bab 2 landasan teori

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia adalah proses memperoleh, melatih, nilai
dan memberikan kompensasi kepada karyawan, memperhatikan hubungan kerja
mereka, kesehatan dan keamanan, serta masalah keadilan (Dessler, 2011:4).
Menurut Snell dan Bohlander (2010:4), “Manajemen sumber daya manusia
adalah proses mengatur keahlian manusia untuk mencapai tujuan organisasi.“ Jadi,
manajemen sumber daya manusia adalah sebuah rancangan sistem-sistem formal
untuk mengatur tenaga kerja guna pencapaian tujuan organisasi perusahaan.
Menurut Mondy (2010:4-5), “Manajemen sumber daya manusia adalah
utilisasi dari individu-individu untuk mencapai tujuan organisasi.” Maka dari itu,
manajer-manajer di setiap tingkat harus memperhatikan manajemen sumber daya
manusia. Pada dasarnya, semua manajer menyelesaikan segala sesuatunya dengan
mendelegasikan tugas kepada karyawannya; hal ini memerlukan manajemen sumber
daya manusia yang efektif.
Menurut Mathis dan Jackson (2006:24) manajemen sumber daya manusia
berhubungan dengan sistem rancangan formal dalam suatu organisasi untuk
menentukan efektifitas dan efisiensi dilihat dari bakat seseorang untuk mewujudkan
sasaran suatu organisasi. Kunci peningkatan kinerja adalah dengan memastikan
aktivitas sumber daya manusia mendukung usaha organisasi yang terfokus pada tiga
macam, yaitu:
•
Produktivitas
Diukur dari jumlah output per tenaga kerja, peningkatan tanpa henti
pada produktivitas telah menjadi kompetisi global. Produktivitas di
sebuah organisasi sangat dipengaruhi oleh usaha, program dan sistem
manajemen.
•
Kualitas
Kesuksesan suatu barang maupun jasa akan sangat mempengaruhi
kesuksesan jangka panjang organisasi. Jika suatu organisasi mempunyai
9
10
suatu reputasi menyediakn barang maupun jasa yang buruk kualitasnya,
hal ini akan mengurangi perkembangan dan kinerja organisasi tersebut.
•
Pelayanan
Sumber daya manusia sering kali terlibat dalam proses produksi barang
atau jasa, manajemen sumber daya manusia harus diikutsertakan pada
saat merancang proses operasi.
Berdasarkan definisi menurut ahli di atas maka dapat diambil kesimpulan
bahwa manajemen sumber daya manusia, disingkat MSDM, adalah suatu ilmu atau
cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang
dimiliki oleh individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara
maksimal sehingga tercapai tujuan (goal) bersama perusahaan, karyawan dan
masyarakat menjadi maksimal. MSDM didasari pada suatu konsep bahwa setiap
karyawan adalah manusia dan bukan semata menjadi sumber daya bisnis.
2.1.2 Aktifitas Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Mathis dan Jackson dalam bukunya “Manajemen Sumber Daya
Manusia” (2006:43-46), manajemen sumber daya manusia terdiri atas beberapa
aktivitas yang saling berhubungan yang terjadi dalam konteks organisasi, yaitu:
• Perencanaan dan Analisis SDM
Aktivitas perencanaan ini dilakukan untuk mengantisipasi kekuatan yang
akan mempengaruhi pasokan dan permintaan akan tenaga kerja.
Sedangkan, aktivitas analisis dan penilaian selektifitas SDM juga penting
dilakukan sebagai bagian dari menjaga daya saing organisasi. Dukungan
informasi akurat dan tepat waktu yang didapatkan dari Sistem Informasi
Sumber Daya Manusia (SISDM) sangat dibutuhkan untuk menunjang
aktivitas ini.
• Kesetaraan Kesempatan Bekerja
Kepatuhan pada hukum dan peraturan Kesetaraan Kesempatan Bekerja
(Equal Employment Opportunity atau EEO) mempengaruhi aktifitas SDM
lainnya dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen SDM.
Contohnya, perencanaan SDM harus memastikan sumber tenaga kerja yang
bervariasi untuk memenuhi jumlah tenaga kerja yang ditetapkan oleh
11
hukum dan peraturan. Selain itu, pada saat perekrutan, seleksi dan
pelatihan, semua manajer harus mengerti peraturan ini.
• Perekrutan
Sasaran perekrutan adalah untuk menyediakan pasokan tenaga kerja yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan organisasi. Dengan mengerti apa yang
dilakukan oleh tenaga kerja, analisis perkerjaan (job analysis) adalah dasar
dari fungsi perekrutan. Dari sini, uraian pekerjaan (job description) dan
spesifikasi pekerjaan (job spesification), dapat dipersiapkan untuk proses
perekrutan. Proses seleksi sangatlah menekankan pada pemilihan orang
yang memenuhi kriteria persyaratan (qualified) untuk mengisi lowongan
pekerjaan.
• Pengembangan SDM
Pekerjaan pasti akan berevolusi dan berubah, karena itu diperlukan
pelatihan yang berkesinambungan untuk daat tanggap pada perubahan
teknologi. Pengembangan semua tenaga kerja, termasuk pengawas
(supervisor) dan manajer, diperlukan untuk menyiapkan organisasi
menghadap tantangan ke depan. Perencanaan karir (career planning)
mengidentifikasi jalur dan aktivitas setiap individu yang berkembang di
suatu organisasi.
• Kompensasi dan Keuntungan
Kompensasi diberikan pada tenaga kerja yang melakukan kerja organisasi
seperti pembayaran (pay), insentif (incentive), dan keuntungan (benefits).
Perusahaan harus mengembangkan dan selalu memperbaiki sistem upah
dan gaji. Program insentif seperti pembagian keuntungan dan penghargaan
atas produktivitas semakin banyak dilakukan.
• Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja
Kesehatan dan keselamatan fisik serta mental tenaga kerja adalah hal yang
utama. Occupational Safety and Health Act (OSHA) atau Undang-Undang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja telah membuat organisasi lebih tanggap
atas isu kesehatan dan keselamatan. Pertimbangan tradisional atas
keselamatan kerja terfokus pada mengurangi atau menghapuskan
kecelakaan kerja. Pertimbangan lain adalah pada isu kesehatan yang timbul
pada lingkungan kerja yang berbahaya seperti resiko terkena bahan kimia
12
atau teknologi baru. Keamanan tempat kerja juga semakin penting karena
kekerasan tidak jarang terjadi di sini.
• Hubungan Tenaga Kerja dan Buruh / Manajemen
Hak-hak tenaga kerja harus diperhatikan, tidak peduli apakah ada atau tidak
ada serikat tenaga kerja. Komunikasi dan pembaharuan kebijakan dan
peraturan SDM sangat penting untuk dikembangkan sehingga manajer dan
tenaga kerja tahu apa yang diharapkan dari mereka.
2.1.3 Fungsi-Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Ada 5 (lima) area fungsional menurut Mondy (2010:5) yang terasosiasi
dengan keefektifan sumber daya manusia yakni:
• Susunan Kepegawaian
Susunan kepegawaian adalah proses di dalam sebuah organisasi yang
memastikan organisasi tersebut memiliki ketepatan jumlah karyawan
dengan keahlian yang tepat, untuk mencapai tujuan organisasi.
• Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pengembangan sumber daya manusia adalah fungsi manajemen sumber
daya manusia yang utama mencakup tidak hanya pelatihan dan
pengembangan tetapi perencanaan karir dan kegiatan pengembangan,
pengembangan organisasi, dan manajemen kinerja dan penilaian.
• Kompensasi
Kompensasi mengacu pada total dari semua penghargaan yang diberikan
kepada karyawan atas jasa pelayanannya. Penghargaan yang diberikan
berupa salah satu atau kombinasi dari:
a) Kompensasi keuangan langsung
Kompensasi yang diberikan kepada karyawan perusahaan dalam
bentuk upah, gaji, komisi dan bonus.
b) Kompensasi keuangan tidak langsung
Kompensasi yang diberikan kepada karyawan perusahaan dalam
bentuk tunjangan rekreasi, sakit, tunjangan hari libur, jaminan
kesehatan.
13
• Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Mencakup kegiatan yang melindungi karyawan dari kecelakaan kerja.
Kesehatan mencakup kegiatan yang melindungi karyawan dari penyakit
fisik dan emosional. Aspek ini penting karena karyawan yang bekerja di
dalam lingkungan yang aman dan menikmati hidup yang sehat dapat
menjadi lebih produktif dan memberikan keuntungan jangka panjang bagi
perusahaan.
• Karyawan dan Hubungan Industrial
Hubungan antara karyawan dan pekerja-pekerja lain ini dahulu dianggap
sebagai jalan hidup banyak karyawan. Kebanyakan perusahaan akan lebih
menginginkan sebuah lingkungan yang mempunyai hubungan kuat.
Madura (2007:389) mempunyai pendapat lain dalam mengklarifikasikan
fungsi manajemen sumber daya manusia. Ia membaginya ke dalam beberapa
kelompok, yaitu:
• Perencanaan, yaitu persiapan yang dilakukan untuk menghadapi berbagai
kondisi di masa depan. Dimulai dari pernyataan misi lalu menyusun
rencana strategis untuk jangka panjang.
• Pengorganisasian, yaitu meliputi mengatur karyawan dan sumber daya
lainnya melalui cara yang konsisten dengan tujuan perusahaan. Fungsi ini
penting saat terjadi restruktrurisasi atas operasinya seperti perubahan
jabatan.
• Kepemimpinan, yaitu proses mempengaruhi kebiasaan orang lain demi
mencapai tujuan bersama. Fungsi ini tidak hanya memberi instruksi tetapi
juga memotivasi karyawan dengan cara memberikan tanggung jawab yang
lebih besar pada karyawan.
• Pengendalian, yaitu melibatkan pengawasan dan evaluasi pekerjaan. Fungsi
ini untuk mengevaluasi secara kontinu sehingga perusahaan dapat
memastikan bahwa telah menempuh langkah yang benar untuk mencapai
tujuan.
Adapun fungsi manajemen sumber daya manusia menurut Hasibuan (2007:21)
meliputi sebagai berikut:
14
1) Perencanaan
Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efesian agar
sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan.
Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian. Program
kepegawaian meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan,
pengembangan, kompensasi, pengintergrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan
pemberhentian karyawan. Program kepegawaian yang baik akan membantu
tercapainya tujuan secara efektif.
2) Pengadaan
Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi
untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan.
3) Kompensasi
Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung dan tidak langsung, uang atau
barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perushaan.
4) Pemberhentian
Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari sesuatu
perusahaan.
2.1.4 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Tujuan utama manajemen sumber daya manusia adalah memperbaiki tingkat
produktivitas, memperbaiki kualitas kehidupan kerja, meyakinkan organisai telah
memenuhi aspek-aspek legal (Schuler dalam Sutrisno, 2010:8). Tujuan umum
manajemen sumber daya manusia adalah untuk memastikan bahwa organisasi
mampu mencapai keberhasilan melalui orang. Sistem ini dapat menjadi sumber
kapabilitas organisasi yang memungkinkan perusahaan atau organisasi dapat belajar
dan menggunakan kesempatan untuk peluang baru.
Tujuan khusus manajemen sumber daya manusia adalah:
•
Memungkinkan
organisasi
mendapatkan
dan
mempertahankan
karyawan cakap, dapat dipercaya dan memiliki motivasi tinggi.
