BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia adalah proses memperoleh, melatih, nilai dan memberikan kompensasi kepada karyawan, memperhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan dan keamanan, serta masalah keadilan (Dessler, 2011:4). Menurut Snell dan Bohlander (2010:4), “Manajemen sumber daya manusia adalah proses mengatur keahlian manusia untuk mencapai tujuan organisasi.“ Jadi, manajemen sumber daya manusia adalah sebuah rancangan sistem-sistem formal untuk mengatur tenaga kerja guna pencapaian tujuan organisasi perusahaan. Menurut Mondy (2010:4-5), “Manajemen sumber daya manusia adalah utilisasi dari individu-individu untuk mencapai tujuan organisasi.” Maka dari itu, manajer-manajer di setiap tingkat harus memperhatikan manajemen sumber daya manusia. Pada dasarnya, semua manajer menyelesaikan segala sesuatunya dengan mendelegasikan tugas kepada karyawannya; hal ini memerlukan manajemen sumber daya manusia yang efektif. Menurut Mathis dan Jackson (2006:24) manajemen sumber daya manusia berhubungan dengan sistem rancangan formal dalam suatu organisasi untuk menentukan efektifitas dan efisiensi dilihat dari bakat seseorang untuk mewujudkan sasaran suatu organisasi. Kunci peningkatan kinerja adalah dengan memastikan aktivitas sumber daya manusia mendukung usaha organisasi yang terfokus pada tiga macam, yaitu: • Produktivitas Diukur dari jumlah output per tenaga kerja, peningkatan tanpa henti pada produktivitas telah menjadi kompetisi global. Produktivitas di sebuah organisasi sangat dipengaruhi oleh usaha, program dan sistem manajemen. • Kualitas Kesuksesan suatu barang maupun jasa akan sangat mempengaruhi kesuksesan jangka panjang organisasi. Jika suatu organisasi mempunyai 9 10 suatu reputasi menyediakn barang maupun jasa yang buruk kualitasnya, hal ini akan mengurangi perkembangan dan kinerja organisasi tersebut. • Pelayanan Sumber daya manusia sering kali terlibat dalam proses produksi barang atau jasa, manajemen sumber daya manusia harus diikutsertakan pada saat merancang proses operasi. Berdasarkan definisi menurut ahli di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen sumber daya manusia, disingkat MSDM, adalah suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga tercapai tujuan (goal) bersama perusahaan, karyawan dan masyarakat menjadi maksimal. MSDM didasari pada suatu konsep bahwa setiap karyawan adalah manusia dan bukan semata menjadi sumber daya bisnis. 2.1.2 Aktifitas Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson dalam bukunya “Manajemen Sumber Daya Manusia” (2006:43-46), manajemen sumber daya manusia terdiri atas beberapa aktivitas yang saling berhubungan yang terjadi dalam konteks organisasi, yaitu: • Perencanaan dan Analisis SDM Aktivitas perencanaan ini dilakukan untuk mengantisipasi kekuatan yang akan mempengaruhi pasokan dan permintaan akan tenaga kerja. Sedangkan, aktivitas analisis dan penilaian selektifitas SDM juga penting dilakukan sebagai bagian dari menjaga daya saing organisasi. Dukungan informasi akurat dan tepat waktu yang didapatkan dari Sistem Informasi Sumber Daya Manusia (SISDM) sangat dibutuhkan untuk menunjang aktivitas ini. • Kesetaraan Kesempatan Bekerja Kepatuhan pada hukum dan peraturan Kesetaraan Kesempatan Bekerja (Equal Employment Opportunity atau EEO) mempengaruhi aktifitas SDM lainnya dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen SDM. Contohnya, perencanaan SDM harus memastikan sumber tenaga kerja yang bervariasi untuk memenuhi jumlah tenaga kerja yang ditetapkan oleh 11 hukum dan peraturan. Selain itu, pada saat perekrutan, seleksi dan pelatihan, semua manajer harus mengerti peraturan ini. • Perekrutan Sasaran perekrutan adalah untuk menyediakan pasokan tenaga kerja yang cukup untuk memenuhi kebutuhan organisasi. Dengan mengerti apa yang dilakukan oleh tenaga kerja, analisis perkerjaan (job analysis) adalah dasar dari fungsi perekrutan. Dari sini, uraian pekerjaan (job description) dan spesifikasi pekerjaan (job spesification), dapat dipersiapkan untuk proses perekrutan. Proses seleksi sangatlah menekankan pada pemilihan orang yang memenuhi kriteria persyaratan (qualified) untuk mengisi lowongan pekerjaan. • Pengembangan SDM Pekerjaan pasti akan berevolusi dan berubah, karena itu diperlukan pelatihan yang berkesinambungan untuk daat tanggap pada perubahan teknologi. Pengembangan semua tenaga kerja, termasuk pengawas (supervisor) dan manajer, diperlukan untuk menyiapkan organisasi menghadap tantangan ke depan. Perencanaan karir (career planning) mengidentifikasi jalur dan aktivitas setiap individu yang berkembang di suatu organisasi. • Kompensasi dan Keuntungan Kompensasi diberikan pada tenaga kerja yang melakukan kerja organisasi seperti pembayaran (pay), insentif (incentive), dan keuntungan (benefits). Perusahaan harus mengembangkan dan selalu memperbaiki sistem upah dan gaji. Program insentif seperti pembagian keuntungan dan penghargaan atas produktivitas semakin banyak