15 BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Saham 1. Pengertian Harga

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Harga Saham
1. Pengertian Harga Saham
Harga saham merupakan nilai sekarang dari arus kas yang akan diterima
oleh pemilik saham di kemudian hari. Menurut Anoraga (2001 : 100) harga
saham adalah uang yang dikeluarkan untuk memperoleh bukti penyertaan atau
pemilikan suatu perusahaan. Harga saham juga dapat diartikan sebagai harga yang
dibentuk dari interaksi para penjual dan pembeli saham yang dilatar belakangi oleh
harapan mereka terhadap profit perusahaan, untuk itu investor memerlukan
informasi yang berkaitan dengan pembentukan harga saham tersebut dalam
mengambil keputusan untuk menjual atau membeli saham.
Menurut Hidayat (2010:103), harga saham dibedakan menjadi empat
macam yaitu harga nominal, harga perdana, harga pembukaan (opening price),
harga pasar (market price) dan harga penutupan (closing price). Harga nominal
saham adalah harga yang tercantum pada lembar saham yang diterbitkan. Harga
perdana saham adalah harga yang berlaku untuk investor yang membeli saham
pada saat masa penawaran umum. Harga pembukaan saham adalah harga saham
yang berlaku saat pasar saham dibuka pada hari itu. Harga pasar saham adalah
harga saham pada saat diperdagangkan di bursa saham yang ditentukan oleh
permintaan dan penawaran. Harga penutupan adalah harga pasar saham yang saat
itu sedang berlaku pada saat bursa tutup untuk hari itu.
15
Surat berharga saham memiliki bermacam-macam bentuk. Macammacam saham terbagi berdasarkan peralihan kas, berdasarkan hak tagih dan
berdasarkan kinerja itu sendiri.
a.
Berdasarkan peralihan kas
1) Saham atas tunjuk (Bearer Stock)
Saham atas tunjuk merupakan jenis saham yang tidak menyertakan nama
pemilik dengan tujuan agar saham tersebut dapat dengan mudah
dipindahtangankan.
2) Saham atas nama ( Registered Stock)
Berbeda dengan saham atas tunjuk, saham atas nama mencantumkan
nama dari pemilik saham pada lembar saham. Saham atas nama juga
dapat dipindahtangankan tetapi harus melalui prosedur tertentu.
b.
Berdasarkan hak tagih / klaim
1) Saham biasa (Common Stock)
Saham biasa adalah jenis saham yang memiliki hak klaim berdasar laba /
rugi yang di peroleh perusahaan. Pemegang saham biasa mendapat
prioritas paling akhir dalam pembagian deviden dan penjualan asset
perusahaan jika terjadi likuidasi.
2) Saham preferen (Preffered Stock)
Saham preferen adalah saham dengan bagian hasil yang tetap dan apabila
perusahaan mengalami kerugian maka pemegang saham preferen akan
mendapat prioritas utama dalam pembagian hasil atas penjualan asset.
16
c.
Berdasarkan kinerja perusahaan
1) Blue Chip Stock
Saham ini merupakan saham unggulan, karena diterbitkan oleh
perusahan yang memiliki kinerja yang bagus, sanggup memberikan
deviden secara stabil dan konsisten. Perusahaan yang menerbitkan blue
chip stock biasanya perusahaan besar yang telah memiliki pangsa pasar
tetap.
2) Income Stock
Saham ini merupakan saham yang memiliki deviden yang progresif atau
besarnya deviden yang dibagikan lebih tinggi dari rata-rata deviden
tahun sebelumnya.
3) Growth Stock
Merupakan jenis saham yang diterbitkan oleh perusahaan yang memiliki
pertumbuhan pendapatan yang tinggi.
4) Speculative Stock
Saham jenis ini menghasilkan deviden yang tidak tetap, karena perusahaan
yang menerbitkan memiliki pendapatan yang berubah-ubah namun
memiliki prospek yang bagus di masa yang akan datang.
5) Counter Cyclical Stock
Perusahaan yang menerbitkan jenis saham ini adalah jenis perusahaan
yang operasionalnya tidak banyak dipengaruhi oleh kondisi ekonomi
17
makro. Perusahaan tersebut biasanya bergerak dalam bidang produksi
atau layanan jasa vital.
2. Penilaian Harga Saham
Dalam menentukan nilai saham investor perlu memperhatikan dividen dan
earning yang diharapkan dari perusahaan di masa yang akan datang. Besarnya
dividen dan earning yang diharapkan dari suatu perusahaan akan tergantung dari
prospek keuntungan yang dimiliki perusahaan. Menurut Tandelilin (2010 : 338) :
Prospek perusahaan sangat tergantung dari keadaan ekonomi secara
keseluruhan sehingga analisis penilaian saham yang dilakukan investor
juga harus memperhitungkan beberapa variabel ekonomi makro yang
mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba.
