BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Saham 1. Pengertian Harga Saham Harga saham merupakan nilai sekarang dari arus kas yang akan diterima oleh pemilik saham di kemudian hari. Menurut Anoraga (2001 : 100) harga saham adalah uang yang dikeluarkan untuk memperoleh bukti penyertaan atau pemilikan suatu perusahaan. Harga saham juga dapat diartikan sebagai harga yang dibentuk dari interaksi para penjual dan pembeli saham yang dilatar belakangi oleh harapan mereka terhadap profit perusahaan, untuk itu investor memerlukan informasi yang berkaitan dengan pembentukan harga saham tersebut dalam mengambil keputusan untuk menjual atau membeli saham. Menurut Hidayat (2010:103), harga saham dibedakan menjadi empat macam yaitu harga nominal, harga perdana, harga pembukaan (opening price), harga pasar (market price) dan harga penutupan (closing price). Harga nominal saham adalah harga yang tercantum pada lembar saham yang diterbitkan. Harga perdana saham adalah harga yang berlaku untuk investor yang membeli saham pada saat masa penawaran umum. Harga pembukaan saham adalah harga saham yang berlaku saat pasar saham dibuka pada hari itu. Harga pasar saham adalah harga saham pada saat diperdagangkan di bursa saham yang ditentukan oleh permintaan dan penawaran. Harga penutupan adalah harga pasar saham yang saat itu sedang berlaku pada saat bursa tutup untuk hari itu. 15 Surat berharga saham memiliki bermacam-macam bentuk. Macammacam saham terbagi berdasarkan peralihan kas, berdasarkan hak tagih dan berdasarkan kinerja itu sendiri. a. Berdasarkan peralihan kas 1) Saham atas tunjuk (Bearer Stock) Saham atas tunjuk merupakan jenis saham yang tidak menyertakan nama pemilik dengan tujuan agar saham tersebut dapat dengan mudah dipindahtangankan. 2) Saham atas nama ( Registered Stock) Berbeda dengan saham atas tunjuk, saham atas nama mencantumkan nama dari pemilik saham pada lembar saham. Saham atas nama juga dapat dipindahtangankan tetapi harus melalui prosedur tertentu. b. Berdasarkan hak tagih / klaim 1) Saham biasa (Common Stock) Saham biasa adalah jenis saham yang memiliki hak klaim berdasar laba / rugi yang di peroleh perusahaan. Pemegang saham biasa mendapat prioritas paling akhir dalam pembagian deviden dan penjualan asset perusahaan jika terjadi likuidasi. 2) Saham preferen (Preffered Stock) Saham preferen adalah saham dengan bagian hasil yang tetap dan apabila perusahaan mengalami kerugian maka pemegang saham preferen akan mendapat prioritas utama dalam pembagian hasil atas penjualan asset. 16 c. Berdasarkan kinerja perusahaan 1) Blue Chip Stock Saham ini merupakan saham unggulan, karena diterbitkan oleh perusahan yang memiliki kinerja yang bagus, sanggup memberikan deviden secara stabil dan konsisten. Perusahaan yang menerbitkan blue chip stock biasanya perusahaan besar yang telah memiliki pangsa pasar tetap. 2) Income Stock Saham ini merupakan saham yang memiliki deviden yang progresif atau besarnya deviden yang dibagikan lebih tinggi dari rata-rata deviden tahun sebelumnya. 3) Growth Stock Merupakan jenis saham yang diterbitkan oleh perusahaan yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi. 4) Speculative Stock Saham jenis ini menghasilkan deviden yang tidak tetap, karena perusahaan yang menerbitkan memiliki pendapatan yang berubah-ubah namun memiliki prospek yang bagus di masa yang akan datang. 5) Counter Cyclical Stock Perusahaan yang menerbitkan jenis saham ini adalah jenis perusahaan yang operasionalnya tidak banyak dipengaruhi oleh kondisi ekonomi 17 makro. Perusahaan tersebut biasanya bergerak dalam bidang produksi atau layanan jasa vital. 2. Penilaian Harga Saham Dalam menentukan nilai saham investor perlu memperhatikan dividen dan earning yang diharapkan dari perusahaan di masa yang akan datang. Besarnya dividen dan earning yang diharapkan dari suatu perusahaan akan tergantung dari prospek keuntungan yang dimiliki perusahaan. Menurut Tandelilin (2010 : 338) : Prospek perusahaan sangat tergantung dari keadaan ekonomi secara keseluruhan sehingga analisis penilaian saham yang dilakukan investor juga harus memperhitungkan beberapa variabel ekonomi makro yang mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Dalam melakukan analisis penilaian saham, investor dapat melakukan analisis fundamental secara “top-down” untuk menilai prospek perusahaan. Pada tahap analisis ekonomi dan pasar modal, investor melakukan analisis terhadap berbagai alternatif keputusan tentang dimana lokasi investasi akan dilakukan (dalam negeri dan atau luar negeri), serta dalam bentuk apa investasi tersebut dilakukan (saham, obligasi, kas, properti dan lainnya). Tahap berikutnya, yaitu analisis industri, meliputi analisis yang berdasarkan hasil analisis ekonomi dan pasar untuk menentukan jenis-jenis industri mana saja yang akan dipilih (tentu saja yang berprospek baik dan menguntungkan). Tahap ketiga yang didasari tahap sebelumnya bertujuan untuk menentukan perusahaan-perusahaan atau saham mana saja yang menguntungkan sehingga layak dijadikan pilihan investasi (Tandelilin, 2010; 338-339). 18 Harga saham di bursa ditentukan oleh kekuatan pasar, yang berarti harga saham tergantung dari kekuatan permintaan dan penawaran. Kondisi permintaan atau penawaran atas saham yang fluktuatif tiap harinya akan membawa pola harga saham yang fluktuatif juga. Pada kondisi dimana permintaan saham lebih besar, maka harga saham akan cenderung naik, sedang pada kondisi dimana penawaran saham lebih banyak maka harga saham akan menurun. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham di pasar adalah : a. Taksiran penghasilan yang akan di terima. b. Besarnya tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh investor, yang mana dipengaruhi oleh keuntungan yang berisiko serta risiko yang ditanggung investor. Dalam aktivitas di pasar modal harga saham merupakan faktor yang sangat penting dan harus diperhatikan oleh investor dalam melaksanakan investasi, karena harga saham menunjukkan nilai suatu perusahaan. Harga saham mencerminkan prestasi emiten. Apabila emiten punya prestasi yang makin baik maka keuntungan yang diperoleh dari operasi usaha juga semakin besar, sehingga keuntungan yang diperoleh pemegang saham emiten yang bersangkutan juga cenderung naik. Bagi investor harga saham dan pergerakannya merupakan faktor penting dalam investasi di pasar modal. Harga saham dikatakan tidak wajar apabila harganya ditetapkan terlalu tinggi atau terlalu rendah. Melalui penilaian saham inilah investor akan dapat memutuskan untuk menentukan strategi investasi. Seorang investor mengharapkan keuntungan berupa dividen dan capital gain. 19 Harga saham mencerminkan nilai perusahaan, semakin tinggi nilai harga saham semakin tinggi pula nilai perusahaan tersebut dan sebaliknya. Setiap perusahan yang menerbitkan saham sangat memperhatikan harga sahamnya. Penilaian harga saham menurut Suad Husnan (2009 : 284) adalah sebagai berikut: Penilaian harga saham merupakan suatu mekanisme untuk merubah serangkaian variabel ekonomi perusahaan yang diramalkan (atau yang diamati) menjadi perkiraan tentang harga saham. Variabel-variabel ekonomi tersebut seperti misalnya laba perusahaan, deviden yang dibagikan, variabilitas laba, dan sebagainya. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham. Menurut Arifin (2001 : 116-125) faktor – faktor yang mempengaruhi harga saham adalah sebagai berikut : a. Kondisi fundamental emiten Faktor fundamental merupakan faktor yang erat kaitannya dengan kondisi perusahaan yaitu kondisi manajemen organisasi sumber daya manusia, kondisi keuangan perusahaan yang tercermin dalam kinerja keuangan perusahaan. Menurut Husnan (2009 : 307) analisis fundamental mencoba memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan : 1) Mengestimasi nilai faktor–faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang. 2) Menetapkan hubungan variabel–variabel tersebut sehingga di peroleh taksiran harga saham. Model ini sering disebut sebagai share price forecasting dan sering digunakan dalam berbagai pelatihan analisis sekuritas. Dalam model ini 20 langkah yang paling penting adalah mengidentifikasi faktor–faktor fundamental yang diperkirakan akan mempengaruhi harga saham. Faktor yang dianalisis merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi perusahaan, yang meliputi kondisi manajemen, organisasi, SDM, dan keuangan perusahaan yang tercermin dalam kinerja perusahaan. Menurut Jogiyanto (2009 : 130) analisis fundamental menggunakan data fundamental yaitu data yang berasal dari keuangan perusahaan (misalnya laba, deviden yang dibayar, penjualan dan lain sebagainya). Untuk menganalisis kinerja perusahaan dapat digunakan rasio keuangan yang terbagi dalam empat kelompok, yaitu rasio likuiditas, aktivitas, hutang, dan profitabilitas (Gitman, 2003). Dengan analisis tersebut, para analis mencoba memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan memperkirakan faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham. Dengan demikian untuk menganalisis harga saham digunakan analisis fundamental. Analisis fundamental merupakan analisis yang berkaitan dengan kondisi internal perusahaan. Salah satu komponen yang berhubungan dengan kondisi internal perusahaan adalah kinerja perusahaan yang terdiri dari Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), Operating Profit Margin (OPM), Debt to Equity Ratio (DER), Earning Per Share (EPS), Book Value (BV). 21 1). Return on Assets (ROA) Return on Assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan seluruh aktiva yang dimilikinya. Semakin besar return on assets maka kinerja perusahaan tersebut semakin baik, karena tingkat kembalian (return) semakin besar. Perusahaan dengan return on assets yang besar akan menarik minat para investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut, karena keuntungan yang akan mereka terima besar, demikian juga sebaliknya demikian juga jika return on assets rendah, maka minat investasi turun, dan harga saham pun turun. Aktiva suatu perusahaan didanai oleh pemegang saham dan kreditor, sehingga aktiva tersebut akan menjadi modal kerja bagi perusahaan dalam melakukan usahanya. Sedangkan hasil usaha perusahaan dinyatakan dalam bentuk laba bersih atau Net Income After Tax (NIAT). Return on Assets (ROA) merupakan rasio antara laba bersih setelah pajak (NIAT) terhadap total assets. ROA mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba bersih setelah pajak dari total asset yang digunakan untuk operasional perusahaan (Gitman, 2003). Semakin tinggi rasio ini, menunjukkan bahwa perusahaan semakin efektif dalam memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak. Dengan demikian, semakin tinggi ROA menunjukkan semakin efektif kinerja perusahaan. Hal ini akan meningkatkan daya tarik investor terhadap perusahaan tersebut dan menjadikan perusahaan tersebut menjadi perusahaan 22 yang diminati oleh banyak investor karena tingkat pengembaliannya akan semakin besar (Ang, 1997). Minat yang besar dari investor berdampak terhadap kenaikan harga saham perusahaan di Pasar Modal. Dengan kata lain ROA akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan. Secara matematis ROA dapat dirumuskan sebagai berikut : NIAT ROA = --------------Total Assets 1) Return on Equity (ROE) Return on Equity (ROE) merupakan salah alat utama investor yang paling sering digunakan dalam menilai suatu saham. ROE (Return on Equity) merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang dimiliki. Return on Equity merupakan alat analisis keuangan untuk mengukur profitabilitas. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan berdasarkan modal tertentu (Syamsuddin, 2009:63). Rasio ini sering disebut juga dengan return on net worth merupakan rasio profitabilitas yang menunjukkan rasio antara laba setelah pajak atau earning after tax (EAT) terhadap total modal sendiri (equity) yang berasal dari setoran modal pemilik, laba tak dibagi dan cadangan lain yang dikumpulkan oleh perusahaan. Rasio ini memperlihatkan sejauh manakah perusahaan mengelola modal sendiri (equity) secara efektif, mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemilik modal sendiri atau 23 pemegang saham. Semakin tinggi ROE menunjukkan semakin efisien perusahaan dalam menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba atau keuntungan bersih. ROE digunakan untuk mengukur tingkat kembalian perusahaan atau efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan ekuitas (shareholders’ equity) yang dimiliki oleh perusahaan. ROE diformulasikan sebagai berikut: EAT ROE = -------------Total Equity Earning After Tax (EAT) merupakan pendapatan bersih sesudah pajak, sedangkan total equity merupakan total ekuitas (modal pemilik) yang terdapat pada perusahaan tersebut pada periode akhir tahun. Menurut Aldler Hayman Manurung (1992: 24) yang menyatakan bahwa pengembalian ekuitas para pemegang saham atau Return On Equity (ROE) merupakan salah satu bagian dari rasio profitabilitas yang merupakan hasil bagi laba bersih (profit after tax) dengan modal sendiri. Rasio ini dapat diperbandingkan dengan tingkat bunga sebagai ukuran bagi perusahaan untuk mengetahui bentuk investasi yang lebih baik. Keterkaitan antara return on equity (ROE) dengan harga saham dikemukakan oleh Higgins (1990: 59) menjelaskan bahwa adanya hubungan yang positif antara ROE dan harga saham perusahaan yang dapat meningkatkan nilai buku (book value) saham perusahaan. Jadi antara ROE dengan harga saham mempunyai hubungan positif, dimana ROE yang tinggi cenderung meningkatkan harga saham. 24 2) Debt to Equity Ratio (DER) Debt to equity ratio (DER) mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh berapa bagian dari modal sendiri atau ekuitas yang digunakan untuk membayar hutang. DER yang tinggi menunjukkan hutang semakin besar dibandingkan dengan ekuitasnya, sehingga beban bunga dan ketergantungan modal perusahaan terhadap pihak luar juga semakin besar. Rasio debt to equity ratio (DER) digunakan untuk mengukur tingkat leverage (penggunaan hutang) terhadap total ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. Semakin tinggi DER menunjukkan tingginya ketergantungan permodalan perusahaan terhadap pihak luar sehingga beban perusahaan semakin berat. Tentunya hal ini akan mengurangi hak pemegang saham (dalam bentuk dividen), hal ini menyebabkan berkurangnya minat investor terhadap saham perusahaan karena tingkat pengembaliannya semakin kecil. Dengan kata lain, DER berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan tentunya juga berpengaruh pada daya tarik saham yang ditawarkan di Pasar Modal. Semakin baik kinerja perusahaan, maka daya tarik saham perusahaan tersebut semakin tinggi, karena saham tersebut memberikan prospek yang menjanjikan keuntungan. Jika permintaan investor terhadap saham perusahaan cukup besar, maka dapat berpengaruh terhadap peningkatan harga saham. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa DER 25 berpengaruh negatif terhadap harga saham perusahaan. Secara matematis DER dapat diformulasikan sebagai berikut: Total Debts DER = -------------Total Equity Apabila Debt to Equity Ratio nya tinggi, maka dapat menunjukkan bahwa risiko finansial atau risiko kegagalan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman akan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya. Jadi penggunaan hutang yang semakin besar akan mengakibatkan semakin tingginya risiko untuk tidak terbayar. Dengan pertimbangan bahwa investor biasanya menghindari risiko, maka apabila DER suatu perusahaan semakin tinggi, para investor akan menghindari saham perusahaan tersebut, akibatnya permintaan akan saham tersebut menjadi turun dan mengakibatkan harga saham turun. 3) Operating Profit Margin (OPM) Operating Profit Margin (OPM) mengukur tingkat keuntungan perusahaan dari kegiatan operasi utamanya dengan membandingkan laba operasi (penjualan dikurangi biaya operasi) dan penjualan (laba operasi/penjualan). Semakin tinggi margin laba operasi perusahaan, semakin bagus perusahaan tersebut. Operating Profit Margin (OPM) mengukur persentase setiap penjualan setelah semua cost and expenses diluar biaya bunga dan pajak. OPM menunjukkan laba murni (pure profit) yang diperoleh dari setiap penjualan. 26 Bagi investor yang diinginkannya tentu adalah operating profit margin. Secara matematis OPM dapat diformulasikan sebagai berikut: Operating Profit OPM = -------------------Sales OPM adalah salah satu alat untuk mengukur profitabilitas suatu perusahaan. Tanpa profit, perusahaan tidak akan menarik bagi investor. Oleh karena itu rasio ini sangat penting bagi investor untuk menilai masa depan perusahaan. Dalam memilih investasi saham, investor akan memilih perusahaan yang memiliki OPM yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki OPM rendah. Bagi investor perusahaan yang memiliki tingkat OPM yang tinggi memberikan indikasi bahwa risiko pada perusahaan tersebut adalah rendah. Dapat dikatakan semakin tinggi OPM akan semakin rendah beta sahamnya, sebaliknya semakin rendah OPM akan mengakibatkan beta sahamnya semakin tinggi. 4) Earning Per Share (EPS) Setiap investor yang membeli saham perusahaan selalu mengharapkan return/keuntungan. Salah satu cara mengukur return yang akan diperoleh adalah dengan Earning Per Share (EPS). EPS menunjukkan keuntungan yang diterima oleh pemegang saham biasa per lembar saham. EPS (Earning Per Share) merupakan salah satu informasi akuntansi yang memberikan analisis rasio keuntungan bersih per lembar saham yang mampu dihasilkan oleh perusahaan. Kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih per 27 lembar saham merupakan indikator fundamental keuangan perusahaan yang sering dipakai sebagai acuan untuk mengambil keputusan investasi dalam saham (Harnanto, 2002:108). Pada umumnya, investor akan mengharapkan manfaat dari investasinya dalam bentuk laba per lembar saham, sebab earning per share (EPS) ini menggambarkan jumlah keuntungan yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa. Sedangkan jumlah EPS yang akan didistribusikan kepada investor saham tergantung pada kebijakan perusahaan dalam hal pembayaran deviden. EPS adalah salah satu rasio pasar yang merupakan hasil atau pendapatan yang akan diterima oleh para pemegang saham untuk lembar saham yang dimilikinya atas keikutsertaannya dalam perusahaan. Rasio EPS yang ideal meningkat dari tahun ke tahun. Earning Per Share (EPS) merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan (return) yang diperoleh investor atau pemegang saham per saham. Semakin tinggi nilai EPS dapat diartikan bahwa semakin besar pula laba yang disediakan untuk pemegang saham. EPS dihitung dengan formula: Net Income After Tax EPS = --------------------------Total Share EPS yang tinggi menandakan bahwa perusahaan tersebut mampu memberikan tingkat kesejahteraan yang lebih baik kepada pemegang saham, sedangkan EPS yang rendah menandakan bahwa perusahaan gagal memberikan kemanfaatan sebagaimana yang diharapkan oleh pemegang 28 saham. Salah satu indikator keberhasilan suatu perusahaan ditunjukkan oleh besarnya earning per share dari perusahaan yang bersangkutan. 5) Book Value (BV) Book Value (BV) atau nilai buku saham adalah rasio yang menggambarkan perbandingan total modal (equity) terhadap jumlah saham. Nilai Buku ( book value) per lembar saham menunjukan aktiva bersih (net assets) per lembar saham yang dimiliki oleh pemegang saham. Nilai buku (Book Value) seringkali dijadikan tolok ukur untuk menilai tinggi rendah atau mahal murahnya saham perusahaan karena nilai buku per lembar saham dapat mencerminkan berapa besar jaminan yang akan diperoleh oleh pemegang saham apabila perusahaan penerbit saham (emiten) dilikuidasi. Book value dapat dihitung dengan formula berikut : Total Equity BV = -------------------Total Share Total Equity dapat dihitung dari selisih total aktiva (total assets) dengan total hutang (total debt). Total Share merupakan jumlah saham yang beredar di pasar. Book Value digunakan untuk melihat harga suatu sekuritas apakah overpriced atau underpriced. b. Hukum permintaan dan penawaran Setelah faktor fundamental, faktor permintaan dan penawaran menjadi faktor kedua yang mempengaruhi harga saham. Dengan asumsi bahwa begitu 29 investor mengetahui kondisi fundamental perusahaan mereka akan melakukan transaksi jual beli. Transaksi–transaksi inilah yang akan mempengaruhi fluktuasi harga saham. c. Tingkat suku bunga Dengan adanya perubahan suku bunga, tingkat pengembalian hasil berbagai sarana investasi akan mengalami perubahan. Bunga yang tinggi akan berdampak pada alokasi dana investasi pada investor. Investor produk bank seperti deposito atau tabungan jelas lebih kecil risikonya jika dibandingkan dengan investasi dalam bentuk saham, karena investor akan menjual saham dan dananya akan ditempatkan di bank. Penjualan saham secara serentak akan berdampak pada penurunan harga saham secara signifikan. d. Valuta asing Mata uang Amerika (Dolar) merupakan mata uang terkuat diantara mata uang yang lain. Apabila dolar naik maka investor asing akan menjual sahamnya dan ditempatkan di bank dalam bentuk dolar sehingga menyebabkan harga saham akan naik. e. Dana asing di bursa Mengamat i jumlah dana investasi asing merupakan hal yang penting, karena demikian besarnya dana yang ditanamkan, hal ini menandakan bahwa kondisi investasi di Indonesia telah kondusif yang berarti pertumbuhan ekonomi tidak lagi negatif, yang tentu saja akan merangsang kemampuan emiten untuk mencetak laba. Sebaliknya jika investasi asing berkurang, ada pertimbangan bahwa mereka sedang ragu atas negeri ini, baik atas keadaan sosial politik 30 maupun keamanannya. Jadi besar kecilnya investasi dana asing di bursa akan berpengaruh pada kenaikan atau penurunan harga saham f. Indeks harga saham Kenaikan indeks harga saham gabungan sepanjang waktu tertentu, tentunya mendatangkan kondisi investasi dan perekonomian negara dalam keadaan baik. Sebaliknya jika turun berarti iklim investasi sedang buruk. Kondisi demikian akan mempengaruhi naik atau turunnya harga saham di pasar bursa. g. News and rumors Berita yang beredar di masyarakat yang menyangkut beberapa hal baik itu masalah ekonomi, sosial, politik keamanan, hingga berita seputar reshuffle kabinet. Dengan adanya berita tersebut, para investor bisa memprediksi seberapa kondusif keamanan negeri ini sehingga kegiatan investasi dapat dilaksanakan. Ini akan berdampak pada pergerakan harga saham di bursa. 4. Risiko Sistematik a. Return dan Risiko Dalam menanamkan modalnya, dua hal yang akan dihadapi oleh pemodal adalah tingkat keuntungan yang diharapkan (expected rate of return) dan tingkat risiko (risk). Unsur ketidakpastian (uncertainty) akan selalu melekat dalam dunia investasi. Para pemodal akan lebih sering mengalami atau menerima keuntungan (return) jauh lebih yang diharapkan. Hal yang dapat dilakukan hanyalah 31 mengestimasikan seberapa besar tingkat keuntungan yang diharapkan (expected rate of return) akan menyimpang dari investasi-investasi yang telah dilakukannya. Risiko yang ada ditimbulkan oleh adanya unsur ketidakpastian (uncertainty). Risiko akan semakin besar apabila terjadi penyimpangan yang semakin besar terhadap tingkat keuntungan yang diharapkan. Dengan kata lain, apabila dari suatu kesempatan investasi diperoleh tingkat keuntungan yang tinggi, maka risiko yang ditanggungnya akan tinggi pula. Pada umumnya pemodal akan lebih memilih investasi yang memberikan tingkat keuntungan yang lebih besar dengan tingkat risiko yang ditanggung sama, atau tingkat keuntungan sama tetapi dengan risiko yang ditanggung lebih kecil. Beta suatu saham sebagai risiko sistematis mempengaruhi tingkat keuntungan yang diharapkan (expected rate of return) saham tersebut. Hubungan beta saham dengan required rate of return saham dapat dilihat dengan beberapa pendekatan: 1) Model Indeks Tunggal Dengan menggunakan data time series, beta saham dapat dihitung melalui hubungan fungsional (regresi linier) antara rate of return saham sebagai variabel dependent dan rate of return portofolio pasar (indeks pasar) sebagai variabel independent. Hubungan fungsional tersebut dikenal sebagai model indeks tunggal atau market model, rumus model indeks tunggal sebagai berikut (Elton and Gruber, 1995, hal 152): Ri = αi + βiRm + ei Dimana: Ri = rate of return saham i 32 αi = rate of return saham i yang tidak dipengaruhi oleh perubahan pasar βi = beta, sebagai parameter yang diharapkan dari Ri kalu terjadi perubahan Rm Rm = rate of return indeks pasar Ei = variable random Suad Husnan (2009), Beta menunjukkan kemiringan (slope) garis regresi, dan α menunjukkan intercept dengan sumbu Rit. Semakin besar Beta, semakin curam kemiringan garis tersebut, dan sebaliknya. Penyebaran titik-titik pengamatan di sekitar garis regresi tersebut menunjukkan risiko (σei2) sekuritas yang diamati. Semakin menyebar titik-titik tersebut, semakin besar risiko sisanya. Nilai βi dan αi yang dihitung dengan persamaan regresi merupakan taksiran dari beta dan alpha yang sebenarnya. Taksiran tersebut tidak luput dari kesalahan (subject to error). 2) Capital Assets Pricing Model Capital Assets Pricing Model (CAPM) merupakan salah satu model keseimbangan. Dengan menggunakan model ini memungkinkan untuk menentukan pengukur risiko, relevan dan bagaimana hubungan antara risiko setiap asset apabila pasar modal dalam keadaan seimbang. Dalam model ini faktor risiko diukur dengan beta. Karena nilai suatu aktiva tergantung antara lain terhadap keuntungan yang layak dari aktiva tersebut, maka CAPM disini digunakan untuk menentukan berapa tingkat keuntungan yang layak dari suatu investasi sehubungan dengan risiko yang akan dihadapi. 33 Return dan risk disini digambarkan dalam suatu bentuk security market line, di mana sumbu tegak mewakili expected return dan sumbu datar mewakili risiko, yang diukur dengan beta. Treasury bills di Amerika (atau tingkat suku bunga deposito dan sertifikat Bank indonesia di Indonesia) dipakai sebagai investasi/tingkat keuntungan bebas risiko (Rf). Sehingga risiko atau beta dari investasi adalah nol. Investasi yang mewakili seluruh saham merupakan portofolio pasar (Rm), dengan rata-rata β = 1. Apabila digambarkan nampak sebagai berikut: Gambar 2.1 Security Market Line Security Market Line Rm M Rf β βm = 1 Sumber: Suad Husnan, 2009 Formula untuk Security Market Line dapat dituliskan sebagai berikut: Rj – Rf = (Rm – Rf) βj atau Rj = Rf + (Rn – Rf) βj Formula tersebut menyatakan bahwa tingkat keuntungan yang diharapkan dari suatu saham adalah sama dengan tingkat keuntungan bebas risiko ditambah dengan premi risiko yaitu (Rm – Rf) βj . Semakin besar risiko saham tersebut (yaitu betanya), semakin tinggi premi risiko yang diharapkan dari saham tersebut. Dengan demikian semakin tinggi pula tingkat keuntungan yang diharapkan untuk saham tersebut. 34 b). Beta Saham sebagai ukuran Risiko Sistematik Tujuan orang melakukan investasi adalah untuk menghasilkan sejumlah uang. Tetapi pernyataan tersebut nampaknya terlalu sederhana sehingga diperlukan adanya jawaban yang tepat mengenai tujuan investasi yang lebih luas. Tujuan investasi yang lebih luas adalah meningkatkan kesejahteraan investor. Kesejahteraan dalam hal ini adalah kesejahteraan moneter, yang bisa diukur dengan penjumlahan pendapatan saat ini ditambah pendapatan di masa mendatang (Tandelilin, 2010, hal 8-9) Dalam berinvestasi setiap investor menginginkan adanya return, tetapi untuk memperoleh return yang tinggi seorang investor harus menghadapi risiko. Jika tingkat risiko suatu investasi tinggi maka tinggi pula return dari investasi tersebut (Husnan, 2001). Diversifikasi portofolio bermakna bahwa investor perlu membentuk portofolio melalui pemilihan kombinasi sejumlah aset sedemikian rupa sehingga risiko dapat diminimalkan tanpa mengurangi return harapan (Tandelilin, 2010, hal 115). Untuk mengetahui sumbangan suatu saham terhadap risiko suatu portofolio yang didiversifikasi dengan baik, kita tidak bisa dengan melihat seberapa risiko saham tersebut apabila dimiliki secara terpisah. Tetapi harus dengan mengukur risiko pasarnya dan ini akan mendorong untuk mengukur kepekaan saham tersebut