebih banyak memanfaatkan lahan mereka masing-masing untuk mengubur sampah atau dengan cara dibakar, sedangkan untuk daerah bantaran Sungai Brantas dimana terdapat kemiringan yang sukup besar dan sempitnya jalan sehingga menyulitkan bagi petugas untuk mengambil sampah maka kecenderungannya adalah dengan membuang sampah langsung ke sungai. 3.1.6 Drainase Lingkungan Secara umum kondisi drainase di Kota Malang terutama pada saluran drainase tertutup, sebagian besar sudah cukup tua peninggalan jaman penjajahan Belanda. Kondisinya banyak mengalami penurunan kualitas seperti terjadinya penyumpatan dan tidak berfungsinya manhole sebagi street inlet. Keadaan ini sangat mengkhawatirkan bagi penduduk dan pengguna jalan apabila terjadi genangan air akibat peningkatan intensitas curah hujan. Data Saluran Drainase Di Kota Malang Tahun 2005 s/d Juni 2007 NO. 1 1 2 3 4 5 KECAMATAN 2005 PANJANG KONDISI (%) (Km) RUSAK BAIK 2 3 4 5 Blimbing 204.33 10.2 89.77 Klojen 87.55 16.63 83.37 Lowokwaru 151.18 25.1 74.9 Kedungkandang 34.90 29.86 70.14 Sukun 103.65 14.66 85.34 JUMLAH 581.61 19.30 80.70 SALURAN DRAINASE 2006 2007 PANJANG KONDISI (%) PANJANG KONDISI (%) (Km) (Km) RUSAK BAIK RUSAK BAIK 6 7 8 9 10 11 204.33 8.1 91.9 204.33 7.5 92.5 87.55 12 88 87.55 10.1 89.9 151.18 18.9 81.1 151.18 16.75 83.25 34.90 19.15 80.85 34.90 17.15 82.85 103.65 10 90 103.65 8.9 91.1 581.61 13.63 86.37 581.61 12.08 87.92 3.1.7 Limbah Industri Secara umum pembuangan limbah cair oleh industry di Kota Malang perlu mendapatkan perhatian khusus, hal ini terbukti oleh adanya beberapa kasus terakhir yang terjadi di Bendungan Sutami yang merupakans alah satu bendungan dari Sungai Bratas. Buku Putih Sanitasi Kota Malang 25 Kasus yang terjadi diantaranya adalah matinya ikan di Bendungan Sutami akibat akumulasi limbah organik tinggi dari pembuangan limbah industri yang selama tiga tahun terakhir selalu melebihi baku mutu. Penyebab lainnya, fluktuasi kandungan oksigen terlarut (KOT) yang ekstrem dan tidak ada mekanisme pengendalian pencemaran yang baik. 3.1.8 Limbah Medis Limbah medis dikategorikan menjadi tiga yaitu limbah infeksius, non infeksius dan bahan beracun berbahaya (B3). Penanganan untuk sampah (limbah padat) infeksius padat biasanya dilakukan pemusnahan dengan cara dibakar pada incinerator yang mampu menghasilkan suhu pembakaran hingga lebih dari 1000°C. Sedangkan untuk limbah padat non infeksius diperlakukan sama dengan penanganan sampah pada umumnya. Khusus untuk limbah B3 perlu mendapatkan penanganan secara khusus. Penanganan untuk limbah cair biasanya rumah sakit memiliki fasilitas berupa instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Dengan adanya IPAL ini diharapkan air limbah sudah mendpatkan pengolahan yang baik dan memnuhi standart baku mutu sehingga layak untuk dibuang. 3.2 PENGELOLAAN LIMBAH CAIR Kota Malang dengan jumlah penduduk 804.570 jiwa pada tahun 2005 hanya memiliki jamban yang memenuhi syarat sebanyak 61.114 buah, dan yang belum memenuhi syarat sebanyak 126.371 buah, hal ini menunjukkan bahwa kondisi penanganan limbah cair rumah tangga di KotaMalang masih cukup memprihatinkan. Kota Malang dengan jumlah penduduk, dengan jumlah jamban yang memenuhi syarat sebanyak buah, sedangkan yang tidak memenuhi syarat jauh lebih banyak yaitu menunjukkan bahwa sanitasi di Kota Malang cukup memprihatinkan. (Sumber: Dinas Kesehatan Kota Malang, 2005). Buku Putih Sanitasi Kota Malang 26 Tabel 3.1: Pemakaian Jamban di Kota Malang Jenis Jamban No. Kecamatan Cemplung Plengsengan Leher angsa tanpa tangki septik Leer angsa dengan tangki septik 1. Klojen 0 0 5.610 8.344 2. Blimbing 0 0 3.006 24.697 3. Kedung kandang 796 981 629 31.425 4. Sukun 402 823 4.170 17.596 5. Lowok waru 87 179 114 27.463 Sumber: Dinas Kesehatan Kota Malang, 2005 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) domestik saat ini menjadi kebutuhan yang sangat mendesak, hal ini mengingat ketersediaan lahan yang semakin sempit, yang dipicu oleh adanya pertambahan jumlah penduduk yang menuntut adanya pemenuhan kebutuhan akan perumahan dan sarana lainya. Tingkat perekonomian penduduk terutama penduduk dengan ekonomi lemah juga sangat memengaruhi mengingat untuk masyarakat ekonomi lemah tidak mampu membuat suatu pengolahan sendiri karena tidak ada dana. Satu hal lagi yang tidak kalah pentingnya adalah tidak adanya tingkat kesadaran yang tinggi dari masyarakat untuk hidup bersih dan sehat terutama dalam hal pembuangan limbah domestik. Kondisi tersebut di atas masih banyak dijumpai di Kota Malang, untuk itu Pemerintah Kota Malang bekerjasama dengan berbagai pihak berusaha menambah pembuatan Instalasi Pengolahan Air limbah Domestik. Tabel berikut ini menyajikan data beberapa IPAL dan IPLT yang sudah dibangun di Kota Malang beserta kapasitas, lokasi dan tahun pembangunannya. Tabel 3.2: IPAL Komunal di Kota Malang No. Jenis MCK Lokasi Kapasitas Dibangun 1. Modular Sewerage System Kel. Mergosono 6000 jiwa 1998 2. Modular Sewerage System Kel. Ciptomulyo 10.000 jiwa 1998 3. MCK Terpadu Tangki AG Kel. Tlogomas 100 kk 1986 4. MCK Terpadu Tangki AG RW. 01 Kel. Mergosono 150 kk 2003 5. MCK Terpadu Tangki AG Kel. Bareng 50 kk 1998 6. MCK Terpadu Tangki AG Kel. Samaan 50 kk 1998 7. MCK Terpadu Tangki AG Kel. Penaggungan 50 kk 1999 8. IPLT Supit Urang 5000 jiwa 2004 Sumber: Dinas Kebersihan Kota Malang. Buku Putih Sanitasi Kota Malang 27 3.2.1 Cakupan Pelayanan Dalam usahanya menangani permasalahan limbah cair rumah tangga, pemerintah bekerjasama dengan beberapa pihak membuat suatu sistim pengolahan secara komunal. Seperti terlihat pada tabel 3.2 disebutkan jenis MCK komunal yang sudah dibangun di beberapa tempat. Namun semua MCK tersebut tidak mampu melayani seluruh limbah cair rumah tangga yang dihasilkan oleh seluruh penduduk kota. Selain lokasi-lokasi tersebut (tabel 3.2) semua limbah rumah tangga masih diolah dengan cara konvensional atau langsung dialirkan menuju ke sungai atau diresapkan ke dalam tanah. 