BAB 2 Landasan Teori

advertisement
BAB 2
Landasan Teori
2.1 Kajian Pustaka
2.1 Penelitian Terkini (State of the Art)
No.
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
1.
Jerry M. Logahan, Tjia
Fie Tjoe, Naga (2012)
Analisis Pengaruh
Lingkungan Kerja
dan Pemberian
Kompensasi
Terhadap Kinerja
Karyawan CV MUM
INDONESIA
2.
Tri Widodo (2010)
Pengaruh
Lingkungan Kerja,
Budaya Organisasi,
Kepimpinan terhadap
Kinerja
Pada penelitian ini dihasilkan bahwa
lingkungan kerja tidak ada pengaruh
yang signifikan terhadap kinerja
karyawan.
Hubungan antara variabel lingkungan
kerja (X1) dan kinerja karyawan (Y)
sangat rendah yaitu sebesar
0.068 dan tidak ada pengaruh yang
signifikan sebesar 0.5%. Kemudian
Hubungan antara variabel pemberian
kompensasi (X2) dan kinerja karyawan
(Y) kuat yaitu
sebesar 0.580 dan ada pengaruh yang
signifikan sebesar 33.6%.
Hubungan antara variabel
lingkungan kerja (X1) dan pemberian
kompensasi (X2) terhadap kinerja
karyawan (Y) kuat yaitu
sebesar 0.580 dan ada pengaruh yang
signifikan sebesar 33.6%.
. Untuk meningkatkan Kinerja
Karyawan maka
perusahaan harus meningkatkan
lingkungan kerja dan pemberian
kompensasi karyawan.
Menurut hasil penelitian ini, sangat
disarankan untuk semua
karyawan di Kecamatan Sidorejo Kota
Salatiga untuk meningkatkan dan
memperbaiki
kreativitas mereka dan memotivasi diri
untuk mencapai kinerja yang lebih
tinggi,
dan bekerja sama dengan semua elemen
organisasi untuk menciptakan positif
sebuah
lingkup kerja. Untuk pemimpin
organisasi disarankan untuk menjadi
contoh positif bagi karyawan, dan
membangun positif dan kondusif
sphere bekerja sehingga persepsi
karyawan terhadap lingkungan kerja,
budaya organisasi, dan kepemimpinan
akan meningkatkan waktu oleh waktu.
9
10
3.
Diana Khairani Sofyan
(2013)
Pengaruh
Lingkungan Kerja
Terhadap Kinerja
Pegawai BAPPEDA
4.
Alharbi Mohammad
Awadh & Alyahya
Mohammed Saad
(2013)
Impact of
Organizational
Culture on Employee
Performance
5.
Nina Munira
Naharuddin &
Mohammad Sadegi
(2014)
Factors of Workplace
Environment that
Affect Employees
Performance: A Case
Study of Miyazu
Malyasia
dalam
mengakhiri semua bahwa variabel yang
dibutuhkan untuk meningkatkan kerja
karyawan
kinerja.
Pada penelitian ini, hasil yang diperoleh
bahwa koefisien Durbin-Watson bernilai
0,801 yang menunjukan bahwa
lingkungan kerja
berpengaruh terhadap kinerja pegawai
Kantor BAPPEDA, dimana hasil uji
Hipotesis menunjukkan bahwa Ho
ditolak artinya ada pengaruh secara
signifikan antara lingkungan kerja
terhadap kinerja kerja pegawai pada
BAPPEDA Kabupaten X, sehingga jelas
bahwa produktifitas kerja sangat
dipengaruhi oleh lingkingan kerja.
Pada jurnal ini, tujuan dari organisasi
adalah untuk meningkatkan tingkat
kinerja dengan merancang strategi. itu
sistem manajemen kinerja telah diukur
dengan balance scorecard dan dengan
memahami alam
dan kemampuan budaya sistem
organisasi telah diidentifikasi.
Rekomendasi budaya yang kuat
dari sebuah organisasi berdasarkan
manajer dan pemimpin membantu dalam
meningkatkan tingkat kinerja. manajer
berhubungan kinerja dan budaya
organisasi terhadap satu sama lain
karena mereka membantu dalam
memberikan keunggulan kompetitif
untuk perusahaan
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh faktor lingkungan
kerja terhadap
kinerja karyawan. Data dikumpulkan
melalui metode survei; Total 139
karyawan berpartisipasi dari tiga tempat
kerja utama Miyazu (M) Sdn. Bhd
Berbasis
temuan itu menunjukkan bahwa hanya
dukungan pengawas tidak signifikan
terhadap
kinerja karyawan. Sementara itu,
bantuan pekerjaan dan lingkungan kerja
fisik
memiliki hubungan yang signifikan
terhadap kinerja karyawan.
Sumber : Diolah penulis
11
2.2 Teori Umum
2.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan salah satu cabang manajemen yang
menitik beratkan pada permasalahan manusia yang mempunyai kedudukan yang utama dalam
setiap perusahaan dan organisasi.
Sumber Daya Manusia merupakan asset yang sangat penting bagi suatu perusahaan,
walaupun perusahaan mempunyai modal yang besar, modern, namun itu tidak berarti tanpa
manusia. Oleh karena itu perusahaan mengkoordinir memberi bimbingan, memotivasi,
mengevaluasi mereka sehingga tercipta sumber daya manusia yang berkualitas. Manajemen
sumber daya manusia merupakan salah satu bidang manajemen untuk membentuk tenaga
kerja yang efektif dan efisien.
Manajemen adalah ilmu seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Manajemen sebagai ilmu artinya pengetahuan yang digunakan untuk mencari
kebenaran. Oleh karena itu untuk menjadi manajer yang baik, disamping memerlukan bakat
juga harus berilmu pengetahuan, sedangkan di dalam manajemen diperlukan oleh para
manajer untuk memilih salah satu dari beberapa alternatif pemecahan berbagai masalah bisnis
dan manajemen.
Manajemen berkembang menjadi salah satu bidang ilmu yang disebut manajemen
sumber daya manusia. Pengertian manajemen sumber daya manusia yaitu ilmu dan seni dari
manajemen yang menitikberatkan pada masalah ketenagakerjaan yang berkembang.