Dalam melakukan analisis penilaian saham, investor dapat melakukan
analisis fundamental secara “top-down” untuk menilai prospek perusahaan. Pada
tahap analisis ekonomi dan pasar modal, investor melakukan analisis terhadap
berbagai alternatif keputusan tentang dimana lokasi investasi akan dilakukan
(dalam negeri dan atau luar negeri), serta dalam bentuk apa investasi tersebut
dilakukan (saham, obligasi, kas, properti dan lainnya). Tahap berikutnya, yaitu
analisis industri, meliputi analisis yang berdasarkan hasil analisis ekonomi dan
pasar untuk menentukan jenis-jenis industri mana saja yang akan dipilih (tentu
saja yang berprospek baik dan menguntungkan). Tahap ketiga yang didasari tahap
sebelumnya bertujuan untuk menentukan perusahaan-perusahaan atau saham
mana saja yang menguntungkan sehingga layak dijadikan pilihan investasi
(Tandelilin, 2010; 338-339).
18
Harga saham di bursa ditentukan oleh kekuatan pasar, yang berarti harga
saham tergantung dari kekuatan permintaan dan penawaran. Kondisi
permintaan atau penawaran atas saham yang fluktuatif tiap harinya akan
membawa pola harga saham yang fluktuatif juga. Pada kondisi dimana
permintaan saham lebih besar, maka harga saham akan cenderung naik, sedang
pada kondisi dimana penawaran saham lebih banyak maka harga saham akan
menurun. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham di pasar adalah :
a.
Taksiran penghasilan yang akan di terima.
b.
Besarnya tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh investor, yang mana
dipengaruhi oleh keuntungan yang berisiko serta risiko yang ditanggung
investor.
Dalam aktivitas di pasar modal harga saham merupakan faktor yang
sangat penting dan harus diperhatikan oleh investor dalam melaksanakan
investasi, karena harga saham menunjukkan nilai suatu perusahaan. Harga
saham mencerminkan prestasi emiten. Apabila emiten punya prestasi yang makin
baik maka keuntungan yang diperoleh dari operasi usaha juga semakin besar,
sehingga keuntungan yang diperoleh pemegang saham emiten yang bersangkutan
juga cenderung naik. Bagi investor harga saham dan pergerakannya merupakan
faktor penting dalam investasi di pasar modal. Harga saham dikatakan tidak wajar
apabila harganya ditetapkan terlalu tinggi atau terlalu rendah. Melalui penilaian
saham inilah investor akan dapat memutuskan untuk menentukan strategi
investasi. Seorang investor mengharapkan keuntungan berupa dividen dan capital
gain.
19
Harga saham mencerminkan nilai perusahaan, semakin tinggi nilai harga
saham semakin tinggi pula nilai perusahaan tersebut dan sebaliknya. Setiap
perusahan yang menerbitkan saham sangat memperhatikan harga sahamnya.
Penilaian harga saham menurut Suad Husnan (2009 : 284) adalah sebagai berikut:
Penilaian harga saham merupakan suatu mekanisme untuk merubah
serangkaian variabel ekonomi perusahaan yang diramalkan (atau yang
diamati) menjadi perkiraan tentang harga saham. Variabel-variabel
ekonomi tersebut seperti misalnya laba perusahaan, deviden yang
dibagikan, variabilitas laba, dan sebagainya.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham.
Menurut Arifin (2001 : 116-125) faktor – faktor yang mempengaruhi
harga saham adalah sebagai berikut :
a.
Kondisi fundamental emiten
Faktor fundamental merupakan faktor yang erat kaitannya dengan kondisi
perusahaan yaitu kondisi manajemen organisasi sumber daya manusia,
kondisi keuangan perusahaan yang tercermin dalam kinerja keuangan
perusahaan. Menurut Husnan (2009 : 307) analisis fundamental mencoba
memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan :
1) Mengestimasi nilai faktor–faktor fundamental yang mempengaruhi harga
saham di masa yang akan datang.
2) Menetapkan hubungan variabel–variabel tersebut sehingga di peroleh
taksiran harga saham.
Model ini sering disebut sebagai share price forecasting dan sering
digunakan dalam berbagai pelatihan analisis sekuritas. Dalam model ini
20
langkah yang paling penting adalah
mengidentifikasi
faktor–faktor
fundamental yang diperkirakan akan mempengaruhi harga saham. Faktor
yang dianalisis merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi
perusahaan, yang meliputi kondisi manajemen, organisasi, SDM, dan
keuangan perusahaan yang tercermin dalam kinerja perusahaan.
Menurut Jogiyanto (2009 : 130) analisis fundamental menggunakan
data fundamental yaitu data yang berasal dari keuangan perusahaan
(misalnya laba, deviden yang dibayar, penjualan dan lain sebagainya).
Untuk menganalisis kinerja perusahaan dapat digunakan rasio
keuangan yang terbagi dalam empat kelompok, yaitu rasio likuiditas,
aktivitas, hutang, dan profitabilitas (Gitman, 2003). Dengan analisis tersebut,
para analis mencoba memperkirakan harga saham di masa yang akan datang
dengan memperkirakan faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga
saham.
Dengan demikian untuk menganalisis harga saham digunakan analisis
fundamental. Analisis fundamental merupakan analisis yang berkaitan
dengan kondisi internal perusahaan. Salah satu komponen yang berhubungan
dengan kondisi internal perusahaan adalah kinerja perusahaan yang terdiri
dari Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), Operating Profit
Margin (OPM), Debt to Equity Ratio (DER), Earning Per Share (EPS), Book
Value (BV).
21
1). Return on Assets (ROA)
Return on Assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas
yang mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan
dengan memanfaatkan seluruh aktiva yang dimilikinya.