•
Meningkatkan dan memperbaiki kapasitas yang melekat pada manusia
kontribusi, kemampua dan kecakapan mereka.
•
Mengembangkan sistem kerja dengan kinerja tinggi yang meliputi
prosedur perekrutan dan seleksi yang teliti, sistem kompensasi dan
15
insentif yang tergantung pada kinerja, pengembangan manajemen
serta aktivitas pelatihan yang terkait kebutuhan bisnis.
2.2
Kepuasan Kerja Karyawan
Menurut Robbins and Coulter (2012:403): “Job satisfaction refers to a
person’s general attitude toward his or her job. A person with a high level of job
satisfaction has a positive attitude towards his or her job. A person who is
dissatisfied has a negative attitude. When people speak of employee attitudes, they
usually are referrings to job satisfaction.” Kepuasan kerja mengacu pada sikap
umum seseorang terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja
tinggi memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya. Seseorang yang tidak puas
memiliki sikap negatif. Ketika orang berbicara tentang sikap karyawan, mereka
biasanya mengacu pada kepuasan kerja.
Menurut Mathis dan Jackson (2006:121), kepuasan kerja (job jatisfaction)
adalah “Keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi
pengalaman kerja seseorang.” Ketidakpuasan muncul ketika harapan seseorang tidak
dipenuhi. Sedangkan menurut Gibson (2009:106), “Kepuasan kerja erat kaitannya
dengan sikap karyawan terhadap pekerjaanya.” Hal ini merupakan hasil dari persepsi
karyawan atas pekerjaannya.
Dari definisi-definisi mengenai kepuasan kerja tersebut, dapat disimpulkan
secara sederhana bahwa kepuasan kerja adalah perasaan seseorang terhadap
pekerjaannya. Ini berarti bahwa konsepsi kepuasan kerja melihatnya sebagai hasil
interaksi manusia terhadap lingkungan kerjanya. Di samping itu, perasaan seseorang
terhadap pekerjaan sekaligus merupakan refleksi dari sikapnya terhadap pekerjaan.
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap
individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem
nilai-nilai yang berlaku dalam dirinya. Ini disebabkan karena adanya perbedaan pada
masing- masing individu. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai
dengan keinginan individu, maka akan semakin tinggi tingkat kepuasan yang
dirasakan, begitu juga sebaliknya.
2.2.1 Jenis-Jenis Kepuasan Kerja
Menurut Hasibuan (2005), kepuasan kerja dapat dibedakan menjadi tiga jenis,
yaitu:
16
1) Kepuasan kerja dalam pekerjaan
Kepuasan yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil
kerja, penempatan, perlakuan peralatan, dan suasana lingkungan yang kerja
baik. Karyawan lebih suka mengutamakan pekerjaannya dari pada balas jasa,
walaupun balas jasa itu penting.
2)
Kepuasan kerja diluar pekerjaan
Kebutuhan kerja karyawan yang menikmati kepuasan kerjanya dengan
besarnya balas jasa yang akan diterima dari hasil kerjanya, agar dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Karyawan yang lebih suka menikmati
pekerjaannya diluar pekerjaan akan lebih mempersoalkan balas jasa daripada
fungsi-fungsinya.
3)
Kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar pekerjaan
Kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional yang seimbang
antara balas jasa dengan pelaksanaan kerjanya, karyawan yang lebih suka
menikmati kepuasan kerja kombinasi akan merasa puas jika hasil kerja dan
balas jasa yang diterima dirasa adil.
2.2.2 Dampak Rendahnya Kepuasan Kerja
Menurut Robbins dan Judge (2008:111-112), ada konsekuensi ketika
karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak
menyukai pekerjaan mereka. Dalam bagan berikut ini menunjukkan ada 4 respon
kerangka, yang berbeda dari satu sama lain bersama dengan 2 dimensi yaitu
konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, didefinisikan sebagai berikut:
1.
Keluar (Exit)
Rendahnya kepuasan ditunjukan melalui perilaku yang mengarahkan pada
meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan
diri.
2. Aspirasi (Voice)
Rendahnya kepuasan ditunjukan melalui usaha secara aktif dan konstruktif
untuk
memperbaiki
keadaan
termasuk
menyarankan
perbaikan
mendiskusikan masalah dengan atasan dan berbagai bentuk aktivitas
perserikatan.
17
3. Kesetiaan (Loyalty)
Rendahnya kepuasan ditunjukkan secara pasif, tetapi optimistik dengan
menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika
berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi dan
manajernya untuk “melakukan hal yang benar”.
4. Pengabaian (Neglect)
Rendahnya kepuasan ditunjukan melalui tindakan secara pasif membiarkan
kondisi semakin buruk, termasuk kemangkiran atau keterlambatan secara
kronis, mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan.
2.2.3 Dimensi Kepuasan Kerja
Menurut Qasim, dkk (2012), dimuat dalam jurnal Exploring Factors Affecting
Employees' Job Satisfaction at Work (2012), ada empat dimensi yang membentuk
kepuasan kerja, yaitu work environment, remuneration, promotion, fairness of
treatment.
2.2.3.1 Work Environment
Work environment atau lingkungan kerja mempunyai peran yang penting
dalam mempengaruhi kepuasan kerja. Karyawan yang merasa nyaman dengan
lingkungan kerja fisik akan memicu rasa puas dalam bekerja (Robbins, 2001).
Kurang nyamannya kondisi kerja, akan berdampak negatif pada mental dan fisik
karyawan (Baron and Greenberg, 2003).
