PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah) PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA TIMUR*) Ahmad Zabadi**) dan Isbandriyati Mutmainah***) Abstract One aspect to be considered in the globalization is how to improve product competitiveness. Increasing competitiveness is determined by various factors, including the quality, price, characteristics or peculiarities. Therefore, in order to win the competition, either the products must have the characteristics, and also they are difficult to be duplicated by other competitors’ products, both from local and foreign country. This research aims to find out how the the craftsmen’s perception of the product identity by taking a research sample cooperative members of wood artisans of Bojong Indah Furniture Mitra Cooperative (KOMMBI) at Klender in Eastern Jakarta. By using the correlation analysis method, it can be shown that there is a significant positive correlation between craftsmen perception of product identity with an increased product quantity. The wood craftsmen believe that with the efforts to provide the brand or logo on their products, output sales will increase. Regression analysis indicates alson that perception to the product identity significantly influence marketing product. In addition, barriers faced by the craftsmen, among others, are the high cost of licensing for the brand, the low collective consciousness to have a brand and licensing. Recommendations from this research are the wood craftsman needs to maintain or improve the production quality, and also to maintain market share that had been under their control.The government needs to provide guidance and facilitation to create brand or logo, and to socialize intensively products identity to the wood craftsmen. Keywords: products identity, wood craftsman, KOMMBI, Eastern Jakarta *) Artikel diterima 18 Maret 2012, peer review 20 April 2012, review akhir 14 Mei 2012 **) Asisten Deputi Urusan Pemberdayaan Lembaga Pengembangan Bisnis, Deputi Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Jaringan Usaha. ***) Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Nusa Bangsa. 173 INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199 Abstrak Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam era globalisasi adalah bagaimana meningkatkan daya saing produk. Peningkatan daya saing produk ditentukan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah kualitas, harga, karakteristik atau kekhasan. Karena itu, agar suatu produk tetap dapat bersaing, selain harus memiliki karakteristik, juga tidak mudah diduplikasikan oleh produk-produk lain, baik dari dalam maupun luar negeri. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana persepsi para pengrajin terhadap identitas produk dengan mengambil sampel penelitian para pengrajin kayu anggota koperasi Mitra Meubel Bojong Indah (KOMMBI) Klender Jakarta Timur. Dengan menggunakan metode analisis korelasi, dapat dilihat bahwa terdapat korelasi positif yang tinggi antara persepsi pengrajin terhadap keberadaan identitas produk dengan peningkatan kuantitas hasil pemasaran industri kayu. Para pengrajin yakin bahwa dengan adanya upaya pemberian merk atau logo pada produk mereka, maka output penjualan akan meningkat. Selain itu, dari analisis regresi dapat disimpulkan bahwa persepsi pengrajin terhadap identitas produk berpengaruh secara signifikan terhadap hasil pemasaran produk. Hambatan yang dihadapi oleh para pengrajin antara lain masih tingginya biaya perizinan untuk mendapatkan merk, masih rendahnya kesadaran kolektif untuk memiliki merk dan prosedur perijinan yang masih kurang praktis dan berbelit-belit. Rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah pengrajin perlu mempertahankan atau meningkatkan mutu produksinya sehingga dapat memelihara pangsa pasar yang selama ini telah mereka kuasai. Selain itu pemerintah perlu melakukan pembinaan dan fasilitasi dalam proses pembuatan merk atau logo, serta sosialisasi yang intensif tentang penting identitas produk yang dihasilkan pengrajin. Kata kunci: Identitas Produk, Pengrajin, KOMMBI, Jakarta Timur I. Pendahuluan Berlakunya pasar bebas dalam perdagangan global dewasa ini telah menimbulkan dampak langsung maupun tidak langsung terhadap perkembangan perekonomian suatu negara. Tentu saja bagi negara maju yang telah siap berkompetisi, hal demikian bukan sesuatu yang mengkhawatirkan. Namun sebaliknya, bagi negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, keadaan demikian cukup mengkhawatirkan. Dalam era perdagangan global, tingkat persaingan produk akan semakin ketat, sehingga produk-produk lokal tidak hanya dituntut memiliki comparative advantage tetapi juga harus bermuatan competitive advantage. 174 PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah) Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam konteks persaingan tersebut adalah bagaimana mempertahankan daya saing produk. Peningkatan daya saing produk ditentukan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah kualitas, harga, karakteristik atau kekhasan. Oleh karena itu, agar produk industri kerajinan tetap berdaya saing, harus memiliki karakteristik yang tidak mudah diduplikasi oleh produk-produk lainnya, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Terkait dengan itu, diperlukan upaya yang serius untuk melakukan penguatan produk. Salah satu masalah yang cukup serius untuk ditangani adalah masalah identitas produk. Identitas produk adalah hal-hal yang diantaranya mencakup merek, logo, label, kemasan, cita rasa, standarisasi, sertifikasi mutu, dan paten. Dalam perkembangan sekarang, identitas produk harus pula disesuaikan dengan perkembangan global. Ecolabelling (peraturan atau kebijakan tentang standarisasi produk yang ramah lingkungan) dan standarisasi ISO yang semula tidak menjadi variabel yang diperhatikan dalam perdagangan internasional, kini telah menjadi syarat mutlak untuk diperhatikan. Keterbatasan terhadap identitas produk akan berpengaruh terhadap berlakunya fungsi-fungsi pemasaran. Namun demikian tidak otomatis bahwa identitas produk dapat mendorong perluasan dan peningkatan pasar. Aspek pemberat yang berhubungan dengan kenaikan harga atau rentang waktu pengerjaan lebih lama, yang disebabkan oleh penguatan identitas produk misalnya, justru akan berpengaruh terhadap peluang pasar yang tersedia, meskipun hal ini juga tidak selamanya terjadi. Hingga saat ini masalah identitas produk masih dianggap sebagai hal yang tidak terlalu penting, karena keterbatasan pengetahuan terhadap masalah ini. Di sisi lain, masih terdapat hambatan-hambatan teknis yang menjadikan pengusaha enggan berhubungan dengan pengembangan identitas produk. Hambatan ini khususnya berkaitan dengan aspek legal formal dalam proses pengurusannya. Karena itu wajar saja jika terdapat berbagai kasus yang mencuat di permukaan. Kasus yang bisa diungkap untuk menggambarkan keterbatasan terhadap identitas produk adalah maraknya berbagai bentuk duplikasi atas produk kerajinan tradisional. Sebagai suatu contoh seperti dikemukakan bahwa HIMPI (Himpunan Masyarakat Perajin Indonesia) Kota Bandung, menemukan duplikasi produk wayang golek yang beredar di pasaran sebagai 175 INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199 produksi pengusaha lain dengan bentuk yang serupa dengan harga yang lebih murah. Kasus lain terkait dengan sertifikasi dan labelisasi (labelling), misalnya bagaimana sekitar 75 produsen makanan dan minuman skala UKM di Kota Bandung, Yogyakarta dan Surabaya mengalami kesulitan mengurus sertifikasi dan pemberian label