Semakin besar
return on assets maka kinerja perusahaan tersebut semakin baik, karena
tingkat kembalian (return) semakin besar. Perusahaan dengan return on
assets yang besar akan menarik minat para investor untuk menanamkan
modalnya pada perusahaan tersebut, karena keuntungan yang akan mereka
terima besar, demikian juga sebaliknya demikian juga jika return on assets
rendah, maka minat investasi turun, dan harga saham pun turun.
Aktiva suatu perusahaan didanai oleh pemegang saham dan kreditor,
sehingga aktiva tersebut akan menjadi modal kerja bagi perusahaan dalam
melakukan usahanya. Sedangkan hasil usaha perusahaan dinyatakan dalam
bentuk laba bersih atau Net Income After Tax (NIAT). Return on Assets
(ROA) merupakan rasio antara laba bersih setelah pajak (NIAT) terhadap
total assets. ROA mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh
laba bersih setelah pajak dari total asset yang digunakan untuk operasional
perusahaan (Gitman, 2003).
Semakin tinggi rasio ini, menunjukkan bahwa perusahaan semakin
efektif dalam memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba bersih setelah
pajak. Dengan demikian, semakin tinggi ROA menunjukkan semakin efektif
kinerja perusahaan. Hal ini akan meningkatkan daya tarik investor terhadap
perusahaan tersebut dan menjadikan perusahaan tersebut menjadi perusahaan
22
yang diminati oleh banyak investor karena tingkat pengembaliannya akan
semakin besar (Ang, 1997). Minat yang besar dari investor berdampak
terhadap kenaikan harga saham perusahaan di Pasar Modal. Dengan kata lain
ROA akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan.
Secara matematis ROA dapat dirumuskan sebagai berikut :
NIAT
ROA = --------------Total Assets
1) Return on Equity (ROE)
Return on Equity (ROE) merupakan salah alat utama investor yang
paling sering digunakan dalam menilai suatu saham. ROE (Return on Equity)
merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan
modal sendiri yang dimiliki. Return on
Equity merupakan alat analisis
keuangan untuk mengukur profitabilitas. Rasio ini mengukur kemampuan
perusahaan
menghasilkan
keuntungan
berdasarkan
modal
tertentu
(Syamsuddin, 2009:63).
Rasio ini sering disebut juga dengan return on net worth merupakan
rasio profitabilitas yang menunjukkan rasio antara laba setelah pajak atau
earning after tax (EAT) terhadap total modal sendiri (equity) yang berasal
dari setoran modal pemilik, laba tak dibagi dan cadangan lain yang
dikumpulkan oleh perusahaan. Rasio ini memperlihatkan sejauh manakah
perusahaan mengelola modal sendiri (equity) secara efektif, mengukur tingkat
keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemilik modal sendiri atau
23
pemegang saham. Semakin tinggi ROE menunjukkan semakin efisien
perusahaan dalam menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba atau
keuntungan bersih. ROE digunakan untuk mengukur tingkat kembalian
perusahaan atau efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan
dengan memanfaatkan ekuitas (shareholders’ equity) yang dimiliki oleh
perusahaan. ROE diformulasikan sebagai berikut:
EAT
ROE = -------------Total Equity
Earning After Tax (EAT) merupakan pendapatan bersih sesudah
pajak, sedangkan total equity merupakan total ekuitas (modal pemilik) yang
terdapat pada perusahaan tersebut pada periode akhir tahun.
Menurut Aldler Hayman Manurung (1992: 24) yang menyatakan
bahwa pengembalian ekuitas para pemegang saham atau Return On Equity
(ROE) merupakan
salah
satu
bagian
dari
rasio profitabilitas yang
merupakan hasil bagi laba bersih (profit after tax) dengan modal sendiri.
Rasio ini dapat diperbandingkan dengan tingkat bunga sebagai ukuran bagi
perusahaan untuk mengetahui bentuk investasi yang lebih baik.
Keterkaitan antara return on equity (ROE) dengan harga saham
dikemukakan oleh Higgins (1990: 59) menjelaskan bahwa adanya hubungan
yang positif antara ROE dan harga saham perusahaan yang dapat
meningkatkan nilai buku (book value) saham perusahaan. Jadi antara ROE
dengan harga saham mempunyai hubungan positif, dimana ROE yang tinggi
cenderung meningkatkan harga saham.
24
2) Debt to Equity Ratio (DER)
Debt to equity ratio (DER) mencerminkan kemampuan perusahaan
dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh berapa bagian
dari modal sendiri atau ekuitas yang digunakan untuk membayar hutang. DER
yang tinggi menunjukkan hutang semakin besar dibandingkan dengan
ekuitasnya, sehingga beban bunga dan ketergantungan modal perusahaan
terhadap pihak luar juga semakin besar.
Rasio debt to equity ratio (DER) digunakan untuk mengukur tingkat
leverage (penggunaan hutang) terhadap total ekuitas yang dimiliki oleh
perusahaan. Semakin tinggi DER menunjukkan tingginya ketergantungan
permodalan perusahaan terhadap pihak luar sehingga beban perusahaan
semakin berat. Tentunya hal ini akan mengurangi hak pemegang saham
(dalam bentuk dividen), hal ini menyebabkan berkurangnya minat investor
terhadap saham perusahaan karena tingkat pengembaliannya semakin kecil.