Gambaran yang lebih jelas mengenai pengertian manajemen sumber daya manusia,
berikut dikemukakan beberapa definisi manajemen sumber daya manusia menurut beberapa
ahli, antara lain :
•
Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bidang dari manajemen
umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengendalian. (Rivai, 2009; hal. 1).
•
Manajemen sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan,
pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan-tujuan
individu maupun organisasi. (Handoko, 2004; hal. 4)
•
Human Resource Management (HRM) is the policies and practices involved in
carrying out the “people” or human resource aspects of amanagement position
12
including recruiting, screening, training, rewarding and appraising. ( Dessler, 2004;
hal. 4)
Beberapa definisi para ahli yang telah mengemukakan pendapatnya, menunjukkan
bahwa manajemen personalia adalah suatu ilmu dan seni perencanaan, pengadaan, bagaimana
memberi pengaruh dan mengarahkan tenaga kerja manusia agar dapat bekerja semaksimal
mungkin, sehingga dapat mencapai tujuan individu itu sendiri dalam rangka pemenuhan
kebutuhan hidupnya, serta tidak merugikan masyarakat sekitar, baik yang berhubungan
langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan itu sendiri. Sedangkan manajemen
sumber daya manusia adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pendayagunaan sumber
daya manusia dan sumber daya lainnya, secara efisien, efektif dan produktif, dengan kata lain
manajemen sumber daya manusia merupakan perluasan gambaran dari manajemen personalia
yang mempunyai arti sebagai kumpulan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya
mengelola sumber daya manusia.
2.2.1.1 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Fungsi-fungsi manajemen sebagai berikut. (Hasibuan, 2003; hal. 21).
1. Perencanaan (Planning).
Merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efisien agar sesuai dengan
kebutuhan perusahaan dalam mewujudkan tujuan.
2. Pengorganisasian (Organizing).
Menyusun suatu organisasi dengan mendesain struktur dan hubungan antara
tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh tenaga kerja yang dipersiapkan.
3. Pengarahan (Directing).
Kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerjasama dan bekerja
secara efektif dan efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan,
karyawan, dan masyarakat.
4. Pengendalian (Controlling).
Kegiatan mengendalikan semua karyawan agar mentaati peraturan-peraturan
perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana.
5. Pengadaan Tenaga Kerja (Procurement).
Proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk
mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
6. Pengembangan (Development).
Proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral
13
karyawan melalui pendidikan dan pelatihan.
7. Kompensasi (Compensation).
Pemberian balas jasa langsung (direct), dan tidak langsung (indirect), uang
atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada
perusahaan.
8. Pengintegrasian (Integration).
Kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan
karyawan, agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan.
9. Pemeliharaan (Maintenance).
Kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan
loyalitas karyawan agar mereka mau bekerja sama sampai pensiun.
Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang
berdasarkan sebagian besar kebutuhan karyawannya.
10. Kedisiplinan (Discipline).
Keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan
norma – norma sosial. Pemutusan hubungan tenaga kerja (Separation).
Putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Pemutusan
hubungan kerja ini dapat disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan
perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun dan sebab-sebab lainnya.
Fungsi-fungsi sumber daya manusia diatas saling mempengaruhi satu sama lain.
Apabila terdapat ketimpangan dalam salah satu fungsi maka akan mempengaruhi fungsi yang
lain.
Fungsi-fungsi
manajemen
sumber
daya
manusia
tersebut
ditentukan
oleh
profesionalisme departemen sumber daya manusia yang ada di dalam perusahaan yang
sepenuhnya dapat dilakukan untuk membantu pencapaian sasaran-sasaran yang telah
ditetapkan oleh perusahaan.
2.2.2 Teori Budaya
(Stoner, 1995; hal.181) menyatakan bahwa budaya (culture) adalah gabungan
kompleks dari asumsi, tingkahlaku, cerita, mitos, metafora, dan berbagai ide lain yang
menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi anggota masyarakat tertentu. (Supartono,
2004; hal 31) menyatakan bahwa budaya merupakan manifestasi dari cara berfikir, sehingga
menurutnya pola kebudayaan itu sangat luas sebab semua tingkah laku dan perbuatan,
mencakup di dalamnya perasaan, karena perasaan juga merupakan maksud dari pikiran.
(Tampubolon, 2004; hal. 184) mendefinisikan budaya adalah segala sesuatu yang
14
dilakukan, dipikirkan, dan diciptakan oleh manusia dalam masyarakat, serta termasuk
pengakumulasian sejarah dari objek-objek atau perbuatan yang dilakukan sepanjang waktu.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan budaya adalah
adalah segala sesuatu yang merupakan hasil pemikiran dan kemudian dilakukan dalam
kehidupannya baik sebagai individu maupun sebagai anggota dalam masyarakat. Hasil
pemikiran tersebut dapat berupa pengetahuan, kepercayaan, kesenian, nilai-nilai dan moral
yang didapat dari interaksi manusia dengan lingkungannya baik interaksi terhadap alam
maupun terhadap manusia lain dalam kehidupan bermasyarakat. (Soekanto, 1990; hal. 171.)
masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan
demikian tidak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan, dan sebaliknya tidak ada
kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya. Sehingga suatu organisasi
yang merupakan bagian dari masyarakat tentulah memiliki kebudayaan didalamnya.
2.2.3 Teori Organisasi
Kata organisasi berasal dari bahasa Yunani yaitu organon yang berarti alat, bagian,
anggota atau bagian badan. Kata organisasi mempunyai dua pengertian umum. Pengertian
pertama menandakan suatu lembaga atau kelompok fungsional, seperti organisasi perusahaan,
rumah sakit, perwakilan pemerintah atau suatu perkumpulan olahraga. Pengertian kedua
berkenaan dengan proses pengorganisasian, sebagai suatu cara dalam mana kegiatan
organisasi dialokasikan dan ditugaskan di antara para anggotanya agar tujuan organisasi dapat
tercapai dengan efisien (Erna Siregar, 2009). Taliziduhu Ndraha dalam bukunya budaya
organisasi mengemukakan pendapat J.R. Schermerhorn, Philiph Selznick dan John M Pfifner
dan Frank P Sherwood sebagai berikut :
•
Schermerhorn (2005) : Organization is a collection of people working together in a
division of labor to achieve a common purpose. Organisasi adalah kumpulan orang
yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
•
Selznick (2002) : Organisasi adalah pengaturan personil guna memudahkan
pencapaian beberapa tujuan yang telah ditetapkan melalui alokasi fungsi dan
tanggung jawab.