3.2.2 Aspek Teknis dan Teknologi Sanitasi air limbah domestik mencakup saluran pembuangan dan sistem pengolahan air buangan rumah tangga baik yang berasal dari WC, kamar mandi maupun dapur. Terdapat dua sistem pengolahan air limbah domestik yang digunakan yaitu sistem pengolahan secara individu di masing-masing rumah atau sering disebut on-site system, dan secara kolektif atau komunal yang sering disebut dengan off-site system. Pengolahan secara on-site biasanya dilakukan dengan membuat septic tank dan sumur resapan. Septic tank biasanya digunakan untuk mengolah limbah tinja yang kemudian disalurkan menuju ke bak atau sumur resapan, sedangkan untuk limbah yang berasal dari kamar mandi, kegiatan mencuci dan dapur langsung diresapkan ke dalam sumur resapan. Pengolahan secara komunal atau off site dimaksudkan adalah pengolahan dengan menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), dimana dibutuhkan saluran khusus yang membawa air limbah dari rumah-rumah menuju IPAL. a. Kondisi Pengolahan Limbah Domestik On-site System di Kota Malang Pengolahan air limbah domestik dengan On-site System banyak dijumpai di Kota Malang. Adapun teknologi atau pengolahan yang dipakai pada On-site system ini adalah jamban yang biasanya dibangun di masing-masing rumah atau di tempattempat tertentu dan dipakai secara bersama atau kolektif untuk beberapa rumah tangga. Penyediaan jamban ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor ekonomi dan ketersediaan lahan. Buku Putih Sanitasi Kota Malang 28 Tingkat ekonomi penduduk sedang dan tinggi mampu untuk membuat toilet yang memenuhi syarat di rumah masing-masing, sedangkan untuk masyarakat dengan penghasilan sedikit/rendah biasanya tidak bisa membuat jamban sendiri tetapi mereka mendapatkan fasilitas berupa jamban secara kolektif. Pada kenyataannya sampai saat ini masih sering dijumpai masyarakat ekonomi lemah yang tinggal di bantaran sungai memanfaatkan sungai sebagai tempat mandi dan buang air besar. Ketersediaan lahan juga merupakan faktor yang penting dalam penyediaan jamban. Untuk lokasi yang padat penduduknya dan tidak mempunyai lahan yang cukup untuk membuat jamban biasanya dibuatkan jamban bersama. Berikut adalah jenis jamban yang umumnya dipakai oleh masyarakat di Kota Malang: 1. Cubluk (toilet cemplung) Cubluk/toilet cemplung atau sistem sederhana ini menampung/menerima kotoran dalam lubang galian tanah di bawah toilet. Penguraian dari kotoran manusia menghasilkan gas-gas (karbon dioksida dan metana) dan mengurangi volume lumpur. Mengalirnya air ke dalam tanah di sekitarnya terjadi melalui tepian lubang dan dasar galian. Dampak dari sistem jamban ini adalah kotoran manusia akan meresap atau merembes langsung ke dalam tanah sehingga bisa mencemari air tanah. (UNEP, 2001). Saringan Pipa ventilasi Pasangan beton Jamban Cubluk (Sumber: UNEP, 2001) 2. Plengsengan Jamban plengsengan biasanya dibuat di daerah bantaran sungai. (Dinas Kesehatan Kota Malang, 2005). Manusia membuang kotoran langsung ke Buku Putih Sanitasi Kota Malang 29 sungai tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Dampak yang ditimbulkan adalah tercemarnya air sungai oleh bakteri yang berasal dari kotoran manusia. 3. Leher Angsa Tanpa Sarana Tangki Septik Jamban jenis ini mempunyai penyekat air yang berfungsi untuk mencegah bau dan masuknya serangga. Tinja dalam toilet diguyur dengan menyiramkan 2 sampai 3 liter air. Campuran air dan tinja tersebut masuk ke dalam lubang dengan cara yang sama dengan toilet cemplung. Proses penguraian tinja di dalam lubang juga sama. Semakin banyak air yang menyusup ke tanah di sekeliling lubang galian maka semakin besar potensi untuk mencemari air tanah. 4. Leher Angsa dengan Sarana Tangki Septik Pada jenis ini kotoran manusia tidak langsung dibuang atau masuk ke dalam tanah, tetapi melalu pengolahan yang disebut dengan tangki septik. Tangki septik adalah tangki kedap air, biasanya berada di bawah tanah dan menerima buangan limbah kotoran manusia dan air limbah dari rumah tangga. Setelah tinja diuraikan atau mengalami pengolahan dalam tangki septik kemudian dialirkan menuju ke tangki resapan. Pada tangki resapan ini kandungan pencemar dari tinja maupun air limbah rumah tangga sudah berkurang sehingga aman untuk dibuang atau diresapkan ke dalam tanah. Survai EHRA menemukan fasilitas BAB di Kota Malang yang paling umum dilaporkan oleh rumah tangga adalah jamban siram/ leher angsa yang disalurkan ke tangki septik. Proporsinya adalah sekitar 69,4% (siram dan non siram). Sementara, proporsi rumah tangga yang membuang tinja langsung ke ruang terbuka mencakup sekitar 19%, yang terdiri dari 1) Jamban siram disalurkan ke sungai/ kali/ parit (15,2%), Jamban nonsiram yang disalurkan ke sungai/ kali/ parit (1,2%), 3) gantung di atas sungai/ kolam (0,4%) dan 4) tidak ada fasilitas: di sungai/ kali/ parit/ got (2,5%). Berdasarkan hasil survey EHRA ditemui bahwa kualitas tangki septik di Kota Malang 59% tidak aman, 32,7% tidak dispesifikasi dan diduga aman hanya 8,3%. Penentuan kondisi aman didasarkan pada hasil survey bahwa septik tank dibangun kurang dari lima thun lalu dan dibangun lebih dari lima tahun lalu dan pernah dikuras/dikosongkan kurang dari lima tahun. Sedangkan kriteria tidak aman ditentukan berdasarkan kondisi sebaliknya. Buku Putih Sanitasi Kota Malang 30 Tabel 3.3: Fekuensi dan Prosentase penggunaan Sarana Jamban Frekuensi Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke sewerage Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke tangki septik Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke cubluk Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke lobang galian Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke sungai/ kali/ parit Jamban siram/leher angsa disalurkan ke tidak tahu kemana Jamban non siram/ tanpa leher angsa salur ke tangki septik Jamban non siram/ tanpa leher angsa salur ke cubluk Jamban non siram/ tanpa leher angsa salur ke lobang galian Jamban nonsiram/tanpa leher angsa salur ke sungai/kali/parit Gantung di atas sungai/ kolam Tidak ada fasilitas: Di sungai/ kali/ parit/ got Di tempat kerja Di fasilitas jamban umum lain Lainnya (catat) Tidak tahu Total 52 1658 10 1 356 5 34 15 6 40 10 68 1 21 3 1 2280 Prosentas e 2,3 72,7 ,4 ,1 15,6 ,2 1,5 ,6 ,2 1,8 ,4 3,0 ,0 ,9 ,1 ,1 100,0 b. Kondisi Pengolahan Limbah Domestik Off-site System di Kota Malang Pengolahan air limbah domestik di Kota Malang selain memakai on-site system juga memakai off-site system atau sering disebut Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) domestik. Kondisi IPAL domestik yang ada saat ini sebagian masih berfungsi dengan baik dan sebagian lagi tidak. Beberapa faktor yang mengakibatkan IPAL domestik menjadi kurang berfungsi atau bahkan tidak berfungsi sama sekali adalah kapasitas air limbah yang masuk ke dalam IPAL sudah tidak sesuai dengan desain perencanaan, rusaknya bangunan IPAL serta kurangnya perawatan. Beberapa IPAL yang masih berfungsi dengan baik hingga saat ini adalah: IPAL MSS Mergosono di Kelurahan Mergosono; IPAL MSS Ciptomulyo di Kelurahan Ciptomulyo; IPAL hasil kerjasama antara Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan Perum Jasa Tirta I (PJT 1) di Kelurahan Tlogomas dan MCK Tangki AG di Kelurahan Tlogomas. Dari keseluruhan IPAL yang ada di Kota Malang, hampir seluruhnya menggunakan sistem pengolahan secara hayati. Sistem pengolahan secara hayati adalah pengolahan air limbah yang memanfaatkan mikroorganisme untuk menguraikan bahan pencemar. Buku Putih Sanitasi Kota Malang 31 Selain IPAL, di Kota Malang juga dibangun Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) di Kelurahan Supiturang. IPLT ini berfungsi untuk mengolah lumpur tinja hasil dari penyedotan tinja dari rumah-rumah penduduk di seluruh Kota Malang. Pengolahan yang dipakai pada IPLT ini menggunakan pengolahan secara hayati dan fisikawi.(Sumber: Dinas Kebersihan Kota Malang, 2005). 3.2.3 Permasalahan Permasalahan yang saat ini timbul dalam usaha menangani masalah limbah cair rumah tangga adalah belum adanya kesadaran yang tinggi dari masyarakat dan pemerintah untuk lebih serius melihat dampak negatif dari adanya limbah cair yang dibuang tanpa melalui proses pengolahan. Dampak yang terjadi adalah adanya pencemaran baik terhadap air tanah, tanah maupun sungai. Bagi sebagian masyarakat urban yang tinggal disepanjang bantaran sungai mereka lebih banyak membuang limbah cair rumah tangga mereka ke sungai hal ini dipicu oleh adanya permasalahan ekonomi maupun tidak tersedianya lahan. Bagi sebagian penduduk Kota Malang yang memiliki tingkat perekonomian yang baik, mereka mampu untuk membuat sebuah pengolahan berupa tangki septik yang memenuhi syarat, namun bagi pendudk yang memiliki pendapatan rendah, terutama untuk daerah kawasan kumuh, mereka tidak mampu untuk membuat septik tank secara mandiri. Ketersediaan lahan yang sangat minim terutama untuk daerah urban juga menjadi permasalahan yang cukup berat dalam usaha menangani masalah limbah cair ruma tangga. 3.3 LIMBAH PADAT (SAMPAH) Pengelolaan sampah perkotaan merupakan permasalahan yang akan terus menerus dihadapi baik oleh pemerintah kota maupun penduduk kota. Seiring dengan betambahnya jumlah penduduk tidak akan terlepas dari bertambahnya jumlah volume sampah. Sementara tempat pembuangan akhir sampah semakin hari semakin penuh. 3.3.1 Cakupan Pelayanan Masalah yang cukup penting kaitannya dengan kebersihan wilayah adalah pengelolaan sampah kota. Dari 259.636 m3 yang dihasilkan masyarakat Kota Malang pada Tahun 2007, yang dapat diangkut oleh pihak Dinas Kebersihan Kota Malang sebanyak 223.494 m3 dan oleh pihak ketiga 32.902 m3, sedangkan 3.240 m3 tidak terangkut ke tempat pembuangan akhir dibuat kompos. Buku Putih Sanitasi Kota Malang 32 Diagram Penerima Layanan Mendapat layanan pengangkutan 84,3 Tidak mendapat layanan pengangkutan 15,7 0 20 40 60 80 100 Terkait dengan penerimaan layanan pengangkutan sampah, diagram di atas menunjukkan bahwa sekitar 84% dari total rumah tangga di Kota Malang ditemui menerima layanan pengangkutan. Sementara, sekitar 16% melaporkan belum menerima layanan pengangkutan. Mereka yang masuk dalam kategori penerima layanan pengangkutan sampah adalah mereka yang mengumpulkan sampah di rumah atau di tempat bersama di luar rumah untuk kemudian diangkut oleh petugas pengangkutan secara rutin. 3.3.2 Aspek Teknis dan Operasional Sistem penangan sampah yang umum dilakukan di Kota Malang adalah dengan mengumpulkan sampah mulai dari sumber sampah untuk kemudian diangkut oleh petugas (pasukan kuning) untuk dibawa ke tempat pembuangan sementara. Dari tempat pembuangan sementara ini kemudian diambil lagi untuk diangkut menuju ke tempat pembuangan akhir. a. Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Pada Tahun 2007 menurut Dinas Kebersihan Kota Malang, di Kota Malang tersedia sarana tempat penampungan sampah sementara sebanyak 75 buah dengan jumlah masing-masing kecamatan sebagai berikut: 1. Kecamatan Kedungkandang : 9 buah 2. Kecamatan Sukun : 20 buah 3. Kecamatan Klojen : 13 buah 4. Kecamatan Blimbing : 20 buah Buku Putih Sanitasi Kota Malang 33 5. Kecamatan Lowokwaru : 13 buah b. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Fasilitas pembuangan akhir sampah (TPA) di Kota Malang hanya terdapat satu buah yang berlokasi di Kecamatan Sukun. Menurut data dari Dinas Kebersihan Kota Malang pada Tahun 2007 luas areanya sudah mencapai 13,20 Ha. 3.3.3 Permasalahan Permasalahan sampah tidak hanya menjadi tanggung jawab dari pemerintah namun seharusnya menjadi tanggung jawab semua pihak. Permasalahan yang ada saat ini adalah semakin berkurangnya daya tampung TPA sementara sampah yang ditampung semakin lama semakin banyak seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan tingkat konsumsi mayarakat yang semakin beragam. Selain permasalahan di TPA, dijumpai juga permasalahan mengenai tingkat pelayanan pengangkutan sampah yang belum cukup memadai, sebagai akibatnya sebagian besar masyarakat di pinggiran kota belum menikmati pelayanan pengangkutan. Bagi masyarakat urban yang tinggal di pinggiran sungai, mereka memiliki permasalahan sendiri karena sulitnya petugas dalam menjangkau sampah dari rumah-rumah sehinga mereka cenderung untuk membuang sampah di sungai. 