seperti label halal pada kemasan produknya yang dari perspektif pengusaha terlalu rumit dan biaya administrasi dinilai terlalu tinggi. Kasus yang tak kalah menariknya lagi adalah tentang pengajuan hak paten dari produk tempe dan batik yang justru telah diajukan oleh perusahaan asing di luar negeri, padahal kedua produk tersebut selama ini sangat familiar dan dikenal sebagai produk Indonesia dan telah menjadi bagian dari masyarakat kita. Ironis sekali jika hak patennya dipegang oleh orang luar negeri. Kasus-kasus tersebut menggambarkan bahwa dalam hal identitas produk, industri kerajinan kita masih banyak mengalami kendala dan permasalahan. Sebenarnya identitas produk sangat penting bagi kelangsungan produk tersebut itu sendiri. Setidaknya perlindungan dan perhatian terhadap identitas produk akan bermakna, yaitu: 1) memperlebar faktor peluang (enabling factor) dalam bentuk dorongan/stimulasi untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan produk sehingga dapat meningkatkan nilai atau kontribusi riil dalam usaha; 2) untuk perkuatan produk (strengthening efforts), artinya mampu meningkatkan potensi aktual yang telah diwujudkan (nilai yang muncul) sehingga memiliki keunggulan komparatif yang tinggi. Dalam hal ini diperlukan dukungan perlindungan (protecting supports) bagi produk-produk tertentu sehingga dapat menyesuaikan terlebih dahulu terhadap perkembangan yang ada; 3) proses penguatan potensi produk dengan identitas produk diharapkan mendukung peningkatan daya saing yang tinggi, sekaligus mendorong pembentukan karakteristik produk dan pencitraan produk di dalam suatu kawasan/wilayah tertentu, yang pada akhirnya berdampak multiplier bagi pengembangan industri setempat. Atas berbagai keterangan di atas, maka keterbatasan terhadap identitas produk akan berpengaruh terhadap berlakunya fungsi-fungsi pemasaran. Namun demikian tidak otomatis bahwa identitas produk dapat mendorong perluasan dan peningkatan pasar. Aspek pemberat yang berhubungan dengan kenaikan harga atau rentang waktu pengerjaan lebih lama, yang disebabkan oleh penguatan identitas produk misalnya, justru akan berpengaruh terhadap peluang pasar yang tersedia, meskipun hal ini juga tidak selamanya terjadi. 176 PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah) Oleh sebab itu, penggalian lebih dalam terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan identitas produk, serta hubungannya dengan pemasaran menjadi sangat penting. Terlebih lagi pada industri kerajinan kayu yang memiliki segudang problematika, mulai dalam pengadaan bahan, hingga yang berkaitan dengan isu lingkungan secara global, termasuk didalamnya menghadapi pemasaran produknya. Untuk itu, studi ini ingin menggali lebih dalam tentang persepsi pengrajin terhadap pentingnya identitas produk, serta mengetahui hubungan dan pengaruh persepsi pengrajin akan identitas produk terhadap hasil pemasaran produk meubel anggota Koperasi Mitra Meubel Bojong Indah (KOMMBI) Klender Jakarta Timur. II. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Pemasaran Keberhasilan proses pemasaran suatu produk sangat tergantung dari sejauh mana proses pemasaran itu sendiri dijalankan. Sebuah proses pemasaran tidak hanya terdiri dari proses penjualan semata, melainkan mencakup proses-proses lain yang melibatkan berbagai pihak internal maupun eksernal perusahaan. Proses pemasaran suatu produk atau perusahaan dimulai sejak perencanaan suatu produk yang akan diproduksi atau perencanaan suatu perusahaan yang akan didirikan. Proses perencanaan pendirian suatu perusahaan atau perancangan suatu produk haruslah bernafaskan azas-azas pemasaran. Pada era modern ini, azas-azas pemasaran lebih menekankan perlunya kepuasan konsumen (consumer satiftication) sebagai prinsip dalam proses pemasaran. Stanton dalam Basu (2010:179) mendefinisikan pemasaran sebagai sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun yang potensial. Hal-hal pokok dalam definisi tersebut adalah bahwa dalam pemasaran ada perencanaan dan eksekusi di lapangan, ada tahap-tahap yang dirumuskan, melibatkan produk, harga, promosi dan distribusi, ada barang yang dipertukarkan, ada pertukaran, serta memuaskan konsumen dan institusinya. Dalam manajemen pemasaran, terdapat dua konsep yang sangat mendasar yaitu kebutuhan-kebutuhan (needs) dan keinginan-keinginan 177 INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199 (wants). Tugas utama manajemen pemasaran adalah mendeteksi kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan konsumen dan berusaha memenuhinya secara kontinyu. Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai hal-hal mendasar yang dibutuhkan manusia untuk melangsungkan kehidupannya. Kebutuhan terdiri dari berbagai macam hal termasuk kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan cinta kasih, kebutuhan penghargaan dan kebutuhan untuk beraktualisasi. Sedangkan keinginan adalah pernyataan sikap yang terbentuk oleh budaya dan kepribadian. 2. Identitas Produk Secara garis besar aspek yang menentukan daya saing produk dapat dikategorikan menjadi dua bagian yaitu aspek identitas produk dan aspek identitas merek. Identitas produk adalah hal-hal yang diantaranya mencakup aspek: ruang lingkup produk, atribut produk, kualitas produk, dan penggunaan. Dalam perkembangan sekarang, identitas produk harus pula disesuaikan dengan perkembangan global. Standarisasi mutu yang semula tidak menjadi variabel yang diperhatikan dalam perdagangan internasional, kini telah menjadi syarat mutlak untuk diperhatikan. Adapun determinan dari identitas produk ini dapat diklasifikasikan berdasarkan spesifikasi produk dan atribut produknya. Spesifikasi produk adalah ciri-ciri fisik yang ditetapkan oleh produsen dalam merancang dan memproduksi suatu produk. Spesifikasi suatu produk diantaranya mencakup ukuran, kapasitas, bentuk standar, bahan dasar dan bahan penunjang. Nilai kegunaannya dari suatu produk dapat berbeda dengan nilai kegunaan dari produk lain yang memiliki bahan dasar sama tetapi memiliki spesifikasi produk yang berbeda. Oleh sebab itu ruang lingkup pasar juga dapat dibedakan dan dibatasi berdasarkan kriteria spesifikasi produknya. Atribut produk adalah stimulasi penting yang mempengaruhi kognisi, afeksi dan perilaku konsumen. Atribut-atribut ini dievaluasi oleh konsumen dalam hal nilai, keyakinan dan pengalaman masa lalu mereka. Kegiatan pemasaran dan informasi lainnya juga mempengaruhi apakah pembelian dan penggunaan produk akan dapat memenuhi keinginan mereka. Dengan memperhatikan semua atribut ini maka seorang konsumen akan mengambil kesimpulan. Pemasar perlu mengetahui atribut mana produk yang dianggap paling penting bagi konsumen, apa arti atribut itu bagi konsumen dan 178 PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah) bagaimana konsumen menggunakan pengetahuan itu dalam proses kognitif, seperti pemahaman (comprehension) dan pengambilan keputusan (decision making). Pengetahuan konsumen tentang atribut yang konkrit, diwujudkan melalui karakteristik fisik dari suatu produk (spesifikasi produk). Dan dimata konsumen, atribut-atribut produk memiliki tingkat kepentingan yang berbeda-beda. Atribut penting didefinasikan sebagai penilaian seseorang secara umum terhadap signifikansi suatu atribut produk atau jasa tertentu. Semakin besar perhatian diarahkan terhadap suatu atribut semakin penting suatu atribut tersebut. Seperangkat atribut dianggap penting oleh konsumen apabila atribut-atribut tersebut dapat memberikan manfaat yang mereka inginkan. Pemasar akan dapat memenuhi manfaat yang diharapkan konsumen dengan menawarkan