Dengan kata lain, DER berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Kinerja perusahaan tentunya juga berpengaruh pada daya tarik saham
yang ditawarkan di Pasar Modal. Semakin baik kinerja perusahaan, maka daya
tarik saham perusahaan tersebut semakin tinggi, karena saham tersebut
memberikan prospek yang menjanjikan keuntungan. Jika permintaan investor
terhadap saham perusahaan cukup besar, maka dapat berpengaruh terhadap
peningkatan harga saham. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa DER
25
berpengaruh negatif terhadap harga saham perusahaan. Secara matematis DER
dapat diformulasikan sebagai berikut:
Total Debts
DER = -------------Total Equity
Apabila Debt to Equity Ratio nya tinggi, maka dapat menunjukkan
bahwa risiko finansial atau risiko kegagalan perusahaan untuk mengembalikan
pinjaman akan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya. Jadi penggunaan
hutang yang semakin besar akan mengakibatkan semakin tingginya risiko
untuk tidak terbayar.
Dengan pertimbangan bahwa investor biasanya menghindari risiko,
maka apabila DER suatu perusahaan semakin tinggi, para investor akan
menghindari saham perusahaan tersebut, akibatnya permintaan akan saham
tersebut menjadi turun dan mengakibatkan harga saham turun.
3) Operating Profit Margin (OPM)
Operating Profit Margin (OPM) mengukur tingkat keuntungan
perusahaan dari kegiatan operasi utamanya dengan membandingkan laba
operasi
(penjualan
dikurangi
biaya
operasi)
dan
penjualan
(laba
operasi/penjualan). Semakin tinggi margin laba operasi perusahaan, semakin
bagus perusahaan tersebut.
Operating Profit Margin (OPM) mengukur persentase setiap penjualan
setelah semua cost and expenses diluar biaya bunga dan pajak. OPM
menunjukkan laba murni (pure profit) yang diperoleh dari setiap penjualan.
26
Bagi investor yang diinginkannya tentu adalah operating profit margin.
Secara matematis OPM dapat diformulasikan sebagai berikut:
Operating Profit
OPM = -------------------Sales
OPM adalah salah satu alat untuk mengukur profitabilitas suatu
perusahaan. Tanpa profit, perusahaan tidak akan menarik bagi investor. Oleh
karena itu rasio ini sangat penting bagi investor untuk menilai masa depan
perusahaan. Dalam memilih investasi saham, investor akan memilih
perusahaan yang memiliki OPM yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perusahaan yang memiliki OPM rendah. Bagi investor perusahaan yang
memiliki tingkat OPM yang tinggi memberikan indikasi bahwa risiko pada
perusahaan tersebut adalah rendah. Dapat dikatakan semakin tinggi OPM akan
semakin rendah beta sahamnya, sebaliknya semakin rendah OPM akan
mengakibatkan beta sahamnya semakin tinggi.
4) Earning Per Share (EPS)
Setiap investor yang membeli saham perusahaan selalu mengharapkan
return/keuntungan. Salah satu cara mengukur return yang akan diperoleh
adalah dengan Earning Per Share (EPS). EPS menunjukkan keuntungan
yang diterima oleh pemegang saham biasa per lembar saham. EPS (Earning
Per
Share) merupakan salah satu informasi akuntansi yang memberikan
analisis rasio keuntungan bersih per lembar saham yang mampu dihasilkan
oleh perusahaan. Kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih
per
27
lembar saham merupakan indikator fundamental keuangan perusahaan yang
sering dipakai sebagai acuan untuk mengambil keputusan investasi dalam
saham (Harnanto, 2002:108).
Pada umumnya,
investor akan mengharapkan
manfaat
dari
investasinya dalam bentuk laba per lembar saham, sebab earning per share
(EPS) ini menggambarkan jumlah keuntungan yang diperoleh untuk setiap
lembar saham biasa. Sedangkan jumlah EPS yang akan didistribusikan
kepada investor saham tergantung pada kebijakan perusahaan dalam hal
pembayaran deviden.
EPS adalah salah satu rasio pasar yang merupakan hasil atau
pendapatan yang akan diterima oleh para pemegang saham untuk lembar
saham yang dimilikinya atas keikutsertaannya dalam perusahaan. Rasio EPS
yang ideal meningkat dari tahun ke tahun.
Earning Per Share (EPS) merupakan rasio yang menunjukkan berapa
besar keuntungan (return) yang diperoleh investor atau pemegang saham per
saham. Semakin tinggi nilai EPS dapat diartikan bahwa semakin besar pula
laba yang disediakan untuk pemegang saham. EPS dihitung dengan formula:
Net Income After Tax
EPS = --------------------------Total Share
EPS yang tinggi menandakan bahwa perusahaan tersebut mampu
memberikan tingkat kesejahteraan yang lebih baik kepada pemegang
saham, sedangkan EPS yang rendah menandakan bahwa perusahaan gagal
memberikan kemanfaatan sebagaimana yang diharapkan oleh pemegang
28
saham. Salah satu indikator keberhasilan suatu perusahaan ditunjukkan oleh
besarnya earning per share dari perusahaan yang bersangkutan.
5) Book Value (BV)
Book Value (BV) atau nilai buku saham adalah rasio yang
menggambarkan perbandingan total modal (equity) terhadap jumlah saham.
