Implikasi Keberadaan Spesies Asing Invasif Eceng

advertisement
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Spesies asing invasif telah menjadi issu hangat yang banyak dibicarakan
dalam beberapa tahun belakangan ini, terutama berkaitan dengan spesies
tumbuhan invasif. Banyak spesies tumbuhan terbawa oleh manusia ke bagian
dunia yang lain, baik secara sengaja maupun tidak. Aktivitas dan mobilitas
manusia telah menyebabkan spesies tumbuhan tersebut terbawa dan menyebar
ke berbagai belahan bumi. Hal ini dimungkinkan dengan dimulainya era
eksplorasi yang dapat menghilangkan penghalang biogeografi, yang sebelumnya
mengisolasi biota benua selama jutaan tahun (Mooney & Cleland, 2001).
Penyebaran spesies tumbuhan akibat aktivitas manusia telah melebihi yang
pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah geologi. Ribuan spesies tumbuhan
pada saat ini telah mapan secara permanen pada zona fitogeografi yang tidak
akan pernah terjadi dalam proses evolusi yang normal (Wilson. 1988)
Introduksi suatu spesies tumbuhan asing dapat menimbulkan masalah
yang serius pada habitat yang baru. Setelah keluar dari habitat alaminya,
tumbuhan asing tersebut seringkali berkembang menjadi penginvasi agresif
yang lebih kompetitif daripada spesies tumbuhan lokal. Beberapa spesies invasif
dapat mengubah jalur evolusi dari spesies lokal melalui kompetisi, pemindahan
relung, hibridisasi, dan akhirnya kepunahan (Mooney & Cleland, 2001).
Schoonhoven et al. (1996) melaporkan bahwa di beberapa bagian dunia, 6097% gulma merupakan spesies asing, yang telah merusak ekosistem alam atau
menimbulkan kehilangan yang nyata bagi produksi pertanian.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa introduksi suatu spesies
tumbuhan melewati batas geografis, baik secara sengaja maupun tidak, dapat
menyebabkan perubahan struktur komunitas tumbuhan di ekosistem yang baru.
Keberadaan spesies asing invasif cenderung merugikan karena merupakan
ancaman serius terhadap ekosistem dan keanekaragaman hayati (Wittenberg &
Cock 2003). Primack et al. (1998) menyatakan bahwa salah satu ancaman utama
terhadap keanekaragaman hayati adalah upaya introduksi spesies-spesies asing.
2
Hal ini didasarkan pada kemungkinan terjadinya kompetisi interspesifik. Jika
spesies asing introduksi tersebut lebih dominan daripada spesies lokal, besar
kemungkinan akan terjadi dampak negatif terhadap keanekaragaman hayati
lokal, bahkan tidak mustahil akan terjadi kepunahan spesies Selain itu, beberapa
spesies asing mempunyai kemampuan untuk menginvasi dan mendominasi
habitat baru sekaligus menggantikan kedudukan spesies lokal. Hal ini
disebabkan antara lain karena ketidakhadiran musuh alami dan kompetitornya di
habitat yang baru.
Spesies asing invasif pada habitat yang baru dapat menyebabkan
terjadinya homogenisasi biotik dan pergantian spesies lokal dengan spesies
introduksi (Olden et al. (2004). Hal ini dapat terjadi karena spesies asing invasif
mampu beradaptasi dan mendominasi suatu habitat baru yang awalnya
didominasi oleh spesies lokal. Salah satu contoh adalah introduksi gulma
Hypericum perforatum L. dari Eropa ke Amerika Utara. Spesies gulma ini
secara cepat menyebar pada padang rumput California hingga menutupi 59%
komunitas tersebut dan mengakibatkan spesies rumput lokal yang sebelumnya
dominan menurun menjadi 22% dari penutupan lahan (Bellows 2001).
Pergeseran komposisi vegetasi akibat invasi spesies asing diprediksi akan
mempengaruhi komunitas serangga yang berasosiasi dengan tumbuhan tersebut.
Menurut Kruess (2003), keanekaragaman komunitas serangga pada suatu
ekosistem sangat dipengaruhi oleh struktur spasial, keanekaragaman habitat dan
komposisi habitat. Selanjutnya Altieri dan Nicholls (2004) menyatakan bahwa
populasi serangga secara langsung dapat dipengaruhi oleh konsentrasi atau
dispersi spasial tumbuhan inang mereka, sebab kemampuan serangga untuk
menemukan dan menggunakan tumbuhan inangnya dipengaruhi oleh asosiasi
spesies tumbuhan.