Menurut Arnold dan Feldman (1996) dalam Qasim, dkk (2012) faktor-faktor
seperti jam kerja, suhu, ventilasi, kebisingan, kebersihan, pencahayaan, dan sumber
daya adalah bagian dari work environment. Kondisi kerja yang buruk akan memicu
kinerja negatif karena permintaan kerja karyawan adalah ketenangan secara mental
dan fisik. Selain itu, kondisi kerja akan berujung pada 2 hal yaitu terlalu nyaman atau
terlalu ekstrim. Selanjutnya, ketika karyawan merasa bahwa manajemen tidak
menghargai atau mengakui upaya mereka atau kerja yang dilakukan mereka mungkin
menggunakan kondisi kerja yang buruk sebagai alasan untuk keluar.
Menurut Schultz & Schultz (2006) lingkungan kerja diartikan sebagai suatu
kondisi yang berkaitan dengan ciri-ciri tempat bekerja terhadap perilaku dan sikap
pegawai dimana hal tersebut berhubungan dengan terjadinya perubahan-perubahan
psikologis karena hal-hal yang dialami dalam pekerjaannya atau dalam keadaan
18
tertentu yang harus terus diperhatikan oleh organisasi yang mencakup kebosanan
kerja, pekerjaan yang monoton dan kelelahan.
Lalu, Sedarmayanti (2009) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan
kemampuan karyawan, diantaranya adalah :
1) Penerangan/cahaya di tempat kerja
Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna
mendapat keselamatan dan kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu
diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak
menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas, sehingga pekerjaan akan lambat,
banyak mengalami kesalahan, dan pada akhirnya menyebabkan kurang
efisien dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit
dicapai.
2) Temperatur/suhu udara di tempat kerja
Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur
berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan
normal, dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi
kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya, yaitu bahwa
tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar jika
perubahan temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas
dan 35% untuk kondisi dingin, dari keadaan normal tubuh.
3) Kebisingan di tempat kerja
Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya
adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak
dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat
mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan
kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius
bisa menyebabkan kematian. Karena pekerjaan membutuhkan konsentrasi,
maka suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat
dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas kerja meningkat.
19
4) Bau-bauan di tempat kerja
Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai
pencemaran, karena dapat menganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan
yang terjadi terus menerus dapat mempengaruhi kepekaan penciuman.
Pemakaian air conditioner atau AC yang tepat merupakan salah satu cara
yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang menganggu di
sekitar tempat kerja.
5) Keamanan di tempat kerja
Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan
aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaannya. Salah satu upaya untuk
menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan
Petugas Keamanan (SATPAM).
Menurut Newstrom (2007) faktor yang lebih nyata yang dapat mempengaruhi
perilaku para pekerja adalah kondisi fisik, dimana yang termasuk di dalamnya adalah
tingkat pencahayaan, suhu udara, kebisingan, getaran-getaran, pencemaran yang
disebabkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia dan keanekaragaman zat di tempat
kerja serta faktor keindahan yang meliputi musik, warna dan wangi-wangian yang
menyenangkan. Robbins (2007) mengemukakan lingkungan kerja fisik juga
merupakan faktor penyebab stress kerja pegawai yang berpengaruh pada prestasi
kerja.
2.2.3.2 Remuneration
Rewards juga mempunyai peran dalam menentukan puas atau tidaknya
karyawan dalam bekerja. Gaji merupakan salah satu komponen fundamental dalam
kepuasan kerja. Seorang individu, dalam konteks ini khususnya karyawan,
mempunyai kebutuhan yang banyak dan uang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
tersebut (Arnold and Feldman 1996). Namun, belum ada bukti yang empiris yang
menyatakan bahwa gaji sendiri dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan atau
mengurangi ketidakpuasan kerja karyawan (Bassett 1994). Gaji yang melimpah
bukan satu-satunya faktor dalam kepuasan kerja, karena walaupun gaji yang
diberikan besar, karyawan tetap bisa merasa tidak puas, jika karyawan tersebut
memang tidak suka dengan jenis pekerjaannya. Lebih jauhnya, penelitian yang
dilakukan oleh Young, Worchel and Woehr (1998) di public sector organizations
20
menemukan bahwa banyak terjadi kegagalan dalam mengatur hubungan antara
kepuasan kerja dan gaji.
Menurut Nel, Van Dyk, Haasbroek, Schultz, Sono, dan Werner (2004) dalam
Qasim, dkk (2012) menyatakan bahwa karyawan akan membandingkan dirinya
dengan rekan-rekan mereka dalam hal gaji dan dapat meninggalkan perusahaan jika
mereka tidak puas dengan gaji yang didapat.
Kata remunerasi (remuneration) menurut Oxford American Dictionary adalah
Payment atau Reward yang berarti pembayaran, penghargaan, imbalan yang mana
istilah imbalan sering juga dalam Bahasa Indonesia digunakan istilah kompensasi.
Berbagai buku-buku management sumber daya marusia yang banyak beredar di
Indonesia terutama buku yang merupakan terjemahan yang berasal dari Amerika
menggunakan istilah kompensasi untuk mengungkapkan istilah remunerasi. Namun
Bahasa Inggris maupun Organisasi Buruh Internasional (International Labour
Organization/ILO) menyebutnya dengan istilah Remuneration.
Remunerasi adalah imbalan kerja yang dapat berupa gaji, honorarium,
tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon, atau pensiun. sedangkan
pengertian remunerasi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah pembelian
hadiah, (jasa atau lainnya), imbalan. Remunerasi yang ada ditubuh Kementerian
Keuangan adalah penataan kembali pemberian imbalan kerja berupa tunjangan yang
dikenal dengan Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Nagara (TKPKN) dengan
didasari atas tingkat tanggung jawab dan resiko jabatan/pekerjaan yang ditanggung
pegawai (Efendi, 2009).