Nilai Buku ( book value) per lembar saham menunjukan aktiva bersih (net
assets) per lembar saham yang dimiliki oleh pemegang saham. Nilai buku
(Book Value) seringkali dijadikan tolok ukur untuk menilai tinggi rendah atau
mahal murahnya saham perusahaan karena nilai buku per lembar saham dapat
mencerminkan berapa besar jaminan yang akan diperoleh oleh pemegang
saham apabila perusahaan penerbit saham (emiten) dilikuidasi. Book value
dapat dihitung dengan formula berikut :
Total Equity
BV = -------------------Total Share
Total Equity dapat dihitung dari selisih total aktiva (total assets) dengan total
hutang (total debt). Total Share merupakan jumlah saham yang beredar di
pasar. Book Value digunakan untuk melihat harga suatu sekuritas apakah
overpriced atau underpriced.
b. Hukum permintaan dan penawaran
Setelah faktor fundamental, faktor permintaan dan penawaran menjadi faktor
kedua yang mempengaruhi harga saham. Dengan asumsi bahwa begitu
29
investor mengetahui kondisi fundamental perusahaan mereka akan melakukan
transaksi jual beli. Transaksi–transaksi inilah yang akan mempengaruhi
fluktuasi harga saham.
c.
Tingkat suku bunga
Dengan adanya perubahan suku bunga, tingkat pengembalian hasil berbagai
sarana investasi akan mengalami perubahan. Bunga yang tinggi akan
berdampak pada alokasi dana investasi pada investor. Investor produk bank
seperti deposito atau tabungan jelas lebih kecil risikonya jika dibandingkan
dengan investasi dalam bentuk saham, karena investor akan menjual saham
dan dananya akan ditempatkan di bank. Penjualan saham secara serentak akan
berdampak pada penurunan harga saham secara signifikan.
d. Valuta asing
Mata uang Amerika (Dolar) merupakan mata uang terkuat diantara mata
uang yang lain. Apabila dolar naik maka investor asing akan menjual
sahamnya dan ditempatkan di bank dalam bentuk dolar sehingga
menyebabkan harga saham akan naik.
e.
Dana asing di bursa
Mengamat i jumlah dana investasi asing merupakan hal yang penting, karena
demikian besarnya dana yang ditanamkan, hal ini menandakan bahwa kondisi
investasi di Indonesia telah kondusif yang berarti pertumbuhan ekonomi tidak
lagi negatif, yang tentu saja akan merangsang kemampuan emiten untuk
mencetak laba. Sebaliknya jika investasi asing berkurang, ada pertimbangan
bahwa mereka sedang ragu atas negeri ini, baik atas keadaan sosial politik
30
maupun keamanannya. Jadi besar kecilnya investasi dana asing di bursa
akan berpengaruh pada kenaikan atau penurunan harga saham
f.
Indeks harga saham
Kenaikan indeks harga saham gabungan sepanjang waktu tertentu, tentunya
mendatangkan kondisi investasi dan perekonomian negara dalam keadaan
baik. Sebaliknya jika turun berarti iklim investasi sedang buruk. Kondisi
demikian akan mempengaruhi naik atau turunnya harga saham di pasar
bursa.
g.
News and rumors
Berita yang beredar di masyarakat yang menyangkut beberapa hal baik itu
masalah ekonomi, sosial, politik keamanan, hingga berita seputar reshuffle
kabinet. Dengan adanya berita tersebut, para investor bisa memprediksi
seberapa kondusif keamanan negeri ini sehingga kegiatan investasi dapat
dilaksanakan. Ini akan berdampak pada pergerakan harga saham di bursa.
4. Risiko Sistematik
a.
Return dan Risiko
Dalam menanamkan modalnya, dua hal yang akan dihadapi oleh pemodal
adalah tingkat keuntungan yang diharapkan (expected rate of return) dan tingkat
risiko (risk). Unsur ketidakpastian (uncertainty) akan selalu melekat dalam dunia
investasi. Para pemodal akan lebih sering mengalami atau menerima keuntungan
(return) jauh lebih yang diharapkan. Hal yang dapat dilakukan hanyalah
31
mengestimasikan seberapa besar tingkat keuntungan yang diharapkan (expected
rate of return) akan menyimpang dari investasi-investasi yang telah dilakukannya.
Risiko yang ada ditimbulkan oleh adanya unsur ketidakpastian
(uncertainty). Risiko akan semakin besar apabila terjadi penyimpangan yang
semakin besar terhadap tingkat keuntungan yang diharapkan. Dengan kata lain,
apabila dari suatu kesempatan investasi diperoleh tingkat keuntungan yang tinggi,
maka risiko yang ditanggungnya akan tinggi pula. Pada umumnya pemodal akan
lebih memilih investasi yang memberikan tingkat keuntungan yang lebih besar
dengan tingkat risiko yang ditanggung sama, atau tingkat keuntungan sama tetapi
dengan risiko yang ditanggung lebih kecil.