expected product, yaitu seperangkat atribut dan kondisi yang secara normal diharapkan konsumen ketika mereka membeli suatu produk. Ada empat elemen yang menentukan besarnya perhatian seseorang terhadap suatu atribut, yaitu karakteristik penerima pesan; karakteristik pesan; faktor peluang respon; dan karakteristik produk. Faktor karakteristik penerimaan pesan yang mempengaruhi perhatian adalah kebutuhan dan nilai, serta konsep diri (self concept). Pesan suatu iklan dapat mempengaruhi perhatian konsumen terhadap suatu atribut dengan menjalankan fungsi kognitif mereka. Hasil dari kegiatan kognisi ini dapat meningkatkan kepentingan suatu atribut. Suatu iklan yang menyinggung suatu atribut produk secara konkrit dan hidup dapat langsung mengarahkan perhatian konsumen terhadap atribut itu dan meningkatkan atribut penting yang dirasakannya. Karakteristik pesan juga dapat mempengaruhi atribut penting ketika iklan mencoba melakukan demarket suatu produk. Upaya-upaya untuk mengurangi penyalahgunaan obat, menghisap rokok, meminum minuman keras adalah termasuk demarketing. Faktor peluang respon mempengaruhi perhatian konsumen terhadap atribut suatu produk. Faktor ini menunjukkan sejauh mana seseorang akan memproses informasi tentang suatu atribut. Peluang respon akan meningkat apabila informasi tentang suatu atribut diulang berkali-kali dan konsumen tidak terganggu ketika memproses informasi tentang suatu atribut. 179 INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199 Karakteristik produk merupakan faktor yang dapat mempengaruhi penilaian konsumen terhadap suatu atribut. Salah satu karakteristik produk itu adalah perceived quality. Suatu riset yang dilakukan menunjukkan bahwa, ketika suatu atribut baru ditambahkan pada barang inferior dengan kualitas rendah dan barang dengan merek berkualitas tinggi, maka hasil penelitian itu menunjukkan bahwa penambahan atribut itu dapat meningkatkan perceived value yang lebih besar terhadap barang dengan merek kualitas rendah dibandingkan terhadap barang dengan merek kualitas tinggi. 3. Identitas Merek Merek adalah aset tak berwujud (intangibles asset) yang semakin mahal harganya. Nama-nama merek sering bernilai berlipat ganda dari nilai bisnis yang sesungguhnya. Akibatnya, merek-merek sering dibeli dan dijual dengan harga yang sangat tinggi, yang sebenarnya tidak menggambarkan aset tak berwujud (intangible asset) milik perusahaan berkala, tetapi menggambarkan tingkat penjualan merek di masa depan yang dapat diperkirakan. Merek dapat diasosiasikan sebagai sebuah nama, logo, dan simbol-simbol lain yang membedakan sebuah produk atau layanan dari kompetitor dengan kriteria-kriteria yang ada di dalamnya (Walker dalam Sunyoto, 2012:103). Tetapi merek lebih luas lagi cakupannya, dan mengarah kepada apa yang disebut sebagai identitas. Identitas merek adalah seperangkat asosiasi merek yang unik yang diciptakan oleh para penyusun strategi merek yang meliputi simbol, kepribadian merek, segala asosiasi terhadap organisasi, negara asal, pencitraan oleh pengguna, manfaat ekspresi diri, manfaat emosional, dan hubungan antara merek dan pelanggan. Asosiasi-asosiasi ini mencerminkan kedudukan suatu merek dan merupakan ‘janji’ kepada pelanggan dari anggota organisasi. Identitas merek akan membantu kemantapan hubungan diantara merek dan pelanggan melalui proposisi nilai yang melibatkan manfaat fungsional, manfaat emosional atau ekspresi diri. Di dalam dinamika pasar yang sangat kompetitif, merek mempunyai peran yang sangat penting sebagai pembeda. Produk mudah sekali ditiru tetapi merek, khususnya citra merek yang terekam dalam benak konsumen tidak dapat ditiru. Merek paling mudah dikenali dari identitas fisiknya yang berbentuk visual seperti nama merek, by line, tag line, penyajian grafis merek maupun penyajian dalam bentuk 180 PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah) audio seperti jingle. By line adalah merupakan deskriptor merek, yang menyertai nama merek dan biasanya tertera dibawah nama merek untuk menggambarkan secara jelas bisnis yang digeluti merek. Sementara tag line adalah lini ekspresif yang digunakan untuk mengklarisifikasi atau mendramatisir manfaat-manfaat emosional dan fungsional merek bagi konsumen dan calon konsumen. Tag line dapat digunakan untuk membantu mengkomunikasikan titik deferensiasi dari kompetitor, dan dalam beberapa hal dapat digunakan untuk mereposisi suatu merek. Nama merek merupakan unsur identitas yang paling mudah dikenali. Menurut Aaker nama merek merupakan indikator inti bagi sebuah merek yang merupakan landasan bagi upaya komunikasi dan penciptaan kesadaran. Sehingga nama merek secara aktual merupakan esensi dari konsep merek. Sebuah merek yang mapan dapat pula menarik manfaat dengan menciptakan suatu anak nama (sub name) yang dapat dimanfaatkan untuk meluncurkan varian baru atau menunjukkan model baru dengan atribut-atribut khusus. Pemilihan nama harus melalui sebuah proses yang sistematik yang terkait dengan berbagai elemen pemasaran. Idealnya nama merek harus menangkap esensi merek dan dapat dipakai di semua pasar sasaran. Nama merek harus enak didengar, mudah diingat, dan mengarahkan asosiasi konsumen tentang manfaat dan posisi merek. Terdapat sejumlah kriteria lainnya dalam memilih nama merek. Penyaringan ini mencakup pengucapan, arti kata, konotasi dan kriteria-kriteria lainnya yang berhubungan. Persyaratan lain bagi nama merek adalah keunikan, yang dapat mencerminkan deferensiasi dan mudah diingat, terutama ingatan tersebut berkaitan dengan asosiasi konsumen dengan atribut pertama yang ingin ditonjolkan. Nama harus dapat bekerja dengan mudah bersama informasi lain, mendukung simbol, selaras dengan slogan, menunjukkan asosiasi yang diinginkan, tidak mengarah kepada asosiasi yang tidak diinginkan, serta memiliki daya pembeda sehingga konsumen tidak dibingungkan dengan nama merek kompetitor. Sebagai aset perusahaan yang makin penting, sudah sepantasnya merek mendapat perhatian yang sangat serius. Dan langkah ini dapat dimulai dengan memberi perhatian yang memadai terhadap identitas merek, yang diawali dari pemilihan terhadap nama merek dan identitas fisiknya. 181 INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199 4. Preferensi Konsumen Terhadap Identitas Produk dan Merek Preferensi konsumen terhadap sekelompok merek atau kelompok produk menunjukkan urutan kesukaan mereka terhadap merek atau kelompok produk tersebut. Kesukaan konsumen terhadap suatu merek tersebut dapat dinyatakan dalam suatu skala nilai (misalnya dalam 10 skala nilai, mulai dari angka satu hingga angka sepuluh). Merek yang sangat tidak disukai konsumen akan memperoleh rating paling tinggi. Sebelum melakukan pilihan, konsumen biasanya menentukan berbagai kriteria evaluasi dalam bentuk manfaat atau atribut yang dapat memenuhi keinginan mereka. Kriteria evaluasi yang digunakan konsumen dalam menentukan preferensinya berbeda dalam hal tipe, jumlah dan kepentingannya. Tipe kriteria evaluasi yang digunakan konsumen dalam memilih produk bervariasi mulai dari hal-hal yang nyata seperti atribut-atribut fisik hingga hal-hal abstrak seperti gaya, selera, prestise, dan brand image. Jumlah kriteria evaluasi yang digunakan konsumen berbeda tergantung pada produk, konsumen dan situasi. Untuk produk-produk yang sederhana jumlah kriteria evaluasi yang digunakan masih sedikit dan sebaliknya untuk produk-produk yang kompleks, jumlah kriteria evaluasi yang digunakan semakin beragam. Tingkat kepentingan kriteria evaluasi juga berbeda antar individu dan juga berbeda pada individu yang sama pada situasi yang berbeda. Preferensi konsumen terhadap identitas produk dan merek sangat dipengaruhi oleh kriteria evaluasi yang digunakan oleh konsumen. Semakin lengkap informasi yang dimiliki konsumen semakin tinggi kemampuan mereka dalam menentukan kriteria evaluasi yang mereka inginkan. Dengan mengetahui kriteria evaluasi yang digunakan konsumen, maka akan memudahkan pemasar dalam menentukan strategi pemasaran yang tepat. 