Dalam konteks keanekaragaman serangga, implikasi introduksi spesies
tumbuhan asing invasif perlu mendapat perhatian lebih serius sebab serangga
merupakan komponen penting dari suatu ekosistem. Hal ini didasarkan pada
fakta bahwa serangga merupakan salah satu kelompok hewan yang dominan di
antara kelompok hewan lain, baik dalam kelimpahan individu maupun kekayaan
3
spesiesnya. Secara ekologi, serangga memegang peranan penting dalam
kelestarian keanekaragaman hayati karena serangga tersebut dapat bertindak
sebagai herbivor, karnivor (parasitoid dan predator), polinator, dan dekomposer
(Borror et al. 1996; Gullan & Cranston 1994).
Salah satu jenis tumbuhan yang dikenal sangat invasif dan telah menyebar
ke seluruh dunia adalah eceng gondok, Eichhornia crassipes (Mart.) Solms.
(Pontederiaceae) (Gopal & Sharma 1981; Center et al. 2002). Keberadaan eceng
gondok pada suatu ekosistem perairan dikhawatirkan akan menggeser komposisi
spesies tumbuhan akuatik lain. Hal ini dapat terjadi karena tingginya daya
adaptasi dan laju reproduksi eceng gondok sehingga hampir selalu
memenangkan kompetisi dengan spesies tumbuhan lain (Gopal & Sharma 1981;
Center et al. 2002). Eceng gondok dapat hidup di daerah tropis dan subtropis
(Gopal & Sharma 1981), terdistribusi mulai dari latitude 40o Lintang Utara
hingga 40o Lintang Selatan (Center et al. 2002). Populasi eceng gondok
berkembang dengan sangat cepat karena tumbuhan ini dapat berreproduksi
secara seksual melalui biji dan aseksual dengan stolon. Reproduksi secara
aseksual atau vegetatif memegang peranan penting karena dengan cara ini laju
pertumbuhan jumlah rumpun eceng gondok dapat berkisar antara 1,2%-13,8%
per hari (Gopal & Sharma 1981).
Keberadaan spesies invasif eceng gondok di Indonesia pada saat ini cukup
memprihatinkan. Keprihatinan ini cukup beralasan karena sebagian besar
ekosistem air tawar di Indonesia telah terinvestasi oleh eceng gondok, meliputi
hampir seluruh wilayah mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Irian Jaya.
Tjitrosoedirdjo dan Wijaya (1991) melaporkan bahwa perairan terbuka yang
telah terinvestasi oleh eceng gondok meliputi Danau Situ Bagendit, Danau
‘Danau Rawa’, Danau Curug, dan Waduk Saguling di Jawa Barat; Danau Rawa
Pening di Jawa Tengah; Waduk Wlingi Raya, Waduk Bureng, dan Sungai
Surabaya di Jawa Timur; Danau Kerinci di Jambi; Danau Maninjau di Sumatera
Barat; Danau Sentani di Irian Jaya.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi invasi eceng gondok di
Indonesia. Pengendalian secara biologi merupakan salah satu teknik
4
pengendalian yang dikembangkan sejak tiga dekade yang lalu, yaitu dengan
memanfaatkan musuh alami gulma tersebut yang berupa serangga herbivor.
Kegiatan ini dimulai dengan diintroduksinya dua spesies Neochetina spp.
(Coleoptera: Curculionidae), yaitu N. eichhorniae (Subagyo et al. 1977) dan N.
bruchi (Widayanti et al. 1998). Introduksi dan pelepasan agens hayati tersebut
diharapkan dapat menekan perkembangan populasi eceng gondok. Menurut
Bellows (2001), introduksi agens hayati berupa serangga herbivor dapat
mengurangi dominasi spesies tumbuhan asing invasif dan merestorsi spesiesspesies tumbuhan lokal.
Introduksi serangga herbivor sebagai agens hayati suatu spesies gulma ke
suatu ekosistem yang baru perlu mendapat perhatian yang serius sebab
dikhawatirkan dapat menimbulkan efek negatif terhadap komunitas spesies
bukan sasaran (nontarget effect), baik tumbuhan maupun serangga. Efek
nontarget introduksi agens hayati bisa bersifat langsung (direct effect) maupun
tidak langsung (indirect effect). Efek langsung terjadi bila agens hayati
introduksi tersebut menyerang spesies tumbuhan lain yang bukan target
pengendalian. Sementara itu, efek tidak langsung dapat terjadi melalui
penggantian ekologi ketika agens hayati secara fisik dan fungsional
menggantikan spesies lokal (Pearson & Callaway, 2003).