•
Pfifner dan Sherwood (2001) : Organisasi adalah pola keadaan dimana sejumlah
orang banyak, sangat banyak mempunyai teman berhubungan langsung dengan yang
lain, dan menagani tugas-tugas kompleks, menghubungkan mereka sendiri satu sama
15
lain dengan sadar, penentuan dan pencapaian yang sistematis dari tujuan-tujuan yang
saling disetujui.
Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi sebagai kerja sama dua orang
atau lebih dalam kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu,
dimana tujuan organisasi tersebut diarahkan pada penciptaan barang dan penyelenggaraan
jasa. Unsur-unsur Organisasi yaitu kumpulan orang, kerjasama, tujuan bersama, sistem
koordinasi, pembagian tugas dan tanggung jawab, sumber daya organisasi.
2.3 Teori Khusus
2.3.1 Budaya Organisasi
Davis (dalam Lako, 2004; hal. 29) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan
pola keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktekkan oleh
organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan
berperilaku dalam organisasi. Hal yang sama juga diungkapkan (Mangkunegara, 2005; hal.
113) yang menyatakan bahwa budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem
keyakinan, nilai-nilai, dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan
pedoman tingkahlaku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal
dan internal.
Robbins (dalam Tampubolon, 2004; hal. 190) berpendapat budaya organisasi
merupakan perekat sosial yang mengikat anggota-anggota organisasi secara bersama-sama
melalui nilai-nilai, norma-norma standar yang jelas tentang apa yang dapat dan tidak dapat
dilakukan dan dikatakan oleh anggotanya.
(Stoner, 1995; hal. 183) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola dari
asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok
tertentu dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalahmasalahnya yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan
dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang
benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah- masalah
tersebut.
(Tika, 2006; hal. 4) menyatakan budaya organisasi adalah pokok penyelesaian
masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh
suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang
tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait.
16
Budaya organisasi berawal dari kebiasaan saat ini, tradisi, dan cara-cara umum untuk
melakukan pekerjaan kebanyakan berasal dari apa yang telah dilaksanakan sebelumnya dan
tingkat keberhasilan dari usaha-usaha yang telah dilakukan, dengan demikian budaya
organisasi merupakan persepsi umum yang diyakini oleh para anggota organisasi. Semakin
banyak karyawan dari sebuah organisasi yang menerima nilai-nilai inti, menyetujui jajaran
tingkatannya, dan merasa sangat terikat kepadanya, maka akan menjadikan sebuah budaya
menjadi kuat.
Definisi yang dikemukakan oleh para tokoh diatas terkandung unsur-unsur dalam
budaya organisasi yaitu,
1. Asumsi dasar yaitu berfungsi sebagai pedoman bagi anggota maupun
kelompok dalam organisasi untuk berperilaku.
2. Keyakinan yang dianut ini mengandung nilai-nilai yang dapat berbentuk
slogan atau moto, asumsi dasar, tujuan umum organisasi, filosofi usaha, atau
prinsip-prinsip menjelaskan usaha.
3. Pemimpin atau kelompok pencipta dan pengembangan budaya organisasi.
Budaya organisasi perlu diciptakan dan dikembangkan oleh pemimpin
organisasi atau kelompok tertentu dalam organisasi tersebut.
4. Pedoman mengatasi masalah. Dalam organisasi ada dua masalah pokok yang
sering muncul, yakni masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi
internal. Kedua masalah tersebut dapat diatasi dengan asumsi dasar dan
keyakinan yang dianut bersama anggota organisasi.
5. Berbagi nilai (sharing of value). Dalam budaya organisasi perlu berbagi nilai
terhadap apa yang paling diinginkan atau apa yang paling baik dan berharga
bagi seseorang.
6. Pewaris (learning process). Asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh
anggota organisasi perlu diwariskan kepada anggota-anggota baru dalam
organisasi sebagai pedoman untuk bertindak dan berperilaku dalam organisasi
tersebut.
7. Penyesuaian (adaptasi). Perlu penyesuaian anggota kelompok terhadap
peraturan atau norma yang berlaku dalam kelompok atau organisasi tersebut,
serta adaptasi organisasi terhadap perubahan lingkungan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan pola
17
keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang dijiwai oleh seluruh anggotanya dalam melakukan
pekerjaan sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap
masalah-masalah terkait, sehingga akan manjadi sebuah nilai atau aturan di dalam organisasi
tersebut.
(Rivai, 2004; hal. 432) budaya organisasi mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya
menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi
yang lain.
2. Budaya memberikan identitas bagi anggota organisasi.
3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dan pada
kepentingan individu.
4. Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial.
5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna kendali yang memandu serta
membentuk sikap dan perilaku karyawan.
(Lako, 2004; hal. 33), mengidentifikasi 6 karakteristik penting di dalam budaya
organisasi yaitu:
1. Observed behavior regulation, yaitu apabila para partisipan organisasi saling
berinterakasi satu sama lainbaik itu interaksi antar anggota organisasi maupun
interaksi antara anggota organisasi dengan orang-orang yang berhubungan
dengan organisasi, maka mereka akan menggunakan bahasa, terminologi dan
ritual yang sama yang berhubungan dengan rasa hormat dan cara bertindak.
2. Norms, yaitu standar-standar prilaku yang ada, mencakup pedoman tentang
berapa banyak pekerjaan yang harus dilakukan dan perbuatan-perbuatan apa saja
yang tidak boleh dilakukan.
3. Dominant value, yaitu ada sejumlah nilai-nilai utama yang organisasi anjurkan
dan harapan kepada anggota organisasi untuk menyumbangkannya, misalnya
absensi yang rendah, dan efidiensi yang tinggi.
4. Philosophy, yaitu ada sejumlah kebijakan yang menyatakan keyakinan organisasi
tentang bagaimana para
karyawan dan masyarakat sebagai pelanggan
diperlakukan.