5. Peningkatan Kualitas Produk melalui Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) Mutu merupakan isu yang dominan pada banyak perusahaan. Bersamaan dengan waktu pengembangan produk yang pesat, fleksibilitas dalam memenuhi permintaan konsumen (produk yang dibuat selalu sesuai dengan apa yang diminta konsumen), dan harga jual yang rendah, mutu merupakan pilihan kunci dan strategis. Mutu melalui pemberdayaan dan pengendalian mutu menurunkan waktu 182 PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah) pengembangan produk. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk memfokuskan diri pada konsumen dan menjadi lebih andal dalam memenuhi kebutuhan mereka. Johnson dan Winchell dalam Harjosoedarmo (2001:2) mengatakan bahwa mutu adalah totalitas bentuk dan karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang tampak jelas maupun yang tersembunyi. Pendapat lain mengatakan bahwa definisi mutu menyangkut berbagai kategori. Beberapa dari definisi tersebut berorientasi pada pengguna/ pemakainya, yaitu mutu tergantung pemakai menganggapnya. Bagi orang pemasaran dan konsumen, mutu yang lebih tinggi berarti kemampuan pemuasan kebutuhan yang lebih baik, bentuk produk yang lebih menarik, dan kelebihan lainnya (terkadang memakan biaya). Sedangkan bagi manajer operasi, mutu tergantung pada pengerjaan. Mereka percaya bahwa mutu berarti keharusan menyesuaikan dengan lebih baik pada standar yang berlaku dan membuatnya benar pada waktu pertama. Mutu terutama mempengaruhi perusahaan dalam empat cara, yaitu biaya dan pangsa pasar; reputasi perusahaan; pertanggung jawaban produk; dan implikasi internasional. Berdasarkan biaya dan pangsa pasar, mutu yang ditingkatkan dapat mengarah kepada peningkatan pangsa pasar dan penghematan biaya. Keduanya juga dapat mempengaruhi profitabilitas. Demikian pula, usaha perbaikan keandalan dan standar berarti penurunan kerusakan pada produk dan biaya suatu jasa. Berdasarkan reputasi perusahaan, reputasi perusahaan mengikuti reputasi mutu yang dihasilkan buruk atau baik. Mutu akan muncul bersamaan dengan persepsi mengenai produk baru perusahaan, praktikpraktik penanganan pegawai, dan hubungannya dengan pemasok. Mutu produk tidak dapat digantikan oleh promosi perusahaan. Berdasarkan pertanggungjawaban produk, dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan produk yang beredar di pasar, pengadilan kini menganggap bahwa pihak-pihak yang harus memikul tanggung jawab adalah seluruh pihak yang tercakup dalam rantai distribusi. Dapat ditambahkan, perusahaan yang merancang dan memproduksi barang atau jasa yang cacat dapat dianggap bertanggung jawab atas kerusakan dan kecelakaan yang diakibatkan pemakai barang atau jasa tersebut. 183 INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199 Berdasarkan implikasi internasional, dalam era teknologi seperti sekarang ini, mutu merupakan perhatian internasional dan perhatian operasi. Agar perusahaan dan juga negara dapat bersaing secara efektif dalam perekonomian global, produknya harus memenuhi mutu dan harga yang diinginkan. Produk yang bermutu rendah membahayakan perusahaan dan bangsa, dan dapat mengakibatkan implikasi yang negatif bagi neraca pembayaran. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) menggambarkan penekanan mutu yang memacu seluruh organisasi, mulai dari pemasok sampai konsumen. TQM menekankan pada komitmen manajemen untuk memiliki keinginan yang berkesinambungan bagi perusahaan untuk mencapai kesempurnaan di segala aspek barang dan jasa yang penting bagi konsumen. Ahli mutu W. Edwards Deming menggunakan 14 langkah untuk menerapkan perbaikan mutu. Langkah-langkah tersebut dikembangkan menjadi 5 konsep program TQM yang efektif, yaitu: a. Perbaikan yang terus menerus TQM membutuhkan proses tanpa akhir yang disebut perbaikan yang terus menerus, dimana kesempurnaan tidak pernah diperoleh tetapi selalu dicari. Masyarakat Jepang menggunakan kata Kaizen untuk menggambarkan proses perbaikan yang berkelanjutan ini. Masyarakat Amerika menggunakan kata TQM, zero defect (tanpa kerusakan produk) dan six sigma (6∑) untuk menggambarkan usaha perbaikan yang berkelanjutan yang mereka lakukan. b. Pemberdayaan karyawan. Berarti manajemen perusahaan melibatkan karyawan dalam setiap tahap proses produksi. Teknik untuk membangun pemberdayaan karyawan mencakup tindakan membentuk jaringan komunikasi yang melibatkan karyawan; mendorong penyelia untuk bersifat terbuka dan sebagai motivator; memindahkan tanggung jawab manajerial dan staf kepada para karyawan bagian produksi; membangun organisasi dengan sikap mental tinggi; serta menggunakan teknik-teknik formal seperti pembentukan tim (team building) dan gugus kendali mutu (quality circles). 184 PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah) c. Pembandingan Kinerja (Benchmarking) Merupakan elemen lain dari program TQM suatu perusahaan, mencakup seleksi standar kinerja yang ada, yang mewakili kinerja proses atau kegiatan terbaik lain yang sangat serupa dengan proses atau kegiatan pihak lain. Inti dari pembandingan kinerja adalah pengembangan target yang akan dicapai, untuk kemudian mengembangkan suatu standar atau tolak ukur tertentu agar kita dapat mengukur kinerja sendiri. d. Penyediaan kebutuhan yang cukup pada waktunya (Just-inTime). Filsafat yang mendasari hal tersebut adalah pemikiran mengenai yang terus-menerus dan pemecahan masalah yang cepat. Dengan cara tersebut memaksa terciptanya mutu, baik pada pemasok maupun pada setiap tahap proses manufaktur dan jasa. Sebagai konsekuensinya, sistem tersebut harus memproduksi mutu yang tinggi. Karena teknik tersebut menghilangkan kemungkinan adanya variasi, tidak ada lagi sisa material, pengerjaan ulang, investasi persediaan, dan kegiatan yang tidak perlu dalam proses produksi/jasa. e. Pengetahuan mengenai perangkat TQM Karena ingin memberdayakan dalam implementasi TQM, dan mengingat TQM, merupakan usaha yang tidak ada putusputusnya, maka setiap orang dalam organisasi harus dilatih menggunakan teknik-teknik TQM. Peralatan TQM bermacammacam dan semakin hari semakin bertambah. III. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian pengujian hipotesis (hypotheses testing) yaitu penelitian yang menjelaskan fenomena dalam bentuk hubungan antar variabel. Tipe hubungan antar variabel dalam penelitian ini adalah hubungan sebab akibat atau sering disebut dengan hubungan kausalitas. Jenis data yang digunakan adalah data subyek yaitu data penelitian yang berupa opini, sikap, pengalaman atau karakteristik dari seseorang atau sekelompok orang yang menjadi subyek penelitian (responden). Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian adalah data primer dalam bentuk persepsi responden (subyek) penelitian dan instrumen yang digunakan adalah kuesioner atau angket. 