3.4 PENGELOLAAN DRAINASI Secara umum kondisi drainase di Kota Malang terutama pada saluran drainase tertutup, sebagian besar sudah cukup tua peninggalan jaman penjajahan Belanda. Kondisinya banyak mengalami penurunan kualitas seperti terjadinya penyumpatan dan tidak berfungsinya manhole sebagi street inlet. Keadaan ini sangat mengkhawatirkan bagi penduduk dan pengguna jalan apabila terjadi genangan air akibat peningkatan intensitas curah hujan. 3.4.1 Aspek Teknis dan Operasional Ditinjau dari kondisi fisik kota yang merupakan dataran tinggi dengan aliran utama berupa sungai, maka saluran yang terdapat di Kota Malang dapat dibagi menjadi 2 (dua) saluran drainase makro dan drainase mikro. 1. Wilayah drainase makro 2. Drainase mikro, berkembang dengan 2 pola yaitu: Buku Putih Sanitasi Kota Malang 34 � Drainase tertutup, umumnya merupakan peninggalan Belanda yang terdapat pada kawasan perumahan mewah (Kawasan Ijen) dan pusat kota. � Drainase terbuka, umumnya merupakan upaya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah kota bersama dengan masyarakat setempat, telah tersedia merata di sisi kanan-kiri jalan. Selain berfungsi sebagai saluran pembuangan air hujan, drainase di Kota Malang juga difungsikan sebagai saluran pembuangan limbah domestik (mix drain) yang secara tidak langsung telah menimbulkan proses sedimentasi yang dapat berakibat terhadap terjadinya luapan air. Panjang saluran a. Saluran sekunder (m) : 8.446 (Kec. Klojen) b. Saluran primer (m) : 6.198 (Kec. Klojen) Daerah genangan a. Luas (Ha) : 1,00 b. Tinggi (cm) : 15 c. Lama (jam) : 1 d. Frekuensi (kali/tahun) : setiap hujan lebat 3.4.2 Permasalahan Permasalahan banjir di Kota Malang, di antaranya disebabkan perilaku masyarakat yang kesadaran kebersihan terhadap lingkungan masih rendah. Hal ini terbukti dengan ditemukannya saluran air atau drainase di Kota Malang yang terbengkalai tanpa perawatan. Sebagian di antara saluran, khususnya saluran terbuka, dipenuhi sampah dan gulma yang menghambat jalannya air. Banyaknya saluran yang kurang perawatan selayaknya mendapatkan perhatian serius dari pemerintah kota maupun masyarakat sendiri. Rendahnya partisipasi masyarakat merupakan faktor dominan yang menyebabkan timbulnya banjir di kawasannya sendiri. Sampah plastik merupakan penghambat jalan air yang paling banyak ditemukan. “Sudah menjadi kebiasaan di masyarakat, untuk membersihkan lingkungan di sekitarnya sendiri namun tidak di kawasan lain. Sebagai contoh, membuang sampah dari lingkungan rumahnya ke selokan,” katanya. Tumbuhnya gulma atau tanaman air, juga menjadi penyebab banjir yang cukup signifikan. Gulma yang menumpuk di pinggir saluran akan mempersempit jalan air karena Buku Putih Sanitasi Kota Malang 35 volume tampungnya pun juga berkurang. Seharusnya, agar drainase bisa berfungsi baik, diperlukan adanya pemeliharaan rutin. “ Penyebab lain yang memicu banjir atau genangan air, di antaranya sedimentasi. Endapan ini biasanya lebih parah pada drainase yang tertutup. 3.5 PENYEDIAAN AIR BERSIH Hasil survai EHRA menunjukkan bahwa di Kota Malang terdapat 2 (dua) sumber air minum yang menonjol, yakni 1) air ledeng PDAM dan 2) sumur. Air ledeng PDAM mencakup sekitar 47% rumah tangga. Ini terdiri dari rumah tangga yang mendapat air dari ledeng PDAM langsung di rumahnya (42%), di halaman rumahnya (2%), serta mereka yang mendapatkan air ledeng di luar bangunan rumah, hidran umum atau ledeng milik tetangga (3%). Pengguna sumur di Kota Malang mencakup sekitar 43% dari total populasi. Sekitar 29% di antaranya menggunakan sumur gali terlindungi yang relatif aman. Yang dimaksud dengan sumur terlindungi adalah sumur yang memiliki bertutup, memiliki cincin dan lantainya di semen. Selain itu, sekitar 12% memanfaatkan sumur bor yang juga dapat dikategorikan aman. Sementara, sekitar 3% menggunakan sumur gali tidak terlindungi. Seperti dapat disimak pada tabel di bawah ini, sumber-sumber air minum bagi rumah tangga di Kota Malang didominasi oleh air ledeng dan sumur. Selain ketiga sumber itu, proporsinya relatif kecil, yang agak menonjol adalah air botol kemasan (6%) dan isi ulang (3%). Kategori lainnya cakupannya kurang dari 1%. Tabel Data sumber air minum Di Kota Malang Lainnya Mata Air 8,8 0,5 Sumur 43,4 PDAM 47,3 0 20 40 Buku Putih Sanitasi Kota Malang 60 80 100 36 BAB IV RENCANA PROGRAM PENGEMBANGAN SANITASI YANG SEDANG BERJALAN 4.1 Visi dan Misi Sanitasi Kota Pada visi Kota Malang salah satu disebutkan adalah mewujudkan Kota Malang sebagai kota yang berwawasan lingkungan. Hal ini sebagai bukti bahwa Kota Malang perduli terhadap lingkungan. Dalam misi Kota Malang juga disebutkan bahwa Kota Malang ingin mewujudkan Kota sebagai Kota Sehat melalui peningkatan kualitas kesehatan masyarakat bagi masyarakat kurang mampu dan meningkatkan penghijauan kota. Salah satu perwujudan dari berwawasan lingkungan, dan kualitas kesehatan yang baik maka sebagai salah satu sasarannya adalah penangananan masalah sanitasi perkotaan. Sebagai usaha dalam penanganan masalah sanitasi pemerintah Kota Malang akan meningkatkan sarana prasarana sanitasi dan menciptakan masyarakat serta lingkungan yang sehat. Masyarakat yang sehat diwujudkan dengan cara dimarakkannya budaya hidup bersih dan sehat. 3.3 Strategi Penangan Sanitasi Kota 3.3.1 Rencana Peningkatan Pelayanan Pengelolaan Limbah Cair 1. Sistim Terpusat (Off Site). Upaya meningkatkan pelayanan pengolahan limbah cair rumah tangga dengan sistim terpusat (off site), sehingga dapat meningkatkan cakupan pelayanan. 2. Sistim (On Site) Sistem on site yang berupa septik tank individual perlu di kurangi, khususnya septik tank yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Sedangkan pemakaian septik tank komunal perlu disosialisasikan terutama didaerah perumahan baru atau didaerah yang belum padat hunian. 