5. Rules, yaitu ada sejumlah pedoman pasti yang berhubungan dengan kemajuan
atau cara berhubungan dalam organisasi. Para karyawan baru harus mempelajari
“ikatan” atau rules yang telah ada sehingga mereka dapat diterima sepenuhnya
sebagai anggota baru dalam organisasi.
18
6. Organizational climate, yaitu ada sesuatu perasaan yang dibawa oleh individu,
cara anggota memperlakukan dirinya menghadapi masyarakat dan pihak luar
lainnya.
Robins (dalam Tika, 2006; hal. 10) terdapat beberapa karakteristik yang apabila
dicampur dan dicocokkan, akan menjadi budaya yaitu :
1.
Inisiatif individu yaitu sejauhmana organisasi memberikan kebebasan kepada
setiap karyawan dalam mengemukakan pendapat atau ide-ide yang didalam
pelaksanaan tugas dan fungsinya. Inisiatif individu tersebut perlu dihargai oleh
kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang menyangkut ide untuk
memajukan dan mengembangkan organisasi.
2. Toleransi terhadap tindakan beresiko yaitu sejauhmana para karyawan dianjurkan
untuk dapat bertindak agresif, inovatif dan mengambil resiko dalam mengambil
kesempatan yang dapat memajukan dan mengembangkan organisasi. Tindakan
yang beresiko yang dimaksudkan adalah segala akibat yang timbul dari
pelaksanan tugas dan fungsi yang dilakukan oleh karyawan.
3. Pengarahan yaitu sejauhmana pimpinan suatu organisasi dapat menciptakan
dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan, sehingga para karyawan dapat
memahaminya dan segala kegiatan yang dilakukan para karyawan mengarah pada
pencapaian tujuan organisasi. Sasaran dan harapan tersebut jelas tercantum dalam
visi, misi.
4. Integrasi yaitu sejauh mana suatu organisasi dapat mendorong unit-unit organisasi
untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi. Handoko (2003; hal. 195)
menyatakan bahwa koordinasi merupakan proses pengintegrasian tujuan-tujuan
dan kegiatan-kegiatan pada unit-unit yang terpisah (departemen atau bidangbidang fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan.
5. Dukungan manajemen yaitu sejauh mana para pimpinan organisasi dapat
memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap
karyawan. Dukungan tersebut dapat berupa adanya upaya pengembangan
kemampuan para karyawan seperti mengadakan pelatihan.
6. Kontrol yaitu adanya pengawasan dari para pimpinan terhadap para karyawan
dengan menggunakan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan demi kelancaran
organisasi. Pengawasan Handoko (2003; hal. 360) menyatakan bahwa dapat
didefinisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi
tercapai.
19
7. Sistem Imbalan sejauh mana alokasi imbalan (seperti kenaikan gaji, promosi, dan
sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja karyawan, bukan sebaliknya didasarkan
atas senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya.
8. Toleransi terhadap konflik yaitu sejauhmana para karyawan didorong untuk
mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka guna memajukan organisasi, dan
bagaimana pula tanggapan organisasi terhadap konflik yang tersebut. Konflik
dapat diartikan sebagai ketidak setujuan antara dua atau lebih anggota organisasi
atau kelompok-kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka harus
menggunakan sumber daya yang langka secara bersama-sama atau menjalankan
kegiatan bersama-sama dan atau karena mereka mempunyai status, tujuan, nilainilai dan persepsi yang berbeda. Anggota-anggota organisasi yang mengalami
ketidaksepakatan tersebut biasanya mencoba menjelaskan duduk persoalannya
dari pandangan mereka.
9. Pola komunikasi yaitu sejauh mana komunikasi dalam organisasi yang dibatasi
oleh hirarki kewenangan yang formal dapat bejalan dengan baik. Handoko (2003;
hal. 272) menyatakan bahwa komunikasi itu sendiri merupakan proses
pemindahan pengertian atau informasi dariseseorang ke orang lain. Komunikasi
yang baik adalah komunikasi yang dapat memenuhi kebutuhan sasarannya,
sehingga akhirnya dapat memberikan hasil yang lebuh efektif.
Robbins dan Timothy (2008), kultur organisasi mengacu pada sebuah sistem makna
bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan
organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini, ketika dicermati secara lebih saksama adalah
sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi. Penelitian
menunjukkan bahwa ada tujuh karakteristik utama yang secara keseluruhan merupakan
hakikat kultur sebuah organisasi:
1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk
bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.
2. Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan
presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detail.
3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada
teknik dan proses yang digunakan umtuk mencapai hasil tersebut.
4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan
efek dari hasil tersebut atas orang yang ada dalam organisasi.
5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasikan pada
tim
20
ketimbang pada individu-individu.
Masing-masing karakteristik ini berada di suatu kontinum mulai dari rendah sampai
tinggi. Karenanya, menilai organisasi berdasarkan ketujuh karakteristik ini akan
menghasilkan suatu gambaran utuh mengenai kultur sebuah organisasi.
Tabel 2.2 Jenis Budaya Organisasi dan Struktur Model Organisasi
Budaya kekuasaan, atau budaya keluarga, sama-sama mempunyai model organisasi
dan struktur organisasi yang sama. Pada zaman sekarang ini, asumsi dari budaya kekuasaan
atau budaya keluarga adalah sebuah wadah yang di pimpin oleh seorang pemimpin yang
dimana pemimpin tersebut mewujudkan realisasi dan tujuan dari organisasi tersebut. Hal ini
juga diasumsikan bahwa pemimpin, atau kepala keluarga, harus mengontrol semua kekuatan
dalam organisasi, sedangkan sisanya dari organisasi anggota keluarga harus mematuhi. Mulai
dari asumsi ini, model sederhana organisasi dirancang, itu sangat terpusat dalam rangka
memberikan pemimpin dengan semua kekuatan, dan memiliki tingkat rendah formalisasi,
sehingga pemimpin dapat mengarahkan semua proses dalam organisasi. Kemudian dengan
mengikuti zaman, budaya organisasi keluarga seperti mengikuti halnya sebuah keluarga,
dengan figur ayah sebagai pemimpin atau di organisasi direktur utama, jelas bahwa segala
sesuatu dalam budaya ini tergantung pada pemimpinnya. Oleh sebab itu anggota organisasi
mengharapkan pemimpin secara pribadi dan informal membentuk semua proses bisnis dan
membuat semua keputusan penting. Itu asumsi kebutuhan untuk distribusi otoriter atau
hirarki kekuasaan dalam organisasi asumsi ini menyiratkan penerapan model organisasi yang
sederhana, karena terpusat dan anggotanya tidak memiliki otoritas pengambilan keputusan.