Menurut definisi-definisi diatas, dapat dilihat bahwa remunerasi dan
kompensasi langsung merupakan hal yang serupa. Kompensasi merupakan sesuatu
yang diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan.
Pemberian kompensasi merupakan salah satu pelaksanaan fungsi MSDM yang
berhubungan dengan semua jenis pemberian penghargaan individual sebagai
pertukaran dalam melakukan tugas keorganisasian (Rivai,2004:357). Kompensasi
merupakan biaya utama atas keahlian atau pekerjaan dan kesetiaan dalam bisnis.
Menurut Hasibuan (2006:118), “Kompensasi adalah semua pendapatan yang
berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan
sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada karyawan.“
Telah banyak penelitian yang dilakukan tentang tingkat kepuasan terhadap
kompensasi yang mereka terima dari perusahaan. Hasil penelitian yang dilakukan
21
oleh Sastrohadiwiryo (2003:181) tentang imbalan, pada beberapa industri tekstil di
Bandung Barat menunjukan bahwa kepuasan merupakan reaksi yang kompleks
terhadap berbagai keadaan dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut hasil
penelitian tersebut, kepuasan atas kompensasi yang diterima tenaga kerja
dipengaruhi oleh jumlah yang diterima dan jumlah yang diharapkan, perbandingan
dengan apa yang diterima oleh tenaga kerja lain, pandangan yang keliru atas
kompensasi yang diterima tenaga kerja lain, dan besarnya kompensasi intrinsik dan
ekstrinsik yang diterimanya untuk pekerjaan yang diberikan kepadanya.
Menurut Rivai (2004:358) pada dasarnya kompensasi dikelompokkan ke
dalam dua kelompok, yaitu kompensasi finansial dan kompensasi bukan finansial,
yaitu sebagai berikut :
• Kompensasi Finansial
Kompensasi finansial terdiri atas dua yaitu kompensasi langsung dan
kompensasi tidak langsung (tunjangan).
-
Kompensasi finansial langsung terdiri atas pembayaran pokok (gaji,
upah), pembayaran prestasi, pembayaran insentif, komisi, bonus,
bagian keuntungan, opsi saham, sedangkan pembayaran tertangguh
meliputi tabungan hari tua, saham komulatif.
-
Kompensasi finansial tidak langsung terdiri atas proteksi yang
meliputi asuransi, pesangon, sekolah anak, pensiun. Kompensasi luar
jam kerja meliputi lembur, hari besar, cuti sakit, cuti hamil, sedangkan
berdasarkan fasilitas meliputi rumah, biaya pindah, dan kendaraan.
• Kompensasi Non Finansial
Kompensasi non finansial terdiri atas karir yang aman pada jabatan,
peluang promosi, pengakuan karya, temuan baru, prestasi istimewa,
sedangkan lingkungan kerja meliputi dapat pujian, bersahabat,
nyaman bertugas, menyenangkan dan kondusif.
Menurut uraian diatas, yang paling mirip dengan definisi remunerasi adalah
kompensasi finansial langsung. Rivai (2004:358) mengemukakan bahwa kompensasi
keuangan langsung terdiri atas:
22
a) Gaji
Gaji adalah imbalan finansial yang dibayarkan kepada karyawan
secara teratur, seperti tahunan, caturwulan, bulanan atau mingguan.
Menurut Hariandja (2005:245), gaji merupakan balas jasa dalam
bentuk uang yang diterima pegawai sebagai konsekuensi dari
kedudukannya sebagai seorang pegawai yang memberikan sumbangan
dalam mencapai tujuan organisasi.
b) Upah
Upah merupakan imbalan finansial langsung dibayarkan kepada para
pekerja berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan atau
banyaknya pelayanan yang diberikan. Jadi tidak seperti gaji yang
jumlahnya relatif tetap, besarnya upah dapat berubah-ubah. Pada
dasarnya, gaji atau upah diberikan untuk menarik calon pegawai agar
mau masuk menjadi karyawan. Menurut Nawawi (2001:316) upah
diartikan sebagai harga untuk jasa-jasa yang telah diberikan oleh
seseorang
mengartikan
kepada
upah
orang
sebagai
lain.
Sedangkan
imbalan
Rivai
finansial
(2004:375)
langsung
yang
dibayarkan kepada karyawan berdasarkan jam kerja, jumlah barang
yang dihasilkan atau banyaknya pelayanan yang diberikan.
c) Insentif
Insentif merupakan imbalan langsung yang dibayarkan kepada
karyawan karena kinerjanya melebihi standar yang ditentukan.
Dengan mengasumsikan bahwa uang dapat digunakan untuk
mendorong karyawan bekerja lebih giat lagi, maka mereka yang
produktif lebih menyukai gajinya dibayarkan berdasarkan hasil kerja.
Untuk itu diperlukan kemampuan untuk menentukan standar yang
tepat. Tidak terlalu mudah untuk dicapai dan juga tidak terlalu sulit.
Standar yang terlalu mudah tentunya tidak menguntungkan bagi
perusahaan. Sedangkan yang terlalu sulit menyebabkan karyawan
frustasi.
d) Bonus
Menurut Mathis dan Jackson (2006:369) mendefinisikan bonus
sebagai pembayaran satu kali yang tidak menjadi bagian dari gaji
pokok karyawan.
23
2.2.3.3 Promotion
Menurut Pergamit & Veum (1999), Peterson et al (2003), Sclafane (1999)
dalam Qasim, dkk (2012), menyatakan bahwa kepuasan kerja sangat terkait dengan
kesempatan untuk promosi. Oleh karena itu perusahaan harus memperhatikan bahwa
promosi merupakan alat pelengkap motivasi yang positif dalam membuat karyawan
mencapai tujuan pada tingkat yang lebih tinggi. Hubungan positif antara kepuasan
kerja karyawan dan promosi tergantung dari keadilan yang dirasakan karyawan
(Kreitner & Kinicki, 2001). Dapat dibandingkan dengan pengakuan dan pencapaian,
bahwa promosi kerja mempunyai efek yang lebih kuat terhadap kepuasan kerja.