Beberapa hasil penelitian dewasa ini menunjukkan bahwa introduksi agens
hayati gulma berupa serangga herbivor dapat menimbulkan efek nontarget.
Simberloff dan Stiling (1996) melaporkan bahwa herbivor generalis yang
diintroduksi untuk pengendalian hayati gulma dapat menyerang spesies
tumbuhan lokal non-target sehingga mengurangi vegetasi spesies tersebut secara
nyata dan mengubah komposisi komunitas tumbuhan dan herbivor lokal.
Sebagai salah satu contoh, introduksi ulat ngengat Cactoblastis cactorum ke
Florida Keys untuk agens pengendalian hayati pada Opuntia spp. telah
mendorong O. spinosissima dan O. triacantha menjadi langka dan terancam
punah. Bahkan agens hayati yang inangnya spesifik juga dapat menimbulkan
efek nontarget yang besar melalui efek tidak langsung yang muncul sebagai
5
akibat dari pergantian ekologi, respon kompensasi, dan subsidi jaring-jaring
makanan (Pearson & Callaway, 2003).
Masalah lain yang perlu mendapat perhatian adalah fakta bahwa
kebanyakan introduksi serangga herbivor untuk pengendalian gulma tidak
diikuti dengan upaya monitoring yang serius terhadap distribusinya dan
dampaknya terhadap keanekaragaman hayati di lapangan. Tanpa adanya upaya
monitoring, degradasi keanekaragaman hayati dalam suatu ekosistem tidak
dapat dipantau, terutama tempat-tempat atau habitat yang jauh dari titik
pelepasan (Simberloff dan Stiling, 1996).
Introduksi N. eichhorniae ke Indonesia sebagai agens hayati eceng gondok
juga perlu mendapat perhatian yang serius. Selain aspek efektivitasnya dalam
mengendalikan populasi eceng gondok, evaluasi tentang implikasinya terhadap
keanekaragaman hayati lokal juga perlu dilakukan. Apa yang akan terjadi
apabila
serangga
herbivor
tersebut
menyerang
tumbuhan
lokal
dan
mempengaruhi eksistensi keanekaragaman serangga lokal akibat terjadinya
kompetisi interspesifik? Pertanyaan ini sangat penting karena dari hasil
penelitian diketahui bahwa N. eichhorniae dapat hidup dalam periode tertentu
pada beberapa tanaman inang alternatif seperti ganyong (Canna edulis), jahe
(Zingiber officinale), galangale (Kaempa galangale) dan temu lawak (Curcuma
domestica) (Widayanti et al. 1998).
Issu pergeseran komunitas tumbuhan dan serangga sebagai dampak
introduksi spesies asing invasif telah menjadi perhatian serius para ahli ekologi
dalam beberapa tahun terakhir. Namun demikian, evaluasi mengenai implikasi
keberadaan spesies invasif tersebut, khususnya eceng gondok, terhadap
komunitas tumbuhan akuatik dan serangga yang berasosiasi dengannya, sejauh
ini belum banyak dilakukan. Hal ini perlu dilakukan, terutama di Indonesia yang
sebagian besar ekosistem perairannya telah terintestasi oleh spesies tumbuhan
tersebut. Selain itu, evaluasi terhadap introduksi agens hayati Neochetina spp.,
terutama berkaitan dengan aspek efektivitasnya dalam mengendalikan populasi
eceng gondok dan implikasinya terhadap keanekaragaman hayati lokal, juga
belum pernah dilakukan.
6
Bertitik tolak pada uraian di atas, pertanyaan yang saat ini muncul adalah:
(1) Seberapa jauh implikasi keberadaan eceng gondok terhadap komunitas
tumbuhan akuatik? (2) Seberapa jauh implikasi keberadaan eceng gondok
terhadap komunitas serangga? (3) Bagaimana penyebaran dan kelimpahan
Neochetina spp. di lapangan dan bagaimana pengaruhnya terhadap eceng
gondok? (4) Apakah ada dampak nontarget introduksi agens hayati Neochetina
eichhorniae?