185 INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199 Populasi pengrajin kayu yang ada di Sentra Industri Kayu Klender Jakarta sebanyak 400 orang. Dengan teknik pengambilan sampel metode random sampling, dimana semua pengrajin kayu memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel, sampel yang digunakan sebanyak 40 orang responden. Teknik analisis yang digunakan dibuat sesuai dengan jenis dan tujuan penelitian. Ada beberapa tahapan yang digunakan, yang meliputi uji kualitas instrumen, uji normalitas, analisis deskriptif, analisis korelasi dan analisis regresi linier. Menurut Hair et al dalam Imam (2005) kualitas data yang dihasilkan dari penggunaan instrumen penelitian dapat dievaluasi melalui uji reliabilitas dan validitas. Uji tersebut masing-masing untuk mengetahui konsistensi dan akurasi data yang dikumpulkan dari penggunaan instrumen. Uji konsistensi internal (reliabilitas) ditentukan dengan koefisien cronbach alpha. Suatu instrumen dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha di atas 0,60 (Nunnally dalam Imam, 2005). Sedangkan uji validitas dengan melihat daya pembeda dari instrumen penelitian yaitu antara kelompok responden yang memberikan tanggapan positif terhadap pertanyaan dan kelompok responden yang memberi tanggapan negatif terhadap pertanyaan yang diajukan. Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui distribusi data, yaitu data variabel persepsi pengrajin terhadap identitas produk (X) dan variabel Pemasaran Produk (Y). Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui persepsi pengrajin terhadap identitas produk di Industri Kerajinan Kayu Anggota Koperasi Mitra Meubel Bojong Indah (KOMMBI) Klender Jakarta Timur. Metode pendekatan deskriptif merupakan prosedur pemecahan masalah yang mendiskripsikan kondisi subyek atau obyek penelitian (seseorang, lembaga masyarakat dan lainlain) pada masa kini berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana mestinya, yang dimaksudkan untuk menggambarkan realita sosial yang kompleks. Menurut Neuman dalam Saragih (2003) ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan pendekatan deskriptif, antara lain: metode ini dipandang memiliki tingkat ketajaman dalam menerangkan pola yang ada (existing patterns) di lapangan dan mampu menyerap informasi langsung dari informan dengan relatif cukup tinggi; dan lebih dapat mendekati dalam menerangkan makna yang terdapat dibalik tindakan-tindakan perorangan (subjective meaning) yang mendorong terwujudnya gejala-gejala sosial, misalnya cara pandang, selera, ungkapan-ungkapan, emosi, keyakinan dan sebagainya. 186 PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah) Analisis korelasi adalah suatu proses analisis data yang ditujukan untuk mengetahui hubungan diantara variabel yang dioperasionalkan (Sugiyono, 2008:248). Dalam penelitian ini koefisien korelasi dihitung dengan rumus koefisien korelasi Pearson (Product –moment Coefficient of Correlation) dan koefisien korelasi Spearman (Ranks Correlation), dengan melihat korelasi antara variabel X (Persepsi Pengrajin terhadap Identitas Produk) dan Variabel Y (Pemasaran Produk). Hipotesis yang dibangun adalah sebagai berikut: H0 : Tidak terdapat hubungan antara variabel X (Persepsi Pengrajin, terhadap Identitas Produk) dan Variabel Y (Pemasaran Produk) H1 : Terdapat hubungan antara variabel X (Persepsi Pengrajin terhadap Identitas Produk) dan variabel Y (Pemasaran Produk). Analisis Regresi Linier adalah teknik analisis yang dapat digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya dan membuat suatu prediksi berdasarkan hasil penelitian. Dalam penelitian ini pengujian dilakukan untuk melihat pengaruh variabel X (Persepsi Pengrajin terhadap Identitas produk) terhadap variabel Y (Pemasaran Produk). Hipotesis yang dibangun adalah sebagai berikut: H0 : ß0 = 0 (variabel X tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Y) H1 : ß1 ≠ 0 (variabel X berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Y) IV. Analisis 1. Uji Kualitas Data Dari hasil uji reliabilitas dan validitas, dapat dijelaskan bahwa semua instrumen penelitian baik instrumen untuk variabel X maupun variabel Y reliabel. Hal ini ditunjukkan dengan nilai alpha kedua instrumen variabel X (persepsi pengrajin terhadap identitas produk) dan Y (pemasaran produk) lebih besar nilai nilai kritis. Demikian juga dari uji validitas instrumen, dapat dijelaskan semua instrumen variabel X dan Y valid. Hal ini dapat dilihat pada nilai t hitung instrumen X dan Y lebih besar dari t tabel. 2. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan dengan formulasi Kolmogorov Smirnov, menunjukkan nilai signifikansi 0,200 artinya dari perhitungan tersebut distribusi data variabel X dan Y berdistribusi mendekati normal. Demikian pula dengan melihat Normal Q-Q Plot of X dan Y, data variabel X dan Y juga berdistribusi normal. 187 INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199 3. Persepsi Pengrajin terhadap Identitas Produk Dilihat dari karakteristik responden, 70% responden menyatakan menekuni industri kerajinan kayu di Klender Jakarta Timur dilakukan secara turun temurun atau rata-rata dimulai 15 tahun yang lalu. Dengan demikian mengindikasikan bahwa industri kerajinan kayu ini sangat eksis dan keberadaannya masih dibutuhkan oleh masyarakat atau konsumen. Selain itu 77,5% responden menyatakan lokasi perdagangan di Klender Jakarta Timur strategis bahkan sangat strategis. Hal ini sangat rasional mengingat tempat industri kerajinan kayu di Klender ini berada di pusat perkotaan yang cukup padat penduduknya. Dengan demikian tidak sedikit pula para konsumen yang membeli produk di kerajinan kayu di tempat tersebut. Jika dilihat dari kualitas dan kuantitas produk, dari jawaban responden, 7,5% responden menyatakan bahwa kualitas atau mutu barang yang ditawarkan kurang baik. Artinya sebagian besar dari responden yang dalam hal ini pengrajin menyatakan kualitasnya baik. Kondisi ini disebabkan produk di sentra kekuatan barang dan bahan bakunya cukup baik (mayoritas dari kayu jati alam), kualitas proses produksinya baik, modelnya bervariatif, serta harganya terjangkau masyarakat biasa. Hal ini juga berkaitan erat dengan diterapkannya manajemen mutu terpadu (total quality management/TQM) sebagai suatu terobosan terbaru di bidang manajemen yang seluruh aktivitasnya dilakukan untuk mengoptimalkan kepuasan pelanggan, melalui perbaikan proses yang berkesinambungan. Sebanyak 95% responden menyatakan kemasan kerajinan kayu yang diproduksi dalam keadaan baik, namun masih tradisional, belum memiliki bentuk kemasan yang baik seperti penggunaan sistem buka pasang (knock down) dan sistem yang lainnya. Padahal untuk menembus pasaran terbuka baik lokal maupun internasional upaya perbaikan mutu dan juga kemasan produk dimaksud sudah saatnya diprioritaskan. Desain kemasan memiliki dampak yang sangat berarti pada image yang muncul dari produk tersebut, melalui bentuk, warna, bahan yang digunakan, kekuatan, dan kenyamanan (ergonomis) dalam penggunaannya. Dilihat dari kepuasan konsumen, dari jawaban responden, 82,5% responden menyatakan bahwa pembeli yang datang cukup banyak, hampir setiap hari mereka melayani pesanan dan bahkan melayani konsumen secara langsung. Produk mereka sudah dapat dipasarkan ke Jawa Timur, Jawa Tengah, Padang, Palembang, Sumatera Utara dan lain-lain. Ini 188 PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah) berarti produk yang ditawarkan perusahaan sesuai dengan keinginan konsumen, dimana marketing mix telah dilaksanakan para pengrajin sesuai dengan keinginan konsumen. Sebanyak 82,5% responden menyatakan bahwa alasan konsumen membeli produk kerajinan kayu di Klender ini karena kualitas barang baik dan menarik. Kualitas barang ini memang sangat penting, karena sekarang para konsumen industri kerajinan kayu pada umumnya mengutamakan kualitas motif barang serta kekuatannya. Sebanyak 80,0% responden menyatakan kepuasan konsumen dalam membeli