dilakukan. • Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja Kesehatan dan keselamatan fisik serta mental tenaga kerja adalah hal yang utama. Occupational Safety and Health Act (OSHA) atau Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja telah membuat organisasi lebih tanggap atas isu kesehatan dan keselamatan. Pertimbangan tradisional atas keselamatan kerja terfokus pada mengurangi atau menghapuskan kecelakaan kerja. Pertimbangan lain adalah pada isu kesehatan yang timbul pada lingkungan kerja yang berbahaya seperti resiko terkena bahan kimia 12 atau teknologi baru. Keamanan tempat kerja juga semakin penting karena kekerasan tidak jarang terjadi di sini. • Hubungan Tenaga Kerja dan Buruh / Manajemen Hak-hak tenaga kerja harus diperhatikan, tidak peduli apakah ada atau tidak ada serikat tenaga kerja. Komunikasi dan pembaharuan kebijakan dan peraturan SDM sangat penting untuk dikembangkan sehingga manajer dan tenaga kerja tahu apa yang diharapkan dari mereka. 2.1.3 Fungsi-Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Ada 5 (lima) area fungsional menurut Mondy (2010:5) yang terasosiasi dengan keefektifan sumber daya manusia yakni: • Susunan Kepegawaian Susunan kepegawaian adalah proses di dalam sebuah organisasi yang memastikan organisasi tersebut memiliki ketepatan jumlah karyawan dengan keahlian yang tepat, untuk mencapai tujuan organisasi. • Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengembangan sumber daya manusia adalah fungsi manajemen sumber daya manusia yang utama mencakup tidak hanya pelatihan dan pengembangan tetapi perencanaan karir dan kegiatan pengembangan, pengembangan organisasi, dan manajemen kinerja dan penilaian. • Kompensasi Kompensasi mengacu pada total dari semua penghargaan yang diberikan kepada karyawan atas jasa pelayanannya. Penghargaan yang diberikan berupa salah satu atau kombinasi dari: a) Kompensasi keuangan langsung Kompensasi yang diberikan kepada karyawan perusahaan dalam bentuk upah, gaji, komisi dan bonus. b) Kompensasi keuangan tidak langsung Kompensasi yang diberikan kepada karyawan perusahaan dalam bentuk tunjangan rekreasi, sakit, tunjangan hari libur, jaminan kesehatan. 13 • Kesehatan dan Keselamatan Kerja Mencakup kegiatan yang melindungi karyawan dari kecelakaan kerja. Kesehatan mencakup kegiatan yang melindungi karyawan dari penyakit fisik dan emosional. Aspek ini penting karena karyawan yang bekerja di dalam lingkungan yang aman dan menikmati hidup yang sehat dapat menjadi lebih produktif dan memberikan keuntungan jangka panjang bagi perusahaan. • Karyawan dan Hubungan Industrial Hubungan antara karyawan dan pekerja-pekerja lain ini dahulu dianggap sebagai jalan hidup banyak karyawan. Kebanyakan perusahaan akan lebih menginginkan sebuah lingkungan yang mempunyai hubungan kuat. Madura (2007:389) mempunyai pendapat lain dalam mengklarifikasikan fungsi manajemen sumber daya manusia. Ia membaginya ke dalam beberapa kelompok, yaitu: • Perencanaan, yaitu persiapan yang dilakukan untuk menghadapi berbagai kondisi di masa depan. Dimulai dari pernyataan misi lalu menyusun rencana strategis untuk jangka panjang. • Pengorganisasian, yaitu meliputi mengatur karyawan dan sumber daya lainnya melalui cara yang konsisten dengan tujuan perusahaan. Fungsi ini penting saat terjadi restruktrurisasi atas operasinya seperti perubahan jabatan. • Kepemimpinan, yaitu proses mempengaruhi kebiasaan orang lain demi mencapai tujuan bersama. Fungsi ini tidak hanya memberi instruksi tetapi juga memotivasi karyawan dengan cara memberikan tanggung jawab yang lebih besar pada karyawan. • Pengendalian, yaitu melibatkan pengawasan dan evaluasi pekerjaan. Fungsi ini untuk mengevaluasi secara kontinu sehingga perusahaan dapat memastikan bahwa telah menempuh langkah yang benar untuk mencapai tujuan. Adapun fungsi manajemen sumber daya manusia menurut Hasibuan (2007:21) meliputi sebagai berikut: 14 1) Perencanaan Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efesian agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian. Program kepegawaian meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintergrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian karyawan. Program kepegawaian yang baik akan membantu tercapainya tujuan secara efektif. 2) Pengadaan Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan. 3) Kompensasi Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung dan tidak langsung, uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perushaan. 4) Pemberhentian Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari sesuatu perusahaan. 