Tujuan Penelitian
Sejalan dengan permasalahan yang telah disebutkan di atas, secara umum
penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi implikasi keberadaan spesies
invasif eceng gondok dan agens hayatinya, Neochetina spp., terhadap komunitas
tumbuhan akuatik dan serangga. Sesuai dengan topik-topik penelitian, secara
khusus rangkaian penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi:
1. Implikasi keberadaan spesies invasif eceng gondok terhadap komunitas
tumbuhan akuatik.
2. Implikasi keberadaan spesies invasif eceng gondok terhadap komunitas
serangga.
3. Penyebaran agens hayati Neochetina spp. dan dampaknya terhadap eceng
gondok.
4. Potensi dampak non-target introduksi agens hayati Neochetina eichhorniae.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
sejauh mana implikasi keberadaan spesies invasif eceng gondok terhadap
keanekaragaman hayati, khususnya tumbuhan akuatik dan serangga. Informasi
lain yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah tentang kemapanan agens
hayati Neochetina spp. yang diintroduksi, dan sejauh mana efektivitas agens
hayati tersebut di lapangan. Kajian tentang implikasi keberadaan spesies invasif
terhadap
keanekaragaman
hayati
merupakan
informasi
dasar
dalam
pengembangan strategi konservasi keanekaragaman hayati. Selain itu, hasil
7
penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi praktisi
pengendalian hayati dalam introduksi spesies serangga asing sebagai agens
pengendalian hayati gulma.
Alur Pemikiran dan Landasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian implikasi spesies invasif eceng gondok dan
agens hayatinya, Neochetina spp., terhadap komunitas tumbuhan akuatik dan
serangga meliputi empat topik penelitian sebagai berikut:
Penelitian 1: Evaluasi implikasi keberadaan spesies invasif eceng gondok
terhadap komunitas tumbuhan akuatik dan serangga.
Penelitian 2: Evaluasi implikasi keberadaan spesies invasif eceng gondok
terhadap komunitas serangga herbivor dan parasitoid.
Penelitian 3: Evaluasi penyebaran agens hayati Neochetina spp. dan dampaknya
terhadap eceng gondok.
Penelitian 4: Studi potensi dampak non-target introduksi agens hayati
Neochetina eichhorniae.
Penelitian 1 dilakukan untuk menjawab permasalahan 1 dan 2, penelitian 2
untuk menjawab permasalahan 2, penelitian 3 untuk menjawab permasalahan 3,
dan penelitian 4 untuk menjawab permasalahan 4 (Gambar 1.1). Penelitian 1
akan memberikan informasi tentang komunitas tumbuhan akuatik dan
komunitas serangga secara umum yang berasosiasi dengan komunitas tumbuhan
akuatik pada lokasi dengan dan tanpa keberadaan eceng gondok. Penelitian 2
akan memberikan informasi tentang komunitas serangga yang diprediksi paling
banyak terkena dampak keberadaan eceng gondok, yaitu serangga herbivor dan
parasitoid. Penelitian 3 akan memberikan informasi tentang penyebaran agens
hayati Neochetina spp. pada beberapa daerah di Jawa Barat dan DKI Jakarta,
serta efektivitasnya dalam menekan populasi eceng gondok. Penelitian 4 akan
memberikan informasi tentang potensi dampak non-target agens hayati N.
eichhorniae terhadap komunitas tumbuhan dan serangga lokal.
8
Introduksi spesies asing
invasif eceng gondok
Introduksi Neochetina spp.
sebagai agens hayati
Ekosistem baru
Direct target-effect?
(Permasalahan 3)
Dominasi eceng gondok pada
ekosistem perairan
Pergeseran komunitas
tumbuhan akuatik lokal
(Permasalahan 1)
Direct/indirect*
nontarget-effects?
(Permasalahan 4)
Pergeseran komunitas
serangga lokal
(Permasalahan 2)
Kelestarian
keanekaragaman
hayati terganggu
Rekomendasi
untuk pengembangan
strategi konservasi
keanekaragaman hayati
Gambar 1.1 Kerangka penelitian implikasi keberadaan spesies asing invasif
eceng gondok dan agens hayatinya, Neochetina spp., terhadap
komunitas tumbuhan akuatik dan serangga (*garis solid = direct
nontarget-effect; garis putus-putus = indirect nontarget-effect).
Download