produk yang diperdagangkan sangat tinggi. Ini dapat diartikan harapan konsumen terhadap produk yang diperdagangkan para pengrajin terpenuhi, dimana harga, kemasan, dan kualitas produk sesuai dengan harapan. Sebanyak 97,5% responden menyatakan keberadaan logo atau merek produk sangat penting. Mengingat bahwa untuk memasuki era persaingan bebas diperlukan adanya penjaminan mutu produk barang maupun jasa, maka sudah waktunya dipikirkan adanya upaya legislasi atau pembinaan terhadap kepemilikan merek produksi barang industri kerajinan kayu khususnya di Klender. Responden menyatakan alasan terhadap keberadaan logo atau merek produk karena: 1) untuk menunjang mekanisme pemasaran, artinya berdasarkan hukum permintaan dan penawaran di pasaran; 2) merek bergengsi, artinya berkompetisi dengan merek atau barangbarang lain yang sejenis seperti Ligna, Fortune dan lain-lain; dan 3) merek dekat dengan gengsi. Dilihat dari bentuk logo atau merek secara fisik, dari jawaban responden, 100,0% responden menyatakan bentuk logo atau merek yang ada cukup baik. Namun demikian belum semua pengrajin menggunakan logo atau merek, dimana hanya sebagian kecil pengrajin yang menjadi anak angkat dari perusahaan kerajinan kayu yang sudah ada memiliki merek. Mereka memandang bahwa merek-merek yang sudah ada di pasaran saat ini dapat dikategorikan sudah baik. Sebanyak 75,0% responden menyatakan kemasan produk kerajinan kayu yang ada saat ini baik bahkan sangat baik. Sebab produk-produk yang memiliki merek saat ini, selain kemasannya sudah baik (lux) sistem perakitannya pun sudah mampu mengikuti pesanan konsumen, diantaranya dengan sistem knock down. Selain itu 90,0% responden menyatakan label atau logo kerajinan kayu yang ada saat ini baik bahkan sangat baik. Hal ini dipandang dapat dijadikan motivasi bagi para pengrajin untuk memiliki logo sendiri maupun secara kolektif. 189 INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199 Dilihat dari motivasi berproduksi, dari jawaban responden, 85,0% responden menyatakan yakin bahkan sangat yakin pemasaran akan naik apabila memiliki merek. Keberadaan merek meskipun bukan satu-satunya penentu naiknya permintaan konsumen, sangat menentukan. Hal ini sinergis dengan kualitas barang yang dipasarkan. Artinya dalam memilih atau menentukan suatu produk meubel, orang atau konsumen akan mudah percaya kepada salah satu merek (misalnya Ligna Furniture) daripada produk dengan merek lain, apalagi yang tidak memiliki merek di pasaran. Meskipun tidak semua barang produksi yang diperdagangkan dengan merek Ligna berkualitas tinggi. Melihat kondisi ini, tantangan bagi para pengusaha dan juga koperasi untuk memberikan jaminan mutu antara lain dengan mengeluarkan merek bersama. Hal ini paling tidak memiliki beberapa keunggulan, diantaranya: adanya jaminan terhadap produsen, jaminan terhadap konsumen, menaikkan pangsa pasar, serta memperluas jaringan pemasaran. Meskipun demikian hingga saat ini 97.5% responden menyatakan setuju bahkan sangat setuju terhadap pernyataan untuk mengutamakan kualitas daripada merek. Hal ini dapat diartikan bahwa meskipun sudah bermerek tetapi tetap bahwa hal yang sangat menentukan adalah kualitas barang itu sendiri. Seorang produsen menggunakan merek untuk meyakinkan konsumen bahwa suatu merek tertentu mewujudkan suatu standar kualitas tertentu, sehingga diharapkan dapat diperoleh jumlah penjualan dari penguasaan pasar secara stabil dan jika mungkin lebih besar. Merek juga dapat digunakan untuk membedakan produk atau jasa suatu perusahaan dari produk saingannya. Dari jawaban responden, 80,0% menyatakan setuju bahkan sangat setuju terhadap statement keutamaan merek di era perdagangan bebas. Selain itu 80,0% responden menyatakan kenaikan harga setelah memiliki merek wajar bahkan sangat wajar. Merek sebagai salah satu bagian yang cukup penting dalam bidang HaKI, di Indonesia semula diatur dalam UU No.21 tahun 1961 tentang Merek perusahaan dan Merek Perniagaan. Mengingat Undang-Undang ini dianggap kurang memadai lagi, kemudian diganti dengan UU No.19 Tahun 1992 tentang Merek. Undang-Undang ini pun diubah dengan UU No.15 Tahun 2001 yang selanjutnya disebut UUM. Dilihat dari kemampuan bersaing, dari jawaban responden, 87,5% responden menyatakan di dalam negeri kemampuan dari 190 PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah) produk kerajinan kayu dapat bersaing bahkan sangat bersaing dengan produk sejenis. Dan sebanyak 92,5% responden menyatakan, di pasar internasional kemampuan produk kerajinan kayu dapat bersaing bahkan sangat bersaing dengan produk sejenis. 4. Uji Korelasi Dengan menggunakan Koefisien Korelasi Pearson (Product – moment Coefficient of Correlation) diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,526. Dengan demikian dapat dikatakan antara variabel X (persepsi pengrajin terhadap identitas produk) dan variabel Y (pemasaran produk) secara signifikan terdapat korelasi, dengan tingkat keeratan yang sedang. Persepsi para pengrajin yang lebih baik terhadap identitas produk akan diikuti dengan peningkatan jumlah meubel yang dipasarkan dengan tingkat keeratan sebesar 52%. Sedangkan mengenai merek berkaitan erat dengan unsur pemasaran. Pemasaran adalah semua aktivitas untuk memperlancar arus barang/jasa dan produsen ke konsumen secara paling efisien dengan maksud untuk menciptakan permintaan yang efektif. Menurut Basu Swasta dan Irawan (2010: 5) pemasaran merupakan sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli yang potensial. Dari definisi-definisi tersebut mengandung maksud sebagai berikut: 1) dalam definisi-definisi tersebut mengandung pengertian manajemen; 2) bisnis harus berorientasi pada konsumen; 3) pemasaran merupakan hasil interaksi antar banyak bagian; 4) pemasaran bermula dari munculnya ide produk sampai dengan penjualan produk telah dilakukan; 5) pemasaran harus dapat memaksimalkan penjualan jangka panjang, dengan kata lain konsumen harus selalu terpuaskan. Jika produk yang ditawarkan perusahaan sesuai dengan keinginan konsumen, maka dapat dipastikan semua indikator atau paling tidak salah satu indikator tujuan produk tersebut dapat tercapai. Bagaimanapun persentase yang lebih besar dari penjualan total perusahaan akan bertambah seiring dengan usaha bauran pemasaran (marketing mix) yang lebih besar. Apakah marketing mix yang dilaksanakan perusahaan sesuai dengan keinginan konsumen dapat dilihat bagaimana pembelian 191 INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199 konsumen setelah marketing mix tersebut dilaksanakan. Disiplin pemasaran membutuhkan suatu klasifikasi marketing mix yang mantap, bukan hanya sekedar untuk membangun konsep yang terpadu dan memperkuat disiplin tetapi juga berarti untuk mengukur upaya-upaya marketing mix dan dampaknya. Adapun dengan dukungan informasi dan analisis pasar yang akurat yang dilakukan secara terus-menerus, perusahaan secara berkala dapat menyusun kebijakan marketing mix secara lebih baik. Hal ini agar prestasi penjualan yang telah dicapainya dapat dipertahankan dan ditingkatkan, sehingga perusahaan dapat menjual produk pada waktu yang tepat, dalam situasi dan kondisi yang tepat; serta dengan harga yang tepat. Pada waktu yang tepat, berarti dapat menyediakan barang dan jasa yang diperlukan pada saat konsumen memerlukan. Jika tidak dapat menyediakan tepat waktu, maka konsumen bisa saja pindah tempat pembeliannya atau mencari perusahaan lain. Dalam situasi dan kondisi yang tepat, maksudnya adalah produsen harus dapat mengetahui situasi dan kondisi konsumen. Dengan harga yang tepat, artinya produsen harus mengusahakan agar harga barang dan jasa itu dapat terjangkau oleh konsumen, tetapi tetap menguntungkan sehingga terjamin kelangsungan hidup perusahaan. 