2.1.4 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia Tujuan utama manajemen sumber daya manusia adalah memperbaiki tingkat produktivitas, memperbaiki kualitas kehidupan kerja, meyakinkan organisai telah memenuhi aspek-aspek legal (Schuler dalam Sutrisno, 2010:8). Tujuan umum manajemen sumber daya manusia adalah untuk memastikan bahwa organisasi mampu mencapai keberhasilan melalui orang. Sistem ini dapat menjadi sumber kapabilitas organisasi yang memungkinkan perusahaan atau organisasi dapat belajar dan menggunakan kesempatan untuk peluang baru. Tujuan khusus manajemen sumber daya manusia adalah: • Memungkinkan organisasi mendapatkan dan mempertahankan karyawan cakap, dapat dipercaya dan memiliki motivasi tinggi. • Meningkatkan dan memperbaiki kapasitas yang melekat pada manusia kontribusi, kemampua dan kecakapan mereka. • Mengembangkan sistem kerja dengan kinerja tinggi yang meliputi prosedur perekrutan dan seleksi yang teliti, sistem kompensasi dan 15 insentif yang tergantung pada kinerja, pengembangan manajemen serta aktivitas pelatihan yang terkait kebutuhan bisnis. 2.2 Kepuasan Kerja Karyawan Menurut Robbins and Coulter (2012:403): “Job satisfaction refers to a person’s general attitude toward his or her job. A person with a high level of job satisfaction has a positive attitude towards his or her job. A person who is dissatisfied has a negative attitude. When people speak of employee attitudes, they usually are referrings to job satisfaction.” Kepuasan kerja mengacu pada sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya. Seseorang yang tidak puas memiliki sikap negatif. Ketika orang berbicara tentang sikap karyawan, mereka biasanya mengacu pada kepuasan kerja. Menurut Mathis dan Jackson (2006:121), kepuasan kerja (job jatisfaction) adalah “Keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang.” Ketidakpuasan muncul ketika harapan seseorang tidak dipenuhi. Sedangkan menurut Gibson (2009:106), “Kepuasan kerja erat kaitannya dengan sikap karyawan terhadap pekerjaanya.” Hal ini merupakan hasil dari persepsi karyawan atas pekerjaannya. Dari definisi-definisi mengenai kepuasan kerja tersebut, dapat disimpulkan secara sederhana bahwa kepuasan kerja adalah perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini berarti bahwa konsepsi kepuasan kerja melihatnya sebagai hasil interaksi manusia terhadap lingkungan kerjanya. Di samping itu, perasaan seseorang terhadap pekerjaan sekaligus merupakan refleksi dari sikapnya terhadap pekerjaan. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku dalam dirinya. Ini disebabkan karena adanya perbedaan pada masing- masing individu. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka akan semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan, begitu juga sebaliknya. 2.2.1 Jenis-Jenis Kepuasan Kerja Menurut Hasibuan (2005), kepuasan kerja dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: 16 1) Kepuasan kerja dalam pekerjaan Kepuasan yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan peralatan, dan suasana lingkungan yang kerja baik. Karyawan lebih suka mengutamakan pekerjaannya dari pada balas jasa, walaupun balas jasa itu penting. 2) Kepuasan kerja diluar pekerjaan Kebutuhan kerja karyawan yang menikmati kepuasan kerjanya dengan besarnya balas jasa yang akan diterima dari hasil kerjanya, agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Karyawan yang lebih suka menikmati pekerjaannya diluar pekerjaan akan lebih mempersoalkan balas jasa daripada fungsi-fungsinya. 3) Kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar pekerjaan Kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan kerjanya, karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja kombinasi akan merasa puas jika hasil kerja dan balas jasa yang diterima dirasa adil. 2.2.2 Dampak Rendahnya Kepuasan Kerja Menurut Robbins dan Judge (2008:111-112), ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Dalam bagan berikut ini menunjukkan ada 4 respon kerangka, yang berbeda dari satu sama lain bersama dengan 2 dimensi yaitu konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, didefinisikan sebagai berikut: 1. Keluar (Exit) Rendahnya kepuasan ditunjukan melalui perilaku yang mengarahkan pada meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan diri. 2. Aspirasi (Voice) Rendahnya kepuasan ditunjukan melalui usaha secara aktif dan konstruktif untuk memperbaiki keadaan termasuk menyarankan perbaikan mendiskusikan masalah dengan atasan dan berbagai bentuk aktivitas perserikatan. 17 3. Kesetiaan (Loyalty) Rendahnya kepuasan ditunjukkan secara pasif, tetapi optimistik dengan menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi dan manajernya untuk “melakukan hal yang benar”. 4. Pengabaian (Neglect) Rendahnya kepuasan ditunjukan melalui tindakan secara pasif membiarkan kondisi semakin buruk, termasuk kemangkiran atau keterlambatan secara kronis, mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan. 2.2.3 Dimensi Kepuasan Kerja Menurut Qasim, dkk (2012), dimuat dalam jurnal Exploring Factors Affecting Employees' Job Satisfaction at Work (2012), ada empat dimensi yang membentuk kepuasan kerja, yaitu work environment, remuneration, promotion, fairness of treatment. 