Beta suatu saham sebagai risiko sistematis mempengaruhi tingkat
keuntungan yang diharapkan (expected rate of return) saham tersebut. Hubungan
beta saham dengan required rate of return saham dapat dilihat dengan beberapa
pendekatan:
1) Model Indeks Tunggal
Dengan menggunakan data time series, beta saham dapat dihitung melalui
hubungan fungsional (regresi linier) antara rate of return saham sebagai
variabel dependent dan rate of return portofolio pasar (indeks pasar) sebagai
variabel independent. Hubungan fungsional tersebut dikenal sebagai model
indeks tunggal atau market model, rumus model indeks tunggal sebagai
berikut (Elton and Gruber, 1995, hal 152):
Ri = αi + βiRm + ei
Dimana: Ri = rate of return saham i
32
αi = rate of return saham i yang tidak dipengaruhi oleh perubahan
pasar
βi
= beta, sebagai parameter yang diharapkan dari Ri kalu terjadi
perubahan Rm
Rm = rate of return indeks pasar
Ei = variable random
Suad Husnan (2009), Beta menunjukkan kemiringan (slope) garis regresi,
dan α menunjukkan intercept dengan sumbu Rit. Semakin besar Beta, semakin
curam kemiringan garis tersebut, dan sebaliknya. Penyebaran titik-titik
pengamatan di sekitar garis regresi tersebut menunjukkan risiko (σei2)
sekuritas yang diamati. Semakin menyebar titik-titik tersebut, semakin besar
risiko sisanya. Nilai βi dan αi yang dihitung dengan persamaan regresi
merupakan taksiran dari beta dan alpha yang sebenarnya. Taksiran tersebut
tidak luput dari kesalahan (subject to error).
2) Capital Assets Pricing Model
Capital Assets Pricing Model (CAPM) merupakan salah satu model
keseimbangan. Dengan menggunakan model ini memungkinkan untuk
menentukan pengukur risiko, relevan dan bagaimana hubungan antara risiko
setiap asset apabila pasar modal dalam keadaan seimbang. Dalam model ini
faktor risiko diukur dengan beta. Karena nilai suatu aktiva tergantung antara
lain terhadap keuntungan yang layak dari aktiva tersebut, maka CAPM disini
digunakan untuk menentukan berapa tingkat keuntungan yang layak dari suatu
investasi sehubungan dengan risiko yang akan dihadapi.
33
Return dan risk disini digambarkan dalam suatu bentuk security market
line, di mana sumbu tegak mewakili expected return dan sumbu datar
mewakili risiko, yang diukur dengan beta. Treasury bills di Amerika (atau
tingkat suku bunga deposito dan sertifikat Bank indonesia di Indonesia)
dipakai sebagai investasi/tingkat keuntungan bebas risiko (Rf). Sehingga
risiko atau beta dari investasi adalah nol. Investasi yang mewakili seluruh
saham merupakan portofolio pasar (Rm), dengan rata-rata β = 1. Apabila
digambarkan nampak sebagai berikut:
Gambar 2.1
Security Market Line
Security Market Line
Rm
M
Rf
β
βm = 1
Sumber: Suad Husnan, 2009
Formula untuk Security Market Line dapat dituliskan sebagai berikut:
Rj – Rf = (Rm – Rf) βj
atau Rj = Rf + (Rn – Rf) βj
Formula tersebut menyatakan bahwa tingkat keuntungan yang diharapkan
dari suatu saham adalah sama dengan tingkat keuntungan bebas risiko ditambah
dengan premi risiko yaitu (Rm – Rf) βj . Semakin besar risiko saham tersebut
(yaitu betanya), semakin tinggi premi risiko yang diharapkan dari saham tersebut.
Dengan demikian semakin tinggi pula tingkat keuntungan yang diharapkan untuk
saham tersebut.
34
b). Beta Saham sebagai ukuran Risiko Sistematik
Tujuan orang melakukan investasi adalah untuk menghasilkan sejumlah
uang. Tetapi pernyataan tersebut nampaknya terlalu sederhana sehingga
diperlukan adanya jawaban yang tepat mengenai tujuan investasi yang lebih luas.
Tujuan investasi yang lebih luas adalah meningkatkan kesejahteraan investor.
Kesejahteraan dalam hal ini adalah kesejahteraan moneter, yang bisa diukur
dengan penjumlahan pendapatan saat ini ditambah pendapatan di masa mendatang
(Tandelilin, 2010, hal 8-9)
Dalam berinvestasi setiap investor menginginkan adanya return, tetapi
untuk memperoleh return yang tinggi seorang investor harus menghadapi risiko.
Jika tingkat risiko suatu investasi tinggi maka tinggi pula return dari investasi
tersebut (Husnan, 2001).
Diversifikasi portofolio bermakna bahwa investor perlu membentuk
portofolio melalui pemilihan kombinasi sejumlah aset sedemikian rupa sehingga
risiko dapat diminimalkan tanpa mengurangi return harapan (Tandelilin, 2010, hal
115).