Syarat promosi dapat dipakai untuk menetapkan siapa saja yang berhak
untuk segera dipromosikan. Persyaratan promosi menurut Hasibuan (2008:111)
meliputi:
a)
Kejujuran
Karyawan harus jujur terutama pada dirinya sendiri, bawahannya, perjanjianperjanjian dalam menjalankan atau mengelola jabatan tersebut, harus sesuai kata
dengan perbuatannya. Dengan kata lain karyawan tidak menyelewengkan
jabatannya untuk kepentingan pribadi.
b)
Disiplin
Karyawan harus disiplin pada dirinya, tugas-tugasnya, serta menaati peraturanperaturan yang berlaku baik tertulis maupun kebiasaan. Disiplin karyawan
sangat penting karena hanya dengan kedisiplinan perusahaan dapat mencapai
hasil yang optimal.
c)
Prestasi Kerja
Karyawan mampu mencapai hasil kerja yang dapat dipertanggungjawabkan
kualitas maupun kuantitas dan bekerja secara efektif dan efisien. Hal ini
menunjukkan bahwa karyawan dapat memanfaatkan waktu dan mempergunakan
alat-alat dengan baik.
d)
Kerjasama
Karyawan yang layak untuk dipromosikan harus dapat bekerja sama secara
harmonis dengan sesama karyawan baik horizontal maupun vertikal dalam
24
mecapai sasaran perusahaan. Dengan demikian, akan tercipta suasana hubungan
kerja yang baik di antara semua karyawan.
e)
Kecakapan
Karyawan yang layak untuk dipromosikan harus cakap, kreatif, dan inovatif
dalam menyelesaikan tugas-tugas pada jabatan tersebut dengan baik. Dia bisa
bekerja secara mandiri dalam menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, tanpa
mendapat bimbingan yang terus-menerus dari atasannya.
f)
Loyalitas
Karyawan harus loyal dalam membela perusahaan atau korps dari tindakan yang
merugikan perusahaan atau korpsnya. Ini menunjukkan bahwa dia ikut
berpartisipasi aktif terhadap perusahaan atau korpsnya.
g)
Kepemimpinan
Karyawan yang layak untuk dipromosikan harus mampu membina dan
memotivasi bawahannya untuk bekerja sama dan bekerja secara efektif dalam
mencapai sasaran.
2.2.3.4 Fairness of Treatment
Adams dalam Qasim, dkk (2012) menyatakan bahwa dalam menilai keadilan,
orang menilai rasio kontribusi mereka (input) terhadap kompensasi ekonomi atau
sosial yang dihasilkan (output) dan kemudian membandingkan rasio dengan rujukan
lain. Menurut teori ekuitas, menerima relatif terlalu banyak atau terlalu sedikit
terbilang tidak adil. Akibatnya, karyawan akan mencoba untuk mengurangi
ketidakadilan yang terjadi dengan mengubah input (misalnya mengurangi performa
dalam bekerja) atau output (mencuri). Penelitian yang Adam kerjakan menjadi dasar
dalam topik penelitian organizational justice.
Greenberg
(2003)
mempunyai
gagasan
bahwa
penelitian
mengenai
organizational justice berpotensi untuk menjelaskan banyak perilaku organisasi yang
menimbulkan variabel-variabel. Kenyataannya, organizational justice adalah metode
untuk mendeskripsikan peran dari fairness dalam berhubungan langsung dengan
kondisi kerja. Secara spesifik, organizational justice menjelaskan bagaimana
karyawan diperlakukan.
25
Menurut Funmilola (2013), terdapat 5 (lima) dimensi yang membentuk
organizational justice, yaitu Distributvie Justice, Procedural Justice, Interactional
Justice, Temporal Justice, dan Spatial Justice.
1) Distributvie Justice
Distributvie Justice atau keadilan distributif adalah sejauh mana semua orang
diperlakukan sama di bawah kebijakan, terlepas dari ras, etnis, gender, usia,
atau karakteristik demografi lainnya. Dasar dari berkembangnya keadilan
distributif adalah teori equity yang dikembangkan oleh Adams (1965) dan
model penilaian keadilan yang dikembangkan oleh Leventhal (1976) (Fortin,
2010). Teori ekuitas berfokus pada reaksi terhadap ketidakadilan, sedangkan
model penilaian keadilan mempelajari kondisi dimana orang secara proaktif
menggunakan berbagai norma-norma keadilan.
2) Procedural Justice
Procedural Justice atau keadilan prosedural adalah persepsi keadilan tentang
kebijakan dan prosedur yang digunakan untuk membuat keputusan. Dreher dan
Dougherty (2001) menyatakan bahwa keadilan prosedural berkaitan dengan
persepsi karyawan tentang kebijakan dan prosedur keadilan yang digunakan
untuk menjelaskan distribusi hasil. Keadilan prosedural menjadi dasar untuk
memelihara legitimasi sebuah institusi. Prosedur yang adil dapat mengurangi
"ill effect" dari hasil yang tidak sesuai. Ketika karyawan percaya bahwa
pimpinan telah menggunakan proses perencanaan secara adil, mereka akan
lebih memberikan dukungan, dan lebih berkomitmen kepada organisasi. hal ini
pada gilirannya akan menciptakan kepercayaan dan komitmen yang
membangun kerjasama dalam pelaksanaan strategi. Di sisi lain, ketidakadilan
prosedural menghasilkan kemarahan dan menyebabkan ketidakpercayaan dan
kebencian (Cropanzano, 2007).