5. Regresi Analisis regresi menghasilkan persamaan sebagai berikut: Y = 5,893 + 0,147X (1,931) (3,810) R2 = 0,526 Ajd R2 = 0,276 F hitung = 14,512 Dari persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa dengan tingkat kesalahan 5% variabel X secara siginifikan mempengaruhi variabel Y dengan koefisien regresi sebesar 0,147. Artinya dengan menjaga variabel lain konstan, kenaikan variabel X (persepsi pengrajin terhadap identitas produk) sebesar 1 satuan akan meningkatkan variabel Y (pemasaran produk) sebesar 14,7 %. Koefisien determinasi sebesar 0,526 menunjukkan bahwa variasi dari pemasaran produk pengrajin 52,5 persennya ditentukan oleh variasi persepsi pengrajin terhadap identitas produk, sedang sisanya sebesar 47,5 % ditentukan oleh variabel lain. 192 PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah) Persepsi pengrajin terhadap pentingnya identitas produk yang semakin baik, akan menaikkan jumlah meubel yang dipasarkan oleh pengrajin, dengan kenaikan sebesar 47%. Pengrajin sangat memahami pentingnya identitas produk seperti merek atau logo bagi keberhasilan pemasaran produknya. Dan pemahaman ini diikuti dengan pembuatan merek atau logo pada meubel yang dipasarkan pada sebagian besar pengrajin. Namun sebagian pengrajin yang lain masih beranggapan merek atau logo yang mereka buat belum mampu bersaing dengan merek-merek yang sudah terkenal sebelumnya, sehingga belum berfikir untuk membuat merek. 6. Upaya Peningakatan Kualitas Produk dan Kuantitas Hasil Pemasaran Industri Kerajinan Kayu Klender. Suatu hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi terkait dengan pemasaran adalah diperlukannya upaya yang serius untuk melakukan penguatan produk. Salah satu masalah yang cukup serius untuk ditangani adalah masalah identitas produk. Identitas produk adalah halhal yang diantaranya mencakup merek, logo, label, kemasan, citarasa, standarisasi, sertifikasi mutu, dan paten. Dalam perkembangan sekarang identitas produk harus pula disesuaikan dengan perkembangan global. Ecolabelling dan standarisasi ISO yang semula tidak menjadi variabel yang diperhatikan dalam perdagangan internasional, kini telah menjadi syarat mutlak untuk diperhatikan. Ada empat variabel yang digunakan dalam pemasaran untuk mencapai target market sebagai jaring yang berkaitan dengan efektivitas dalam pencapaian kesuksesan perusahaan yaitu: product strategy, promotion strategy, price strategy, dan distribution strategy. Keempat variabel ini lebih dikenal sebagai bauran pemasaran (marketing mix) yaitu the controllable variables that company puts together to satisfy a target group. Target group yang dimaksud dalam marketing mix adalah customer yang merupakan sasaran dari keseluruhan perencanaan yang akan diimplementasikan oleh keempat strategi marketing mix. Pertama, product strategy yaitu meliputi keputusan perusahaan tentang desain, merek produk, label, trademark, kemasan, warranties, guaranties, pengembangan produk baru dan product life cycle. Kedua, price strategy, perhatiannya penuh pada penetapan harga produk, yang keputusannya sangat dipengaruhi bagaimana respon dari target pasarnya. Ketiga, promotional strategy, meliputi pengembangan perpaduan antara elemen bauran promosi, advertising, personal 193 INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199 selling, sales promotion dan publicity sebagai media komunikasi dalam marketing mix. Keempat, distribution strategy meliputi sistem distribusi dan saluran-saluran distribusi yang digunakan sebagai sarana dalam menyampaikan produk ke tangan konsumen akhir. a. Upaya Peningkatan Pemasaran Berdasarkan jawaban responden, 40.0% responden menyatakan dalam upaya meningkatkan pemasaran dilakukan dengan meniru produk asing dan hanya 32.5% menyatakan mengupayakan hak paten. Tujuan pemasaran modern diantaranya adalah untuk memuaskan masyarakat dalam jangka panjang, tetapi masyarakat yang ada di lingkungan perusahaan sangat heterogen sehingga akan sulit bagi perusahaan jika semua lapisan perusahaan dilayani, mengingat keterbatasan yang ada pada perusahaan tersebut. Jika perusahaan menginginkan melayani semua masyarakat maka berarti perusahaan tersebut harus memiliki kekuatan yang memadai. Perusahaan walaupun mampu melayani semua lapisan masyarakat, harus tetap mengingat bahwa tidak semua masyarakat menguntungkan bagi perusahaan yang bersangkutan sehingga perusahaan yang memaksimalkan keuntungan akan selalu melayani masyarakat yang dianggap menguntungkan dan perusahaan mampu untuk melayani. Oleh karena itu, perusahaan harus mengadakan segmentasi pasar, yaitu suatu kegiatan membagi-bagi pasar yang bersifat heterogen ke dalam satu satuan pasar (segmen pasar) yang bersifat homogen (Swasta dan Sukotjo, 2010:192). Adapun dasar yang dapat digunakan dalam segmentasi pasar adalah: (1) Faktor demografi seperti: umur, kepadatan penduduk, jenis kelamin, agama, kesukuan, pendidikan, dan sebagainya. (2) Faktor sosiologis seperti: kelompok budaya, kelas-kelas sosial, dan sebagainya. (3) Faktor psikologis/psikografis seperti: kepribadian, sikap, manfaat produk yang diinginkan, dan sebagainya. (4) Faktor geografis seperti: daerah sejuk, daerah panas dan sebagainya atau menurut skala wilayah atau letak geografis. Setelah pasar dikelompokkan menurut dasar tertentu, selanjutnya perusahaan hendaknya melakukan penelitian pasar untuk 194 PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah) mengidentifikasi keinginan konsumen yang dituju. Hal ini penting untuk menentukan bauran pemasaran (marketing mix) yang akan dilaksanakan, sebab bauran pemasaran harus dibuat sedemikian rupa supaya konsumen dapat terpuaskan sehingga hasil penjualan dapat maksimal. Indikator yang mudah diketahui oleh perusahaan bahwa konsumen menyenangi produk yang di tawarkan perusahaan adalah dapat dilihat dari tercapai atau tidaknya tujuan produk. Adapun indikator tujuan produk adalah unit produk yang terjual, market share, dan return of investment. Lebih lanjut Kotler dan Amstrong (2008: 269) mengemukakan bahwa pada dasarnya produk yang dibeli konsumen dapat dibedakan berdasarkan cara konsumen membelinya, yaitu: (1) Produk kebutuhan sehari-hari (convenience product) yang merupakan produk dan jasa konsumen yang biasanya sering dan segera dibeli pelanggan dengan usaha pembandingan dan pembelian yang minimum. (2) Produk belanja (shopping product), yang merupakan produk yang agak jarang dibeli dan pelanggan membandingkan kecocokan, kualitas, harga, dan gaya produk secara cermat. (3) Produk khusus (specialty product), yang merupakan produk dan jasa konsumen dengan karakteristik unik atau identifikasi merek dimana sekelompok pembeli bersedia melakukan pembelian khusus. (4) Produk yang tidak dicari (unsought product), yang merupakan produk konsumen yang mungkin tidak dikenal konsumen atau produk yang mungkin dikenal konsumen tetapi biasanya konsumen tidak berfikir untuk membelinya. Umumnya konsumen membeli barang-barang yang diinginkannya atas dasar pertimbangan kualitas dan kuantitas tertentu. Dengan kata lain, produk yang dihasilkan oleh suatu industri harus memenuhi kriteria standar yang diharapkan oleh konsumen. Kriteria yang dimaksud menurut Kotler dan Amstrong (2008: 272-278) meliputi: atribut, merek, kemasan, pelabelan, dan jasa pendukung produk. Secara umum ada dua faktor utama yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan harga (Kotler dan Amstrong, 2008: 345), yaitu faktor internal perusahaan dan