2.2.3.1 Work Environment Work environment atau lingkungan kerja mempunyai peran yang penting dalam mempengaruhi kepuasan kerja. Karyawan yang merasa nyaman dengan lingkungan kerja fisik akan memicu rasa puas dalam bekerja (Robbins, 2001). Kurang nyamannya kondisi kerja, akan berdampak negatif pada mental dan fisik karyawan (Baron and Greenberg, 2003). Menurut Arnold dan Feldman (1996) dalam Qasim, dkk (2012) faktor-faktor seperti jam kerja, suhu, ventilasi, kebisingan, kebersihan, pencahayaan, dan sumber daya adalah bagian dari work environment. Kondisi kerja yang buruk akan memicu kinerja negatif karena permintaan kerja karyawan adalah ketenangan secara mental dan fisik. Selain itu, kondisi kerja akan berujung pada 2 hal yaitu terlalu nyaman atau terlalu ekstrim. Selanjutnya, ketika karyawan merasa bahwa manajemen tidak menghargai atau mengakui upaya mereka atau kerja yang dilakukan mereka mungkin menggunakan kondisi kerja yang buruk sebagai alasan untuk keluar. Menurut Schultz & Schultz (2006) lingkungan kerja diartikan sebagai suatu kondisi yang berkaitan dengan ciri-ciri tempat bekerja terhadap perilaku dan sikap pegawai dimana hal tersebut berhubungan dengan terjadinya perubahan-perubahan psikologis karena hal-hal yang dialami dalam pekerjaannya atau dalam keadaan 18 tertentu yang harus terus diperhatikan oleh organisasi yang mencakup kebosanan kerja, pekerjaan yang monoton dan kelelahan. Lalu, Sedarmayanti (2009) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan karyawan, diantaranya adalah : 1) Penerangan/cahaya di tempat kerja Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas, sehingga pekerjaan akan lambat, banyak mengalami kesalahan, dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit dicapai. 2) Temperatur/suhu udara di tempat kerja Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal, dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar jika perubahan temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin, dari keadaan normal tubuh. 3) Kebisingan di tempat kerja Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius bisa menyebabkan kematian. Karena pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas kerja meningkat. 19 4) Bau-bauan di tempat kerja Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran, karena dapat menganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang terjadi terus menerus dapat mempengaruhi kepekaan penciuman. Pemakaian air conditioner atau AC yang tepat merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang menganggu di sekitar tempat kerja. 5) Keamanan di tempat kerja Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaannya. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan Petugas Keamanan (SATPAM). Menurut Newstrom (2007) faktor yang lebih nyata yang dapat mempengaruhi perilaku para pekerja adalah kondisi fisik, dimana yang termasuk di dalamnya adalah tingkat pencahayaan, suhu udara, kebisingan, getaran-getaran, pencemaran yang disebabkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia dan keanekaragaman zat di tempat kerja serta faktor keindahan yang meliputi musik, warna dan wangi-wangian yang menyenangkan. Robbins (2007) mengemukakan lingkungan kerja fisik juga merupakan faktor penyebab stress kerja pegawai yang berpengaruh pada prestasi kerja. 2.2.3.2 Remuneration Rewards juga mempunyai peran dalam menentukan puas atau tidaknya karyawan dalam bekerja. Gaji merupakan salah satu komponen fundamental dalam kepuasan kerja. Seorang individu, dalam konteks ini khususnya karyawan, mempunyai kebutuhan yang banyak dan uang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Arnold and Feldman 1996). Namun, belum ada bukti yang empiris yang menyatakan bahwa gaji sendiri dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan atau mengurangi ketidakpuasan kerja karyawan (Bassett 1994). Gaji yang melimpah bukan satu-satunya faktor dalam kepuasan kerja, karena walaupun gaji yang diberikan besar, karyawan tetap bisa merasa tidak puas, jika karyawan tersebut memang tidak suka dengan jenis pekerjaannya. Lebih jauhnya, penelitian yang dilakukan oleh Young, Worchel and Woehr (1998) di public sector organizations 20 menemukan bahwa banyak terjadi kegagalan dalam mengatur hubungan antara kepuasan kerja dan gaji. Menurut Nel, Van Dyk, Haasbroek, Schultz, Sono, dan Werner (2004) dalam Qasim, dkk (2012) menyatakan bahwa karyawan akan membandingkan dirinya dengan rekan-rekan mereka dalam hal gaji dan dapat meninggalkan perusahaan jika mereka tidak puas dengan gaji yang didapat. Kata remunerasi (remuneration) menurut Oxford American Dictionary adalah Payment atau Reward yang berarti pembayaran, penghargaan, imbalan yang mana istilah imbalan sering juga dalam Bahasa Indonesia digunakan istilah kompensasi. Berbagai buku-buku management sumber daya marusia yang banyak beredar di Indonesia terutama buku yang merupakan terjemahan yang berasal dari Amerika menggunakan istilah kompensasi untuk mengungkapkan istilah remunerasi. Namun Bahasa Inggris maupun Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ILO) menyebutnya dengan istilah Remuneration. Remunerasi adalah imbalan kerja yang dapat berupa