3) Interactional Justice
Menururt Greenberg (dalam Sitter, 2003) keadilan interaksional di bagi
menjadi dua, yaitu keadilan informasi dan keadilan interpersonal. Keadilan
informasi adalah aspek sosial dari keadilan prosedur. Keadilan ini berkaitan
bagaimana informasi disediakan atau diberikan pemimpin. Seorang pemimpin
dapat meningkatkan persepsi fairness karyawannya dengan cara memberikan
informasi yang dibutuhkan. Bagi karyawan ketersediaan informasi merupakan
salah satu bagian dari keadilan yang dibutuhkan. Sedangkan keadilan
26
interpersonal adalah sebagai ‘aspek sosial’ dari keadilan distributif dimana
seorang lebih akan fokus terhadap konsekuensi dari hasil akhir dari suatu
hubungan. Misalkan riset yang diselenggarakan oleh Lombardo dan Mccauley
(1988) dan Van Velsor dan Leslie (1991) menyatakan bahwa kepekaan
hubungan antar pribadi, stabilitas emosional, kredibilitas, keahlian, integritas,
dan suatu ketiadaan perilaku bertahan adalah ukuran-ukuran penting untuk
penggambaran kesimpulan apakah suatu manager atau pimpinan akan berhasil
di dalam suatu organisasi. Keadilan interpesonal sangat bergantung sikap dan
perilaku yang terjadi dalam hubungan tersebut. Ada hubungan timbal balik
yang saling menguntungkan antara karyawan dan pemimpin.
4) Temporal Justice
Goodin (2010) memperkenalkan konsep keadilan dalam distribusi waktu,
terutama kekuatan diskresioner dari waktu ke waktu yang dimiliki seseorang.
Menurut Goodin (2010), “Otonomi temporal adalah masalah tentang memiliki
kontrol diskresioner dari waktu ke waktu oleh seseorang.” Setiap orang
memiliki 24 jam dalam sehari, beberapa orang menggunakan waktu mereka
lebih baik daripada yang lain dan mendapatkan kepuasan yang lebih. Tapi
seberapa efektif seseorang menggunakan waktunya tidak ada hubungannya
dengan hak waktu mereka. Ketika kita mengatakan bahwa seseorang
mempunyai waktu lebih dibandingkan dengan yang lain, itu berarti ia
mempunyai kendala yang lebih sedikit dan pilihan yang lebih banyak dalam
bagaimana mereka menghabiskan waktu. Dengan kata lain, keadilan temporal
adalah bagaimana seorang karyawan merasakan haknya atas waktu yang
diberikan kepadanya setiap hari untuk menyelesaikan tugasnya. Waktu adalah
sumber daya, sehingga organisasi harus mendistribusikan waktu kerja secara
merata di seluruh karyawannya, terlepas mereka karyawan tetap, pekerja paruh
waktu , memiliki anggota keluarga atau tidak, karena setiap orang memiliki
hak untuk mengakses waktu luangnya sehingga mereka dapat mengurangi
stres, merasa puas dengan pekerjaan mereka dan meningkatkan produktivitas.
5) Spatial Justice
Keadilan spasial mengacu pada persepsi terkait dengan jarak geografis dari
sumber daya atau perbandingan pembangunan yang tidak merata atau
keterbelakangan sumber daya tersebut antar berbagai cabang organisasi
berdasarkan jarak geografis. "Spasial" berarti berbasis di ruang, lokasi, atau
27
posisi (Glick, Hyde & Sheikh, 2012) atau "yang berkaitan dengan ruang"
(Hawker, 2006). Secara umum, peradilan tata ruang mengacu pada penekanan
aspek spasial atau geografis keadilan yang terfokus dan terencana. Hal ini
melibatkan distribusi yang adil dalam ruang sumber daya bernilai sosial dan
kesempatan untuk mengoptimalkan karyawan. Pembangunan tidak merata
secara geografis juga menghasilkan kerangka kerja yang menghasilkan
ketidakadilan. Diskriminasi Locational disebabkan oleh organisasi karena
faktor geografis. Pemahaman dan analisis penciptaan geografi yang tidak adil
dan struktur spasial dari organisasi dapat membantu untuk menafsirkan
ketidakadilan spasial organisasi dan dengan demikian merumuskan kebijakan
teritorial yang bertujuan untuk menangani mereka (Soja, 2008). Keadilan
spasial mempengaruhi distribusi sumber daya di seluruh wilayah dan proses
pengambilan keputusan (Lefebvre, 1968, 1972). Oleh karena itu sangat penting
untuk menetapkan kebijakan yang adil dalam konteks ruang atau space untuk
menjamin kepuasan dan komitmen di antara karyawan dalam organisasi.
2.3 Turnover Intention
Turnover Intention dapat diartikan sebagai niat atau minat untuk melakukan
pergerakan keluar dari organisasi. Turnover mengarah pada kenyataan akhir yang
dihadapi organisasi berupa jumlah karyawan yang meninggalkan organisasi pada
periode tertentu, sedangkan keinginan karyawan untuk berpindah mengacu pada
hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungan dengan organisasi yang belum
diwujudkan dalam tindakan pasti meninggalkan organisasi. Turnover dapat berupa
pengunduran diri, perpindahan keluar unit organisasi, pemberhentian atau kematian
anggota organisasi.
Turnover Intention juga dapat diartikan sebagai keinginan atau kecenderungan
individu untuk meninggalkan pekerjaan untuk mencari pekerjaan di organisasi lain
(Mobley,1977; Abelson, 1987; Yuyetta, 2002).