dipelaksanaan
tangan,
jangka
panjang
lainnya
dari
model
sederhana
organisasi
memperkenalkan atau memperkuat asumsi bahwa sentralisasi kekuasaan di tangan pemimpin
diperlukan untuk fungsi efisien dari organisasi, dimana budaya kekuasaan, atau budaya
keluarga, sebenarnya sedang dibangun. Perkembangan sebuah organisasi keluarga
21
menyebabkan orientasi terhadap struktur sosial dan hubungan. Sama seperti hubungan
interpersonal.
2.3.2 Lingkungan Kerja
2.3.2.1 Pengertian Lingkungan Kerja
Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik, sehingga dicapai suatu
hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang sesuai.
Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan
kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Ketidaksesuaian lingkungan kerja
dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi, keadaan lingkungan
yang kurang baik dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung
diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien. Lingkungan kerja yang menyenangkan
menjadi kunci pendorong bagi karyawan untuk menghasilkan kinerja yang optimal.
Lingkungan kerja yang memusatkan bagi karyawannya dapat meningkatkan kinerja,
sebaliknya apabila lingkungan kerja tidak memadai dapat menurunkan kinerja. Sedarmayati
(2011) menyatakan bahwa lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang
dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan
kerjanya baik sebagai perserorangan maupun sebagai kelompok.
Sunyoto (2012) menyatakan bahwa lingkungan kerja merupakan bagian komponen
yang sangat penting di dalam karyawan melakukan aktivitas bekerja, dengan memperhatikan
lingkungan kerja yang baik atau menciptakan kondisi kerja yang mampu memberikan
motivasi untuk bekerja, maka akan membawa pengaruh terhadap kegairahan atau semangat
karyawan bekerja. Pengertian lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para
pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang
dibebankan, misalnya kebersihan, musik, penerangan, dan lain-lain.
Adapun pengertian lingkungan kerja menurut para pakar sebagai berikut:
•
Lingkungan kerja merupakan faktor-faktor di luar (Sihombing, 2004). Manusia baik
fisik maupun non fisik dalam suatu organisasi. Faktor fisik ini mencakup peralatan
kerja, suhu tempat kerja, kesesakan dan kepadatan, kebisingan, luas ruang kerja
sedangkan non fisik mencakup hubungan kerja yang terbentuk di instansi antara
atasan dan bawahan serta antara sesama karyawan.
22
•
Nitisemito (2001), menyatakan bahwa lingkungan kerja merupakan segala sesuatu
yang ada di sekitar karyawan dan dapat mempengaruhi karyawan dalam menjalankan
tugas-tugas yang dibebankan.
•
Mardiana (2005), menyatakan bahwa lingkungan kerja merupakan tempat karyawan
melakukan pekerjaannya sehari-hari.
2.3.2.2 Jenis Lingkungan Kerja
Terdapat dua jenis lingkungan kerja Sedarmayanti (2001; hal. 21) yaitu:
1. Lingkungan Kerja Fisik
Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat
di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Lingkungan kerja fisik terdiri dari dua
kategori, yakni :
a. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (seperti :
kursi, meja, dan lain- lain).
b. Lingkungan perantara atau lingkungan umum yang juga disebut
lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya :
tata ruang kerja, kebersihan ruangan, keamanan.
2. Lingkungan Kerja Non Fisik
Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi berkaitan
dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan
sesama rekan kerja ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan kerja
non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa
diabaikan.
2.3.2.3 Syarat-syarat Lingkungan Kerja yang Kondusif
Perancangan lingkungan kerja yang kondusif merupakan suatu hal yang sangat
penting untuk dilakukan perusahaan. (Darmodiharjo, 2005; hal. 44) menyatakan bahwa
lingkungan kerja yang kondusif harus memenuhi syarat 5 K, yaitu :
1. Keamanan
2. Kebersihan
3. Ketertiban
4. Keindahan
5. Kekeluargaan
23
Sementara itu, syarat-syarat lingkungan kerja yang kondusif secara lebih terinci lagi
dijelaskan sebagai berikut :
1. Lingkungan Kerja yang Menyangkut Segi Fisik
a. Keadaan bangunan, gedung atau tempat kerja yang menarik dan menjamin
keselamatan kerja para pegawai. Termasuk di dalamnya ruang kerja yang
nyaman, dan mampu memberikan ruang gerak yang cukup bagi para pegawai,
serta mengatur ventilasi yang baik sehingga pegawai bebas bekerja.
b. Tersedianya beberapa fasilitas, seperti: peralatan kerja yang cukup memadai,
tersedianya tempat-tempat rekreasi, tempat istirahat, tempat ibadah, dan
sebagainya.
c. Letak gedung dan tempat kerja yang strategis sehingga mudah dijangkau dari
segala penjuru dengan kendaraan umum.
2. Lingkungan Kerja yang Menyangkut Segi Psikis
a. Adanya perasaan aman dari para karyawan dalam melaksanakan tugasnya,
yang meliputi: rasa aman dari bahaya yang mungkin timbul pada saat
menjalankan tugas, merasa aman dari pihak yang sewenang-wenang, serta
merasa aman dari segala macam bentuk tuduhan sebagai akibat dari saling
curiga mencurigai diantara para karyawan.
b. Adanya loyalitas yang bersifat dua dimensi, yaitu loyalitas yang bersifat
vertical (antara bawahan dengan pimpinan) dan loyalitas yang bersifat
horizontal (antara pimpinan dengan pimpinan yang setingkat, antara karyawan
dan karyawan yang setingkat).
c. Adanya perasaan puas di kalangan para karyawan. Perasaan puas tersebut
akan terwujud apabila karyawan merasa kebutuhannya telah terpenuhi.
Berdasarkan hal diatas merupakan persyaratan lingkungan kerja yang kondusif, yaitu
suatu kondisi lingkungan kerja yang dapat memberikan keamanan serta kenyamanan kepada
karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Apabila perusahaan menghendaki setiap
karyawannya dapat menunjukkan kinerja yang optimal, maka beberapa persyaratan
lingkungan kerja yang telah diuraikan diatas harus terpenuhi
2.3.2.4 Indikator Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja terbagi dalam dua besar indikator yaitu lingkungan kerja fisik dan
lingkungan kerja sosial. Agus Ahyari (2004; hal. 46) indikator lingkungan kerja dibagi
menjadi dua, yaitu :
24
1) Lingkungan kerja fisik, meliputi: penerangan ruangan, suhu udara, suara bising,
penggunaan warna, dan ruang gerak yang diperlukan.
2) Lingkungan sosial, meliputi: hubungan karyawan, dan keamanan kerja.
2.3.3 Kinerja Karyawan
2.3.3.1 Pengertian Kinerja Karyawan
Kinerja dalam sebuah organisasi merupakan salah satu unsur yang tidak dapat
dipisahkan dalam suatu lembaga organisasi, baik itu lembaga pemerintahan maupun lembaga
swasta. Kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance yang merupakan
prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang. Kinerja adalah hasil atau
tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam
melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja,
target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati
bersama. Kinerja berasal dari akar kata “to performance” dan menurut The Scibner Bantam
English Dictionary yang dikutip Widodo sebagai berikut :
1. To do or carry out; execute (Melakukan, menjalankan,melaksanakan).
2. To discharge or fulfill; as a vow (Memenuhi atau menjalankan kewajiban suatu
nazar).
3. To portray, as a character in a play (Menggambarkan suatu karekter dalam suatu
permainan).
4. To render by the voice or a musical instrument (Menggambarkannya dengan suara
atau alat musik).
5. To execute or complete an undertaking (Melaksanakan atau menyempurnakan
tanggungjawab).
6. To act a part in a play (Melaksanakan suatu kegiatan dalam suatu permaianan).
7. To perform music (Memainkan/pertunjukan musik).
8. To do what is expected of a person or machine (Melakukan suatu yang diharapkan
oleh seorang atau mesin).(Widodo, 2005; hal. 78)
Senada dengan pendapat tersebut, Fustino Cardosa Gomes mengungkapkan bahwa
kinerja karyawan sebagai “Ungkapan seperti output, efisien serta efektivitas sering
dihubungkan dengan produktifitas” (Fustino Cardosa Gomes dalam Mangkunegara, 2009;
hal. 9). Pendapat tersebut menyatakan bahwa kinerja suatu karyawan tidak lepas dari hasil
yang dicapai, serta efektif dalam meningkatkan produktivitas.
25
Mangkunegara dalam bukunya yang berjudul Evaluasi Kinerja Sumber Daya
Manusia definisi kinerja karyawan adalah “hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya” (Mangkunegara, 2009; hal. 9).
Pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja sumber daya manusia adalah
prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai sumber
daya manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan
seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas. Di
bawah ini akan disebutkan pengertian kinerja dari beberapa pendapat para ahli yaitu:
1. Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujukpada tindakan
pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta (Stolovitch dan
Keeps, 1992).
2. Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang adapada diri pekerja.
(Griffin, 1987).
3. Kinerja dipengaruhi oleh tujuan (Mondy dan Premeaux, 1993).
4. Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta
kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik
dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik (Donnelly,
Gibson dan Ivancevich, 1994).
Kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakan sesuai dengan
tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Dapat disimpulkan bahwa
pengertian kinerja yaitu suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok
orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing,
dalam rangka mencapai tujuan organisasi, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral
dan etika.
Kinerja merupakan suatu gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi serta organisasi.
Pada dasarnya pengertian kinerja berkaitan dengan tanggung jawab individu atau organisasi
dalam menjalankan apa yang menjadi wewenang dan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
2.3.3.2 Penilaian Kinerja
Kinerja karyawan terbentuk setelah merasa mendapatkan kepuasan atas kerjanya,
26
karena apabila kebutuhannya terpenuhi maka kepuasan kerja akan tercapai begitu sebaliknya
apabila kebutuhannya tidak terpenuhi maka kepuasan kerjapun tidak akan tercapai. Apabila
kepuasan kerja tidak tercapai, maka dari itu akan sulit terbentuk suatu prestasi kinerja.
Penilaian harus berakar pada realitas kinerja karyawan. Penilaian bersifat nyata,
bukan abstrak dan memungkinkan pemimpin dan karyawan untuk mengambil pendangan
yang positif tentang bagaimana kinerja bias menjadi lebih baik di masa depan dan bagaimana
masalah-masalah yang timbul dalam memenuhi standar dan sasaran kinerja dapat
dipecahkan.
Evaluasi kinerja atau penilaian kinerja yang dikemukakan oleh Mengginson dalam
Mangunegara adalah sebagai berikut “Penilaian prestasi kerja (performance appraisal)
adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seseorang karyawan
melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya” (Mangkunegara,
2009; hal. 10).
Berdasarkan pendapat di atas, penilaian prestasi kerja adalah suatu proses dimana
seorang pemimpin mempunyai wewenang dalam menentukan para karyawan apakah
karyawan tersebut melakukan tugas dan pekerjaannya sesuai dengan tanggung jawabnya.
Sejalan dengan penilaian kerja, Sikula yang dikutip oleh Mangkunegara mengungkapkan
bahwa penilaian karyawan merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan karyawan dan
potensi yang dapat dikembangkan.
Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari
beberapa obyek orang ataupun sesuatu (barang) (Mangkunegara, 2009; hal. 10). Sedangkan
menurut Henry Simamora “penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi
untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan” (Simamora, 1999; hal. 59).
Menurut pendapat tersebut, bahwa evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara
sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi.
Penilaian kinerja menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan
tanggung jawab yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang
lebih baik di masa yang akan mendatang. Evaluasi kinerja adalah dasar bagi penilaian dalam
memenuhi standar dan sasaran yaitu bagaimana kinerja karyawan dapat memecahkan
masalah yang dihadapi dalam mencapai sasaran. Sasaran dari evaluasi kinerja (Dharma,
2009; hal. 125) menyatakan bahwa terdiri dari motivasi, pengembangan dan komunikasi.