gaji, honorarium, tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon, atau pensiun. sedangkan pengertian remunerasi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah pembelian hadiah, (jasa atau lainnya), imbalan. Remunerasi yang ada ditubuh Kementerian Keuangan adalah penataan kembali pemberian imbalan kerja berupa tunjangan yang dikenal dengan Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Nagara (TKPKN) dengan didasari atas tingkat tanggung jawab dan resiko jabatan/pekerjaan yang ditanggung pegawai (Efendi, 2009). Menurut definisi-definisi diatas, dapat dilihat bahwa remunerasi dan kompensasi langsung merupakan hal yang serupa. Kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan. Pemberian kompensasi merupakan salah satu pelaksanaan fungsi MSDM yang berhubungan dengan semua jenis pemberian penghargaan individual sebagai pertukaran dalam melakukan tugas keorganisasian (Rivai,2004:357). Kompensasi merupakan biaya utama atas keahlian atau pekerjaan dan kesetiaan dalam bisnis. Menurut Hasibuan (2006:118), “Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada karyawan.“ Telah banyak penelitian yang dilakukan tentang tingkat kepuasan terhadap kompensasi yang mereka terima dari perusahaan. Hasil penelitian yang dilakukan 21 oleh Sastrohadiwiryo (2003:181) tentang imbalan, pada beberapa industri tekstil di Bandung Barat menunjukan bahwa kepuasan merupakan reaksi yang kompleks terhadap berbagai keadaan dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut hasil penelitian tersebut, kepuasan atas kompensasi yang diterima tenaga kerja dipengaruhi oleh jumlah yang diterima dan jumlah yang diharapkan, perbandingan dengan apa yang diterima oleh tenaga kerja lain, pandangan yang keliru atas kompensasi yang diterima tenaga kerja lain, dan besarnya kompensasi intrinsik dan ekstrinsik yang diterimanya untuk pekerjaan yang diberikan kepadanya. Menurut Rivai (2004:358) pada dasarnya kompensasi dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu kompensasi finansial dan kompensasi bukan finansial, yaitu sebagai berikut : • Kompensasi Finansial Kompensasi finansial terdiri atas dua yaitu kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung (tunjangan). - Kompensasi finansial langsung terdiri atas pembayaran pokok (gaji, upah), pembayaran prestasi, pembayaran insentif, komisi, bonus, bagian keuntungan, opsi saham, sedangkan pembayaran tertangguh meliputi tabungan hari tua, saham komulatif. - Kompensasi finansial tidak langsung terdiri atas proteksi yang meliputi asuransi, pesangon, sekolah anak, pensiun. Kompensasi luar jam kerja meliputi lembur, hari besar, cuti sakit, cuti hamil, sedangkan berdasarkan fasilitas meliputi rumah, biaya pindah, dan kendaraan. • Kompensasi Non Finansial Kompensasi non finansial terdiri atas karir yang aman pada jabatan, peluang promosi, pengakuan karya, temuan baru, prestasi istimewa, sedangkan lingkungan kerja meliputi dapat pujian, bersahabat, nyaman bertugas, menyenangkan dan kondusif. Menurut uraian diatas, yang paling mirip dengan definisi remunerasi adalah kompensasi finansial langsung. Rivai (2004:358) mengemukakan bahwa kompensasi keuangan langsung terdiri atas: 22 a) Gaji Gaji adalah imbalan finansial yang dibayarkan kepada karyawan secara teratur, seperti tahunan, caturwulan, bulanan atau mingguan. Menurut Hariandja (2005:245), gaji merupakan balas jasa dalam bentuk uang yang diterima pegawai sebagai konsekuensi dari kedudukannya sebagai seorang pegawai yang memberikan sumbangan dalam mencapai tujuan organisasi. b) Upah Upah merupakan imbalan finansial langsung dibayarkan kepada para pekerja berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan atau banyaknya pelayanan yang diberikan. Jadi tidak seperti gaji yang jumlahnya relatif tetap, besarnya upah dapat berubah-ubah. Pada dasarnya, gaji atau upah diberikan untuk menarik calon pegawai agar mau masuk menjadi karyawan. Menurut Nawawi (2001:316) upah diartikan sebagai harga untuk jasa-jasa yang telah diberikan oleh seseorang mengartikan kepada upah orang sebagai lain. Sedangkan imbalan Rivai finansial (2004:375) langsung yang dibayarkan kepada karyawan berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan atau banyaknya pelayanan yang diberikan. c) Insentif Insentif merupakan imbalan langsung yang dibayarkan kepada karyawan karena kinerjanya melebihi standar yang ditentukan. Dengan mengasumsikan bahwa uang dapat digunakan untuk mendorong karyawan bekerja lebih giat lagi, maka mereka yang produktif lebih menyukai gajinya dibayarkan berdasarkan hasil kerja. Untuk itu diperlukan kemampuan untuk menentukan standar yang tepat. Tidak terlalu mudah untuk dicapai dan juga tidak terlalu sulit. Standar yang terlalu mudah tentunya tidak menguntungkan bagi perusahaan. Sedangkan yang terlalu sulit menyebabkan karyawan frustasi. d) Bonus Menurut Mathis dan Jackson (2006:369) mendefinisikan bonus sebagai pembayaran satu kali yang tidak menjadi bagian dari gaji pokok karyawan. 