BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pada Latar Belakang hakikatnya, pembangunan mencerminkan adanya perubahan total suatu masyarakat untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang lebih baik dalam segala hal, baik itu secara material maupun secara spiritual. Dengan demikian, pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensional yang tidak hanya mencakup kemajuan ekonomi saja, tetapi juga kemajuan dalam aspek lain meliputi aspek sosial dan politik (Todaro, 2006). Arsyad (2010) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Berdasarkan definisi tersebut, diperlukanlah suatu indikator untuk mengukur tingkat kemajuan pembangunan ekonomi suatu negara. Kuncoro (2013) menuturkan empat manfaat indikator ekonomi. Dua diantaranya ialah indikator ekonomi dapat memberikan sinyal kemana ekonomi bergerak serta sebagai tolak ukur seberapa jauh pembangunan telah mencapai hasil yang diharapkan dan bagaimana dampaknya. Salah satu ukuran indikator ekonomi yang sering dipakai ialah pertumbuhan ekonomi. Sebagai salah satu tolak ukur untuk mengukur tingkat kemajuan pembangunan ekonomi suatu negara, pertumbuhan ekonomi yang tinggi pun menjadi sasaran utama negara sedang berkembang. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, diperlukan beberapa faktor pendorong antara lain terdapatnya sumberdaya manusia yang baik, barang modal seperti pabrik dan mesin, sumberdaya alam seperti bahan bakar minyak, dan teknologi (Suparmoko, 2007). Menurut teori pertumbuhan ekonomi linear Rostow, terdapat lima tahapan yang harus dilalui suatu negara agar negara tersebut pada akhirnya dapat memiliki perekonomian yang maju. Masyarakat di negara sedang berkembang umumnya masih berada pada tahap pertama yaitu tahap masyarakat tradisional dan tahap kedua yaitu tahap penyusunan kerangka dasar tahapan tinggal landas. Negara sedang berkembang tentunya berkeinginan untuk mencapai perekonomian yang mapan seperti yang dicapai oleh negara maju, dimana negara maju umumnya sudah melampaui tahap keempat yaitu tahap menuju kematangan ekonomi dan menuju tahap kelima yaitu tahap konsumsi massal yang tinggi. Oleh karena itu, negara sedang berkembang harus melalui tahap ketiga, yaitu tahap tinggal landas (Todaro, 2006). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan ciri utama dari tahap ketiga teori pertumbuhan Rostow. Investasi memiliki peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi pada tahap ini. Menurut Rostow, kenaikan tingkat investasi dapat memacu laju pertumbuhan pendapatan nasional melebihi laju pertumbuhan penduduk sehingga tingkat pendapatan per kapita pun semakin tinggi. Rostow menambahkan bahwa langkah utama untuk memacu laju pertumbuhan ekonomi dan proses pembangunan adalah melalui peningkatan tabungan nasional dan investasi. Sayangnya, hambatan utama yang menjadi kendala kemajuan pembangunan bagi banyak negara ialah relatif terbatasnya investasi baru atau pembentukan modal-modal baru (Arsyad, 2010). Berkaitan dengan permasalahan keterbatasan dalam pembentukan modal-modal baru, sektor keuangan memegang peranan penting di negara-negara sedang berkembang pada tahun 1980-an hingga 1990-an (Bank Dunia, 2005). Di Indonesia, pembangunan sektor keuangan di awal 1980-an terjadi pada sektor moneter serta sektor perbankan dan pasar modal meliputi penetapan rezim devisa bebas, pembebasan suku bunga dan penghapusan pagu kredit, peningkatan kepemilikan saham oleh asing hingga 49%, serta secara bertahap perbankan dan korporasi diizinkan untuk mencari pinjaman ke luar negeri (Soekro et.al, 2008). Menurut Levine dan King (1993), pembangunan sektor keuangan yang lebih tinggi secara positif akan berasosiasi dengan pertumbuhan ekonomi, akumulasi modal fisik, dan kemajuan efisiensi ekonomi. Jauh sebelum penelitian yang dilakukan oleh Levine dan King (1993), Schumpeter (1911) memberikan argumentasinya bahwa jasa keuangan yang disediakan oleh lembaga-lembaga keuangan merupakan hal yang diperlukan untuk pembangunan ekonomi. Proses pembangunan sektor keuangan di Indonesia masih berlangsung hingga kini. Krisis ekonomi pada tahun 1997-1998 sempat mengguncang sektor keuangan di Indonesia. Hal ini disebabkan sektor keuangan yang tidak sehat dan didukung oleh ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah sehingga menyebabkan pelarian modal dan spekulasi mata uang yang pada akhirnya memperburuk krisis ekonomi. Pemerintah Indonesia kemudian mengambil langkah untuk merestrukturiasasi sektor keuangan yang diawali dengan kebijakan sektor moneter dan restrukturisasi perbankan (Adiningsih et.al, 2008). Kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah untuk merestrukturisasi sektor keuangan membuahkan hasil. Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) riil Indonesia membaik sepanjang tahun 2000. Pertumbuhan PDB riil ini didukung oleh pertumbuhan ekspor nonmigas dan investasi (Adiningsih et.al, 2008). Pemerintah Indonesia kemudian terdorong untuk membentuk suatu kerangka kerja agar pembangunan dapat berlanjut. Oleh karena itu, tersusunlah rencana pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) 2005–2025. Berdasarkan UU Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007, pelaksanaan RPJP Nasional 2005-2025 terbagi dalam tahap-tahap perencanaan pembangunan dalam periodisasi rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) lima tahunan. RPJMN 2004-2009 merupakan tahap awal dari pelaksanaan RPJPN 2005-2025. RPJMN 2004-2009 disusun sebagai landasan dalam menjalankan pemerintahan selama lima tahun. Fokus utama RPJMN 2004-2009 adalah mendorong pertumbuhan ekonomi tetap tinggi namun tetap menjaga agar tingkat pengangguran dan kemiskinan rendah. Salah satu prioritas yang ditetapkan pada RPJMN 2004-2009 ialah adanya peningkatan investasi. Sejak tahun 2000, investasi, berupa pembentukan modal tetap bruto (PMTB), di Indonesia mendulang pertumbuhan yang positif namun pertumbuhannya memiliki kecenderungan berfluktuasi tajam (Adiningsih et.al, 2008). Peningkatan kinerja investasi, dalam bentuk PMTB, mulai menunjukkan perbaikan berarti sejak tahun 2007. PMTB berturut-turut tumbuh 10,8 persen tahun 2005 dan tumbuh 2,5 persen tahun 2006. Sinyal positif kenaikan PMTB terjadi pada tahun 2007 dimana PMTB tumbuh 9,2 persen dan tumbuh 11,9 persen pada 2008. Kenaikan pertumbuhan PMTB ini tidak terlepas dari kebijakan otoritas perbankan yang dilaksanakan pemerintah. Bank Indonesia (BI) atau BI menurunkan suku bunga BI atau BI rate sebesar 50 bps menjadi 10.25 persen pada November 2006. Penurunan BI rate ini kemudian diiringi dengan berbagai kebijakan di sektor keuangan seperti pengembangan instrumen pasar keuangan, perbankan syariah, dan Bank Perkreditan Rakyat atau BPR (Kementerian PPN/Bappenas, 2009). Berdasarkan evaluasi paruh waktu RPJMN 2010-2014 yang disusun oleh Bappenas, PMTB dapat meraih pertumbuhan yang baik setelah krisis ekonomi global yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2008. Pertumbuhan PMTB tahun 2010 ialah 8,5 persen dan 2011 ialah 8,8 persen. Pertumbuhan PMTB tahun 2010 dan 2011 lebih cepat dibanding dengan pertumbuhan PMTB tahun 2009 yaitu 3,3 persen. Pertumbuhan PMTB yang demikian rendah pada 2009 merupakan imbas krisis ekonomi global pada 2008 (Kementerian PPN/Bappenas, 2013). Menurut pelaporan Bank Indonesia (2010), krisis ekonomi global pada 2008 yang masih berlangsung pada tahun 2009 memang memberikan tekanan yang cukup berat pada kebijakan moneter, terutama berupa peningkatan ketidakstabilan sistem keuangan dalam negeri. Pengalaman krisis ekonomi global juga menunjukkan bahwa kebijakan pelonggaran kuantitatif atau quantitative easing yang diterapkan oleh banyak bank sentral telah memberikan indikasi bahwa besaran moneter, seperti kredit dan uang beredar, mempunyai peranan yang penting dalam mendukung stabilisasi pasar keuangan dan perekonomian secara keseluruhan di masa krisis. Untuk itu, formulasi kebijakan moneter BI perlu semakin memberikan perhatian terhadap perkembangan besaran moneter agar perkembangannya sesuai dengan kondisi perekonomian. Gambar 1.1 Perkembangan Pertumbuhan PMTB dan Pertumbuhan Ekonomi 2008-2012 (dalam persen) 12 10 11.9 9.8 8 6 4 6 4.6 8.5 8.8 6.2 6.5 6.2 2010 2011 2012 3.3 2 2008 2009 Pertumbuhan PMTB Pertumbuhan Ekonomi Sumber: Data dan Informasi Kinerja Pembangunan 2004-2012, 2013, Bappenas (diolah) Untungnya, pertumbuhan yang rendah tersebut tidak bertahan lama karena PMTB meningkat cukup tajam di tahun 2010 dibanding tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perbaikan pada iklim usaha antara lain perbaikan pada penyederhanaan prosedur perijinan, pengembangan sistem logistik nasional, pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK) melalui skema KPS, serta sinkronisasi kebijakan ketenagakerjaan dan iklim usaha (Kementerian PPN/Bappenas, 2013). Perbaikan pertumbuhan PMTB juga diiringi dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi nasional setelah krisis ekonomi global 2008 yang dampaknya masih dirasakan hingga tahun 2009. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2010-2012 berada diatas enam persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi tahun 2009 hanya menduduki angka 4,6 persen (Kementerian PPN/Bappenas, 2013). Dengan demikian, menurut pelaporan Bappenas (2013), PMTB menjadi penopang kedua bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari sisi pengeluaran pada periode 2004-2012. Sumber: Neraca Pembayaran Indonesia: Ringkasan, 2015, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (diolah) Sumber pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran selain PMTB ialah ekspor barang dan jasa. Pada neraca pembayaran, ekspor barang dikelompokkan menjadi minyak dan gas (migas) dan nonmigas. Gambar 1.2 menunjukkan perkembangan ekspor barang tahun 20042012. Ekspor nonmigas selalu memberikan kontribusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor migas dalam menyumbang sumber pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran selama periode 2004-2012. Selama periode 2004-2012, ekspor nonmigas dalam tren meningkat. Tren yang meningkat ini menandakan terjadinya pertumbuhan. Sayangnya, pertumbuhan ekspor negatif hanya terjadi di tahun 2009 dan 2012 karena dampak dari krisis ekonomi global yang terjadi di tahun 2008 dan 2011. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mukhlis (2002), peningkatan nilai ekspor, baik ekspor nonmigas maupun migas, menunjukan penerimaan devisa negara juga meningkat, yang pada akhirnya dapat digunakan untuk pembiayaan pembangunan nasional. 1.2 Perumusan Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami fluktuasi selama tahun 2000-2013 dan ada kecenderungan menurun serta melambat. Penelitian-penelitian empiris sebelumnya menunjukkan variasi faktorfaktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Oleh karena hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, khususnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, pertanyaan penelitian yang timbul yaitu: 1. Apa sajakah faktor-faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia berfluktuatif? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia berfluktuatif. 1.5 Manfaat Penelitian Penulisan penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat, antara lain: 1. Bagi penulis. a. Sebagai persyaratan kelulusan Strata-1 di Universitas Gadjah Mada. 2. Bagi pemerintah. a. Sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia maupun variabel-variabel yang dibahas dalam penelitian ini. 3. Bagi masyarakat. a. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia maupun variabel-variabel yang dibahas dalam penelitian ini. b. Untuk memberikan informasi kepada khalayak mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia maupun variabel-variabel yang dibahas dalam penelitian ini secara umum. 1.6 Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri dari lima bab. Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri atas Bab I Pendahuluan berisi latar belakang, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori dan Penelitian Sebelumnya berisi landasan teori yang mendukung penelitian, tinjauan empiris penelitian sebelumnya, dan hipotesis penelitian. Bab III Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Variabel-Variabel yang Diamati berisi gambaran umum pertumbuhan ekonomi Indonesia, perkembangan pembentukan modal tetap bruto riil di Indonesia, perkembangan financial deepening di Indonesia, dan perkembangan ekspor riil di Indonesia. Bab IV Metodologi dan Hasil Penelitian berisi deskripsi mengenai data yang diamati, model empiris, alat analisis, metodologi estimasi, hasil analisis data, dan pembahasannya. Bab V Kesimpulan dan Saran berisi kesimpulan penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya.