173 persepsi pengrajin terhadap identitas produk pada

advertisement
PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN
KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA
TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah)
PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA
INDUSTRI KERAJINAN KAYU ANGGOTA KOPERASI
MITRA MEUBEL BOJONG INDAH
KLENDER JAKARTA TIMUR*)
Ahmad Zabadi**) dan Isbandriyati Mutmainah***)
Abstract
One aspect to be considered in the globalization is how to improve product
competitiveness. Increasing competitiveness is determined by various factors,
including the quality, price, characteristics or peculiarities. Therefore, in order to
win the competition, either the products must have the characteristics, and also they
are difficult to be duplicated by other competitors’ products, both from local and
foreign country.
This research aims to find out how the the craftsmen’s perception of the
product identity by taking a research sample cooperative members of wood artisans
of Bojong Indah Furniture Mitra Cooperative (KOMMBI) at Klender in Eastern
Jakarta. By using the correlation analysis method, it can be shown that there is a
significant positive correlation between craftsmen perception of product identity
with an increased product quantity. The wood craftsmen believe that with the efforts
to provide the brand or logo on their products, output sales will increase. Regression
analysis indicates alson that perception to the product identity significantly influence
marketing product. In addition, barriers faced by the craftsmen, among others, are
the high cost of licensing for the brand, the low collective consciousness to have a
brand and licensing.
Recommendations from this research are the wood craftsman needs to maintain
or improve the production quality, and also to maintain market share that had been
under their control.The government needs to provide guidance and facilitation to
create brand or logo, and to socialize intensively products identity to the wood
craftsmen.
Keywords: products identity, wood craftsman, KOMMBI, Eastern Jakarta
*)
Artikel diterima 18 Maret 2012, peer review 20 April 2012, review akhir 14 Mei 2012
**) Asisten Deputi Urusan Pemberdayaan Lembaga Pengembangan Bisnis, Deputi Bidang
Pengembangan dan Restrukturisasi Jaringan Usaha.
***) Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Nusa Bangsa.
173
INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199
Abstrak
Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam era globalisasi adalah
bagaimana meningkatkan daya saing produk. Peningkatan daya saing produk
ditentukan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah kualitas, harga, karakteristik atau
kekhasan. Karena itu, agar suatu produk tetap dapat bersaing, selain harus memiliki
karakteristik, juga tidak mudah diduplikasikan oleh produk-produk lain, baik dari
dalam maupun luar negeri.
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana persepsi para pengrajin terhadap
identitas produk dengan mengambil sampel penelitian para pengrajin kayu anggota
koperasi Mitra Meubel Bojong Indah (KOMMBI) Klender Jakarta Timur. Dengan
menggunakan metode analisis korelasi, dapat dilihat bahwa terdapat korelasi positif
yang tinggi antara persepsi pengrajin terhadap keberadaan identitas produk dengan
peningkatan kuantitas hasil pemasaran industri kayu. Para pengrajin yakin bahwa
dengan adanya upaya pemberian merk atau logo pada produk mereka, maka output
penjualan akan meningkat. Selain itu, dari analisis regresi dapat disimpulkan bahwa
persepsi pengrajin terhadap identitas produk berpengaruh secara signifikan terhadap
hasil pemasaran produk. Hambatan yang dihadapi oleh para pengrajin antara
lain masih tingginya biaya perizinan untuk mendapatkan merk, masih rendahnya
kesadaran kolektif untuk memiliki merk dan prosedur perijinan yang masih kurang
praktis dan berbelit-belit.
Rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah pengrajin perlu mempertahankan
atau meningkatkan mutu produksinya sehingga dapat memelihara pangsa pasar yang
selama ini telah mereka kuasai. Selain itu pemerintah perlu melakukan pembinaan
dan fasilitasi dalam proses pembuatan merk atau logo, serta sosialisasi yang intensif
tentang penting identitas produk yang dihasilkan pengrajin.
Kata kunci: Identitas Produk, Pengrajin, KOMMBI, Jakarta Timur
I.
Pendahuluan
Berlakunya pasar bebas dalam perdagangan global dewasa ini
telah menimbulkan dampak langsung maupun tidak langsung terhadap
perkembangan perekonomian suatu negara. Tentu saja bagi negara maju yang
telah siap berkompetisi, hal demikian bukan sesuatu yang mengkhawatirkan.
Namun sebaliknya, bagi negara sedang berkembang, termasuk Indonesia,
keadaan demikian cukup mengkhawatirkan. Dalam era perdagangan global,
tingkat persaingan produk akan semakin ketat, sehingga produk-produk
lokal tidak hanya dituntut memiliki comparative advantage tetapi juga harus
bermuatan competitive advantage.
174
PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN
KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA
TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah)
Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam konteks persaingan
tersebut adalah bagaimana mempertahankan daya saing produk. Peningkatan
daya saing produk ditentukan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah kualitas,
harga, karakteristik atau kekhasan. Oleh karena itu, agar produk industri
kerajinan tetap berdaya saing, harus memiliki karakteristik yang tidak mudah
diduplikasi oleh produk-produk lainnya, baik dari dalam negeri maupun luar
negeri.
Terkait dengan itu, diperlukan upaya yang serius untuk melakukan
penguatan produk. Salah satu masalah yang cukup serius untuk ditangani
adalah masalah identitas produk. Identitas produk adalah hal-hal yang
diantaranya mencakup merek, logo, label, kemasan, cita rasa, standarisasi,
sertifikasi mutu, dan paten. Dalam perkembangan sekarang, identitas produk
harus pula disesuaikan dengan perkembangan global. Ecolabelling (peraturan
atau kebijakan tentang standarisasi produk yang ramah lingkungan) dan
standarisasi ISO yang semula tidak menjadi variabel yang diperhatikan
dalam perdagangan internasional, kini telah menjadi syarat mutlak untuk
diperhatikan.
Keterbatasan terhadap identitas produk akan berpengaruh terhadap
berlakunya fungsi-fungsi pemasaran. Namun demikian tidak otomatis bahwa
identitas produk dapat mendorong perluasan dan peningkatan pasar. Aspek
pemberat yang berhubungan dengan kenaikan harga atau rentang waktu
pengerjaan lebih lama, yang disebabkan oleh penguatan identitas produk
misalnya, justru akan berpengaruh terhadap peluang pasar yang tersedia,
meskipun hal ini juga tidak selamanya terjadi.
Hingga saat ini masalah identitas produk masih dianggap sebagai hal
yang tidak terlalu penting, karena keterbatasan pengetahuan terhadap masalah
ini. Di sisi lain, masih terdapat hambatan-hambatan teknis yang menjadikan
pengusaha enggan berhubungan dengan pengembangan identitas produk.
Hambatan ini khususnya berkaitan dengan aspek legal formal dalam proses
pengurusannya. Karena itu wajar saja jika terdapat berbagai kasus yang
mencuat di permukaan.
Kasus yang bisa diungkap untuk menggambarkan keterbatasan
terhadap identitas produk adalah maraknya berbagai bentuk duplikasi atas
produk kerajinan tradisional. Sebagai suatu contoh seperti dikemukakan
bahwa HIMPI (Himpunan Masyarakat Perajin Indonesia) Kota Bandung,
menemukan duplikasi produk wayang golek yang beredar di pasaran sebagai
175
INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199
produksi pengusaha lain dengan bentuk yang serupa dengan harga yang lebih
murah.
Kasus lain terkait dengan sertifikasi dan labelisasi (labelling), misalnya
bagaimana sekitar 75 produsen makanan dan minuman skala UKM di Kota
Bandung, Yogyakarta dan Surabaya mengalami kesulitan mengurus sertifikasi
dan pemberian label seperti label halal pada kemasan produknya yang dari
perspektif pengusaha terlalu rumit dan biaya administrasi dinilai terlalu tinggi.
Kasus yang tak kalah menariknya lagi adalah tentang pengajuan hak
paten dari produk tempe dan batik yang justru telah diajukan oleh perusahaan
asing di luar negeri, padahal kedua produk tersebut selama ini sangat familiar
dan dikenal sebagai produk Indonesia dan telah menjadi bagian dari masyarakat
kita. Ironis sekali jika hak patennya dipegang oleh orang luar negeri.
Kasus-kasus tersebut menggambarkan bahwa dalam hal identitas
produk, industri kerajinan kita masih banyak mengalami kendala dan
permasalahan. Sebenarnya identitas produk sangat penting bagi kelangsungan
produk tersebut itu sendiri. Setidaknya perlindungan dan perhatian terhadap
identitas produk akan bermakna, yaitu: 1) memperlebar faktor peluang
(enabling factor) dalam bentuk dorongan/stimulasi untuk lebih kreatif dan
inovatif dalam mengembangkan produk sehingga dapat meningkatkan nilai
atau kontribusi riil dalam usaha; 2) untuk perkuatan produk (strengthening
efforts), artinya mampu meningkatkan potensi aktual yang telah diwujudkan
(nilai yang muncul) sehingga memiliki keunggulan komparatif yang tinggi.
Dalam hal ini diperlukan dukungan perlindungan (protecting supports) bagi
produk-produk tertentu sehingga dapat menyesuaikan terlebih dahulu terhadap
perkembangan yang ada; 3) proses penguatan potensi produk dengan identitas
produk diharapkan mendukung peningkatan daya saing yang tinggi, sekaligus
mendorong pembentukan karakteristik produk dan pencitraan produk di dalam
suatu kawasan/wilayah tertentu, yang pada akhirnya berdampak multiplier
bagi pengembangan industri setempat.
Atas berbagai keterangan di atas, maka keterbatasan terhadap identitas
produk akan berpengaruh terhadap berlakunya fungsi-fungsi pemasaran.
Namun demikian tidak otomatis bahwa identitas produk dapat mendorong
perluasan dan peningkatan pasar. Aspek pemberat yang berhubungan dengan
kenaikan harga atau rentang waktu pengerjaan lebih lama, yang disebabkan
oleh penguatan identitas produk misalnya, justru akan berpengaruh terhadap
peluang pasar yang tersedia, meskipun hal ini juga tidak selamanya terjadi.
176
PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN
KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA
TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah)
Oleh sebab itu, penggalian lebih dalam terhadap berbagai hal yang
berkaitan dengan identitas produk, serta hubungannya dengan pemasaran
menjadi sangat penting. Terlebih lagi pada industri kerajinan kayu yang
memiliki segudang problematika, mulai dalam pengadaan bahan, hingga
yang berkaitan dengan isu lingkungan secara global, termasuk didalamnya
menghadapi pemasaran produknya. Untuk itu, studi ini ingin menggali lebih
dalam tentang persepsi pengrajin terhadap pentingnya identitas produk, serta
mengetahui hubungan dan pengaruh persepsi pengrajin akan identitas produk
terhadap hasil pemasaran produk meubel anggota Koperasi Mitra Meubel
Bojong Indah (KOMMBI) Klender Jakarta Timur.
II.
Tinjauan Pustaka
1.
Konsep Pemasaran
Keberhasilan proses pemasaran suatu produk sangat tergantung
dari sejauh mana proses pemasaran itu sendiri dijalankan. Sebuah proses
pemasaran tidak hanya terdiri dari proses penjualan semata, melainkan
mencakup proses-proses lain yang melibatkan berbagai pihak internal
maupun eksernal perusahaan.
Proses pemasaran suatu produk atau perusahaan dimulai sejak
perencanaan suatu produk yang akan diproduksi atau perencanaan
suatu perusahaan yang akan didirikan. Proses perencanaan pendirian
suatu perusahaan atau perancangan suatu produk haruslah bernafaskan
azas-azas pemasaran. Pada era modern ini, azas-azas pemasaran lebih
menekankan perlunya kepuasan konsumen (consumer satiftication)
sebagai prinsip dalam proses pemasaran.
Stanton dalam Basu (2010:179) mendefinisikan pemasaran
sebagai sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan
untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan
mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan
kepada pembeli yang ada maupun yang potensial. Hal-hal pokok dalam
definisi tersebut adalah bahwa dalam pemasaran ada perencanaan dan
eksekusi di lapangan, ada tahap-tahap yang dirumuskan, melibatkan
produk, harga, promosi dan distribusi, ada barang yang dipertukarkan,
ada pertukaran, serta memuaskan konsumen dan institusinya.
Dalam manajemen pemasaran, terdapat dua konsep yang sangat
mendasar yaitu kebutuhan-kebutuhan (needs) dan keinginan-keinginan
177
INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199
(wants). Tugas utama manajemen pemasaran adalah mendeteksi
kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan konsumen dan berusaha
memenuhinya secara kontinyu. Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai
hal-hal mendasar yang dibutuhkan manusia untuk melangsungkan
kehidupannya. Kebutuhan terdiri dari berbagai macam hal termasuk
kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan cinta kasih,
kebutuhan penghargaan dan kebutuhan untuk beraktualisasi. Sedangkan
keinginan adalah pernyataan sikap yang terbentuk oleh budaya dan
kepribadian.
2.
Identitas Produk
Secara garis besar aspek yang menentukan daya saing produk
dapat dikategorikan menjadi dua bagian yaitu aspek identitas produk
dan aspek identitas merek. Identitas produk adalah hal-hal yang
diantaranya mencakup aspek: ruang lingkup produk, atribut produk,
kualitas produk, dan penggunaan. Dalam perkembangan sekarang,
identitas produk harus pula disesuaikan dengan perkembangan global.
Standarisasi mutu yang semula tidak menjadi variabel yang diperhatikan
dalam perdagangan internasional, kini telah menjadi syarat mutlak
untuk diperhatikan. Adapun determinan dari identitas produk ini dapat
diklasifikasikan berdasarkan spesifikasi produk dan atribut produknya.
Spesifikasi produk adalah ciri-ciri fisik yang ditetapkan oleh
produsen dalam merancang dan memproduksi suatu produk. Spesifikasi
suatu produk diantaranya mencakup ukuran, kapasitas, bentuk standar,
bahan dasar dan bahan penunjang. Nilai kegunaannya dari suatu produk
dapat berbeda dengan nilai kegunaan dari produk lain yang memiliki
bahan dasar sama tetapi memiliki spesifikasi produk yang berbeda.
Oleh sebab itu ruang lingkup pasar juga dapat dibedakan dan dibatasi
berdasarkan kriteria spesifikasi produknya.
Atribut produk adalah stimulasi penting yang mempengaruhi
kognisi, afeksi dan perilaku konsumen. Atribut-atribut ini dievaluasi
oleh konsumen dalam hal nilai, keyakinan dan pengalaman masa lalu
mereka. Kegiatan pemasaran dan informasi lainnya juga mempengaruhi
apakah pembelian dan penggunaan produk akan dapat memenuhi
keinginan mereka. Dengan memperhatikan semua atribut ini maka
seorang konsumen akan mengambil kesimpulan.
Pemasar perlu mengetahui atribut mana produk yang dianggap
paling penting bagi konsumen, apa arti atribut itu bagi konsumen dan
178
PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN
KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA
TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah)
bagaimana konsumen menggunakan pengetahuan itu dalam proses
kognitif, seperti pemahaman (comprehension) dan pengambilan
keputusan (decision making).
Pengetahuan konsumen tentang atribut yang konkrit, diwujudkan
melalui karakteristik fisik dari suatu produk (spesifikasi produk). Dan
dimata konsumen, atribut-atribut produk memiliki tingkat kepentingan
yang berbeda-beda. Atribut penting didefinasikan sebagai penilaian
seseorang secara umum terhadap signifikansi suatu atribut produk
atau jasa tertentu. Semakin besar perhatian diarahkan terhadap suatu
atribut semakin penting suatu atribut tersebut. Seperangkat atribut
dianggap penting oleh konsumen apabila atribut-atribut tersebut dapat
memberikan manfaat yang mereka inginkan. Pemasar akan dapat
memenuhi manfaat yang diharapkan konsumen dengan menawarkan
expected product, yaitu seperangkat atribut dan kondisi yang secara
normal diharapkan konsumen ketika mereka membeli suatu produk.
Ada empat elemen yang menentukan besarnya perhatian
seseorang terhadap suatu atribut, yaitu karakteristik penerima pesan;
karakteristik pesan; faktor peluang respon; dan karakteristik produk.
Faktor karakteristik penerimaan pesan yang mempengaruhi perhatian
adalah kebutuhan dan nilai, serta konsep diri (self concept). Pesan
suatu iklan dapat mempengaruhi perhatian konsumen terhadap suatu
atribut dengan menjalankan fungsi kognitif mereka. Hasil dari kegiatan
kognisi ini dapat meningkatkan kepentingan suatu atribut. Suatu iklan
yang menyinggung suatu atribut produk secara konkrit dan hidup dapat
langsung mengarahkan perhatian konsumen terhadap atribut itu dan
meningkatkan atribut penting yang dirasakannya.
Karakteristik pesan juga dapat mempengaruhi atribut penting
ketika iklan mencoba melakukan demarket suatu produk. Upaya-upaya
untuk mengurangi penyalahgunaan obat, menghisap rokok, meminum
minuman keras adalah termasuk demarketing.
Faktor peluang respon mempengaruhi perhatian konsumen
terhadap atribut suatu produk. Faktor ini menunjukkan sejauh mana
seseorang akan memproses informasi tentang suatu atribut. Peluang
respon akan meningkat apabila informasi tentang suatu atribut diulang
berkali-kali dan konsumen tidak terganggu ketika memproses informasi
tentang suatu atribut.
179
INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199
Karakteristik produk merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi penilaian konsumen terhadap suatu atribut. Salah satu
karakteristik produk itu adalah perceived quality. Suatu riset yang
dilakukan menunjukkan bahwa, ketika suatu atribut baru ditambahkan
pada barang inferior dengan kualitas rendah dan barang dengan merek
berkualitas tinggi, maka hasil penelitian itu menunjukkan bahwa
penambahan atribut itu dapat meningkatkan perceived value yang lebih
besar terhadap barang dengan merek kualitas rendah dibandingkan
terhadap barang dengan merek kualitas tinggi.
3.
Identitas Merek
Merek adalah aset tak berwujud (intangibles asset) yang semakin
mahal harganya. Nama-nama merek sering bernilai berlipat ganda dari
nilai bisnis yang sesungguhnya. Akibatnya, merek-merek sering dibeli
dan dijual dengan harga yang sangat tinggi, yang sebenarnya tidak
menggambarkan aset tak berwujud (intangible asset) milik perusahaan
berkala, tetapi menggambarkan tingkat penjualan merek di masa depan
yang dapat diperkirakan.
Merek dapat diasosiasikan sebagai sebuah nama, logo, dan
simbol-simbol lain yang membedakan sebuah produk atau layanan
dari kompetitor dengan kriteria-kriteria yang ada di dalamnya (Walker
dalam Sunyoto, 2012:103). Tetapi merek lebih luas lagi cakupannya,
dan mengarah kepada apa yang disebut sebagai identitas. Identitas
merek adalah seperangkat asosiasi merek yang unik yang diciptakan
oleh para penyusun strategi merek yang meliputi simbol, kepribadian
merek, segala asosiasi terhadap organisasi, negara asal, pencitraan oleh
pengguna, manfaat ekspresi diri, manfaat emosional, dan hubungan
antara merek dan pelanggan. Asosiasi-asosiasi ini mencerminkan
kedudukan suatu merek dan merupakan ‘janji’ kepada pelanggan
dari anggota organisasi. Identitas merek akan membantu kemantapan
hubungan diantara merek dan pelanggan melalui proposisi nilai yang
melibatkan manfaat fungsional, manfaat emosional atau ekspresi diri.
Di dalam dinamika pasar yang sangat kompetitif, merek
mempunyai peran yang sangat penting sebagai pembeda. Produk
mudah sekali ditiru tetapi merek, khususnya citra merek yang terekam
dalam benak konsumen tidak dapat ditiru. Merek paling mudah dikenali
dari identitas fisiknya yang berbentuk visual seperti nama merek, by
line, tag line, penyajian grafis merek maupun penyajian dalam bentuk
180
PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN
KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA
TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah)
audio seperti jingle. By line adalah merupakan deskriptor merek, yang
menyertai nama merek dan biasanya tertera dibawah nama merek untuk
menggambarkan secara jelas bisnis yang digeluti merek. Sementara
tag line adalah lini ekspresif yang digunakan untuk mengklarisifikasi
atau mendramatisir manfaat-manfaat emosional dan fungsional merek
bagi konsumen dan calon konsumen. Tag line dapat digunakan untuk
membantu mengkomunikasikan titik deferensiasi dari kompetitor, dan
dalam beberapa hal dapat digunakan untuk mereposisi suatu merek.
Nama merek merupakan unsur identitas yang paling mudah dikenali.
Menurut Aaker nama merek merupakan indikator inti bagi sebuah
merek yang merupakan landasan bagi upaya komunikasi dan penciptaan
kesadaran. Sehingga nama merek secara aktual merupakan esensi dari
konsep merek.
Sebuah merek yang mapan dapat pula menarik manfaat dengan
menciptakan suatu anak nama (sub name) yang dapat dimanfaatkan
untuk meluncurkan varian baru atau menunjukkan model baru dengan
atribut-atribut khusus. Pemilihan nama harus melalui sebuah proses
yang sistematik yang terkait dengan berbagai elemen pemasaran.
Idealnya nama merek harus menangkap esensi merek dan dapat dipakai
di semua pasar sasaran. Nama merek harus enak didengar, mudah
diingat, dan mengarahkan asosiasi konsumen tentang manfaat dan
posisi merek. Terdapat sejumlah kriteria lainnya dalam memilih nama
merek. Penyaringan ini mencakup pengucapan, arti kata, konotasi dan
kriteria-kriteria lainnya yang berhubungan.
Persyaratan lain bagi nama merek adalah keunikan, yang dapat
mencerminkan deferensiasi dan mudah diingat, terutama ingatan
tersebut berkaitan dengan asosiasi konsumen dengan atribut pertama
yang ingin ditonjolkan. Nama harus dapat bekerja dengan mudah
bersama informasi lain, mendukung simbol, selaras dengan slogan,
menunjukkan asosiasi yang diinginkan, tidak mengarah kepada
asosiasi yang tidak diinginkan, serta memiliki daya pembeda sehingga
konsumen tidak dibingungkan dengan nama merek kompetitor.
Sebagai aset perusahaan yang makin penting, sudah sepantasnya
merek mendapat perhatian yang sangat serius. Dan langkah ini dapat
dimulai dengan memberi perhatian yang memadai terhadap identitas
merek, yang diawali dari pemilihan terhadap nama merek dan identitas
fisiknya.
181
INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199
4.
Preferensi Konsumen Terhadap Identitas Produk dan Merek
Preferensi konsumen terhadap sekelompok merek atau kelompok
produk menunjukkan urutan kesukaan mereka terhadap merek atau
kelompok produk tersebut. Kesukaan konsumen terhadap suatu merek
tersebut dapat dinyatakan dalam suatu skala nilai (misalnya dalam 10
skala nilai, mulai dari angka satu hingga angka sepuluh). Merek yang
sangat tidak disukai konsumen akan memperoleh rating paling tinggi.
Sebelum melakukan pilihan, konsumen biasanya menentukan
berbagai kriteria evaluasi dalam bentuk manfaat atau atribut yang
dapat memenuhi keinginan mereka. Kriteria evaluasi yang digunakan
konsumen dalam menentukan preferensinya berbeda dalam hal tipe,
jumlah dan kepentingannya. Tipe kriteria evaluasi yang digunakan
konsumen dalam memilih produk bervariasi mulai dari hal-hal yang
nyata seperti atribut-atribut fisik hingga hal-hal abstrak seperti gaya,
selera, prestise, dan brand image. Jumlah kriteria evaluasi yang
digunakan konsumen berbeda tergantung pada produk, konsumen dan
situasi. Untuk produk-produk yang sederhana jumlah kriteria evaluasi
yang digunakan masih sedikit dan sebaliknya untuk produk-produk yang
kompleks, jumlah kriteria evaluasi yang digunakan semakin beragam.
Tingkat kepentingan kriteria evaluasi juga berbeda antar individu dan
juga berbeda pada individu yang sama pada situasi yang berbeda.
Preferensi konsumen terhadap identitas produk dan merek sangat
dipengaruhi oleh kriteria evaluasi yang digunakan oleh konsumen.
Semakin lengkap informasi yang dimiliki konsumen semakin tinggi
kemampuan mereka dalam menentukan kriteria evaluasi yang mereka
inginkan. Dengan mengetahui kriteria evaluasi yang digunakan
konsumen, maka akan memudahkan pemasar dalam menentukan
strategi pemasaran yang tepat.
5.
Peningkatan Kualitas Produk melalui Manajemen Mutu Terpadu
(Total Quality Management)
Mutu merupakan isu yang dominan pada banyak perusahaan.
Bersamaan dengan waktu pengembangan produk yang pesat,
fleksibilitas dalam memenuhi permintaan konsumen (produk yang
dibuat selalu sesuai dengan apa yang diminta konsumen), dan harga
jual yang rendah, mutu merupakan pilihan kunci dan strategis. Mutu
melalui pemberdayaan dan pengendalian mutu menurunkan waktu
182
PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN
KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA
TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah)
pengembangan produk. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk
memfokuskan diri pada konsumen dan menjadi lebih andal dalam
memenuhi kebutuhan mereka.
Johnson dan Winchell dalam Harjosoedarmo (2001:2)
mengatakan bahwa mutu adalah totalitas bentuk dan karakteristik
barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan
kebutuhan-kebutuhan yang tampak jelas maupun yang tersembunyi.
Pendapat lain mengatakan bahwa definisi mutu menyangkut berbagai
kategori. Beberapa dari definisi tersebut berorientasi pada pengguna/
pemakainya, yaitu mutu tergantung pemakai menganggapnya. Bagi
orang pemasaran dan konsumen, mutu yang lebih tinggi berarti
kemampuan pemuasan kebutuhan yang lebih baik, bentuk produk yang
lebih menarik, dan kelebihan lainnya (terkadang memakan biaya).
Sedangkan bagi manajer operasi, mutu tergantung pada pengerjaan.
Mereka percaya bahwa mutu berarti keharusan menyesuaikan dengan
lebih baik pada standar yang berlaku dan membuatnya benar pada
waktu pertama.
Mutu terutama mempengaruhi perusahaan dalam empat cara,
yaitu biaya dan pangsa pasar; reputasi perusahaan; pertanggung
jawaban produk; dan implikasi internasional. Berdasarkan biaya
dan pangsa pasar, mutu yang ditingkatkan dapat mengarah kepada
peningkatan pangsa pasar dan penghematan biaya. Keduanya juga
dapat mempengaruhi profitabilitas. Demikian pula, usaha perbaikan
keandalan dan standar berarti penurunan kerusakan pada produk dan
biaya suatu jasa.
Berdasarkan reputasi perusahaan, reputasi perusahaan mengikuti
reputasi mutu yang dihasilkan buruk atau baik. Mutu akan muncul
bersamaan dengan persepsi mengenai produk baru perusahaan, praktikpraktik penanganan pegawai, dan hubungannya dengan pemasok. Mutu
produk tidak dapat digantikan oleh promosi perusahaan.
Berdasarkan pertanggungjawaban produk, dalam kasus-kasus
yang berkaitan dengan produk yang beredar di pasar, pengadilan kini
menganggap bahwa pihak-pihak yang harus memikul tanggung jawab
adalah seluruh pihak yang tercakup dalam rantai distribusi. Dapat
ditambahkan, perusahaan yang merancang dan memproduksi barang
atau jasa yang cacat dapat dianggap bertanggung jawab atas kerusakan
dan kecelakaan yang diakibatkan pemakai barang atau jasa tersebut.
183
INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199
Berdasarkan implikasi internasional, dalam era teknologi seperti
sekarang ini, mutu merupakan perhatian internasional dan perhatian
operasi. Agar perusahaan dan juga negara dapat bersaing secara efektif
dalam perekonomian global, produknya harus memenuhi mutu dan
harga yang diinginkan. Produk yang bermutu rendah membahayakan
perusahaan dan bangsa, dan dapat mengakibatkan implikasi yang
negatif bagi neraca pembayaran.
Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management)
menggambarkan penekanan mutu yang memacu seluruh organisasi, mulai
dari pemasok sampai konsumen. TQM menekankan pada komitmen
manajemen untuk memiliki keinginan yang berkesinambungan bagi
perusahaan untuk mencapai kesempurnaan di segala aspek barang dan
jasa yang penting bagi konsumen.
Ahli mutu W. Edwards Deming menggunakan 14 langkah untuk
menerapkan perbaikan mutu. Langkah-langkah tersebut dikembangkan
menjadi 5 konsep program TQM yang efektif, yaitu:
a.
Perbaikan yang terus menerus
TQM membutuhkan proses tanpa akhir yang disebut perbaikan
yang terus menerus, dimana kesempurnaan tidak pernah
diperoleh tetapi selalu dicari. Masyarakat Jepang menggunakan
kata Kaizen untuk menggambarkan proses perbaikan yang
berkelanjutan ini. Masyarakat Amerika menggunakan kata
TQM, zero defect (tanpa kerusakan produk) dan six sigma (6∑)
untuk menggambarkan usaha perbaikan yang berkelanjutan yang
mereka lakukan.
b.
Pemberdayaan karyawan.
Berarti manajemen perusahaan melibatkan karyawan dalam setiap
tahap proses produksi. Teknik untuk membangun pemberdayaan
karyawan mencakup tindakan membentuk jaringan komunikasi
yang melibatkan karyawan; mendorong penyelia untuk bersifat
terbuka dan sebagai motivator; memindahkan tanggung jawab
manajerial dan staf kepada para karyawan bagian produksi;
membangun organisasi dengan sikap mental tinggi; serta
menggunakan teknik-teknik formal seperti pembentukan tim
(team building) dan gugus kendali mutu (quality circles).
184
PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN
KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA
TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah)
c.
Pembandingan Kinerja (Benchmarking)
Merupakan elemen lain dari program TQM suatu perusahaan,
mencakup seleksi standar kinerja yang ada, yang mewakili
kinerja proses atau kegiatan terbaik lain yang sangat serupa
dengan proses atau kegiatan pihak lain. Inti dari pembandingan
kinerja adalah pengembangan target yang akan dicapai, untuk
kemudian mengembangkan suatu standar atau tolak ukur tertentu
agar kita dapat mengukur kinerja sendiri.
d.
Penyediaan kebutuhan yang cukup pada waktunya (Just-inTime).
Filsafat yang mendasari hal tersebut adalah pemikiran mengenai
yang terus-menerus dan pemecahan masalah yang cepat. Dengan
cara tersebut memaksa terciptanya mutu, baik pada pemasok
maupun pada setiap tahap proses manufaktur dan jasa. Sebagai
konsekuensinya, sistem tersebut harus memproduksi mutu yang
tinggi. Karena teknik tersebut menghilangkan kemungkinan
adanya variasi, tidak ada lagi sisa material, pengerjaan ulang,
investasi persediaan, dan kegiatan yang tidak perlu dalam proses
produksi/jasa.
e.
Pengetahuan mengenai perangkat TQM
Karena ingin memberdayakan dalam implementasi TQM,
dan mengingat TQM, merupakan usaha yang tidak ada putusputusnya, maka setiap orang dalam organisasi harus dilatih
menggunakan teknik-teknik TQM. Peralatan TQM bermacammacam dan semakin hari semakin bertambah.
III.
Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian pengujian hipotesis (hypotheses testing)
yaitu penelitian yang menjelaskan fenomena dalam bentuk hubungan antar
variabel. Tipe hubungan antar variabel dalam penelitian ini adalah hubungan
sebab akibat atau sering disebut dengan hubungan kausalitas. Jenis data yang
digunakan adalah data subyek yaitu data penelitian yang berupa opini, sikap,
pengalaman atau karakteristik dari seseorang atau sekelompok orang yang
menjadi subyek penelitian (responden). Sumber data yang dipergunakan
dalam penelitian adalah data primer dalam bentuk persepsi responden (subyek)
penelitian dan instrumen yang digunakan adalah kuesioner atau angket.
185
INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199
Populasi pengrajin kayu yang ada di Sentra Industri Kayu Klender
Jakarta sebanyak 400 orang. Dengan teknik pengambilan sampel metode
random sampling, dimana semua pengrajin kayu memiliki peluang yang
sama untuk dijadikan sampel, sampel yang digunakan sebanyak 40 orang
responden.
Teknik analisis yang digunakan dibuat sesuai dengan jenis dan tujuan
penelitian. Ada beberapa tahapan yang digunakan, yang meliputi uji kualitas
instrumen, uji normalitas, analisis deskriptif, analisis korelasi dan analisis
regresi linier.
Menurut Hair et al dalam Imam (2005) kualitas data yang dihasilkan
dari penggunaan instrumen penelitian dapat dievaluasi melalui uji reliabilitas
dan validitas. Uji tersebut masing-masing untuk mengetahui konsistensi dan
akurasi data yang dikumpulkan dari penggunaan instrumen. Uji konsistensi
internal (reliabilitas) ditentukan dengan koefisien cronbach alpha. Suatu
instrumen dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha di atas 0,60
(Nunnally dalam Imam, 2005). Sedangkan uji validitas dengan melihat daya
pembeda dari instrumen penelitian yaitu antara kelompok responden yang
memberikan tanggapan positif terhadap pertanyaan dan kelompok responden
yang memberi tanggapan negatif terhadap pertanyaan yang diajukan.
Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui distribusi data, yaitu
data variabel persepsi pengrajin terhadap identitas produk (X) dan variabel
Pemasaran Produk (Y).
Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui persepsi pengrajin
terhadap identitas produk di Industri Kerajinan Kayu Anggota Koperasi Mitra
Meubel Bojong Indah (KOMMBI) Klender Jakarta Timur. Metode pendekatan
deskriptif merupakan prosedur pemecahan masalah yang mendiskripsikan
kondisi subyek atau obyek penelitian (seseorang, lembaga masyarakat dan lainlain) pada masa kini berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana
mestinya, yang dimaksudkan untuk menggambarkan realita sosial yang
kompleks. Menurut Neuman dalam Saragih (2003) ada beberapa keuntungan
yang dapat diperoleh dengan menggunakan pendekatan deskriptif, antara lain:
metode ini dipandang memiliki tingkat ketajaman dalam menerangkan pola
yang ada (existing patterns) di lapangan dan mampu menyerap informasi
langsung dari informan dengan relatif cukup tinggi; dan lebih dapat mendekati
dalam menerangkan makna yang terdapat dibalik tindakan-tindakan
perorangan (subjective meaning) yang mendorong terwujudnya gejala-gejala
sosial, misalnya cara pandang, selera, ungkapan-ungkapan, emosi, keyakinan
dan sebagainya.
186
PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN
KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA
TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah)
Analisis korelasi adalah suatu proses analisis data yang ditujukan untuk
mengetahui hubungan diantara variabel yang dioperasionalkan (Sugiyono,
2008:248). Dalam penelitian ini koefisien korelasi dihitung dengan rumus
koefisien korelasi Pearson (Product –moment Coefficient of Correlation) dan
koefisien korelasi Spearman (Ranks Correlation), dengan melihat korelasi
antara variabel X (Persepsi Pengrajin terhadap Identitas Produk) dan Variabel
Y (Pemasaran Produk). Hipotesis yang dibangun adalah sebagai berikut:
H0 : Tidak terdapat hubungan antara variabel X (Persepsi Pengrajin, terhadap
Identitas Produk) dan Variabel Y (Pemasaran Produk)
H1 : Terdapat hubungan antara variabel X (Persepsi Pengrajin terhadap
Identitas Produk) dan variabel Y (Pemasaran Produk).
Analisis Regresi Linier adalah teknik analisis yang dapat digunakan untuk
mengetahui besarnya pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya dan
membuat suatu prediksi berdasarkan hasil penelitian. Dalam penelitian ini
pengujian dilakukan untuk melihat pengaruh variabel X (Persepsi Pengrajin
terhadap Identitas produk) terhadap variabel Y (Pemasaran Produk). Hipotesis
yang dibangun adalah sebagai berikut:
H0 : ß0 = 0 (variabel X tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Y)
H1 : ß1 ≠ 0 (variabel X berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Y)
IV.
Analisis
1.
Uji Kualitas Data
Dari hasil uji reliabilitas dan validitas, dapat dijelaskan bahwa
semua instrumen penelitian baik instrumen untuk variabel X maupun
variabel Y reliabel. Hal ini ditunjukkan dengan nilai alpha kedua
instrumen variabel X (persepsi pengrajin terhadap identitas produk)
dan Y (pemasaran produk) lebih besar nilai nilai kritis. Demikian juga
dari uji validitas instrumen, dapat dijelaskan semua instrumen variabel
X dan Y valid. Hal ini dapat dilihat pada nilai t hitung instrumen X dan
Y lebih besar dari t tabel.
2.
Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan dengan formulasi Kolmogorov
Smirnov, menunjukkan nilai signifikansi 0,200 artinya dari perhitungan
tersebut distribusi data variabel X dan Y berdistribusi mendekati
normal. Demikian pula dengan melihat Normal Q-Q Plot of X dan Y,
data variabel X dan Y juga berdistribusi normal.
187
INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199
3.
Persepsi Pengrajin terhadap Identitas Produk
Dilihat dari karakteristik responden, 70% responden menyatakan
menekuni industri kerajinan kayu di Klender Jakarta Timur dilakukan
secara turun temurun atau rata-rata dimulai 15 tahun yang lalu. Dengan
demikian mengindikasikan bahwa industri kerajinan kayu ini sangat
eksis dan keberadaannya masih dibutuhkan oleh masyarakat atau
konsumen. Selain itu 77,5% responden menyatakan lokasi perdagangan
di Klender Jakarta Timur strategis bahkan sangat strategis. Hal ini
sangat rasional mengingat tempat industri kerajinan kayu di Klender
ini berada di pusat perkotaan yang cukup padat penduduknya. Dengan
demikian tidak sedikit pula para konsumen yang membeli produk di
kerajinan kayu di tempat tersebut.
Jika dilihat dari kualitas dan kuantitas produk, dari jawaban
responden, 7,5% responden menyatakan bahwa kualitas atau mutu
barang yang ditawarkan kurang baik. Artinya sebagian besar dari
responden yang dalam hal ini pengrajin menyatakan kualitasnya baik.
Kondisi ini disebabkan produk di sentra kekuatan barang dan bahan
bakunya cukup baik (mayoritas dari kayu jati alam), kualitas proses
produksinya baik, modelnya bervariatif, serta harganya terjangkau
masyarakat biasa. Hal ini juga berkaitan erat dengan diterapkannya
manajemen mutu terpadu (total quality management/TQM) sebagai
suatu terobosan terbaru di bidang manajemen yang seluruh aktivitasnya
dilakukan untuk mengoptimalkan kepuasan pelanggan, melalui
perbaikan proses yang berkesinambungan. Sebanyak 95% responden
menyatakan kemasan kerajinan kayu yang diproduksi dalam keadaan
baik, namun masih tradisional, belum memiliki bentuk kemasan yang
baik seperti penggunaan sistem buka pasang (knock down) dan sistem
yang lainnya. Padahal untuk menembus pasaran terbuka baik lokal
maupun internasional upaya perbaikan mutu dan juga kemasan produk
dimaksud sudah saatnya diprioritaskan. Desain kemasan memiliki
dampak yang sangat berarti pada image yang muncul dari produk
tersebut, melalui bentuk, warna, bahan yang digunakan, kekuatan, dan
kenyamanan (ergonomis) dalam penggunaannya.
Dilihat dari kepuasan konsumen, dari jawaban responden, 82,5%
responden menyatakan bahwa pembeli yang datang cukup banyak, hampir
setiap hari mereka melayani pesanan dan bahkan melayani konsumen
secara langsung. Produk mereka sudah dapat dipasarkan ke Jawa Timur,
Jawa Tengah, Padang, Palembang, Sumatera Utara dan lain-lain. Ini
188
PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN
KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA
TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah)
berarti produk yang ditawarkan perusahaan sesuai dengan keinginan
konsumen, dimana marketing mix telah dilaksanakan para pengrajin
sesuai dengan keinginan konsumen. Sebanyak 82,5% responden
menyatakan bahwa alasan konsumen membeli produk kerajinan kayu
di Klender ini karena kualitas barang baik dan menarik. Kualitas barang
ini memang sangat penting, karena sekarang para konsumen industri
kerajinan kayu pada umumnya mengutamakan kualitas motif barang
serta kekuatannya. Sebanyak 80,0% responden menyatakan kepuasan
konsumen dalam membeli produk yang diperdagangkan sangat
tinggi. Ini dapat diartikan harapan konsumen terhadap produk yang
diperdagangkan para pengrajin terpenuhi, dimana harga, kemasan, dan
kualitas produk sesuai dengan harapan. Sebanyak 97,5% responden
menyatakan keberadaan logo atau merek produk sangat penting.
Mengingat bahwa untuk memasuki era persaingan bebas diperlukan
adanya penjaminan mutu produk barang maupun jasa, maka sudah
waktunya dipikirkan adanya upaya legislasi atau pembinaan terhadap
kepemilikan merek produksi barang industri kerajinan kayu khususnya
di Klender. Responden menyatakan alasan terhadap keberadaan logo
atau merek produk karena: 1) untuk menunjang mekanisme pemasaran,
artinya berdasarkan hukum permintaan dan penawaran di pasaran; 2)
merek bergengsi, artinya berkompetisi dengan merek atau barangbarang lain yang sejenis seperti Ligna, Fortune dan lain-lain; dan 3)
merek dekat dengan gengsi.
Dilihat dari bentuk logo atau merek secara fisik, dari jawaban
responden, 100,0% responden menyatakan bentuk logo atau merek
yang ada cukup baik. Namun demikian belum semua pengrajin
menggunakan logo atau merek, dimana hanya sebagian kecil pengrajin
yang menjadi anak angkat dari perusahaan kerajinan kayu yang sudah
ada memiliki merek. Mereka memandang bahwa merek-merek yang
sudah ada di pasaran saat ini dapat dikategorikan sudah baik. Sebanyak
75,0% responden menyatakan kemasan produk kerajinan kayu yang ada
saat ini baik bahkan sangat baik. Sebab produk-produk yang memiliki
merek saat ini, selain kemasannya sudah baik (lux) sistem perakitannya
pun sudah mampu mengikuti pesanan konsumen, diantaranya dengan
sistem knock down. Selain itu 90,0% responden menyatakan label atau
logo kerajinan kayu yang ada saat ini baik bahkan sangat baik. Hal ini
dipandang dapat dijadikan motivasi bagi para pengrajin untuk memiliki
logo sendiri maupun secara kolektif.
189
INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199
Dilihat dari motivasi berproduksi, dari jawaban responden,
85,0% responden menyatakan yakin bahkan sangat yakin pemasaran
akan naik apabila memiliki merek. Keberadaan merek meskipun
bukan satu-satunya penentu naiknya permintaan konsumen, sangat
menentukan. Hal ini sinergis dengan kualitas barang yang dipasarkan.
Artinya dalam memilih atau menentukan suatu produk meubel, orang
atau konsumen akan mudah percaya kepada salah satu merek (misalnya
Ligna Furniture) daripada produk dengan merek lain, apalagi yang tidak
memiliki merek di pasaran. Meskipun tidak semua barang produksi
yang diperdagangkan dengan merek Ligna berkualitas tinggi.
Melihat kondisi ini, tantangan bagi para pengusaha dan
juga koperasi untuk memberikan jaminan mutu antara lain dengan
mengeluarkan merek bersama. Hal ini paling tidak memiliki beberapa
keunggulan, diantaranya: adanya jaminan terhadap produsen, jaminan
terhadap konsumen, menaikkan pangsa pasar, serta memperluas
jaringan pemasaran. Meskipun demikian hingga saat ini 97.5%
responden menyatakan setuju bahkan sangat setuju terhadap pernyataan
untuk mengutamakan kualitas daripada merek. Hal ini dapat diartikan
bahwa meskipun sudah bermerek tetapi tetap bahwa hal yang sangat
menentukan adalah kualitas barang itu sendiri.
Seorang produsen menggunakan merek untuk meyakinkan
konsumen bahwa suatu merek tertentu mewujudkan suatu standar
kualitas tertentu, sehingga diharapkan dapat diperoleh jumlah penjualan
dari penguasaan pasar secara stabil dan jika mungkin lebih besar.
Merek juga dapat digunakan untuk membedakan produk atau jasa suatu
perusahaan dari produk saingannya.
Dari jawaban responden, 80,0% menyatakan setuju bahkan
sangat setuju terhadap statement keutamaan merek di era perdagangan
bebas. Selain itu 80,0% responden menyatakan kenaikan harga setelah
memiliki merek wajar bahkan sangat wajar. Merek sebagai salah satu
bagian yang cukup penting dalam bidang HaKI, di Indonesia semula
diatur dalam UU No.21 tahun 1961 tentang Merek perusahaan dan
Merek Perniagaan. Mengingat Undang-Undang ini dianggap kurang
memadai lagi, kemudian diganti dengan UU No.19 Tahun 1992 tentang
Merek. Undang-Undang ini pun diubah dengan UU No.15 Tahun 2001
yang selanjutnya disebut UUM.
Dilihat dari kemampuan bersaing, dari jawaban responden,
87,5% responden menyatakan di dalam negeri kemampuan dari
190
PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN
KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA
TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah)
produk kerajinan kayu dapat bersaing bahkan sangat bersaing dengan
produk sejenis. Dan sebanyak 92,5% responden menyatakan, di pasar
internasional kemampuan produk kerajinan kayu dapat bersaing bahkan
sangat bersaing dengan produk sejenis.
4.
Uji Korelasi
Dengan menggunakan Koefisien Korelasi Pearson (Product –
moment Coefficient of Correlation) diperoleh koefisien korelasi sebesar
0,526. Dengan demikian dapat dikatakan antara variabel X (persepsi
pengrajin terhadap identitas produk) dan variabel Y (pemasaran produk)
secara signifikan terdapat korelasi, dengan tingkat keeratan yang sedang.
Persepsi para pengrajin yang lebih baik terhadap identitas produk akan
diikuti dengan peningkatan jumlah meubel yang dipasarkan dengan
tingkat keeratan sebesar 52%.
Sedangkan mengenai merek berkaitan erat dengan unsur
pemasaran. Pemasaran adalah semua aktivitas untuk memperlancar arus
barang/jasa dan produsen ke konsumen secara paling efisien dengan
maksud untuk menciptakan permintaan yang efektif. Menurut Basu
Swasta dan Irawan (2010: 5) pemasaran merupakan sistem keseluruhan
dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan
harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang
dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli
yang potensial.
Dari definisi-definisi tersebut mengandung maksud sebagai
berikut: 1) dalam definisi-definisi tersebut mengandung pengertian
manajemen; 2) bisnis harus berorientasi pada konsumen; 3) pemasaran
merupakan hasil interaksi antar banyak bagian; 4) pemasaran bermula
dari munculnya ide produk sampai dengan penjualan produk telah
dilakukan; 5) pemasaran harus dapat memaksimalkan penjualan jangka
panjang, dengan kata lain konsumen harus selalu terpuaskan.
Jika produk yang ditawarkan perusahaan sesuai dengan keinginan
konsumen, maka dapat dipastikan semua indikator atau paling tidak salah
satu indikator tujuan produk tersebut dapat tercapai. Bagaimanapun
persentase yang lebih besar dari penjualan total perusahaan akan
bertambah seiring dengan usaha bauran pemasaran (marketing mix)
yang lebih besar. Apakah marketing mix yang dilaksanakan perusahaan
sesuai dengan keinginan konsumen dapat dilihat bagaimana pembelian
191
INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199
konsumen setelah marketing mix tersebut dilaksanakan. Disiplin
pemasaran membutuhkan suatu klasifikasi marketing mix yang mantap,
bukan hanya sekedar untuk membangun konsep yang terpadu dan
memperkuat disiplin tetapi juga berarti untuk mengukur upaya-upaya
marketing mix dan dampaknya.
Adapun dengan dukungan informasi dan analisis pasar yang
akurat yang dilakukan secara terus-menerus, perusahaan secara berkala
dapat menyusun kebijakan marketing mix secara lebih baik. Hal ini
agar prestasi penjualan yang telah dicapainya dapat dipertahankan dan
ditingkatkan, sehingga perusahaan dapat menjual produk pada waktu
yang tepat, dalam situasi dan kondisi yang tepat; serta dengan harga
yang tepat.
Pada waktu yang tepat, berarti dapat menyediakan barang dan
jasa yang diperlukan pada saat konsumen memerlukan. Jika tidak dapat
menyediakan tepat waktu, maka konsumen bisa saja pindah tempat
pembeliannya atau mencari perusahaan lain. Dalam situasi dan kondisi
yang tepat, maksudnya adalah produsen harus dapat mengetahui situasi
dan kondisi konsumen. Dengan harga yang tepat, artinya produsen
harus mengusahakan agar harga barang dan jasa itu dapat terjangkau
oleh konsumen, tetapi tetap menguntungkan sehingga terjamin
kelangsungan hidup perusahaan.
5.
Regresi
Analisis regresi menghasilkan persamaan sebagai berikut:
Y = 5,893 + 0,147X
(1,931)
(3,810)
R2 = 0,526 Ajd R2 = 0,276 F hitung = 14,512
Dari persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa dengan tingkat
kesalahan 5% variabel X secara siginifikan mempengaruhi variabel
Y dengan koefisien regresi sebesar 0,147. Artinya dengan menjaga
variabel lain konstan, kenaikan variabel X (persepsi pengrajin terhadap
identitas produk) sebesar 1 satuan akan meningkatkan variabel Y
(pemasaran produk) sebesar 14,7 %. Koefisien determinasi sebesar
0,526 menunjukkan bahwa variasi dari pemasaran produk pengrajin
52,5 persennya ditentukan oleh variasi persepsi pengrajin terhadap
identitas produk, sedang sisanya sebesar 47,5 % ditentukan oleh
variabel lain.
192
PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN
KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA
TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah)
Persepsi pengrajin terhadap pentingnya identitas produk yang
semakin baik, akan menaikkan jumlah meubel yang dipasarkan oleh
pengrajin, dengan kenaikan sebesar 47%. Pengrajin sangat memahami
pentingnya identitas produk seperti merek atau logo bagi keberhasilan
pemasaran produknya. Dan pemahaman ini diikuti dengan pembuatan
merek atau logo pada meubel yang dipasarkan pada sebagian besar
pengrajin. Namun sebagian pengrajin yang lain masih beranggapan
merek atau logo yang mereka buat belum mampu bersaing dengan
merek-merek yang sudah terkenal sebelumnya, sehingga belum berfikir
untuk membuat merek.
6.
Upaya Peningakatan Kualitas Produk dan Kuantitas Hasil Pemasaran
Industri Kerajinan Kayu Klender.
Suatu hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi terkait dengan
pemasaran adalah diperlukannya upaya yang serius untuk melakukan
penguatan produk. Salah satu masalah yang cukup serius untuk
ditangani adalah masalah identitas produk. Identitas produk adalah halhal yang diantaranya mencakup merek, logo, label, kemasan, citarasa,
standarisasi, sertifikasi mutu, dan paten. Dalam perkembangan sekarang
identitas produk harus pula disesuaikan dengan perkembangan global.
Ecolabelling dan standarisasi ISO yang semula tidak menjadi variabel
yang diperhatikan dalam perdagangan internasional, kini telah menjadi
syarat mutlak untuk diperhatikan.
Ada empat variabel yang digunakan dalam pemasaran untuk
mencapai target market sebagai jaring yang berkaitan dengan efektivitas
dalam pencapaian kesuksesan perusahaan yaitu: product strategy,
promotion strategy, price strategy, dan distribution strategy. Keempat
variabel ini lebih dikenal sebagai bauran pemasaran (marketing mix)
yaitu the controllable variables that company puts together to satisfy a
target group. Target group yang dimaksud dalam marketing mix adalah
customer yang merupakan sasaran dari keseluruhan perencanaan yang
akan diimplementasikan oleh keempat strategi marketing mix.
Pertama, product strategy yaitu meliputi keputusan perusahaan
tentang desain, merek produk, label, trademark, kemasan, warranties,
guaranties, pengembangan produk baru dan product life cycle. Kedua,
price strategy, perhatiannya penuh pada penetapan harga produk,
yang keputusannya sangat dipengaruhi bagaimana respon dari target
pasarnya. Ketiga, promotional strategy, meliputi pengembangan
perpaduan antara elemen bauran promosi, advertising, personal
193
INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199
selling, sales promotion dan publicity sebagai media komunikasi
dalam marketing mix. Keempat, distribution strategy meliputi sistem
distribusi dan saluran-saluran distribusi yang digunakan sebagai sarana
dalam menyampaikan produk ke tangan konsumen akhir.
a.
Upaya Peningkatan Pemasaran
Berdasarkan jawaban responden, 40.0% responden menyatakan
dalam upaya meningkatkan pemasaran dilakukan dengan meniru
produk asing dan hanya 32.5% menyatakan mengupayakan hak
paten.
Tujuan pemasaran modern diantaranya adalah untuk memuaskan
masyarakat dalam jangka panjang, tetapi masyarakat yang ada di
lingkungan perusahaan sangat heterogen sehingga akan sulit bagi
perusahaan jika semua lapisan perusahaan dilayani, mengingat
keterbatasan yang ada pada perusahaan tersebut. Jika perusahaan
menginginkan melayani semua masyarakat maka berarti perusahaan
tersebut harus memiliki kekuatan yang memadai. Perusahaan walaupun
mampu melayani semua lapisan masyarakat, harus tetap mengingat
bahwa tidak semua masyarakat menguntungkan bagi perusahaan yang
bersangkutan sehingga perusahaan yang memaksimalkan keuntungan
akan selalu melayani masyarakat yang dianggap menguntungkan dan
perusahaan mampu untuk melayani. Oleh karena itu, perusahaan harus
mengadakan segmentasi pasar, yaitu suatu kegiatan membagi-bagi
pasar yang bersifat heterogen ke dalam satu satuan pasar (segmen
pasar) yang bersifat homogen (Swasta dan Sukotjo, 2010:192). Adapun
dasar yang dapat digunakan dalam segmentasi pasar adalah:
(1)
Faktor demografi seperti: umur, kepadatan penduduk, jenis
kelamin, agama, kesukuan, pendidikan, dan sebagainya.
(2)
Faktor sosiologis seperti: kelompok budaya, kelas-kelas sosial,
dan sebagainya.
(3)
Faktor psikologis/psikografis seperti: kepribadian, sikap, manfaat
produk yang diinginkan, dan sebagainya.
(4)
Faktor geografis seperti: daerah sejuk, daerah panas dan
sebagainya atau menurut skala wilayah atau letak geografis.
Setelah pasar dikelompokkan menurut dasar tertentu,
selanjutnya perusahaan hendaknya melakukan penelitian pasar untuk
194
PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN
KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA
TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah)
mengidentifikasi keinginan konsumen yang dituju. Hal ini penting
untuk menentukan bauran pemasaran (marketing mix) yang akan
dilaksanakan, sebab bauran pemasaran harus dibuat sedemikian rupa
supaya konsumen dapat terpuaskan sehingga hasil penjualan dapat
maksimal. Indikator yang mudah diketahui oleh perusahaan bahwa
konsumen menyenangi produk yang di tawarkan perusahaan adalah
dapat dilihat dari tercapai atau tidaknya tujuan produk. Adapun indikator
tujuan produk adalah unit produk yang terjual, market share, dan return
of investment.
Lebih lanjut Kotler dan Amstrong (2008: 269) mengemukakan
bahwa pada dasarnya produk yang dibeli konsumen dapat dibedakan
berdasarkan cara konsumen membelinya, yaitu:
(1)
Produk kebutuhan sehari-hari (convenience product) yang
merupakan produk dan jasa konsumen yang biasanya sering
dan segera dibeli pelanggan dengan usaha pembandingan dan
pembelian yang minimum.
(2)
Produk belanja (shopping product), yang merupakan produk yang
agak jarang dibeli dan pelanggan membandingkan kecocokan,
kualitas, harga, dan gaya produk secara cermat.
(3)
Produk khusus (specialty product), yang merupakan produk dan
jasa konsumen dengan karakteristik unik atau identifikasi merek
dimana sekelompok pembeli bersedia melakukan pembelian
khusus.
(4)
Produk yang tidak dicari (unsought product), yang merupakan
produk konsumen yang mungkin tidak dikenal konsumen
atau produk yang mungkin dikenal konsumen tetapi biasanya
konsumen tidak berfikir untuk membelinya.
Umumnya
konsumen
membeli
barang-barang
yang
diinginkannya atas dasar pertimbangan kualitas dan kuantitas tertentu.
Dengan kata lain, produk yang dihasilkan oleh suatu industri harus
memenuhi kriteria standar yang diharapkan oleh konsumen. Kriteria
yang dimaksud menurut Kotler dan Amstrong (2008: 272-278) meliputi:
atribut, merek, kemasan, pelabelan, dan jasa pendukung produk.
Secara umum ada dua faktor utama yang perlu dipertimbangkan
dalam menetapkan harga (Kotler dan Amstrong, 2008: 345), yaitu faktor
internal perusahaan dan faktor lingkungan eksternal. Faktor internal
195
INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199
perusahaan meliputi: 1) tujuan pemasaran perusahaan yang dapat berupa:
maksimalisasi laba, mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan,
meraih pangsa pasar yang besar, menciptakan kepemimpinan dalam
hal kualitas, mengatasi persaingan, melaksanakan tanggung jawab
sosial, dan lain-lain; 2) strategi bauran pemasaran, sebagai salah satu
komponen bauran pemasaran, harga perlu dikoordinasikan dan saling
mendukung dengan bauran pemasaran lainnya; 3) biaya, merupakan
faktor yang menentukan harga minimal yang harus ditetapkan agar
perusahaan tidak mengalami kerugian. Dengan demikian, setiap
perusahaan perlu menaruh perhatian terhadap, aspek struktur biaya
(tetap dan variabel) serta jenis-jenis biaya lainnya, seperti out of pocket
cost incremental cost, opportunity cost, dan replacement cost.
Faktor eksternal terpenting yang mempengaruhi strategi
penetapan harga adalah: 1) persaingan, dalam menetapkan dan merubah
harga, perusahaan perlu mempertimbangkan pesaingnya. Bagaimana
pesaing akan bertindak terhadap harga suatu produk. Pertimbangan ini
perlu diperhatikan pada faktor jumlah pesaing, ukuran pesaing, lokasi
pesaing, situasi untuk masuk ke dalam industri, tingkat integrasi vertikal
dari pesaing, jumlah produk yang dijual oleh pesaing, struktur biaya
pesaing, dan reaksi terdahulu dari pesaing terhadap harga; 2) peraturanperaturan pemerintah dimana penetapan harga terhadap produk dan
jasa diatur oleh pemerintah terutama untuk public utilities.
b.
Pembinaan oleh Lembaga (Koperasi)
Berdasarkan jawaban responden, 90.0% responden
menyatakan pembinaan pemerintah melalui koperasi dan
lembaga lainnya masih dibutuhkan bahkan sangat dibutuhkan.
Dengan data ini sangat jelas bahwa sesungguhnya upaya
pembinaan terhadap merek dari pihak koperasi sangat dibutuhkan
oleh pengrajin. Oleh karena itu, tidak ada salahnya apabila mulai
dirancang untuk memiliki merek secara kolektif.
Faktor-faktor produksi telah lama dikenal, terutama sejak
dikenalnya ilmu ekonomi. Dalam ilmu ekonomi faktor-faktor
produksi itu adalah tanah, modal, tenaga kerja dan keterampilan
(organizational and managerial skills). Faktor-faktor produksi
inilah yang diorganisasikan dan diolah dalam suatu proses
untuk menambah kegunaan suatu barang atau jasa. Dalam
kegiatan usaha perusahaan, faktor-faktor produksi tersebut
196
PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN
KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA
TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah)
dikelompokkan ke dalam faktor akal dan tenaga manusia (man),
bahan (material), peralatan dan mesin (machines) serta dana
(money). Faktor-faktor produksi inilah yang dijadikan masukan
dan diolah dalam proses produksi dan operasi, yang kesemuanya
tidak terlepas dari sistem produksi dan operasi.
V.
Kesimpulan dan Rekomendasi
1.
Kesimpulan
Ada tiga tujuan dalam studi ini, yaitu mengetahui persepsi
pengrajin kayu angggota KOMMBI Klender Jakarta Timur; mengetahui
korelasi antara variabel persepsi pengrajin terhadap keberadaan
identitas produk dan variabel peningkatan kuantitas hasil pemasaran
industri kayu; serta mengetahui pengaruh variabel persepsi pengrajin
terhadap identitas produk terhadap variabel pemasaran produk terhadap
variabel pemasaran produk.
Dari hasil analisis deskriptif responden, dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar responden pengrajin (lebih dari 75%) telah
menjalankan usahanya lebih dari 15 tahun, dan menganggap lokasi
usaha mereka sangat strategis. Sebagian besar responden (lebih dari
75%) juga menyatakan bahwa kualitas produk mereka sangat baik dan
mereka meyakini konsumen datang ke tempat mereka karena kualitas
produk meubel mereka.
Dilihat dari bentuk logo atau merek secara fisik, 100% responden
menyatakan bentuk logo atau merek yang ada cukup baik, sebanyak
75,0% responden menyatakan kemasan produk kerajinan kayu yang
ada sangat baik, sebanyak 90,0% responden menyatakan label atau
logo kerajinan kayu yang ada saat ini sangat baik, dan sebanyak 85,0%
responden menyatakan yakin bahkan sangat yakin pemasaran akan naik
apabila memiliki merek.
Dari hasil analisis korelasi, dapat disimpulkan bahwa terdapat
korelasi yang positif pada tingkat yang sedang (52%) antara persepsi
pengrajin terhadap keberadaan identitas produk dan peningkatan
kuantitas hasil pemasaran industri kayu. Persepsi pengrajin kayu
di Klender Jakarta Timur terhadap identitas produk tergolong
baik. Pengrajin sangat yakin dan percaya bahwa dengan ada upaya
pemberian merek atau logo pada bahan kerajinan kayu mereka, maka
197
INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199
jumlah permintaan di pasaran akan semakin naik. Sedangkan apabila
pembinaan merek ini tidak diupayakan maka akan mengalami hambatan
dalam persaingan merebut pasar di masa yang akan datang.
Dari hasil analisi regresi linier dapat disimpulkan bahwa variabel
persepsi pengrajin terhadap identitas produk berpengaruh positif
terhadap variabel pemasaran dengan koefisien regresi sebesar 0,147.
2.
Rekomendasi
Produsen atau pengrajin, hendaknya dapat mempertahankan
bahkan meningkatkan mutu hasil produksinya, sehingga dapat
mempertahankan pangsa pasar yang selama ini menjadi harapan bagi
konsumen. Selanjutnya produsen atau pengrajin hendaknya juga
meningkatkan kesadaran akan pentingnya identitas produk, khususnya
merek atau logo sebagai perlindungan terhadap mutu produk. Selain
itu diperlukannya variasi dan inovasi produk kerajinan kayu dengan
memperhatikan pada aspek harapan atau keinginan dari para konsumen
di dalam dan luar negeri, serta masih sulitnya menembus pasaran dalam
negeri dan apalagi luar negeri.
Pembinaan oleh lembaga atau koperasi masih dibutuhkan dalam
rangka memotivasi berproduksi dan memiliki merek. Artinya terdapat
sambutan yang baik dan positif terhadap adanya upaya pemilikan merek
produk bersama yang dibina oleh koperasi dengan tujuan meningkatkan
kualitas produksi dan kuantitas pemasaran. Dengan demikian akan
tercipta kekuatan kolektif dalam menghadapi persaingan untuk merebut
pasaran. Untuk itu diharapkan pemerintah dengan segala upaya dapat
memberikan pembinaan dan fasilitasi dalam proses pembuatan dan
pengembangan merek atau logo secara bersama (kolektif), melalui
wadah koperasi. Selain itu pemerintah diharapkan dapat segera
mengambil langkah tegas terhadap terjadinya pelanggaran-pelanggaran
penggunaan merek (duplikasi), yang menghambat perkembangan
industri meubel dalam negeri
DAFTAR PUSTAKA
Aaker, David A. (2007). Strategic Market Management, John Wiley & Son, 605
Third Avenue, New York.
Ghozali, Imam (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS: Edisi
Kedua, Badan Penerbit Undip Semarang.
198
PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN
KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA
TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah)
Harjosoedarmo, Soewarso (2001). Total Quality Management, Yogyakarta, Andi.
Kotler, Philip dan Amstrong, Gary (2008). Prinsip-Prinsip Pemasaran, Jilid ke1,
Edisi 12, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Saragih, Jhon Bernando (2003). Dampak Implementasi Program Kemitraan
Usaha terhadap Perkembangan Usaha Kecil di DKI Jakarta Studi Kasus di
Perkampungan Industri Kecil/PIK Pulogadung-Jakarta Timur, Tesis MPKP
UI, Jakarta.
Sugiyono (2008). Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung.
Sunyoto, Danang (2012). Dasar-dasar Manajemen Pemasaran, Konsep, Strategi,
dan Kasus, Penerbit CAPS, Yogyakarta.
Swasta, Basu dan Irawan (2010). Pengantar Bisnis Modern, Edisi Ketiga, Liberty,
Yogyakarta.
199
Download