23 2.2.3.3 Promotion Menurut Pergamit & Veum (1999), Peterson et al (2003), Sclafane (1999) dalam Qasim, dkk (2012), menyatakan bahwa kepuasan kerja sangat terkait dengan kesempatan untuk promosi. Oleh karena itu perusahaan harus memperhatikan bahwa promosi merupakan alat pelengkap motivasi yang positif dalam membuat karyawan mencapai tujuan pada tingkat yang lebih tinggi. Hubungan positif antara kepuasan kerja karyawan dan promosi tergantung dari keadilan yang dirasakan karyawan (Kreitner & Kinicki, 2001). Dapat dibandingkan dengan pengakuan dan pencapaian, bahwa promosi kerja mempunyai efek yang lebih kuat terhadap kepuasan kerja. Syarat promosi dapat dipakai untuk menetapkan siapa saja yang berhak untuk segera dipromosikan. Persyaratan promosi menurut Hasibuan (2008:111) meliputi: a) Kejujuran Karyawan harus jujur terutama pada dirinya sendiri, bawahannya, perjanjianperjanjian dalam menjalankan atau mengelola jabatan tersebut, harus sesuai kata dengan perbuatannya. Dengan kata lain karyawan tidak menyelewengkan jabatannya untuk kepentingan pribadi. b) Disiplin Karyawan harus disiplin pada dirinya, tugas-tugasnya, serta menaati peraturanperaturan yang berlaku baik tertulis maupun kebiasaan. Disiplin karyawan sangat penting karena hanya dengan kedisiplinan perusahaan dapat mencapai hasil yang optimal. c) Prestasi Kerja Karyawan mampu mencapai hasil kerja yang dapat dipertanggungjawabkan kualitas maupun kuantitas dan bekerja secara efektif dan efisien. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan dapat memanfaatkan waktu dan mempergunakan alat-alat dengan baik. d) Kerjasama Karyawan yang layak untuk dipromosikan harus dapat bekerja sama secara harmonis dengan sesama karyawan baik horizontal maupun vertikal dalam 24 mecapai sasaran perusahaan. Dengan demikian, akan tercipta suasana hubungan kerja yang baik di antara semua karyawan. e) Kecakapan Karyawan yang layak untuk dipromosikan harus cakap, kreatif, dan inovatif dalam menyelesaikan tugas-tugas pada jabatan tersebut dengan baik. Dia bisa bekerja secara mandiri dalam menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, tanpa mendapat bimbingan yang terus-menerus dari atasannya. f) Loyalitas Karyawan harus loyal dalam membela perusahaan atau korps dari tindakan yang merugikan perusahaan atau korpsnya. Ini menunjukkan bahwa dia ikut berpartisipasi aktif terhadap perusahaan atau korpsnya. g) Kepemimpinan Karyawan yang layak untuk dipromosikan harus mampu membina dan memotivasi bawahannya untuk bekerja sama dan bekerja secara efektif dalam mencapai sasaran. 2.2.3.4 Fairness of Treatment Adams dalam Qasim, dkk (2012) menyatakan bahwa dalam menilai keadilan, orang menilai rasio kontribusi mereka (input) terhadap kompensasi ekonomi atau sosial yang dihasilkan (output) dan kemudian membandingkan rasio dengan rujukan lain. Menurut teori ekuitas, menerima relatif terlalu banyak atau terlalu sedikit terbilang tidak adil. Akibatnya, karyawan akan mencoba untuk mengurangi ketidakadilan yang terjadi dengan mengubah input (misalnya mengurangi performa dalam bekerja) atau output (mencuri). Penelitian yang Adam kerjakan menjadi dasar dalam topik penelitian organizational justice. Greenberg (2003) mempunyai gagasan bahwa penelitian mengenai organizational justice berpotensi untuk menjelaskan banyak perilaku organisasi yang menimbulkan variabel-variabel. Kenyataannya, organizational justice adalah metode untuk mendeskripsikan peran dari fairness dalam berhubungan langsung dengan kondisi kerja. Secara spesifik, organizational justice menjelaskan bagaimana karyawan diperlakukan. 25 Menurut Funmilola (2013), terdapat 5 (lima) dimensi yang membentuk organizational justice, yaitu Distributvie Justice, Procedural Justice, Interactional Justice, Temporal Justice, dan Spatial Justice. 1) Distributvie Justice Distributvie Justice atau keadilan distributif adalah sejauh mana semua orang diperlakukan sama di bawah kebijakan, terlepas dari ras, etnis, gender, usia, atau karakteristik demografi lainnya. Dasar dari berkembangnya keadilan distributif adalah teori equity yang dikembangkan oleh Adams (1965) dan model penilaian keadilan yang dikembangkan oleh Leventhal (1976) (Fortin, 2010). Teori ekuitas berfokus pada reaksi terhadap ketidakadilan, sedangkan model penilaian keadilan mempelajari kondisi dimana orang secara proaktif menggunakan berbagai norma-norma keadilan. 2) Procedural Justice Procedural Justice atau keadilan prosedural adalah persepsi keadilan tentang kebijakan dan prosedur yang digunakan untuk membuat keputusan. Dreher dan Dougherty (2001) menyatakan bahwa keadilan prosedural berkaitan dengan persepsi karyawan tentang kebijakan dan prosedur keadilan yang digunakan untuk menjelaskan distribusi hasil. Keadilan prosedural menjadi dasar untuk memelihara legitimasi sebuah institusi. Prosedur yang adil dapat mengurangi "ill effect" dari hasil yang tidak sesuai. Ketika karyawan percaya bahwa pimpinan telah menggunakan proses perencanaan secara adil, mereka akan lebih memberikan dukungan, dan lebih berkomitmen kepada organisasi. hal ini pada gilirannya akan menciptakan kepercayaan dan komitmen yang membangun kerjasama dalam pelaksanaan strategi. Di sisi lain, ketidakadilan prosedural menghasilkan kemarahan dan menyebabkan ketidakpercayaan dan kebencian (Cropanzano, 2007). 