terhadap perubahan pasar. Kepekaan tingkat return terhadap perubahan pasar disebut dengan beta (Suad Husnan, 2009,hal 166). Beta merupakan ukuran risiko yang berasal dari hubungan antara tingkat return saham 35 terhadap return pasar saham. Ukuran risiko sistematik yang biasa digunakan oleh peneliti terdahulu adalah beta. Beta suatu sekuritas menunjukkan kepekaan tingkat keuntungan suatu sekuritas terhadap perubahan pasar (Warsito et al, 2003). Beta merupakan suatu pengukur volatilitas return suatu sekuritas atau return portofolio terhadap return pasar. Dengan demikian beta adalah pengukur sistematik dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap risiko pasar (Jogiyanto, 2009) Menurut Jogiyanto (2009, hal 364) Volatilitas dapat didefinisikan sebagai fluktuasi dari return-return suatu sekuritas atau portofolio dalam suatu periode waktu tertentu. Jika fluktuasi return-return sekuritas atau protofolio secara statistik mengikuti fluktuasi dari return-return pasar, maka Beta dari sekuritas atau protofolio tersebut dikatakan bernilai 1. Karena fluktuasi juga sebagai pengukur dari risiko, maka Beta bernilai 1 menunjukkan bahwa risiko sistematik suatu sekuritas atau portofolio sama dengan risiko pasar. Beta sama dengan 1 juga menunjukkan jika return pasar bergerak naik (turun), return sekuritas atau portofolio juga bergerak naik (turun) sama besarnya mengikuti return pasar. Beta bernilai 1 ini menunjukkan bahwa perubahan return pasar sebesar x%, secara ratarata, return sekuritas atau portofolio akam berubah juga sebesar x%. Beta dapat dihitung dengan menggunakan teknik regresi. Teknik regresi untuk mengestimasi Beta suatu sekuritas dapat dilakukan dengan menggunakan return-return sekuritas sebagai variabel dependen dan return-return pasar sebagai variabel independen. Persaman regeresi dari data time series ini akan menghasilkan koefisien Beta yang diasumsikan stabil dari waktu ke waktu selama masa periode observasi. Persamaan regresi untuk menghitung Beta dengan 36 menggunakan model indeks tunggal atau model pasar dapat berdasarkan persamaan berikut: Ri = αi + βiRm + ei Dari persamaan diatas, koefisien βi merupakan Beta sekuritas ke-i yang diperoleh dari teknik regresi. Variabel acak ei di persamaan regresi menunjukkan persamaan linier yang dibentuk mengandung kesalahan. Untuk tiap-tiap observasi, nilai residu, ei, menunjukkan perbedaan antara return observasi sesungguhnya dengan return estimasi yang berada di garis linier. Ri merupakan return sekuritas ke-i dan Rm merupakan return pasar. Menurut Suad Husnan (2009, hal 112-113), data historis dapat digunakan untuk menghitung beta waktu lalu yang akan dipakai sebagai taksiran Beta di masa yang akan datang. Persamaan regresi linier sederhana untuk beta historis adalah sebagai berikut: Ri = αi + βiRm + ei Ri merupakan tingkat keuntungan suatu saham dan Rm merupakan tingkat keuntungan suatu pasar. Hasil perhitungan tersebut kalau di-plot-kan dalam suatu gambar akan nampak seperti berikut: Gambar 2.2 Kemiringan (Slope) Garis Regresi Rit β α Rmt 37 Beta menunjukkan kemiringan (slope) garis regresi, dan α menunjukkan intercept dengan sumbu Rit. Semakin besar Beta, semakin curam kemiringan garis tersebut, dan sebaliknya. Penyebaran titik-titik pengamatan di sekitar garis regresi tersebut menunjukkan risiko (σei2) sekuritas yang diamati. Semakin menyebar titik-titik tersebut, semakin besar risiko sisanya. Nilai βi dan αi yang dihitung dengan persamaan regresi merupakan taksiran dari beta dan alpha yang sebenarnya. Taksiran tersebut tidak luput dari kesalahan (subject to error). Penggunaan beta bukan hanya bisa memperkecil jumlah variabel yang harus ditaksir dan penggunaan beta historis dapat diandalkan, tetapi penggunaan beta juga memungkinkan kita mengidentifikasi kalau kita menggunakan matrik koefisien korelasi historis. Belum bisa diidentifikasi faktor-faktor apa yang menyebabkan koefisien korelasi saham i dengan j ternyata rendah (atau tinggi) pada periode waktu tertentu. B. Penelitian Terdahulu Penelitian yang terkait dengan permasalahan ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya: 1. Jamalul Abidin (Tesis, 2009), dengan judul ”Analisis Faktor-Faktor Fundamental Keuangan dan Risiko Sistematik Terhadap Harga Saham Perusahaan Consumer Goods yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia” menunjukkan bahwa Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), Price Earning Ratio (PER), Payout Ratio (PER), Debt Equity Ratio (DER), dan Required Rate of Return (r) tereliminasi dalam proses uji regresi linier 38 metode stepwise karena memiliki pengaruh yang rendah terhadap harga saham. Earning per Share (EPS) mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap harga saham perusahaan consumer goods. Hasil pengujian juga menunjukkan bahwa Earning Pershare (EPS), Book Value (BV), Return On Investment (ROI), Operating Profit Margin (OPM) dan Beta berpengaruh secara simultan terhadap harga saham perusahaan consumer goods yang terdapat pada Bursa Efek Indonesia, variabel beta tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap harga saham perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2. Almas Hijriah, (Tesis, 2007), dengan judul ”Pengaruh Faktor Fundamental Dan Risiko Sistematik Terhadap Harga Saham Properti Di Bursa Efek Jakarta” menunjukkan bahwa: secara serempak, faktor fundamental yang terdiri dari return on assets (ROA) , return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), price earning ratio (PER), earning per share (EPS), book value (BV) dan risiko sistematik (Beta) memiliki pengaruh high significant terhadap harga saham properti. Dengan koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan menunjukkan bahwa pola pergerakan harga saham bersifat acak, tidak dapat ditentukan, dan atau dipengaruhi sepenuhnya dengan hanya mengendalikan faktor fundamental perusahaan. Ini dikarenakan kebanyakan orientasi investor adalah capital gain oriented bukan dividend oriented. Secara parsial faktor fundamental return on equity (ROE, price earning ratio (PER), dan book value (BV) memiliki pengaruh high significant terhadap harga saham, 39 sedangkan faktor fundamental yang lain serta risiko sistematik (Beta) tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham properti di Bursa Efek Jakarta. 3. Besse Wediawati, (Makalah, 1999), dengan judul ”Analisis Pengaruh Beberapa Faktor Fundamental dan Risiko Sistematik Terhadap Harga Saham (Kasus Industri Barang Konsumsi yang Go-Publik di Buras Efek Jakarta)” menunjukkan bahwa: Faktor fundamental yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan kelompok Industri Barang Konsumsi yang Go-Publik di Pasar Modal adalah Return On Assets, Debt to Equity Ratio dan Book Value Equity Pershare. Book Value Equity Pershare mempunyai pengaruh yang dominan terhadap harga saham. Kontribusi faktor fundamental dan risiko sistematik dalam menjelaskan variansi harga saham mempunyai hubungan dan pengaruh pola lemah. Dengan demikian variansi (pola pergerakan) harga saham lebih banyak ditentukan oleh faktor nonfundamental. 4. Njo Anastasia, Yanny W.G, dan Imelda Wijiyanti (Jurnal Akuntansi, 2003), dengan judul “Analisis Faktor Fundamental dan Risiko Sistematik terhadap Harga Saham Properi di BEJ” menunjukkan bahwa: Faktor fundamental (ROA, ROE, BV, DER, r) dan Risiko Sistematik (beta) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham perusahan properti secara bersamasama. Namun hanya variabel Book Value (BV) yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan properti secara parsial. 5. Solichin Anwar, (Artikel, 2009), dengan judul ”Pengaruh Faktor Fundamental dan Risiko Sistematik Terhadap Harga Saham Perusahaan Sektor Pembiayaan 40 di BEI Tahun 2007-2008” menunjukkan bahwa secara bersama-sama faktor fundamental GPM, NPM, OPM, NPM, EPS, PER, BVS, PBV dan risiko sistematik (Beta) berpengaruh secara bersama-sama terhadap harga saham. Dari 8 variabel yang ada, hanya variabel BVS dan PBV yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga saham. Sedangkan untuk variabel lainnya yaitu GPM, NPM, OPM, EPS, PER, dan BETA tidak mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial. 6. Denier (Tesis, 2011), dengan judul “Pengaruh Faktor Fundamental dan Resiko Sistematik Terhadap Harga Saham Perusahaan pada Industri Pertambangan di Bursa Efek Indonesia Periode 2007 – 2009” menunjukkan berdasarkan hasil Uji “F”, membuktikan bahwa Variabel independen (ROA, ROE, OPM, DER, EPS, Book Value, dan Risiko Sistematik) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Harga Saham), Sedangkan berdasarkan hasil Uji “t” terbukti bahwa secara parsial hanya variabel ROA, Book Value, dan OPM yang dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap harga saham, sementara ROE, DER, EPS dan Risiko Sistematik tidak terbukti. hasil perhitungan koefisien Determinasi (R2) secara bersama-sama variabel independen (ROA, ROE, OPM, DER, EPS, Book Value, dan Risiko Sistematik) mampu untuk menjelaskan variasi variabel dependen (harga saham) sebesar 97,40% sedangkan sisanya sebesar 2,60% dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak diteliti. Hasil perhitungan koefisien determinasi parsial yang dipersentasekan bahwa Variabel yang paling dominan 41 berpengaruh terhadap harga saham adalah Book Value karena konstribusinya paling besar dibandingkan dengan konstribusi variabel lainnya. 42