3. Sanimas. Sistem ini merupakan pengelolaan limbah rumah berbasis pada Sanitasi oleh Masyarakat yang melibatkan masyarakat miskin. Partisipasi masyarakat dalam hal ini sangat diharapkan agar sistem ini dapat berhasil dengan baik. Pada buku Master Plan Sanitasi kota Malang, sudah direncankan untuk membuat suatu sewerage sistim di beberapa lokasi di kota Malang. Dari hasil scoping pada pembuatan master plan sanitasi terdapat 4 (empat) kelurahan yang disimpulkan sebagai kelurahankelurahan yang perlu mendapatkan prioritas untuk memperoleh sarana sanitasi terlebih Buku Putih Sanitasi Kota Malang 37 dahulu yang bersifat pro poor dibandingkan dengan kelurahan-kelurahan yang lain di Kota Malang. Adapun keempat lokasi tersebut adalah: Kelurahan Jodipan, Kotalama, Lesanpuro dan Wonokoyo. Di lokasi-lokasi tersebut dilakukan peninjauan lapangan/survey sekaligus wawancara dengan kepala desa masing-masing guna mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan kondisi masyarakat dan lingkungan terutama yang berkaitan dengan kebiasaan dalam hal MCK dan kesehatan masyarakat dihubungkan dengan terjangkitnya penyakit akibat buruknya sanitasi. U Kel. Sawojajar Kel. Jodipan Kel. Lesanpuro Kel. Kotalama Kel. Wonokoyo Lokasi Kelurahan Hasil Scoping Buku Putih Sanitasi Kota Malang 38 Kel. Balearjosari (luas: 1,062 Ha) Kel. Jatimulyo (Luas 1,95 Ha) Kel. Purwodadi (luas: 2,41 Ha) U Kel. Blimbing (Luas: 1,43 Ha) Kel. Pandanwangi Luas : 1,56 Ha) Kel. Sawojajar (Luas : 1,97 Ha) Kel. Karang Besuki (Luas: 1,35 Ha) Kel. Kotalama (Luas : 0,24 Ha) Kel. Samaan (Luas: 0,47 Ha) Kel. Bandulan (Luas: 1,03 Ha) Kel. Kedungkandang (luas: 2,68 Ha) Kel. Kasin (Luas: 1,1 Ha) Kel. Buring (Luas: 0,78 Ha) Kel. Gadang (Luas : 0,57 Ha) Kel. Bumiayu (Luas: 1,03 Ha) Mapping Rencana Lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Kota Malang 1. Kelurahan Jodipan Kelurahan Jodipan termasuk dalam wilayah Kecamatan Blimbing yang mempunyai jumlah penduduk sebesar 14.718 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 305 jiwa/ha termasuk sebagai pemukiman padat. Mata pencaharian sebagian besar penduduk adalah pedagang atau wiraswasta. Lokasi wilayah Kelurahan Jodipan ± 1,1 km dari Balai Kota Malang yang mempunyai luas wilayah ± 48,3 ha, dengan batas-batas sebagai berikut: a. Bagian Utara, berbatasan dengan Kelurahan Kesatrian dan Kelurahan Polehan (Sungai Brantas); b. Bagian Timur, berbatasan dengan Kelurahan Kedungkandang (Sungai Brantas); Buku Putih Sanitasi Kota Malang 39 c. Bagian Selatan, berbatasan dengan Kelurahan Kotalama (Jl. Zainal Zakze); dan d. Bagian Barat berbatasan dengan Kelurahan Sukoharjo (Jl. G. Subroto). Secara umum kondisi lahan wilayah Jodipan cenderung miring ke timur yaitu ke arah Sungai Brantas dengan kemiringan cukup tajam (curam) dengan kemiringan tanah rata-rata 30 - 50. Daerah pemukiman padat berada di sebelah utara dan timur, yang terbagi menjadi dua oleh Jl. Juanda. Pada bagian utara dan timur Jl. H. Juanda terdapat pemukiman padat dengan sarana sanitasi yang kurang memadai, sebagian masyarakat daerah ini memanfaatkan saluran buangan air hujan sebagai sarana pembuangan limbah rumah tangga. Sedangkan pada bagian barat dan selatan Jl. Juanda hanya sebagian kecil penduduk yang belum mempunyai fasilitas sanitasi di daerah tersebut terdapat pipa riol existing yang dimanfaatkan sebagai sarana untuk membuang limbah rumah tangga, terutama penduduk yang berada di sekitar Jl. Jend. G. Subroto. Adanya Sungai Brantas yang membelah Kelurahan Jodipan, memudahkan sebagian besar masyarakat untuk melakukan aktifitas mandi, cuci dan kakus dengan memanfaatkan air Sungai Brantas. Kemudahan ini membawa dampak negatif bagi sebagian masyarakat yaitu kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya sarana sanitasi beberapa waktu yang lalu. Setelah adanya penyuluhan mengenai pentingnya sanitasi yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan saat ini masyarakat di Kelurahan Jodipan menghendaki adanya sarana sanitasi berupa Instalasi Pengolahan Air Limbah secara komunal. Akan tetapi dilihat dari kondisi ketersediaan lahan yang berada di Kelurahan Jodipan tidak memungkinkan untuk membuat IPAL Komunal dengan kapasitas yang besar. Selain lahan yang tidak tersedia juga ada kendala lain yaitu kurangnya dana untuk membuat IPAL. Jenis tanah yang terdapat di wilayah Kelurahan Jodipan adalah jenis tanah Alluvial Kelabu dengan tekstur tanahnya liat berpasir < 50%, kondisi permeabilitas tanah rendah sehingga kepekaan terhadap erosi tinggi. Jumlah curah hujan rata-rata pertahun 1500 – 1750 mm/th dan oleh karena tingkat penutup lahan yang tinggi (pemukiman, jalan aspal dll), maka wilayah kelurahan Jodipan rata-rata merupakan lokasi yang rawan banjir dan longsor. Dari informasi yang diberikan oleh Ketua RW I Kelurahan Jodipan didapatkan informasi bahwa masyarakat Jodipan mempunyai potensi yang besar untuk terkena diare, dengan rata-rata penderita diare perbulan sebanyak 9 (sembilan) orang. Hal ini Buku Putih Sanitasi Kota Malang 40 dipicu oleh adanya sanitasi yang buruk dan kebiasaan masyarakat yang melakukan aktifitas MCK di Sungai Brantas. U Pemukiman padat di tebing sungai Lahan kosong dan kuburan Pemukiman padat dan pasar Situasi Existing Kelurahan Jodipan 2. Kelurahan Kotalama Kelurahan Kotalama termasuk dalam Kecamatan Kedungkandang yang mempunyai jumlah penduduk sebesar 24.070 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 279 jiwa/ha. Sebagian besar penduduk Kotalama berada disekitar Sungai Brantas dan Sungai Bango yang termasuk pemukiman padat. Adapun lokasi wilayah Kotalama ± 1,7 km dari Balai Kota Malang dan mempunyai luas wilayah ± 86,4 ha, dengan batas-batas sebagai berikut : a. Bagian Utara berbatasan dengan Kelurahan Jodipan (Jl. Muharto); b. Bagian Timur berbatasan dengan Kelurahan Buring (Sungai Brantas); Buku Putih Sanitasi Kota Malang 41 c.Bagian Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sukoharjo (Sungai Brantas dan Jalan Kebalen); dan d. Bagian Barat berbatasan dengan Kelurahan Sukoharjo (Jl. Laksamana RE Martadinata). Berdasarkan letak topografi daerahnya terbagi menjadi 2 (dua), yaitu : a. Wilayah Barat, merupakan daerah dataran dengan kemiringan tanah ratarata 3º – 8º, sampai berbatasan dengan Sungai Brantas yang merupakan tanggul alam dengan kemiringan merupakan letak di tanggul alam Sungai Brantas, dengan demikian rata-rata kemiringan tanah antara 30 – 60º dan b. Wilayah Timur, merupakan daerah dataran dan tanggul alam sungai dengan kemiringan tanah 5 – 15º dan diapit oleh dua aliran sungai yaitu Sungai Brantas dan Sungai Bango. Jenis tanah yang terdapat di wilayah Kelurahan Kotalama adalah jenis tanah Alluvial Kelabu dengan tekstur tanahnya liat berpasir < 50%, kondisi permeabilitas tanah rendah sehingga kepekaan terhadap erosi tinggi. Sedangkan jumlah curah hujan ratarata pertahun 1500 – 1750 mm/th dan bagian Barat. Di Kelurahan Kotalama terdapat pipa riol buangan air hujan dari pasar yang dibuat oleh Belanda. Pipa-pipa riol tersebut juga dimanfaatkan penduduk untuk buangan dari rumah tangga baik WC maupun cucian/mandi. Pipa riol tersebut bermuara di Sungai Brantas. Sedangkan kondisi saat ini yang mempunyai tingkat penutup lahan tinggi (pemukiman, jalan aspal dll), maka wilayah kelurahan Kotalama rata-rata merupakan lokasi yang rawan banjir dan longsor. Pada bagian barat wilayah Kelurahan Kotalama terdapat fasilitas umum (Pasar Kebalen) dimana tanpa adanya fasilitas sanitasi yang memadai dan pelayanan air bersih di wilayah Kotalama baru mencapai 60% dan sebagian besar daerah layanan berada di sekitar Pasar Kebalen. Kebiasaan beberapa di pemukiman terpadat berada diantara Sungai Brantas dan Jl. Kebalen Timur di daerah tersebut umumnya penduduk masih mandi, mencuci dan buang air besar ke Sungai Brantas. Meskipun terdapat beberapa MCK yang kondisinya kurang terawat. Sedangkan fasilitas air bersih diambil dari mata air di sekitar bantaran Sungai Brantas atau dengan membuat sumur gali/ pompa. Buku Putih Sanitasi Kota Malang 42 U Pemukiman padat n pasar Pemukiman padat di tebing sungai Situasi Existing Kelurahan Kotalama 3. Kelurahan Lesanpuro Kelurahan Lesanpuro termasuk di dalam Kecamatan Kedungkandang yang mempunyai jumlah penduduk sebesar 16.116 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 55 jiwa per ha, dari data tersebut Kelurahan Lesanpuro termasuk dalam wilayah dengan kepadatan yang sedang. Lokasi wilayah Kelurahan Lesanpuro ± 2,6 km dari Balai Kota Malang dan mempunyai luas wilayah ± 293,3 Ha dengan batas-batas sebagai berikut : a. Bagian Utara berbatasan dengan Kelurahan Madyopuro (anak sungai Bango) b. Bagian Timur berbatasan dengan kelurahan Madyopuro (anak sungai Bango) c. Bagian Selatan berbatasan dengan Kelurahan Kedungkandang d. Bagian Barat berbatasan dengan Kelurahan Sawojajar Buku Putih Sanitasi Kota Malang 43 Berdasarkan letak topografi daerahnya terbagi menjadi 2 (dua) yang dipisahkan oleh Sungai Bango, sebagai berikut : a. Wilayah Barat merupakan daerah dataran dengan kemiringan tanah rata-rata 3 – 8º sampai berbatasan dengan sungai Bango merupakan lokasi pemukiman yang padat. Luas wilayah ini adalah 25% dari luas seluruh wilayah kelurahan; dan b. Wilayah Timur merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan tanah rata-rata 10 – 15º merupakan daerah tegalan dan kebun. Luas wilayah ini 75% dari seluruh luas wilayah kelurahan. Dari hasil wawancara dengan Kepala Kelurahan Lesanpuro didapatkan informasi bahwa sebagian besar penduduk mempunyai tempat tinggal dengan lahan masingmasing 500 m2, sehingga memungkinkan untuk membuat sarana pengolahan air limbah dengan on-site system. Namun didapati kenyataan bahwa masyarakat di Kelurahan Lesanpuro lebih memilih untuk melakukan aktifitas mandi, cuci dan kakus di Sungai Bango yang mengalir melewati Kelurahan Lesanpuro. Aktivitas masyarakat ini sulit untuk diubah karena adanya faktor budaya turun temurun. Tingkat kesehatan masyarakat di Kelurahan Lesanpuro dinilai berdasarkan jumlah penderita penyakit yang tertular lewat air. Penularan ini terjadi oleh adanya sanitasi yang buruk serta kebiasaan melakukan aktifitas MCK di Sungai Bango. Didapati kenyataan bahwa terdapat rata-rata 20 (dua puluh) orang penderita penyakit diare tiap bulannya selama tahun 2006. Kondisi ini cukup menjadi salah satu alasan dalam memprioritaskan Kelurahan Lesanpuro sebagai salah satu lokasi yang sangat membutuhkan IPAL. Untuk rencana jangka panjang, pembuatan IPAL di Kelurahan Lesanpuro masih sangat memungkinkan karena lahan yang ada saat ini masih cukup luas, dengan kemiringan lahan 10º terhadap Sungai Bango. Namun demikian perlu dipikirkan mengenai masalah merubah kebiasaan masyarakat yang melakukan aktivitas MCK di Sungai Bango. Air bersih yang didapatkan dari PDAM dimanfaatkan untuk kegiatan memasak dan lain-lain diluar aktivitas MCK. Jenis tanah di wilayah Kelurahan Lesanpuro terbagi menjadi 2 (dua) yang dibatasi oleh aliran Sungai Bango sebagai berikut: a. Pada bagian Barat jenis tanah Alluvial Kelabu dengan tekstur tanahnya liat berpasir < 50%, kondisi permeabilitas tanah rendah sehingga kepekaan terhadap erosi tinggi; dan Buku Putih Sanitasi Kota Malang 44 b. Pada bagian Timur jenis tanah adalah Latosol Coklat dengan tekstur tanah liat berlempung, kondisi permeabilitas tanah tinggi sehingga kepekaan terhadap erosi kecil. Tingkat kesehatan masyarakat di Kelurahan Lesanpuro dinilai berdasarkan jumlah penderita penyakit yang tertular lewat air. Penularan ini terjadi oleh adanya sanitasi yang buruk serta kebiasaan melakukan aktifitas MCK di Sungai Bango. Didapati kenyataan bahwa terdapat rata-rata 20 (dua puluh) orang penderita penyakit diare tiap bulannya selama tahun 2006. Kondisi ini cukup menjadi salah satu alasan dalam memprioritaskan Kelurahan Lesanpuro sebagai salah satu lokasi yang sangat membutuhkan IPAL. Pemukiman padat U Situasi Existing Kelurahan Lesanpuro Buku Putih Sanitasi Kota Malang 45 4. Kelurahan Wonokoyo Kelurahan Wonokoyo termasuk di dalam Kecamatan Kedung Kandang yang mempunyai jumlah penduduk sebesar 4.382 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 8 jiwa per ha, dari data tersebut