3) Interactional Justice Menururt Greenberg (dalam Sitter, 2003) keadilan interaksional di bagi menjadi dua, yaitu keadilan informasi dan keadilan interpersonal. Keadilan informasi adalah aspek sosial dari keadilan prosedur. Keadilan ini berkaitan bagaimana informasi disediakan atau diberikan pemimpin. Seorang pemimpin dapat meningkatkan persepsi fairness karyawannya dengan cara memberikan informasi yang dibutuhkan. Bagi karyawan ketersediaan informasi merupakan salah satu bagian dari keadilan yang dibutuhkan. Sedangkan keadilan 26 interpersonal adalah sebagai ‘aspek sosial’ dari keadilan distributif dimana seorang lebih akan fokus terhadap konsekuensi dari hasil akhir dari suatu hubungan. Misalkan riset yang diselenggarakan oleh Lombardo dan Mccauley (1988) dan Van Velsor dan Leslie (1991) menyatakan bahwa kepekaan hubungan antar pribadi, stabilitas emosional, kredibilitas, keahlian, integritas, dan suatu ketiadaan perilaku bertahan adalah ukuran-ukuran penting untuk penggambaran kesimpulan apakah suatu manager atau pimpinan akan berhasil di dalam suatu organisasi. Keadilan interpesonal sangat bergantung sikap dan perilaku yang terjadi dalam hubungan tersebut. Ada hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara karyawan dan pemimpin. 4) Temporal Justice Goodin (2010) memperkenalkan konsep keadilan dalam distribusi waktu, terutama kekuatan diskresioner dari waktu ke waktu yang dimiliki seseorang. Menurut Goodin (2010), “Otonomi temporal adalah masalah tentang memiliki kontrol diskresioner dari waktu ke waktu oleh seseorang.” Setiap orang memiliki 24 jam dalam sehari, beberapa orang menggunakan waktu mereka lebih baik daripada yang lain dan mendapatkan kepuasan yang lebih. Tapi seberapa efektif seseorang menggunakan waktunya tidak ada hubungannya dengan hak waktu mereka. Ketika kita mengatakan bahwa seseorang mempunyai waktu lebih dibandingkan dengan yang lain, itu berarti ia mempunyai kendala yang lebih sedikit dan pilihan yang lebih banyak dalam bagaimana mereka menghabiskan waktu. Dengan kata lain, keadilan temporal adalah bagaimana seorang karyawan merasakan haknya atas waktu yang diberikan kepadanya setiap hari untuk menyelesaikan tugasnya. Waktu adalah sumber daya, sehingga organisasi harus mendistribusikan waktu kerja secara merata di seluruh karyawannya, terlepas mereka karyawan tetap, pekerja paruh waktu , memiliki anggota keluarga atau tidak, karena setiap orang memiliki hak untuk mengakses waktu luangnya sehingga mereka dapat mengurangi stres, merasa puas dengan pekerjaan mereka dan meningkatkan produktivitas. 5) Spatial Justice Keadilan spasial mengacu pada persepsi terkait dengan jarak geografis dari sumber daya atau perbandingan pembangunan yang tidak merata atau keterbelakangan sumber daya tersebut antar berbagai cabang organisasi berdasarkan jarak geografis. "Spasial" berarti berbasis di ruang, lokasi, atau 27 posisi (Glick, Hyde & Sheikh, 2012) atau "yang berkaitan dengan ruang" (Hawker, 2006). Secara umum, peradilan tata ruang mengacu pada penekanan aspek spasial atau geografis keadilan yang terfokus dan terencana. Hal ini melibatkan distribusi yang adil dalam ruang sumber daya bernilai sosial dan kesempatan untuk mengoptimalkan karyawan. Pembangunan tidak merata secara geografis juga menghasilkan kerangka kerja yang menghasilkan ketidakadilan. Diskriminasi Locational disebabkan oleh organisasi karena faktor geografis. Pemahaman dan analisis penciptaan geografi yang tidak adil dan struktur spasial dari organisasi dapat membantu untuk menafsirkan ketidakadilan spasial organisasi dan dengan demikian merumuskan kebijakan teritorial yang bertujuan untuk menangani mereka (Soja, 2008). Keadilan spasial mempengaruhi distribusi sumber daya di seluruh wilayah dan proses pengambilan keputusan (Lefebvre, 1968, 1972). Oleh karena itu sangat penting untuk menetapkan kebijakan yang adil dalam konteks ruang atau space untuk menjamin kepuasan dan komitmen di antara karyawan dalam organisasi. 2.3 Turnover Intention Turnover Intention dapat diartikan sebagai niat atau minat untuk melakukan pergerakan keluar dari organisasi. Turnover mengarah pada kenyataan akhir yang dihadapi organisasi berupa jumlah karyawan yang meninggalkan organisasi pada periode tertentu, sedangkan keinginan karyawan untuk berpindah mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungan dengan organisasi yang belum diwujudkan dalam tindakan pasti meninggalkan organisasi. Turnover dapat berupa pengunduran diri, perpindahan keluar unit organisasi, pemberhentian atau kematian anggota organisasi. Turnover Intention juga dapat diartikan sebagai keinginan atau kecenderungan individu untuk meninggalkan pekerjaan untuk mencari pekerjaan di organisasi lain (Mobley,1977; Abelson, 1987; Yuyetta, 2002). Menurut Zeffane dalam Kurniasari (2004), Intention adalah niat atau keinginan yang timbul pada individu untuk melakukan sesuatu. Sementara turnover adalah berhentinya seseorang karyawan dari tempatnya bekerja secara sukarela. Jadi dapat disimpulkan bahwa turnover intention adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya sendiri. 