Untuk mengetahui sumbangan suatu saham terhadap risiko suatu
portofolio yang didiversifikasi dengan baik, kita tidak bisa dengan melihat
seberapa risiko saham tersebut apabila dimiliki secara terpisah. Tetapi harus
dengan mengukur risiko pasarnya dan ini akan mendorong untuk mengukur
kepekaan saham tersebut terhadap perubahan pasar. Kepekaan tingkat return
terhadap perubahan pasar disebut dengan beta (Suad Husnan, 2009,hal 166). Beta
merupakan ukuran risiko yang berasal dari hubungan antara tingkat return saham
35
terhadap return pasar saham. Ukuran risiko sistematik yang biasa digunakan oleh
peneliti terdahulu adalah beta. Beta suatu sekuritas menunjukkan kepekaan tingkat
keuntungan suatu sekuritas terhadap perubahan pasar (Warsito et al, 2003). Beta
merupakan suatu pengukur volatilitas return suatu sekuritas atau return portofolio
terhadap return pasar. Dengan demikian beta adalah pengukur sistematik dari
suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap risiko pasar (Jogiyanto, 2009)
Menurut Jogiyanto (2009, hal 364) Volatilitas dapat didefinisikan sebagai
fluktuasi dari return-return suatu sekuritas atau portofolio dalam suatu periode
waktu tertentu. Jika fluktuasi return-return sekuritas atau protofolio secara
statistik mengikuti fluktuasi dari return-return pasar, maka Beta dari sekuritas
atau protofolio tersebut dikatakan bernilai 1. Karena fluktuasi juga sebagai
pengukur dari risiko, maka Beta bernilai 1 menunjukkan bahwa risiko sistematik
suatu sekuritas atau portofolio sama dengan risiko pasar. Beta sama dengan 1 juga
menunjukkan jika return pasar bergerak naik (turun), return sekuritas atau
portofolio juga bergerak naik (turun) sama besarnya mengikuti return pasar. Beta
bernilai 1 ini menunjukkan bahwa perubahan return pasar sebesar x%, secara ratarata, return sekuritas atau portofolio akam berubah juga sebesar x%.
Beta dapat dihitung dengan menggunakan teknik regresi. Teknik regresi
untuk mengestimasi Beta suatu sekuritas dapat dilakukan dengan menggunakan
return-return sekuritas sebagai variabel dependen dan return-return pasar sebagai
variabel independen. Persaman regeresi dari data time series ini akan
menghasilkan koefisien Beta yang diasumsikan stabil dari waktu ke waktu selama
masa periode observasi. Persamaan regresi untuk menghitung Beta dengan
36
menggunakan model indeks tunggal atau model pasar dapat berdasarkan
persamaan berikut:
Ri = αi + βiRm + ei
Dari persamaan diatas, koefisien βi merupakan Beta sekuritas ke-i yang
diperoleh dari teknik regresi. Variabel acak ei di persamaan regresi menunjukkan
persamaan linier yang dibentuk mengandung kesalahan. Untuk tiap-tiap observasi,
nilai residu, ei, menunjukkan perbedaan antara return observasi sesungguhnya
dengan return estimasi yang berada di garis linier. Ri merupakan return sekuritas
ke-i dan Rm merupakan return pasar.
Menurut Suad Husnan (2009, hal 112-113), data historis dapat digunakan
untuk menghitung beta waktu lalu yang akan dipakai sebagai taksiran Beta di
masa yang akan datang. Persamaan regresi linier sederhana untuk beta historis
adalah sebagai berikut:
Ri = αi + βiRm + ei
Ri merupakan tingkat keuntungan suatu saham dan Rm merupakan tingkat
keuntungan suatu pasar. Hasil perhitungan tersebut kalau di-plot-kan dalam suatu
gambar akan nampak seperti berikut:
Gambar 2.2
Kemiringan (Slope) Garis Regresi
Rit
β
α
Rmt
37
Beta menunjukkan kemiringan (slope) garis regresi, dan α menunjukkan
intercept dengan sumbu Rit. Semakin besar Beta, semakin curam kemiringan
garis tersebut, dan sebaliknya. Penyebaran titik-titik pengamatan di sekitar garis
regresi tersebut menunjukkan risiko (σei2) sekuritas yang diamati. Semakin
menyebar titik-titik tersebut, semakin besar risiko sisanya. Nilai βi dan αi yang
dihitung dengan persamaan regresi merupakan taksiran dari beta dan alpha yang
sebenarnya. Taksiran tersebut tidak luput dari kesalahan (subject to error).
Penggunaan beta bukan hanya bisa memperkecil jumlah variabel yang
harus ditaksir dan penggunaan beta historis dapat diandalkan, tetapi penggunaan
beta juga memungkinkan kita mengidentifikasi kalau kita menggunakan matrik
koefisien korelasi historis. Belum bisa diidentifikasi faktor-faktor apa yang
menyebabkan koefisien korelasi saham i dengan j ternyata rendah (atau tinggi)
pada periode waktu tertentu.
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang terkait dengan permasalahan ini telah dilakukan oleh
beberapa peneliti diantaranya:
1. Jamalul Abidin (Tesis, 2009), dengan judul ”Analisis Faktor-Faktor
Fundamental Keuangan dan Risiko Sistematik Terhadap Harga Saham
Perusahaan Consumer Goods yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”
menunjukkan bahwa Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE),
Price Earning Ratio (PER), Payout Ratio (PER), Debt Equity Ratio (DER),
dan Required Rate of Return (r) tereliminasi dalam proses uji regresi linier
38
metode stepwise karena memiliki pengaruh yang rendah terhadap harga
saham. Earning per Share (EPS) mempunyai pengaruh yang paling dominan
terhadap harga saham perusahaan consumer goods.