Motivasi, maksudnya yaitu untuk merangsang orang untuk meningkatkan kinerja dan
mengembangkan keahlian. Pengembangan, untuk memberikan dasar untuk mengembangkan
dan memperluas atribut dan kompetensi yang relevan atas peran yang dijalani maupun peran
27
yang akan dijalankan pada masa depan terutama pada karyawan yeng memiliki potensi untuk
melakukannya.Pengembangan dapat difokuskan kepada peran yang dipegang saat ini,
memungkinkan orang untuk memperbesar dan memperkaya keahlian yang mereka perlukan
untuk mendapatkan peran yang sebagaimana mestinya.
Komunikasi, untuk berfungsi sebagai saluran komunikasi dua arah tentang peran,
sasaran, hubungan, masalah kerja dan aspirasi antara komunikator sebagai pemimpin dan
komunikan sebagai karyawan, hal tersebut dilakukan agar dapat mengurangi kesalahan dalam
pelaksanaan kinerja karyawan. Selanjutnya menurut Surya Dharma dalam bukunya yang
berjudul Manajemen Kinerja, kriteria bagi penilaian kinerja harus berimbang di antara :
a. pencapaian dalam hubungannya dengan berbagai sasaran;
b. perilaku dalam pekerjaan sejauh mempengaruhi peningkatan kinerja;
c. efektifitas sehari-hari. (Dharma, 2009; hal. 130)
Jadi dengan memperhatikan kriteria bagi penilaian kinerja diharapkan akan
menghasilkan karyawan-karyawan yang bertanggungjawab dan dapat meningkatkan kinerja
karyawan baik di lingkungan organisasi pemerintahan maupun di lingkungan swasta.
2.3.3.3 Faktor-faktor Kinerja Karyawan
Timple menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor dalam kinerja yang terdiri dari faktor
internal dan faktor eksternal. Berdasarkan hal tersebut maka akan dijelaskan sebagai berikut
“Faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal, faktor internal
(disposisional) yaitu faktor yang berhubungan dengan sifat-sifat seseorang. Sedangkan faktor
eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari
lingkungan. Seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau
pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi” (Dalam Mangkunegara, 2009; hal. 15).
Faktor internal dan faktor eksternal di atas merupakan jenis-jenis atribusi yang
mempengaruhi kinerja seseorang. Jenis-jenis atribusi yang dibuat oleh para karyawan
memiliki sejumlah akibat psikologis dan berdasarkan kepada tindakan. Seorang karyawan
yang mengangap kinerjanya baik berasal dari faktor-faktor internal seperti kemampuan atau
upaya. Misalnya, kinerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi
dan seseorang itu mempunyai tipe pekerja keras.
Sedangkan seseorang mempunyai kinerja jelek disebabkan orang tersebut mempunyai
kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki
kemampuannya faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja menurut Keith Davis
bukunya A. A. Anwar Prabu Mangkunegara adalah factor kemampuan (ability) dan faktor
28
motivasi (motivation).
Faktor motivasi (motivation), motivasi diartikan sebagia suatu sikap (attitude) seorang
pemimpin dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya.
Motivasi diartikan suatu sikap (attiude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja
(situation) dilingkungan organisasinya.
Mereka yang bersikap positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja
tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif terhadap situasi kerja akan menunjukan
kerja yang rendah, situsi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas
kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja (Mangkunegara, 2009;
hal. 14).
Motivasi dalam situasi kerja merupakan suatu sikap terhadap situasi kerja dilingkungan
tempat kerjanya. Motivasi seseorang dalam bekerja dapat menempatkan diri sendiri di
lingkungan kerja mereka agar dapat meningkatkan sikap yang positif (pro) terhadap
lingkungannya sehingga dapat menunjukan motivasi yang tinggi dalam bekerja.
Kinerja (performance) dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu (Mangkunegara, 2009; hal. 14):
1. Faktor individu
Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun
kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan. Kinerja individu ini akan
tercapai apabila didukung oleh atribut individu, upaya kerja (work effort) dan
dukungan organisasi. Dengan kata lain, kinerja individu adalah hasil :
a.
Atribut individu, yang menentukan kapasitas untuk mengerjakan sesuatu.
Atribut individu meliputi faktor individu (kemampuan dan keahlian, latar
belakang serta demografi) dan faktor psikologis meliputi persepsi,
attitude, personality, pembelajaran dan motivasi.
b.
Upaya kerja (work effort), yang membentuk keinginan untuk mencapai
sesuatu.
c.
Dukungan organisasi, yang memberikan kesempatan untuk berbuat
sesuatu. Dukungan organisasi meliputi sumber daya, 28 kepemimpinan,
lingkungan kerja, struktur organisasi dan job design. (Mangkunegara,
2009; hal. 15).
Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki
integritas yang tinggi antarfungsi psikis (rohani) dan pisiknya (jasmaniah). Dengan
adanya integritas yang tinggi antarfungsi psikis dan fisik maka individu tersebut
29
memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal
utama individu manusia untuk mampu mengelola dan medayagunakan potensi dirinya
secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam
mencapai tujuan organisasi (Mangkunegara, 2009; hal. 16).
Dengan kata lain, tanpa adanya konsentrasi yang baik dari individu dalam
bekerja, maka mimpi pemimpin mengharapkan mereka dapat bekerja produktif dalam
mencapai tujuan organisasi. Yaitu kecerdasan pikira/Inteligensi Quotiont (IQ) dan
kecerdasan emosi/Emotional Quotiont (EQ). Pada umunya, individu yang mampu
bekerja dengan penuh konsentrasi apabila ia memiliki tingkat intelegensi minimal
normal (average, above average, superior, very superior dan gifted) dengan tingkat
kecerdasan emosi baik (tidak merasa bersalah yang berlebihan, tidak mudah marah,
tidak dengki, tidak benci, tidak iri hati, tidak dendam, tidak sombong, tidak minder,
tidak cemas, memiliki pandangan dan pedoman hidup yang jelas berdasarkan kitab
sucinya).
2. Faktor psikologis
Psikologis dapat diartikan sebagai olmu yang mempelajari tentang mental/jiwa
yang bersifat abstrak yang membatasi pada tingkah laku dan proses atau kegiatannya.