28 Turnover Intention merupakan hasil (outcome) yang ditunjukkan oleh individu dalam perusahaan berupa perilaku sebagai akibat dari adanya ketidakpuasan yang dirasakan oleh karyawan atas pekerjaan yang mereka lakukan. Hughes et.al. mengungkapkan ada tiga faktor seorang karyawan memiliki keinginan untuk keluar dari sebuah perusahaan. Pertama, adanya anggapan dari individu-individu yang telah berada pada posisi terbaik bahwa mereka tidak akan lama lagi berada pada posisi tersebut, kedua, menurunnya kapabilitas dan tingkat kesuksesan karyawan karena penambahan beban kerja yang diberikan sebagai akibat dari pelaksanaan downsizing, serta ketiga, bagi organisasi yang melaksanakan perampingan struktur organisasi sangat sulit dari segi waktu atau tertundanya proses perekrutan karyawan baru yang dibutuhkan untuk memperbaiki eksistensi keberlangsungan hidup perusahaan. 2.3.1 Dimensi Turnover Intention Menurut Harnoto (2002:2), Turnover intention ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya. Indikasiindikasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk memprediksikan turnover intention karyawan dalam sebuah perusahaan. 1) Absensi yang meningkat Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya. 2) Mulai malas bekerja Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan yang bersangkutan. 3) Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya. 29 4) Peningkatan protes terhadap atasan Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan. 5) Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang memiliki karakteristik positif. Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover. Selanjutnya, ada 2 (dua) macam model penarikan diri dari organisasi (organizational withdrawal) yang mencerminkan rencana individu untuk meninggalkan organisasi baik secara temporer maupun permanen menurut Mueller (2003). Hal ini menambah dimensi variabel turnover intention itu sendiri, dijabarkan sebagai berikut: • Penarikan diri dari pekerjaan (work withdrawl). Karyawan yang merasa tidak puas dalam pekerjaan akan melakukan beberapa kombinasi perilaku seperti: 1) mengurangi jangka waktu dalam bekerja 2) melakukan penarikan diri secara sementara 3) tidak menghadiri rapat 4) tidak masuk kerja 5) menampilkan kinerja yang rendah 6) mengurangi keterlibatannya secara psikologis dari pekerjaan yang dihadapi. • Alternatif mencari pekerjaan baru (search for alternatives), biasanya karyawan benar-benar ingin meninggalkan pekerjaannya secara permanen. Dapat dilakukan dengan: 7) proses pencarian kerja baru 8) pemikiran untuk berhenti bekerja 9) keputusan aktual untuk meninggalkan pekerjaan 30 2.3.2 Dampak dari Turnover bagi Perusahaan Turnover sebenarnya tidak selalu berdampak negatif; melainkan juga positif terutama bila turnover yang ada memang dikehendaki oleh perusahaan. Kehilangan beberapa tenaga kerja kadang memang diinginkan, apalagi jika tenaga kerja yang pergi adalah yang kinerjanya rendah. Turnover merupakan indeks stabilitas dari tenaga kerja dimana suatu pergerakan yang berlebihan merupakan hal yang tidak diinginkan dan mahal karena dapat menimbulkan berbagai dampak (biaya) seperti : 1) Hiring costs (biaya perekrutan meliputi waktu dan fasilitas untuk rekruitmen wawancara dan penempatan). 2) Training costs meliputi waktu dari supervisor, bagian personalia dan pelatih. 3) Tingkat kecelakaan dari pekerja baru yang cenderung lebih tinggi. 4) Hilangnya produktivitas dalam interval waktu antara keluarnya pekerja lama sampai dengan diperoleh penggantinya. 5) Peralatan produksi yang tidak dapat difungsikan secara penuh selama proses perekrutan dan masa training. 6) Tingkat kerusakan dan waktu yang terbuang cenderung lebih tinggi pada pekerjaan baru. Kerja lembur yang disebabkan oleh banyaknya pekerja yang keluar mengakibatkan masalah dalam memenuhi jadwal pengiriman yang telah disepakati. Menurut Retno dalam Frizal (2006:26) disimpulkan bahwa dampak negatif yang ditimbulkan oleh turnover tidak hanya dihubungkan dengan faktor biaya tetapi juga faktor bukan biaya, sehingga perlu dipertimbangkan karena mempengaruhi efektivitas organisasi secara keseluruhan. 31 2.4 Penerangan Model Penelitian Berikut model dalam penelitian ini: Temperatur Kebisingan Bau-bauan Work Environment (X1) Keamanan Gaji Upah Insentif Remuneration (X2) Bonus Turnover Intention (Y) Kejujuran Disiplin Prestasi Kerja Kerjasama Promotion (X3) Loyalitas Kecakapan Kepemimpinan Ditributive Justice Procedural Justice Interactional Justice Fairness of Treatment (X4) Temporal Justice Spatial Justice Sumber: Penulis, 2014 Gambar 2.1 Model Penelitian