Kelurahan Wonokoyo termasuk dalam wilayah dengan kepadatan yang jarang. Lokasi wilayah Kelurahan Wonokoyo ± 5,1 km dari Balai Kota Malang dan mempunyai luas wilayah ± 5,58 km 2 dengan batas-batas sebagai berikut : a. Bagian Utara berbatasan dengan Kelurahan Buring (Irigasi Bango) b. Bagian Timur berbatasan dengan kelurahan Telogowaru c. Bagian Selatan berbatasan dengan Kelurahan Telogowaru dan Kelurahan Arjowinangun d. Bagian Barat berbatasan dengan Kelurahan Bumiayu (Jl. Kedungkandang) Berdasarkan letak topografi daerahnya terbagi menjadi 2 (dua) yang dipisahkan oleh Irigasi Sungai Bango, sebagai berikut : a. Wilayah Barat merupakan daerah dataran dengan kemiringan tanah rata-rata 3 8º sampai berbatasan dengan sungai Bango merupakan lokasi pemukiman yang padat. Luas wilayah ini adalah 20% dari luas seluruh wilayah kelurahan. b. Wilayah Timur merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan tanah rata-rata 10 - 15º merupakan daerah tegalan dan kebun. Luas wilayah ini 80% dari seluruh luas wilayah kelurahan. Kelurahan Wonokoyo yang terbagi menjadi dua wilayah yaitu Wonokoyo atas atau sering disebut dengan Bero Wonokoyo dan Wonokoyo bagian bawah. Sebagian besar penduduknya merupakan etnis Madura. Seperti halnya di Kelurahan Lesanpuro, kondisi sanitasi di Kelurahan Wonokoyo juga masih memprihatinkan, dimana penduduk juga masih menggunakan anak Sungai Bango untuk aktifitas mandi, cuci dan kakus, hal ini dapat dijumpai atau terlihat dari banyaknya MCK darurat yang dibangun di sepanjang Sungai Bango. Adanya tingkat pendidikan masyarakat yang sebagian besar masih rendah serta didukung adanya budaya yang masih melekat secara turun menurun dalam hal melakukan aktifitas MCK di sungai menyebabkan sulitnya penyadaran masyarakat akan arti pentingnya sanitasi. Adanya saluran irigasi Sungai Bango yang melintasi Kelurahan Wonokoyo ini dimanfaatkan sebagai irigasi dan digunakan oleh pabrik gula Gondanglegi untuk proses produksinya. Buku Putih Sanitasi Kota Malang 46 Sarana air bersih di Kelurahan Wonokoyo diambil dari sumur artesis, yang kemudian di distribusikan ke seluruh penduduk di Kelurahan Wonokoyo guna memenuhi kebutuhan sehari hari selain MCK. Di kelurahan ini masih ditemukan lahan terbuka yang memungkinkan untuk membuat suatu IPAL untuk rencana jangka panjang. Namun demikian menurut Kepala Kelurahan Wonokoyo, hal yang utama yang harus dilakukan adalah menyadarkan penduduk akan arti pentingnya sarana sanitasi. Jenis tanah di wilayah Kelurahan Wonokoyo terbagi menjadi 2 (dua), dibatasi oleh saluran irigasi Sungai Bango. a. Pada bagian Barat atau wilayah dataran jenis tanahnya Alluvial Kelabu dengan tekstur tanahnya liat berpasir <50%, kondisi permeabilitas tanah rendah sehingga kepekaan terhadap erosi tinggi. b. Pada bagian Timur jatau wilayah perbukitan jenis tanahnya adalah Latosol Coklat dengan tekstur tanah liat berlempung, kondisi permeabilitas tanah tinngi sehingga kepekaan terhadap erosi kecil Tingkat kesehatan masyarakat di Kelurahan Wonokoyo dinilai berdasarkan jumlah penderita penyakit yang tertular lewat air. Penularan ini terjadi oleh adanya sanitasi yang buruk serta kebiasaan melakukan aktifitas MCK di sepanjang irigasi Sungai Bango. Didapati kenyataan bahwa terdapat rata-rata 20 (dua puluh) orang penderita penyakit diare tiap bulannya selama tahun 2006. Kondisi ini cukup menjadi salah satu alasan dalam memprioritaskan Kelurahan Wonokoyo sebagai salah satu lokasi yang sangat membutuhkan IPAL. Buku Putih Sanitasi Kota Malang 47 Pemukiman Padat U Situasi Existing Kelurahan Wonokoyo 5. Kelurahan Sawojajar Berdasarkan hasil scoping tersebut, juga diperoleh satu daerah yang tepat untuk dibangun sarana IPAL yang bersifat centralized sewerage system, yaitu di Kelurahan Sawojajar. Kelurahan Sawojajar termasuk di dalam Kecamatan Kedung Kandang yang mempunyai jumlah penduduk sebesar 29.478 jiwa, dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 150 jiwa per ha, dari data tersebut Kelurahan Sawojajar termasuk dalam wilayah dengan kepadatan yang tinggi. Lokasi wilayah Kelurahan Sawojajar ± 2,1 km dari Balai Kota Malang dan mempunyai luas wilayah ± 1,97 km 2 dengan batasbatas sebagai berikut: a. Bagian Utara berbatasan dengan Kecamatan Pakis Kabupaten Malang b. Bagian Timur berbatasan dengan kelurahan Madyopuro c. Bagian Selatan berbatasan dengan Kelurahan Lesanpuro dan Kelurahan Kedungkandang Buku Putih Sanitasi Kota Malang 48 d. Bagian Barat berbatasan dengan Kelurahan Pandanwangi, Kelurahan Bunulrejo dan Kelurahan Kesatrian Berdasarkan letak topografi daerahnya terbagi menjadi 2 (dua) yang dipisahkan oleh Jalan Raya Sawojajar, sebagai berikut: a. Wilayah Barat yaitu sepanjang tebing tanggul alam sungai sungai Bango dengan kemiringan tanah rata-rata 3 - 20º, merupakan lokasi pemukiman yang padat. Luas wilayah ini adalah 35% dari luas seluruh wilayah kelurahan; dan b. Wilayah Timur merupakan daerah dataran dengan kemiringan tanah rata-rata 3 8º merupakan daerah perumahan (pemukiman padat). Luas wilayah ini 65% dari seluruh luas wilayah kelurahan. Jenis tanah yang terdapat di wilayah Kelurahan Kotalama adalah jenis tanah Alluvial Kelabu dengan tekstur tanahnya liat berpasir <50%, kondisi permeabilitas tanah rendah sehingga kepekaan terhadap erosi tinggi. Tingkat kesehatan masyarakat di Kelurahan Sawojajar dinilai berdasarkan jumlah penderita penyakit yang tertular lewat air. Penularan ini terjadi oleh adanya sanitasi yang buruk serta kebiasaan melakukan aktifitas MCK di sepanjang Sungai Bango. Didapati kenyataan bahwa terdapat rata-rata 19 (sembilan belas) orang penderita penyakit diare tiap bulannya selama tahun 2006. Kondisi ini cukup menjadi salah satu alasan dalam memprioritaskan Kelurahan sawojajar sebagai salah satu lokasi yang sangat membutuhkan IPAL. Buku Putih Sanitasi Kota Malang 49 U Penduduk padat di tebing sungai Penduduk padat di tebing sungai Perumahan (Pemukiman padat) Situasi Existing Kelurahan Sawojajar 4.2.2 Rencana Peningkatan Pengelolaan Sampah 1. Rencana di bidang persampahan diantaranya adalah pemanfaatan gas yang keluar dari sampah di TPA untuk dipakai sebagai sumber energy. 