Menurut Zeffane dalam Kurniasari (2004),
Intention
adalah
niat
atau
keinginan yang timbul pada individu untuk melakukan sesuatu. Sementara turnover
adalah berhentinya seseorang karyawan dari tempatnya bekerja secara sukarela. Jadi
dapat disimpulkan bahwa turnover intention adalah kecenderungan atau
niat
karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut
pilihannya sendiri.
28
Turnover Intention merupakan hasil (outcome) yang ditunjukkan oleh individu
dalam perusahaan berupa perilaku sebagai akibat dari adanya ketidakpuasan yang
dirasakan oleh karyawan atas pekerjaan yang mereka lakukan. Hughes et.al.
mengungkapkan ada tiga faktor seorang karyawan memiliki keinginan untuk keluar
dari sebuah perusahaan. Pertama, adanya anggapan dari individu-individu yang telah
berada pada posisi terbaik bahwa mereka tidak akan lama lagi berada pada posisi
tersebut, kedua, menurunnya kapabilitas dan tingkat kesuksesan karyawan karena
penambahan beban kerja yang diberikan sebagai akibat dari pelaksanaan downsizing,
serta ketiga, bagi organisasi yang melaksanakan perampingan struktur organisasi
sangat sulit dari segi waktu atau tertundanya proses perekrutan karyawan baru yang
dibutuhkan untuk memperbaiki eksistensi keberlangsungan hidup perusahaan.
2.3.1 Dimensi Turnover Intention
Menurut Harnoto (2002:2), Turnover intention ditandai oleh berbagai hal yang
menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai malas
kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk
menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan
semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya. Indikasiindikasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk memprediksikan turnover
intention karyawan dalam sebuah perusahaan.
1) Absensi yang meningkat
Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya
ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab
karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.
2) Mulai malas bekerja
Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih
malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya
yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan yang
bersangkutan.
3) Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja
Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering
dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering
meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun
berbagai bentuk pelanggaran lainnya.
29
4) Peningkatan protes terhadap atasan
Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering
melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan.
Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau
aturan yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan.
5) Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya
Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang memiliki karakteristik positif.
Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang
dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan
berbeda dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan
turnover.
Selanjutnya, ada 2 (dua) macam model penarikan diri dari organisasi
(organizational
withdrawal)
yang
mencerminkan
rencana
individu
untuk
meninggalkan organisasi baik secara temporer maupun permanen menurut Mueller
(2003). Hal ini menambah dimensi variabel turnover intention itu sendiri, dijabarkan
sebagai berikut:
•
Penarikan diri dari pekerjaan (work withdrawl). Karyawan yang merasa tidak
puas dalam pekerjaan akan melakukan beberapa kombinasi perilaku seperti:
1) mengurangi jangka waktu dalam bekerja
2) melakukan penarikan diri secara sementara
3) tidak menghadiri rapat
4) tidak masuk kerja
5) menampilkan kinerja yang rendah
6) mengurangi keterlibatannya secara psikologis dari pekerjaan yang
dihadapi.
•
Alternatif mencari pekerjaan baru (search for alternatives), biasanya
karyawan benar-benar ingin meninggalkan pekerjaannya secara permanen.
Dapat dilakukan dengan:
7) proses pencarian kerja baru
8) pemikiran untuk berhenti bekerja
9) keputusan aktual untuk meninggalkan pekerjaan
30
2.3.2
Dampak dari Turnover bagi Perusahaan
Turnover sebenarnya tidak selalu berdampak negatif; melainkan juga positif
terutama bila turnover yang ada memang dikehendaki oleh perusahaan. Kehilangan
beberapa tenaga kerja kadang memang diinginkan, apalagi jika tenaga kerja yang
pergi adalah yang kinerjanya rendah. Turnover merupakan indeks stabilitas dari
tenaga kerja dimana suatu pergerakan yang berlebihan merupakan hal yang tidak
diinginkan dan mahal karena dapat menimbulkan berbagai dampak (biaya) seperti :
1) Hiring costs (biaya perekrutan meliputi waktu dan fasilitas untuk
rekruitmen wawancara dan penempatan).
2) Training costs meliputi waktu dari supervisor, bagian personalia dan
pelatih.
3) Tingkat kecelakaan dari pekerja baru yang cenderung lebih tinggi.
4) Hilangnya produktivitas dalam interval waktu antara keluarnya pekerja
lama sampai dengan diperoleh penggantinya.
5) Peralatan produksi yang tidak dapat difungsikan secara penuh selama
proses perekrutan dan masa training.
6) Tingkat kerusakan dan waktu yang terbuang cenderung lebih tinggi
pada pekerjaan baru. Kerja lembur yang disebabkan oleh banyaknya
pekerja yang keluar mengakibatkan masalah dalam memenuhi jadwal
pengiriman yang telah disepakati.
Menurut Retno dalam Frizal (2006:26) disimpulkan bahwa dampak negatif
yang ditimbulkan oleh turnover tidak hanya dihubungkan dengan faktor biaya tetapi
juga faktor bukan biaya, sehingga perlu dipertimbangkan karena mempengaruhi
efektivitas organisasi secara keseluruhan.
31
2.4
Penerangan
Model Penelitian
Berikut model dalam penelitian ini:
Temperatur
Kebisingan
Bau-bauan
Work
Environment
(X1)
Keamanan
Gaji
Upah
Insentif
Remuneration
(X2)
Bonus
Turnover
Intention (Y)
Kejujuran
Disiplin
Prestasi Kerja
Kerjasama
Promotion
(X3)
Loyalitas
Kecakapan
Kepemimpinan
Ditributive
Justice
Procedural
Justice
Interactional
Justice
Fairness of
Treatment
(X4)
Temporal
Justice
Spatial Justice
Sumber: Penulis, 2014
Gambar 2.1 Model Penelitian
Download