Psikologis kerja dapat diartikan sebagai lingkungan kerja, sikap serta motivasi dalam
melaksanakan pekerjaannya.
Faktor psikologis bias berupa persepsi, attitude, personality, pembelajaran, dan
motivasi (Mangkunegara, 2009; hal. 14). Kelompok faktor psikologis terdiri dari
variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variable ini menurut
Gibson (1987) banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja
sebelumnya dan variable demografis. Faktor ini akan bermanifestasi pada munculnya
pola-pola sikap dan kepribadian karyawan.
3. Faktor organisasi.
“Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam
mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain
uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang”
(dalam Mangkunegara, 2009; hal. 17).
Pola komunikasi kerja yang efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja
respek dan dinamis, peluang berkarir dan pasilitas kerja yang relatif memadai.
Sekalipun, jika faktor lingkungan organanisasi kurang menunjang, maka bagi
individu yang memiliki tingkat kecerdasan pikiran memadai dengan tingkat
30
kecerdasan emosi baik, sebenarnya ia tetap berprestasi dalam bekerja. Hal ini bagi
individu tersebut, lingkungan organisasi itu dapat diubah dan bahkan dapat
diciptakan oleh dirinya serta merupakan pemacu (pemotivator), tantangan bagi
dirinya dalam berprestasi di organisasinya.
(Widodo, 2005; hal. 75) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
kinerja suatu lembaga (organisasi) atau sekelompok manusia dalam menjalankan
tugas, wewenang dan tanggung jawabnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu
faktor individu (pelaku) dan organisasi. Jika dikaitkan dengan kinerja aparatur
pemerintah daerah, maka faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut yaitu faktor
aparatur pemerintah daerah (birokrat) dan organisasi (pemerintah daerah).
Oleh sebab itu, jika ingin meningkatkan kinerja aparatur pemerintah daerah
kedua faktor tersebut, harus mendapatkan perhatian dari para pemimpin organisasi.
(Widodo, 2005; hal. 81) menyatakan bahwa perilaku pemimpin menurut yang harus
dilakukan dalam meningkatkan kinerja individu dan organisasi antara lain adalah
menjaga dan mendorong motivasi anak buah. Menjaga dan mendorong motivasi
para aparatur pemerintah daerah, baik pada tataran pimpinan maupun staf dalam
menjalanjan tugas, wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya
(Widodo, 2005; hal. 80). Hal yang harus dilakukan antara lain:
a. Seorang pemimpin harus menentukan apa yang menjadi tujuan atau apa yang
hendak dicapai dari organisasi pemerintah daerah serta menentukan kriteria
kinerjanya. Penetapan dan criteria suatu tujuan dapat tercapai atau tidak,
menjadi faktor pertama dan utama untuk mengukur suatu kinerja organisasi.
b. Pemimpin harus mampu menyediakan intensif (pendorong kerja) baik berupa
gaji, uang, penghargaan atau dalam bentuk lain agar para karyawan bersedia
mencapai tujuan organisasi.
c. Pemimpin harus memberikan umpan balik (feedback) secara rutin agar para
karyawan (staf) dapat mengetahui posisi dan peran mereka dalam pencapaian
tujuan pemerintah daerah.
d. Para karyawan (staf) diikutsertakan dalam pengambilan keputusan tertentu
sehingga dapat melakukan pekerjaan yang lebih baik.
e. Seorang pemimpin harus menyelenggarakan komunikasi dua arah dalam setiap
pertemuan dengan bawahan. (Widodo, 2005; hal. 80)
Berdasarkaan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan
kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu
31
aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh
dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi.
2.3.3.4 Dimensi Kinerja Karyawan
Menurut Mathis dan Jackson (2006), kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan
atau tidak dilakukan oleh pegawai. Kinerja pegawai yang umum untuk kebanyakan pekerjaan
meliputi dimensi sebagai berikut :
1. Kuantitas dari hasil Jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran
kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Ini
berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan.
2. Kualitas dari hasil Mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran kualitatif
keluaran mencerminkan pengukuran “tingkat kepuasan”, yaitu seberapa baik
penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran.
3. Ketepatan waktu dari hasil Waktu harus dimanfaatkan sebaik mungkin dan secara
optimal. Penundaan penggunaan waktu dapat menimbulkan berbagai konsekuensi
biaya besar dan kerugian.
4. Kehadiran atau absensi Tingkat kehadiran merupakan sesuatu yang menjadi tolak
ukur sebuah perusahaan dalam mengetahui tingkat partisipasi pegawai pada
perusahaan.
5. Kemampuan bekerja sama Kemampuan bekerja sama dapat menciptakan kekompakan
sehingga dapat meningkatkan rasa kerja sama antar pegawai.
2.4 Kerangka Pemikiran
Budaya Organisasi
(X1)
- Karakteristik budaya
organisasi
Lingkungan Kerja
(X2)
Kinerja Karyawan (Y)
-
Kuantitas dari hasil
Kualitas dari hasil
Ketepatan waktu dari
hasil
Kehadiran
Kemampuan
bekerjasama
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
- Lingkungan kerja fisik
- Lingkungan kerja non
fisik
32
2.5 Hipotesis
Berdasarkan penelitian terdahulu dan landasan teori serta kerangka pemikiran adalah
sebagai berikut:
1. Ho : Budaya Organisasi tidak ada pengaruh secara signifikan terhadap Kinerja
Karyawan pada PT. Nasari Group.
Ha : Budaya Organisasi ada pengaruh secara signifikan terhadap Kinerja
Karyawan pada PT. Nasari Group.
2. Ho : Lingkungan Kerja tidak ada pengaruh secara signifikan terhadap Kinerja
Karyawan pada PT. Nasari Group.
Ha : Lingkungan Kerja ada pengaruh secara signifikan terhadap Kinerja
Karyawan pada PT. Nasari Group.
3. Ho : Budaya Organisasi dan Lingkungan Kerja tidak ada pengaruh secara
signifikan terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Nasari Group.
Ha : Budaya Organisasi dan Lingkungan Kerja ada pengaruh secara signifikan
terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Nasari Grou
85
Download