Hasil pengujian juga
menunjukkan bahwa Earning Pershare (EPS), Book Value (BV), Return On
Investment (ROI), Operating Profit Margin (OPM) dan Beta berpengaruh
secara simultan terhadap harga saham perusahaan consumer goods yang
terdapat pada Bursa Efek Indonesia, variabel beta tidak berpengaruh
signifikan secara parsial terhadap harga saham perusahaan consumer goods
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Almas Hijriah, (Tesis, 2007), dengan judul ”Pengaruh Faktor Fundamental
Dan Risiko Sistematik Terhadap Harga Saham Properti Di Bursa Efek
Jakarta” menunjukkan bahwa: secara serempak, faktor fundamental yang
terdiri dari return on assets (ROA) , return on equity (ROE), debt to equity
ratio (DER), price earning ratio (PER), earning per share (EPS), book value
(BV) dan risiko sistematik (Beta) memiliki pengaruh high significant terhadap
harga saham properti. Dengan koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan
menunjukkan bahwa pola pergerakan harga saham bersifat acak, tidak dapat
ditentukan, dan atau dipengaruhi sepenuhnya dengan hanya mengendalikan
faktor fundamental perusahaan. Ini dikarenakan kebanyakan orientasi investor
adalah capital gain oriented bukan dividend oriented. Secara parsial faktor
fundamental return on equity (ROE, price earning ratio (PER), dan book
value (BV) memiliki pengaruh high significant terhadap harga saham,
39
sedangkan faktor fundamental yang lain serta risiko sistematik (Beta) tidak
memiliki pengaruh terhadap harga saham properti di Bursa Efek Jakarta.
3. Besse Wediawati, (Makalah, 1999), dengan judul ”Analisis Pengaruh
Beberapa Faktor Fundamental dan Risiko Sistematik Terhadap Harga Saham
(Kasus Industri Barang Konsumsi yang Go-Publik di Buras Efek Jakarta)”
menunjukkan bahwa: Faktor fundamental yang mempunyai pengaruh
signifikan terhadap harga saham perusahaan kelompok Industri Barang
Konsumsi yang Go-Publik di Pasar Modal adalah Return On Assets, Debt to
Equity Ratio dan Book Value Equity Pershare. Book Value Equity Pershare
mempunyai pengaruh yang dominan terhadap harga saham. Kontribusi faktor
fundamental dan risiko sistematik dalam menjelaskan variansi harga saham
mempunyai hubungan dan pengaruh pola lemah. Dengan demikian variansi
(pola pergerakan) harga saham lebih banyak ditentukan oleh faktor nonfundamental.
4. Njo Anastasia, Yanny W.G, dan Imelda Wijiyanti (Jurnal Akuntansi, 2003),
dengan judul “Analisis Faktor Fundamental dan Risiko Sistematik terhadap
Harga Saham Properi di BEJ” menunjukkan bahwa: Faktor fundamental
(ROA, ROE, BV, DER, r) dan Risiko Sistematik (beta) mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap harga saham perusahan properti secara bersamasama. Namun hanya variabel Book Value (BV) yang mempunyai pengaruh
signifikan terhadap harga saham perusahaan properti secara parsial.
5. Solichin Anwar, (Artikel, 2009), dengan judul ”Pengaruh Faktor Fundamental
dan Risiko Sistematik Terhadap Harga Saham Perusahaan Sektor Pembiayaan
40
di BEI Tahun 2007-2008” menunjukkan bahwa secara bersama-sama faktor
fundamental GPM, NPM, OPM, NPM, EPS, PER, BVS, PBV dan risiko
sistematik (Beta) berpengaruh secara bersama-sama terhadap harga saham.
Dari 8 variabel yang ada, hanya variabel BVS dan PBV yang mempunyai
pengaruh signifikan terhadap harga saham. Sedangkan untuk variabel lainnya
yaitu GPM, NPM, OPM, EPS, PER, dan BETA tidak mempunyai pengaruh
yang signifikan secara parsial.
6. Denier (Tesis, 2011), dengan judul “Pengaruh Faktor Fundamental dan Resiko
Sistematik Terhadap Harga Saham Perusahaan pada Industri Pertambangan di
Bursa Efek Indonesia Periode 2007 – 2009” menunjukkan berdasarkan hasil
Uji “F”, membuktikan bahwa Variabel independen (ROA, ROE, OPM, DER,
EPS, Book Value, dan Risiko Sistematik) secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen (Harga Saham), Sedangkan berdasarkan
hasil Uji “t” terbukti bahwa secara parsial hanya variabel ROA, Book Value,
dan OPM yang dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap harga
saham, sementara ROE, DER, EPS dan Risiko Sistematik tidak terbukti. hasil
perhitungan koefisien Determinasi (R2) secara bersama-sama variabel
independen (ROA, ROE, OPM, DER, EPS, Book Value, dan Risiko
Sistematik) mampu untuk menjelaskan variasi variabel dependen (harga
saham) sebesar 97,40% sedangkan sisanya sebesar 2,60% dijelaskan oleh
variabel lainnya yang tidak diteliti. Hasil perhitungan koefisien determinasi
parsial yang dipersentasekan bahwa Variabel yang paling dominan
41
berpengaruh terhadap harga saham adalah Book Value karena konstribusinya
paling besar dibandingkan dengan konstribusi variabel lainnya.
42
Download