2. Pengelolaan sampah dari hulu ke hilir dengan konsep 3R ( (Reduce, Reuse, Recycle) untuk kemudian dilakukan sosialisasi berupa penyuluhan (melibatkan masyarakat dan swasta), pembuatan kompos, TPS akan diganti transfer depo, 3. Pemikiran tentang perlunya TPA regional. Buku Putih Sanitasi Kota Malang 50 4.2.3 Rencana Peningkatan Pengelolaan Saluran Drainase Lingkungan Rehabilitasi saluran drainase dan normalisasi saluran di daerah yang sering terjadi genangan saat musim hujan. Didaerah perumahan baru agar dikembangkan sumur resapan air hujan dan agar sumur resapan ini menjadi keharusan developer untuk membangunnya. Buku Putih Sanitasi Kota Malang 51 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 1.1 LATAR BELAKANG................................................................................................... 1 1.2 PENGERTIAN DASAR SANITASI............................................................................... 2 1.3 MAKSUD DAN TUJUAN .......................................................................................... 3 1.4 PENDEKATAN DAN METODOLOGI ......................................................................... 3 1.5 POSISI BUKU PUTIH ................................................................................................ 4 1.6 SUMBER DATA ....................................................................................................... 4 1.7 PERATURAN PERUNDANGAN ................................................................................ 5 BAB II GAMBARAN UMUM KOTA MALANG...............................................................6 2.1 GEOGRAFIS, TOPOGRAFI DAN GEOHIDROLOGI ..................................................... 6 2.2 ADMINISTRATIF.................................................................................................... 11 2.3 KEPENDUDUKAN .................................................................................................. 15 2.4 PENDIDIKAN ......................................................................................................... 16 2.5 KESEHATAN .......................................................................................................... 17 2.6 SOSIAL MASYARAKAT........................................................................................... 18 2.7 PEREKONOMIAN .................................................................................................. 19 2.8 VISI DAN MISI KOTA ............................................................................................. 20 2.8.1 Visi ................................................................................................................. 20 2.8.2 Misi................................................................................................................ 21 BAB III PROFIL SANITASI KOTA……………………………................................………………….21 3.1 PROFIL SANITASI KOTA ........................................................................................ 22 3.1.1. Kesehatan Lingkungan ................................................................................. 22 3.1.2. Kesehatan dan Pola Hidup Masyarakat ....................................................... 23 3.1.3. Kuantitas dan Kualitas Air ............................................................................ 24 3.1.4. Limbah Cair Rumah Tangga ........................................................................ 24 3.1.5 Limbah Padat (Sampah) ................................................................................ 25 3.1.6 Drainase Lingkungan ..................................................................................... 25 3.1.7 Limbah Industri ............................................................................................. 25 3.1.8 Limbah Medis................................................................................................ 26 3.2 PENGELOLAAN LIMBAH CAIR ............................................................................... 26 Buku Putih Sanitasi Kota Malang 52 3.2.1 Cakupan Pelayanan ....................................................................................... 28 3.2.2 Aspek Teknis dan Teknologi .......................................................................... 28 3.2.3 Permasalahan ............................................................................................... 32 3.3 LIMBAH PADAT (SAMPAH) .......................................................................... 32 3.3.1 Cakupan Pelayanan ....................................................................................... 32 3.3.1 Aspek Teknis dan Operasional ...................................................................... 33 3.3.3 Permasalahan ............................................................................................... 34 3.4 PENGELOLAAN DRAINASI................................................................................. 34 3.4.1 Aspek Teknis dan Operasional ...................................................................... 34 3.4.2 Permasalahan ............................................................................................... 35 3.5 PENYEDIAAN AIR BERSIH ................................................................................. 36 BAB IV RENCANA PROGRAM PENGEMBANGAN SANITASI YANG SEDANG BERJALAN…………………………………………………………………….36 4.1 VISI DAN MISI SANITASI KOTA ......................................................................... 37 4.2 STRATEGI PENANGAN SANITASI KOTA ........................................................... 37 4.2.1 Rencana Peningkatan Pelayanan Pengelolaan Limbah Cair ......................... 37 4.2.2 Rencana Peningkatan Pengelolaan Sampah ................................................. 50 4.2.3 Rencana Peningkatan Pengelolaan Saluran Drainase Lingkungan ............... 51 Buku Putih Sanitasi Kota Malang 53