faktor lingkungan eksternal. Faktor internal 195 INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199 perusahaan meliputi: 1) tujuan pemasaran perusahaan yang dapat berupa: maksimalisasi laba, mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, meraih pangsa pasar yang besar, menciptakan kepemimpinan dalam hal kualitas, mengatasi persaingan, melaksanakan tanggung jawab sosial, dan lain-lain; 2) strategi bauran pemasaran, sebagai salah satu komponen bauran pemasaran, harga perlu dikoordinasikan dan saling mendukung dengan bauran pemasaran lainnya; 3) biaya, merupakan faktor yang menentukan harga minimal yang harus ditetapkan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Dengan demikian, setiap perusahaan perlu menaruh perhatian terhadap, aspek struktur biaya (tetap dan variabel) serta jenis-jenis biaya lainnya, seperti out of pocket cost incremental cost, opportunity cost, dan replacement cost. Faktor eksternal terpenting yang mempengaruhi strategi penetapan harga adalah: 1) persaingan, dalam menetapkan dan merubah harga, perusahaan perlu mempertimbangkan pesaingnya. Bagaimana pesaing akan bertindak terhadap harga suatu produk. Pertimbangan ini perlu diperhatikan pada faktor jumlah pesaing, ukuran pesaing, lokasi pesaing, situasi untuk masuk ke dalam industri, tingkat integrasi vertikal dari pesaing, jumlah produk yang dijual oleh pesaing, struktur biaya pesaing, dan reaksi terdahulu dari pesaing terhadap harga; 2) peraturanperaturan pemerintah dimana penetapan harga terhadap produk dan jasa diatur oleh pemerintah terutama untuk public utilities. b. Pembinaan oleh Lembaga (Koperasi) Berdasarkan jawaban responden, 90.0% responden menyatakan pembinaan pemerintah melalui koperasi dan lembaga lainnya masih dibutuhkan bahkan sangat dibutuhkan. Dengan data ini sangat jelas bahwa sesungguhnya upaya pembinaan terhadap merek dari pihak koperasi sangat dibutuhkan oleh pengrajin. Oleh karena itu, tidak ada salahnya apabila mulai dirancang untuk memiliki merek secara kolektif. Faktor-faktor produksi telah lama dikenal, terutama sejak dikenalnya ilmu ekonomi. Dalam ilmu ekonomi faktor-faktor produksi itu adalah tanah, modal, tenaga kerja dan keterampilan (organizational and managerial skills). Faktor-faktor produksi inilah yang diorganisasikan dan diolah dalam suatu proses untuk menambah kegunaan suatu barang atau jasa. Dalam kegiatan usaha perusahaan, faktor-faktor produksi tersebut 196 PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah) dikelompokkan ke dalam faktor akal dan tenaga manusia (man), bahan (material), peralatan dan mesin (machines) serta dana (money). Faktor-faktor produksi inilah yang dijadikan masukan dan diolah dalam proses produksi dan operasi, yang kesemuanya tidak terlepas dari sistem produksi dan operasi. V. Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Kesimpulan Ada tiga tujuan dalam studi ini, yaitu mengetahui persepsi pengrajin kayu angggota KOMMBI Klender Jakarta Timur; mengetahui korelasi antara variabel persepsi pengrajin terhadap keberadaan identitas produk dan variabel peningkatan kuantitas hasil pemasaran industri kayu; serta mengetahui pengaruh variabel persepsi pengrajin terhadap identitas produk terhadap variabel pemasaran produk terhadap variabel pemasaran produk. Dari hasil analisis deskriptif responden, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden pengrajin (lebih dari 75%) telah menjalankan usahanya lebih dari 15 tahun, dan menganggap lokasi usaha mereka sangat strategis. Sebagian besar responden (lebih dari 75%) juga menyatakan bahwa kualitas produk mereka sangat baik dan mereka meyakini konsumen datang ke tempat mereka karena kualitas produk meubel mereka. Dilihat dari bentuk logo atau merek secara fisik, 100% responden menyatakan bentuk logo atau merek yang ada cukup baik, sebanyak 75,0% responden menyatakan kemasan produk kerajinan kayu yang ada sangat baik, sebanyak 90,0% responden menyatakan label atau logo kerajinan kayu yang ada saat ini sangat baik, dan sebanyak 85,0% responden menyatakan yakin bahkan sangat yakin pemasaran akan naik apabila memiliki merek. Dari hasil analisis korelasi, dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang positif pada tingkat yang sedang (52%) antara persepsi pengrajin terhadap keberadaan identitas produk dan peningkatan kuantitas hasil pemasaran industri kayu. Persepsi pengrajin kayu di Klender Jakarta Timur terhadap identitas produk tergolong baik. Pengrajin sangat yakin dan percaya bahwa dengan ada upaya pemberian merek atau logo pada bahan kerajinan kayu mereka, maka 197 INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 :173-199 jumlah permintaan di pasaran akan semakin naik. Sedangkan apabila pembinaan merek ini tidak diupayakan maka akan mengalami hambatan dalam persaingan merebut pasar di masa yang akan datang. Dari hasil analisi regresi linier dapat disimpulkan bahwa variabel persepsi pengrajin terhadap identitas produk berpengaruh positif terhadap variabel pemasaran dengan koefisien regresi sebesar 0,147. 2. Rekomendasi Produsen atau pengrajin, hendaknya dapat mempertahankan bahkan meningkatkan mutu hasil produksinya, sehingga dapat mempertahankan pangsa pasar yang selama ini menjadi harapan bagi konsumen. Selanjutnya produsen atau pengrajin hendaknya juga meningkatkan kesadaran akan pentingnya identitas produk, khususnya merek atau logo sebagai perlindungan terhadap mutu produk. Selain itu diperlukannya variasi dan inovasi produk kerajinan kayu dengan memperhatikan pada aspek harapan atau keinginan dari para konsumen di dalam dan luar negeri, serta masih sulitnya menembus pasaran dalam negeri dan apalagi luar negeri. Pembinaan oleh lembaga atau koperasi masih dibutuhkan dalam rangka memotivasi berproduksi dan memiliki merek. Artinya terdapat sambutan yang baik dan positif terhadap adanya upaya pemilikan merek produk bersama yang dibina oleh koperasi dengan tujuan meningkatkan kualitas produksi dan kuantitas pemasaran. Dengan demikian akan tercipta kekuatan kolektif dalam menghadapi persaingan untuk merebut pasaran. Untuk itu diharapkan pemerintah dengan segala upaya dapat memberikan pembinaan dan fasilitasi dalam proses pembuatan dan pengembangan merek atau logo secara bersama (kolektif), melalui wadah koperasi. Selain itu pemerintah diharapkan dapat segera mengambil langkah tegas terhadap terjadinya pelanggaran-pelanggaran penggunaan merek (duplikasi), yang menghambat perkembangan industri meubel dalam negeri DAFTAR PUSTAKA Aaker, David A. (2007). Strategic Market Management, John Wiley & Son, 605 Third Avenue, New York. Ghozali, Imam (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS: Edisi Kedua, Badan Penerbit Undip Semarang. 198 PERSEPSI PENGRAJIN TERHADAP IDENTITAS PRODUK PADA INDUSTRI KERAJINAN KAYU ANGGOTA KOPERASI MITRA MEUBEL BOJONG INDAH KLENDER JAKARTA TIMUR ( Ahmad Zabadi dan Isbandriyati Mutmainah) Harjosoedarmo, Soewarso (2001). Total Quality Management, Yogyakarta, Andi. Kotler, Philip dan Amstrong, Gary (2008). Prinsip-Prinsip Pemasaran, Jilid ke1, Edisi 12, Penerbit Erlangga, Jakarta. Saragih, Jhon Bernando (2003). Dampak Implementasi Program Kemitraan Usaha terhadap Perkembangan Usaha Kecil di DKI Jakarta Studi Kasus di Perkampungan Industri Kecil/PIK Pulogadung-Jakarta Timur, Tesis MPKP UI, Jakarta. Sugiyono (2008). Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung. Sunyoto, Danang (2012). Dasar-dasar Manajemen Pemasaran, Konsep, Strategi, dan Kasus, Penerbit CAPS, Yogyakarta. Swasta, Basu dan Irawan (2010). Pengantar Bisnis Modern, Edisi Ketiga, Liberty, Yogyakarta. 199